Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkosaan merupakan tindak kriminal kekerasan yang paling banyak dilaporkan
di Amerika Serikat. National Center for the Prevention and Control of Rape
memperkirakan bahwa satu dari tiga wanita mungkin diperkosa dalam masa hidupnya;
banyak korban tidak melaporkan kasus yang telah menimpanya atau mencari bantuan.
Kasus-kasus perkosaan mulai dari perempuan berusia 6 bulan sampai perempuan
berusia 93 tahun telah didokumentasikan. Pada sekitar 75% kasus perkosaan, pelaku
penyerangan dikenal wanita (Newseek, 1990; Dennis 1988; Burge 1989).
Definisi legal tentang perkosaan bervariasi di setiap negara bagian. Gambaran
utama mencakup beberapa bentuk kontak seksual dan tanpa persetujuan. Peggunaaan
kekuatan, penipuan, atau paksaan harus dilakukan ketika para korbannya adalah orang
dewasa yang kompeten. Persetujuan dianggap tidak mungkin dilakukan untuk para
korban yang terbius, tidak sadar, menderita retardasi mental, secara fisik tidak mampu
melawan atau belum cukup umur (perkosaan menurut Undang-Undang). Sebelas
negara bagian masih memiliki definisi hukum perkosaan sebagai hubungan seksual
tanpa persetujuan yang dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita yang bukan
istrinya. (Weingourt, 1990)
Sindrom trauma perkosaan merupakan suatu krisis fisik dan psikologis. Sindrom
ini dialami sebagian besar korban penyerangan seksual dan memiliki gejala yang khas,
mulai dari reaksi bingung dan reaksi yang tidak terorganisasi, yang terus berlanjut ke
fase penyesuaian pertengahan, dan diakhiri dengan suatu proses reorganisasi jangka
panjang (Reeder, Sharon J, 2011).
Pada proses kehamilan, persalinan dan postpartum terdapat beberapa komplikasi
yang memerlukan pengawasan intensive unit care. Dalam menghadapi ibu hamil
dengan berbagai komplikasi, sangat diperlukan satu tim kerja yang kompak sehingga
ibu hamil dengan bayinya dapat diselamatkan atau hanya ibunya saja.
Oleh karna itu dimasa yang akan dating diperlukan pendidikan khusus
dilaboratorium obstetric dan ginekologi untuk menangani dengan segera berbagai
komplikasi sehingga morbiditas dan mortalitas dapat diturunkan menuju
pertolongan berorientasi “well born baby dan well help mother”.

1|KEPERAWATAN GAWAT DARURAT II


Trauma pada ibu hamil jarang dijumpai. Janin dengan perlindungan air ketuban akan
terhindar dari trauma langsung.

B. TUJUAN

a. Tujuan Umum

Setelah menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa mampu memahami dan


mengetahui gambaran umum tentang Asuhan keperawatan pada
kegawatadaruratan obstetri Ginekologi

b. Tujuan Khusus

1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian


2. Mahasiswa mampu mengetahui tujuan
3. Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi
4. Mahasiswa mampu mengetahui

2|KEPERAWATAN GAWAT DARURAT II


BAB II
PEMBAHASAN

I. PERKOSAAN
A. Pengertian
Definisi legal tentang perkosaan bervariasi di setiap negara bagian. Gambaran utama
mencakup beberapa bentuk kontak seksual dan tanpa persetujuan. Peggunaaan
kekuatan, penipuan, atau paksaan harus dilakukan ketika para korbannya adalah orang
dewasa yang kompeten. Persetujuan dianggap tidak mungkin dilakukan untuk para
korban yang terbius, tidak sadar, menderita retardasi mental, secara fisik tidak mampu
melawan atau belum cukup umur (perkosaan menurut Undang-Undang). Sebelas
negara bagian masih memiliki definisi hukum perkosaan sebagai hubungan seksual
tanpa persetujuan yang dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita yang bukan
istrinya. (Weingourt, 1990)
B. Tipe-tipe perkosaan
1. Acquintance atau confidence rape : korban sebelumnya memiliki hubungan baik
tanpa tindak kekerasan dengan pelaku, tetapi pelaku menggunakan tipuan atau
paksaan untuk melakukan seks.
2. Date rape. Para pelaku umumnya telah merencanakan seks selama kencan dan akan
melakukan apa saja yang diperlukan untuk mendapatkannya. Pria lebih
membenarkan perkosaan ini ketika wanita yang mengajak kencan, pria membayar
pengeluaran, atau mereka pergi ketempat tinggal pria tersebut.
3. Wife rafe. Pelaku menggunakan kekuatan atau pemaksaan untuk mendapatkan
kontak seksual dengan istrinya (dengan menikah atau menurut hukum), tanpa
persetujuan istrinya.
4. Stranger atau blitz rape. Korban dan pelaku tidak kenal satu sama lainnya;
perkosaan terjadi secara tiba-tiba dan tidak diduga sebelumnya; penggunaan
senjata tajam dan ancaman sering terjadi.
5. Power rape. Para pelaku mennggunakan hubungan seksual untuk mendominasi
korban dan menempatkan korban pada posisi tidak berdaya; penakhlukan seksual
memenuhi khayalannya akan kekuatan dan potensi; perilaku mempercayai korban

3|KEPERAWATAN GAWAT DARURAT II


menikmati perkosaan tersebut dan hanya menggunakan tenaga secukupnya untuk
menundukkan korban.
6. Anger rape. Para pelaku melakukan perkosaan untuk mengekspresikan perasaan
marahnya, sering kali dimotivasi oleh perasaan balas dendam untuk secara simbolis
menghukum seorang wanita yang bermakna dalam kehidupannya. Penyerangan
pada wanita yang lebih tua adalah anger rape, yang dicirikan dengan kebrutalan
dan perusakan.
7. Sadistic rape. Sadisme mencirikan hubungan pelaku, dengan sikap agresif untuk
memunculkan kesan erotis. Pelaku menggunakan penganiayaan dan penyiksaan,
yang dibangkitkan oleh perlawanan korban. Meskipun perkosaan terkadang
direncanakan, korban merupakan orang asing. Tipe perkosaan ini mungkin
berakhir dengan pembunuhan walaupun insidensinya jarang, tipe perkosaan ini
banyak menarik perhatian media.

C. Tanda dan Gejala


Sindrom trauma perkosaan merupakan suatu krisis fisik dan psikologis. Sindrom
ini dialami sebagian besar korban penyerangan seksual dan memiliki gejala yang
khas, mulai dari reaksi bingung dan reaksi yang tidak terorganisasi, yang terus
berlanjut ke fase penyesuaian pertengahan, dan diakhiri dengan suatu proses
reorganisasi jangka panjang (Reeder, Sharon J, 2011).
1. Fase bingung dan tidak teroganisasi
Fase akut sindrom trauma perkosaan dimulai selama terjadinya perkosaan dan
dapat berlangsung selama beberapa hari sampai 3 minggu. Wanita tersebut
mengalami ketakutan, syok ketidakpercayaan, dan kemungkinan
penyangkalan kejadian. Korban merasa dipermalukan, terhina, dan putus asa.
Seringkali ia merasa bersalah dan meyalahkan diri sendiri, dengan rasa marah
yang bergantian dengan keinginan balas dendam. Perasaan tidak berdaya dan
putus asa biasa dialami oleh para korban. Wanita dapat mandi atau mebilas
untuk membersihkan dirinya, meskipun mereka sadar ini akan menghilangkan
bukti.

2. Fase penyesuaian antara

4|KEPERAWATAN GAWAT DARURAT II


Setelah fase akut, wanita akan kembali melakukan aktifitas seperti biasanya
dan tampak tenang dan menyesuaikan di penampakan luar. Ia melakukan
koping dengan menolak dan menekan, yang diperlukan agar ia mendapatkan
kembali rasa kendali terhadap kehidupannya. Ia mungkin melakukan tindakan
pengamanan (memasang kunci, memiliki nomor telepon yang tidak terdaftar,
membawa alat pengamanan diri) atau pindah ketempat lain. Namun, trauma
emosional tidak dapat teratasi dengan tindakan tersebut dan mekanisme
koping korban mulai mengalami kemunduran. Dukungan dari teman
berkurang karena mereka menyangka trauma telah berlalu.

3. Fase reorganisasi
Ketika penekanan dan emosi korban memburuk, ia merasa tertekan dan
cemas. Rasa takut mulai muncul, terutama rasa takut jika ditinggal sendiri
atau berada pada tempat mirip dengan lokasi perkosaan terjadi. Korban dapat
mengalami gangguan tidur disfungsi seksual, masalah menstruasi atau
gangguan makan. Kebutuhan untuk perasaan dan mengintegrasikan
pengalaman tersebut pada umumnya menyebabkan korban mencari bantuan.
Terapi individu atau kelompok dukungan menyediakan bantuan khusus untuk
para korban perkosaan yang selamat. Secara bertahap, pengalaman perkosaan
tersebut terintegrasi dan dapat diterima.
Fase terakhir dari reorganisasi adalah pemulihan ini dapat berlangsung selama
beberapa minggu sampai tahunan sebelum wanita kembali pulih sempurna.
Keberhasilan pemulihan merupakan suatu proses perkembangan, yang
membawa wanita ke tingkat penerimaan diri dan kearifan yang lebih tinggi. Ia
telah mengalami kemajuan melewati pemulihan ketika gejala-gejala fisik
telah berlalu, mengenang kembali perkosaan yang telah berkurang dan
kehilangan pengaruhnya, dan merasakan kepuasan dalam hubungan kerja dan
interpersonal.

5|KEPERAWATAN GAWAT DARURAT II


II. TRAUMA PADA KEHAMILAN
A. Pengertian
Pada proses kehamilan, persalinan dan postpartum terdapat beberapa
komplikasi yang memerlukan pengawasan intensive unit care. Dalam menghadapi ibu
hamil dengan berbagai komplikasi, sangat diperlukan satu tim kerja yang kompak
sehingga ibu hamil dengan bayinya dapat diselamatkan atau hanya ibunya saja.
Dalam upaya penyelamatan tersebut diperlukan :

1. Kamar khusus dengan berbagai peralatan terkait


2. Dokter yang terkait
3. Dokter anastesi
4. Sejumlah perawat yang telah mahir mempergunakan peralatan
5. Dokter ahli obstetric yang akan bertindak atas petunjuk, tim atau indikasi
medis sehingga tindakan yang akan dilaksanakan adekuat, benar dan aman.

Pada proses kehamilan, persalinan dan postpartum terdapat beberapa


komplikasi yang memerlukan pengawasan intensive unit care.

Dalam menghadapi ibu hamil dengan berbagai komplikasi, sangat diperlukan


satu tim kerja yang kompak sehingga ibu hamil dengan bayinya dapat diselamatkan
atau hanya ibunya saja.

Dalam upaya penyelamatan tersebut diperlukan :

1. Kamar khusus dengan berbagai peralatan terkait


2. Dokter yang terkait
3. Dokter anastesi
4. Sejumlah perawat yang telah mahir mempergunakan peralatan
5. Dokter ahli obstetric yang akan bertindak atas petunjuk, tim atau indikasi
medis sehingga tindakan yang akan dilaksanakan adekuat, benar dan aman.
Oleh karna itu dimasa yang akan datang diperlukan pendidikan khusus
dilaboratorium obstetric dan ginekologi untuk menangani dengan segera berbagai
komplikasi sehingga morbiditas dan mortalitas dapat diturunkan menuju pertolongan
berorientasi “well born baby dan well help mother”.

6|KEPERAWATAN GAWAT DARURAT II


Trauma pada ibu hamil jarang dijumpai. Janin dengan perlindungan air ketuban
akan terhindar dari trauma langsung. Trauma pada ibu hamil dapat digolongkan
sebagai berikut:
1. Trauma yang tidak disengaja
2. Kecenderungan trauma oleh karena ketikstabilan kejiwaan
Keduanya dapat dijabarkan pada tabel berikut:

Waktu Maternal Fetal Keterangan

Ante partum  Preeklamsi/eklamsi  Keadaan janin  Sekalipun keadaaan


 Komplikasi penyakit : dapat mengalami janin dapat
- diabetes mellitus fetal-disstres intra mengalami fetal

- kardiovaskuler uteri disstres kemungkinan

- infeksi-sepsis ini di abaikan

- ginjal  Jiwa ibu lebih


penting
 Perdarahan antefartum
 Infeksi-sepsis-syok
Durante  Dapat sama dengan di atas  Fetal disstres  Segera masuk ICU-
fartum  Emboli air ketuban memerlukan NICU
 Dikompensasio ferdis tindakan segera  Resusitasi sistem
 Rupture uteri kardiopulmovaskuler
Post fartum  Kelanjutan komplikasi di atas  Komplikasi trias
 Trauma persalinan persalinan
 Rupture uteri  Kelainan
 Perlukaan luas kongenital

 Perdarahan

Trauma Keterangan

Kecelakaan mobil atau  Benturan yang keras dapat menimbulkan trauma langsung pada hubungan
trauma tumpul utero-plasenta sehingga terjadi solusio plasenta
 Seperti diketahui bahwa gambaran klinis solusio plasenta terdiri dari tiga
tingkat
 Monitoring janin intra uteri dilakukan :

7|KEPERAWATAN GAWAT DARURAT II


 Observasi gambaran klinik solusio plasenta
 Kejadian fetal disstres melalui KTG
 Sikap lanjut adalah
 Kehamilan rematur
 Upayakan untuk menghentikan perdarahan progresif retro
plasenta dengan memberikan pengobatan tokolitik
 Menambah faktor pembekuan darah sehingga perarahan berhenti
 Di ikuti observasi sampai janin viable atau cukup berat dan
umurnya
 Jika tidak berhasil dilakukan evakuasi dengan laparotomi
 Dalam situasi yang kurang menguntungkan jiwa ibu dapat
diperlukan histerektomi
 Kehamilan aterm
 Apabila terjadi fetal distress, dikukan laparotomi untuk persalinan
pada tingkat pertama sehingga keselamatan ibu dan janinnya dapat
dijamin
 Tidak perlu menunggu sampai gambaran klinis solusio sangat
nyata
Trauma langsung janin  Dapat terjadi pada kecelakaan dengan kepala janin masuk PAP
- Trauma pelvis ibu hamil, yang menimbulkan trauma langsung pada
kepala janin oleh benturan sendiri atau fraktur tulang pelvis
- Sekalipun jarang terjadi dapat menimbulkan :
 Syok serebral
 Hipoksia berat
 Trauma kepala janin oleh tulang pelvis ibu hamil
- Benturan langsung pada regio utero-plasenta menimbulkan
perdarahan dan gangguan sirkulasi dalam bentuk solusio plasenta
dan diikuti dengan gejala klinisnya
 Trauma langsung kepala janin intra uteri
- Selama kehamilan berlangsung tidak dijumpai kelainan
- Persalinan berlangsung spontan, tetapi ternyata ditemukan :
 Paraplegia janin baru lahir
 Kontraktur otot sektrimitas, yang ternyata akibat trauma
8|KEPERAWATAN GAWAT DARURAT II
langsung pada kepala janin
 Untuk dapat menegakkan diagnosis kiranya diperlukan CT scan
sehingga dapat diketahui tempat, jenis, dan beratnya akibat trauma ibu
hamil

Luka tembus ibu hamil  Dapat menimbulkan mobiditas dan mortalitas yang tinggi pada ibu
hamil dan janinnya
 Persiapan untuk laparotomi tidak dapat ditunda
 Pada kedua bentuk luka tembus ini, selalu harus dilakukan laparotomi:
- Untuk menentukan bagian mana yang terluka oleh karena pisau-
peluru
- Apakah uterus ikut serta terluka
- Apakah masih ada kemungkinan untuk menyelamatkan ibu hamil
dan atau janinnya
- Apakah masih ada kemungkinan untuk melakukan rekonstruksi luka
tembusnya
- Apakah harus melakukan histerektomi demi dapat menyelamatkan
jiwa ibunya
Luka bakar  Luka bakar dapat mempengaruhi janin, akibat syok hipovolemik sehingga
sirkulasi retropplasenta mengalami gangguan fatal
 Pengaruhnya tergantung dari luasnya luka bakar
 Luka bakar masih dapat menimbulkan gangguan pernafasan, karena ibu
hamil menghisap asap sehingga pertukaran O2-CO2 mengalami gangguan
dan menimbulkan turunnya tekanan PO2 dan makin meningkatnya tekanan
PCO2
 Luka bakar diatas 50% daoat menimbulkan kematian janin intra uteri
 Faktor yang dapat mempengarhinya :
- Syok hipovolemik
- Gangguan sirkulaasi O2/CO2 sehinggga janin mengalami aspiksia
berat sampai terjadi kematian intrauteri
- Infeksi
 Dampaknya adalah kontraksi uterus yang diikuti janin lahir mati
Trauma aliran listrik  Sangat jarang terjadi

9|KEPERAWATAN GAWAT DARURAT II


 Voltase 220v lebih berbahaya dibandingkan dengan 110v
 Bagaimana mekanismenya sehingga dapat menimbulkan kematian tidak
jelas
 Ada kemungkinan mengganggu sistem electron-ritme jantung sehingga
jantung terganggu dan terjadi cardiac arrest
 Cardiac arrest selanjutnya diikuti dengan gangguan sirkulasi retro plasenta,
aspiksia berat dan kematian janin intrauteri
Henti jantung akut  Ibu hamil dengan penyakit jantung selalu harus mendapatkan pengawasan
ketat karena dapat terjadi henti jantung akut
 Pada kasus dengan tingkat penyakit jantung III-IV, pasien harus dirawat di
unit intensif sehingga selalu siap modalitas pertolongan yang adekuat
 Persalinan sebaiknya direncanakan sehingga tim kerja dapat memberikan
perhatian dan pertolongan dengan sebaiknya
 Tim kerja terdiri dari :
- Ahli anestesi
- Ahli interna/penyakit jantung
- Ahli obstetri
- Dokter anak, disertai perawat yang sudah mahir mempergunakan
alat-alat
 Kejadian henti jantung akut sulit dihindari dan diterka dan memerlukan
pertolongan resusitasi kardiopulmonum yang intensif untuk menyelamatkan
jiwa ibu hamil
 Bagaimana nasib janin dalam kandungannnya, nasib janinnya tergantung
beberapa faktor :
- Umur-Berat janinnya apakah viabel atau tidak
- Apakah ibu hamilnya masih mungkin diselamatkan atau tidak
 Bila ibu hamil tidak mungkin diselamatkannya dan janin viabel, sikap yang
diambil adalah :
- Melakukan seksiosesaria dan bayi harus lahir dalam waktu 4menit
untuk menghindari gangguan neurologis
- Keterlambatan lahir dan meningkatkan kelainan neurologis sebagai
berikut

10 | K E P E R A W A T A N G A W A T D A R U R A T I I
Keterlambatan gangguan neurologis
6-15 menit 17 %
16-25 menit 67 %
26-35 menit 75 %
Diatas 35 menit umumnya telah meninggal

Perkosaan/korban  Pada kehamilan muda, tampak lebih serinng terjadi trauma akibat
seksual hamil diatas 20 perkosaan dibandingkan dengan kehamilan tua
minggu  Hubungan seksual yang tidak diinginkan pada umumnya dapat
menimbulkan:
- Perkosaan:
Perlukaan yang tidak tentu tempatnya atau sebagian besar
pada verniks anterior
Perlukaan pada introitus vaginal
Perlukaan pada urethra.
Ketiganya dapat menimbulkan perdarahan sehingga
memerlukan perawatan intensif untuk menyelamatkan
janinnya dan menjahit untuk menghentikan perdarahannya.
- Kemungkinan penyakit STD
Sebagian besar dengan keluhan leukorea, gatal, atau terjadi
pemanahan
Memerlukan pengobatan khusus sehingga pengaruhnya
terhadap janin dapat dikurangi
- Perlukaan pada verniks posterior, bukan perkosaan karena wanita
aktif mengambil bagian dalam hubungan seksual

Kecenderungan trauma ibu hamil akibat ketidakstabilan jiwa, diantaranya:

1. Keadaan sosial ekonomi yang tidak stabil:


a. Umur ibu hamil relative muda
b. Hamil yang tidak diinginkan
c. Ibu hamil tanpa pekerjaan tetap
d. Ibu hamil dengan putus sekolah atau kerjanya
e. Ibu hamil dan disertai perceraian

11 | K E P E R A W A T A N G A W A T D A R U R A T I I
f. Ibu hamil tanpa suami yang jelas
2. Gaya hidup ibu hamil yang tidak sehat
a. Nutrisi rendah
b. Kecanduan obat, alcohol dan rokok
c. Ibu hamil dengan emosi yang tidak stabil
3. Kesehatan yang kurang baik:
a. Penyakit menahun atau terjadi mendadak
b. Kejiwaan dengan hiperseksualitas
1.1 terkena STD
1.2 trauma seksual ibu hamil

Pada ibu hamil dengan gangguan sosial ekonomi, kejiwaan, dan sebagianya, terdapat
kecenderungan untuk dapat menimbulkan trauma diri sendiri sampai upaya membunuh diri.

Telah dikemukakan ada beberapa trauma langsung pada ibu hamil yang memerlukan
perhatian dan perawatan khusus. Trauma ini dimasa ilmu pengetahuan tekhnologi modern
sudah makin jarang dijumpai oleh karena:

1. Antenatal care makin intensif


2. Terdapat berbagai bentuk alat bantu diagnosis canggih
3. Kemampuan SDM makin meningkat
4. Perlengkapan alat dan personil pada tingkat pertolongan sudah semakin dilengkapi
5. Faktor keluarga yang telah dapat menerima konsep NKKBS (Norma Keluarga Kecil
Bahagia dan Sejahtera), sebagai unit terkecil kehidupan umat manusia
6. Orientasi pertolongan persalinan menuju WBB dan WHM yang hanay memberikan
rekomendasi pertolongan
a) spontan belakang kepala
b) outlet vakum dan forceps ekstraksi
c) C-section

Perlu diingatkan bahwa pertolongan persalinan pada letak sungsang merupakan


masalah controversial antara absolute C-Section dan memberikan kesempatan untuk
persalinan per vaginam. Penyulit persalinan letak sungsang, harus mendapat perhatian
bebrapa faktor ibu hamil dan janinnya yang dapat digolongkan pada risiko tinggi. Letak
sungsang yang disertai faktor risiko tinggi, dilakukan pertolongan persalian C-Section

12 | K E P E R A W A T A N G A W A T D A R U R A T I I
 Penatalaksanaan perawatan
Perhatian pertama di fokuskan pada ABC dasar : jalan nafas, pernafasan dan
sirkulasi. Abdomen wanita di kaji untuk melihat adanya rupture uterus dan
aktivitas uterus. Janin kemudian di kaji untuk diketahui denyut jantung dan
aktivitasnya. Pengkajian kesehatan secara individual dilakukan dan catatan
prenatal wanita ditinjau kembali, jika tersedia. Temuan akibat cedera harus
dibedakan dari perubahan fisiologis normal selama masa hamil. Tanda rupture
organ yang umum misalnya: guarding, nyeri tekan yang kuat, dan kekakuan
(rigiditas). Pada kasus trauma minor wanita dirawat di Rumah Sakit dan di elevasi
untuk melihat hal-hal berikut:
1. Perdarahan pervaginam
2. Iritabilitas uterus
3. Nyeri tekan abdomen
4. Nyeri atau kram abdomen
5. Bukti hipovolemia
6. Perubahan frekuensi denyut jantung janin
7. Aktivitas janin
8. Kebocoran cairan amnion dan
9. Keberadaaan sel-sel janin dalam sirkulasi maternal

Perawatan trauma segera dilakukan dengan memberi perhatian utama pada


ABC sementara. Hipoksemia dan hipovolemia koreksi, wanita harus ditransfer
kepusat trauma disertai tindakan antisipasi untuk neonates dan obstetric jika
memungkinkan. Selama transfer, instruktur persalinan harus mewaspadai terjadinya
sindrom autokaval (hipotensi supine). Wanita harus ditempatkan pada posisi miring
atau uterus harus digeser ke samping dengan alat penggeser uterus atau dengan
menggunakan sebuah bantal yang ditempatkan dibawah pinggul kanan wanita.
Hipotensi harus dihindari untuk mencegah gangguan curah jantung, yang kemudian
diikuti penurunan aliran darah ke uterus.

Luka abdomen yang berpenetrasi, hemoragi internal, dan rupture uterus secara
keseluruhan adalah indikasi intervensi bedah awal. Luka-luka dibagian atas abdomen
kemungkinan yang paling besar mempenetrasi struktur vital karena organ-organ,
seperti usus, hati dan limpa, telah bergeser ke atas akibat pembesaran uterus.

13 | K E P E R A W A T A N G A W A T D A R U R A T I I
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Perkosaan

a. Identitas Klien :

 Nama

 Alamat

 Umur

 Pekerjaan

14 | K E P E R A W A T A N G A W A T D A R U R A T I I
 Status Perkawinan

 Agama

 Diagnosa Medis

b. Riwayat Kesehatan

 Riwayat kesehatan sekarang

 Riwayak kesehatan terdahulu

 Riwayat kesehatan keluarga

c. Pemeriksaan Fisik

 Kepala : Periksa keadaan rambut dan kepala serta adanya trauma

 Mata : Periksa keadaan palpebra, konjungtiva, sklera,pupil dan hematum

 Mulut : Tonsil dan keadaan gigi geligi

 Leher : Ada atau tidak pembesaran tyroid

 Dada : Jenis pernafasan

 Abdomen : Periksa kesimetrisan, odema, lesi, dan bunyi bising usus

 Genitalia : Kondisi genitalia (trauma), perdarahan.

 Ekstremitas : Kemampuan gerak ekstremitas

2. Trauma pada kehamilan

Dalam menentukan kondisi awal kasus obstetri yang dihadapi apakah dalam
keadaan gawat darurat atau tidak harus dilakukan pemeriksaan secara sistematis
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan obstetrik. Penilaian
awal adalah langkah pertama untuk menentukan dengan cepat kasus obstetri yang
membutuhkan pertolongan segera dan mengidentifikasi penyulit (komplikasi) yang
dihadapi.

Pemeriksaan yang dilakukan dalam penilaian awal ialah sebagai berikut :


15 | K E P E R A W A T A N G A W A T D A R U R A T I I
1) Periksa Pandang
a. Menilai kesadaran penderita : pingsan/koma, kejang-kejang, gelisah,
tampak kesakitan.
b. Menilai wajah penderita : pucat, kemerahan, banyak berkeringat.
c. Menilai pernapasan : cepat, sesak napas.
d. Menilai perdarahan dalam kemaluan
2) Periksa Raba
a. Kulit : dingin, demam.
b. Nadi : lemah/kuat, cepat/normal.
c. Kaki/tungkai bawah : bengkak
3) Tanda vital
Tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan.

PENILAIAN KLINIK LENGKAP


Pemeriksaan klinik lengkap secara sistematis meliputi sebagai berikut :
1. Anamnesis : diajukan pertanyaan kepada pasien atau keluarganya beberapa hal
berikut dan jawabannya dicatat dalam data medik.
a. Masalah/keluahan utama yang menjadi alasan pasien datang ke klinik
b. Riwayat penyakit/masalah tersebut
c. Tanggal hari pertama haid yang terakhir dan riwayat haid
d. Riwayat kehamilan sekarang
e. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu termasuk kondisi anaknya
f. Riwayat penyakit yang pernah diderita dan penyakit dalam keluarga
g. Riwayat alergi terhadap obat
2. Pemariksaan fisik umum :
a. pemeriksaan keadaan umum dan kesadaran penderita
b. penilaian tanda vital (TD, nadi, suhu, pernapasan)
c. Pemeriksaan tubuh secara sistematis
d. pemeriksaan kepala dan leher
e. Pemeriksaan dada
f. Pemeriksaan perut (tanda abdomen akut, cairan bebas dalam rongga perut)
g. Pemeriksaan anggota gerak (edema tungkai bawah dan kaki)
3. Pemeriksaan obstetri :

16 | K E P E R A W A T A N G A W A T D A R U R A T I I
a. Pemeriksaan vulva dan perineum
b. Pemeriksaan vagina
c. Pemeriksaan serviks
d. Pemeriksaan rahim (besarnya, kelainan bentuk, tumor dan sebagainya)
e. Pemeriksaan adneksa
f. Pemeriksaan his (frekuensi, lama, kekuatan, relaksasi, simetri dan dominasi
fundus)
g. Pemeriksaan janin
a) Didalam atau diluar rahim
b) Jumlah janin
c) Letak janin
d) Presentasi janin dan turunnya presentasi seberapa jauh
e) Posisi janin, moulage, dan kaput suksedaneum
f) Bagian kecil janin disamping presentasi (tangan, tali pusat dan lain-lain)
g) Anomali kongenital pada janin
h) taksiran berat janin
i) janin mati atau hidup, gawat janin atau tidak

4. Pemeriksaan Panggul
a. Penilaian pintu atas panggul
1) Promontorium teraba atau tidak
2) Ukuran konjungata diagonalis dan konjungata vera
3) Penilaian linea innominata
b. Penilaian ruang tengah panggul
1) Penilaian tulang sakrum
2) Penilaian dinding samping
3) Penilaian spina askiadika (runcing atau tumpul)
4) Ukuran jarak antar spina iskiadika
c. Penilaian pintu bawah panggul
1) Arkus pubis
2) Penilaian tulang koksigis (ke depan atau tidak)

17 | K E P E R A W A T A N G A W A T D A R U R A T I I
d. Penilaian adanya tumor jalan lahir yang menghalangi persalinan
pervaginam
e. Penilaian panggul patologik
f. Penilaian ambang feto-pelvik
Pemeriksaan his, pemeriksaan janin, dan pemeriksaan panggul ssangat menentukan
untuk rencana persalinan pervaginam. Kesalahan dalam penilaian ini dapat berakibat fatal.
Kasus persalinan yang seharusnya dilahirkan perabdominam dan keliru direncanakan
pervaginam akan membuang-buang waktu yang tidak perlu dan barakibat buruk bagi ibu dan
terutama bagi janin. Kondisi klinik kasus gawat darurat kebidanan yang sering dijumpai dan
perlu pertolongan cepat, tepat, dan benar ialah kondisi syok perdarahan selain syok septik,
kejang-kejang dan koma. Memperhatikan itu, kondisi klinik tersebut perlu dibahas secara
khusus.

B. DIAGNOSA

1. Perkosaan

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik


2) Resiko pendarahan berhubungan dengan trauma
3) Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan

2. Trauma pada kehamilan

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik


2) Kecemasan berhubungan dengan ancaman kematian
3) Risiko infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini.

C. INTERVENSI

18 | K E P E R A W A T A N G A W A T D A R U R A T I I
Perkosaan:

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik


NOC:
- Pain Control
- Comfort Level

Kriteria Hasil:
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tekhnik
non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

NIC:
1. Pain Management
1.1 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (PQRST)
1.2 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
1.3 Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien
1.4 Kurangi factor presipitasi nyeri
1.5 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukkan intervensi
1.6 Tingkatkan istirahat
2. Analgesic Administration
2.1 Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis pemberian

2. Resiko pendarahan berhubungan dengan trauma


NOC:
- Blood Lose Severity

Kriteria Hasil:
- Tidak ada hematuria dan hemetamesis
- Tidak ada perdarahan pervagina
- Tekanan darah dalam batas normal

NIC:
1. Bleeding Precautions
1.1 Monitor ketat tanda-tanda pendarahan

19 | K E P E R A W A T A N G A W A T D A R U R A T I I
1.2 Pertahankan bedrest selama perdaraha aktif
1.3 Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan pendarahan
1.4 Identifikasi penyebab pendarahan
1.5 Kolaborasi dalam pemberian produk darah
1.6 Monitor tekanan darah

3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan

NOC :

- Immune status

- Risk control

Kriteria hasil :

- Klien terbebas dari tanda dan gejala infeksi


- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Jumlah leukosit dalam batas normal

NIC:

1. Infection control

1.1 Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan

1.2 Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

1.3 Tingkatkan intake nutrisi dan cairan

1.4 Berikan terapi antibiotik bila perlu

2. Infection protection

2.1 Monitor tanda dan gejal infeksi sistemik dan lokal

2.2 Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas,


drainage

2.3 Kaji temperature tiap 4 jam

2.4 Monitor hitung granulosit, WBC

20 | K E P E R A W A T A N G A W A T D A R U R A T I I
2.5 Pastikan teknik perawatan luka yang tepat

Trauma pada kehamilan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik

NOC:

- Pain Control

- Pain Level

- Comfort Level

Kriteria Hsil:

- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan


tekhnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.

- Mampu mengenali nyeri (skala intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

NIC:

1. Pain Management

1.1 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (PQRST)

1.2 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

1.3 Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman


nyeri pasien

1.4 Kurangi factor presipitasi nyeri

1.5 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukkan intervensi

1.6 Tingkatkan istirahat

1.7 Ajarkan tentang tekhnik nonfarmakologi

2. Analgesic Administration

21 | K E P E R A W A T A N G A W A T D A R U R A T I I
2.1 Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis pemberian

2.2 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama
kali

2. Kecemasan berhubungan dengan ancaman kematian

NOC:

- Anxiety Self Control

- Anxiety Level

Kriteria Hasil:

- Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas

- Postur tubuh, ekspresi wajah dan tingkat aktivitas menunjukkan


berkurangnya kecemasan

NIC:

1. Anxiety Reduction

1.1 Gunakan pendekatan yang menenagkan

1.2 Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur

1.3 Identifikasi tingkat kecemasan

1.4 Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress

1.5 Dorong keluarga untuk menemani

1.6 Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi

1.7 Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi

1.8 Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis pemberian

1.9 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama
kali

3. Risiko infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini.


22 | K E P E R A W A T A N G A W A T D A R U R A T I I
NOC :  

- Risk Control

Kriteria Hasil:

- Klien terbebas dari tanda dan gejala infeksi


- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Jumlah leukosit dalam batas normal

NIC :

1. Infection Control 

1.2Terapkan universal precaution

2.2Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik

3.2Berikan perawatan kulit yang tepat

4.2Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan

23 | K E P E R A W A T A N G A W A T D A R U R A T I I
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Ida Bagus GDe. 2007. Pengantar kuliah obstetric . Jakarta: EGC

Bobak, 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC

Reeder, 2011. Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

International, Nanda. 2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby Elsevier

Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby Elsevier

24 | K E P E R A W A T A N G A W A T D A R U R A T I I

Anda mungkin juga menyukai