Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN MATERNITAS

BAYI BARU LAHIR RENDAH

Oleh :

Een Heryati

NIM: 433131490120051

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKes KHARISMA KARAWANG

2020
A. Konsep Dasar BBLR
1. Pengertian
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah berat bayi saat lahir kurang dari 2500
gram yang merupakan hasil dari kelahiran prematur (sebelum 37 minggu usia
kehamilan). Bayi dengan berat badan lahir rendah sangat erat kaitannya dengan
mortalitas dan morbiditas, sehingga akan menghambat pertumbuhan dan
perkembangan kognitif serta penyakit kronis di kemudian hari (WHO, 2004).

Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi yang lahir dengan berat
badan kurang dari 2.500 gram saat lahir. Bayi BBLR sebagian besar dikarenakan
retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR) dengan usia kehamilan kurang dari 37
minggu. Bayi BBLR memiliki risiko empat kali lipat lebih tinggi dari kematian
neonatal dari pada bayi yang berat badan lahir 2.500-3.499 gram (Muthayya, 2009).
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang berat badannya kurang dari
2500 gram, tanpa memperhatikan usia gestasi. Bayi BBLR dapat terjadi pada bayi
kurang bulan (kurang dari 37 minggu usia kehamilan) atau pada usia cukup bulan
(intrauterine growth retriction) (Wong, 2008).

Beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bayi berat badan lahir rendah
(BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir kurang dari 2500 gram
dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu.

2. Klasifikasi BBLR
a. Ada beberapa pengelompokan dalam BBLR (Mitayani, 2009) :
1) Prematuritas murni
Bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat
badan sesuai dengan gestasi atau yang disebut neonatus kurang bulan sesuai
dengan masa kehamilan.
2) Baby small for gestational age (SGA)
Berat badan lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan. SGA terdiri dari tiga
jenis :
a) Simetris (intrauterus for gestational age)
Gangguan nutrisi pada awal kehamilan dan dalam jangka waktu yang
lama.
b) Asimetris (intrauterus growth retardation)
Terjadi defisit pada fase akhir kehamilan.
c) Dismaturitas
Bayi yang lahir kurang dari berat badan yang seharusnya untuk masa
gestasi, dan si bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri, serta
merupakan bayi kecil untuk masa kehamilan.

b. Pengelompokan BBLR menurut ukuran (Wong, 2008) :


1) Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi yang berat
badannya kurang dari 2500 gram, tanpa memperhatikan usia gestasi.
2) Bayi berat badan lahir ekstrem rendah (BBLER) merupakan bayi yang berat
badannya kurang dari 1000 gram.
3) Bayi berat badan lahir sangat rendah (BBLRR) merupakan bayi yang berat
badannya kurang dari 1500 gram.
4) Bayi berat badan lahir moderat (BBLM) merupakan bayi yang berat
badannya 1501 sampai 2500 gram.
5) Bayi berat badan sesuai usia gestasinya merupakan bayi yang berat
badannya antara persentil ke-10 sampai ke-90 pada kurva pertumbuhan
intrauterin.
6) Berat badan kecil untuk usianya atau kecil untuk usia gestasinya merupakan
bayi yang laju pertumbuhan intrauterinnya lambat dan yang berat badan
lahirnya kurang dari persentil ke-10 pada kurva pertumbuhan intrauterin.
7) Retardasi pertumbuhan intrauterin (IUGR) ditemukan pada bayi yang
pertumbuhan intrauterinnya mengalami retardasi (terkadang digunakan
istilah pengganti yang lebih deskritif untuk bayi kecil untuk usia
gestasinya).
8) Bayi besar untuk usia gestasinya merupakan bayi yang berat badan lahirnya
diatas persentil ke-90 pada kurva pertumbuhan intrauterin.

3. Etiologi BBLR
Etiologi atau penyebab dari BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010):
a. Faktor ibu
1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual, hipertensi,
HIV/AIDS, penyakit jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.

2) Ibu
a) Angka kejadian prematitas tertinggi adalah kehamilan pada usia < 20
tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1 tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.

3) Keadaan sosial ekonomi


a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan.

b. Faktor janin
Faktor janin meliputi: kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh: hidramnion, plasenta previa, solutio plasenta,
sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban pecah dini.
d. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain: tempat tinggal di dataran tinggi,
terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.

4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan dengan bayi berat lahir rendah (Mitayani,
2009):
a. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang dari 45 cm, lingkar
dada kurang dari 30 cm, dan lingkar kepala kurang dari 33cm.
b. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
c. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan amat sedikit.
d. Osofikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura lebar.
e. Genitalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia miyora.
f. Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan
sering mendapatkan serangan apnea.
g. Lebih banyak tidur dari pada bangun, reflek menghisap dan menelan belum
sempurna.

5. Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang belum
cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas. Artinya bayi
lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB) lahirnya lebih
kecil dari masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram. Masalah ini terjadi
karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang
disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan plasenta, infeksi, hipertensi
dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi jadi
berkurang. Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin
tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat
badan lahir normal. Kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak
menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat
hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat dari pada ibu dengan
kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada
masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang
tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia. Ibu hamil umumnya mengalami
deplesi atau penyusutan besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang
dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Kekurangan zat besi dapat
menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh
maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam
kandungan, abortus, cacat bawaan, dan BBLR. Hal ini menyebabkan morbiditas dan
mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi, sehingga
kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar (Nelson, 2010).
6. Pathways

Sumber : Mitayani, (2009), Wong, (2008), Nelson, (2010), Proverawati dan


Ismawati, (2010)
7. Masalah yang dapat terjadi pada BBLR
Masalah yang dapat terjadi pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
terutama pada prematur terjadi karena ketidakmatangan sistem organ pada bayi
tersebut. Masalah pada BBLR yang sering terjadi adalah gangguan pada sistem
pernafasan, susunan saraf pusat, kardiovaskular, hematologi, gastrointerstinal, ginjal,
termoregulasi (Maryunani, dkk, 2009).
a. Sistem Pernafasan
Bayi dengan BBLR umumnya mengalami kesulitan untuk bernafas segera setelah
lahir oleh karena jumlah alveoli yang berfungsi masih sedikit, kekurangan
surfaktan (zat di dalam paru dan yang diproduksi dalam paru serta melapisi
bagian alveoli, sehingga alveoli tidak kolaps pada saat ekspirasi).

Luman sistem pernafasan yang kecil, kolaps atau obstruksi jalan nafas,
insufisiensi klasifikasi dari tulang thorax, dan pembuluh darah paru yang imatur.
Kondisi inilah yang menganggu usaha bayi untuk bernafas dan sering
mengakibatkan gawat nafas (distress pernafasan).

b. Sistem Neurologi (Susunan Saraf Pusat)

Bayi lahir dengan BBLR umumnya mudah sekali terjadi trauma susunan saraf
pusat. Kondisi ini disebabkan antara lain: perdarahan intracranial karena
pembuluh darah yang rapuh, trauma lahir, perubahan proses koagulasi, hipoksia
dan hipoglikemia. Sementara itu asfiksia berat yang terjadi pada BBLR juga
sangat berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat (SSP), yang diakibatkan
karena kekurangan oksigen dan kekurangan perfusi.

c. Sistem Kardiovaskuler
Bayi dengan BBLR paling sering mengalami gangguan/ kelainan janin, yaitu
paten ductus arteriosus, yang merupakan akibat intrauterine kehidupan
ekstrauterine berupa keterlambatan penutupan ductus arteriosus.

d. Sistem Gastrointestinal

Bayi dengan BBLR saluran pencernaannya belum berfungsi seperti bayi yang
cukup bulan, kondisi ini disebabkan karena tidak adanya koordinasi mengisap
dan menelan sampai usia gestasi 33– 34 minggu sehingga kurangnya cadangan
nutrisi seperti kurang dapat menyerap lemak dan mencerna protein.

e. Sistem Termoregulasi
Bayi dengan BBLR sering mengalami temperatur yang tidak stabil, yang
disebabkan antara lain:
1) Kehilangan panas karena perbandingan luas permukaan kulit dengan berat
badan lebih besar (permukaan tubuh bayi relatif luas).
2) Kurangnya lemak subkutan (brown fat / lemak cokelat).
3) Jaringan lemak dibawah kulit lebih sedikit.
4) Tidak adanya refleks kontrol dari pembuluh darah kapiler kulit.

f. Sistem Hematologi
Bayi dengan BBLR lebih cenderung mengalami masalah hematologi bila
dibandingkan dengan bayi yang cukup bulan. Penyebabnya antara lain adalah:
1) Usia sel darah merahnya lebih pendek.
2) Pembuluh darah kapilernya mudah rapuh.
3) Hemolisis dan berkurangnya darah akibat dari pemeriksaan laboratorium
yang sering.

g. Sistem Imunologi
Bayi dengan BBLR mempunyai sistem kekebalan tubuh yang terbatas, sering kali
memungkinkan bayi tersebut lebih rentan terhadap infeksi.

h. Sistem Perkemihan
Bayi dengan BBLR mempunyai masalah pada sistem perkemihannya, di mana
ginjal bayi tersebut karena belum matang maka tidak mampu untuk menggelola
air, elektrolit, asam – basa, tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme dan
obat – obatan dengan memadai serta tidak mampu memekatkan urin.

i. Sistem Integument
Bayi dengan BBLR mempunyai struktur kulit yang sangat tipis dan transparan
sehingga mudah terjadi gangguan integritas kulit.
j. Sistem Pengelihatan
Bayi dengan BBLR dapat mengalami retinopathyof prematurity (RoP) yang
disebabkan karena ketidakmatangan retina.

8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada bayi dengan berat lahir rendah (Mitayani, 2009) :
a. Sindrom aspirasi mekonium
Sindrom aspirasi mekonium adalah gangguan pernapasan pada bayi baru lahir
yang disebabkan oleh masuknya mekonium (tinja bayi) ke paru-paru sebelum
atau sekitar waktu kelahiran (menyebabkan kesulitan bernafas pada bayi).

b. Hipoglikemi simptomatik
Hipoglikemi adalah kondisi ketidaknormalan kadar glokosa serum yang rendah.
Keadaan ini dapat didefinisikan sebagai kadar glukosa dibawah 40 mg/dL.
Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah
,terutama pada laki-laki.

c. Penyakit membran hialin yang disebabkan karena membran surfaktan belum


sempurna atau cukup, sehingga alveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan
aspirasi, tidak tertinggal udara dalam alveoli, sehingga dibutuhkan tenaga
negative yang tinggi untuk pernafasan berikutnya.

d. Asfiksia neonatorum
Asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir.

e. Hiperbilirubinemia (gangguan pertumbuhan hati)


Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin
di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat
tubuh lainnya berwarna kuning.
9. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada bayi BBLR (Mitayani, 2009) :
a. Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb (normal: 12- 24gr/dL), Ht (normal: 33
-38% ) mungkin dibutuhkan.
b. Dektrosik: menyatakan hipoglikemi (normal: 40 mg/dL).
c. Analisis Gas Darah (AGD): menentukan derajat keparahan distres pernafasan bila
ada.

Rentang nilai normal:


1) pH : 7,35-7,45
2) TCO2 : 23-27 mmol/L
3) PCO2 : 35-45 mmHg 4) PO2 : 80-100 mmHg
4) Saturasi O2 : 95 % atau lebih

d. Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia.

e. Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia.


Bilirubin normal:
1) bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl.
2) bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.

f. Urinalisis: mengkaji homeostatis.

g. Jumlah trombosit (normal: 200000 - 475000 mikroliter): Trombositopenia


mungkin menyertai sepsis.

h. EKG, EEG, USG, angiografi: defek kongenital atau komplikasi.

10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada bayi BBLR yaitu dengan menerapkan
beberapa metode Developemntal care yaitu :
a. Pemberian posisi
Pemberian posisi pada bayi BBLR sangat mempengaruhi pada kesehatan dan
perkembangan bayi. Bayi yang tidak perlu mengeluarkan energi untuk mengatasi
usaha bernafas, makan atau mengatur suhu tubuh dapat menggunakan energi ini
untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi kebanyakan bayi preterm dan
BBLR yang dapat menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, lebih menoleransi
makanan, dan pola tidur istirahatnya lebih teratur. Bayi memperlihatkan aktifitas
fisik dan penggunaan energi lebih sedikit bila diposisikan telungkup. Akan tetapi
ada yang lebih menyukai postur berbaring miring fleksi. Posisi telentang lama
bagi bayi preterm dan BBLR tidak disukai, karena tampaknya mereka kehilangan
keseimbangan saat telentang dan menggunakan energi vital sebagai usaha untuk
mencapai keseimbangan dengan mengubah postur.
Posisi telentang jangka lama bayi preterm dan BBLR dapat mengakibatkan
abduksi pelvis lebar (posisi kaki katak), retraksi dan abduksi bahu, peningkatan
ekstensi leher dan peningkatan ekstensi batang tubuh dengan leher dan punggung
melengkung. Sehingga pada bayi yang sehat posisi tidurnya tidak boleh posisi
telungkup (Wong, 2008).

b. Minimal handling
1) Dukungan Respirasi
Banyak bayi BBLR memerlukan oksigen suplemen dan bantuan ventilasi, hal
ini bertujuan agar bayi BBLR dapat mencapai dan mempertahankan respirasi.
Bayi dengan penanganan suportif ini diposisikan untuk memaksimalkan
oksigenasi. Terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit
bayi.

2) Termoregulasi
Kebutuhan yang paling krusial pada bayi BBLR adalah pemberian kehangatan
eksternal setelah tercapainya respirasi. Bayi BBLR memiliki masa otot yang
lebih kecil dan deposit lemak cokelat lebih sedikit untuk menghasilkan panas,
kekurangan isolasi jaringan lemak subkutan, dan control reflek yang buruk
pada kapiler kulitnya. Pada saat bayi BBLR lahir mereka harus segera
ditempatkan dilingkungan yang dipanaskan hal ini untuk mencegah atau
menunda terjadinya efek stres dingin.

3) Perlindungan terhadap infeksi


Perlindungan terhadap infeksi merupakan salah satu penatalaksanaan asuhan
keperawatan pada bayi BBLR untuk mencegah terkena penyakit. Lingkungan
perilindungan dalam inkubator yang secara teratur dibersihkan dan diganti
merupakan isolasi yang efektif terhadap agens infeksi yang ditularkan melalui
udara. Sumber infeksi meningkat secara langsung berhubungan dengan jumlah
personel dan peralatan yang berkontak langsung dengan bayi.

4) Hidrasi
Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan tambahan
kalori, elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting pada bayi
preterm, karena kandungan air ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi
cukup bulan dan sampai 90% pada bayi preterm). Hal ini dikarenakan
permukaan tubuhnya lebih luas dan kapasitas osmotik diuresis terbatas pada
ginjal bayi preterm yang belum berkembang sempurna, sehingga bayi tersebut
sangat peka terhadap kehilangan cairan.

5) Nutrisi
Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR, tetapi
terdapat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena berbagai
mekanisme ingesti dan digesti makanan belum sepenuhnya berkembang.
Jumlah, jadwal, dan metode pemberian nutrisi ditentukan oleh ukuran dan
kondisi bayi. Nutrisi dapat diberikan melalui parenteral ataupun enteral atau
dengan kombinasi keduanya.
Kebutuhan bayi untuk tumbuh cepat dan pemeliharaan harian harus dipenuhi
dalam keadaan adanya banyak kekurangan anatomi dan fisiologis. Meskipun
beberapa aktivitas menghisap dan menelan sudah ada sejak sebelu lahir,
namun koordinasi mekanisme ini belum terjadi sampai kurang lebih 32 sampai
34 minggu usia gestasi, dan belum sepenuhnya sinkron dalam 36 sampai 37
minggu.
Pemberian makan bayi awal ( dengan syarat bayi stabil secara medis) dapat
menurunkan insidens faktor komplikasi seperti hipoglikemia, dehidrasi, derajat
hiperbilirubinemia bayi BBLR dan preterm yang terganggu memerlukan
metode alternatif, air steril dapat diberikan terlebih dahulu. Jumlah yang
diberikan terutama ditentukan oleh pertambahan berat badan bayi BBLR dan
toleransi terhadap pemberian makan sebelum dan ditingkatkan sedikit demi
sedikit sampai asupan kalori yang memuaskan dapat tercapai.
Bayi BBLR dan preterm menuntut waktu yang lebih lama dan kesabaran
dalam memberikan makan dibandingkan pada bayi cukup bulan, dan
mekanisme oral-faring dapat terganggu oleh usaha pemberian makan yang
terlalu cepat. Penting untuk tidak membuat bayi kelelahan atau melebihi
kapasitas mereka dalam menerima makanan.

c. Perawatan Metode Kanguru (Kangaroo Mother Care)


1) Definisi dan manfaat perawatan metode kanguru
Perawatan metode kanguru (PMK) merupakan salah satu alternatif cara perawatan
yang murah, mudah, dan aman untuk merawat bayi BBLR. Dengan PMK, ibu
dapat menghangatkan bayinya agar tidak kedinginan yang membuat bayi BBLR
mengalami bahaya dan dapat mengancam hidupnya, hal ini dikarenakan pada bayi
BBLR belum dapat mengatur suhu tubuhnya karena sedikitnya lapisan lemak
dibawah kulitnya.
PMK dapat memberikan kehangatan agar suhu tubuh pada bayi BBLR tetap
normal, hal ini dapat mencegah terjadinya hipotermi karena tubuh ibu dapat
memberikan kehangatan secara langsung kepada bayinya melalui kontak antara
kulit ibu dengan kulit bayi, ini juga dapat berfungsi sebagai pengganti dari
inkubator.
PMK dapat melindungi bayi dari infeksi, pemberian makanan yang sesuai untuk
bayi (ASI), berat badan cepat naik, memiliki pengaruh positif terhadap peningkatan
perkembangan kognitif bayi, dan mempererat ikatan antara ibu dan bayi, serta ibu
lebih percaya diri dalam merawat bayi (Perinansia, 2008).

2) Teknik menerapkan PMK pada bayi BBLR


Beberapa teknik yang dapat dilakukan pada bayi BBLR (Perinansia, 2008) :
a) Bayi diletakkan tegak lurus di dada ibu sehingga kulit bayi menempel pada
kulit ibu.
b) Sebelumnya cuci tangan dahulu sebelum memegang bayi.

c) Pegang bayi dengan satu tangan diletakkan dibelakang leher sampai punggung
bayi.
d) Sebaiknya tidak memakai kutang atau beha (perempuan) atau kaos dalam
(laki-laki) selama PMK.

Gambar 2.1 posisi bayi dalam gendongan PMK

a) Topang bagian bawah rahang bayi dengan ibu jari dan jari-jari lainnya, agar
kepala bayi tidak tertekuk dan tidak menutupi saluran napas ketika bayi berada
pada posisi tegak.
b) Tempatkan bayi dibawah bokong, kemudian lekatkan antara kulit dada ibu dan
bayi seluas- luasnya.

c) Pertahankan posisi bayi dengan kain gendongan, sebaiknya ibu memakai baju
yang longgar dan berkancing depan.
Gambar 2.2 perawatan metode kanguru

a. Kepala bayi sedikit tengadah supaya bayi dapat bernapas dengan baik.
b. Sebaiknya bayi tidak memakai baju, bayi memakai topi hangat, memakai
popok dan memakai kaus kaki.
c. Selama perpisahan antara ibu dan bayi, anggota keluarga (ayah nenek, dll),
dapat juga menolong melakukan kontak kulit langsung ibu dengan bayi dalam
posisi kanguru.

Gambar 2.3 mengeluarkan bayi dari baju kanguru


Gambar 2.4 menyusui dalam PMK

Gambar 2.5 ayah dapat bergantian dengan ibu dalam PMK

PMK tidak diberikan sepanjang waktu tetapi hanya dilakukan jika ibu
mengunjungi bayinya yang masih berada dalam perawatan di inkubator dengan
durasi minimal satu jam secara terus-menerus dalam satu hari atau disebut PMK
intermiten. Sedangkan PMK yang diberikan sepanjang waktu yang dapat dilakukan
di unit rawat gabung atau ruangan yang dipergunakan untuk perawatan metode
kanguru disebut PMK kontinu.

d. Perawatan pada inkubator


Inkubator adalah suatu alat untuk membantu terciptanya suatu lingkungan yang
optimal, sehingga dapat memberikan suhu yang normal dan dapat mempertahankan
suhu tubuh. Pada umumnya terdapat dua macam inkubator yaitu inkubator tertutup dan
inkubator terbuka (Hidayat, 2005).

1) Perawatan bayi dalam inkubator tertutup


a) Inkubator harus selalu tertutup dan hanya dibuka apabila dalam keadaan
tertentu seperti apnea, dan apabila membuka inkubator usahakan suhu bayi
tetap hangat dan oksigen harus selalu disediakan.
b) Tindakan perawatan dan pengobatan diberikan melalui hidung.
c) Bayi harus dalam keadaan telanjang (tidak memakai pakaian) untuk
memudahkan observasi.
d) Pengaturan panas disesuaikan dengan berat badan dan kondisi tubuh.
e) Pengaturan oksigen selalu diobservasi.
f) Inkubator harus ditempatkan pada ruangan yang hangat kira-kira dengan suhu
27 derajat celcius.

2) Perawatan bayi dalam inkubator terbuka


a) Pemberian inkubator dilakukan dalam keadaan terbuka saat pemberian
perawatan pada bayi.
b) Menggunakan lampu pemanas untuk memberikan keseimbangan suhu normal
dan kehangatan.
c) Membungkus dengan selimut hangat.
d) Dinding keranjang ditutup dengan kain atau yang lain untuk mencegah aliran
udara.

e) Kepala bayi harus ditutup karena banyak panas yang hilang melalui kepala.
f) Pengaturuan suhu inkubator disesuaikan dengan berat badan sesuai dengan
ketentuan.
B. Konsep asuhan keperawatan pada BBLR
Pada saat kelahiran bayi baru harus menjalani pengkajian cepat namun seksama untuk
menentukan setiap masalah yang muncul dan mengidentifikasi masalah yang menuntut
perhatian yang cepat. Pemeriksaan ini terutama ditujukan untuk mengevaluasi
kardiopulmonal dan neurologis. Pengkajian meliputi penyusunan nilai APGAR dan
evaluasi setiap anomaly congenital yang jelas atau adanya tanda gawat neonatus (Wong,
2008).
2. Pengkajian umum
a. Timbang bayi tiap hari, atau lebih bila ada permintaan dengan menggunakan
timbangan elektronik.
b. Ukur panjang badan, dan lingkar kepala secara berkala.
c. Jelaskan bentuk dan ukuran tubuh secara umum, postur saat istirahat, kemudian
bernafas, dan adanya lokasi edema.
d. Observasi adanya deformitas yang tampak.
e. Observasi setiap tanda kegawatan, warna yang buruk, hipotonia, tidak
responsive, dan apnea.

3. Pengkajian respirasi
a. Observasi bentuk dada (barrel, konkaf), simetri, adanya insisi, slang dada, atau
devisiasi lainnya.
b. Observasi adanya penggunaan otot penapasan tambahan cuping hidung atau
retraksi substernal, interkostal atau subklavikular.
c. Tentukan frekuensi pernapasan dan keteraturannya.
d. Lakukan auskultasi dan jelaskan suara napas (stridor, krepitasi, mengi, suara
basah berkurang, daerah tanpa suara, grunting), berkurangnya masukan udara,
dan kesamaan suara napas.
e. Tentukan apakah diperlukan pengisapan.

4. Pengkajian kardiovaskuler
a. Tentukan denyut jantung dan iramanya.
b. Jelaskan bunyi jantung, termasuk adanya bising.
c. Tentukan titik intensitas maksimal (point of maximum intensity/ PMI), titik
ketika bunyi denyut jantung paling keras terdengar dan teraba (perubahan PMI
menunjukkan adanya pergeseran imediastinum).
d. Jelaskan warna bayi ( bisa karena gangguan jantung, respirasi atau
hematopoetik), sianosis pucat, plethora, jaundis, dan bercak- bercak.
e. Kaji warna dasar kuku, membran mukosa, dan bibir.
f. Tentukan tekanan darah, dan tunjukkan ekstermitas yang dipakai.

5. Pengkajian gastrointestinal
a. Tentukan adanya distensi abdomen, adanya edema dinding abdomen, tampak
pelistaltik, tampak gulungan usus, dan status umbilicus.
b. Tentukan adanya tanda regurgitasi dan waktu yang berkaitan dengan pemberian
makanan, karakter dan jumlah residu jika makanan keluar, jika terpasang selang
nasogasrtik, jelaskan tipe penghisap, dan haluaran (warna, konsistensi, pH).
c. Palpasi batas hati (3 cm dibawah batas kosta kanan).
d. Jelaskan jumlah, warna, dan konsistensi feses, periksa adanya darah.
e. Jelaskan bising usus.

6. Pengkajian genitourinaria
a. Jelaskan setiap abnormalitas genitalia.
b. Jelaskan jumlah (dibandingkan dengan berat badan), warna pH, temuan lab-
stick, dan berat jenis kemih (untuk menyaring kecukupan hidrasi).
c. Periksa berat badan (pengukuran yang paling akurat dalam mengkaji hidrasi).

7. Pengkajian neurologis-muskuloskeletal
a. Jelaskan gerakan bayi, kejang, kedutan, tingkat aktivitas terhadap rangsang, dan
evaluasi sesuai masa gestasinya.
b. Jelaskan posisi bayi atau perilakunya (fleksi, ekstensi).
c. Jelaskan refleks yang ada ( moro, rooting, sucking, plantar, tonick neck,
palmar).
d. Tentukan tingkat respons dan kenyamanan.

8. Suhu tubuh
a. Tentukan suhu kulit dan aksilar.
b. Tentukan hubungan dengan suhu sekitar lingkungan.

9. Pengkajian kulit
a. Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah, tanda iritasi,
melepuh, abrasi, atau daerah terkelupas, terutama dimana peralatan pemantau
infus atau alat lain bersentuhan dengan kulit. Periksa juga dan catat preparat
kulit yang dipakai (missal plester, povidone-jodine).
b. Tentukan tekstur dan turgor kulit kering, lembut, bersisik, terkelupas dan lain-
lain.
c. Terangkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan maturitas pusat pernafasan,
keterbatasan perkembangan otot, penurunan energi/klelahan, ketidakseimbangan
metabolik
2. Hipotermia berhubungan dengan kekurangan lemak subkutan
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi karena
imaturitas
4. Risiko Infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologi yang kurang

D. Intervensi
Diagnosa Intervensi
keperawatan
Pola Napas Tidak Intervensi Utama:
Efektif (D.0005) Manajemen Jalan Nafas (I.01011) Hal.186
Tindakan:
Observasi
- Monitor pola napas ( frekuensi, kedalaman, usaha
napas)
- Monitor bunyi napas tambahan (mis, gurgling, mengi,
wheezing, ronkhi kering)
- Monitor sputum
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt
dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
- Posisikan semi-Fowler atau Fowler
- Berikan minum hangat
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
- Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
- Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
McGill
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Hipotermia (D.0131) Intervensi Utama:
Hal.286 Manajemen Hipotermia (I.14507) Hal.183
Tindakan:
Observasi
- Monitor suhu tubuh
- Identifikasi penyebab hipotermia (mis. Terpapar suhu
lingkungan rendah, pakaian tipis, kerusakan hipotalamus,
penurunan laju metabolisme, kekurangan lemak
subkutan.
- Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia (Hipotermia
ringan : takipnea, didatria, mengigil, hipertensi, diuresis.
Hipotermia sedang : aritmia, hipotensi, apatis,
koagulopati, refleks menurun. Hipotermia berat : refleks
menghilang, edema paru, asam-basa abnormal)
Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang hangat (mis. Stur suhu
ruangan, inkubator)
- Ganti pakaian dan/atau linen yang basah
- Lakukan penghangatan pasif (mis. selimut, menutup
kepala, pakaian tebal)
- Lakukan penghangatan aktif eksternal (mis. kompres
hangat, botol hangat, selimut hangat, perawatan metode
kangguru)
- Lakukan penghangatan aktif internal (mis. infus cairan
hangat, oksigen hangat, lavase peritoneal dengan cairan
hangat)
Edukasi
- Anjurkan makan/minum hangat
Defisit Nutrisi Manajemen Nutrisi (I. 03119)
(D.0019)
Tindakan:

Observasi

- Identifikasi status nutrisi


- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
Terapeutik
- Lakukan oral hygine sebelum makan, jika perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antimetik), jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
Risiko Infeksi Pencegahan Infeksi Hal : 278 (I.14539)
(D.0142) Tindakan :
Observasi
- Monitor tanda infeksi lokal dan sistemik
- Terapeutik
- Batasi jumlah pengunjung
- Berkan perawatan kulit pada area edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
- Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda gejala infeksi
- Ajarkan cuci tagan dengan benar
- Ajarkan memeriksa kondisi luka atau luka oprasi
- Anjurkan meningkatka asupan nutrisi
- Meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

DAFTAR PUSTAKA

Http://digilib.unimus.ac.id/dwonload.php?id=17514
Tim POKJA SDKI DPP PPNI. 2017. Standar diagnosis keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan. DPP PPNI.
Tim POKJA SIKI DPP PPNI. 2018. Standar intervensi keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan. DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai