Anda di halaman 1dari 21

MEKANISME NYERI

OLEH

M. Abdi Yulianto
202002010079
SEMESTER : II

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN
PEKALONGAN
2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Hyang Maha Esa,
karena berkat dan rahmatNYA, kami dapat menyelesaikan Makalah kini
tepat pada waktunya. Adapun judul dari makalah adalah MEKANISME
NYERI. Dalam penyusunannya, kami mendapatkan berbagai halangan
dan rintangan. Namun, berkat bantuan dari berbagai pihak, terutama
Dosen pembimbing, maka halangan dan rintangan itu bisa kami atasi dan
akhirnya tugas mengenai makalah ini dapat kami selesaikan.

Penyusunan tugas ini bertujuan untuk memenuhi kriteria penilaian


dalam perkuliahan karena makalah ini sangat berhubungan dengan
profesi kami dibidang kesehatan. Untuk itu, makalah ini disusun untuk
dipelajari demi tuntutan pendidikan.

Pekalongan, 16 Maret 2021I

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu keinginan setiap orang untuk
mempertahankan hidupnya. Didunia kesehatan, para medis yang
bertugas dalam menangani kesehatan masyarakat menyimpulkan
berbagai penyakit kedalam penyebab timbulnya masalah dalam
kehidupan.
Untuk itu, kita sebagai manusia yang perlu akan kesehatan
sebaiknya waspada terhadap ancaman berbagai penyakit yang
datang. Disini salah satu penyebab sakit itu adalah factor
lingkungan, genetic, makanan, dan lainnya. Kebanyakan individu
terserang penyakit mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut. Disisi
lain, penyakit dapat menyebar begitu cepat dalam tubuh melalui
perantara biologis dan nonbiologis.
Kelainan tubuh terjadi dan beberapa gejala fungsi organ
terganngu akibat kesalahan manusia itu sendiri contohnya, nyeri.
Seperti yang ktia ketahui bahwa nyeri tersebut merupakan suatu
gejala yang mengakibatkan muskulus atau otot menjadi tersendat
akibat adanya ketidaknormalan darah melewati pembuluh darah
seperti keadaan normalnya.
Selain itu, nyeri juga bisa dikatakan sebagai suatu keadaan
yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui sebagai
keadaan yang tak nyaman. Biasanya berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual seperti otot dan system peredaran darah.

Untuk itu kami mengangkat tema nyeri sebagai bahan acuan


dalam penulisan makalah yang memiliki harapan dan kegunaan
bagi diri sendiri dan para pembaca khususnya.
1.2 Rumusan Masalah

1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
1. Dapat mendiskripsikan apa sebenarnya nyeri yang
dimaksud.
2. Agar kita dapat mengetahui secara mendalam
mengenai nyeri dan hasilnya itu diinformasikan
didalam masyarakat serta menerapkan tata cara
pendiagnosaannya.

b. Tujuan Khusus
1. Mempelajari dengan seksama apa sebenarnya nyeri
itu
2. Dapat mengetahui bagaimana mekanisme nyeri itu
berlangsung.

1.3 Manfaat
1. Dapat mengetahui secara pasti apa sebenarnya nyeri itu.
2. Menambah pengetahuan dibidang pembelajaran mengenai
kesehatan secara menyeluruh.
3. Dapat mengetahui berbagai penanganan mengenai efek dari
nyeri itu bagi tubuh.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi Nyeri
 Nyeri adalah perasaan dan pengalaman sensoris atau
emosional yang tidak menyenangkan, yang berhubungan
dengan kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial,
nyeri selalu bersifat subjektif. (Tarcy (2005) Dikutip dari
International Association for the Study of Pain (IASP, 1994),
 Nyeri adalah sensasi subjektif rasa tidak nyaman yang
biasanya berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
potensial. Nyeri dirasakan apabila reseptor nyeri spesifik
teraktivasi (Elizabeth Crowin, 2007).
 Nyeri adalah perasaan yang menimbulkaan distres ketika
ujung-ujung saraf tertentu (nosiseptor) di rangsang. (Kamus
Keperawatan)
 Secara umum, nyeri diartikan sebagai suatu keadaan yang
tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik
maupun dari dalam serabut saraf dalam tubuh ke otak dan
diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis, maupun emosional.

B. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut
dan nyeri kronis (Long, 1989) :
a. Nyeri Akut
Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan
cepat menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai
adanya peningkatan tegangan otot (Long, 1989).
Fungsi nyeri akut ialah memberi peringatan akan cedera atau
penyakit yang akan datang. Nyeri akut akhirnya menghilang
dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada
araea yang rusak
( Potter & Perry, 2005).
b. Nyeri Kronis
Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-
lahan, biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu
lebih dari enam bulan. Yang termasuk dalam kategori nyeri
kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri
psikosomatis (Long, 1989).

C. Reseptor Nyeri
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya
rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor,
yang merupakan ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki
sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar pada kulit
mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati,
dan kandung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respons
akibat adanya stimulasi atau rangsangan.

D. Respon Nyeri
Megel, Houser &Gleaves (1998) menjelaskan bahwa respon nyeri terdiri dari tiga
elemen yaitu perilaku yang jelas terlihat (overt behaviours), perilaku yang tersembunyi
(covert behaviour) dan respon fisiologis. Perilaku yang jelas terlihat bisa diamati
misalnya menangis, menyeringai, menendang, berteriak, dan menarik diri. Perilaku yang
tersembunyi diasosiasikan dengan pikiran dan sikap terhadap pengalaman nyeri yang
dirasakannya. Sedang respon fisiologi berkaitan dengan aktivitas sistem saraf simpati
dimana menyebabkan pupil dilatasi, berkeringat, perubahan tanda vital seperti
peningkatan denyut nadi, tekanan darah, dan pernafasan Guyton (1999) setuju bahwa
perubahan fisiologis dalam tekanan darah, kecepatan perrnafasan, tekanan darah,
telapak tangan berkeringat diobservasi sebagai respon terhadap stimulus yang
menyakitkan. (Potter &Perry.2006. Fundamental Of Nursing,Proses Konsep dan
Praktis,Edisi 4 Volume 2,Jakarta).

D. Stimulus Nyeri
Seseorang dapat mentoleransi, menahan nyeri (pain tolerance),
atau dapat mengenali jumlah stimulus nyeri sebelum merasakan
nyeri (pain threshold).
Ada beberapa jenis stimulus nyeri menurut Alimul (2006),
diantaranya adalah :
1. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat
terjadinya kerusakan jaringan dan iritasi secara langsung
pada reseptor
2. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema
akibat terjadinya penekanan pada reseptor nyeri
3. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri
4. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blokade pada arteria
koronaria yang menstimulasi reseptor nyeri akibat
tertumpuknya asam laktat
5. Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik
Trauma pada jaringan tubuh, Gangguan pada jaringan
tubuh, Tumor
E. Kecepatan Sensasi
Fast pain (nyeri cepat) dirasakan selama kurang dari satu
detik (biasanya jauh lebih singkat) setelah aplikasi stimulus nyeri
(mis, menyentuh kompor panas). Nyeri cepat terlokalisasi dengan
baik pada suatu tempat dan sering digambarkan sebagai tusukan
ataau tajam. Nyeri cepat biasanya dirasakan pada atau dekat
dengan permukaan tubuh.
Slow pain (nyeri lambat) dirasakan selama satu detik atau
lebih setelah aaplikasi stimulus nyeri (mis, nyeri yang terus terasa
setelaah kepala terbentur). Nyeri lambat sering digambarkaan
sebagai tumpul, berdenyut, atau terbakar. Nyeri ini dapat
meningkat dalam beberapa menit dan dapat terjadi di kulit atau
semua jaringan dalam di tubuh. Nyeri lambat dapat menjadi kronis
dan menimbulkan disabilitas yang berat.
F. Teori Nyeri
Teori Pemisahan (Specivicity Theory)
Teori ini digambarkan oleh Descartes pada abad ke-17. teori ini
didasarkan pada kepercayaan bahwa terdapat organ tubuh
yang secara khusus mentransmisi rasa nyeri. Saraf ini diyakini
dapat menerima rangsangan nyeri dan mentransmisikanya
melalui ujung dorsal dan substansia gelatinosa ke thalamus,
yang akhirnya akan dihantarkan pada daerah yang lebih tinggi
sehingga timbul respons nyeri (Tamsuri, 2006).
Menurut teori ini, rangsangan nyeri masuk ke medulla spinalis
(spinal cord) melalui dorsalis yang bersinaps di daerah
posterior, kemudian naik ke tractus lissur dan menyilang di garis
median ke sisi lainnya, dan berakhir di korteks sensoris tempat
rangsangan nyeri tersebut diteruskan (Long, 1989).
Teori Pola (Pattern theory).
Teori ini menerangkan bahwa ada dua serabut nyeri,yaitu
serabut yang mampu menghantarkan rangsangan dengan
cepat; dan mampu menghantarkan rangsangan dengan lambat.
Kedua serabut saraf tersebut bersinapsis pada medulla spinalis
dan meneruskan informasi ke otak mengenai jumlah, intensitas,
dan tipe input sensori nyeri yang menafsirkan karakter dan
kuantitas input sensori nyeri (Tamsuri, 2006).
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke
medulla spinalis dan merangsang aktivitas sel T. hal ini
mengakibatkan suatu respons yang merangsang ke bagian
yang lebuh tinggi, yaitu korteks serebri, serta kontraksi
menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi sehingga
minimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi oleh modalitas respo
dari reaksi sel T (Long, 1989)

Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory)


Melzack & Wall (1965) pertama kali mengusulknan teori
mekanisme nyeri yakni teori Gate Control mereka menjelaskan
teori gerbang kendali nyeri, yang menyatakan terdapat
semacam pintu gerbang yang dapat memfasilitasi atau
memperlambat transmisi sinyal nyeri (Tamsuri, 2006). Menurut
teori ini, nyeri tergantung dari kerja serat syaraf besar dan kecil
yang keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis.
Rangsangan pada serat syaraf besar akan meningkatkan
aktivitas substansi gelatinosa yang mengakibatakan tertutupnya
pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T terhambat dan
menyebabkan hantaran rangsangan ikut terhambat.
Rangsangan serat besar dapat langsung merangsang korteks
serebri. Hasil persepsi ini akan dikembalikan ke dalam medulla
spinalis melalui serat eferen dan reaksinya mempengaruhi
aktivitas sel T. rangsangan pada serat kecil akan menghambat
aktivitas substansi gelatinosa dan membuka pintu mekanisme,
sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan
menghantarkan rangsangan nyeri (Long, 1989).
Teori gate control menggambarkan bahwa ada mekanisme
pintu gerbang pada ujung syaraf ruas tulang belakang (spinal
cord) yang dapat meningkatkan atau menurunkan aliran impuls
saraf dari serat perifer menuju system saraf pusat. Mekanisme
pintu gerbang ini dipengaruhi oleh aktifitas A-Beta berdiameter
besar, A-Delta berdiameter kecil dan serabut c serta pengaruh
dari otak. Bila pintu tertutup berakibat tidak ada nyeri; pintu
terbuka, nyeri ; sebagian pintu terbuka, nyeri kurang. Ketika
pintu ditutup, transmisi impuls nyeri dihentikan di spinal cord
sehingga nyeri tidak mencapai tingkay yang disadari (Reeder-
Martin, 1984 ; Flynn & Heffron, 1984). Sereblum dan thalamus
disebut sebagai pusat control nyeri oleh melzak & Wall (1965).
Pesan sensori yang berbeda dialirkan langsung ke serebrum.
Pusat control memproses informasi dari 3 sumber, yakni
informasi sensori-diskriminatif, informasi motivasi-afektif dan
informasi kognitif-evaluatif. Karena rangsangan nyeri diproses
dalam konteks yang individual, variasi yang luas dari respon
nyeri dapat diamati (Flynn & Heffron, 1984 ; marie, 2002).
Teori Transmisi dan Inhibisi
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-
impuls syaraf, sehingga transmisi impuls menjadi efektif oleh
neurotransmitter yang spesifik. Kemudian, inhibisi impuls nyeri
menjadi efektif oleh impuls-impuls pada serabut besar yang
memblok impuls-impuls pada serabut lamban dan endogen
opiate system supresif (Long, 1989).

G. Mekanisme Nyeri
Rangkaian proses terjadinya nyeri diawali dengan tahap
transduksi, dimana hal ini terjadi ketika nosiseptor yang terletak
pada bagian perifer tubuh distimulasi oleh berbagai stimulus,
seperti faktor biologis, mekanisme, listrik, thermal,dan radiasi.
Fast pain dicetuskan oleh reseptor tipe mekanis atau thermal
(yaitu serabut saraf A-Delta), sedangkan slow plain (nyeri lambat)
biasanya dicetuskan oleh serabut saraf C).
Karakteristik Serabut A-delta yaitu :

 Menghantar nyeri dengan cepat

 Bermielinasi

Karakteristik Serabut C, yaitu :

 Tidak bermielinasi

 Berukuran sangat kecil

 Bersifat lambat dalam menghantarkan nyeri

Serabut A mengirim sensasi yang tajam, terlokalisasi, dan


jelas dalam melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas
nyeri. Serabut C menyampaikan impuls yang terlokalisasi (bersifat
difusi), viseral, dan terus-menerus. Sebagai contoh mekanisme
kerja serabut A-delta dan serabut C dalam suatu trauma adalah
ketika seseorang menginjak paku, sesaat telah kejadian orang
tersebut dalam waktu kurang dari 1 detik akakn merasakan nyeri
yang terlokalisasi dan tajam, yang merupakan transmisi dari
serabut A. dalam beberapa detik selanjutnya, nyeri menyebar
sampai seluruh kaki terasa sakit karena persarafan serabut C.

Tahap selanjutnya adalah transmisi, dimana impuls nyeri


kemudian ditransmisikan serat afferen (A-delta dan C) ke medula
spinalis melalui dorsal horn, dimana di sini impuls akan bersinapsis
di substansia gelatinosa (lamina II dan lll). Impuls kemudian
menyeberang keatas melewati traktus spinothalamus anterior dan
lateral. Beberapa impuls yang melewati traktus spinothalamus
lateral diteruskan langsung ke thalamus tanpa singgah di formatio
retikularis membawa impuls fast pain. Di bagian thalamus dan
korteks serebri inilah individu kemudian dapat mempersepsikan,
menggambarkan, melokalisasi, menginterpretasikan dan mulai
berespon terhadap nyeri.

Beberapa impuls nyeri ditransmisikan melalui traktus


paleospinothalmaus pada bagian tengah medula spinalis. Impuls ini
memasuki formatio retikularis dan sistem limbik yang mengatur
perilaku emosi dengan kognitf, serta integretasi dari sistem saraf
otonom. Slow pain yang terjadi akan membangkitkan emosi,
sehingga timbul respon terkejut, marah, cemas, tekanan darah
meningkta, keluar keringat dingin, dan jantung berdebar-debar.

H. Pengkajian Nyeri

Pengkajian nyeri yang tepat adalah awal dari penanganan nyeri


dan merupakan proses lanjut yang meliputi faktor-faktor
multidimensional perumusan manajemen nyeri terhadap rencana
keperawatan. Pengkajian ini sangat penting dalam
mengidentufikasi sindrom nyeri atau penyebab nyeri dan
memasukkan pengkajian pada intensitas dan karakteristik nyeri,
pengkajian fisik yang berhubungan dengan pemeriksaan sitem
saraf akan dicurigai adanya gangguan pada sistem saraf.
Psikososial dan pengkajian kebudayaan menggunakan diaknosa
yang tepat dalam menentukan penyebab nyeri (Suza, 2007).\

Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST :

1. P (pemacu), yaitu faktor yang memengaruhi gawat atau


ringannya nyeri

2. Q (quality), yaitu kualitas dari nyeri itu sendiri. Seperti apakah


rasanya : tajam, tumpul, atau tersayat

3. R (region), yaitu daerah perjalanan nyeri

4. S (severity), adalah keparahan atau intensitas nyeri


5. T (time), yaitu lamanya nyeri/waktu serangan atau frekuensi
nyeri

Pengkajian nyeri meliputi berbagai aspek yaitu :

1. Lokasi

Anatomi diagnosa adalah sebuah ilustrasi yang tepat untuk


menentukan lokasi nyeri, banyak pasien tidak dapat
menentukan letak nyeri secara tepat, banyak yang
mengindikasikan letak dengan dengan huruf seperti ABC.
Pasien boleh menggambarkan lokasi nyeri dalam bentuk atau
bekas lokasi pada tubuhnya dan anggota keluarga dapat
memberi tanda bilangan atau angka pada bentuk pengkajianya
(Suza, 2007).

2. Intensitas

Seseorang dalam mengekspresikan nyeri mereka hanya


mampu menilai suatu intensitas nyeri secara akurat, dua jenis
skala penilaian intenstas nyeri yang digunakan adalah skala
verbal dan skala numerical.

a. Face Rating Scale

Skala ini diatur secara visual dengan ekspresi guratan wajah


untuk meunjukkan intensitas nyeri yang dirasakan. Skala
penilaian wajah pada dasarnya digunakan pada anak-anak
tetapi juga bias bermanfaat ketika orang dewasa yang
mempinyai kesulitan dalam menggunakan angka-angka dari
skala visual analog (VAS) yang merupakan alat penilaian
pengkajian nyeri secara umum (Suza, 2007)

Wong dan Baker (1988) mengembangkan skala wajah untuk


mengkaji nyeri pada anak-anak. Skala tersebut terdiri dari
enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan
wajah dari wajah yang sedang tersenyum “tidak merasa
nyeri” kemidian secara bertahap meningkat menjadi wajah
kurang bahagia, wajah yang sangat sedih sampai wajah
yang sangat ketakutan “nyeri yang sangat” (Potter & Perry,
2005)

b. Flowsheets (Kartu Pencatatan)

Kartu ini digunakan untuk mendokumentasikan


perkembangan yang bertujuan mempertahankan
keberhasilan dalam manajemen nyeri. Dokter menggunakan
flowsheets untuk mencatat waktu, menilai nyeri dan
mengontrol penggunaan obat penghilang rasa nyeri dan efek
sampingnya. Informasi yang ada dalam manajemen
Flowsheet dapat disatukan dalam bentuk bentuk format yang
lain untuk menghindari terjadinya kesalahan pada waktu
pencatatan.

c. Graphic Rating Scale

Graphic rating sacale dikembangkan oleh VAS untuk


menambah kata-kata atau angka diantara awal dan akhir
skala. Penambahan kata-kata seperti tidak nyeri, nyeri
sedang dan nyeri berat disebut verbal graphic rating scale
sedangkan jika huruf seperti 0 sampai 10 menjadi numerical
graphic rating scale (Suza, 2007)

d. Numerical Rating Scale

Skala penilaian numeric (Numerical Rating Scales, NRS)


lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata.
Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan
skala 0-10 (Potter & Perry, 2005). Skala ini digunakan
secara verbal atau visual dari 0 sampai 10 dan
menambahkan kata-kata dan huruf sepanjang garis vertical
dan horizontal, 0 menunjukkan hasil dari tidak ada nyeri dan
10 menunjukkan hasil dari nyeri yang tak terbayangkan
(Suza, 2005

Skala Nyeri 0-10 (comprarative Pain Scale) :


0. Tidak ada rasa sakit. Merasa normal.
1. Nyeri hampir tak terasa (sangat ringan) = Sangat ringan, seperti gigitan nyamuk.
Sebagian besar waktu Anda tidak pernah berpikir tentang rasa sakit.
2. (Tidak menyenangkan) = nyeri ringan, seperti cubitan ringan pada kulit.
3. (Bisa ditolerasi) = Nyeri sangat terasa, seperti pukulan ke hidung menyebabkan hidung
berdarah, atau suntikan oleh dokter.
4. (Menyedihkan) = Kuat, nyeri yang dalam, seperti sakit gigi atau rasa sakit dari
sengatan lebah.
5. (Sangat menyedihkan) = Kuat, dalam, nyeri yang menusuk, seperti pergelangan kaki
terkilir.
6. (Intens) = Kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat sehingga tampaknya sebagian
mempengaruhi sebagian indra Anda, menyebabkan tidak fokus, komunikasi terganggu.
7. (Sangat intens) = Sama seperti 6 kecuali bahwa rasa sakit benar-benar mendominasi
indra Anda menyebabkan tidak dapat berkomunikasi dengan baik dan tak mampu
melakukan perawatan diri.
8. (Benar-benar mengerikan) = Nyeri begitu kuat sehingga Anda tidak lagi dapat berpikir
jernih, dan sering mengalami perubahan kepribadian yang parah jika sakit datang dan
berlangsung lama.
9. (Menyiksa tak tertahankan) = Nyeri begitu kuat sehingga Anda tidak bisa
mentolerirnya dan sampai-sampai menuntut untuk segera menghilangkan rasa sakit
apapun caranya, tidak peduli apa efek samping atau risikonya.
10. (Sakit tak terbayangkan tak dapat diungkapkan) = Nyeri begitu kuat tak sadarkan diri.
Kebanyakan orang tidak pernah mengalami sakala rasa sakit ini. Karena sudah keburu
pingsan seperti mengalami kecelakaan parah, tangan hancur, dan kesadaran akan hilang
sebagai akibat dari rasa sakit yang luar biasa parah.
Pengelompokan:
· Skala nyeri 1-3 berarti Nyeri Ringan (masih bisa ditahan, aktifitas tak terganggu)
· Skala nyeri 4-6 berarti Nyeri Sedang (menganggu aktifitas fisik)
· Skala nyeri 7-10 berarti Nyeri Berat (tidak dapat melakukan aktifitas secara mandiri).

e. Simple Descriptor Scale (Verbal Descriptor Scale, VDS)

Skala ini menggunakan daftar kata-kata untuk


mendeskripsikan perbedaan tingkat intensitas nyeri, mudah
dan sangat sederhana dalam menggunakannya sebagai
contoh tidak ada nyeri, nyeri ringan , nyeri sedang dan nyeri
barat (Suza, 2007).

Skala deskriptif merupaka alat pengukuran tingkat


keparahan nyeri yang lebih objektif. Skala pendeskripsian
verbal merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai
lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang
sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari
“tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan ”
(Potter & Perry, 2005).;

f. Visual Analog Scale (VAS)

Visual analog scale tidak melabel subsidi. VAS merupakan


suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus
menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap
ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk
mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan
pengukur keparahan nyeri yang lebih sensitive karena klien
dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada
dipaksa memilih satu kata atau satu angka (McGuire, 1984).

Visual Analog Scale digunakan dengan garis horizontal 10


cm dengan menambahkan kata-kata pada garisnya seperti
tidak ada nyeri, dan nyeri sangat berat. Pasien membuat
sebuah tanda sepanjang garis untuk mengungkapkan
intensitas nyeri, angka diperoleh dengan mengukur
millimeter dari awal sampai akhir pengukuran dan pasien
akan langsung menandainya (Suza, 2007).

Visual Analog Scale (VAS) mengukur besarnya nyeri pada garis sepanjang 10 cm.
Biasanya berbentuk horizontal, tetapi mungkin saja ditampilkannya secara vertical. Garis
ini digerakkan oleh gambaran intensitas nyeri, misalnya: no hurt, sampai worst hurt.
Baik skala vertical maupun horizontal merupakan pengukuran yang sama valid, tetapi
VAS yang vertical lebih sensitive menghasilkan score yang lebih besar dan lebih mudah
digunakan dari pada skala horizontal. VAS ini dapat digunakan pada anak yang mampu
memahami perbedaan dan mengindikasikan derajat nyeri yang sedang
dialaminya(Wong, 1996).

2.4.3 Faces Ratting Scale (FRS)


Skala nyeri yang satu ini tergolong mudah untuk dilakukan karena hanya dengan
melihat ekspresi wajah pasien pada saat bertatap muka tanpa kita menanyakan
keluhannya. Berikut skala nyeri yang kita nilai berdasarkan ekspresi wajah:
Skala nyeri berdasarkan ekspresi wajah
Penilaian Skala nyeri dari kiri ke kanan:
· Wajah Pertama : Sangat senang karena ia tidak merasa sakit sama sekali.
· Wajah Kedua : Sakit hanya sedikit.
· wajah ketiga : Sedikit lebih sakit.
· Wajah Keempat : Jauh lebih sakit.
· Wajah Kelima : Jauh lebih sakit banget.
· Wajah Keenam : Sangat sakit luar biasa sampai-sampai menangis ()

2.5 Terapi Nyeri

2.5.1 Farmakologis
1. Analgesik Narkotik
2. Analgesik Lokal
3. Analgesik yang Dikontrol Klien
4. Obat-pbat Nonsteroid (NSAIDs)
· Ketorolac
· Asam Mefenamat
· Piroksikam
· Ibu profen

2.5.2 Non Farmakologis


1. Teknik Relaksasi Nafas Dalam
2. Teknik Distrasi
· Distraksi Visual
· Distraksi Pendengaran
· Distraksi Pernafasan
· Distraksi Entelektual
· Teknik Sentuhan
3. Teknik Imajinasi Terbimbing
· Guided Walking Imagery
· Autogenic Abeaction
· Covert Sensitization
· Convert Behaviour Rehearsal
4. Teori Gate Control
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan yang kami telah uraikan diatas, maka dapat


ditarik kesimpulan :

Bahwa mekanisme nyeri diawali dengan tahap transduksi,


dimana hal ini terjadi ketika nosiseptor yang terletak pada bagian
perifer tubuh distimulasi oleh berbagai stimulus, seperti faktor
biologis, mekanisme, listrik, thermal,dan radiasi.

Tahap selanjutnya adalah transmisi, dimana impuls nyeri


kemudian ditransmisikan serat afferen (A-delta dan C) ke medula
spinalis melalui dorsal horn, dimana di sini impuls akan bersinapsis
di substansia gelatinosa (lamina II dan lll).

3.2 Saran

Demi lengkapnya isi dan pembahasan mengenai makalah


ini, maka kami sebagai penulis mengharapkan saran dari para
pembaca dan pendengar demi kelengkapan isinya. Untuk itu kami
mohonkan sarannya yang besifat membangun .
Daftar Pustaka

Sigit Nian Prasetyo 2010, Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri,


Penerbit Buku Erlangga

Crowin Elizabeth, 2007, Buku Saku Patofisiologi, Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran, EGC

Uliyah Musrifatul dan A. Azis Alimul Hidayat, 2008, Ketrampilan


Dasar Praktik Klinik, Jakarta : Penerbit Salemba Medika

A, Aziz Alimul H, 2006, Kebutuhan Dasar Manusia, Jakarta :


Penerbit Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai