Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN RESMI HEMATOLOGI III

ACARA KE 5 dan 6
PENGAMATAN SEDIAAN APUS DARAH TEPI pada
LEUKIMIA LIMFOSITIK AKUT (Acute Lymfositic Leukimia) dan LEUKIMIA
LIMFOSITIK KRONIK (Chornic Lymfositic Leukimia)

Dosen Pengampu: Tantri Analisawati Sudarsono S.Si., M.Si

Disusun oleh:
Nama : Aprianto
NIM : 1811050039
Kelas : 5A TLM

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK D4


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020
Jum’at, 30 Desember 2020
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Untuk mengetahui bentuk sel pada Leukimia Limfositik Akut atau Acute Lymfositic
Leukimia
2. Untuk mengetahui bentuk sel pada Leukimia Limfositik Kronik atau Chorionic
Lymfositic Leukimia
3. Untuk mengetahui prinsip pemeriksaan leukimia mieloblastik akut dan kronik

II. DASAR TEORI


1. Definisi Acute Lymfositic Leukimia atau Leukimia Limfositik Akut
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang
yang ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih secara tidak teratur dan tidak terkendali
dengan manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi (Permono dan Ugrasena,
2010). Leukimia limfoblastik akut merupakan leukemia yang berasal dari sel induk
limfoid dimana terjadi proliferasi monoklonal dan ekspansi progresif dari progenitor
limfosit B dan T yang imatur dalam sumsum tulang dan beredar secara sistemik.
Proliferasi dan akumulasi dari sel leukemia menyebabkan penekanan dari hematopoesis
normal (Piatkowska dan Styczynski, 2010).
Leukimia limfositik akut (LLA) dapat berakibat fatal. Sel yang dalam keadaan
normal berkembang menjadi limfosit, dapat berubah menjadi ganas dan segera
menggantikan sel-sel normal dalam susunan tulang. Leukimia limfositik akut
merupakan proliferasi maligna limfoblas dalam sumsum tulang yang disebabkan oleh
sel inti tunggal yang dapat bersifat sistemik (Denny, dkk. 2016).
Terdapat 4 tipe utama leukimia yaitu: 1. Acute Myeloid Leukaemia (Leukimia
Myeloid Akut); 2. Acute Lymphoblastic Leukaemia (Leukimia Limfoblasitik Akut); 3.
Chronic Myeloid Leukaemia (Leukimia Mieloid Kronis); 4. Chornic Lymphocytic
Leukaemia (Leukimia Limfoblasitik Kronis) (Denny. 2016).
Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang
didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah
keganasan yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-30% dari seluruh keganasan
pada anak), anak laki lebih sering ditemukan dari pada anak perempuan, dan terbanyak
pada anak usia 3-4 tahun. Faktor risiko terjadi leukimia adalah faktor kelainan
kromosom, bahan kimia, radiasi faktor hormonal infeksi virus (Ribera, 2009).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel prekursor
limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T dan
limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak yakni 75%, sedangkan sisanya terjadi
pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan pada
sel T, dan sisanya adalah keganasan pada sel B. Insidennya 1:60.000 orang/tahun
dan didominasi oleh anak-anak usia < 15 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5
tahun (Landier, dkk 2004).
Leukemia Limfositik akut adalah bentuk akut dari leukemia yang diklasifikasikan
menurut sel yang lebih banyak dalam sumsum tulang yaitu berupa limfoblas. Pada
keadaan leukemia terjadi proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai
bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat
menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian. Faktor penyebab
LLA tidak diketahui, tapi dimungkinkan karena interaksi sejumlah faktor seperti
neoplasia, infeksi, radiasi, keturunan, zat kimia, dan mutasi gen (Tantri. 2020).

2. Klasifikasi Sub Tipe Acute Myeloid Leukimia (AML)


FAB (French-American-British) dibuat klasifikasi LLA berdasarkan morfologik untuk
lebih memudahkan pemakaiannya dalam klinik, antara lain sebagai berikut:
a. L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen, nucleus
umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit
b. L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi, kromatin lebih
besar dengan satu atau lebih anak inti

c. L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin berbecak, banyak
ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi.

3. Morfologi dan Fungsi Sel darah Putih (Leukosit)


Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh yang berfungsi
melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah putih berkisar dari
4.000 sampai 10.000/mm3 darah. Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan
bentuk intinya, sel darah putih digolongkan menjadi 2 yaitu: granulosit (leukosit
polimorfonuklear) dan agranulosit (leukosit mononuklear).
a. Granulosit, Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma.
Berdasarkan warna granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3 jenis
granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan basophil.
1) Neutrofil
Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh bakteri,
sangat fagositik dan sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan terinfeksi untuk
menyerang dan menghancurkan bakteri, virus atau agen penyebab infeksi
lainnya. Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-kadang seperti
terpisah- pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus (granula). Granula
neutrofil mempunyai afinitas sedikit terhadap zat warna basa dan memberi
warna biru atau merah muda pucat yang dikelilingi oleh sitoplasma yang
berwarna merah muda. Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling
banyak, mencapai 60% dari jumlah sel darah putih. Neutrofil merupakan sel
berumur pendek dengan waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan jangka hidup
antara 1-4 hari dalam jaringan ikat, setelah itu neutrofil mati.
2) Eosinofil
Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat saat
terjadi alergi atau penyakit parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang
kasar dan besar. Sel granulanya berwarna merah sampai merah jingga. Eosinofil
memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10 jam sebelum
bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat eosinofil menghabiskan sisa 8-12 hari
dari jangka hidupnya. Dalam darah normal, eosinofil jauh lebih sedikit dari
neutrofil, hanya 2-4% dari jumlah sel darah putih.
3) Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang dari 1%
dari jumlah sel darah putih. Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma yang
bentuknya tidak beraturan dan berwarna keunguan sampai hitam. Basofil
memiliki fungsi menyerupai sel mast, mengandung histamin untuk
meningkatkan aliran darah ke jaringan yang cedera dan heparin untuk membantu
mencegah pembekuan darah intravaskular.
b. Agranulosit, Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit
terdiri dari limfosit dan monosit.
1) Limfosit
Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil, berkisar
20-35% dari sel darah putih, memiliki fungsi dalam reaksi imunitas. Limfosit
memiliki inti yang bulat atau oval yang dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma
yang sempit berwarna biru. Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T dan
limfosit B. Limfosit T bergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam
timus. Limfosit B tidak bergantung timus, tersebar dalam folikel-folikel kelenjar
getah bening. Limfosit T bertanggung jawab atas respons kekebalan selular
melalui pembentukan sel yang reaktif antigen sedangkan limfosit B, jika
dirangsang dengan semestinya, berdiferesiansi menjadi sel-sel plasma yang
menghasilkan imunoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab atas respons
kekebalan hormonal.
2) Monosit
Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari sel darah
putih, memiliki waktu paruh 12-100 jam di dalam darah. Intinya terlipat atau
berlekuk dan terlihat berlobus, protoplasmanya melebar, warna biru keabuan
yang mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan. Monosit memiliki fungsi
fagositik dan sangat aktif, membuang sel-sel cedera dan mati, fragmen-fragmen
sel, dan mikroorganisme.

4. Patofisiologi Leukimia Limfositik Akut


Sel kanker menghasilkan leukosit yang abnormal atau immature dalam jumlah yang
berlebihan. Leukosit tersebut kemudian masuk ke berbagai organ, termasuk sumsum
tulang dan menggantikan unsur sel yang normal. Limfosit itu kemudian berpoliferasi di
dalam sumsum tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel
normal. Hal tersebut menyebabkan terhambatnya proses homopoiesis normal sehingga
terjadi penurunan jumlah leukosit, eritrosit dan trombosit (Denny, dkk. 2016).
Infiltrasi sel kanker berbagai organ menyebabkan pembesaran hati, limfa,
limfadenopati, sait kepala, muntah dan nyeri tulang serta persendian. Penurunan jumlah
eritrosit menyebabkan anemia, sedangkan penurunan trombosit mempermudah
terjadinya perdarahan seperti ekimosis, perdarahan gusi, dan epitaksis. Sel kanker
tersebut juga mempengaruhi system retikuloendotelial yang dapat menyebabkan
gangguan system pertahanan tubuh, sehingga tubuh mudah mengalami infeksi. Selain
itu, sel kanker juga dapat mengganggu metabolisme tubuh sehingga kekurangan
makanan (Denny, dkk. 2016).

5. Definisi Chronic lymfositic Leukemia atau Leukimia Limfositik kronik


Leukimia limfositik kronik (LLK) ditandai dengan adanya sejumlah besar limfosit
matang yang bersifat ganas dan pembesaran getah bening. Lebih dari tiga perempat
penderita berumur lebih dari 60 tahun, dan 2-3 kali lebih sering menyerang pria. Pada
awalnya, penambahan jumlah limfosit matang yang ganas terjadi pada kelenjar getah
bening, tetapi menyebar ke hati dan limfa sehingga keduanya mulai membesar.
Masuknya limfosit tersebut ke dalam semsum tulang dapat mengeser sel-sel yang
normal sehingga terjadi anemia dan leukopenia dan trombositopenia dalam jumlah yang
besar (Denny, dkk. 2016).
Kadar dan aktivitas antibody yang berkurang menyebabkan system kekebalan tubuh
yang seharusnya melindungi tubuh dari benda asing atau serangan dari parasite justru
dapat menyerang tubuh dan menghancurkan jaringan tubuh yang normal. Hal ini dapat
menghancurkan eritrosit dan trombosit, peradangan pembuluh darah, peradangan sendi,
dan peradangan kelenjar tiroid (Denny, dkk. 2016).

6. Klasifiksi Chronic lymfositic Leukemia atau Leukimia Limfositik kronik


Beberapa jenis leukimia limfositik kronik dikelompokkan berdasarkan jenis limfosit
yang terkena. Leukimia sel B (Leukimia Limfosit Sel B) merupakan jenis yang paling
sering ditemukan, dan hamper mencapai tiga seperempat kasus LLK. Leukimia Sel T
(Leukimia Limfosit Sel T) lebih jarang ditemukan. Jenis yang lainnya adalah sindrom
S (Fase leukimik dari mikosis fungoides). Leukimia sel berambut adalah jenis leukimia
yang jarang, yang menghasilkan sejumlah leukosit yang memiliki tonjolan khas
(Denny, dkk. 2016).
7. Penyebab Chronic lymfositic Leukemia atau Leukimia Limfositik kronik
Penyebab Leukimia limfositik kronik tidak diketahui.
8. Gejala Chronic lymfositic Leukemia atau Leukimia Limfositik kronik
Pada stadium awal, sebagian besar penderita tidak memiliki gejala selain pembesaran
kelenjar getah bening. Gejala yang timbul kemudian bisa berupa:
• Anemia
• Lelah
• Hilang nafsu makan
• Penurunan berat badan
• Sesak Nafas
• Pembesaran limpa.
Pada stadium awal, leukemia sel T bisa menyusup ke dalam kulit dan menyebabkan
ruam kulit yang tidak biasa. Seiring berjalannya waktu penderita akan tampak pucat
dan mudah memar. Infeksi bakteri, virus dan jamur biasanya baru akan terjadi pada
stadium lanjut.
III. METODE
Microscopy / Virtual Microscopy / Slide Microscopy
IV. PRINSIP PEMERIKSAAN
Preparat sel darah tepi Acute Lymfositic Leukimia dan Chorionic ymfositic Leukimia
diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 X, untuk melihat ada tidaknya sel
abnormal yang menandakan adanya Acute Lymfositic Leukimia dan Chorionic ymfositic
Leukimia pada preparat sampel.

V. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a. Mikroskop
b. Alat tulis
2. Bahan
a. Preparat Acute Lymfositic Leukimia
b. Preparat Chorionic ymfositic Leukimia
c. Minyak imersi
d. Xylol
e. Tissue
f. Kertas lensa

VI. CARA KERJA


1. Di teteskan satu tetes minyak imersi pada sediaan apus darah tepi.
2. Sediaan apus darah tepi diamati di bawah mikroskop dengan menggunakan perbesaran
lensa obyektif paling rendah (4x).
3. Kemudian dilakukan pengamatan dengan perbesaran di atasnya (10x dan 40x) dan
hingga 100x.
4. Morfologi sel darah diamati kemudian digambarkan.
5. Hasil pengamatan morfologi digambarkan sebagai pelaporan hasil.
VII. NILAI NORMAL
Jenis Leukosit Gambar Mikroskopis
Netrofil Segmen

Netrofil Batang

Eosinofil

Basofil

Limfosit

Monosit
Jenis Ukuran Kromatin
Inti Sel Sitoplasma Granula
Leukosit Sel (µm) Inti
2-5 lobus yang
Berwarna pink
dihubungkan
Netrofil Kasar pucat, krim
10-15 dengan filamen Halus
Segmen menggumpal atau tidak
tipis tanpa
berwarna
kromatin
Mengerut,
Netrofil kromatin harus Kasar Biru pucat
10-15 Halus
Batang terlihat di bagian menggumpal atau pink
tipis inti
2-3 lobus yang Krim sampai
Bulat
terhubung dengan pink. Kadang
Kasar berwarna
Eosinofil 12-17 filamen tipis memiliki tepi
menggumpal merah atau
tanpa kromatin yang ber-
jingga.
terlihat gerigi
Ungu dan
Biasanya 2 lobus
tersebar
terhu- bung Lembayung
Kasar secara acak.
Basofil 10-14 dengan filamen atau tidak
menggumpal Ka-dang
tipis tanpa berwarna.
hilang karena
kromatin terlihat
pewarnaan.

7-18 Bulat atau oval.


Sedikit.
Limfosit (sitoplasm Kadang me- Padat Biru langit
Azurofilik
a besar) miliki anak inti.

Bervariasi. Bisa Biru keabuan. Bergranula


Agak
berbentuk bulat, Kadang halus.
menggumpal,
Monosit 12-20 sepatu kuda, atau memiliki Kadang
berupa
ginjal. Kadang pseudopoda seperti serbuk
benang
berlipat. dan vakuola kaca
VIII. HASIL PEMERIKSAAN

Gambar 1. Laporan Sementara Gambar 2. Hasil Screen Shoot Acute Lymfositic Leukimia

Keterangan: Berdasarkan hasil praktikum pengamatan sediaan Acute Lymfositic Leukimia


dapat diketahui sel-sel yang ditemukan adalah eritrosit normal, stomatosit, limfosit
neutrophil segmen.

Gambar 3. Laporan Sementara Gambar 3. Hasil Screen Shoot Chorionic LymfositicLeukimia

Keterangan: Berdasarkan hasil pengamatan pada sediaan apus Chorionic Lymfositic


Leukimia dapat diketahui bahwa sel yang ditemukan adalah: eritrosit normal, sel sabit,
ovalosit, limfosit, neutrophil segmen.
IX. PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan sampel preparat sediaan apus darah
tepi leukemia limfositik akut didapatkan hasil pada preparat yaitu limfosit, neutrophil
segmen, stomatocyte, dan eritrosit normal. Dimana pada preparat tersebut lebih banyak
terlihat limfosit. Hal ini sesuai dengan Ariawati. K (2013). Pemeriksaan sediaan apus darah
biasanya memperlihatkan adanya sel blas dalam jumlah yang bervariasi. Sedangkan pada
preparat dengan sampel sediaan apus darah tepi leukemia limfositik kronik didapatkan hasil
pada preparat yaitu sel sabit, limfosit, neutrophil segmen, dan hipokrom. Hal ini sesuai
dengan Gambaran sediaan apus darah tepi dari leukemia limfositik kronik yaitu jumlah
leukosit yang meningkat, ditemukan limfosit (+) dan smudge cell, jumlah eritrosit yang
ditemukan yaitu nomokrom normositik (Indriani, B, 2014).
Leukimia limfositik akut (LLA) adalah keganasan sel yang terjadi akibat proliferasi sel
limfoid yang diblokir pada tahap awal deferensiasinya. LLA merupakan kanker dengan
angka keajdian yang paling tinggi pada anak-anak (Pertiwi.N.M.I, 2011). Leukemia
limfositik kronik adalah leukemia sel B matur, suatu keganasan hemtologis yang di tandai
dengan akumulasi limfosit B neoplastic dalam darah, limfonodi, limpa, hepar, dan sumsum
tulang (Rendra, M. 2013).
Perbedaan leukemia limfositik akut dapat diketahu melalui beberapa hal, yaitu sebagai
berikut:
1. Leukimia limfositik akut
a. Sel blas tipik/atipik > 30 %
b. Gambaran limfoblas :
1) Sel besar
2) Inti besar
3) Sitoplasma relatif sedikit
4) Ratio inti : sitoplasma besar
5) Kromatin inti agak gelap
6) Nucleoli terlihat 1-2
7) Kadang-kadang sangat kecil = mikroblas.
c. Tampak semua stadium, bentuk tua sedikit.
d. Kadang sedikit mielosit.
e. ALL dibagi L1, L2 dan L3.
2. Leukimia limfositik kronik
a. Angka Leukosit 50.000-200.000/mm3.
b. 90% dalam bentuk tua
c. Kadang-kadang monoton
d. Beberapa keadaan limfoblas dengan multiple nukleoli.
e. Smudge cell.
Factor-faktor yang dapat menyebabkan leukemia limfositik akut antara lain faktor
ionisasi dan faktor genetis, pada leukemia genesis manusia berasal dari tingginya insiden
leukemia limfositik akut pada penderita down sindrom. Pada leukemia limfositik kronik
anemia dapat disebabkan terbentuknya antibody yang menimbulkan anemia hemolitik
autoimun. Eritosit yang di selimuti IgG atau komplemen akan difagosit oleh magrofag
ekstravaskuler yang akan menimbulkan anemia.
Pemeriksaan laboratorium penunjang untuk leukemia limfositik akut dan leukemia
limfositik kronik yaitu pemeriksaan darah tepi di dapatkan leukositosis berat 20.000-
50.000, pemeriksaan sumsum tulang belakang didapatkan hiperseluler dengan peningkatan
megakariosit dan aktivitas granulopoiesia, pemeriksaan sitogenetik di jumpai adanya
kromosom philadephia, pemeriksaan kadar asam urat.
Pada leukemia limfositik akut banyak di temukan sel blas karena pada Leukemia
limfositik akut terjadi perubahan proliferasi dan perkembangan leukosit serta prekusornya
dalam darah dan sumsum tulang, sehingga sel leukosit yang ada pada sumsum tulang
belakang masih abnormal. Sedangakan pada leukemia limfositik kronik hanya di temukan
sel leukosit yang banyak.

Gambar 5. Hematopoiesis Leukosit


X. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum pengematan sediaan apus darah pada Leukimia Myeloid Akut
(Acute Myeloid Leukimia) dan Leukimia Myeloid Kronis (Chorionic Myeloid Leukimia)
adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat mengamati dan menentukan jenis sel yang ada di sediaan apus darah
tepi dari Leukimia Limfositik Akut (Acute Lymfositic Leukimia) dengan menemukan
beberapa sel yang dapat digunakan sebagai penunjang, sel tersebut adalah: eritrosit
normal, Stomatocyte, nutrofil segmen dan limfosit.
2. Mahasiswa dapat mengamati dan menentukan jenis sel yang ada di sediaan apus darah
tepi dari Leukimia Limfositik Kronis (Chorionic Lymfositic Leukimia) dengan
menemukan beberapa sel yang dapat digunakan sebagai penunjang, diantaranya
adalah: sel sabit, eritrosit normal, ovalosit, neutrophil segmen dan leukosit..
3. Preparat sel darah tepi Acute Lymfositic Leukimia dan Chorionic Lymfositic Leukimia
diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 X, untuk melihat ada tidaknya sel
abnormal yang menandakan adanya Acute Myeloid Leukimia dan Chorionic Myeloid
Leukimia pada preparat sampel.
DAFTAR PUSTAKA

Denny Ariffriana, Devita Yusdiana, Indra Gunawan. 2016. Hematologi Bidang Keahlian
Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Indriani.B, dan Kemas Y.R. 2014. Pola Gambar Darah Tepi pada Penderita
Leukemia di Laboratorium Klinik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
MKS,Th. Vol 46 (4)
Rendra M, dkk .2013. Gambaran Laboratorium Leukimia Kronik di Bagian Penyakit Dalam
RSUP Dr.M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol 2(3).
RottyWAL. Leukemia Limfositik Kronik.Dalam: Sudoyo, AW dkk (editor). 2009. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid2 Edisi V. Jakarta: Interna Publishing (Hal. 1276-1282)
Sudarsono, Tantri Analisawati. 2020. Buku Penuntun Hematologi 3. Purwokerto:
Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Anda mungkin juga menyukai