Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

“IDENTITAS NASIONAL INDONESIA”

DISUSUN OLEH

1. Ariq Naufal Nugroho (18031031)


2. Sukma Triana Septa Anugrah (18031002)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM LAMONGAN

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Swt, yang telah melimpahkan hidayah dan kemudahan bagi penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menemukan hambatan dan kesulitan yang berupa
keterbatasan ilmu. Dengan terselesaikannya makalah ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah ikut andil dalam penyusunan dan dukungan.

Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan makalah ini masih belum sempurna, sehingga
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan pembaca.

                        Lamongan, 27 Februari 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1

1.3 Tujuan Masalah.........................................................................................1

PEMBAHASAN......................................................................................................2

2.1 Pengertian Identitas Nasional....................................................................2

2.2 Sejarah Kelahiran Paham Nasionalisme Indonesia...................................3

2.3 Identitas Nasional sebagai Karakter Bangsa.............................................6

2.4 Islam dan Nasionalisme.............................................................................7

2.5 Globalisasi dan Tantangan Identitas Nasional.........................................10

PENUTUP..............................................................................................................12

3.1. Kesimpulan..............................................................................................12

3.2. Saran........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengingatkan kita akan
pentingnya nilai-nilai hak dan kewajinan suatu warga negara agar setiap hal yang di
kerjakan sesuai dengan tujuan dan cita-cita bangsa dan tidak melenceng dari apa yang di
harapkan. Karena di nilai penting, pendidikan ini sudah di terapkan sejak usia dini di
setiap jejang pendidikan mulai dari yang paling dini hingga pada perguruan tinggi agar
menghasikan penerus –penerus bangsa yang berompeten dan siap menjalankan hidup
berbangsa dan bernegara.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian identitas nasional?
2. Bagaimana sejarah kelahiran paham nasionalisme Indonesia?
3. Bagaimana identitas nasional sebagai karakter bangsa?
4. Apa itu Islam dan Nasionalisme?
5. Bagaimana globalisasi dan tantangan indentitas nasional?
1.3 Tujuan Masalah
1. Menjelaskan pengertian identitas nasional.
2. Menjelaskan sejarah kelahiran paham nasionalisme Indonesia.
3. Menjelaskan identitas nasional sebagai karakter bangsa.
4. Menjelaskan Islam dan Nasionalisme.
5. Menjelaskan globalisasi dan tantangan identitas nasional.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Identitas Nasional


Kata Identitas berasal dari kata Identitu, yang memiliki arti tanda-tanda, ciri-
ciri, atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya
dengan yang lain. Sementara itu kata “nasional” merupakan identitas yang melekat pada
kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan fisiik, baik
fisik seperti budaya, agama dan bahasa maupun nonfisik seperti cita-cita, keinginan dan
tujuan.
Identitas Nasional adalah kumpulan nilai-nilai budaya yang tumbuh dan
berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang dihimpun dalam
satu kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan
Bhineka Tunggal Ika sebagai dasar dan arah pengembangannya.
Hakikat Identitas Nasional kita sebagai bangsa di dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara adalah pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam penataan kehidupan kita
dalam arti yang luas, misalnya di dalam aturan perundang-undangan atau moral yang
secara normatif diterapkan di dalam pergaulan, baik itu di dalam tatanan nasional
maupun internasional dan lain sebagainya. Dengan demikian nilai-nilai budaya yang
tercermin di dalam identitas nasional tersebut bukanlah barang jadi yang sudah selesai
dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang terbuka yang cenderung
terus-menerus bersemi karena adanya hasrat menuju kemajuan yang dimiliki oleh
masyarakat. Konsekuensi dan implikasinya adalah identitas nasional merupakan sesuatu
yang terbuka untuk ditafsir dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan fungsional
dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.
Unsur Unsur Identitas Nasional
Berbicara mengenai unsur-unsur identitas nasional, maka identitas nasional Indonesia
merujuk pada suatu bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu merupakan gabungan
unsur unsur pembentuk identitas nasional yang meliputi :
1. Suku Bangsa. Suku bangsa merupakan salah satu dari unsur pembentuk identitas
nasional. Golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif atau ada sejak lahir,
dimana sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia
khususnya, terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak
kurang tiga ratus dialek bahasa.

2
2. Agama merupakan salah satu dari unsur pembentuk identitas nasional. Bangsa
Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis (didasarkan pada nilai agama).
Agama-agama yang tumbuh dan berkembang di nusantara yaitu agama islam,
katholik, kristen, hindu, budha dan kong hu cu.
3. Kebudayaan merupakan salah satu dari unsur pembentuk identitas nasional.
Pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat
atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-
pendukung utntuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan
digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakukan
dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
4. Bahasa merupakan salah satu dari unsur pembentuk identitas nasional. Dalam hal ini,
bahasa dipahami sebagai sistem perlambang yang secara arbiter dibentuk atas unsur-
unsur bunyi ucapan manusia dan digunakan sebagai sarana berinteraksi antarmanusia.
Dari unsur unsur identitas nasional di atas, dapat dirumuskan pembagiannya menjadi tiga
bagian yaitu :
1. Identitas Fundamental, yaitu pancasila sebagai falsafat bangsa, dasar negara dan
ideologi negara.
2. Identitas Instrumental, yaitu berisi UUD 1945 dan tata perundang-undangannya.
Dalam hal ini, bahasa yang digunakan bahasa Indonesia, bendera negara
Indonesia, lambang negara Indonesia, lagu kebangsaan Indonesia yaitu Indonesia Raya.
3. Identitas Alamiah, yaitu meliputi negara kepulauan dan pluralisme dalam suku,
budaya, bahasa dan agama serta kepercayaan.

2.2 Sejarah Kelahiran Paham Nasionalisme Indonesia


Bagi dunia ketiga abad ke-20 dapat dianggap sebagai abad nasionalisme, tidak
lain Karena menyaksikan timbulnya nation state (Negara bangsa), setelah berakhirnya
Perang Dunia II. Fungsi nation state dianggap menjumpai konsep bangsa Indonesia. Apa
yang diucapkan pada Sumpah Pemuda 1928 adalah kelengkapan dan pembulatan konsep
tersebut. Secara implisit Manifesto itu memuat paham nasionalisme sebagai anti
kolonialisme dan sekaligus memuat prinsip-prinsipnya, ialah : kesatuan, kebebasan,
persamaan, kepribadian. Prinsip-prinsip beserta nilai-nilai nasionalisme tersebut sejak
awal pergerakan nasional diperjuangkan, secara simbolis, konseptual, fisik revolosioner
dan dalam periode pasca revolusi mengkonsolidasi.

3
Apabila kita melacak pertumbuhan naionalisme Indonesia sejak kebangkitan nasional
1908, melalui Manifesto Politik 1925 serta Sumpah Pemuda 1928, maka tidak dapat
diingkari bahwa meskipun masih dalam bentuk embrional, keempat prinsip nasionalisme
tersebut sudah hadir. Meskipun Budi Utama belum dapat dipandang sebagai organisasi
nasional dalam arti harfiah, namun pada hakekatnya ideologinya menunjuk pada kesadaran
diri akan kemandirian, kebebasan, kesamaan serta penemuan identitas dirinya.

Selama pergerakan keempat prinsip itu menjadi tujuan perjuangan kemudian melalui
jaman Jepang semangat nasionalisme meluas ke segala lapisan rakyat sehingga revolusi
Indonesia dapat dilancarkan. Sesungguhnya pada masa pasca revolusi, ideologi nasionalisme
masih tetap memiliki relevansi bagi pembangungan bangsa.

Permasalahannya sekarang, mampukah nasionalisme Indonesia yang lahir dari rasa


senasib, karena dijajah oleh penjajah yang sama, mampu menahan tekanan separatism di
berbagai daerah? Jawabannya tentu saja apakah perasaan senasib itu terus menerus
diciptakan. Rasa senasib tersebut hanya bisa dipertahankan bila ada keadilan, pemerataan
pembangunan, serta perlakuan yang sama terhadap seluruh daerah dan komponen bangsa.
Jika hal tersebut tidak bisa diwujudkan maka nasionalisme Indonesia akan tinggal kenangan
dan perpecahan bangsa menjadi tidak bisa terelakkan.

Pertanyaan berikutnya adalah, apakah dalam era globalisasi ini, nasionalisme mampu
menahan lajunya arus globalisasi (internasionalisasi) pada semua segi kehidupan, dimana
antar negara saling bergantung. Huntington menyatakan bahwa ketergantungan anatar Negara
bukan merupakan gerakan internasional yang akan menciptakan negara global serta akan
melebur konsep nation state. Bahkan Huntington merasa yakin bahwa internasionalisme telah
menemui jalan buntu, karena pretense organisasi internasional sendiri. Pernyataan tersebut
didukung oleh kondisi faktual yang mensyaratkan organisasi internasional membutuhkan
persetujuan dari negara-negara anggotanya dalam setiap keputusan penting dan mendesak.

Bagi Indonesia, nasionalisme merupakan kunci untuk mengatasi keberagaman adat


istiadat, budaya agama serta etnis. Tanpa nasionalisme sebagai alat pemersatu, sulit kiranya
untuk mencari titik temu dari berbagai kebiasaan yang berasal dari berbagai etnik.
Nasionalisme dalam hal ini dapat dipandang sebagai komitmen moral bangsa Indonesia untuk
tidak memandang perbedaan itu sebagai konflik, melainkan sebagai kenyataan yang tidak
dapat ditolak, juga sebagai kekayaan yang penuh dengan dinamika.

4
Pada sisi lain, identitas nasional perlu dipupuk pada generasi muda lewat kesadaran
nasional yang perlu dibangkitkan lewat kesadaran sejarah. Kesadaran ini mencakup
pengalaman kolektif dimasa lampau, atau nasib bersama dimasa lampau yang mendidik
negara. Tanpa kesadaran sejarah nasional tidak akan ada identitas nasional dan tanpa identitas
nasional seseorang tidak akan memiliki kepribadian nasional. Kesadaran nasional
menciptakan inspirasi dan aspirasi nasionalis. Nasionalisme sebagai ideologi perlu menjiwai
setiap warga negara dan wajib secara moral dengan loyalitas penuh idealisme yang
membendung kekuatan materialisme, konsumerisme dan dampak globalisasi yang negatif.

C. Faktor-faktor Nasionalisme Indonesia

1. Faktor dari dalam (internal)

 Kenangan kejayaan masa lampau


Bagi Indonesia kenangan kejayaan masa lampau tampak dengan adanya
kenangan akan kejayaan pada masa kerajaan Majapahit dan Sriwijaya. Dimana
pada masa Majapahit, mereka menguasai daerah seluruh Nusantara, sedangkan
masa Sriwijaya mampu berkuasa dilautan karena maritimnya yang kuat.
 Perasaan senasib dan sepenanggungan akibat penderitaan dan
kesengsaraan masa penjajahan
Penjajahan yang dilakukan bangsa-bangsa Eropa terhadap bangsa Asia, Afrika
mengakibatkan mereka hidup miskin dan menderita sehingga mereka ingin
menentang imperialisme barat.
 Munculnya golongan cendekiawan
Perkembangan pendidikan menyebabkan munculnya golongan cendekiawan
baik hasil dari pendidikan barat maupun pendidikan Indonesia. Mereka
menjadi penggerak dan pemimpin munculnya organisasi pergerakan nasional
Indonesia yang selanjutnya berjuang untuk melawan penjajahan.
 Paham nasionalisme yang berkembang dalam bidang politik, social,
ekonomi dan kebudayaan.
1. Dalam bidang politik, tampak dengan upaya gerakan nasional menyuarakan
aspirasi masyarakat pribumi yang telah hidup dalam penindasan dan
penyelewengan HAM. Mereka ingin menghancurkan kekuasaan asing atau
kolonial dari Indonesia.

5
2. Dalam bidang ekonomi, tampak dengan adanya usaha penghapusan
eksploitasi ekonomi asing. Tujuannya untuk membentuk masyarakat yang
bebas dari kesengsaraan dan kemelaratan untuk meningkatkan taraf hidup
bangsa Indonesia.
3. Dalam bidang budaya, tampak dengan upaya yang melindungi,
memperbaiki dan mengembalikan budaya bangsa Indonesia yang hampir
punah Karena masuknya budaya asing di Indonesia. Para nasionalis berusaha
untuk memperhatikan dan menjaga serta menumbuhkan kebudayaan asli
bangsa Indonesia.

2. Faktor dari luar (eksternal)

 Kemenangan Jepang atas Rusia (1905)


 Perkembangan Nasionalisme di berbagai negara
1. Pergerakan Kebangsaan India
2. Gerakan Kebangsaan Filipina
3. Gerakan Nasional Rakyat Cina
4. Pergerakan Turki Muda
5. Pergerakan Nasionalisme Mesir
 Munculnya paham-paham baru
Munculnya paham-paham baru di luar negeri seperti nasionalisme, liberalisme,
sosialisme, demokrasi dan pan islamisme juga menjadi dasar berkembangnya
paham-paham yang serupa di Indonesia. Perkembangan paham-paham tersebut
terlihat pada penggunaan ideologi-ideologi pada organisasi pergerakan
nasional di Indonesia.
2.3 Identitas Nasional sebagai karakter bangsa
Dengan memahami identitas bangsa diharapkan akan memahami jati diri bangsa
sehingga menumbuhkan kebanggaan terhadap bangsanya sendiri. Karakter berasal dari
bahasa latin “kharakter, kharassein atau kharax”, dalam bahasa Prancis “caractere” dalam
bahasa Inggris “character”. Dalam arti luas karakter berarti sifat kejiwaan, akhlak, budi
pekerti, tabiat, watak yang membedakan seseorang dengan orang lain. Sehingga karakter
bangsa dapat diartikan tabiat atau watak khas bangsa Indonesia yang membedakan bangsa
Indonesia dengan bangsa lain.

6
Identitas dan modernitas sering kali mengalami tarik menarik, beberapa orang
lebih menutup diri dari modernisasi untuk melindungi identitasnya, mereka khawatir
identitas yang selama ini dibangun akan hilang karena terhapus terpaan modernitas.
Identitas sendiri dalam perkembangannya tidak hanya suatu hal yang harus dipertahankan,
tetapi juga harus dikembangkan namun masih mempertahankan hal-hal fundamental yang
terdapat di dalamnya. Contohnya saja Indonesia yang memiliki beribu etnis, Indonesia
harus mampu menyatukan diri membentuk suatu identitas, yaitu Bangsa Indonesia.
Karena Pancasila digali dari pandangan hidup bangsa, maka Pancasila dapat
dikatakan sebagai karakter sesungguhnya bangsa Indonesia. Dengan demikian Pancasila
betul-betul merupakan nilai dasar sekaligus ideal untuk bangsa Indonesia. Nilai-nilai yang
merupakan identitas sekaligus karakter bangsa. Lima nilai dasar yaitu ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan yang terkandung dalam pancasila
merupakan realitas yang hidup di Indonesia. Konsep identitas nasional pada akhirnya akan
melahirkan tindakan kelompok. Yang diwujudkan dalam bentuk organisasi atau
pergerakan yang diberi atribut-atribut nasional. Kata nasional sendiri tidak bisa dipisahkan
dari kemunculan konsep nasionalisme.
2.4 Islam dan Nasionalisme
Islam dan Indonesia selalu menarik diperbincangkan, apalagi ketika dikaitkan
dengan isu-isu sosial politik. Tidak saja karena populasi muslim di negeri ini yang sering
disebut-sebut terbanyak dan mayoritas dibandingkan dengan populasi muslim di negara-
negara Islam lainnya. Ada banyak faktor yang turut mewarnai dinamika-dinamika
keislaman dan keindonesiaan di sini, dari soal-soal sejarah dan kebudayaan hingga
masalah ekspresi keagamaan serta kiblat sosial dan aliran politik.
Konteks mayoritas tidak serta merta menjadikan negara kepulauan terbesar di dunia
dengan konstruksi sosial multietnik ini berasaskan Islam untuk tidak menyebut: bukan
Negara Islam. Terkait hal ini kerap timbul selang-seling politik.
Islamisasi Indonesia
Tempo-tempo dimunculkan opini bahwa “Indonesia adalah Islam.” Tanpa umat
muslim, tak ada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Negeri ini berdiri berkat
jasa para pejuang yang notabene mayoritas dari mereka adalah muslim. Karena itu
menyisihkan Islam dan/atau menyampingkan umat muslim dari elan politik, ekonomi, dan
budaya sama artinya dengan “pengkhianatan (?).”
Namun demikian, tak semua komponen dari warga bangsa dan negara ini
termasuk sebagian dari umat muslim sendiri setuju dengan argumen yang menarasikan
7
bahwa “Indonesia adalah Islam.” Opini semacam ini bisa dianggap sebagai apologi atas
kepentingan yang hanya akan menabalkan sektarianisme keagamaan serta superioritas
Islam di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu, negara ini tak
boleh berasaskan agama apapun termasuk Islam. Dari sinilah sekularisasi Indonesia ambil
posisi untuk berkembang.
Keberatan terhadap ide Islamisasi selain dipengaruhi oleh konteks zaman ketika
negara ini mulai dibentuk, hal lebih mendasar adalah menyangkut historisitas serta realitas
akan kemajemukan warga bangsa ini. Betapapun umat muslim memiliki andil besar
terhadap pembentukan NKRI ini pun bisa dipandang sebagai kewajaran karena mereka
mayoritas tidak berarti bahwa “Indonesia adalah Islam” atau “milik umat muslim” dan
karena itu mesti berasaskan Islam.
Historisitas Indonesia diwarnai oleh beragam kebudayaan mulai dari animisme-
dinamisme serta Hinduisme dan Buddhisme hingga Islam dan Kristen. Karena itu narasi
tentang Indonesia selalu diklasifikasikan ke dalam sejarah klasik dan sejarah modern.
Realitas warga bangsa ini pun multirasial dan multietnik. Maka dalam konteks hidup
berbangsa dan bernegara tak boleh ada superioritas.
Ketika negara ini mulai dibentuk, situasi dunia sedang berada dalam rambatan
sekularisme. Penetrasi sekularisme ala Barat (Eropa) merambahi dunia Timur, tak
terkecuali wilayah Nusantara. Penetrasi inilah yang merangsang timbulnya kecenderungan
ideologisasi agama terutama di kalangan umat muslim dan sekaligus menciptakan
polarisasi dalam proses penentuan asas negara maupun dalam sejarah perjalanan
kebangsaan berikutnya.
Seperti sudah menjadi rahasia umum bahwa sejak awal asas kebangsaan negara
ini terbentuk melalui dua arus pemikiran yang berkembang pada masa itu, yakni
nasionalisme yang berafiliasi kuat pada ajaran keislaman dan nasionalisme yang
berpegang pada pemisahan tegas antara agama dan negara. Arus pemikiran pertama bisa
disebut dengan istilah “nasionalisme keislaman,” dan yang kedua sering disebut dengan
istilah “nasionalisme sekuler.”
Dua arus pemikiran yang berpangkal pada “dialektika hubungan antara agama
dan negara” ini terus mewarnai sejarah perjalanan bangsa hingga hari ini, dan cenderung
menjadi polemik gagasan maupun gerakan yang tak berkesudahan.

8
Polarisasi Umat Muslim
Betul bahwa rumusan Pancasila telah disepakati bersama sebagai asas-falsafah
negara; mencakup asas-asas Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan
Keadilan Sosial. Asas-asas ini dipandang ideal serta merupakan titik temu atas berbagai
kepentingan yang berkembang dalam sejarah awal kebangsaan, termasuk antara
nasionalisme keislaman dan nasionalisme sekuler.
Namun sebagaimana sejak awal perumusannya yang diwarnai polarisasi, dalam
pengamalannya pun demikian. Hal ini bisa diteropong melalui kronik sejarah kebangsaan,
khususnya mulai dari 22 Juni 1945 ketika pertama kali konsensus Preambul bagi UUD
1945 yang memuat asas-asas kebangsaan dicapai dalam rangka persiapan kemerdekaan.
Dokumen Konsensus ini ditandatangani di Jakarta dan karenanya kemudian dikenal
dengan nama “Piagam Jakarta” oleh sembilan tokoh yang dipandang mewakili dua aliran
dari nasionalisme keislaman; yakni Agoes Salim, Abikuesno Tjokrosoejoso, dan Abdoel
Kahar Moezakkir serta Soekarno, Moh. Hatta, A.A. Maramis, Achmad Soebardjo, dan
Mohammad Yamin dari nasionalisme sekuler.
Syahdan pada 18 Agustus 1945, sehari setelah kemerdekaan Republik Indonesia
diproklamasikan, ketika UUD Sementara bagi negara yang baru dilahirkan ini ditetapkan,
terjadi penghapusan tujuh kata dari bagian isi Preambul yang telah disepakati dan
ditandatangani bersama, yakni pada bagian asas “Ketuhanan” yang semula rangkaiannya,
“…dengan kewajiban menjalankan syari‘at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Tujuh kata
ini dihapus, dan redaksi asas ini menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa.”
Preseden penghapusan tujuh kata ini dengan segala dinamika “apologis” di
belakangnya tak pelak menumbuhkan kekecewaan pada sebagian kalangan dari nasionalis
muslim. Dari sini, kehendak untuk menjadikan Islam sebagai asas negara ini seperti
bersemi kembali.
Berbagai polemik gagasan tentang dasar-struktur-praktik bernegara maupun
variasi dan inovasi gerakan terutama terkait politik keislaman telah, sedang, dan mungkin
akan terus mewarnai sejarah bangsa ini. Bisa dilihat, misalnya, gagasan dan gerakan
tentang Negara Islam yang tak pernah padam mulai dari soal DI-TII hingga masalah
Khilafah; polemik seputar pluralisme-liberalisme-sekularisme agama dan masalah Islam
Nusantara hingga soal-soal terkait pemimpin pro-anti Islam dan/atau pro-anti Pancasila.
Ditambah lagi bahwa pengamalan Pancasila sebagai asas-falsafah negara dalam praktik
kehidupan berbangsa masih jauh panggang dari api.

9
2.5 Globalisasi dan Tantangan Identitas Nasional
Secara sederhana, identitas nasional Indonesia mencakup semangat kebangsaan
(nasionalisme) Indonesia, negara-bangsa (nation-state) Indonesia, dasar negara Pancasila,
bahasa nasional, bahasa Indonesia, lagu kebangsaan Indonesia Raya, semboyan negara
'Bhinneka Tunggal Ika', bendera negara sang saka merah putih, konstitusi negara UUD
1945, integrasi Wawasan Nusantara, serta tradisi dan kebudayaan daerah yang telah
diterima secara luas sebagai bagian integral budaya nasional setelah melalui proses
tertentu yang bisa disebut sebagai 'mengindonesia', yang berarti proses untuk mewujudkan
mimpi, imajinasi, dan cita-cita ideal bangsa Indonesia yang bersatu, adil, makmur,
berharkat, dan bermartabat, baik ke dalam maupun ke luar dalam kancah internasional.
Karena kedudukannya yang amat penting itu, identitas nasional harus dimiliki
oleh setiap bangsa. Karena tanpa identitas nasional suatu bangsa akan terombang-ambing.
Namun apabila kita melihat fenomena yang terjadi di masyarakat saat ini, identitas yang
dimiliki bangsa kita seolah-olah telah terkikis dengan adanya pengaruh yang timbul dari
pihak luar. Budaya-budaya barat yang masuk ke negara kita ini, rasanya begitu cepat di
serap oleh lapisan masyarakat. Masyarakat lebih mudah mengambil budaya-budaya barat
yang tidak sesuai dengan corak ketimuran. Yang pada dasarnya masih menjunjung tinggi
nilai moral dan etika. Namun kenyataannya, hal itu sering kali di abaikan. Dengan melihat
kenyataan ini, terlihat jelas bahwa identitas nasional telah mulai terkikis dengan datangnya
budaya-budaya barat yang memang tidak sesuai dengan budaya bangsa indonesia.
Tantangan mengembangkan identitas nasional terletak pada pikiran dan sikap
yang terbuka untuk menghormati keanekaragaman, mendorong demokrasi yang
partisipatif, memperkuat penegakan hukum, serta memajukan solidaritas terhadap mereka
yang lemah atau korban di mana negeri Indonesia adalah ruang publik sebagai tempat kita
hidup bersama. Karena kedudukannya yang amat penting itu, identitas nasional harus
dimiliki oleh setiap bangsa. Karena tanpa identitas nasional suatu bangsa akan terombang-
ambing.
Disadari bahwa rendahnya pemahaman dan menurunnya kesadaran warga negara
dalam bersikap dan berperilaku menggunakan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara khususnya pada era reformasi bagaikan berada dalam tahap
disintegrasi karena tidak ada nilai-nilai yang menjadi pegangan bersama. Oleh karena itu
perlu adanya pendukungdalam meningkatkan kesadaran terhadap nilai-nilai luhur yang
dapat dijadikan pegangan dalam bermasyarakat. Memahami dan mengerti nilai-nilai
pancasila sejak dini dalam kehidupan sekolah sangat membantu dalam meningkatkan

10
kesadaran dalam mewujudkan nilai-nilai pancasila. Kita perlu memahami secara penuh
bahwa pancasila sebagai pedoman hidup bangsa sehingga kita dapat merasa berkewajiban
dalam melaksanakannya.
Tantangan terkait memudarnya rasa nasionalisme dan patriotisme perlu mendapat
perhatian. Bangsa indonesia perlu mengupayakan strategi untuk mengalihkan kecintaan
terhadap bangsa asing agar dapat berubah menjadi bangsa sendiri. Hal tersebut perlu
adanya upaya dari generasi baru untuk mendorong bangsa indonesia untuk membuat
prestasi yang tidak dapat dibuat oleh bangsa lain. Mendorong masyarakat kita untuk
bangga menggunakan produk bangsa sendiri.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Identitas Nasional adalah kumpulan nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang
dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang dihimpun dalam satu kesatuan
Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika
sebagai dasar dan arah pengembangannya.
3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa banyak kekurangan.
Sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Penulis menemukan kesulitan dalam mencari buku referensi untuk mendukung
bahan materi ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Heri Herdiawanto dan Jumanta Hamdayama, 2010. Judul : Cerdas, Kritis, Dan Aktif
Berwarganegara (Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi). Penerbit
ERLANGGA : Jakarta.
2. http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-dan-unsur-identitas-
nasional.html
3. https://www.academia.edu/10738523/Sejarah_Lahirnya_Nasionalisme_di_Indonesia?
auto=download
4. http://makalahinola.blogspot.com/2018/03/makalah-identitas-nasional-indonesia.html
5. https://geotimes.co.id/opini/islam-dan-nasionalisme-indonesia-polemik-yang-tak-
berkesudahan/
6. https://www.academia.edu/34620160/Dinamika_dan_Tantangan_Identitas_Nasional_I
ndonesia

13

Anda mungkin juga menyukai