Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN

ITP (idiophatic thrombocytopenic purpura) merupakan kelainan

perdarahan didapat pada anak yang paling sering dijumpai, ITP adalah kelainan

akibat trombositopenia yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), tetapi

sekarang diketahui bahwa sebagian besar kelainan ini disebabkan oleh proses

imun berupa munculnya suatu autoantibodi terhadap trombosit autoimun sehingga

penghancuran trombosit dalam sistem retikuloendotelial meningkat.. Oleh karena

itu disebut juga sebagai autoimmune thrombocytopenic purpura 1,2

Kelainan ini biasanya menyertai infeksi virus atau imunisasi yang

disebabkan oleh respon sistem imun yang tidak tepat (inappropriate). Sering

terjadi 1-3 minggu setelah infeksi saluran nafas atas. Diagnosis ITP sebagian

besar ditegakkan berdasarkan gambaran klinis adanya gejala dan atau tanda

perdarahan, disertai penurunan jumlah trombosit (trombositopenia). Awitan PTI

biasanya akut dengan gambaran ekimosis, petekie, epistaksis, atau gejala

perdarahan lain. Biasanya secara klinis tidak dijumpai kelainan lain. Timbul becak

petekie yang tersebar luas, kemudian berkembang menjadi titik-titik purpura kecil.

Mungkin terdapat perdarahan dari hidung atau dalam membran mukosa. Jarang

didapatkan perdarahan intrakranial yang serius. Diagnosis ITP ditegakkan dengan

menyingkirkan kemungkinan penyebab trombositopenia yang lain. Pemeriksaan

aspirasi sumsum tulang tidak rutin dilakukan pada ITP, hanya untuk kasus yang

meragukan. 3,4,5

1
Perjalanan penyakit ITP dapat bersifat akut dan kemudian menghilang

sendiri (self limited) atau menahun dengan atau tanpa remisi dan kambuh.

Umumnya penyembuhan penyakit ini baik. Tujuh puluh lima persen anak

mengalami penyembuhan sempurna dalam satu bulan. Tata laksana ITP

khususnya ITP akut pada anak masih kontroversial. Pengobatan umumnya

dilakukan hanya untuk meningkatkan jumlah trombosit, namun tidak

menghilangkan risiko terjadinya perdarahan intrakranial dan perjalanan menjadi

ITP kronis. Transfusi trombosit dan darah jarang diperlukan. Kortikosteroid

mengurangi risiko perdarahan masif. Splenektomi dilakukan pada sejumlah kecil

anak yang mengalami trombositopenia persisten atau berulang. 3,4

2
BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : An. N

No. RM : 12.07.89

Usia : 13 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Siswa

Alamat : Jl. Desa dusun bunga reudeup, Kec. Lhoksukon, Aceh

Utara

Suku : Aceh

Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Tanggal MRS : 5 Januari 2020

Tanggal pemeriksaan : 8 Januari 2020

Ibu Ayah
Nama Ny. S Tn. A
Umur 46 tahun 49 tahun
Pendidikan SLTP/Sederajat SLTP/Sederajat
Pekerjaan Petani Petani

2.2 Anamnesis

Keluhan Utama

Keluar darah dari kemaluan

3
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dibawa ke IGD RSU Cut Meutia pada hari Rabu, 5 Januari 2020

pukul 00.05 WIB dengan keluhan keluar darah dari kemaluan sejak 8 hari SMRS.

Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri perut serta BAB berdarah. Pasien juga

tampak pucat.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien sebelumnya juga pernah dirawat dengan keluhan yang sama

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga dengan penyakit serupa disangkal

Riwayat Penggunaan Obat-obatan

Pasien menyangkal meminum obat-obatan

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Riwayat kehamilan: perawatan antenatal tidak rutin, penyakit kehamilan

tidak ada

Riwayat persalinan: tempat kelahiran di rumah, penolong persalinan bidan

desa, cara kelahiran spontan pervaginam, keadaan bayi; BBL 2800 gr, PB dan

lingkar kepala keluarga tidak ingat, setelah lahir pasien langsung menangis,

APGAR keluarga pasien tidak tahu dan kelainan bawaan disangkal.

Riwayat Tumbuh Kembang

Pertumbuhan gigi pertama : 7 bulan

4
Psikomotor

 Tengkurap dan berbalik sendiri : 6 bulan

 Duduk : 7 bulan

 Merangkak : 8 bulan

 Berdiri : 9 bulan

 Berjalan : 10 bulan

 Berbicara : berbicara tidak jelas

 Membaca : 5 tahun

Gangguan perkembangan :-

Riwayat Nutrisi

Pasien mendapatkan ASI selama 6 bulan yang diselang-seling dengan

pemberian susu formula. Setelah 6 bulan pasien diberikan PASI berupa biscuit,

bubur susu, bubur tim dan buah oleh orangtuanya.

Riwayat Imunisasi

Pasien tidak ada di imunisasi .

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien tinggal bersama orangtuanya di pedesaan dan menggunakan BPJS

untuk berobat.

2.3 Pemeriksaan Fisik

- Keadaan umum : Tampak sakit sedang-berat

- Kesadaran : Composmentis

- Keadaan gizi : Baik

- Vital Sign

4
Nadi : 86 kali/menit

Pernapasan : 22 kali/menit

Suhu : 36,80C

Berat badan : 30 kg

Tinggi Badan : 135 cm

Status Gizi

BB Aktual x 100 %
BB/TB :
BB baku untuk TB Aktual

30 x 100 %
:
35

: 85.71% (Gizi kurang)

BB Aktual x 100 %
BB/U :
BB baku untuk Usia

30 x 100 %
:
45

: 66.67% (Gizi buruk)

TB Aktual x 100 %
TB/U :
TBbaku untuk Usia

135 x 100 %
:
157

: 85.98% ( Severe Stunting)

2.4 Pemeriksaan Generalis

Status Generalis

Kepala:

5
• Bentuk : bulat lonjong, Ukuran: Normocephali, Kelainan yang ada:

(-), rambut berwarna hitam dan tidak mudah dicabut

• Mata : konjungtiva anemis (+/+), konjungtiva hiperemis (-/-),

Sklera ikterik (-/-), Edema palpebra (-/-) mata cekung (-/-)

• Mulut : mukosa bibir kering (+), sianosis (-), papil lidah atrofi (-),

baselaque (-), gigi geligi tidak utuh, caries (+), Faring hiperemis (-),

Tonsil T1-T2 tidak hiperemis, gusi berdarah (+)

• Hidung : pernapasan cuping hidung (-), deviasi septum nasi (-),

sekret (-),darah (+), rhinorhea (-)

• Telinga : simetris, sekret (-), otorrhea (-)

• Leher : pembesaran KGB (-)

Thorax :

• Inspeksi : bentuk thorak simetris saat statis dan dinamis, pergerakan

dinding dada simetris, deformitas(-), ictus cordis tidak

terlihat

• Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan

• Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan

• Auskultasi : Pulmo : ves +/+, rh -/-, wh -/-

Cor : BJ1>BJ2, tunggal, reguler, murmur (-).

Abdomen :

Inspeksi : Distensi (-), Perubahan warna kulit (-), massa (-)

Palpasi : Soepel (-), hepar dan lien tidak teraba, defans muscular(-),

Nyeri tekan epigastric (-)

6
Perkusi : Tympany (+)

Auskultasi : Peristaltik (+)

Extremitas :

Ekstremitas atas :

- Akral hangat : +/+

- Deformitas : -/-

- Sendi : dalam batas normal, hiperemis (-)

- Edema: -/-

- Sianosis : -/-

- Clubbing finger: -/-

- Infus terpasang

Ekstremitas bawah:

- Akral hangat : +/+

- Deformitas : -/-

- Sendi : dalam batas normal, hiperemis (-)

- Edema : -/-

- Gangren : -/-

- Sianosis : -/-

- Clubbing finger: -/-

Genitourinaria : tidak dilakukan pemeriksaan

Neurologis : tidak dilakukan pemeriksaan

7
2.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

5 Januari 2020
HASIL LABORATORIUM
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hb 4,0 g/dL 12-16
Eritrosit 1,55 juta/mm3 3,8-5,8
Leukosit 5,79 ribu/mm3 4,0-11,0
Hematokrit 13,4 % 37-47
Index Eritrosit
MCV 86,4 fL 79-99
MCH 26,0 pg 27-32
MCHC 30,1 % 33-37
RDW-CV 14,8 % 11,5-14,5
Trombosit 8 ribu/mm3 150-450
Golongan Darah B

11 Januari 2020
HASIL LABORATORIUM
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hb 8,1 g/dL 12-16
Eritrosit 3,10 juta/mm3 3,8-5,8
Leukosit 11,07 ribu/mm3 4,0-11,0
Hematokrit 24,9 % 37-47
Index Eritrosit
MCV 80,4 fL 79-99

8
MCH 26,3 pg 27-32
MCHC 32,7 % 33-37
RDW-CV 13,4 % 11,5-14,5
Trombosit 4 ribu/mm3 150-450

16 Januari 2020
HASIL LABORATORIUM
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hb 10,9 g/dL 12-16
Eritrosit 3,93 juta/mm3 3,8-5,8
Leukosit 18,10 ribu/mm3 4,0-11,0
Hematokrit 33,4 % 37-47
Index Eritrosit
MCV 85,0 fL 79-99
MCH 27,7 pg 27-32
MCHC 32,5 % 33-37
RDW-CV 13,6 % 11,5-14,5
Trombosit 18 ribu/mm3 150-450

2.6 Diagnosis Banding

 Immunologic trombocytopenia purpura (ITP)

 Von Willebrand disease

2.7 Diagnosis Kerja

Immunologic trombocytopenia purpura (ITP)

2.8 Rencana Awal

- IVFD NaCl 0,9% 8 gtt/i

- Inj. Ranitidin ½ amp /12 jam

- Inj. Ondancetron ½ amp/12 jam

- Transfusi PRC 2x175 cc/12 jam

9
- Transfusi trombosit 3 kolf

2.9 Prognosis

- Quo Ad vitam: dubia ad bonam

- Quo Ad functionam: dubia ad bonam

- Quo Ad sanactionam: dubia ad bonam

FOLLOW UP

Tanggal Keluhan Diagnosis Terapi


05-01- S: pucat, lemas, keluar darah Anemia ec. - IVFD NaCl
2020 dari kemaluan. ITP 0,9% 8 gtt/i
- Inj. Ranitidin ½
O:
amp /12 jam
KU: sakit sedang - Inj.
Bb: 30 kg Ondancetron ½
RR: 20x/menit amp/12 jam
- Transfusi PRC
Nadi: 88x/i
2x175 cc
T ax: 36.7 oC - Transfusi
Status generalis: trombosit 3
Kepala: normocephali kolf
Mata:anem+/+, ikt-/-, konj
hiperemis -/-
Thorax : retraksi dinding
dada(-) , cor: BJ 1> BJ
2murmur (-), gallop(-).
Pulmo : vesikuler +/+, ronki
-/-, whezzing-/-
Abdomen: distensi(-) soepel
(+), nyeri tekan epigastric (+)
Extremitas :
Akral hangat, merah, kering
Sianosis (-), oedema (-)
P: Observasi KU

10
06-1-2020 S: pucat, lemas, keluar darah ITP - IVFD NaCl
dari kemaluan. 0,9% 10 gtt/i
- Inj. Ranitidin ½
O:
amp /12 jam
KU: sakit sedang Aff
RR: 20x/menit - Inj.
Nadi: 76x/i Ondancetron ½
amp/12 jam
T ax: 36,5 oC
Aff
P: obsernasi KU - Transfusi PRC
3x175 cc
- Transfusi
trombosit 3
unit

8-1-2020 S: pucat, lemas, keluar darah ITP - IVFD NaCl


dari kemaluan berkurang, 0,9% 10 gtt/i
keluar darah dari hidung
- Transfusi PRC
(+),keluar darah dari gusi (+)
2x175
O:
BB: 30 Kg - Transfusi
RR: 20x/menit trombosit 2
unit
Nadi: 80 x/menit kuat, - Asam folat 1x1
teratur.
T ax: 36,5 oC
P: Observasi KU

10-1-20 S: S: pucat, lemas, keluar ITP - Transfusi PRC


darah dari kemaluan 1x175 ml
berkurang, keluar darah dari - Transfusi
trombosit 2
hidung (+),keluar darah dari
unit
gusi (+) - Asam folat 1x1
O:
BB: 30 Kg
RR: 21x/menit
Nadi: 82 x/menit kuat,
teratur.
P: cek darah rutin ulang
13-1-2019 S: pucat, lemas, keluar darah Bisitopenia - IVFD NaCl
dari kemaluan berkurang, ec. dd/ 0,9% 8 gtt/I

11
gusi dan hidung berdarah 1.vonwillbor (macro)
O: n desease - Metil
prednisolon
BB: 30 Kg 2. ITP
2mg 6 tab ( 2-
RR: 18x/menit 2-2)
Nadi: 90 x/menit kuat, - Asam folat 1x1
teratur. - Transfusi PRC
1x125 cc
T ax: 36,0 oC
- Transfusi
P: cek darah rutin ulang trombosit 2
unit

16-1-2020 S: pucat, lemas berkurang, Bisitopenia - IVFD NaCl


keluar darah dari kemaluan ec. dd/ 0,9% 8 gtt/i
(-), gusi dan hidung berdarah 1.vonwillbor - Metil
prednisolon 2-
berkurang, bintik-bintik n desease
2-2
merah dileher dan tangan 2. ITP - Asam folat 1x1
O: - Transfusi PRC
BB: 30 Kg 1x125 cc
- Transfusi
RR: 21x/menit
trombosit 2
Nadi: 92 x/menit kuat, unit
teratur. - Meconazole
T ax: 36,9 oC zalf
P: cek darah rutin ulang

20-01- S: pucat, lemas berkurang, Bisitopenia - Metil


2020 keluar darah dari kemaluan ec. dd/ prednisolon 2-
(-), gusi dan hidung berdarah 1.vonwillbor 2-2
- Asam folat 1x1
berkurang (-) n desease
O: 2. ITP
BB: 30 Kg
RR: 22x/menit
Nadi: 94 x/menit kuat,
teratur.
T ax: 36,8oC
P: PBJ

12
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

I.Definisi

Purpura trombositopenia idiopatik ialah suatu keadaan perdarahan berupa petekie

atau ekimosis di kulit ataupun selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan

jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui. PTI pada anak yang tersering terjadi

antara umur 2-8 tahun, lebih sering pada wanita (7). Kelainan ini dahulu dianggap

merupakan suatu golongan penyakit dan disebut dengan berbagai nama misalnya morbus

makulosus Werlhofi, sindrom hemogenik, purpura trombositolitik. Disebut idiopatik ialah

untuk membedakan dengan kelainan hematologis lain seperti misalnya anemia, kelainan

leukosit. Pada ITP biasanya tidak disertai anemia atau kelainan lainnya kecuali bila banyak

darah yang hilang karena perdarahan (5).

ITP lebih sering dijumpai pada anak dan dewasa muda. Pada anak yang tersering

ialah di antara umur 2-8 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki

(perbandingan berkisar di antara 4:3 dan 2:1 serta akan menjadi lebih nyata setelah pubertas

(5).

II. Etiologi

Etilologi ITP belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan berbagai kemungkinan

di antaranya ialah hipersplenisme, infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela, dan

13
sebagainya), intoksikasi makanan atau obat (asetosal, PAS, fenilbutazon, diamox, kina,

sedormid) atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan faktor pematangan

(misalnya malnutrisi), DIC (misalnya pada DSS, leukimia, ARDS pada bayi) (5).

Hal ini diketahui dengan ditemukannya zat anti terhadap trombosit dalam darah

penderita. Pada neonates kadang-kadang ditemukan trombositopenia neonatal yang

disebabkan inkompatibilitas golongan darah trombosit antara ibu dan bayi (isoimunisasi).

Prinsip patogenesisnya sama dengan inkompatibilitas rhesus atau ABO (5).

Jenis antibodi trombosit yang sering ditemukan pada kasus yang mempunyai dasar

imunologis ialah anti P1E1 dan anti P1E2. Mencari kemungkinan penyebab ITP ini penting

untuk menentukan pengobatan, penilaian pengobatan dan prognosis (5).

Dalam Guidline 2011 dari American Society of Hematology disebutkan (4):

14
III. Klasifikasi

Secara klinik dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan durasi trombositopenia, yaitu

(1, 2):

- ITP akut

ITP akut jika tidak lebih dari enam bulan (2). ITP akut lebih sering terjadi pada

anak, setelah infeksi virus akut atau vaksinasi, sebagian besar sembuh spontan,

tetapi 5-10 % berkembang menjadi kronik (berlangsung lebih dari 6 bulan).

Diagnosis sebagian besar melalui ekslusi. Jika trombosit lebih dari 20 x 10 9/l tidak

diperlukan terapi khusus. Jika trombosit kurang dari 20 x 109/l dapat diberikan

steroid atau immunoglobulin intravena.

- ITP kronik

ITP kronik terutama dijumpai pada wanita umur 15-50 tahun. Perjalanan penyakit

bersifat kronik, hilang timbul berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Jarang

mengalami kesembuhan spontan.

IV. Distribusi

Lebih sering dijumpai pada anak dan dewasa muda. Pada anak yang tersering ialah

di antara umur 2-8 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki (perbandingan

berkisar di antara 4:3 dan 2:1 serta akan menjadi lebih nyata setelah pubertas) (5).

V. Patogenesis

15
Purpura trombositopenik autoimun masa kanak-kanak (ITP masa kanak-kanak)

merupakan kelainan yang lazim pada anak yang biasanya menyertai infeksi virus akut. ITP

pada masa kanak-kanak disebabkan oleh antibodi (IgG atau IgM) yang melekat pada

membran trombosit. Keadaan ini menyebabkan destruksi trombosit yang diselubungi

antibodi dalam limpa. Kadang-kadang, ITP dapat merupakan gejala yang muncul pada

penyakit autoimun seperti SLE. Sekitar 80% anak mengalami penyembuhan ITP secara

spontan dalam 6 bulan sesudah diagnosis. Anak kecil secara khas menunjukkan keadaan ini

dalam 1-4 minggu sesudah penyakit virus, dengan petekie, purpura, dan epistaksis yang

mulai mendadak. Trombositopenia biasanya berat. Adenopati atau hepatosplenomegali

yang bermakna tidak biasa terjadi, dan jumlah eritrosit serta leukosit tetap normal.

Diagnosis ITP biasanya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang. Namun, jika

terdapat temuan-temuan atipik, pemeriksaan sumsum tulang diindikasikan untuk

mengesampingkan kelainan infiltrat (misalnya, leukemia) atau proses aplastik (misalnya,

anemia aplastik). Pada ITP, pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan peningkatan

megakariosit dengan elemen eritroid serta mieloid normal (6).

Perdarahan serius, terutama perdarahan intracranial, terjadi pada kurang dari 1%

pasien dengan ITP. Tetapi jarang diindikasikan untuk hitung trombosit diatas 30.000/mm 3.

Tetapi tidak memengaruhi keluaran ITP jangka panjang, tetapi dimaksudkan untuk

meningkatkan jumlah trombosit secara cepat. Untuk perdarahan klinis atau trombositopenia

berat (hitung trombosit <20.000/mm3), pilihan terapeutik adalah prednisone 2-4 mg/kg/24

jam selama 2 minggu, IVIG 1 g/kg/24 jam selama 1-2 hari, atau anti-D IV (WinRho-SD)

50 µg/kg/dosis untuk individu Rh-positif. Semua pendekatan ini tampak bekerja dengan

16
mengurangi laju pembersihan trombosit yang tersensitisasi bukannya penurunan produksi

antibodi. Pilihan terapi yang optimal adalah kontroversial. Spelenektomi diindikasikan pada

ITP akut yang hanya untuk perdarahan yang mengancam jiwa (6).

Pada ITP jumlah trombosit menurun disebabkan oleh trombosit diikat oleh antibodi,

terutama IgG. Antibodi terutama ditujukan terhadap gpIIb-IIIa atau Ib. Trombosit yang

diselimuti antibodi kemudian difagositir oleh makrofag dalam RES terutama lien, akibatnya

akan terjadi trombositopenia. Keadaan ini menyebabkan kompensasi dalam bentuk

peningkatan megakariosit dalam sumsum tulang (1).

Anemia hemolitik mikroangiopati (microangiopathic hemolytic anemia [MAHA])

biasanya dikaitkan dengan trombositopenia, anemia sekunder akibat destruksi eritrosit

intravascular, dan pengosongan faktor pembekuan. Anak dengan MAHA biasanya cukup

parah. Pada anak dengan DIC, endapan benang-benang fibrin dalam pembuluh darah dan

aktivasi thrombin maupun plasmin menyebabkan kelainan hemostasis dalam cakupan-luas

disertai aktivasi dan pembersihan trombosit. Sindrom hemolitik-uremik terjadi akibat

pemajanan terhadap toksin yang merangsang terjadinya jejas endotel, pengendapan fibrin,

dan aktivasi serta pembersihan trombosit. Pada purpura trombositopenik trombotik,

konsumsi trombosit yang dipercepat atau diperberat oleh faktor plasma atau kekurangan

faktor penghambat muncul sebagai proses primer, dengan endapan fibrin sedang dan

destruksi eritrosit (6).

Telah lama diduga bahwa ITP diperantarai oleh autoantibodi, sejak trombositopenia

transien terjadi pada neonatus mempengaruhi wanita, kecurigaan ini dikonfirmasi8 dengan

perkembanagn dasar trombositopenia transien pada resipien sehat setelah transfer plasma

17
pasif, termasuk fraksi kaya-IgG, dari pasien dengan ITP. Trombosit dilingkupi dengan

autoantibodi Ig-G sepanjang reseptor Fc ¥ yang diekspresikan oleh jaringan makrofag,

umumnya paling banyak di hati dan lien. Sebagai kompensasi terjadi peningkatan jumlah

trombosit yang terjadi pad sebagian besar pasien. Produksi trombosit muncul sebagai hasil

destruksi intrameduller trombosit yang dilingkupi antibodi oleh makrofag atau inhibisi

megakariositpoesis. Jumlah trombopoetin tidak meningkat, gambaran dari megakariosit

normal (8).

Metode yang digunakan sebelumnya untuk menterapi ITP ditinjau dari berbagai

aspek berbeda pada siklus produksi antibodi dan sensitisasi trombosit, pemebersihan, dan

produksi. Skema patogenesis dan titik tangkap masing-masing terapi pada ITP dapat dilihat

pada skema berikut (8).

18
19
VI. Gejala

Dapat timbul mendadak, terutama pada anak, tetapi dapat pula hanya berupa

kebiruan atau epistaksis selama jangka waktu yang berbeda-beda. Tidak jarang terjadi

gejala timbul setelah suatu peradangan atau infeksi saluran nafas bagian atas akut (5).

Kelainan yang paling sering ditemukan ialah petekie dan kemudian ekimosis yang

dapat tersebar di seluruh tubuh. Keadaan ini kadang-kadang dapat dijumpai pada selaput

lender terutama hidung dan mulut sehingga dapat terjadi epistaksis dan perdarahan gusi dan

bahkan dapat timbul tanpa kelainan kulit (5).

Pada ITP akut dan berat dapat timbul pula pada selaput lender yang berisi darah

(bula hemoragik). Gejala lainnya ialah perdarahan traktus genitourinarius (menoragia,

hematuria); traktus digestivus (hematemesis, melena), pada mata (konjungtiva, retina) dan

yang terberat namun agak jarang terjadi ialah perdarahan pada SSP (perdarahan subdural

dan lain-lain). Pada pemeriksaan fisis umumnya tidak banyak dijumpai kelainan kecuali

adanya petekie dan ekimosis. Pada kira-kira seperlima kasus dapat dijumpai splenomegali

ringan (terutama pada hipersplenisme). Mungkin pula ditemukan demam ringan bila

terdapat perdarahan berat atau perdarahan traktus gastrointestinalis. Renjatan (shock) dapat

terjadi bila kehilangan darah banyak (5).

Pada ITP menahun, umumnya hanya ditemukan kebiruan atau perdarahan abnormal

lain dengan remisi spontan dan eksaserbasi. Remisi yang terjadi umumnya tidaklah

sempurna. Harus waspada terhadap kemungkinan ITP menahun sebagai gejala stadium

praleukemia (5).

20
VII. Diagnosa

Anamnesis

Manifestasi klinik klasik dari ITP adalah anak berusia 1 hingga 4 tahun yang

sebelumnya sehat akan tiba-tiba mengalami petechiae dan purpura diseluruh tubuhnya.

Orang tua sering menyatakan bahwa anak sehat kemarin dan sekarang sudah dipenuhi

dengan memar dan titik-titik kemerahan. Seringkali tampak adanya perdarahan dari

gusi dan membran mukosa, disertai dengan adanya trombositopenia yang parah (itung

jenis trombosit kurang dari 10.000/uL). Hal ini dialami oleh sepertiga dari penderita

ITP akut. Terdapat riwayat infeksi virus yang mendahului onset ITP 1 hingga 4 minggu

sebelum onset trombositopenia.6

Dari anamnesis, perlu untuk diketahui adanya gejala-gejala perdarahan dan

tingkat keparahan serta durasi perdarahan. Perlu diketahui pula gejala-gejala lain yang

dapat membantu mengeksklusi penyebab lain dari trombositopenia.

Gali lebih dalam mengenai faktor risiko untuk HIV dan gejala sistemik lain yang

dapat mengarahkan kita ke kelainan lain. Perlu juga diketahui obat-obat apa saja yang

sedang atau pernah dikonsumsi oleh pasien. Berikut disertakan tabel daftar obat yang

dapat menyebabkan trombositopenia.

21
Tabel 2. Obat yang Diketahui Menyebabkan Trombositopenia

Obat yang menurunkan produksi trombosit

 Agen kemoterapeutik

 Diuretik thiazide

 Alkohol

 Estrogen

 Kloramfenikol

 Radiasi pengionisasi
Obat yang menyebabkan peningkatan destruksi trombosit

 Sulfonamid

 Kuinidin dan kuinin

 Karbamazepin

 Asam valproat

 Heparin

 Digoxin
Obat yang menyebabkan perubahan fungsi trombosit

 Aspirin

 Dipyridamole
Chu YW, Korb J, Sakamoto KM. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura.

Pediatrics in Review. 2000. 21: 95.

Pada ITP sendiri dapat dijumpai gejala-gejala sebagai berikut:1

22
a. Gejala bersifat tiba-tiba

b. Purpura

c. Menorrhagia

d. Epistaksis

e. Perdarahan gusi

f. Riwayat imunisasi virus hidup belakangan ini

g. Riwayat penyakit virus belakangan ini

h. Kecenderungan untuk memar

Pemeriksaan Fisik12

Pada pemeriksaan fisik selain petechiae dan purpura tidak ditemukan kelainan.

Splenomegali sangat jarang ditemukan, begitu juga dengan limfadenopati atau kulit yang

pucat.13 Apabila ditemukan adanya splenomegali, disertai pucat dan hiperbilirubinemia

lebih dicurigai adanya anemia hemolitik.

Evaluasi tipe dan keparahan dari perdarahan dan coba eksklusi penyebab lain dari

perdarahan. Cari juga tanda-tanda penyakit hepar, trombosis, penyakit autoimun (nefritis,

vaskulitis atau artritis) dan infeksi terutama HIV.

Distribusi dari ekimosis dan tempat perdarahan dapat memberikan informasi

tambahan mengenai penyebab ekimosis. Pada kelainan hemostasis primer seperti ITP dan

kelainan trombosit lainnya dapat ditemukan ekimosis bersifat generalisata dan terjadi di

area yang tidak terpapar dengan trauma. Pada anak dengan ekimosis generalisata dan itung

trombosit yang normal perlu diteliti lebih lanjut apakah anak sehat dan mengalami memar

23
pada daerah yang tulangnya menonjol. Hal tersebut dapat menandakan adanya tindak

kekerasan terhadap anak.

Pemeriksaan fisik yang umum mencakup sebagai berikut:

a. Peteki yang tidak timbul ketika diraba

b. Bula pada membran mukosa

c. Purpura

d. Perdarahan gusi

e. Tanda-tanda perdarahan gastrointestinal

f. Menometorrhagia, menorrhagia

g. Perdarahan retina

h. Tanda-tanda perdarahan intrakranial, dengan defisit neurologis

i. Splenomegali yang tidak dapat diraba. Prevalensi dari limpa yang dapat diraba pada

penderita ITP sama dengan populasi yang tidak menderita ITP (sekitar12 % pada anak)

j. Perdarahan spontan ketika itung trombosit berada dibawah 20.000/uL

24
Gambar 4. Berbagai manifestasi perdarahan pada ITP

Sebuah sistem klasifikasi telah digunakan untuk membagi tingkat keparahan dari

perdarahan pada ITP dengan dasar tanda dan gejala namun tidak memasukkan itung jenis

trombosit:3

1. Tidak terdapat gejala

2. Gejala ringan : memar dan petechiae, epistaksis ringan yang sering, dan sedikit

gangguan terhadap fungsi hidup sehari-hari.

3. Gejala sedang : lesi kulit dan mukosa yang lebih parah disertai dengan epistaksis

yang lebih mengganggu dan menorrhagia

4. Gejala berat : terdapat episode perdarahan (menorrhagia, epistaksis, dan melena)

yang membutuhkan transfusi atau hospitalisasi, gejala sangat mengganggu kualitas

hidup sehari-hari.

25
Pemeriksaan laboratorium

Yang khas ialah trombositopenia. Jumlah trombosit dapat mencapai nol. Anemia

biasanya normositik dan sesuai dengan jumlah darah yang hilang. Bila telah berlangsung

lama maka dapat berjenis mikrositik hipokromik. Bila sebelumnya terdapat perdarahan

yang cukup hebat, dapat terjadi anemia mikrositik. Leukosit biasanya normal, tetapi bila

terdapat perdarahan hebat dapat terjadi leukositosis ringan dengan pergeseran ke kiri. Pada

keadaan yang lama dapat ditemukan limfositosis relatif atau bahkan leucopenia ringan (5).

Sumsum tulang biasanya memberikan gambaran yang normal, tetapi jumlah dapat

pula bertambah, banyak dijumpai megakariosit muda berinti metamegalialuariosit satu,

sitoplasma lebar dan granulasi sedikit (megakariosit yang mengandung trombosit) jarang

ditemukan, sehingga terdapat maturation arrest pada stadium megakariosit (5).

Sistem lain biasanya normal, kecuali bila terdapat perdarahan hebat maka akan

ditemukan hiperaktif sistem eritropoetik. Beberapa penyelidik beranggapan bahwa

ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak (lebih dari normal) merupakan petunjuk

bahwa prognosis penyakit baik (5).

Selain kelainan hematologis di atas, mekanisme pembekuan memberikan kelainan

berupa masa perdarahan memanjang. Rumpel-Leede umumnya positif, tetapi masa

pembekuan normal, retraksi bekuan abnormal dan prothrombin consumption time

memendek. Pemeriksaan lainnya normal (5).

26
VIII. Pengobatan

1. ITP akut (5)

a. Tanpa pengobatan, karena dapat sembuh secara spontan.

b. Pada keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteroid (prednisone) peroral

dengan atau tanpa transfusi darah.

Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan belum terlihat tanda kenaikan jumlah

trombosit, dapat dianjurkan pemberian kortikosteroid karena biasanya

perjalanan penyakit sudah menjurus kepada ITP menahun

c. Pada trombositopenia yang disebabkan oleh DIC, dapat diberikan heparin

intravena. Pada pemberian heparin ini sebaiknya selalu disiapkan antidotumnya

yakni protamin sulfat.

d. Bila keadaan sangat gawat (perdarahan otak) hendaknya diberikan transfuse

suspense trombosit.

2. ITP menahun (5)

a. Kortikosteroid, diberikan selama 6 bulan.

b. Obat imunosupresif (missal 6-merkaptopurin, azatioprin, siklofosfamid).

Pemberian obat golongan ini didasarkan atas adanya peranan proses imunologis

pada ITP menahun.

c. Splenektomi dianjurkan bila tidak diperoleh hasil dengan penambahan obat

imunosupresif selama 2-3 bulan. Kasus seperti ini dianggap telah resisten

terhadap prednison dan obat imunosupresif, sebagai akibat produksi

antiboditerhadap trombosit yang berlebihan oleh limpa. Splenektomi seharusnya

27
dikerjakan dalam waktu 1 tahun sejak permulaan timbulnya penyakit, karena

akan memberikan angka remisi sebesar 60-80%. Splenektomi yang dilakukan

terlambat hanya memberikan angka remisi sebesar 50% (2).

Indikasi splenektomi (5):

- Resisten setelah pemberoan kombinasi kortikosteroid dan obat

imunosupresif selama 2-3 bulan.

- Remisis spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian kortikosteroid

saja dengan gambaran klinis sedang sampai berat.

- Penderita yang menunjukkan respon terhadap kortikosteroid namun

memerlukan dosis yang tinggi untuk mempertahankan keadaan klinis yang

baik tanpa adanya perdarahan.

Kontra indikasi splenektomi (5)

Sebaiknya splenektomi dilakukan setelah anak berumur lebih dari 2

tahun, kerna sebelum umur 2 tahun fungsi limpa terhadap infeksi belum

dapat diambil alih oleh alat tubuh yang lain (hati, kelenjar getah bening,

timus). Hal ini hendaknya diperhatikan, terutama di negeri yang sedang

berkembang karena mortalitas dan morbiditas akibat infeksi masih tinggi.

28
Dosis

Prednison: 2-5 mg/kgBB/hari peroral. Hati-hati terhadap akibat samping karena

pemberian yang lama (tuberkulosis, penambahan kalium dan pengurangan natrium dalam

diet, pemberian ACTH pada waktu tertentu) (5).

- Merkaptopurin: 2,5-5 mg/kgBB/hari peroral

- Azatioprin (imuran): 2-4 mg/kgBB/hari peroral

- Siklofosfamid (Endoxan): 2 mg/kgBB/hari peroral

- Heparin: 1 mg/kgBB intravena, dilanjutkan dengan dosis 1 mg/kgBB perinfus setiap

4 jam sampai tercapai masa pembekuan lebih dari 30 menit (1 mg ekuivalen dengan

100 U).

- Protamin sulfat: dosis sama banyaknya dengan jumlah mg heparin yang telah

diberikan. Pemberiannya secara intravena.

- Transfusi darah: umumnya 10-15ml/kgBB/hari. Dapat diberikan lebih banyak pada

perdarahan yang massif.

29
Di bawah ini disajikan tabel ringkasan rekomendasi berdasarkan American Society

of Hematology 2011 (4):

Berikut ini respon pengobatan pada pasien ITP (4):

30
IX. Prognosis

Pada ITP akut bergantung kepada penyakit primernya. Bila penyakit primernya

ringan, 90% akan sembuh secara spontan. Prognosis ITP menahun kurang baik, terutama

bila merupakan stadium praleukemia karena akan berakibat fatal. Pada ITP menahun yang

bukan merupakan stadium praleukemia, bila dilakukan splenektomi pada waktunya akan

didapatkan angka remisi sekitar 90% (5).

31
BAB 4

PEMBAHASAN

Diagnosis ITP akut didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan

penunjang. Pada kasus ini diagnosa ITP akut, ditegakkan berdasarkan:

1. Anamnesis

Onsetnya akut, Hal ini sesuai dengan anamnesis (9). Kelainan yang paling sering

ditemukan ialah petekie yang terdapat di leher dan tangan. Keadaan ini kadang-kadang

dapat dijumpai pada selaput lender terutama hidung dan mulut sehingga dapat terjadi

epistaksis dan perdarahan gusi.

Dari hasil anamnesis pada kasus ini, ditemukan gejala yang mendukung diagnosis

ITP akut, yaitu:

 Terdapat petekie di leher dan disertai manifestasi perdarahan lain.

2. Pemeriksaan Fisik

Pada ITP akut dan berat dapat timbul pula pada selaput lender yang berisi darah

(bula hemoragik). Gejala lainnya ialah perdarahan traktus genitourinarius (menoragia,

hematuria); traktus digestivus (hematemesis, melena), pada mata (konjungtiva, retina) dan

yang terberat namun agak jarang terjadi ialah perdarahan pada SSP (perdarahan subdural

dan lain-lain). Pada pemeriksaan fisis umumnya tidak banyak dijumpai kelainan kecuali

adanya petekie dan ekimosis. Pada kira-kira seperlima kasus dapat dijumpai splenomegali

32
ringan (terutama pada hipersplenisme). Akan tetapi, pada kasus ini tidak ditemukan

splenomegali. Mungkin pula ditemukan demam ringan bila terdapat perdarahan berat atau

perdarahan traktus gastrointestinalis. Renjatan (shock) dapat terjadi bila kehilangan darah

banyak (5).

Secara klinis ITP dapat dibagi dalam 3 tingkat (9)

 Ringan : hanya petekia.

 Sedang : ekimosis, epistaksis dan gross hematuria.

 Berat : purpura berat, atau perdarahan retina.

Pada pasien ini tergolong ITP ringan.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pada ITP dapat dijumpai kelainan laboratorium berupa :

- Darah tepi : trombosit paling sering antara 10.000/50.000/mm3 (1)

- Sumsum tulang: jumlah megakariosit meningkat disertai inti banyak

(multinuclearity) disertai lobulasi (1)

- Imunologi: adanya antiplatelet Ig G pada permukaan trombosit atau dalam

serum. Yang lebih spesifik adalah antibodi terhadap gpHb/IIIa atau gpIb (1)

- anemia normositik, bila lama dapat berjenis mikrositik hipokromik (7).

Pemeriksaan laboratorium yang khas pada ITP ialah trombositopenia. Jumlah

trombosit dapat mencapai nol. Anemia biasanya normositik dan sesuai dengan jumlah

darah yang hilang. Bila telah berlangsung lama maka dapat berjenis mikrositik hipokromik.

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia (19.000

33
ribu/ul) yang mendukung diagnosis. Hasil laboratorium juga menunjukkan anemia

normositik normokromik sesuai teori. Pemeriksaan punksi sumsum tulang merupakan

pemeriksaan yang penting untuk membedakan dengan penyebab trombositopenia lain,

seperti Anemia Aplastik, Leukemia Limfatik Akut, dan Purpura Trombositopenik

Trombotik (6). Oleh karena itu, pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan BMP. Akan

tetapi, jawaban konsulen dari spesialis patologi klinik menyatakan pasien belum ada

indikasi BMP dan mengingat risiko infeksi cukup besar.

Diagnosis banding disingkirkan berdasarkan anamnesa. Dari anamnesa pasien tidak

ada demam dan gejala prodromal lain yang menyingkirkan DBD yang berdasarkan kriteria

WHO 1997 harus memenuhi kriteria dibawah ini (10):

- Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

- Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif,

petekie, ekimosis, atau purpura, perdarahan mukosa (tersering epistaksis

atauperdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain, hematemesis atau

melena.

- Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ml)

- Terdapat minimal satu tanda-tansa plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai

berikut: peningkatan hematokrit > 20 % dibandingkan standar sesuai dengan

umur dan jenis kelamin, penurunanhematokrit > 20 % setelah mendapat terapi

cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya, tanda kebocoran

plasma seperti : efusi pleura, ascites, hipoproteinemia, atau hiponatremia.

34
Pada kasus, kriteria WHO hanya terpenuhi dua yaitu manifestasi perdarahan

berupa petekie dan trombositopenia.

Untuk diagnosis varicella disingkirkan dengan tidak adanya gejala prodromal 1 hari

sebelum ruam muncul dan sebaran lesi yang tidak menyebar secara sentrifugal dari muka,

kulit kepala, menyebar ke badan dan ekstremitas. Pada pasien ini ruam tersebar dimulai

dari tangan .

Untuk diagnosis morbili disingkirkan karena tidak ada manifestasi prodromal

selama tiga hari pertama berupa batuk, pilek, dan konjungtivitis. Pada morbili, ruam

dimulai dari kepala, (sering di atas garis rambut), dan menyebar ke seluruh bagian tubuh

dalam 24 jam secara menurun, pada pasien ini muncul petekie pertama kali di tangan (10).

Pemeriksaan punksi sumsum tulang merupakan pemeriksaan yang penting untuk

membedakan dengan penyebab trombositopenia lain, seperti Anemia Aplastik, Leukemia

Limfatik Akut, dan Purpura Trombositopenik Trombotik (11). Oleh karena itu, pada pasien

ini direncanakan untuk dilakukan BMP.

35
BAB 5
KESIMPULAN

Idopathic thrombocytopenic purpura (ITP) adalah kelainan autoimun yang ditandai

dengan trombositopenia yang menetap yang disebabkan karena ikatan antara antibodi

dengan antigen trombosit yang akan menyebabkan destruksi yang prematur oleh sistem

retikuloendotelial, khususnya limpa. Defisiensi trombosit akan mengakibatkan timbulnya

ptekie, purpura, dan perdarahan mukokutan maupun perdarahan lain.

Kelainan utama pada penyakit ini adalah kenaikan destruksi trombosit. ITP timbul

sebagai akibat pembentukkan antibodi IgG terhadap trombosit; target yang paling sering

adalah GPIIb/IIIa dan GPIb/IX. Bagian Fab dari antibodi terikat dengan antigen trombosit;

interaksi bagian Fc dari antibodi yang terikat dengan reseptor Fc pada makrofag

retikuloendotelial akan menghilangkan fagosit trombosit.

Diagnosis ITP didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mencari

tanda-tanda perdarahan yang biasanya timbul mendadak dan baru saja menderita infeksi

virus. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap. Aspirasi sumsum

tulang harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada pasien dengan trombositopenia

persisten dan tidak berespon terhadap imunoglobulin intravena (IVIG).

Proses kesembuhan akan terjadi secara spontan pada anak dengan ITP, namun

mungkin dipercepat dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi atau IVIG, respon

tersebut sering hanya bersifat sementara dan tisak memberi perlindungan terhadap

komplikasi perdarahan hebat yang dapat mengancam jiwa. Juga tidak didapatkan data yang

36
menunjukkan bahwa pengobatan tersebut menurunkan kemungkinan menjadi ITP kronis.

Pemberian steroid jangka panjang sebaiknya dihindari karena resiko efek samping yang

mungkin lebih membahayakan dari penyakitnya sendiri. Splenektomi jarang dilakukan

pada anak dengan ITP dan hanya dianjurkan pada perdarahan hebat yang tidak memberikan

respon terhadap pengobatan, dan dilakukan setelah menjadi ITP kronis (>6 bulan). Angka

kegagalan splenektomi berkisar 25-30% dan mungkin lebih besar (>60%) dengan

pengamatan jangka panjang. Splenektomi, meskipun jarang berhubungan dengan

peningkatan resiko terjadinya sepsis walaupun telah diberikan vaksinasi pnemokokus dan

profilaksis penisilin.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC, 2006.

2. Tepie MAF, Roux GL, Beach KJ, Bennett D, Robinson NJ. Comorbidities of
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura: A Population-Based Study 2008;2009:1-12.

3. Neunert C, Lim W, Crowther M, Cohen A, Solberg L, Crowther MA. The


American Society of Hematology 2011 evidence-based practice guideline for
immune thrombocytopenia. Blood 2011 117: 4190-4207

4. BJH. Guidelines for the investigation and management of idiopathic


thrombocytopenic purpura in adults, children and in pregnancy. British Journal of
Haematology, 120: 574–596.

5. Tim Penyusun FK UI. Ilmu Kesehatan Anak Buku Kuliah 1. Jakarta : Bagian Ilmu
Kesehatan Anak, 2007.

6. Behrman RE, Kliegman RM.Esensi Pediatri Edisi 4.Jakarta:EGC, 2010.

7. Tim Penulis. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius, 2000.

8. Cines DB, Blanchette VS. Immune thrombocytopenia purpura. N Engl J Med 2002;
346(13):995-1008

9. Siregar CD. Penggunaan Imunoglobulin Dosis Tinggi pada Purpura


Trombositopenik Idiopatik Khronik Anak. Cermin Dunia Kedokt. 1993; 86: 27–9.

10. Kementrian Kesehatan RI. Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Jakarta :


Depkes, 2010.

11. Meadow R, Newell S. Lecture Notes Pediatrica. Jakarta: Erlangga, 2005.

38
12. Silverman MA. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Medscape.
13. Emedicine.2008. Immune Thrombocytopenic Purpura. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/779545-overview tanggal 31 Juli 2016 pukul
09.34 wib

39

Anda mungkin juga menyukai