Anda di halaman 1dari 22

HUKUM WARIS DI LIBYA

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu
Mata Kuliah: Hukum Keluarga di Dunia Islam
Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Suparman Usman, S.H.

Oleh:
DEDI SETIAWAN
NIM. 192620010

PROGRAM PASCASARJANA
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
TAHUN 2020 M / 1442 H
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa,

karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat memenuhi tugas

menyusun karya tulis sederhana ini dengan baik dan benar, serta tepat pada

waktunya. Dalam tugas makalah ini kami membahas tentang “Hukum Waris Libya”.

Tidak lupa pula kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua

pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak

kekurangan, untuk itu kritik dan saran serta dukungan kami butuhkan demi

kesempurnaan tugas makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan

manfaat bagi kita semua.

Serang, 9 Nopember 2020


Penyusun

Dedi Setiawan

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan Makalah ........................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Negara Libya ............................................................................................ 3
B. Hukum Waris ........................................................................................... 6
1. Pengertian Hukum Waris ................................................................... 6
2. Unsur-Unsur Pewarisan ...................................................................... 8
C. Penerapan Hukum Waris di Libya ........................................................... 13
1. Wasiat Wajibah .................................................................................. 13
2. Radd dalam kewarisan Libya ............................................................. 14

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................................... 16
B. Saran ......................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum Perdata secara

keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum keluarga. Hukum waris

sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap

manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

Akibat hukum yang selanjutnya timbul, dengan terjadinya peristiwa hukum

kematian seseorang, di antaranya ialah masalah bagaimana pengurusan dan

kelanjutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia

tersebut. Penyelesaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat

meninggalnya seseorang, diatur oleh hukum waris.

Segala aspek dalam ajaran Islam yang menyangkut kehidupan manusia secara

umum terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, aspek yang menyangkut

hubungan lahir manusia dengan Allah SWT, yang dalam Bahasa agama sering

disebut dengan al-ibadat. Aspek ini bertujuan untuk menjaga hubungan harmonis

antara manusia dengan sang pencipta, Allah SWT. Kedua, aspek yang berkaitan

dengan hubungan manusia dengan manusia (hablun min annas), atau dalam

Bahasa agamanya sering disebut dengan al-muamalat. Aspek ini bertujuan untuk

menjaga hubungan antara manusia dengan manusia lainnya dengan cara yang
2

tertib dan dapat menghindarkan mereka dari kehinaan, kemiskinan serta ancaman

Allah SWT.

Agama Islam merupakan agama resmi dan paling dominan di negara Libya.

Selain agama Islam terdapat juga agama Kristen, namun agama ini hanya

minoritas. Sebagai negara yang penduduknya mayoritas muslim, Libya adalah

negara yang paling radikal dalam melakukan pembaruan hukum keluarga Islam.

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk membahas mengenai

pemsalahan waris di Libya, dengan judul makalah “Hukum Waris di Libya”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang sebelumnya, maka perumusan masalah yang akan

dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan hukum Waris?

2. Bagaimana undang-undang hukum waris yang berlaku di Libya?

C. Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah dalam makalah ini, maka tujuan pembahasan

dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui arti tentang hukum waris.

2. Untuk mengetahui penerapan hukum waris yang berlaku di Libya.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Negara Libya

Sejarah nama "Libya" berasal dari bahasa Mesir "Lebu", sebutan bagi orang-

orang Berber yang tinggal di sebelah barat Sungai Nil, dan diadopsi oleh bahasa

Yunani sebagai "Libya". Pada zaman Yunani kuno, istilah ini memiliki arti yang

lebih luas, yang mencakup seluruh Afrika Utara di sebelah barat Mesir, dan

kadang ditujukan untuk seluruh benua Afrika. Semula, Libya adalah sebuah

kerajaan yang didirikan pada 24 Desember 1951. Raja Idris I bertindak sebagai

pemimpin pemerintahan. Italia merebut Libya dari Kekaisaran Ottoman (Turki)

dan menjadikannya wilayah jajahan. Sebuah negara yang terletak di Afrika Utara

dan berbatasan dengan Laut Tengah ini mendapat kemerdekaan setelah Italia

menyerah kepada Sekutu dalam Perang Dunia II.1

Libya merupakan negara yang cukup luas namun berpopulasi sedikit. Populasi

Libya terkonsentrasi di sepanjang pesisir utara. Sekitar 88% populasi berada

perkotaan terutama di tiga kota terbesar yakni Tripoli, Benghazi dan Misrata.

Libya memiliki populasi sebanyak 6,7 juta jiwa. Mayoritas populasi Libya saat ini

diidentifikasi sebagai orang Arab yang berbahasa dan berbudaya Arab. Menurut

penelitian DNA, 90% populasi Arab Libya itu sebenarnya terdiri dari Berber

1
Muhammad Taufik, Ensiklopedi Sejarah Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2020), h. 817.
4

Arab. Sementara Berber Libya, mereka yang mempertahankan bahasa dan budaya

Berber. Ada sekitar 140 suku dan klan di Libya.

Penduduk asli Libya sebagian besar berasal dari berbagai kelompok etnis

Berber. Etnis Turki sering disebut “Kouloughlis”. Selain itu, ada beberapa etnis

minoritas Libya, seperti Berber Tuareg murni dan Tebou. Saat ini, sebagian besar

penduduk Libya adalah Muslim keturunan Arab campuran. Banyak juga yang

menganggap nenek moyang mereka adalah suku Banu Sulaym, di samping etnis

Turki dan Berber murni. Bahasa resmi Libya adalah bahasa Arab. Berbagai

bahasa Berber juga digunakan termasuk bahasa Tamasheq, Ghadamis, Nafusi,

Suknah, dan Awjilah. Selain itu, bahasa Italia dan Inggris dipahami secara luas di

kota-kota besar. Dewan Tinggi Amazigh Libya telah mendeklarasikan bahasa

Amazigh (Berber atau Tamazight) sebagai bahasa resmi di kota dan distrik yang

dihuni oleh etnis Berber.2

Sekitar 97% populasi Libya beragama Islam terutama Sunni. Sejumlah kecil

Ahmadiyah dan Ibadi juga tinggal di Libya. Sejak jatuhnya Gaddafi, aliran Islam

ultra-konservatif berkembang di negara itu. Derna di Libya timur, secara historis

adalah sarang bagi para pemikir jihadis yang berada di bawah kendali militan

yang selaras dengan ISIS pada tahun 2014. Elemen-elemen jihadis lain juga ada

di Sirte dan Benghazi sebagai akibat dari Perang Sipil Libya Kedua. Kristen

2
Indriana Kartini, Agama dan Demokrasi: Munculnya Kekuatan Politik Islam di Tunisia,
Mesir dan Libya, (Bandung: Dunia Pustaka Jaya, 2016), h. 56.
5

Ortodoks Koptik yang merupakan Gereja Kristen Mesir adalah denominasi

Kristen terbesar dan paling bersejarah di Libya.

Sebanyak lima zona iklim yang berbeda telah dikenali di Libya, tetapi iklim

yang dominan adalah iklim Mediterania musim panas yang panas dan iklim gurun

yang pana. Di sebagian besar dataran rendah pesisir, beriklim Mediterania,

dengan musim panas yang terik atau sangat terik dan musim dingin yang sangat

sejuk. Curah hujan sedikit. Cuaca di dataran tinggi lebih sejuk, dan embun beku

terjadi pada ketinggian maksimum. Di pedalaman gurun, meskipun datarannya

relatif tinggi, iklimnya memiliki musim panas yang sangat panas dan suhu siang

hari yang tinggi karena langit yang tidak berawan dan atmosfer yang sangat

kering. Suhu resmi tertinggi yang pernah tercatat adalah pada 13 September 1922

di 'Aziziya, Libya, tetapi pembacaan tersebut dipertanyakan.3

Kurang dari 2% wilayah nasional menerima curah hujan yang cukup untuk

pertanian menetap, curah hujan terberat terjadi di zona Jabal al Akhdar Cyrenaica,

di mana curah hujan tahunan tercatat 400 hingga 600 mm (15,7 hingga 23,6 in).

Semua wilayah lain di negara menerima kurang dari 400 mm (15,7 in), dan di

Gurun Sahara 50 mm (1,97 in) atau kurang terjadi. Curah hujan sering kali tidak

menentu, dan kekeringan yang parah dapat berlangsung selama dua musim.

Misalnya, banjir besar pada tahun 1945 menyebabkan Tripoli terendam air selama

3
Muhammad Taufik, Ensiklopedi Sejarah Islam, ....., h. 818.
6

beberapa hari, tetapi dua tahun kemudian kekeringan parah yang belum pernah

terjadi sebelumnya menyebabkan hilangnya ribuan ekor ternak.4

Libya berada di urutan keempat di antara negara-negara Afrika dan ketujuh

belas di antara negara-negara di dunia. Letaknya di Mediterania antara Mesir dan

Libya, dengan Niger dan Cad di selatan dan Sudan di tenggara. Meskipun

penemuan minyak pada tahun 1960-an telah mendatangkan kekayaan yang luar

biasa, pada saat kemerdekaannya itu adalah negara gurun yang sangat miskin

yang satu-satunya aset fisik penting tampaknya adalah lokasinya yang strategis di

titik tengah tepi utara Afrika. Lokasi Libya. Libya mudah dijangkau dari negara-

negara besar Eropa dan menghubungkan negara-negara Arab di Afrika Utara

dengan negara-negara Timur Tengah , fakta bahwa sepanjang sejarah telah

membuat pusat-pusat kota menjadi persimpangan jalan yang ramai daripada

daerah terpencil yang terisolasi tanpa pengaruh sosial eksternal. Akibatnya, jurang

sosial yang sangat besar berkembang antara kota-kota, kosmopolitan dan sebagian

besar dihuni oleh orang asing, dan pedalaman gurun, di mana kepala suku

memerintah dalam isolasi dan di mana perubahan sosial minimal.

B. Hukum Waris

1. Pengertian Hukum Waris

Pengertian waris secara bahasa dalam Kamus Bahasa Indoneisa adalah,

orang yang berhak menerima pusaka (harta peninggalan) dari orang yang

4
Muhammad Taufik, Ensiklopedi Sejarah Islam, ....., h. 819.
7

telah meninggal.5 Secara istilah, waris adalah perpindahan seluruh kekayaan,

serta hak dan kewajiban bendera segala tuntutan hukum dari generasi lama ke

generasi baru (ahli waris).6

Mengenai pengertian hukum ini, terdapat berbagai definisi yang diberikan

oleh para pakar ahli hukum dan peraturan perundang-undangan, di antaranya

sebagai berikut:

Hukum waris menurut Ter Haar Bzn, hukum waris adalah aturan-aturan

hukum yang mengenai cara bagaimana dari abad ke abad penerusan dan

peralihan dari harta kekayan yang berwujud dan tidak berwujud dari turunan

ke turunan. Sementara menurut Subekti, hukum warisan itu mengatur akibat-

akibat hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.7

Hukum waris menurut Soepomo adalah menjelaskan memuat peraturan

yang mengatur proses penerusan sert perlihan barang berwujud dan barang

tidak berwujud dari suatu angkatan manusia kepada keturunannya. Sementara

itu Wirjono dan Prodjodikoro menjelaskan bahwa hukum waris merupakan

persoalan bermacam hak dan kewajiban tentang harta kekayaan seseorang saat

ia meninggal dunia beralih kepada orang yang masih hidup.8

5
Departemen Pendidikan, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa Indonesia, 2008),
h. 1617.
6
Istijab, Hukum Waris: (Berdasar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Hukum Adat),
(Pasuruan: Qiara Media, 2020), h. 5.
7
Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2015), h. 211.
8
F. Satrio Wicaksono, Hukum Waris: Cara Mudah dan Tepat Membagi Harta Warisan,
(Jakarta: Visimedia, 2011), h. 2.
8

Berdasarkan dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi

terhadap harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia. Dengan demikian,

hukum waris pada hakikatnya, mengatur mengenai tata cara peralihan harta

kekkayaan dari seseorang yang meninggal dunia atau pewaris kepada para

ahli warisya.

2. Unsur-Unsur Pewarisan

Terdapat beberapa perbedaan di antara sistem hukum waris di Indonesia

mengenai unsur-unsur pewarisan. Namun, secara garis besar unsur-unsur

pewarisan tersebut mempunyai makna yang sama. Berikut ini unsur-unsur

dalam pewarisan:

a. Pewaris

Pewaris menurut sistem hukum Perdata adalah, orang yang telah

meninggal dunia atau orang yang diduga meninggal dunia yang

meninggalkan harta yang dimiliki semasa hidupnya. Orang yang diduga

meninggal dunia dapat menjadi pewaris dengan syarat:

1) Orang tersebut tidak diketahui keberadaannya selama sekurang-

kurangnya 5 tahun, telah dilakukan 3 kali panggilan resmi dari

pengadilan serta pemanggilan dalam surat kabar sebanyak 3 kali.

2) Apabila samapi sebelum 15 tahun harta warisan digunakan oleh ahli

waris, ternyata pewaris hadir, ahlli waris wajib mengembalikan ½

harta warian tersebut.


9

3) Apabila setelah 15 tahun tetapi belum genap 30 tahun, ahli waris wajib

mengembalikan ¼ harta warisan yang diterimanya.

4) Apabila lebih dari 30 tahun atau 100 tahun umur pewaris, pewaris

tidak dapat menuntut pengembalian harta warisan yang telah

digunakan.

5) Apabila 2 orang saling mewarisi meninggal dunia tanpa diketahui

siapa yang meninggal terlebih dahulu, mereka dianggap mati secara

bersamaan dan tidak terjadi perpindahan harta warisan satu dengan

lainnya.9

b. Harta Warisan

Harta warisan adalah harta bawaan ditambah dengan bagian dari harta

bersama sesudah digunakan keperluan pewaris selama sakit sampai

meninggalnya, biaya pengurusan jenazah, dan pembayaran hutang serta

wasiat pewaris. Para ahli fikih menyebutkan, harta warisan adalah harta

benda yang ditinggalkan oleh si mati yang akan dipusakai atau dibagi

kepada para ahli waris.10

Berdasarkan tipe kepemilikannya, menurut Kuncoro harta warisan

terbagi menjadi tiga jenis:11

9
F. Satrio Wicaksono, Hukum Waris: Cara Mudah dan, ....., h. 6.
10
Tinuk Dwi Cahyani, Hukum Waris dalam Islam: Dilengkapi Contoh Kasus dan
Penyelesaiannya, (Malang: UMMPress, 2018), h. 2.
11
Wahyu Kuncoro, Waris: Permasalahan dan Solusinya, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2015), h.
10.
10

1) Harta asal, yaitu semua harta yang dimiliki pewaris sejak sebelum

pernikahan, baik berupa harta peninggalan maupun harta bawaan yang

masih dimiliki saat mengarungi penikahan hingga wafat.

2) Harta hibah, yaitu harta warisan yang bukan berasal dari hasil kerja

sendiri, melainkan harta pemberian orang lain. Contohnya adalah

hadiah tanah pemberian orangtua sebagai hadiah pernikahan.

3) Harta gono-gini, yaitu seluruh harta yang didapatkan saat dan selama

mengarungi bahtera pernikahan.

Harta warisan menurut hukum waris Perdata adalah keseluruhan harta

benda berserta hak dan kewajiban pewaris, baik piutang-piutang maupun

utang-utang. Hukum waris Perdata, tidak mengenal asal harta untuk

menentukan harta warisan. Dengan kata lain, harta warisan merupakan

satu kesatuan yang dialihkan dari pewaris kepada ahli waris.12

c. Ahli Waris

Pengertian ahli waris dalam hukum waris adat, hukum waris Perdata

dan hukm waris Islam mempunyai konsep yang berbeda, sebagai berikut:

1) Ahli waris dalam hukum waris adat

Ahli waris dalam hukum waris adat dibedakkan dalam tiga sistem

kekeluargaan yaitu patriliniel, matriliniel dan parental, berikut ini

rinciannya:

12
F. Satrio Wicaksono, Hukum Waris: Cara Mudah dan, ....., h. 7.
11

a) Sistem kekeluargaan patrilniel menentukan bahwa hanya anak

laki-laki yang menjadi ahli waris dari orang tuanya. Namun, anak

laki-laki tidak dapat menentang jika orang tua memberikan sesuatu

kepada anak perempuannya.

b) Sistem kekeluargaan matriliniel menentukan bahwa anak-anak

hanya dapat menjadi ahli waris dari ibu, baik harta pencaharian

maupun harta bawaan.

c) Sistem kekeluargaan parental adalah anak laki-laki dan anak

perempuan dengan hak yang sama atas harta warisan dari orang

tunya.13

2) Ahli waris dalam hukum waris Perdata

Ahli waris menurut undang-undang dalam hukum Perdata, mengenai

pewarisan berdasarkan undang-undang antara pewaris dan ahli waris

adalah untuk menerapkan itu didasarkan kekeluargaan sedarah, bagi

semua yang berhak menjadi ahli waris mempunyai kedudukan yang

sama dalam hak dan kewajiban, dengan kata lain bahwa undang-

undang untuk membedakan apakah ahli waris itu laki-laki atau

perempuan, semuanya mempunyai hak atas warisan yang terbuka itu.14

13
F. Satrio Wicaksono, Hukum Waris: Cara Mudah dan, ....., h. 10.
14
Irma Fatmawati, Hukum Waris Perdata (Menerima Dan Menolak Warisan Oleh Ahli Waris
Serta Akibatnya), (Yogyakarta: DeePublish, 2020), h. 7.
12

3) Ahli waris dalam hukum waris Islam

Berdasarkan sebab mewarisi, maka ahli waris menurut Yani dapat

diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu, ahli waris sababiyah, ahlli waris

nasabiyah dan ahli waris wala’, berikut ini pengertian ahli waris

tersebut:15

a) Ahli waris sababiyah adalah dikarenakan adanya hubungan nikah

yang sah. Dengan demikian, yang termasuk dalam kelompok ini

hanya ada dua orang, yaitu suami dan istri.

b) Ahli waris nasabiyah dalam kelompok ini yang menjadi ahli waris

dikarenakan adanya hubungan nasab (hubungan darah dan

hubungan kekerabatan), baik garis nasab ke atas (bapak, ibu,

kakek, nenek dan seterusnya ke atas), garis nasab ke bawah (anak,

cucu dan seterusnya ke bawah), adapun garis nasab ke samping

(saudara, keponakan, paman, bibi, sepupu, dan semua keturunan

mereka).

c) Ahli waris wala’ berhak menerima warisan karena memiliki

hubungan akibat pembebasan budak. Ahli waris wala’ disebut juga

maulal-‘ataqah. Dalam hal ini, seseorang (baik laki-laki maupun

perempuan) yang pernah membebaskan orang lain dari

perbudakan, kemudian mantan budak itu wafat, maka orang yang

15
Achmad Yani, Faraidh dan Mawaris: Bunga Rampai Hukum Waris Islam, (Jakarta:
Kencana, 2016), h. 39.
13

membebaskan itu dapat mewarisi harta mantan budak secara

ashabah dengan syarat tidak satu pun ahli waris sababiyah dan ahli

waris nasabiyah.16

C. Penerapan Hukum Waris di Libya

Berkaitan dengan permasalahan warisan, Libya secara umum hanya

melakukan kodifikasi terhadap ketentuan-ketentuan hukum mazhab Maliki. Akan

tetapi ada beberapa hal terdapat perbedaan ketentuan dengan mazhab Malik, yaitu

dengan mendasarkan pada pendapat-pendapat pakar hukum dari mazhab lain.

Sebagai contoh adalah pasal 143 (a) bahwa anak perempuan dan anaknya dapat

menerima asabah dari warisan, walaupun ada ahli waris lain dari pihak laki laki

seperti saudara laki laki dan paman. Ketentuan ini menunjukkan bahwa posisi

anak perempuan dan anaknya lebih baik daripada ketentuan mazhab Maliki.17

Mengenai materi kewarisan dalam undang-undang Libya, penulis hanya akan

membahas atau fokus pada dua materi pembahasan, yaitu wasiat wajibah dan

Radd untuk pasangan. Materi Undang-undang Libya dalam kewarisan sebagai

berikut:

1. Wasiat Wajibah

Ketentuan mengenai wasiat wajibah telah diperkenalkan oleh UU waris

Mesir pada tahun 1946 dengan membuat ketentuan hukum perihal kewajiban

adanya wasiat bagi cucu yang yatim dari pewaris. Hukum kekeluargaan dan

16
Achmad Yani, Faraidh dan Mawaris:, ....., h. 39-40.
17
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 3.
14

kewarisan pada beberapa negara Islam telah menetapkan adanya wasiat

semacam ini yang memberikan bagian yang tetap bagi cucu dari peninggalan

kakek apabila anaknya (ayah si cucu) meninggal dunia sewaktu kakek masih

hidup. Undang-Undang ini terkenal dengan istilah “Qanun Wasiyat

Wajibah”.18

Undang-undang Libya memberikan wasiat wâjibah hanya kepada cucu

dari anak laki-laki dan cucu dari anak perempuan generasi pertama saja.

Ketentuan tersebut sudah beranjak dari pendapat para ulama mazhab yang

hanya mengakui keturunan dari pihak laki-laki saja. Secara tidak langsung

Undang-undang mengakui persamaan hak antara keturunan laki-laki dan

keturunan perempuan. Pada prinsipnya tetap mengakui ketetapan bagian laki-

laki adalah dua kali bagian perempuan sebagaimana bagian orang tua mereka

jika hidup, dan tidak boleh melebihi sepertiga dari keseluruhan harta warisan.

Dari ketentuan tersebut terlihat bahwa Libya menggunakan metode extra-

doctrinal reform, yakni melakukan pembaruan hukum dengan cara

memberikan penafsiran yang sama sekali baru terhadap nash yang ada, dan

sekaligus intradoctrinal reform dalam mereformasi hukum kewarisan

2. Radd dalam kewarisan Libya

Radd dalam undang-undang kewarisan Libya menetapkan bahwa suami

isteri mempunyai kedudukan yang sama dengan dzul faraidh yang lainnya

18
Khoiruddin Nasution, Hukum Perkawinan dan Warisan di Dunia Muslim Modern,
(Yogyakarta: Academia, 2012), h. 50.
15

sehingga merekapun juga berhak untuk mendapatkan sisa harta dalam

kewarisan, hal ini sebagaimana ditegaskan dalam pasal 143 – A (1) yang

menyatakan: bahwa jika ada sisa harta dari si pewaris, sementara tidak

ada ashabah, maka sisa harta diberikan kepada dzul-faraid termasuk janda

atau duda dari si pewaris. Negara Libya meskipun mayoritas penduduknya

bermazhab Malikiyah, tetapi dalam permasalahan radd tidak menganut

mazhab Malikiyah. Nampaknya ketentuan tentang radd dalam hukum

keluarga Libya ini lebih mengacu kepada konsep radd sebagaimana

ditegaskan oleh Ustman bahwa radd dapat diberikan kepada seluruh ahli

waris dzul al furudh termasuk juga suami isteri menurut bagian mereka

masing-masing.19

19
Khoiruddin Nasution, Hukum Perkawinan dan Warisan, ....., h. 59.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah dalam makalah ini, maka penulis akan

menyampaikan hasil kesimpulan makalah sebagai berikut:

1. Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi

terhadap harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia. Dengan demikian,

hukum waris pada hakikatnya, mengatur mengenai tata cara peralihan harta

kekkayaan dari seseorang yang meninggal dunia atau pewaris kepada para

ahli warisya.

2. Materi Undang-undang dalam hukum kewarisan di negara Libya terdapat 2

materi yaitu wasiat wajibah dan radd. Ketentuan mengenai wasiat wajibah

telah diperkenalkan oleh UU waris Mesir pada tahun 1946 dengan membuat

ketentuan hukum perihal kewajiban adanya wasiat bagi cucu yang yatim dari

pewaris. Hukum kekeluargaan dan kewarisan pada beberapa negara Islam

telah menetapkan adanya wasiat semacam ini yang memberikan bagian yang

tetap bagi cucu dari peninggalan kakek apabila anaknya (ayah si cucu)

meninggal dunia sewaktu kakek masih hidup. Radd dalam undang-undang

kewarisan Libya menetapkan bahwa suami isteri mempunyai kedudukan yang

sama dengan dzul faraidh yang lainnya sehingga merekapun juga berhak

untuk mendapatkan sisa harta dalam kewarisan, hal ini sebagaimana


17

ditegaskan dalam pasal 143 – A (1) yang menyatakan: bahwa jika ada sisa

harta dari si pewaris, sementara tidak ada ashabah, maka sisa harta

diberikan kepada dzul-faraid termasuk janda atau duda dari si pewaris

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan dalam pembahasan makalah ini, maka saran

yang akan disampaikan oleh penulis bagi para pembaca dan khususnya bagi para

akademisi yaitu:

1. Agar senantiasa mempelajari tentang hukum waris yang telah di ajarakan oleh

para ulama, lalu menerapkannya kepada lapisan masyarakat agar tidak tercipta

konflik tentang pembagian warisan.

2. Bagi seluruh umat Muslim agar menggunakan sistem hukum waris Islam.

Dalam Al-Qur’an sudah diterangkan masalah tentang waris, dan Rasulullah

SAW telah menyampaikan hal-hal tentang waris, baik itu masalah pewaris,

ahli waris, harta warisan dan ukuran atau takaran pembagian-pembagian harta

warisan.
DAFTAR PUSTAKA

Cahyani, Tinuk Dwi, Hukum Waris dalam Islam: Dilengkapi Contoh Kasus dan
Penyelesaiannya, Malang: UMMPress, 2018.

Departemen Pendidikan, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa Indonesia,


2008.

Fatmawati, Irma, Hukum Waris Perdata (Menerima Dan Menolak Warisan Oleh Ahli
Waris Serta Akibatnya), Yogyakarta: DeePublish, 2020.

Istijab, Hukum Waris: (Berdasar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Hukum
Adat), Pasuruan: Qiara Media, 2020.

Kartini, Indriana, Agama dan Demokrasi: Munculnya Kekuatan Politik Islam di


Tunisia, Mesir dan Libya, Bandung: Dunia Pustaka Jaya, 2016.

Kuncoro, Wahyu, Waris: Permasalahan dan Solusinya, Jakarta: Raih Asa Sukses,
2015.

Nasution, Khoiruddin, Hukum Perkawinan dan Warisan di Dunia Muslim Modern,


Yogyakarta: Academia, 2012.

Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Kencana, 2015.

Syarifuddin, Amir, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Kencana, 2004.

Taufik, Muhammad, Ensiklopedi Sejarah Islam, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2020.

Wicaksono, F. Satrio, Hukum Waris: Cara Mudah dan Tepat Membagi Harta
Warisan, Jakarta: Visimedia, 2011.

Yani, Achmad, Faraidh dan Mawaris: Bunga Rampai Hukum Waris Islam, Jakarta:
Kencana, 2016.

Anda mungkin juga menyukai