Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN RESMI HEMATOLOGI III

ACARA KE 3 dan 4
PENGAMATAN SEDIAAN APUS DARAH TEPI pada
LEUKIMIA MIELOSITIK AKUT (Acute Myeloid Leukimia) dan LEUKIMIA
MIELOSITIK KRONIK (Chornic Myeloid Leukimia)

Dosen Pengampu: Tantri Analisawati Sudarsono S.Si., M.Si

Disusun oleh:
Nama : Aprianto
NIM : 1811050039
Kelas : 5A TLM

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK D4


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020
Jum’at, 11 November 2020
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Untuk mengetahui bentuk sel pada Leukimia Myeloid Akut atau Acute Myeloid
Leukimia
2. Untuk mengetahui bentuk sel pada Leukimia Mieloid Kronik atau Chorionic Myeloid
Leukimia
3. Untuk mengetahui prinsip pemeriksaan leukimia mieloblastik akut dan kronik

II. DASAR TEORI


1. Definisi Acute Myeloid Leukimia atau Leukimia Mieloid Akut
Leukimia adalah kanker yang berasal dari sel-sel yang secara normal akan menjadi sel-
sel darah. Leukimia merupakan kanker pada sumsum tulang dan darah, serta merupakan
keganasan hematologik akibat proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi
(maturation arrest) pada berbagai tingkatan sel induk homopoetik sehingga terjadi
ekspansi progresif dari kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang (Anwar. 2017).
Leukimia dapat terjadi secara akut maupun kronik, berdasarkan cepat maupun
lambatnya penyakit muncul dan berkembang. Sel-sel darah yang menjadi komponen darah
diproduksi pada sumsum tulang dan berasal dari stem cell. Stem cell akan berdiferensiasi
menjadi berbagai jenis sel-sel darah yang terdiri atas 2 jenis yaitu limfoid dan mieloid. Stem
cell tipe limfoid nantinya akan berkembang menjadi sel-T, sel-B, sel NK (Natural Killer).
Sedangkan stem cell mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel darah merah (Eritrosit),
sel darah putih (Leukosit (neutrofil, eosinofil, basofil, dan monosit)) dan platelet
(Trombosit). Acute Myeloid Leukimiaatau merupakan penyakit dengan transformasi
maligna dan perluasan klon-klon sel-sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat
diferensiasi dan tidak bisa berkembang menjadi bentuk yang lebih matang.
Pada setiap stadium diferensiasi dapat terjadi perubahan menjadi suatu klon leukemik yang
belum diketahui penyebabnya. Bila hal ini terjadi maturasi dapat terganggu, sehingga
jumlah sel muda akan meningkat dan menekan pembentukan sel darah normal dalam
sumsum tulang. Sel leukemik tersebut dapat masuk kedalam sirkulasi darah yang kemudian
menginfiltrasi organ tubuh sehingga menyebabkan gangguan metabolisme sel dan fungsi
organ (Anwar. 2017).
Terdapat 4 tipe utama leukimia yaitu: 1. Acute Myeloid Leukaemia (Leukimia Myeloid
Akut); 2. Acute Lymphoblastic Leukaemia (Leukimia Limfoblasitik Akut); 3. Chronic
Myeloid Leukaemia (Leukimia Mieloid Kronis); 4. Chornic Lymphocytic Leukaemia
(Leukimia Limfoblasitik Kronis) (Denny. 2016).
Leukemia myeloid akut atau Acute Myeloid Leukemia (AML) sering juga dikenal
dengan istilah Acute Myelogenous Leukemia atau Acute Granulocytic Leukemia
merupakan penyakit keganasan yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi abnormal
sel induk hematopoetik yang bersifat sistemik dan secara malignan melakukan transformasi
sehingga menyebabkan penekanan dan penggantian komponen sumsum tulang belakang
yang normal. Pada kebanyakan kasus AML, tubuh memproduksi terlalu banyak sel
darah putih yang disebut myeloblas yang masih bersifat imatur. Sel-sel darah yang imatur
ini tidak sebaik sel darah putih yang telah matur dalam melawan adanya infeksi. Pada
AML, mielosit (yang dalam keadaan normal berkembang menjadi granulosit) berubah
menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di sumsum tulang
(Anwar. 2017).
Leukemia myeloid akut atau Acute Myeloid Leukemia (AML) merupakan neoplasma
uniklonal yang menyerang rangkaian mieloid dan berasal dari transformasi sel progenitor
hematopoetik. Sifat alami neoplastik sel yang mengalami transformasi yang sebenarnya
telah digambarkan melalui studi molekular tetapi defek kritis bersifat intrinsik dan dapat
diturunkan melalalui progeny sel. Defek kualitatif dan kuantitatif pada semua garis
myeloid, yang berproliferasi pada gaya tak terkontrol dan menggantikn sel normal. Sel-sel
leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang, menghancurkan dan menggantikan sel-sel
yang menghasilkan sel darah yang normal. Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam
aliran darah dan berpindah ke organ lainnya, dimana mereka melanjutkan pertumbuhanya
dan membelah diri. Mereka bisa membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat
dibawah kulit dan bisa menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati, gagal ginjal dan
kerusakan organ lainnya (Anwar. 2017).
Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan penekanan
sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula disebabkan oleh infiltrasi sel
leukemik tersebut ke organ tubuh penderita.
2. Klasifikasi Sub Tipe Acute Myeloid Leukimia (AML)
AML terbagi atas berbagai macam subtipe. Hal ini berdasarkan morfologi, diferensiasi
dan maturasi sel leukemia yang dominan dalam sumsum tulang, serta penelitian sitokimia.
Klasifikasi AML yang sering digunakan adalah klasifikasi yang dibuat oleh French
Amerikan British (FAB) yang mengklasifikasikan Leukimia Mieloid akut menjadi 8 sub
tipe yaitu, sebagai berikut (Sudarsono. 2020).:

Subtipe Menurut FAB Nama Lazim


(French American British) ( % Kasus)

Leukimia Mieloblastik Akut dengan diferensiasi Minimal


MO
(3%)

M1 Leukimia Mieloblastik Akut tanpa maturasi (15-20%)

Leukimia Mieloblastik Akut dengan maturasi granulositik


M2
(25-30%)

M3 Leukimia Promielositik Akut (5-10%)

M4 Leukimia Mielomonositik Akut (20%)

Leukimia Mielomonositik Akut dengan eosinophil


M4Eo
abnormal (5-10%)

M5 Leukimia Monositik Akut (2-9%)

M6 Eritroleukimia (3-5%)

3. Gejala Acute Myeloid Leukimia (AML)


Gejala pertama biasanya terjadi karena kegagalan bone marrow menghasilkan sel
darah yang normal dalam jumlah yang memadai dan atau akibat infiltrasi sel-sel leukemik
pada berbagai organ. Gejala pasien leukemia bevariasi tergantung dari jumlah sel abnormal
dan tempat berkumpulnya sel abnormal tersebut. Misalnya adalah sering terjadi infeksi,
anemia dan trombositopenia berat. Durasi perjalanan penyakit bervariasi. Beberapa pasien,
khususnya anak-anak mengalami gejala akut selama beberapa hari hingga 1-2 minggu.
Pasien lain mengalami durasi penyakit yang lebih panjang hingga berbulan-bulan. Adapun
gejala-gejala umum yang dapat ditemukan pada pasien AML antara lain:
a. Kelemahan Badan dan Malaise
Merupakan keluhan yang sangat sering diketemukan oleh pasien, rata-rata
mengeluhkan keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Rata-rata
didapati keluhan ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau diagnosis
AML dapat ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga beratnya gejala
kelemahan badan ini sebanding dengan anemia.
b. Febris
Febris merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % penderita. Febris juga didapatkan
pada 75% penderita yang pasti mengidap AML. Umumnya demam ini timbul karena
infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia. Pada waktu febris juga
didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan tanda-tanda infeksi lain.
c. Perdarahan
Perdarahan berupa petechiae, purpura, lebam yang sering terjadi pada ekstremitas
bawah, dan penderita mengeluh sering mudah gusi berdarah, epitaksis, dan lain-lain.
Beratnya keluhan perdarahan berhubungan erat dengan beratnya trombositopenia.
Pendarahan yang berat lebih jarang terjadi kecuai dengan kelainan DIC.
d. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan ini tidak begitu hebat dan jarang merupakan keluhan utama.
Penurunan berat badan juga sering bersama-sama gejala anoreksia akibat malaise
atau kelemahan badan.
e. Nyeri tulang
Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita AML. Rasa nyeri ini
disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi yang
mengakibatkan terjadi infark tulang.
Sedangkan tanda-tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik pasien AML
adalah sebagai berikut:
a. Kepucatan, takikardi, murmur
Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah pucat
karena adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan simptom
kaardiorespirasi seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur, sinkope dan angia.
b. Pembesaran organ-organ
Walaupun jarang didapatkan dibandingkan ALL, pembesaran massa abnomen atau
limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada penderita AML.
Splenomegali lebih sering didapatkan daripada hepatomegali. Hepatomegali jarang
memberikan gejala begitu juga splenomegali kecuali jika terjadi infark.
c. Kelainan kulit dan hipertrofi gusi
Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe AML. Kelainan kulit yang
didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau populer ungu, multiple dan general,
dan biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi gusi akibat infiltrasi sel-sel leukemia
(Anwar. 2017).
4. Definisi Chronic Myeloid Leukemia atau Leukimia Mieloid kronik
Pada leukimia kronik, terdapat akumulasi sel darah putih yang lebih matur namun
abnormal. Leukimia jenis ini berkembang secara lebih lambat dibandingkan dengan yang
akut dan mungkin tidak memerlukan terapi jangka panjang setelah terdiagnosis. Leukimia
jenis ini ditandai dengan proliferasi neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau
terjadi karena keganasan hematologi. Leukimia kronik dapat dibagi menjadi 2 kelompok
besar yaitu Chronic Lymphoid Leukaemia (CLL) dan Chronic Myeloid Leukaemia (CML)
(RottyWAL. 2009).
Chronic myeloid leukemia (CML) adalah penyakit mieloproliferatif menahun dengan
kelainan klonal akibat perubahan genetik pada pluripoten sel stem. Kelainan tersebut
mengenai lineage mieloid, monosit, eritroid, megakariosit. Perubahan patologik yang
terjadi berupa gangguan adhesi sel imatur di sumsum tulang, aktivasi mitosis sel stem dan
penghambatan apoptosis yang mengakibatkan terjadinya proliferasi sel mieloid imatur di
sumsum tulang, darah tepi dan terjadi hematopoiesis ekstramedular (RottyWAL. 2009).
Penyakit ini ditandai oleh proliferasi dari seri granulosit tanpa gangguan diferensiasi,
sehingga pada apusan darah tepi kita dapat dengan mudah melihat tingkatan diferensiasi
seri granulosit, mulai dari promielosit (bahkan mieloblas), metamielosit, mielosit sampai
granulosit (RottyWAL. 2009).
5. Klasifiksi
Leukemia mieloid kronik mencakup enam tipe leukemia yang berbeda yaitu:
a. Leukemia mieloid kronik Ph positif (CML, Ph +/ Leukemia Granulositik
Kronik; CGL)
b. Leukemia mieloid kronik Ph negatif (CML, Ph -)
c. Leukemia mieloid kronik juvenilis
d. Leukemia netrofilik kronik
e. Leukemia eosinofilik
f. Leukemia mielomonositik kronik (CMML) (RottyWAL. 2009).
6. Potogenesis Chorionic Myeloid Leukimia
Sel polimorfonuklear dan monosit normalnya dibentuk hanya dalam sumsum tulang.
Sedangkan limfosit dan sel plasma dihasilkan dalam berbagai organ limfogen (kelenjar
limfe, limpa, timus, tonsil). Beberapa sel darah putih yang dibentuk dalam sumsum tulang,
khususnya granulosit, disimpan dalam sumsum tulang sampai mereka dibutuhkan dalam
sirkulasi. Bila terjadi kerusakan sumsum tulang, misalnya akibat radiasi atau bahan kimia,
maka akan terjadi proliferasi sel-sel darah putih yang berlebihan dan imatur. Pada kasus
AML, dimulai dengan pembentukan kanker pada sel mielogen muda (bentuk dini
neutrofil, monosit, atau lainnya) dalam sumsum tulang dan kemudian menyebar ke
seluruh tubuh sehingga sel-sel darah putih dibentuk pada banyak organ ekstra medula.
Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen darah yang lain
tertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses metabolisme (terjadi
granulositopenia, trombositopenia). Sel-sel leukemia juga menginvasi tulang di
sekelilingnya yang menyebabkan nyeri tulang dan cenderung mudah patah tulang.
Proliferasi sel leukemia dalam organ mengakibatkan gejala tambahan: nyeri akibat
pembesaran limpa atau hati, masalah kelenjar limfa; sakit kepala atau muntah akibat
leukemia meningeal (ByrdJC, BloomfieldCD. 2008).
7. Fase Perjalanan Chorionic Myeloid Leukimia
Fase perjalanan CML terbagi menjadi 3 yaitu:
a. Fase kronis
Pada fase ini pasien mempunyai jumlah sel blas dan sel promielosit kurang dari
10% di dalam darah dan sumsum tulang. Fase ini ditandai dengan produksi
granulosit berlebihan yang didominasi oleh neutrofil segmen. Gejala yang dialami
ringan dan relatif mempunyai respons baik terhadap terapi konvensional.
b. Fase akselerasi atau transformasi akut
Fase ini sangat progresif, mempunyai blas lebih dari 10% tetapi kurang dari

20%. Pada fase ini jumlah leukosit bisa mencapai 300 ribu/mm3 yan didominasi
oleh eosinofil dan basofil. Sel yang leukemik mempunyai kelainan kromosom lebih
dari satu (selain kromosom Philadelphia)
c. Fase blastik atau krisis blastik
Pada fase ini pasien mempunyai blas lebih dari 20% pada darah serta sumsum
tulangnya. Sel blas telah menyebar ke jaringan lain dan organ di luar sumsum
tulang. Pada pasien ini, penyakit berubah menjadi leukemia mieloblastik akut atau
leukemia limfositik akut.
8. Diagnosis
Diagnostik LMK adalah gambaran khas hitung leukosit yang tinggi, sumsum tulang
hiperseluler dan basofilia. Analisis kromoson dan molekuler digunakan untuk
konfirmasi adanya translokasi BCR/ABL, adalah sebagai berikut:
a. Hitung jenis: jumlah lekosit bervariasi antara meningkat ringan hingga lebih
200.000/mm. Trombosit normal atau meningkat dan sering terjadi anemia
normositik normokromik.
b. Gambaran darah tepi: memiliki nilai diagnostik yang tinggi karena banyak
gambaran LMK yang unik yaitu terdapat pergeseran ke kiri dari mieloblas, mielosit,
metamielosit dan band form. Tanda khas (hallmark) LMK adalah basofilia dengan
hitung basofil sering lebih 1.000/mm Basofilia hampir tidak ditemukan diluar LMK
dan ditemukan beberapa kasus mastositosis. Eosinofilia dan kadang sel darah merah
berinti juga sering ditemukan. Morfologi trombosit biasanya normal tetapi dapat
ditemukan trombosit besar.
c. Bone Marrow Aspirate (BMA) dan Bone Marrow Biopsy (BMB): aspirasi sumsum
tulang menunjukkan selular “spicules“dan pada biopsi didapatkan hipersuler yang
hampir mengisi tempat sel-sel lemak. Terdapat hyperplasia granulositik dari seri
eosinofil neutrofil dan seri basofil. Megakariosit normal atau meningkat dan jumlah
nucleus berkurang. Histiosit biru laut umum ditemukan dalam sumsum tulang.
Fibrosis dan blas yang meningkat > 15 % merupakan gambaran fase aselerasi LMK.
Pada fase blas ditemukan blas > 20%.
d. Lain-lain: pengecatan neutrofil alkali fosfatase rendah atau tidak ada. Ini dipercaya
karena G-CSF yang rendah. LDH, dan vitamin B12 serum meningkat.

III. METODE
Microscopy / Virtual Microscopy / Slide Microscopy

IV. PRINSIP PEMERIKSAAN


Preparat sel darah tepi Acute Myeloid Leukimia dan Chorionic Myeloid Leukimia diamati
di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 X, untuk melihat ada tidaknya sel abnormal
yang menandakan adanya Acute Myeloid Leukimia dan Chorionic Myeloid Leukimia pada
preparat sampel.

V. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a. Mikroskop
b. Alat tulis
2. Bahan
a. Preparat
b. Preparat
c. Minyak imersi
d. Xylol
e. Tissue
f. Kertas lensa

VI. CARA KERJA


1. Di teteskan satu tetes minyak imersi pada sediaan apus darah tepi.
2. Sediaan apus darah tepi diamati di bawah mikroskop dengan menggunakan perbesaran
lensa obyektif paling rendah (4x).
3. Kemudian dilakukan pengamatan dengan perbesaran di atasnya (10x dan 40x) dan
hingga 100x.
4. Morfologi sel darah diamati kemudian digambarkan.
5. Hasil pengamatan morfologi digambarkan sebagai pelaporan hasil.

VII. NILAI NORMAL


Bentuk : Bulat/sedikit oval (cakram bikonkaf)
Warna : Merah
Nukleus : Tidak memiliki inti sel
Diameter : + 7,5 µm
Ketebalan : 2,0 µm
Waktu hidup eritrosit : 100-120 hari
VIII. HASIL PEMERIKSAAN
Gambar 1. Laporan Sementara Gambar 2. Hasil Screen Shoot Acute Myeloid Leukimia

Keterangan: Berdasarkan hasil praktikum pengamatan sediaan leukimia myeloid akut dapat
diketahui sel-sel yang ditemukan adalah eritrosit normal, spherosit, ovalosit, stomatosit,
bur sel, limfosit dan fragmen sel.

Gambar 3. Laporan Sementara Gambar 3. Hasil Screen Shoot Chorionic Myeloid Leukimia

Keterangan: Berdasarkan hasil pengamatan pada sediaan apus Chorionic Myeloid Leukimia
dapat diketahui bahwa sel yang ditemukan adalah: basophil, sel target, mikrositik hipokrom,
neutrophil batang, neutrophil segmen, limfosit dan eritrosit normal
IX. PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan preparat sediaan apusan darah tepi
leukimia mielositik akut terdapat jenis-jenis leukosit dan eritrosit yaitu limfosit, target sel,
bur sel, stem sel, sickle sel dan ovalosit, hal ini sesuai denga teori dari Rahmalia (2005).
Pemeriksaan sediaan apusan darah tepi leukimia mielositik akut memiliki gambaran
peningkatan jumlah leukosit sel blas.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan preparat sediaan apusan darah tepi
leukimia mielositik kronik terdapat jenis-jenis leukosit dan eritrosit yaitu neutrofil segmen,
neutrofil batang, stem sel, hipokrom mikrositik, basofil, dan limfosit, hal ini sesuai dengan
teori Rendra M, dkk, (2013) yaitu Pemeriksaan apusan darah tepi leukimia mielosiitk
kronik memiliki gambaran eritrosit sebagian besar hipokromik mikrositer. Tampak seluruh
tingkatan diferensiasi dan maturasi sel granulosit, presentasi sel meilosit dan metamielosit
meningkat, demikian dengan prestasi eosinofil dan basofil.

Gambar 5. Hematopoiesis Leukosit


Leukimia mielositik akut adalah poliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, bentuk
leukosit yang tidak normal, jumlahnya berlebihan, dapat menyebabkan anemia,
trombositopenia dan diakhiri dengan kematian. Pada pasien leukimia mielositik akut
kemungkinan juga memiliki kelainan sitogenetik spesifik. Kode mutasi gen yang tidak
normal menyebabkan fusi protein yang abnormal. Protein ini biasnya merupakan faktor
transkirpsi yang akhirnya dapat menyababkan terhentinya diferensiasi (Istiroha dan
Roihatul Z, 2019).
Leukimia mielositik kronik biasanya timbul pada usia yang sudah lanjut, sering kali
disertai anemia, penurunan berat badan dan deman. Jumlah leukosit sangat meningkat
disertai prekursor meiloid pada sumsum tulang dan darah perifer, limpa, dan pada tahap
lanjut hati, sangat membesar (Rahmalia A, 2005).
Faktor-faktor yang menyebabkan leukimia mielositik akut dan mielositik kronik yaitu:
factor genetik insidensi leukimia akut pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20
kali lebih banyak dari pada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan
leukimia akut, insidensi leukimia akut juga meningkat pada penderita kelainan kongenital
dengan aneuloidi. Faktor sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas
dapat menyebabkan leukimia pada binatang maupun manusia. Angka kejadian Acute
Myeloid Leukimia dan Chorionic Myeloid Leukimia jelas sekali meningkat sesudah sinar
radioaktif. Faktor virus penyebab leukimia yaitu enzyme reserve transcriptase ditemukan
dalam darah manusia, seperti diketahui enzime ini ditemukan di dalam virus onkogenik
seperti retrovirus tipe C, yaitu jenis virus RNA yang menyebabkan leukimia pada binatang.
Enzime tersebut menyebabkan virus yang bersangkutan dapat membentuk bahan genetik
yang kemudian bergabung dengan genom yang terinfeksi (Handayani W dan Andi SH,
2008).
Pemeriksaan penunjang pada penyakit leukimia yaitu darah lengkap biasanya
menunjukan gambaran anemia dan trombositopenia, pemeriksaan biokimia dapat
menunjukan adanya disfungsi ginjal, hipokalemia, dan peningkatan kadar billirubin,
pemeriksaan penunjang diagnostik spesifik termasuk aspirasi sumsum tulang, biopsi
trephine, penanda sel, serta pemeriksaan sitogenetik (Davey P, 2005).
Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan untuk diagnosis Leukimia Mieloid Akut adalah
sebagai berikut:
1. Morfologi
Aspirasi sumsum tulang merupakan bagian dari pemeriksaan rutin untuk diagnosis
AML. Pulasan darah dan sumsum tulang diperiksa dengan pengecatan May-
Grunwald-Giemsa atau Wright-Giemsa. Untuk hasil yang akurat, diperlukan
setidaknya 500 sel Nucleated dari sumsum tulang dan 200 sel darah putih dari
perifer.7,8 Hitung blast sumsum tulang atau darah ≥ 20% diperlukan untuk diagnosis
AML.
2. Immunophenotyping
Pemeriksaan ini menggunakan flow cytometry, sering untuk menentukan tipe sel
leukemia berdasarkan antigen permukaan. Kriteria yang digunakan adalah ≥ 20% sel
leukemik mengekpresikan penanda (untuk sebagian besar penanda).
3. Sitogenetika
Abnormalitas kromosom terdeteksi pada sekitar 55% pasien AML dewasa.
Pemeriksaan sitogenetika menggambarkan abnormalitas kromosom seperti
translokasi, inversi, delesi, adisi.
4. Sitogenetika molekuler
Pemeriksaan ini menggunakan FISH (fluorescent in situ hybridization) yang juga
merupakan pilihan jika pemeriksaan sitogenetika gagal. Pemeriksaan ini dapat
mendeteksi abnormalitas gen atau bagian dari kromosom seperti RUNX1-RUNX1T1,
CBFB-MYH11, fusi gen MLL dan EV11, hilangnya kromosom 5q dan 7q.
5. Pemeriksaan imaging
Pemeriksaan dilakukan untuk membantu menentukan perluasan penyakit jika
diperkirakan telah menyebar ke organ lain.Contoh pemeriksaannya antara lain X-ray
dada, CT scan, MRI.
Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan untuk diagnosis Leukimia Mieloid kronik
adalah sebagai berikut
1. Darah rutin:
a. Anemia mula-mula ringan menjadi progresif pada fase lanjut (fase
transformasi akut), bersifat normokromik normositer.
b. Hemoglobin: dapat kurang dari 10 g/dL
2. Gambaran darah tepi:
a. Leukositosis berat 20.000-50.000/mm3 pada permulaan kemudian biasanya
lebih dari 100.000/mm3 .
b. Menunjukkan spectrum lengkap seri granulosit mulai dari mieloblast sampai
netrofil, komponen paling menonjol adalah segmen netrofil (hipersegmen) dan
mielosit. Metamielosit, promielosit, dan mieloblast juga dijumpai. Sel
blast <5%. Sel darah merah bernukleus
c. Jumlah basofil dalam darah meningkat.
d. Trombosit bisa meningkat, normal atau menurun. Pada fase awal lebih sering
meningkat Fosfatase alkali netrofil (neutrophil alkaline phosphatase) selalu
rendah.
3. Gambaran sumsum tulang
a. Hiperseluler dengan system granulosit dominan. Gambarannya mirip dengan
apusan darah tepi. Menunjukkan spektrum lengkap seri myeloid, dengan
komponen paling banyak ialah netrofil dan mielosit. Sel blast kurang dari
30%. Megakariosit pada fase kronik normal atau meningkat.
b. Sitogenikkonvensional: Pemeriksaan ini menilai kromosome yang juga
dikenali sebagai karyotype. Pemeriksaan ini akan mengambil waktu karena
proses divisi dari sel dalam sumsum tulang akan mengambil jangka waktu
yang cukup lama. Sel-sel normal memiliki 23 kromosome, namun pasien
dengan CML memiliki kromosome yang abnormal yaitu Philadelphia
kromosom yang terlihat sebagai kromosome 22 tetapi lebih pendek.
c. Pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction), pemeriksaan yang
supersensitive dapat mendeteksi adanya oncogene BCR-ABL pad 99% kasus
3,8 PCR juga boleh digunakan untuk memantau progress pengobatan, dengan
adanya BCR-ABL membuktikan leukemia masih ada.
X. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum pengematan sediaan apus darah pada Leukimia Myeloid Akut
(Acute Myeloid Leukimia) dan Leukimia Myeloid Kronis (Chorionic Myeloid Leukimia)
adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat mengamati dan menentukan jenis sel yang ada di sediaan apus darah
tepi dari Leukimia Myeloid Akut (Acute Myeloid Leukimia) dengan menemukan
beberapa sel yang dapat digunakan sebagai penunjang, sel tersebut adalah: eritrosit
normal, spherosit, ovalosit, stomatosit, bur sel, limfosit dan fragmen sel.
2. Mahasiswa dapat mengamati dan menentukan jenis sel yang ada di sediaan apus darah
tepi dari Leukimia Myeloid Kronis (Chorionic Myeloid Leukimia) dengan menemukan
beberapa sel yang dapat digunakan sebagai penunjang, diantaranya adalah: basophil,
sel target, mikrositik hipokrom, neutrophil batang, neutrophil segmen, limfosit dan
eritrosit normal.
3. Preparat sel darah tepi Acute Myeloid Leukimia dan Chorionic Myeloid Leukimia
diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 X, untuk melihat ada tidaknya sel
abnormal yang menandakan adanya Acute Myeloid Leukimia dan Chorionic Myeloid
Leukimia pada preparat sampel.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Cindy. Made Ayu Widyaningsih. 2017. Acute Myeloid Leukimia. Denpasar: Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku Kedikteran EGC.
ByrdJC, BloomfieldCD, dan WetzlerM. 2008. Acute and Chronic Myeloid Leukemia.
Dalam: Fauci, A.S. dkk (editor).Harrison’s Principles ofInternal Medicine17 the
Edition.USA: TheMcGraw-Hill Companies: (Hal 965-975)
Denny Ariffriana, Devita Yusdiana, Indra Gunawan. 2016. Hematologi Bidang Keahlian
Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Istiroha dan Roihatul Z. 2019. Asuhan Keperawatan pada Kasus Hematologi. Surabaya: CV.
Jakad Publishing Surabaya
Rahmalia A .2005. Lecture Notes: Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga
Rendra M, dkk .2013. Gambaran Laboratorium Leukimia Kronik di Bagian Penyakit Dalam
RSUP Dr.M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol 2(3).
RottyWAL. Leukemia Limfositik Kronik.Dalam: Sudoyo, AW dkk (editor). 2009. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid2 Edisi V. Jakarta: Interna Publishing (Hal. 1276-1282)
Sudarsono, Tantri Analisawati. 2020. Buku Penuntun Hematologi 3. Purwokerto:
Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Anda mungkin juga menyukai