04 Velly Rhis Faulina 24010117140011 Tugas Individu
04 Velly Rhis Faulina 24010117140011 Tugas Individu
Disusun Oleh :
Velly Rhis Faulina 24010117140011
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
1
DAFTAR ISI
i
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Gagal ginjal kronik terjadi perlahan-lahan, bisa dalam hitungan bulan bahkan
tahun, dan sifatnya tidak dapat disembuhkan.Memburuknya fungsi ginjal bisa
dihambat apabila pasien melakukan pengobatan secara teratur.Selama ini dikenal
dua metode dalam penanganan gagal ginjal.Pertama transplantasi ginjal dan kedua
dialisis atau cuci darah. Sedangkan hemodialisa adalah suatu bentuk terapi
pengganti pada pasien dengan kegagalan fungsi ginjal, baik yang bersifat akut
maupun kronik.Pasien yang menderita gagal ginjal juga dapat dibantu dengan
bantuan mesin hemodialisis yang mengambil alih fungsi ginjal.Pasien gagal ginjal
yang menjalani terapi hemodialisa, membutuhkan waktu 12-15 jam untuk dialisa
setiap minggunya, atau paling sedikit 3-4 jam per kali terapi. Kegiatan ini akan
berlangsung terus-menerus sepanjang hidupnya (Bare & Smeltzer, 2002).
Prosedur hemodialisa sangat bermanfaat bagi pasien penyakit gagal ginjal
tahap akhir, namun bukan berarti tidak beresiko dan tidak mempunyai efek
samping.Berbagai permasalahan dan komplikasi dapat terjadi pada pasien yang
menjalani hemodialisa.Komplikasi hemodialisa dapat menimbulkan perasaan
ketidaknyamanan, meningkatkan stress dan mempengaruhi kualitas hidup pasien.
Tindakan hemodialisa secara signifikan berdampak atau mempengaruhi kualitas
hidup dari pasien diantaranya kesehatan fisik, psikologis, spiritual, status sosial
ekonomi dan dinamikan keluarga (Charuwanno, 2005).
1.2 Permasalahan
1.3.1 Tujuan
Ditinjau dari rumusan masalah, maka tujuan dari laporan ini adalah
untuk mengetahui apa saja efek samping serta komplikasi yang mungkin
terjadi pada tindakan cuci darah pada pasiern gagal ginjal kronik.
1.3.2 Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan mahasiwa mengenai informasi terkait
penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK) serta informasi efek samping
2
yang mungkin dapat diakibatkan dari tindakan cuci darah pada pasien
Gagal Ginjal Kronik.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam
hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan
zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urin.
Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah yang semakin buruk
dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana fungsinya. Dalam
dunia kedokteran dikenal 2 macam jenis gagal ginjal yaitu gagal ginjal akut dan
gagal ginjal kronis (Wilson, 2005). Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality
Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation (NKF) pada tahun 2009,
mendefenisikan gagal ginjal kronis sebagai suatu kerusakan ginjal dimana nilai dari
GFR nya kurang dari 60 mL/min/1.73 m2 selama tiga bulan atau lebih. Dimana yang
mendasari etiologi yaitu kerusakan massa ginjal dengan sklerosa yang irreversibel
dan hilangnya nephrons ke arah suatu kemunduran nilai dari GFR.
Sebenarnya ada dua pilihan untuk meminimalisisr penyakit gagal ginjal, yang
pertama dengan transplantasi ginjal dan yang kedua menggunakan metode dialysis
atau cuci darah. Transplantasi ginjal adalah suatu proses memindahkan atau
mencangkokkan ginjal dari orang lain ke tubuh pasien yang mengalami kerusakan
pada ginjalnya. Namun perlu diperhatikan, bahwa tidak setiap orang dapat cocok
untuk melakukan pencangkokan ginjal.
Tetapi kelemahan dari terapi transplantasi ginjal ini adalah biayanya yang
mahal, sulitnya mendapatkan donor yang cocok dengan pasien dan setelah terapi
transplantasi ginjal, pasien harus meminum obat-obat anti-rejeksi yang harganya
juga mahal dan juga terkait dengan banyak efek samping. Maka kebanyakan
penderita gagal ginjal di Indonesia lebih memilih dialisis atau cuci darah.
4
Cuci darah atau dialisis merupakan suatu proses yang dilakukan untuk
mengganti tugas ginjal yang sehat. Seperti yang telah kita ketahui, ginjal berperan
vital bagi tubuh yaitu berfungsi untuk menyaring dan membuang sisa-sisa
metabolisme dan kelebihan cairan, menyeimbangkan unsur kimiawi dalam tubuh
serta menjaga tekanan darah. Prosedur ini ditempuh saat kerusakan ginjal telah
mencapai 85-90 persen.
Terdapat dua macam cuci darah yakni hemodialisis dan dialisis peritoneal.
Prinsipnya, pada proses dialisis, darah akan dialirkan ke luar tubuh dan disaring.
Kemudian darah yang telah disaring dialirkan kembali ke dalam tubuh. Pada
hemodialisis, proses penyaringan dilakukan oleh suatu mesin dialisis yang disebut
dengan membran dialisis. Jenis dialisis ini yang banyak dilakukan di Indonesia.
Sedangkan pada dialisis peritoneal, jaringan tubuh pasien sendiri bagian abdomen
(perut) yang digunakan sebagai penyaring. Biasanya dialisis dilakukan 2-3 kali
seminggu selama masing-masing 4-5 jam tiap kali proses.
Cuci darah harus dilakukan secara teratur untuk menghindari efek yang tidak
diinginkan akibat penumpukan sisa metabolime maupun cairan dalam tubuh.
Karena hanya bersifat menggantikan fungsi ginjal, bukan menyembuhkannya,
Tindakan dialisis harus dilakukan selama seumur hidup, kecuali pasien melakukan
transplantasi ginjal. Pasien juga perlu mengatur pola makan dan minumnya untuk
keberhasilan terapi dialisis. Dengan berpikir positif dan menjalankan terapi dengan
sungguh-sungguh serta mengikuti segala petunjuk dokter, bukan tidak mungkin
pasien gagal ginjal tetap dapat menjalani hidup secara normal.
Dialysis menimbulkan efek bagi pasien, baik secara fisik maupun psikologis.
Secara fisik, pasien dialisis ini akan mengalami penghitaman pada jaringan kulit
mereka, penurunan berat badan secara drastis , nafsu makan yang tidak menentu,
dan rasa seperti mual-mual, pusing sehabis mereka menjalankan cuci darah, bersin,
mengi, sesak napas, nyeri punggung, dan nyeri dada
(OkeTips/kesehatan.com.2012).
Sedangkan secara psikologis, pasien akan mengalami berbagai perasaan dan
reaksi stres, termasuk frustasi, kemarahan, penyangkalan, rasa malu, berduka
ketidakpastian, menarik diri dari lingkungan (Brunner & Suddar 2002 dalam Irfan).
Dengan kondisi fisik dan psikologis seperti ini, diperlukan sikap optimis untuk tetap
bertahan hidup yang tinggi agar dapat terus melanjutkan kehidupannya. Klien GGK
5
yang mengalami kelemahan fisik tidak mampu mengunjungi fasilitas kesehatan
sendiri, sehingga diperlukan bantuan orang lain. Jarang sekali klien datang sendiri
ke tempat pelayanan kesehatan tanpa pendamping atau dukungan dari keluarga
dalam melakukan terapi. Klien dan keluarga memerlukan bantuan, penjelasan dan
dukungan selama masa hemodialisa (Smeltzer, 2008; dalam Wahyunungsih, 2011).
Hal tersebut menyebabkan klien mengalami ketergantungan yang terus-menerus
sampai keluarga tersebut mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari klien.
6
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam
hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat
kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urin.
Terdapat dua pilihan untuk meminimalisisr penyakit gagal ginjal, yang pertama
dengan transplantasi ginjal dan yang kedua menggunakan metode dialysis atau cuci
darah.
Cuci darah atau dialisis merupakan suatu proses yang dilakukan untuk mengganti
tugas ginjal yang sehat. Seperti yang telah kita ketahui, ginjal berperan vital bagi tubuh
yaitu berfungsi untuk menyaring dan membuang sisa-sisa metabolisme dan kelebihan
cairan, menyeimbangkan unsur kimiawi dalam tubuh serta menjaga tekanan darah.
Prosedur ini ditempuh saat kerusakan ginjal telah mencapai 85-90 persen.
Cuci darah menimbulkan efek samping baik secara fisik maupun psikologis.
Secara fisik, pasien dialisis ini akan mengalami penghitaman pada jaringan kulit
mereka, penurunan berat badan secara drastis , nafsu makan yang tidak menentu, dan
rasa seperti mual-mual, pusing sehabis mereka menjalankan cuci darah, bersin, mengi,
sesak napas, nyeri punggung, dan nyeri dada
Sedangkan secara psikologis, pasien akan mengalami berbagai perasaan dan reaksi
stres, termasuk frustasi, kemarahan, penyangkalan, rasa malu, berduka ketidakpastian,
menarik diri dari lingkungan.
Selain menimbulkan efek samping bagi pasien, tindakan cuci darah juga
menimbulkan efek samping bagi anggota keluarga maupun kerabat pasien yang
bertanggung jawab untuk merawat dan mendampingi pasien selama sakit, yaitu
emosional, sosial, fisik, dan keuangan.
7
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : Medica
Aesculpalus.
Brenner BM dan Lazarus JM. (2000). Gagal Ginjal Kronik dalam Buku Ilmu Penyakit
Dalam Harrison. Volume 3. Edisi 13. EGC. Jakarta.
Charuwanno, R (2005). Meaning of quality of life Among That ESRD patient on
maintenance hemodialysis. Washington. D.C: The Catholic University of
Amerika.
Cuci darah Gagal Ginjal Kronik. (2010). Diakses 23 September 2011 dari
OkeTips/kesehatan.com.
Efek samping penderita GGK. (2010). Diakses pada tanggal 04 Maret 2011 dari
http://www.nephrologychannel.com.
Kumar, Udaya. TR., Amalraj, A., Soundarajan., & Abraham, G. (2003). Level of stress
and coping abilities in patients on chronic hemodialysis and peritoneal dialysis.
Indian J Nephrol 13: 89-91
Mengenal Cuci darah. (2012). Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013 dari
http://www.lkc. or.id/2012/06/11/mengenal-cuci-darah-hemodialisa/
Muhammad, As‟adi. (2012). Serba-Serbi Gagal Ginjal. Yogyakarta: Diva Press.
Nugraha, N.J. (2011). Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Anggota Keluarga yang
Menjalani Terapi Hemodialisa di Kota Bandung. Thesis. Program Studi
Magister Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia.
Price SA,Wilson LM. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Edisi 6, Penerbit EGC. Jakarta. hal: 804.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. EGC : Jakarta.
Smeltzer, S. & Bare. (2008). Brunner & Suddarth’s Textbook of Megical Surgical
Nursing. Philadelpia : Lippincort.
Smeltzer. Suzanne C. dan Brenda G. Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8. EGC. Jakarta.
8
9