Pada zaman sekarang, sedikit sekali masyarkat atau remaja yang mengenal bahasa
Indonesiasecara benar. Kebanyakan dari mereka menggunakan bahasa gaul sebagai bahasa
komunikasi. Sebenarnya itu adalah kesalahan besar masyarkat kita. Masyarakat tidak bangga
dengan bahasa resminya. Mereka lebih bangga dengan bahasa yang telah mereka rusak
sendiri.
Seharusnya kita sebagai warga negara Indonesia yang baik lebih bangga dengan
bahasa resmi kita, tidak dengan bahasa gaul yang telah kita ciptakan sendiri tanpa
menggunakan kaidah EYD yang berlaku. Masalah ini telah menjadi masalah yang serius bagi
kita. Dan sudah seharusnya kita sebagai warga negara yang baik, mau mempelajari dan
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah bentuk dan makna dalam bahasa Indonesia?
2. Apakah macam-macam bentuk dan makna itu?
PEMBAHASAN
Satuan bentuk terkecil dalam bahasa adalah fonem dan yang terbesar adalah karangan.
Di antara satuan bentuk terkecil dan terbesar itu terdapat deretan bentuk morfem, kata, frasa,
kalimat dan alinea.
Ketujuh satuan bentuk bahasa itu diakui eksistensinya jika mempunyai makna atau
dapat mempengaruhi makna. Dapat mempengaruhi makna maksudnya kehadirannya dapat
mengubah makna atau menciptakan makna baru. Hubungan antara bentuk dan makna dapat
diibaratkan sebagai dua sisi mata uang, yang saling melengakapi. Karena bentuk yang tidak
bermakna atau tidak dapat mempengaruhi makna t idak terdapat dalam tata satuan bentuk
bahasa.
1. FONEM
Fonem adalah bunyi terkecil yang dapat membedakan arti (bunyi dari huruf), sedangkan
huruf adalah lambang bunyi atau lambang fonem. Jadi, fonem sama denagn bunyi (untuk
didengar), huruf adalah lambang ( untuk dilihat). Jumlah huruf hanya ada 26, tetapi
fonem bahasa Indonesia lebih dari 26 karena beberapa huruf ternyata mempunyai lebih
dari satu lafal bunyi.
Variasi pelafalan huruf e, o, dan k
Huruf Contoh pelafalan dalam kata Fonem
e
jahe, karate, sate
emas, lepas, pedas
enak, engsel, elok /e /
o
sekolah, organisasi, sosial
beo, solo (=sendiri), trio (=penyanyi) /o/
k
bak (tempat air), botak, otak
anak, enak, ternak /k/
/?/
2. MORFEM
Morfem adalah satuan bentuk terkecil yang dapat membedakan makna dan atau
mempunyai makna. Morfem dapat berupa imbuhan (misalnya –an, me-, me-kan),
klitika/partikel (misalnya –lah, -kah), dan kata dasar (misalnya bawa, makan).
Untuk membuktikan morfem sebagai pembeda makna dapat dilakukan dengan
menggabungkan morfem dengan kata yang mempunyai arti leksikal. Jika penggabungan
menghasilkan makna baru, unsur yang digabungkan dengan kata dasar itu adalah
morfem.
Contoh:
makan + -an = makanan
me- + makan = memakan
Yang disebut partikel adalah unsur-unsur kecil dalam bahasa. Dalam buku Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonesia (1998:342), partikel -kah, -lah, -tah diakui sebagai klitika.
Klitika tidak sama dengan imbuhan.
Menurut bentuk dan maknanya, morfem ada dua macam:
1) Morfem bebas: morfem yang dapat berdiri sendiri dari segi makna tanpa harus
dihubungkan dengan morfem yang lain. Semua kata dasar tergolong sebagai morfem
bebas.
2) Morfem terikat: morfem yang tidak dapat dapat berdiri sendiri dari satu makna.
Maknanya baru jelas setelah dihubungkan dengan morfem yang lain. Semua imbuhan
(awalan, sisipan, akhiran, kombinasi awalan dan akhiran), partikel -ku, -lah, -kah dan
bentuk bentuk lain yang tidak dapat berdiri sendiri termasuk morfem terikat.
3. KATA
Kata adalah satuan bentuk terkecil (dari kalimat) yang dapat berdiri sendiri dan
mempunyai makna. Kata yang terbentuk dari gabungan huruf atau gabungan morfem;
atau gabungan huruf dengan morfem, baru diakui sebagai kata bila bentuknya
mempunyai makna.
Dari segi bentuk, kata dibagi atas dua macam:
1) Kata yang bermorfem tunggal (kata dasar).
Yaitu kata yang belum mendapat imbuhan.
2) Kata yang bermorfem banyak
Yaitu kata yang sudah mendapat imbuhan.
4. Frasa
Adalah kelompok kata yang tidak mengandung predikat dan belum membentuk klausa
atau kalimat. Berfungsi sebagai subjek, predikat, objek dan keterangan di dalam kalimat.
Ciri frasa:
(1) Kontruksinya tidak mempunyai predikat,
(2) Proses pemaknaannya berbeda dengan idiom,
(3) Susunan katanya berpola tetap.
Frasa tidak boleh mengandung predikat dan tidak sama dengan idiom, karena cakupan
makna makna yang dibentuk oleh frasa masih di sekitar makna leksikal kata
pembentuknya karena hakikatnya frasa adalah kata yang diperluas dengan memberi
keterangan.
Contoh: jumpa pers; berjumpa dengan pers.
5) Partikel
Bermakna unsur-unsur kecil dari suatu benda. Partikel yang dibicarakan di sini adalah
partikel yang berperan membentuk kalimat tanya (interogatif) dan pernyataan, yaitu:
-kah: Apakah Bapak Ahmadi sudah datang?
Berfungsi sebagi kalimat tanya yang membutuhkan jawaban.
-lah: Apalah dayaku tanpa bantuanmu?
Berfungsi sebagai kalimat tanya yang tidak membutuhkan jawaban tetapi tetap diberi tanda
tanya.
Dialah yang Maha Kuasa, kata lah dalam kalimat ini menunjukkan partikel dan harus ditulis
dengan huruf kecil.
DiaLah yang makan, kata lah dalam kalimat ini menunjukkan kata hubung dan harus ditulis
dengan huruf besar.
-tah: Apatah dayaku tanpa engkau?
Kalimat pertanyaan yang tidak membutukan jawaban (kalimat retoris). Partikel ini adalah
serapan dari bahasa Jawa.
pun: Karena dosen berhalangan, kuliah pun dibatalkan.
Setiap kalimat yang memerlukan jawaban harus diberi tanda tanya.
Dalam kaitan dengan makna, ada istilah-istilah yang perlu kita pahami,
a) Sinonim atau padan makna ialah ungkapan yang maknanya hampir sama dengan
ungkapan lain. Contoh: nasib = takdir.
b) Antonim atau lawan makna ialah ungkapan yang maknanya kebalikan dari ungkapan
lain.Contoh: baik >< buruk.
c) Homonim terjadi jika dua kata mempunyai bentuk dan ucapan yang sama, tetapi maknanya
berbeda. Contoh: mengukur (dari kukur) dan mengukur (dari ukur) Homofon terjadi jika dua
kata mempunyai ucapan yang sama, tetapi makna dan bentuknya berbeda; misalnya kata
sangsi = ragu-ragu dan sanksi = hukuman. Homograf terjadi jika dua kata mempunyai bentuk
yang sama tetapi bunyi atau ucapan dan maknanya berbeda; misalnya beruang = nama
binatang, beruang = mempunyai uang.
d) Hiponim terjadi jika makna sebuah ungkapan merupakan bagian dari makna ungkapan
yang lain. Misalnya merah adalah hiponim dari kata berwarna.
1) Meluas, jika cakupan makna sekarang lebih luas dari makna yang lama. Misalnya kata
putra-putri = anak-anak raja (dahulu) = laki-laki dan wanita (sekarang)
2) Menyempit, jika cakupan makna dahulu lebih luas dari makna yang sekarang. Misalnya
kata sarjana = semua cendekiawan (dahulu) = gelar akademis (sekarang)
3) Amelioratif yaitu perubahan makna yang mengakibatkan makna baru dirasakan lebih
tinggi atau lebih baik nilainya dari makna lama. Kata wanita nilainya lebih tinggi dari kata
perempuan.
4) Peyoratif yaitu perubahan makna yang mengakibatkan makna baru dirasa lebih rendah
nilainya dari makna lama. Dalam peyoratif, arti yang baru dirasa lebih rendah nilainya dari
arti yang lama. Dan bertalian erat dengan sopan santun yang dituntut dalam kehidupan
bermasyarakat. Kata yang mulanya dipakai untuk menyembunyikan kata yang dianggap
kurang sopan, suatu waktu dapat dianggap kurang sopan, sehingga harus diganti dengan kata
lain. Kata bunting dianggap tinggi pada zaman dahulu, sekarang dirasa sebagai kata yang
kasar dan kurang sopan, lalu diganti dengan kata hamil atau mengandung.
5) Sinestesia yaitu perubahan makna yang terjadi karena pertukaran tanggapan dua indera
yang berlainan. Contoh: Mukanya masam.
6) Asosiasi yaitu perubahan makna yang terjadi karena persamaan sifat. Contoh: Beri dia
amplop agar urusan cepat beres.
7) Metafora adalah perubahan majna karena persamaan sifat antara dua objek> Conto: putrid
malam (untuk bulan).
8) Metonimi terjadi karena hubungan yang erat antara kata-kata yang terlibat dalam dalam
suatu lingkungan makna yang sama dan dapat diklasifikasi menurut tempat atau waktu,
hubungan isi dan kulit, hubungan antara sebab dan akibat.
Contoh: penemuan-penemuan yang sering disebut menurut penemunya, seperti: Ohm,
Ampere.
KESIMPULAN
Satuan bentuk dalam bahasa Indonesia terdiri dari beberapa macam, yaitu :
- Fonem
- Morfem
- Kata
- Frasa
- Makna dan perubahannya
Masing-masing dari mereka mempunyai fungsi yang berbeda, tetapi saling berkaitan dan
mendukung terciptanya bahasa Indonesia yang baik
Daftar Pustaka
- Keraf, Gorys, 1996, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta : PT Gramedia
- Finoza, Lamuddin, 2006, Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Insan Media.
Kelompok 2