Anda di halaman 1dari 4

JAKARTA, KOMPAS.

com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memasuki masa


kepemimpinan tiga tahun pada 16 Oktober 2020 kemarin. Anies dilantik bersama Sandiaga
Uno sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta pada 16 Oktober 2017. Saat mencalonkan diri
dalam pemilihan kepala daerah (pilkada), Anies dan Sandiaga menggelontorkan sejumlah
janji kampanye dan program. Setelah dilantik, Anies memang diharuskan menangani isu dan
masalah yang cukup kompleks di Ibu Kota sembari menjalankan program-programnya, Anies
harus menangani masalah di DKI bersama wakil barunya yakni Ahmad Riza Patria. Ada
sejumlah isu besar yang harus ditangani Anies sejak awal menjabat. Salah satunya soal
proyek reklamasi di Teluk Jakarta. Janji tolak reklamasi Saat kampanye 3 tahun silam, Anies
dan pasangannya Sandiaga Uno, dengan tegas menyatakan bahwa mereka menolak reklamasi
di Teluk Jakarta. Alasan mereka, reklamasi merugikan para nelayan di sana. "Mengapa kami
menolak reklamasi, karena memberikan dampak buruk kepada nelayan kita dan memberikan
dampak kepada pengelolaan lingkungan," kata Anies saat debat putaran kedua Pilkada DKI
2017 pada 12 April 2017. Dalam beberapa kesempatan selama masa kampanye, Anies sering
mengungkapkan niatnya menghentikan reklamasi dan menyelamatkan nelayan di Jakarta
Utara. PSI: Warga Pesisir Butuhnya Hunian Menurut Anies, jika reklamasi tetap dilanjutkan,
lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya. Sandiaga juga menyuarakan hal yang sama.
"Kami mengambil keputusan untuk dihentikan (proyek reklamasi)," kata Sandiaga di
kawasan Petojo, Jakarta Pusat, 17 Maret 2017. Setelah pilkada, Anies dan Sandiaga konsisten
menolak reklamasi. Digugat banyak pengembang Keputusan Anies kemudian digugat
beberapa pengembang pulau reklamasi ke pengadilan. Gugatan tersebut masih berproses
hingga kini. Berbeda dengan 13 pulau yang belum dibangun, izin empat pulau reklamasi
yang lainnya tidak dicabut karena sudah terlanjur dibangun. Empat pulau itu adalah Pulau C,
D, G, dan N. Saat itu, Anies berujar, nasib empat pulau reklamasi yang sudah dibangun akan
ditentukan melalui peraturan daerah (perda). Perda itu akan mengatur secara detail tata ruang
dan potret wilayah di pulau-pulau reklamasi yang sudah dibangun. Perda itu juga akan
mengatur soal pemulihan wilayah Teluk Jakarta, terutama pada aspek perbaikan kualitas air
sungai, pelayanan air bersih, pengelolaan limbah, dan antisipasi penurunan tanah atau land
subsidence. Anies menyatakan, pulau-pulau reklamasi yang sudah dibangun akan
dimanfaatkan untuk kepentingan publik. Izin untuk Pulau D Setahun kemudian, Pemprov
DKI Jakarta menerbitkan IMB untuk 932 bangunan yang pernah disegel di Pulau D. Anies
menggunakan Peraturan Gubernur Nomor 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota
Pulau Reklamasi yang dikeluarkan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama
(Ahok) sebagai dasar penerbitan IMB. Saat itu, keputusan Anies menerbitkan IMB diprotes
oleh sejumlah pihak, termasuk komunitas nelayan Teluk Jakarta. Mereka melakukan aksi
unjuk rasa dan menganggap Anies telah mengingkari janjinya. Reklamasi Namun, Anies
meyakini penerbitan IMB tersebut tidak bermasalah. Sebab, menurut dia, Pemprov DKI
menerbitkan IMB sesuai ketentuan. "Kami yakin, kalau sesuatu itu dikerjakan sesuai dengan
prosedur yang benar, sesuai dengan ketentuan yang ada, maka insya Allah tidak ada
masalah," ujar Anies, 24 Juni 2019. Anies tidak mempermasalahkan pihak-pihak yang
menyoal penerbitan IMB di pulau reklamasi. Menurut Anies, Pemprov DKI menjalankan
aturan yang berlaku dengan benar. Reklamasi Ancol Setelah polemik penerbitan IMB di
Pulau D setahun lalu, reklamasi kembali menjadi perbincangan pada Juni 2020. Pemicunya,
Anies menerbitkan izin reklamasi untuk perluasan kawasan Taman Impian Jaya Ancol di
Jakarta Utara kepada PT Pembangunan Jaya Ancol. Izin itu tercantum dalam Surat
Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 237 Tahun 2020 tentang Izin Pelaksanaan Perluasan
Kawasan Rekreasi Dufan Seluas Lebih Kurang 35 Hektar dan Kawasan Rekreasi Taman
Impian Jaya Ancol Seluas Lebih Kurang 120 Hektar. Anies meneken Kepgub ini pada 24
Februari 2020. Berdasarkan kepgub itu, perluasan kawasan terbatas pada pembangunan
tanggul penahan, pengurugan material, dan pematangan lahan hasil perluasan kawasan.
Pembangunan di atas lahan perluasan kawasan harus mengacu pada rencana tata ruang
masterplan dan panduan rancang kota (urban design guidelines/UDGL) serta ketentuan
peraturan perundang-undangan. Kemudian, PT Pembangunan Jaya Ancol wajib melakukan
sejumlah kewajiban, seperti menyediakan prasarana, sarana, dan utilitas dasar; infrastruktur
pengendali banjir; ruang terbuka biru; ruang terbuka hijau; serta sarana pengelolaan limbah
cair dan padat. Izin yang diberikan Anies berlaku tiga tahun dan akan ditinjau kembali
apabila perluasan kawasan belum diselesaikan.

Jakarta – Kompas.com Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar


Pandjaitan belum lama ini mencabut moratorium izin reklamasi Pulau C, D, dan G di Teluk
Jakarta. Artinya, pengembang-pengembang itu dapat kembali melanjutkan aktivitas reklamasi
Teluk Jakarta. Pencabutan moratoriun ditandai dengan diterbitkannya Surat Keputusan
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Nomor S-78-001/02/Menko/Maritim/X/2017
untuk mencabut moratorium reklamasi yang ditetapkan Menko Kemaritiman sebelumnya,
Rizal Ramli. Menurut Luhut, surat tersebut telah dikirim ke Pemprov DKI Jakarta. "Semua
ketentuan yang berlaku dari semua Kementerian/Lembaga yang terlibat itu tidak ada masalah.
Sampai rekayasa teknologi dari PLN, Pertamina itu semua sudah kami lakukan," kata Luhut,
Senin (9/10/2017). Luhut menegaskan, kewenangan reklamasi Teluk Jakarta berada
sepenuhnya di tangan Pemerintah Pusat.

Sehingga, tidak ada pihak manapun yang berhak membatalkan pelaksaannnya,


termasuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta periode mendatang yang akan dipimpin Anies
Baswedan dan Sandiaga Uno. Menko Luhut Minta Tak Ribut-ribut soal Reklamasi "Jadi
enggak usah ribut-ribut di luar, kalau ada yang tidak setuju, beri tahu. Karena yang kaji
(reklamasi) itu kami-kami semua, jadi jangan buat ada yang aneh-aneh," kata Luhut. Jika
merunut setahun ke belakang, institusi pemerintah yang berwenang atas reklamasi Teluk
Jakarta sebenarnya masih simpang siur. Saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta,
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok selalu bersikukuh bahwa wewenang reklamasi Teluk
Jakarta ada di tangannnya.
Hal itu pernah diucapkannya saat Rizal menerbitkan moratorium reklamasi. Ahok
menganggap Gubernur DKI sudah diberikan delegasi dari Pemerintah Pusat. "Delegasinya itu
ada, kamu tanya deh sama mereka (Pemerintah Pusat). Ada pasalnya kok. Tetapi, jangan aku
yang ngomong. Wawancara Setneg, Seskab saja deh," ujar Ahok kepada para wartawan di
Balai Kota, Rabu (6/4/2016). Saat dikonfirmasi, Sekretaris Kabinet Pramono Anung
membenarkan ucapan Ahok. Pram menekankan, proyek reklamasi pada dasarnya merupakan
wewenang Pemerintah Pusat yang didelegasikan ke Gubernur DKI.
"Dalam Pasal 4 Kepres itu, wewenang dan tanggung jawab reklamasi Pantura Jakarta
itu berada pada Gubernur DKI Jakarta," ujar Pramono di kantornya pada sekitar April 2016.
Selama menjabat sebagai gubernur, Ahok selalu berpegang pada Kepres Nomor 52 Tahun
1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Menurut Pasal 4 peraturan tersebut, wewenang dan tanggung jawab reklamasi pantai
utara ada pada gubernur selaku kepala Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta. Namun dalam
perkembangannya, ada peraturan lain yang juga dijadikan acuan dalam pelaksanaan
reklamasi Pantura, yakni Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang
Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur, dan Peraturan Presiden
Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Dalam sebuah kesempatan, Ahok juga pernah menyatakan kewenangan penuh
pelaksaanaan reklamasi di Teluk Jakarta ada di tangan Presiden dan bukan menteri. Ini Kata
KPK "Seorang menteri tidak bisa mengeluarkan surat pemberhentian karena dasar hukum
reklamasi adalah Keppres. Di mana ada negara Keppres bisa kalah dari Kepmen," ujar Ahok
kepada majelis hakim saat sidang kasus suap proyek reklamasi di Pengadilan Tipikor,
Jakarta, Senin (25/7/2016)

Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Ketua Tim Gubernur
untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Marco Kusumawijaya, menyatakan sudah
memberi tahu pemerintah pusat soal keputusan penghentian proyek reklamasi.

Marco mengatakan keputusan itu disampaikan langsung Gubernur DKI Jakarta Anies
Baswedan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.

"Minggu lalu kan pak gubernur ketemu dengan Menteri Lingkungan Hidup, dia (Siti)
angguk-angguk berarti dia sudah tahu," kata Marco di Balai Kota Jakarta, Rabu (26/9).

Dalam pertemuan itu, kata Marco, Siti menyampaikan jika kebijakan yang diambil Pemprov
DKI sudah sejalan dengan pemerintah pusat. Maka dari itu, lanjut Marco, pemerintah pusat
memahami kebijakan diambil oleh Anies dengan menghentikan proyek reklamasi itu.

"Bahkan kalau kita berpegang pada Keppres yang lama itu kan wewenang perizinan tetap ada
di Gubernur, itu yang tidak boleh disalahtafsirkan," katanya.
Marco menuturkan, nantinya Pemprov DKI juga akan segera melakukan koordinasi dengan
Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait dengan penataan di wilayah pesisir. Selain itu,
juga akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan
Pertanahan Nasion untuk berkoordinasi terkait dengan pengelolaan wilayah darat dari pulau
reklamasi.

Dari koordinasi tersebut nantinya akan dibuat satu Raperda sebagai dasar hukum dari
pengelolaan pulau reklamasi tersebut.

"Supaya nanti prosesnya juga menjadi lebih mudah karena memang ruang itu mestinya satu
kesatuan," ucap Marco.
Tunggu Kajian Ilmiah

Di samping itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan empat pulau reklamasi
terlanjur dibangun akan dimanfaatkan buat warga. Namun, keputusan itu akan diambil
setelah muncul hasil kajian ilmiah tengah dilakukan oleh Pemprov DKI.

"Bagi yang sudah terbangun, saat ini sedang ada monitoring dampak pembangunan pulau
reklamasi terhadap Pantai Utara, lalu sedang dilakukan juga monitoring untuk memberikan
rekomendasi perubahan bentuk serta rehabilitasi pemulihan Pantai Utara Jakarta," kata Anies
dalam jumpa pers di Balai Kota, Jakarta.

Empat pulau reklamasi yang sudah dibangun itu yakni Pulau C dan D yang dibangun oleh PT
Kapuk Naga Indah, Pulau G yang dibangun oleh PT Muara Wisesa Samudra (anak
perusahaan PT Agung Sedayu Group), serta Pulau N yang dibangun PT Pelindo II.
Anies menyatakan tidak boleh ada aktivitas apapun di pulau reklamasi itu, sampai Peraturan
Daerah yang mengatur zonasi dan tata ruang di Pantai Utara Jakarta diterbitkan.

Kendati demikian, Anies menyatakan jika nantinya pemanfaatan pulau reklamasi akan
dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat.

"Tata ruang bagi pulau-pulau yang sudah jadi akan diatur dan digunakan sebaik-baiknya
untuk kepentingan masyarakat," ujarnya.

Marco juga belum bisa memastikan detail rencana pemanfaatan keempat pulau tersebut.
Sebab menurut dia, rincian pemanfaatan lahan itu akan diatur dalam Perda.

Saat ini, sambungnya Pemprov DKI tengah mengkaji dampak lingkungan dari kegiatan
reklamasi di Teluk Jakarta tersebut.

Bahkan, Pemprov telah melelang jasa konsultan untuk melakukan pengkajian tersebut.
Lelang dimenangkan oleh PT Karsa Buana Lestari dengan nilai Rp2,1 miliar.
"Tentu saja garis yang diberikan oleh Pak Gubernur adalah kepentingan umum semaksimal
mungkin, tapi bagaimana nantinya kita harus tunggu dulu hasil dari kajian yang
bersifat scientific itu," ujar Marco. (ayp)

Anda mungkin juga menyukai