Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS DENGAN ULKUS


RUANG KEPODANG BAWAH RSUD AJIBARANG

“Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Stase Keperawatan Medikal Bedah”

CI Klinik : Gunawan, S.Kep., Ns

MARIYAM FAUD

I4B019075

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau
tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya
insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme
karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolism lemak dan protein
(Askandar, 2000).
Pada pasien dengan diabetes melitus salah satu komplikasi yang umum
dialami yaitu adanya ulkus. Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau
selaput lender dan kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit.
Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau. Ulkus
diabetik merupakan komplikasi kronik dari diabetes mellitus dan menjadi penyebab
utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita diabetes. Kadar LDL yang
tinggi berperan penting untuk terjadinya ulkus diabetik sehingga terjadinya ulkus
diabetik melalui pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah,
(Zaidah 2005).
Ulkus diabetik juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan
penyakit DM dengan neuropati perifer (Andyagreeni, 2010). Penyembuhan luka
yang lambat dan meningkatnya kerentanan terhadap infeksi cenderung terjadi yang
mengakibatkan ganggren dapat berkembang dan terdapat resiko tinggi perlu
dilakukannya amputasi tungkai bawah hal ini di akibatkan oleh gangguan
neurologis (neuropati) dan vaskuler pada tungkai (Morison, 2012). Oleh karena itu
dalam perawatan ulkus diabetikum menurut American Diabetik Association
(ADA), target yang harus di capai yaitu meningkatkan fungsi dan kualitas hidup,
mengontrol infeksi, meningkatkan status kesehatan, mencegah amputasi, dan
mengurangi pengeluaran biaya pasien. Namun pada kenyataannya dalam 30 detik
terjadi amputasi pada ulkus diabetikum di seluruh dunia (Lestari, 2012).
Menurut Handayani (2010 dalam Falanga, 2005) “ulkus diabetik yang tidak
segera mendapatkan pengobatan dan perawatan, maka akan mudah terjadi infeksi
yang segera meluas dan dalam keadaan lebih lanjut memerlukan tindakan amputasi
bahkan kematian. Amputasi dan kematian pada pasien ulkus diabetikum ini dapat
disebabkan oleh kegagalan dalam penyembuhan (delayed healing) yang berlanjut
pada infeksi lokal maupun general. Dalam proses penyembuhan luka, 3 delayed
healing dapat terjadi bila sel inflamasi dan sel imunitas yang diperlukan pada fase
inflamasi, proliferasi dan maturasi tidak dapat bekerja secara optimal. Sel sel
tersebut adalah platelet (fase koagulasi), neutrofil dan monosit (fase koagulasi dan
inflamasi), makrofag (fase inflamasi), keratinosit, fibroblas dan sel endotelial (fase
proliferasi), serta miofibroblas (fase maturasi). Proses penyembuhan ulkus
diabetikum dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah usia, manajemen
perawatan luka, nutrisi, merokok dan infeksi.

B. Tujuan
1. Mampu menjelaskan mengenai pengertian ulkus diabetik
2. Mengetahui etiologi ulkus diabetik
3. Mampu menjelaskan tanda gejala pasien dengan ulkus diabetik.
4. Menjelaskan patofisiologi dari ulkus diabetik.
5. Mengetahui jenis pemeriksaan penunjang ulkus diabetik.
6. Menjelaskan penatalaksanaan pasien dengan ulkus diabetik.
7. Menjelaskan komplikasi dari diagnosa ulkus diabetik.
8. Menyebutkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
dengan ulkus diabetik.
9. Menyebutkan fokus intervensi utama pada diagnosa keperawatan yang muncul
pada pasien dengan ulkus diabetik
BAB II
TINJAUN TEORI

A. Pengertian Ulkus Diabetikum

Ulkus adalah luka yang terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender,
kematian jaringan yang luas dan disertai infasif kuman suprofit. Adanya kuman
suprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau. Ulkus diabetikum juga merupakan
salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer,
(Andyagreeni, 2010).

Ulkus diabetikum merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena


adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan
neuropati, keadaan lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak
dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob
maupun anaerob (Hastuti dalam Dafianto, 2016).

Ulkus diabetikum adalah luka yang disebabkan akibat kurang kuatnya


elastisitas kulit yang disebabkan oleh gangren pada kulit dari reaksi kadar gula
sehingga menimbulkan rusaknya jaringan kulit dan terjadinya ulkus pada penderita
diabetes mellitus (Suyono S, 2006).

Ulkus ini juga disebut ulkus neuropati diabetik yang dapat terjadi pada
pasien yang menderita diabetes melitus, sebagian akibat dari gangguan sirkulasi.
Penderita diabetes sering kali sulit untuk sembuh dan luka ini mungkin sulit diobati
(Rosdahi, 2015). Menurut Frykberg dalam Dafianto (2016), luka diabetik adalah
luka atau lesi pada pasien DM yang mengakibatkan ulserasi aktif dan merupakan
penyebab utama amputasi.

B. Etiologi
Beberapa etiologi yang menyebabkan ulkus diabetes meliputi neuropati,
penyakit arterial, tekanan dan deformitas kaki. Faktor yang paling banyak
menyebabkan ulkus diabetik adalah neuropati, trauma, dan deformitas kaku, yang
sering disebut dengan Critical Triad of Diabetic Ulcers. Faktor utama yang
berperan pada timbulnya Ulkus Diabetikum adalah angiopati, neuropati dan infeksi.
Adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri
pada, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya
ulkus. Adanya angiopati akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi,
oksigen serta antibiotik sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh
(Levin, 1993) infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai ulkus
diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor
angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuha ulkus diabetikum
(Askandar, 2001).
Penyebab lain ulkus diabetik adalah iskemik, infeksi, edema, dan kalus.
Ulkus diabetik merupakan penyebab tersering pasien harus diamputasi, sehingga
faktor-faktor tersebut juga merupakan faktor predisposisi terjadinya amputasi
(Frykberg dalam Dafianto, 2016).
Selain itu, terdapat beberapa faktor berpengaruh atas terjadinya ulkus
diabetikum, yaitu:
1. Faktor endogen dan ekstrogen

a. Faktor endogen: genetik, metabolik, angiopati diabetik, neuropati diabetik

b. Faktor ekstrogen: trauma, infeksi dan obat

C. Patofisiologi

Penyakit diabetes membuat gangguan melalui gangguan pada pembuluh


darah diseluruh tubuh, disebut anggio dibetiku. Penyakit ini berjalan kronis dan
terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskuler) disebut
makroangiopati dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskuler) disebut
mikroangiopati.

Salah satu komplikasi kronik atau akibat jangka panjang diabetes melitus
adalah ulkus diabetik. Ulkus diabetik disebabkan oleh tiga faktor yang sering
disebut Critical Triad of Diabetic Ucers yaitu Iskemik, Neuropati, dan Infeksi.
Neuropati perifer merupakan multifaktorial dan diperkirakan adalah akibat penyakit
vaskuler yang menutupi vasa nervorum, disfungsi endotel, defisiensi mioinositol,
perubahan sintesis mielin dan menurunnya aktivitas Na-K ATPase,
hiperosmolaritas kronis, menyebabkan edema pada saraf tubuh serta pengaruh
peningkatan sorbitol dan fruktose (Frykberg dalam Dafianto, 2016). Keadaan
hiperglikemia akan meningkatkan metabolisme glukosa melalui jalur sorbitol.
Sorbitol yang meningkat dapat mengakibatkan keadaan neuropati pada pasien DM.
Keadaan makroangiopati diabetik mempunyai gambaran hispatologis berupa
aterosklerosis. Pada keadaan makroangiopati diabetik akan mengakibatkan
penyumbatan vaskular dan apabila mengenai arteri-arteri perifer dapat
mengakibatkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai klaudikasio intermiten
dan gangren pada ekstermitas (Price & Wilson dalam Dafianto, 2016).

Sherwood (2011) menyatakan bahwa ketika kadar glukosa dalam darah


mengalami peningkatan (hiperglikemi, sel tubulus tidak mampu mereabsorpsi
glukosa dan mengakibatkan glukosa muncul pada urin. Glukosa yang ada pada urin
akan menimbulkan efek osmotik dan mengakibatkan tertariknya H2O ikut bersama
glukosa, sehingga terjadi poliuria. Besarnya cairan yang dibawa glukosa bersama
urin akan mengakibatkan dehidrasi dan kemudian menurunkan sirkulasi darah
perifer (iskemia). Menurut Ganong (2008), keadaan hiperglikemi akan
mengakibatkan enzim aldosa reduktase yang kemudian menyebabkan pembentukan
sorbitol di dalam sel. Penimbunan sorbitol pada jaringan saraf akan menyebabkan
terjadinya neuropati, termasuk neuropati perifer (Price & Wilson dalam Dafianto,
2016). Kondisi hiperglikemi yang disertai dengan insufisiensi sirkulasi
arterosklerotik dan penurunan resistensi terhadap infeksi dapat menyebabkan
terjadi ulkus kronis dan gangren, terutama daerah kaki (Ganong, 2008).

Gangguan saraf motorik menyebabkan paralisis otot kaki dapat


menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan dan bentuk pada sendi kaki
(deformitas), perubahan cara berjalan, dan menimbulkan titik tekan baru dan
penebalan pada telapak kaki (kalus). Gangguan saraf sensorik menyebabkan mati
rasa setempat dan hilangnya perlindungan terhadap trauma sehingga pasien
mengalami cedera tanpa disadari. Gangguan saraf otonom mengakibatkan
hilangnya sekresi kulit sehingga kulit menjadi kering dan mudah mengalami luka
yang sulit sembuh (Rebolledo dalam Dafianto, 2016). Alterosklerosis merupakan
sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena penumpukan lemak
pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat
mempengaruhi otot- 19 otot kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga
mengakibatkan kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat
mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetik
(Misnandiarly dalam Dafianto, 2016).

D. Tanda Gejala Ulkus Diabetikum

Ulkus Diabetikum akibat mikro angiopati disebut juga ulkus panas


walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri pada bagian distal. Proses mikro
angiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli
memberi gejala klinis 5 P yaitu (International Working Group on the Diabetic Foot,
2011) :
1. Pain (nyeri)
2. Palanes (kepucatan)
3. Paresthesia (kesemutan)
4. Pulselessness (denyut nadi hilang)
5. Paralilysis (lumpuh)

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
fontaine :

1. Stadium I: asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan)

2. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten

3. Stadium III : timbulnya nyeri saat istirahat

4. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)

Menurut Arisanti dalam Yunus (2010), tanda dan gejala ulkus diabetik yaitu:

1. Sering kesemutan

2. Nyeri kaki saat istirahat

3. Sensasi rasa berkurang

4. Kerusakan jaringan (nekrosis)

5. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis, dan poplitea

6. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal

7. Kulit kering

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl
dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.

2. Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan


dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++)

3. Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.

(Zaidah 2005)

F. Pathway

Makroangiopati Penebalan tunika


Infeksi: Kuman aerobik Diabetes melitus pembuluh darah intina
stapilokokus, kuman
anaerobik: C. septikum,
pseudomonas Kadar glukosa
tidak terkendali
Aterosklerosis Kebocoran
albumin keluar
kapiler
Ulkus
Neuropati
Diabetikum
Sirkulasi jaringan
menurun Distribusi darah ke
jaringan terganggu
Eritema yang semakin meluas,
edema, cairan berubah Motorik
purulent, nyeri yang lebih Sensorik
sensitive, peningkatan Otonomi Iskemik
temperature tubuh,
peningkatan jumlah sel darah
putih dan timbul bau yang khas
Nekrosis
jaringan

Pembusukan dan
pengeluaran Ulkus
prostaglandin Diabetikum
Nyeri

Merangsang Hilang atau berkurangnya nadi pada


reseptor nyeri arteri dorsalis pedis, tibialis,
poptealis, kaki men!adi atrofi,
dingin
Risiko infeksi
dan kuku menebal
Serotonin bradikinin
keluar & merangsang
ujung saraf
Gangguan perfusi
jaringan
Gangguan
rasa nyaman:
nyeri
Kerusakan
integritas kulit
G. Pengkajian

Pengkajian Pengkajian menurut Riyadi (2008) adalah:

1. Identittas

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,


status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit
dan diagnosa medis.

2. Keluhan Utama Adanya rasa kesemutan pada kaki/tungkai bawah, rasa raba
yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan berbau, adanya
nyeri pada luka.

3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang: tentang kapan terjadinya luka, penyebab


terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.

b. Riwayat kesehatan dahulu: adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-


penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya
penyakit pankreas, gangguan penerimaan insulin, gangguan hormonal dan
pemberian obat-obatan. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas,
maupun arterosklerosis.

c. Riwayat kesehatan keluarga: diabetes dapat menurun menurut silsilah


keluarga yang mengidap diabetes, karena kelainan gen yang
mengakibatkan tubuhnya tak dapat menghasilkan insulin dengan baik
akan disampaikan informasinya pada keturunan berikutnya.

d. Riwayat psikososial: meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan


emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta
tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.

4. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik menurut Tarwoto dalam Yunus (2015) yaitu inspeksi


kaki untuk mengamati terdapat luka atau ulkus pada kulit atau jaringan tubuh
pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang atau hilang, palpasi
denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang.

Pemeriksaan doppler ultrasound adalah penggunaan alat untuk


memeriksa aliran darah arteri maupun vena. Pemeriksaan ini untuk
mengidentifikasi tingkat gangguan pada pembuluh darah arteri maupun vena.
Dengan pemeriksaan yang 29 akurat dapat membantu proses perawatan yang
tepat. Pemeriksaan ini sering disebut dengan Ankle Brachial Pressure Index.
Pada kondisi normal, tekanan sistolik pada kaki sama dengan di tangan atau
lebih tinggi sedikit. Pada kondisi terjadi gangguan di area kaki, vena ataupun
arteri, akan menghasilkan tekanan sistolik yang berbeda.

Hasil pemeriksaan yang akurat dapat membantu diagnostik ke arah


gangguan vena atau arteri sehingga manajemen perawatan juga berbeda.
Menurut Riyadi (2008) suhu tubuh demam pada penderita dengan komplikasi
infeksi pada luka atau pada jaringan lain. Warna kulit mengalami perubahan
melanin, kerotenemia (pada penderita yang mengalami peningkatan trauma
mekanik yang berakibat luka sehingga menimbulkan gangren, tampak warna
kehitaman disekitar luka).

5. Pemeriksaan Penunjang X-Ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium untuk


mengetahui apakah ulkus diabetik menjadi infeksi dan menentukan kuman
penyebabnya (Tarwoto dalam Yunus, 2015).

H. Diagnosa Keperawatan

Menurut Nanda (2015) diagnosa yang sering muncul antara lain:

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen menurun


karena penyempitan pembuluh darah.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakcukupan insulin atau penurunan masukan oral.

3. Risiko tinggi infeksi/sepsis berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, atau


penurunan fungsi leukosit atau perubahan pada sirkulasi.

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen fisik.

5. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan gangguan metabolisme


(ulkus DM).

6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri yang dirasakan.

7. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan bentuk jaringan.

I. Fokus Intervensi

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen menurun


karena penyempitan pembuluh darah.
Tujuan :

 Denyut nadi perifer teraba kuat dan regular

 Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis

 Kulit sekitar luka teraba hangat

 Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah

 Sensorik dan motorik membaik

Rencana tindakan:

 Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi

 Atur kaki sedikit lebih rendah dari jantung (posisi elevasi pada waktu
istirahat), hindari penyilangan kaki, hindari balutan ketat, hindari
penggunaan bantal di belakang lutut dan sebagainya.

 Kolaborasi dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,


pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakcukupan insulin atau penurunan masukan oral.

Tujuan.

 Pasien tidak lemah atau penurunan tingkat kelemahan

 Peningkatan berat badan atau berat badan ideal atau normal

 Nila laboratorium Hb untuk pria 13-16 gr/dl, untuk wanita 12-14 gr/dl,
nilai laboratorium yang terkait diabetes melitus (terutama GDS 60-
100mg/dl, kolesterol total 150-250 mg/dl, protein total 6-7,0 gr/dl) e.
Pasien habis 1 porsi makan setiap kali makan
 Pasien tidak mengeluh mual lagi.

Rencana tindakan :

 Timbang berat badan atau ukur lingkar lengan setiap hari sesuai indikasi.

 Tentukan program diet dan pola makan pasien sesuai dengan kadar gula
yang dimiliki (dengan memakai rumus kebutuhan kalori untuk laki-laki=
berat badan ideal x 30, sedangkan wanita berat badan ideal x 25).

 Libatkan keluarga pasien dalam memantau waktu makan, jumlah nutrisi.

 Observasi tanda-tanda hipoglikemi (perubahan tingkat kesadaran, kulit


lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit
kepala, pusing, sempoyongan).

3. Risiko tinggi infeksi/sepsis berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, atau


penurunan fungsi leukosit atau perubahan pada sirkulasi.

Tujuan :

 Tidak terdapat tanda-tanda peradangan dan infeksi seperti rubor, kalor,


dolor, tumor, fungsiolesa, dan angka leukosit dalam batas 5000-11000 ul.

 Suhu tubuh tidak tinggi (36,5˚C-37˚C).

 Kadar GDS 60-100 mg/dl.

 Glukosa urin negatif.

 Leukosit dalam batas normal.

Rencana tindakan :

 Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.


 Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan, memakai
handscon, masker, kebersihan lingkungan

 Pertahankan teknik aseptik dan sterilisasi alat pada prosedur invasif.

 Anjurkan untuk makan sesuai jumlah kalori yang dianjurkan terutama


membatasi masuknya gula.

 Bantu pasien untuk personal hygiene

 Berikan antibiotik yang sesuai.

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen fisik (ulkus DM)

Tujuan :

 Melaporkan nyeri berkurang

 Mampu mengontrol nyeri

 Menyatakan rasa nyaman

 Ekspresi wajah pasien tidak terlihat meringis kesakitan

 Nadi 80-84 x/menit

 Skala nyeri 0 atau 1 atau 2 atau 3 atau 4

Rencana tindakan :

 Kaji faktor yang mengakibatkan kedidakyamanan

 Kaji nyeri secara komprehensif (penyebab, kualitas, lokasi, skala dan


waktu/durasi nyeri)

 Observasi tanda non verbal dari ketidaknyamanan

 Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi ketidaknyamanan


 Ajarkan klien dan keluarga manajemen nyeri non farmakologi dengan
nafas dalam

 Kolaborasi dengan dokter pemberian analgesic

5. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan gangguan metabolisme


(ulkus DM)

Tujuan:

 Menunjukkan proses penyembuhan luka.

 Tidak ada tanda-tanda infeksi (kemerahan, bengkak, teraba hangat, dan


tidak ada pus)

Rencana tindakan:

 Observasi keadaan luka : lokasi, kedalaman, karakteristik, warna cairan,


granulasi, jaringan nekrotik, dan tanda-tanda infeksi lokal).

 Jaga kulit agar tetap bersih dan kering.

 Lakukan perawatan luka dengan teknik steril.

 Berikan posisi yang nyaman untuk mengurangi tekanan pada luka.

 Anjurkan klien dan keluarga untuk menjaga daerah luka agar tetap bersih
dan kering.

 Anjurkan klien untuk makan makanan yang tinggi protein Rasional :


Untuk mempercepat penyembuhan luka.

 Beri terapi kolaborasi antibiotik jika perlu.

DAFTAR PUSTAKA
American College of Foot and Ankle Surgeons Diabetic Foot Disorders a Clinical
Practice Guidline, 2006.

Andyagreeni, (2010). Tanda Klinis Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta : CV. Trans Info
Media.

Anonim, (2009). Pedoman Penatalaksanaan kaki diabetic, PERKENI, Jakarta.

Dercoli,Eva,dkk, (2008). Majalah Kedokteran IndonesianVolume : 58, Nomor 1

Dexa Medica, (2008). Alih Bahasa Styohadi B,dkk, dalam Journal of Pharmaceutical
Development, Volume 27, Nomor !, diunduh 01 Juni 2016.

Doenges,Marylyn E., (2002). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta : EGC

Frykberg R.G. 2002. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management, American
Family Physician.

Hasdianah, (2012). Mengenal Diabetes Mellitus. Yogyakarta : Nuha Medika.

Homentein, (2007). Buku Saku Kedokteran, Patologi Penyakit. Jakarta : FKUI

Jones R, (2007). Exploring The Complex Care of The Diabetic Foot Ulcer. JAAPA.

Kruse I, Edelman S. Evaluation and Treatment of Diabetic Foot Ulcer. Clinical Diabetes
Volume 24, Number 2, 2006.

Lynda H Ariani, David. (2009). Perawatan Ulkus Diabetes.


http://Journal.Unair.ac.id/filePDF/02.%20Perawatan%20Ulkus%20Diabe tes.
pdf. diunduh 01 Juni 2016

Nanda, (2012). Diagnosa Keperawatan 2012-2014. Jakarta : EGC

Notoadmodjo, (2011). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Potter,patricia. Perry, Anne Griffin. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan.


Konsep,Proses, dan Praktek. Edisi IV, Volume 2. Jakarta : EGC
Smeltzer,S.C. dan B.G. Bare. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai