Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

“ Dewan Syariah Nasional dan Inovasi Produk


Keuangan Syariah ”
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Lembaga dan Instrumen
Keuangan Syariah
Dosen Pengampu:
Ahmad Syarif,M.SC

Disusun oleh:
Kelompok 3
Mahmudhatul Munawaroh (1831710052)
Syarifah Nurainiah Alhadi (1831710054)
Viandi Mauliddina Putri (1831710055)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SAMARINDA
2020

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Bismillahi Rahmani Rahim
Alhamdulillah Rabbil Alamin, segala puji dan syukur kita panjatkan
atas kehadirat Allah Subbanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan nikmat
dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya tak lupa shalawat dan salam
kita curahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW. Yang telah
membimbing kita dijalan yang selalu diridhoi olehNya serta para keluarga
dan sahabat serta para pengikut beliau hingga akhir zaman.
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memperluas dan menambah
wawasan kita semua terutama untuk para pembaca agar dapat lebih
memahami mengenai “Dewan Syariah Nasional dan Inovasi Keuangan
Syariah Nasional“ yang diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Lembaga dan Instumen Keuangan Syariah . Tak lupa pula kami ucapkan
terimakasih kepada Bapak Ahmad Syarif,M.SC selaku dosen pengampu mata
kuliah Lembaga dan Instumen Keuangan Syariah yang telah memberikan
tugas ini kepada kami.
Akhir kata, semoga materi yang terdapat didalam makalah yang kami
susun ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya kepada pembaca.
Kami penyusun dan penulis juga meminta maaf apabila terdapat banyak
kesalahan dalam menyusun dan menulis makalah ini.kami sangat
mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca yang dapat membangun
dan memberikan dorongan guna mendapatkan makalah lebih baik lagi.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Samarinda, 19 Maret 2020

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................4
C. Tujuan...................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................6
A. Peran Dewan Syariah Nasional.............................................................6
B. Peran Dewan Penganwasan Nasional...................................................8
C. Dewan Syariah Nasional dan Pengembangaan Produk Keuangan
Syariah........................................................................................10
D. Mekanisme Kerja Dewan Syariah Nasional.....................................18
E. Keberadaan DSN dan DPS di Beberapa Bank Syariah Dunia............20
BAB III PENUTUP.................................................................................23
A. Kesimpulan..................................................................................24
B. Saran Dan Kritik..........................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................26

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
DSN adalah singkatan dari Dewan Syariah Nasional. DSN
merupakan lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)
pada tanggal 1998 yang kemudian dikukuhkan oleh Surat Keputusan (SK).
Dewan Pimpina MUI Nomor Kep.754/II/1999 difungsikan untuk
mendorong penerapan ajaran islam dalam kehidupan ekonomi. DSN MUI
bertugas mengeluarkan fatwa atas produk-produk keungan syariah agar
sesuai dengan nilai-nilai syariah. Kebutuhan pendirian DSN MUI ini
sejalan dengan pertumbuhan lembaga keuangan syariah mengingat akan
pentingnya peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) di lembaga-lembaga
tersebut. Pendirian tersebut merupakan langkah koordinasi para ulama
dalam menghadapi kasus-kasus ekonomi atau keuangan agar lebih efektif
dan efisien.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Peran Dewan Syariah Nasional?
2. Bagaimana Peran Dewan Penganwasan Nasional?
3. Bagaimana Dewan Syariah Nasional dan Pengembangaan Produk
Keuangan Syariah?
4. Bagaimana Mekanisme Kerja Dewan Syariah Nasional ?
5. Bagaimana Keberadaan DSN dan DPS di Beberapa Bank Syariah
Dunia?
C. Tujuan
1. Umtuk mengetahui Bagaimana Peran Dewan Syariah Nasional.
2. Untuk mengetahui Bagaimana Peran Dewan Penganwasan
Nasional.
3. Untuk mengetahui Bagaimana Dewan Syariah Nasional dan
Pengembangaan Produk Keuangan Syariah.

4
4. Untuk mengetahui Bagaimana Mekanisme Kerja Dewan Syariah
Nasional.
5. Untuk mengetahui Bagaimana Keberadaan DSN dan DPS di
Beberapa Bank Syariah Dunia.

5
BAB II

PEMBAHASAN
A. Dewan Syariah Nasional dan Perannya
Dewan Syariah Nasional merupakan lembaga yang memiliki
otoritas kuat dalam penentuan dan penerapan prinsip syariah dalam
operasional di lembaga keuangan syariah, baik perbankan syariah, asuransi
syariah, dan lain-lain. Dewan Syariah Nasional berdiri pada 10 Februari
1999 sesuai dengan Surat Keputusan (SK) MUI No. Kep-
754/MUI/II/1999. Dalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah pasal 32 dan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
pasal 109 yang pada intinya menerangkan bahwa Dewan Pengawas
Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah maupun perseroan yang
menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Dewan
Pengawas Syariah tersebut hanya bisa diangkat jika telah mendapatkan
rekomendasi dari DSN-MUI.1

Kewenangan ulama untuk menetapkan dan mengawasi hukum


perbankan syariah berada di bawah koordinasi Dewan Syariah Nasional.
Dewan Syariah Nasional sendiri dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia
untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi dalam aktivitas lembaga
keuangan syariah. Dewan Syariah Nasional membantu lembaga-lembaga,
seperti Departemen Keuangan, Bank Indonesia, dan lain-lain dalam
penyusunan peraturan dan ketentuan untuk lembaga keuangan syariah.
Adapun tugas Dewan Syariah Nasional, yaitu:
1. Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan
perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya.
2. Mengeluarkan fatwa atau jenis-jenis kegiatan keuangan.
3. Mengeluaran fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah.

1
Bambang Iswanto, “Peran Bank Indonesia, Dewan Syariah Nasional, Badan Wakaf
Indonesia dan Baznas dalam Pengembangan Produk Hukum Ekonomi Islam di Indonesia”, dalam
Jurnal Iqtishadia, Vol. IX, No. 2, 2016

6
4. Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.2

Sedangkan kewenangan Dewan Syariah Nasional dalam menjalankan


tugasnya meliputi:
1. Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewas Pengawas Syaruah (DPS)
di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar
tindakan hukum pihak terkait.
2. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan atau
peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti
Departement Keuangan dan Bank Indonesia.
3. Memberikan rekomendasi dan atau mencabut rekomendasi nama-nama
yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu
lembaga keuangan syariah.
4. Mengundang para ahli menjelaskan suatu masalah yang diperlukan
dalam pembahasan ekonomi syariah, termasuk otoritas moneter atau
lembaga keuangan dalam maupun luar negeri.
5. Memberikan peringatan kepada lembaga-lembaga keuangan syaruah
untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang dikeluarkan oleh
Dewan Syariah Nasional.
6. Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil
tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.

Kerjasama yang terjalin antara Dewan Syariah Nasional (DSN)


dan Bank Syariah diwujudkan melalui nota kesepahaman (Memorandum
of Understanding (MoU) untuk menjalankan fungsi pembinaan dan
pengawasan terhadap perbankan syariah. Hal ini mengindikasikan bahwa
Dewan Syariah Nasional yang memiliki otoritas terkait hukum syariah
berperan sangat penting dalam pengembangan sistem ekonomi dan
perbankan syariah di Indonesia.

2
Bambang Iswanto, “Peran…

7
B. Dewan Pengawas Syariah dan Perannya
Dewan Syariah Nasional menerangkan bahwa Dewan Pengawas
Syariah (DPS) adalah badan yang ada di Lembaga Keuangan Syariah yang
bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di Lembaga Keuangan
Syariah. Anggota Dewan Pengawas Syariah sendiri diusulkan oleh Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) dan penempatannya di Bank Syariah
harus berdasarkan persetujuan DSN. Fungsi utama dari DPS adalah
sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan unit usaha
syariah, dan pimpinan kantor cabang syariah mengenai dengan hal-hal
terkait dengan aspek syariah.3 Dalam menjalankan tugasnya, DPS wajib
mengacu pada fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional. Sebagai Pengawas
Syariah, fungsi Dewan Pengawas Syariah sangat strategis karena
menyangkut kepentingan seluruh pengguna lembaga tersebut.
Dewan Pengawas Syariah merupakan badan independen yang
ditempatkan pada suatu bank syariah yang berperan mengawasi penerapan
prinsip syariah dalam kegiatan usaha bank. Anggotanya terdiri dari pakar
di bidang fiqh muamalah yang mengetahui pengetahuan umum di bidang
perbankan dan kemampuan lain yang relevan dengan tugas kesehariannya.
Beberapa peran Dewan Pengawas Syariah antara lain:
1. Melakukan penilaian, pengarahan, dan pengawasan, atas aktivitas bank
syariah agar sesuai dengan aturan dan prinsip syariah.
2. Melakukan sosialiasi dan edukasi kepada masyarakat tentang bank
syariah melalui media-media yang sudah berjalan di masyarakat.
3. Selain melakukan pengawasan terhadap operasional lembaga keuangan
syariah, DPS juga berperan untuk mendorong tumbuhnya ekonomi dan
keuangan syariah di Indonesia.
Secara yuridis peran Dewan Pengawas Syariah pada institusi perbankan
juga memiliki kedudukan yang kuat karena kehadirannya sangat penting
dan strategis.

3
Akhmad Faozan, “Implementasi Good Corporate Governance dan Peran Dewan
Pengawas Syariah di Bank Syariah”, dalam Jurnal La_Riba, Vol. 7, N0. 1, 2013

8
Pengoptimalan peranan Dewan Pengawas Syariah adalah dengan
cara memastikan setiao transaksi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
yang merujuk kepada Al-Qur’an dan Sunnah, atau dapat dikatakan
merujuk pada fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI). Pedoman dasar DSN MUI Bab IV ayat (2) menyatakan
bahwa DSN MUI mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas
Syariah di setiap institusi keuangan syariah dan menjadi dasar bagi para
pihak untuk mengambil tindakan hukum yang berkaitan, yaitu berdasarkan
fatwa yang dikeluarkan oleh DSN MUI dirujuk oleh DPS.4
Status hukum Dewan Pengawas Syariah diatur dalam UU No. 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bab V bagian ketiga, Dewan
Perbankan Syariah pasal 32 menyatakan:
1. Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank
Umum Konvensional yang memiliki UUS.
2. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atas
rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
3. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
bertugas memberikan nasehat dan saran kepada direksi serta
mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan Pengawas
Syariah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Bank Indonesia. Mekanisme pengangkatan dan pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah untuk Bank
Umum Syariah terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/03/2009 Tentang Bank Umum Syariah pasal 35 yang berbunyi:
a. Dewan Pengawas Syariah bertugas dan bertanggungjawab
memberikan nasehat dan saran kepada direksi serta mengawasi
kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah.

4
Akhmad Faozan, “Implementasi…

9
b. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DPS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi antara lain:
1) Menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas
pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan bank.
2) Mengawasi proses pengembangan produk baru bank.
3) Meminta fatwa kepads Dewan Syarah Nasional untuk produk
baru bank yang belum ada fatwanya.
4) Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip
syariah terhadap mekansime penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa bank, dan
5) Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari
satuan kerja bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.5

C. Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Pengembangan Produk


Keuangan Syariah
1. Pengertian Dewan Syariah Nasional
DSN Dewan Syariah Nasional adalah dewan yang dibentuk oleh
MUI yang bertugas menangani masalah-masalah yang berhubungan
dengan aktivitas lembaga keuangan syariah.6DSN merupakan bagian dari
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang bertugas mengembangkan
penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada
umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank,
asuransi dan reksadana. DSN merupakan satu-satunya lembaga yang
mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis
kegiatan, produk dan jasa keuangan syariah serta mengawasi penerapan
fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia.
Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
dibentuk dalam rangka mewujudkan aspirasi umat Islam mengenai

5
Suaidi, ”Optimalisasi Peran dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam
Perbankan Syariah”, dalam Jurnal Pemikiran dan Ilmu Keislaman, Vol. I, No. 1, 2018
6
Briefcase Book Eduksi Profesional Syariah, Sistem dan Mekanisme Pengawasan
Syariah, (Jakarta : Renaisan, 2005), h. 13.

10
masalah perekonomian dan mendorong penerapan ajaran Islam dalam
bidang perekonomian/keuangan yang dilaksanakan sesuai dengan
tuntunan syariat Islam.
Dewan syariah nasional pada prinsipnya, didirikan sebagai lembaga
syariah yang bertugas mengayongi dan mengawasi operasional aktivitas
perekonomian lembaga keuangan syariah (LKS). Selain itu, juga untuk
menampung berbagai masalah/kasus yang memerlukan fatwa agar di
peroleh kesamaan dalam penangananya oleh masing masing dewan
pengawas syariah (DPS) yang ada di masing-masing lembaga keuangan
syariah (LKS).
2. Tugas Dewan Syariah Nasional
Adapun tugas Dewan Syariah Nasional Sebagai Berikut:7
1. Menetapkan fatwa atas sistem, kegiatan, produk, dan jasa LKS,
LBS, dan LPS lainnya;
2. Mengawasi penerapan fatwa melalui DPS di LKS, LBS, dan LPS
lainnya;
3. Membuat Pedoman Implementasi Fatwa untuk lebih menjabarkan
fatwa tertentu agar tidak menimbulkan multi penafsiran pada saat
diimplementasikan di LKS, LBS, dan LPS lainnya;
4. Mengeluarkan Surat Edaran (Ta’limat) kepada LKS, LBS, dan LPS
lainnya;
5. Memberikan rekomendasi calon anggota dan/atau mencabut
rekomendasi anggota DPS pada LKS, LBS, dan LPS lainnya;
6. Memberikan Rekomendasi Calon ASPM dan/atau mencabut
Rekomendasi ASPM;
7. Menerbitkan Pernyataan Kesesuaian Syariah atau Keselarasan
Syariah bagi produk dan ketentuan yang diterbitkan oleh Otoritas
terkait;

7
Dewan Syariah Nasional (DSN), dalam Situs Resmi DSN.
https://dsnmui.or.id/kami/sekilas/, pada 18 maret 2021.

11
8. Menerbitkan Pernyataan Kesesuaian Syariah atas sistem, kegiatan,
produk, dan jasa di LKS, LBS, dan LPS lainnya;
9. Menerbitkan Sertifikat Kesesuaian Syariah bagi LBS dan LPS
lainnya yang memerlukan;
10. Menyelenggarakan Program Sertifikasi Keahlian Syariah bagi
LKS, LBS, dan LPS lainnya;
11. Melakukan sosialisasi dan edukasi dalam rangka meningkatkan
literasi keuangan, bisnis, dan ekonomi syariah; dan
12. Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam
kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada
khususnya.
3. Wewenang DSN
Fungsi utama dewan syariah nasional adalah mengawasi produk-
produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam.
Dewan ini bukan hanya mengawasi bank syariah, tetapi juga lembaga-
lembaga lain seperti asuransi, reksadana, modal ventura, dan sebagainya.
Untuk keperluan pengawasan tersebut, dewan syariah nasional
membuat garis panduan produk syariah yang di ambil dari sumber-
sumber hukum Islam. Garis panduan ini menjadi dasar pengawasan bagi
dewan pengawas syariah pada lembaga lembaga keuangan syariah dan
menjadi dasar pengembangan produk-produknya. Berikut wewenang
Dewan Syariah Nasional;8
1. Memberikan peringatan kepada LKS, LBS, dan LPS lainnya untuk
menghentikan penyimpangan dari fatwa yang diterbitkan oleh
DSN-MUI;
2. Merekomendasikan kepada pihak yang berwenang untuk
mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan;
3. Membekukan dan/atau membatalkan sertifikat Syariah bagi LKS,
LBS, dan LPS lainnya yang melakukan pelanggaran;

8
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. (Jakarta: Gema
Insani Press,2001), h.32.

12
4. Menyetujui atau menolak permohonan LKS, LBS, dan LPS lainnya
mengenai usul penggantian dan/atau pemberhentian DPS pada
lembaga yang bersangkutan;
5. Merekomendasikan kepada pihak terkait untuk
menumbuhkembangkan usaha bidang keuangan, bisnis, dan
ekonomi syariah; dan
6. Menjalin kemitraan dan kerjasama dengan berbagai pihak, baik
dalam maupun luar negeri untuk menumbuhkembangkan usaha
bidang keuangan, bisnis, dan ekonomi syariah.
4. Kedudukan, Status, dan Anggota DSN
a. Dewan Syariah Nasional merupakan bagian dari Majelis Ulama
b. Dewan Syariah Nasional membantu pihak terkait, seperti
Departemen Keuangan, Bank Indonesia dan lain-lain dalam
menyusun peraturan/ketentuan untuk lembaga keuangan syariah.
c. Anggota DSN terdiri dari para ulama, praktisi, dan para pakar
dalam bidang yang terkait dengan muamalah syariah.
d. Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI dengan masa bakti
sama dengan periode masa bakti pengurus MUI pusat, yakni 5
(lima) tahun. Sedangkan dalam buku Petunjuk Pelaksanaan
Pembukaan Kantor Bank Syariah, yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia, dikatakan bahwa masa bakti DSN adalah 4 tahun.9
5. Pengembangan Produk Keuangan Syariah
Untuk mengembangkan produk pembiayaan korporasi, banyak
strategi yang bisa dilakukan untuk meningkatkan asset perbankan
syariah. Salah satunya adalah mengembangkan pembiayaan ke sektor
korporasi. Pembiayaan ke korporasi yang relatif besar akan memberikan
peluang keuntungan yang relatif besar, namun juga memiliki risiko yang
cukup besar juga, maka salah satu strategi yang bisa dilakukan perbankan
syariah agar lebih aman memasuki sektor korporasi dengan cara

9
Jaih Mubarok, Perkembangan Fatwa Ekonomi Syariah, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy,
2004), hal. 13.

13
menerapkan pembiayaan sindikasi, yakni pembiayaaan yang diberikan
kepada satu mudharib atau debitur oleh bank-bank yang tergabung dalam
satu kerjasama (musyarakah).10
Sindikasi dapat dilakukan antara bank syariah dan bank
konvensional. Beberapa waktu yang lalu bank konvensional pernah
mengajak bank syariah untuk ikut dalam sebuah pembiayaan sindikasi di
mana leader-nya adalah konvensional. Hal tersebut boleh saja dilakukan
apabila sepanjang sindikasi tersebut tidak melanggar prinsip-prinsip
syariah dengan pemisahan dan pembatasan aspek tertentu. Bagi
perbankan syariah, pembiayaan sindikasi tidak hanya berperan untuk
meningkatkan asset perbankan syariah dan menjaga likuiditas akan tetapi
juga sebagai bentuk kontribusi langsung perbankan syariah dalam
pembangunan nasional di Indonesia. Dengan melakukan serta
mengembangkan pembiayaan sindikasi inilah perbankan syariah di
Indonesia bisa berperan membiayai proyek-proyek infrastuktur dan
korporasi berskala besar.
Pengertian Pembiayaan Sindikasi itu sendiri merupakan
pembiayaan yang diberikan oleh beberapa kreditur sindikasi (atau
shahibul mal), yang biasanya terdiri dari bank-bank dan/atau lembaga-
lembaga keuangan lainnya kepada debitur (atau mudharib), yang
biasanya berbentuk badan hukum untuk membiayai satu atau beberapa
proyek usaha. Pembiayaan sindikasi tersebut diberikan secara sinergis
(syirkah) sesama bank syariah, karena jumlah pembiayaan yang
dibutuhkan untuk membiayai proyek korporasi tersebut sangat besar,
sehingga sulit atau tidak mungkin dibiayai oleh kreditur tunggal. Sesuai
dengan definisi tersebut, bahwa dalam pemberian pembiayaan sindikasi,

10
Ferlangga Al Yozika dan Nurul Khalifah, “Pengembangan Inovasi Produk Keuangan
Dan Perbankan Syariah Dalam Mempertahankan Dan Meningkatkan Kepuasan Nasabah” dalam
Jurnal Edunomika, vol. 1, no. 2, 2017.

14
jumlah pembiayaan akan terlalu besar apabila diberikan oleh satu bank
saja.
Selanjutnya, inovasi dengan Trade Finance, Trade Finance adalah
fasilitas yang diberikan untuk membiayai kegiatan perdagangan debitur
yang berkaitan dengan transaksi perdagangan luar negeri (ekspor-impor)
maupun dalam negeri (jual beli). Manfaat Trade Finance, yaitu untuk
meningkatkan efisiensi pengelolaan modal kerja debitur melalui
penyediaan fasilitas pembiayaan piutang dagang, persediaan barang jadi
atau bahan baku dan atau fasilitas penundaan pembayaran kewajiban
dalam rangka perdagangan, mengendalikan risiko-risiko yang terkait
dengan transaksi perdagangan debitur, menyediakan alternatif
pembiayaan dengan struktur biaya yang lebih kompetitif bagi debitur
dibanding dengan menggunakan fasilitas kredit konvensional,
meningkatkan kredibilitas debitur terhadap counter party, dan
menyediakan sarana untuk menunjang kelancaran arus pembayaran
transaksi debitur.
Setelah Trade Finance, ada produk pengelolaan kas. Pembentukan
kas kecil harus ada nominal yang sudah harus dipastikan dalam saldo kas
kecil. Nominal yang ditentukan harus sesuai dengan skala operasional
perusahaan. Dalam produk pengelolaan kas, batas saldo minimal kas
kecil dalam manajemen pengelolaan kas kecil itu diperbolehkan untuk
diubah, akan tetapi kebijakan baru itu sebaiknya diumumkan kepada
seluruh pihak yang terlibat didalam perusahaan. Pemberitahuan ini perlu
diketahui dan dijadikan dasar pertimbangan bagi setiap departemen di
perusahaan di dalam melakukan pemetaan akan dana atau pembelian
barang.
Kemudian setelah produk pengelolaan kas, ada inovasi
pengembangan produk keuangan dengan Pembiayaan Start Up, pada saat
ini bisnis start up sedang diminati oleh kalangan IT. Start up adalah usaha
dengan menggunakan basis teknologi informasi untuk produknya. Dalam

15
pendanaan bisnisnya, seorang entepreneur start up memiliki cirinya
masing-masing.
Ada entepreneur start up yang menggunakan kemampuan dana
milik sendiri, ada juga yang melakukan pinjaman dana modal kepada
kreditur atau dana pihak bank untuk menjalankan usahanya. Ada
beberapa jenis pembiayaan start up yang perlu dipahami, diantaranya
pembiayaan hutang (debt financing), yaitu jenis pembiayaan yang
biasanya melakukan pinjaman atau kredit dengan tingkat suku bunga
tertentu kepada lembaga tertentu atau kreditur. Dalam hal tersebut,
lembaga yang biasanya dijadikan sebagai kreditur adalah bank atau
perbankan yang bersangkutan. Untuk mengajukan pinjaman di bank,
seorang entepreneur harus membuat proposal bisnis yang berisi laporan
usahanya dan kebutuhan pendanaan yang sedang diperlukan untuk bisnis
start up yang sedang dijalaninya. Pihak kreditur biasanya melihat kondisi
usahanya berdasarkan laporan keuangan usaha yang dijalaninya pada
periode tertentu. Pada saat bank memberikan pinjaman, kreditur atau
pihak bank akan menetapkan suku bunga dan tanggal jatuh tempo untuk
pengembalian pinjaman. Jenis pembiayaan start up ini jarang diambil
oleh entepreneur start up karena resiko yang diambil terlalu besar untuk
mereka.
Jenis pembiayaan start up yang kedua yaitu pembiayaan investor
(investment financing/equity financing), Pembiayaan investor adalah
jenis pembiayaan yang dilakukan oleh pihak swasta atau investor
terhadap suatu usaha. Pembiayaan jenis ini bisa dimulai dari skala kecil
yaitu melalui keluarga atau teman, hingga ke skala besar yaitu melalui
investor besar. Dalam pembiayaan ini, entepreneur start up dan investor
akan menyepakati pendanaan untuk periode tertentu. Investor nantinya
akan bertindak sebagai pemegang saham. Dana dari investor berbeda
dengan dana pinjaman dari bank. Seorang entepreneur akan
menggunakan dana dari investor untuk memutar usahanya. Pada periode
tertentu, investor akan mendapatkan bagi hasil atau deviden dari

16
keuntungan usaha yang dijalankan oleh entepreneur start up. Pembiayaan
start up ini dipakai oleh banyak entepreneur start up, kemudian
entepreneur akan mencari investor setelah usahanya sudah berjalan
beberapa bulan dimulai.
Jenis pembiayaan start up yang ketiga yaitu pembiayaan sendiri
(bootstraping), ialah pembiayaan yang dilakukan secara mandiri oleh
entepreneur. Pembiayaan ini banyak dilakukan entrepreneur start up yang
sedang memulai usahanya. Pembiayaan berasal dari tabungan pribadi
entepreneur. Untuk melakukan pembiayaan mandiri, seorang entepreneur
harus merencanakan kegiatan usahanya dengan benar. Untuk memulai
bootstraping, seorang entepreneur biasanya akan mengevaluasi aset-aset
pribadi dan tabungannya. Setelah itu, ia akan melakukan perancanaan
keuangan dengan prinsip melakukan banyak hal dengan sedikit
pengeluaran (doing more with less). Pendanaan pribadi biasanya tidak
akan bertahan lama karena minimnya sumber daya. Seorang entepreneur
start up mampu membuat perencanaan keuangan dan usahanya dengan
baik, pengeluaran yang mereka lakukan akan kembali dengan hasil usaha
yang mereka kerjakan.
Jenis pembiayaan start up yang keempat yaitu bantuan atau hibah
(grant), ini adalah salah satu pembiayaan start up yang populer dan
banyak dicari oleh entepreneur. Pada saat ini, baik pihak pemerintah
ataupun swasta banyak mengeluarkan program bantuan dan hibah modal
kepada entepreneur start up. Beberapa bantuan modal ini biasanya
diberikan secara langsung, tetapi ada juga yang melalui sebuah kompetisi
start up. Pada saat seorang entepreneur mengajukan bantuan modal,
mereka dituntut membuat sebuah proposal yang berisi rancangan bisnis
yang sedang dijalaninya, serta laporan keuangan bisnis dan rancangan
pendanaan. Kelebihan lain dari jalur ini (bantuan dan hibah modal) selain
mendapatkan bantuan modal usaha, entepreneur juga berkesempatan
mendapatkan program inkubator bisnis dan mentoring dengan praktisi

17
yang ada. Ini lah yang membuat entepreneur start up sangat minat
terhadap pembiayaan melalui jalur bantuan modal atau hibah (grant).
Kemudian untuk mengembangkan produk perbankan syariah
selanjutnya ada Business Development, yaitu salah satu fungsi
manajemen perusahaan dalam upaya untuk mengembangkan bisnis yang
dimiliki oleh perusahaan. namun dalam pengertian yang lebih luas
Business Development bukan hanya melakukan analisa bisnis yang ada
pada saat ini tetapi juga bagaimana mengelola opportunity business yang
ada menjadi sesuatu yang dapat dilakukan oleh perusahaan dengan
menggunakan sebagian atau seluruh sumber daya yang dimilikinya.
Banyak yang mengkaitkan Business Development dengan Marketing
dengan menyatakan bahwa fungsi Business Development adalah
merupakan upaya perusahaan untuk meningkatkan fungsi marketing dan
bagimana melakukan penjualan, mencapai target penjualan, kemudian
menindaklanjuti marketing program dan lain sebagainya terkait dengan
permasalahan marketing. Akan tetapi fungsi-fungsi tersebut merupakan
sebagian kecil dari fungsi Business Development, karena idealnya
Business Development harus memiliki cakupan yang lebih luas hal ini
terkait dengan pengembangan bisnis yang bukan hanya sekedar
mengembangkan permasalahan marketing saja, tetapi lebih dari itu
termasuk memilih bisnis apa yang paling cocok atau menguntungkan
bagi perusahaan dan konsep seperti apa untuk dapat melaksanakan
sebuah bisnis.

D. Mekanisme Kerja Dewan Syariah Nsional


Mekanisme kerja yang disusun dalam keputusan MUI tentang
susunan pengurus DSN, pada dasarnya merupakan kelanjutan dari tugas
dan kewenangan DSN. Dalam mekanisme kerja DSN terdapat tiga unsur
yang harus diperhatikan, yaitu: DSN, badan pelaksana harian (BPH), dan
dewan pengawas syariah (DPS).
a. Dewan Syariah Nasional

18
Mekanisme kerja DSN adalah:
1. Dewan syariah nasional mensahkan rancangan fatwa yang
diusulkan oleh badan pelaksana harian DSN.
2. Dewan syariah nasional melakukan rapat pleno paling
tidak satu kali dalam tiga bulan,atau bilamana diperlukan.
3. Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat
dalam laporan tahunan (annual repport) bahwa lembaga
keuangan syariah yang bersangkutan yang telah/tidak
memenuhi segenap ketentuan syariah sesuai dengan fatwa yang
di keluarkan oleh dewan syariah nasional.11
Dewan Syariah Nasional mengesahkan rancangan fatwa yang
diusulkan oleh Badan Pelaksana Harian DSN. Dewan Syariah
Nasional melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam
tiga bulan, atau bilamana diperlukan.
b. Badan Pelaksana Harian
Badan Pelaksana Harian menerima usulan atau
pertanyaan hukum mengenai suatu produk lembaga keuangan
syariah. Usulan ataupun pertanyaan ditujukan kepada
sekretariat Badan Pelaksana Harian. Sekretariat yang
dipimpin oleh Sekretaris paling lambat 1 (satu) hari kerja
setelah menerima usulan /pertanyaan harus menyampaikan
permasalahan kepada Ketua.8 Ketua Badan Pelaksana Harian
bersama anggota dan staf ahli selambat-lambatnya 20 hari
kerja harus membuat memorandum khusus yang berisi telaah
dan pembahasan terhadap suatu pertanyaan/usulan. Ketua
Badan Pelaksana Harian selanjutnya membawa hasil
pembahasan ke dalam Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional
untuk mendapat pengesahan. Fatwa atau memorandum Dewan
Syariah Nasional ditandatangani oleh Ketua dan Sekretaris
Dewan Syariah Nasional.

11
R Susilawati - 2017 - repository.uinbanten.ac.id)

19
c. Dewan Pengawas Syariah
Dewan Pengawas Syariah melakukan pengawasan
secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang
berada di bawah pengawasannya. Dewan Pengawas Syariah
berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga
keuangan syraiah kepada pimpinan lembaga yang
bersangkutan dan kepada Dewan Syariah Nasional. Dewan
Pengawas Syariah melaporkan perkembangan produk dan
operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya
kepada Dewan Syariah Nasional sekurang-kurangnya dua
kali dalam satu tahun anggaran. Dewan Pengawas Syariah
merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan
pembahasan Dewan Syariah Nasional.12
Pembiayaan Dewan Syariah Nasional (DSN)
memperoleh dana oprasional dari bantuan Pemerintah
(Depkeu), Bank Indonesia, dan sumbangan masyarakat.
Dewan Syariah Nasional menerima dana iuran bulanan dari
setiap lembaaga keuangan syariah yang ada. Dewan Syariah
Nasional mempertanggungjawabkan keuangan/sumbangan
tersebut kepada Mejelis Ulama Indonesia (MUI)

E. Keberadaan DSN dan DPS di Beberapa Bank Syariah Dunia


Salah satu ciri yang membedakan antara bank Islam dengan bank
konvensional adalah keha-rusan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS)
pada bank islam. DPS bertugas mengawasi segala aktivitas bank agar
selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dengan kata lain, DPS
bertanggung ja-wab atas produk dan jasa yang ditawarkan kepada
masyarakat agar sesuai dengan prinsip syariah; investasi atau proyek yang

12
Askar Abubakar Asdin, “KONSEP DASAR DEWAN SYARIAH NASIONAL (DSN)” IAIN
Parepare, Juli 2019, hal 7-8.

20
ditangani oleh bank harus juga sesuai dengn prinsip syariah, dan tentu saja
bank itu sendiri harus di kelola sesuai dengan prinsip syariah.
Terdapat perbedaan istilah yang digunakan masing-masing negara.
Apapun terminologi yang digunakan, secara umum anggota pengawas
syariah tentulah harus merupakan orang yang memiliki otoritas di bidang
syariah. Kasus yang menarik ter-dapat di Islamic Bank Bangladesh,
dimana ang-gotanya tidak saja ulama tetapi juga para ahli dari berbagai
disiplin seperti para bankir yang punya reputasi bagus, para ahli hukum,
serta para ekonom. Sedangkan di Tunisia, semua permasalahan yang
berkenaan dengan tanggung jawab Dewan Penga-was Syariah diserahkan
kepada Mufti, jabatan ulama tertinggi yang memiliki otoritas pada
masalah-masalah agama.
Mekanisme penentuan anggota Dewan Pengawas Syariah berbeda
pada setiap negara. Pada beberapa negara yang sudah mengatur secara
sentral keberadaan dan operasional bank islam, seperti Malaysia, Mesir,
Jordania, Kuwait, Pakistan, Indonesia. Mekanismenya sudah diatur dalam
un-dang-undang atau peraturan negara. Filosofi dari mekanisme ini adalah
untuk menjaga independensi Dewan Pengawas Syariah.
Berikut ini adalah istilah yang digunakan untuk Dewan Pengawas
Syariah di beberapa negara:

Istilah Yang Jumlah


Bank Islam Digunakan Anggota
Al-Baraka Islamic Investment
Bank Shariah Commitee 3
Shariah Supervisory
Bank Islam Malaysia Berhad Cuncil 6
Belt Ettanwil Tounsi Saudi,
Tunisia Shariah Advisor 1
Shariah Supervisory
Dubai Islamic Bank Board 3
El-Gharb Islamic Bank of Sudan Shariah Supervisory 3

21
Board
Religius Supervisory
Faisal Islamic Bank of Kibris Ltd. Board 3
Religius Supervisory
Faisal Islamic Bank of Bahrain Board 4
Islamic Bank Bangladesh Limited Shariah Council 10
Religious Control
Islamic Bank of Bahrain Commitee 6
Islamic Co-op Dev.Bank of Shariah Supervisory
Sudan Board 2
Jordan Islamic Bank Shariah Advisory Board 3
Fatwa and Shariah
Kuwait Finance House Supervisory Authority 6
Board
Religious Supervisory
Qatar International Islamic Bank Committee 3
Fatwa and Research
Tadamon Islamic Bank of Sudan Department No Daa
Bank-bank Islam di Indonesia Dewan Pengawas Syariah Vary

22
Di Indonesia, otoritas masalah keagamaan berada di bawah Majelis
Ulama Indonesia (MUI). Dengan berkembangnya lembaga keuangan Islam
di Indonesia, maka berkembang pula jumlah DPS. Un-tuk mengantisipasi
agar tidak terjadi kebingungan di kalangan umat akibat banyak dan
beragamnya DPS, MUI sebagai payung dari lembaga dan organisasi ke-
Islam-an di Indonesia menganggap perlu diben-tuknya suatu dewan
syariah yang bersifat nasional dan membawahi seluruh lembaga
keuangan.13

13
Maslihati Nur Hidayat, “DEWAN PENGAWAS SYARIAH DALAM SISTEM HUKUM
PERBANKAN : STUDI TENTANG PENGAWASAN BANK BERLANDASKAN PADA PRINSIP-PRINSIP
ISLAM” dalam Lex Jurnalica Vol. 6 No.1, Desember 2008.

23
BAB III
PENUTUP
A. Penutup
1. Dewan Syariah Nasional merupakan lembaga yang memiliki
otoritas kuat dalam penentuan dan penerapan prinsip syariah
dalam operasional di lembaga keuangan syariah, baik perbankan
syariah, asuransi syariah, dan lain-lain. Kewenangan ulama untuk
menetapkan dan mengawasi hukum perbankan syariah berada di
bawah koordinasi Dewan Syariah Nasional.
2. Dewan Pengawas Syariah merupakan badan independen yang
ditempatkan pada suatu bank syariah yang berperan mengawasi
penerapan prinsip syariah dalam kegiatan usaha bank.
3. Untuk mengembangkan produk pembiayaan korporasi, banyak
strategi yang bisa dilakukan untuk meningkatkan asset perbankan
syariah. Salah satunya adalah mengembangkan pembiayaan ke
sektor korporasi.
4. Mekanisme kerja yang disusun dalam keputusan MUI tentang
susunan pengurus DSN, pada dasarnya merupakan kelanjutan dari
tugas dan kewenangan DSN. Dalam mekanisme kerja DSN

24
terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu: DSN, badan
pelaksana harian (BPH), dan dewan pengawas syariah (DPS).
5. Mekanisme penentuan anggota Dewan Pengawas Syariah berbeda
pada setiap negara. Pada beberapa negara yang sudah mengatur
secara sentral keberadaan dan operasional bank islam, seperti
Malaysia, Mesir, Jordania, Kuwait, Pakistan, Indonesia.
Mekanismenya sudah diatur dalam un-dang-undang atau
peraturan negara. Filosofi dari mekanisme ini adalah untuk
menjaga independensi Dewan Pengawas Syariah.
B. Saran dan Kritik
Dengan adanya makalah ini maka penulis berharap pambaca
bisa menyimak materi yang telah di sajikan oleh penulis, sehingga
bisa menambah pengetahuan pembaca mengenai Keseimbangan pasar
dalam ekonomi makro dengan itu juga penulis berharap saran dan
kritik dari pembaca tentang sistematika penulisan dari makalh yang
kami buat.

25
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Briefcase Book Eduksi Profesional Syariah, Sistem dan Mekanisme


Pengawasan Syariah, (Jakarta : Renaisan, 2005), h. 13..

Jaih Mubarok, Perkembangan Fatwa Ekonomi Syariah, (Bandung:


Pustaka Bani Quraisy, 2004), hal. 13.
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik.
(Jakarta: Gema Insani Press,2001), h.32.

Situs Pribadi

Dewan Syariah Nasional (DSN), dalam Situs Resmi DSN.


https://dsnmui.or.id/kami/sekilas/, pada 18 maret 2021.
R Susilawati - 2017 - repository.uinbanten.ac.id)

Jurnal

26
Akhmad Faozan, “Implementasi Good Corporate Governance dan Peran
Dewan Pengawas Syariah di Bank Syariah”, dalam Jurnal
La_Riba, Vol. 7, N0. 1, 2013

Askar Abubakar Asdin, “KONSEP DASAR DEWAN SYARIAH


NASIONAL (DSN)” IAIN Parepare, Juli 2019, hal 7-8.

Bambang Iswanto, “Peran Bank Indonesia, Dewan Syariah Nasional,


Badan Wakaf Indonesia dan Baznas dalam Pengembangan Produk
Hukum Ekonomi Islam di Indonesia”, dalam Jurnal Iqtishadia,
Vol. IX, No. 2, 2016.
Ferlangga Al Yozika dan Nurul Khalifah, “Pengembangan Inovasi Produk
Keuangan Dan Perbankan Syariah Dalam Mempertahankan Dan
Meningkatkan Kepuasan Nasabah” dalam Jurnal Edunomika, vol.
1, no. 2, 2017.

Maslihati Nur Hidayat, “DEWAN PENGAWAS SYARIAH DALAM


SISTEM HUKUM PERBANKAN : STUDI TENTANG
PENGAWASAN BANK BERLANDASKAN PADA PRINSIP-
PRINSIP ISLAM” dalam Lex Jurnalica Vol. 6 No.1, Desember
2008.

Suaidi, ”Optimalisasi Peran dan Fungsi Dewan Pengawas Syariah (DPS)


dalam Perbankan Syariah”, dalam Jurnal Pemikiran dan Ilmu
Keislaman, Vol. I, No. 1, 2018

27
28

Anda mungkin juga menyukai