Hasil survei Nilai Konservasi Tinggi, yang dilakukan Fauna flora International di Kabupaten Ketapang,
khususnya di Blok Pelang-Sungai Besar menunjukkan terdapat 2 jenis diantaranya yaitu orangutan (Pongo
pygmaeus wurmbii) dan kelempiau (Hylobates albibabris) masuk kategori spesies yang terancam punah
(Endangered), dan terdapat banyak fauna mamalia, burung, ampibi dan reptil, merupakan spesies yang
memiliki Nilai Konservasi Tinggi.
Hasil interpretasi peta dan pengecekan lapangan terhadap kedalaman gambut menunjukkan lebih dari
85% kawasan Blok Pelang-Sungai Besar memiliki kedalaman lebih dari 3 meter.
Pemerintah Daerah Kabupaten Ketapang saat ini tengah mengembangan kebijakan daerah untuk menjaga
keseimbangan pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan melalui revisi RTRWK, kajian lingkungan
hidup strategis, penetapan kawasan strategis daerah, dan upaya memberikan legalitas kepada inisiatif
masyarakat untuk melakukan perlindungan hutan di wilayah APL. Dalam kerangka ini pemda Ketapang
bekerjasama dengan berbagai pihak untuk melakukan berbagai kajian untuk mengatasi persoalan
kebijakan yang sudah terlanjur dikeluarkan namun masih dimungkinkan upaya perbaikan, sehingga
kepentingan ekonomi dan lingkungan dapat berjalan seiring.
Kedua bentang alam ini sangat penting keberadaannya dalam mendukung dan menjaga
kualitas lingkungan daerah hulu dan hilir Kabupaten Ketapang. Kondisi hutan di kedua
bentang ini relatif utuh dan terjaga. Bagi penduduk Ketapang, keutuhan dua bentang tersebut
penting sebagai penyangga dalam menghadapi perubahan iklim yang sering berubah secara
ekstrim.
1
menyediakan ruang terbuka hijau setidaknya 30% dari total wilayah kabupaten. Sejalan
dengan ini, Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2007, pasal 9, pasal 53, memberikan
penegasan mengenai perlindungan kawasan bentang alam yang memiliki keunikan dan
keanekaragaman hayati tinggi untuk dilindungi sebagai Kawasan Strategis Nasional.
Pada penjelasannya UU No. 26 tahun 2007, dinyatakan bahwa penataan ruang berdasarkan
fungsi utama kawasan merupakan komponen dalam penataan ruang baik yang dilakukan
berdasarkan wilayah administratif, kegiatan kawasan, maupun nilai strategis kawasan.
Termasuk dalam kawasan lindung adalah: (a) kawasan yang memberikan perlindungan
kawasan bawahnya, antara lain kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan resapan air.
Kebijakan ini tentunya perlu dukungan dari seluruh pemerintah daerah di Indonesia, salah
satunya Kabupaten Ketapang yang secara aktual masih memiliki areal hutan, baik di dalam
maupun di luar kawasan yang ditetapkan sebagai hutan. Dalam mendukung kegiatan mitigasi
GRK dan memberikan payung aktifitas teknis, dikeluarkan Perpres nomor 71 tahun 2011
tentang penyelenggaraan inventarisasi gas rumah kaca nasional, dimana gubernur dan bupati
dan turut terlibat dalam mendukung upaya mitigasi GRK melalui inventarisasi GRK dengan
menggunakan pembiayaan dari APBN maupun APBD.
Berkenaan dengan Perpres 61 tahun 2011, Kabupaten Ketapang menduduki posisi penting
dengan bentang alam hutan gambut dataran rendah. Kebijakan daerah sebelum tahun 2011
telah mengalokasi cukup banyak lahan gambut ini untuk perkebunan besar. Mengantisipasi
2
Perpres tersebut, saat ini Pemda Ketapang bekerjasama dengan pihak pemilik hak
perkebunan, perguruan tinggi dan LSM untuk mengidentifikasi dan merencanakan
pengelolaan kawasan gambut dan hutan dan Hutan dengan Nilai Konservasi Tinggi untuk
tidak dibuka dan dikelola dengan baik agar dapat mendukung kebijakan pemerintah tersebut.
Bentuk-bentuk kerjasama yang akan dikembangkan terus didiskusikan agar tidak merugikan
kepentingan investasi bersamaan dengan kepentingan konservasi ekosistem penting bagi
kehidupan.
Bagi masyarakat setempat dan sekitar blok kawasan tersebut, Inisiatif perlindungan kawasan
hutan tujuan utamanya mempertahankan kawasan hutan di wilayah APL untuk perlindungan
3
terhadap bencana banjir, kekeringan, pengairan lahan pertanian, penyediaan air bersih,
menjaga kesinambungan hasil hutan kayu dan non kayu dan aktivitas yang berkaitan dengan
adat budaya setempat.
Masyarakat didampingi FFI dan forum Hutan Desa telah melakukan beberapa kegiatan
diantaranya: pemetaan partisipatif, pelatihan & pemahaman REDD, pelatihan inventarisasi
Nilai Konservasi Tinggi (HCV), carbon accounting, patroli hutan partisipatif, pengembangan
kelembagaan, kebun bibit rakyat, membentuk lembaga kelola tingkat desa, melakukan
inventarisasi keanekargaman hayati, bekerjasama dengan pihak swasta pemilik HGU untuk
pengelolaan HCV di wilayah HGU, dan zonasi kawasan hutan.
Untuk itu, kebijakan daerah untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan ekonomi dan
kelestarian lingkungan sedang diupayakan Pemda Ketapang melalui revisi RTRWK, kajian
lingkungan hidup strategis, penetapan kawasan strategis daerah, dan upaya memberikan
legalitas kepada inisiatif masyarakat untuk melakukan perlindungan hutan di wilayah APL.
4
Status Kawasan Hutan Grand Grand
Penutupan
APL HP HPK HPT Total* Total*
Lahan
2003 2009 2003 2009 2003 2009 2003 2009 (2003) (2009)
Primary Forest 132.94 132.18 16,998.68 15,345.95 65.80 111,081.40 103,162.67 294,236.72 285,806.45
Secondary Forest 67,938.09 64,855.23 106,996.13 105,013.64 37,807.80 41,454.21 385,667.87 392,226.64 674,252.51 691,460.23
Peat Forest 72,976.40 72,246.63 130,833.31 156,014.83 53,040.91 46,959.83 237.78 147.70 292,822.39 299,653.46
Grand Total 145,829.56 141,525.41 255,135.61 276,619.91 90,905.29 88,479.84 496,987.05 495,537.00 1,266,457.82 1,281,457.00
Sumber : Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah III Pontianak, Kementerian Kehutanan, 2003 dan 2009.
Keterangan: *) Termasuk Hutan Lindung, Taman Nasional dan Hutan, Produksi Terbatas
Secara keseluruhan, dari survei yang dilakukan, kawasan ini tercatat 38 jenis mamalia, 150
jenis burung, dan 33 jenis ampibi dan reptil, diantaranya 41, 63% nya atau 92 jenis
merupakan spesies yang memiliki nilai konservasi tinggi, yang terdiri dari 23 jenis mamalia,
60 jenis burung, dan 9 jenis ampibi dan reptil.
Kekayaan fauna lain yang berhasil dicatat selama periode survei yaitu keanekaragaman jenis
ikan lokal, dimana setidaknya terdapat 50 jenis ikan berdasarkan nama lokal tercatat di
kawasan blok hutan Sungai Besar-Pelang. Beberapa jenis ikan tersebut merupakan jenis yang
memiliki nilai ekonomis dan menjadi salah satu sumber protein bagi masyarakat, seperti ikan
tapah, ikan baung, ikan, dan lainnya yang masih masyarakat tangkap.
5
6
4. Identifikasi kondisi dan kedalaman gambut di Blok Hutan Sungai Besar-Pelang
Lahan gambut memiliki sifat unik dan rentan, namun mempunyai peran penting, kemampuan
gambut dalam menahan air berkisar antara 300-800 bobot keringnya. Kemampuan ini
sangat berguna dalam mencegah banjir, kekeringan, sekaligus melindungi dari intrusi air laut.
Hasil interpretasi peta dan pengecekan lapangan di blok Sungai Besar-Pelang disajikan dalam
peta di bawah. Hampir seluruh kawasan blok hutan Sungai Besar-Pelang merupakan
kawasan gambut dengan kedalaman antara 1 meter sampai dengan lebih dari 11 meter.
Lebih kurang 90% wilayah ini memiliki kedalaman lebih dari 3 meter, dan ± 40% dari
keseluruhan blok ini memiliki kedalaman antara 8-11 meter.
Mengingat pada Keppres No 32 tahun 1990, tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, dalam
pasal 9, enyatakan, perlindungan terhadap kawasan bergambut dimaksudkan untuk
melindungi hidrologi wilayah, yang berfungsi sebagai penambat air, pencegah banjir serta
melindungi ekosistem yang khas di kawasan bersangkutan. Dan pada pasal 10, kriteria
kawasan bergambut adalah tanah bergambut dengan ketebalan 3 meter atau lebih yang
terdapat di hulu sungai dan rawa.
Selain itu kesuburan tanah gambut rendah, miskin hara untuk tanaman. Kemasaman lahan
gambut dapat mencapai 1-4 (pH lahan pertanian umumnya antara 6,0-6,5), karena
rendahnya kandungan Ca dan Mg. Sementara kandungan pirit di lahan gambut yang dekat
pantai atau dipengaruhi pasang surut, tinggi dengan logam besi dan almunium, bila
teroksidasi menjadi racun bagi tanaman.
7
8
5. Identifikasi kondisi sosial budaya
Kearifan lokal dalam pengelolaan hutan ditunjukkan dengan kondisi hutan di daerah tersebut
masih baik bila dibandingkan dengan daerah disekitarnya (dapat dilihat dari peta tutupan
lahan).
Selain pentingnya jasa lingkungan penyedia dan pengendali air, masyarakat sudah mulai
menyadari pengelolaan hutan yang baik akan memberi kesempatan lebih besar dalam
memperoleh manfaat ekonomi dari pengelolaan kayu secari lestari.
Melalui pendampingan dan pelatihan, saat ini masyarakat mulai memetakan wilayah desa
mereka dalam zona-zona pemanfaatan berdasarkan dengan kondisi faktual saat ini dan
kemudian disesuaikan dengan perencanaan ruang desa yang mengakomodir kepentingan-
kepentingan pelestarian hutan untuk perlindungan kehidupan mereka dan generasi penerus
nantinya.
Pengembangan kelembagaan dan aturan dalam pengelolaan hutan saat ini sedang dalam
proses diskusi di masing-masing desa. Seluruh keputusan warga dalam pengelolaan hutan
tersebut nantinya akan diperkuat dengan Perdes sesuai dengan tema-tema perihal yang akan
diatur dalam Perdes.
9
6. Rekomendasi di tiga lokasi
Kalbar merupakan salah satu dari 9 provinsi prioritas strategi nasional penurunan emisi
GRK, dan Kabupaten Ketapang mewujudkan komitmen ini melalui berbagai program yang
sejalan, diantaranya telah menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis, membentuk Pilot
Kesatuan Pengelolaan Hutan, memfasilitasi terbentuknya 6 Hutan Desa, pengembangan
hutan kota & ekowisata, dan kebijakan-kebijakan lain untuk konservasi sumberdaya alam.
Dari hasil survai dan analisis Nilai Konservasi tinggi dan kondisi sosial masyarakat blok
Hutan Sungai Besar-Pelang, memiliki NKT sangat tinggi bahkan memiliki satwa yang
terancam punah dan sebagian besar wilayah merupakan gambut dalam (lebih dari 3 meter).
Selain itu dari sisi ketergantungan masyarakat terhadap jasa ekosistem hutan sangat tinggi
untuk menghindari bencana alam, dan pada saat yang sama hutan dapat memberikan manfaat
ekonomi langsung dalam pemenuhan kebutuhan kayu, hasil hutan non kayu, pengairan dan
sumber ikan.
Perlindungan hutan dengan skema yang ada selama ini tidak cukup efektif dan memerlukan
biaya sangat mahal. Di sisi yang lain kebocoran akibat tidak efektifnya manajemen pengelola
kawasan perlindungan terjadi karena tidak melibatkan masyarakat setempat yang sehari-hari
berada di sekitar kawasan tersebut.
10
7. Tindak lanjut
Focus group discussion (FGD) parapihak berkepentingan untuk mendiskusi
kemungkinan kerjasama dan pilihan-pilihan bentuk pengelolaan serta kebijakan
daerah yang dapat memayungi perlindungan NKT.
Kajian Hukum (kebijakan) sebagai landasan legal untuk penetapan kebijakan daerah
yang sesuai.
Pengembangan model pengelolaan NKT daerah yang dapat memberi manfaat
ekonomi bagi masyarakat setempat dan pemerintah daerah sejalan dengan tujuan
perlindungan kawasan NKT.
11
Pertimbangan Teknis
Perlindungan Kawasan Nilai Konservasi Tinggi
Blok Laman Satong Kabupaten Ketapang
Hasil survei Nilai Konservasi Tinggi, yang dilakukan Fauna flora International di Kabupaten Ketapang,
khususnya di Laman Satong menunjukkan terdapat 2 jenis diantaranya yaitu orangutan (Pongo pygmaeus
wurmbii) dan kelempiau (Hylobates albibabris) masuk kategori spesies yang terancam punah (Endangered),
dan terdapat banyak fauna mamalia, burung, ampibi dan reptile, merupakan spesies yang memiliki nilai
konservasi tinggi.
Desa Laman Satong saat telah dilelilingi kebun sawit. Masyarakat menginginkan sisa wilayah desa yang
masih berhutan cukup baik menjadi hutan desa atau bentuk kelola masyarakat lainnya. Keberadaan hutan
ini sangat penting bagi kehidupan ekonomi, tata air, maupun untuk kepentingan kelangsungan adat budaya
yang sampai saat ini masih mereka terapkan.
Pemerintah daerah Ketapang saat ini tengah mengembangan kebijakan daerah untuk menjaga
keseimbangan pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan melalui revisi RTRWK, kajian lingkungan
hidup strategis, penetapan kawasan strategis daerah, dan upaya memberikan legalitas kepada inisiatif
masyarakat untuk melakukan perlindungan hutan di wilayah APL. Dalam kerangka ini Pemda Ketapang
bekerjasama dengan berbagai pihak untuk melakukan berbagai kajian untuk mengatasi persoalan
kebijakan yang sudah terlanjur dikeluarkan namun masih dimungkinkan upaya perbaikan, sehingga
kepentingan ekonomi dan lingkungan dapat berjalan seiring.
Kedua bentang alam ini sangat penting keberadaannya dalam mendukung dan menjaga
kualitas lingkungan daerah hulu dan hilir Kabupaten Ketapang. Kondisi hutan di kedua
bentang ini relatif utuh dan terjaga. Bagi penduduk Ketapang, keutuhan dua bentang tersebut
penting sebagai penyangga dalam menghadapi perubahan iklim yang sering berubah secara
ekstrim.
Pada penjelasannya UU No. 26 tahun 2007, dinyatakan bahwa penataan ruang berdasarkan
fungsi utama kawasan merupakan komponen dalam penataan ruang baik yang dilakukan
berdasarkan wilayah administratif, kegiatan kawasan, maupun nilai strategis kawasan.
Termasuk dalam kawasan lindung adalah: (a) kawasan yang memberikan perlindungan
kawasan bawahnya, antara lain kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan resapan air.
Kebijakan ini tentunya perlu dukungan dari seluruh pemerintah daerah di Indonesia, salah
satunya Kabupaten Ketapang yang secara aktual masih memiliki areal hutan, baik di dalam
maupun di luar kawasan yang ditetapkan sebagai hutan. Dalam mendukung kegiatan mitigasi
GRK dan memberikan payung aktifitas teknis, dikeluarkan Perpres nomor 71 tahun 2011
tentang penyelenggaraan inventarisasi gas rumah kaca nasional, dimana gubernur dan bupati
dan turut terlibat dalam mendukung upaya mitigasi GRK melalui inventarisasi GRK dengan
menggunakan pembiayaan dari APBN maupun APBD.
Berkenaan dengan Perpres 61 tahun 2011, Kabupaten Ketapang menduduki posisi penting
dengan bentang alam hutan gambut dataran rendah. Kebijakan daerah sebelum tahun 2011
2
telah mengalokasi cukup banyak lahan gambut ini untuk perkebunan besar. Mengantisipasi
Perpres tersebut, saat ini Pemda Ketapang bekerjasama dengan pihak pemilik hak
perkebunan, perguruan tinggi dan LSM untuk mengidentifikasi dan merencanakan
pengelolaan kawasan gambut dan hutan dan Hutan dengan Nilai Konservasi Tinggi untuk
tidak dibuka dan dikelola dengan baik agar dapat mendukung kebijakan pemerintah tersebut.
Bentuk-bentuk kerjasama yang akan dikembangkan terus didiskusikan agar tidak merugikan
kepentingan investasi bersamaan dengan kepentingan konservasi ekosistem penting bagi
kehidupan.
3
Bagi masyarakat setempat dan sekitar blok kawasan tersebut, Inisiatif perlindungan kawasan
hutan tujuan utamanya mempertahankan kawasan hutan di wilayah APL untuk mempertahan
sumber kehidupan (lahan pertanian, dll), perlindungan terhadap bencana banjir, kekeringan,
pengairan lahan pertanian, penyediaan air bersih, menjaga kesinambungan hasil hutan kayu
dan non kayu dan aktivitas yang berkaitan dengan adat budaya setempat.
Masyarakat Desa Laman Satong masih menerapkan adat budaya asli dalam kehidupan sehari-
hari maupun dalam pengelolaan sumberdaya hutannya. Adat-istiadat dari acara orang
menikah, melahirkan, meninggal, menanam dan memanen padi, atau membuka lahan pasti
didahului dengan acara adat untuk memohon keselamatan dan berkah dari alam dan Tuhan.
Untuk mempertahankan sisa kawasan hutan adat mereka, sampai saat ini sebagian besar
masyarakat terus berusaha untuk menolak masuknya investasi perkebunan ataupun
pertambangan. Resiko terhadap hilangnya sumber kehidupan yang mereka jalani selama
turun menurun dan resiko hilangnya adat budaya karena hilangnya kawasan hutan yang
menjadi pusat aktiviatas adat budaya, adalah alasan terkuat mengapa mereka ingin
mempertahankan sisa hutan di wilayah desa Laman Satong.
Di desa tersebut masyarakat didampingi FFI dan forum Hutan Desa telah melakukan
beberapa kegiatan diantaranya: pemetaan partisipatif, pelatihan & pemahaman REDD,
pelatihan inventarisasi Nilai Konservasi Tinggi (HCV), carbon accounting, patroli hutan
partisipatif, pengembangan kelembagaan, kebun bibit rakyat, membentuk lembaga kelola
tingkat desa, melakukan inventarisasi keanekargaman hayati, bekerjasama dengan pihak
swasta pemilik HGU untuk pengelolaan HCV di wilayah HGU, dan zonasi kawasan hutan.
Untuk itu, kebijakan daerah untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan ekonomi dan
kelestarian lingkungan sedang diupayakan Pemda Ketapang melalui revisi RTRWK, kajian
lingkungan hidup strategis, penetapan kawasan strategis daerah, dan upaya memberikan
legalitas kepada inisiatif masyarakat untuk melakukan perlindungan hutan di wilayah APL.
Primary Forest 132.94 132.18 16,998.68 15,345.95 65.80 111,081.40 103,162.67 294,236.72 285,806.45
Secondary Forest 67,938.09 64,855.23 106,996.13 105,013.64 37,807.80 41,454.21 385,667.87 392,226.64 674,252.51 691,460.23
Peat Forest 72,976.40 72,246.63 130,833.31 156,014.83 53,040.91 46,959.83 237.78 147.70 292,822.39 299,653.46
Grand Total 145,829.56 141,525.41 255,135.61 276,619.91 90,905.29 88,479.84 496,987.05 495,537.00 1,266,457.82 1,281,457.00
Sumber : Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah III Pontianak, Kementerian Kehutanan, 2003 dan 2009.
Keterangan: *) Termasuk Hutan Lindung, Taman Nasional dan Hutan, Produksi Terbatas
Sejumlah 13 jenis yang terdiri atas 6 jenis mamalia, 5 jenis burung, dan 2 jenis reptil
merupakan jenis yang rentan punah (vulnerable). Dua jenis reptil yang rentan punah tersebut
yaitu kura-kura (Cuora amboinensis), dan labi-labi (Amyda cartilaginea). Kedua jenis reptile ini
juga merupakan jenis yang dilindungi oleh peraturan perdagangan satwa internasional CITES,
yang keduanya dijumpai di Dusun Manjau.
6
7
4. Identifikasi kedalaman Gambut Blok Hutan Laman Satong
Hasil interpretasi peta dan pengecekan gambut di blok Laman Satong disajikan dalam peta di
bawah. Seluruh kawasan blok kawasan ini merupakan gambut dengan kedalaman antara 1-2
meter. Lahan gambut dengan kedalaman kurang dari 3 meter dapat dikelola untuk
keperluan pertanian, namun tetap harus memperhatikan karakteristik gambut. Sebagai misal
perencanaan saluran irigasi dan saluran drainase harus dipersiapkan dengan baik agar
tanaman dapat berkembang baik, ataupun dalam tata air tidak terjadi kekeringan di musim
kemarau atau kebanjiran di musim hujan, selain itu juga menghindari terjadinya kebakaran
lahan dan intrusi air laut.
Namun dari sisi keanekargaman hayati (NKT) yang diulas pada bagian sebelumnya. Kawasan
Blok Laman Satong merupakan habitat 2 jenis diantaranya yaitu orangutan (Pongo pygmaeus
wurmbii) dan kelempiau (Hylobates albibabris) masuk kategori spesies yang terancam punah
(Endangered). Berdasarkan spesies fauna yang tercatat, sebanyak 34,38% nya atau 88 jenis
terdiri dari 17 jenis mamalia, 58 jenis burung, dan 13 jenis amfibi merupakan jenis yang
memiliki nilai konservasi tinggi.
Selain NKT, Lokasi Blok Laman Satong dilakukan kajian atas permintaan masyarakat
setempat yang menginginkan kawasan ini dilindungi dengan kebijakan daerah.
8
9
5. Identifikasi kondisi sosial di tiga lokasi
Kearifan lokal dalam pengelolaan hutan di 3 lokasi ditunjukkan dengan kondisi hutan di
daerah tersebut masih baik bila dibandingkan dengan daerah disekitarnya (dapat dilihat dari
peta tutupan lahan).
Dalam siklus kehidupan dan kesehariannya masyarakat masih cukup kuat dipengaruhi oleh
norma adat budaya. Rasa syukur atas kelahiran, perkawinan dan hasil panen yang bagus
selalu diikuti dengan seremoni adat. Masyarakat masih menganggap bahwa mereka adalah
bagian dari lingkungan (hutan). Menjaga hutan berarti menjaga kelangsungan hidup mereka
dan generasi penerus, dan sebaliknya bila lingkungan rusak, kehidupan mereka juga
terancam.
Selain pentingnya hutan sebagai sumber hidup dan jasa lingkungan penyedia dan pengendali
air, masyarakat sudah mulai menyadari pengelolaan hutan yang baik akan memberi
kesempatan lebih besar dalam memperoleh manfaat ekonomi dari pengelolaan kayu secari
lestari.
10
Melalui pendampingan dan pelatihan, saat ini masyarakat mulai memetakan wilayah desa
mereka dalam zona-zona pemanfaatan berdasarkan dengan kondisi faktual saat ini dan
kemudian disesuaikan dengan perencanaan ruang desa yang mengakomodir kepentingan-
kepentingan pelestarian hutan untuk perlindungan kehidupan mereka dan generasi penerus
nantinya.
Pengembangan kelembagaan dan aturan dalam pengelolaan hutan saat ini sedang dalam
proses diskusi di masing-masing desa. Seluruh keputusan warga dalam pengelolaan hutan
tersebut nantinya akan diperkuat dengan Perdes sesuai dengan tema-tema perihal yang akan
diatur dalam Perdes.
6. Rekomendasi
Kalbar merupakan salah satu dari 9 provinsi prioritas strategi nasional penurunan emisi
GRK, dan Kabupaten Ketapang mewujudkan komitmen ini melalui berbagai program yang
sejalan, diantaranya telah menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis, membentuk Pilot
Kesatuan Pengelolaan Hutan, memfasilitasi terbentuknya 6 Hutan Desa, pengembangan
hutan kota & ekowisata, dan kebijakan-kebijakan lain untuk konservasi sumberdaya alam.
Dari hasil survai dan analisis Nilai Konservasi tinggi Blok Laman Satong memiliki NKT
sangat tinggi bahkan memiliki satwa yang terancam punah. Selain itu dari sisi ketergantungan
masyarakat terhadap hutan dan jasa ekosistem hutan sangat tinggi untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari maupun jasa lingkungan menjaga keseimbangan tata air, dan
pada saat yang sama hutan dapat memberikan manfaat ekonomi langsung dalam pemenuhan
kebutuhan kayu, hasil hutan non kayu, pengairan dan sumber ikan.
11
Perlindungan hutan dengan skema yang ada selama ini tidak cukup efektif dan memerlukan
biaya sangat mahal. Di sisi yang lain kebocoran akibat tidak efektifnya manajemen pengelola
kawasan perlindungan terjadi karena tidak melibatkan masyarakat setempat yang sehari-hari
berada di sekitar kawasan tersebut.
12
Pertimbangan Teknis
Perlindungan Kawasan Nilai Konservasi Tinggi
Blok Sungai Tolak-Sungai Satong, Kabupaten Ketapang
Hasil survei Nilai Konservasi Tinggi, yang dilakukan Fauna flora International di Kabupaten Ketapang,
khususnya di Blok Sungai tolak-Sungai Satong menunjukkan terdapat 2 jenis diantaranya yaitu orangutan
(Pongo pygmaeus wurmbii) dan kelempiau (Hylobates albibabris) masuk kategori spesies yang terancam
punah (Endangered), dan terdapat banyak fauna mamalia, burung, ampibi dan reptile, merupakan spesies
yang memiliki nilai konservasi tinggi.
Hasil interpretasi peta dan pengecekan lapangan terhadap kedalaman gambut menunjukkan lebih dari
85% kawasan Blok Pelang-Sungai Besar dan lebih dari 50% di Blok Sungai Tolak-Sungai Satong memiliki
kedalaman lebih dari 3 meter.
Pemerintah daerah Ketapang saat ini tengah mengembangan kebijakan daerah untuk menjaga
keseimbangan pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan melalui revisi RTRWK, kajian lingkungan
hidup strategis, penetapan kawasan strategis daerah, dan upaya memberikan legalitas kepada inisiatif
masyarakat untuk melakukan perlindungan hutan di wilayah APL. Dalam kerangka ini Pemda Ketapang
bekerjasama dengan berbagai pihak untuk melakukan berbagai kajian untuk mengatasi persoalan
kebijakan yang sudah terlanjur dikeluarkan namun masih dimungkinkan upaya perbaikan, sehingga
kepentingan ekonomi dan lingkungan dapat berjalan seiring.
Kedua bentang alam ini sangat penting keberadaannya dalam mendukung dan menjaga
kualitas lingkungan daerah hulu dan hilir Kabupaten Ketapang. Kondisi hutan di kedua
bentang ini relatif utuh dan terjaga. Bagi penduduk Ketapang, keutuhan dua bentang tersebut
penting sebagai penyangga dalam menghadapi perubahan iklim yang sering berubah secara
ekstrim.
1
Penataan Ruang, menyatakan bahwa setiap wilayah kabupaten atau kota harus memiliki atau
menyediakan ruang terbuka hijau setidaknya 30% dari total wilayah kabupaten. Sejalan
dengan ini, Peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 2007, pasal 9, pasal 53, memberikan
penegasan mengenai perlindungan kawasan bentang alam yang memiliki keunikan dan
keanekaragaman hayati tinggi untuk dilindungi sebagai Kawasan Strategis Nasional.
Pada penjelasannya UU No. 26 tahun 2007, dinyatakan bahwa penataan ruang berdasarkan
fungsi utama kawasan merupakan komponen dalam penataan ruang baik yang dilakukan
berdasarkan wilayah administratif, kegiatan kawasan, maupun nilai strategis kawasan.
Termasuk dalam kawasan lindung adalah: (a) kawasan yang memberikan perlindungan
kawasan bawahnya, antara lain kawasan hutan lindung, kawasan bergambut, dan resapan air.
Kebijakan ini tentunya perlu dukungan dari seluruh pemerintah daerah di Indonesia, salah
satunya Kabupaten Ketapang yang secara aktual masih memiliki areal hutan, baik di dalam
maupun di luar kawasan yang ditetapkan sebagai hutan. Dalam mendukung kegiatan mitigasi
GRK dan memberikan payung aktifitas teknis, dikeluarkan Perpres nomor 71 tahun 2011
tentang penyelenggaraan inventarisasi gas rumah kaca nasional, dimana gubernur dan bupati
dan turut terlibat dalam mendukung upaya mitigasi GRK melalui inventarisasi GRK dengan
menggunakan pembiayaan dari APBN maupun APBD.
Berkenaan dengan Perpres 61 tahun 2011, Kabupaten Ketapang menduduki posisi penting
dengan bentang alam hutan gambut dataran rendah. Kebijakan daerah sebelum tahun 2011
2
telah mengalokasi cukup banyak lahan gambut ini untuk perkebunan besar. Mengantisipasi
Perpres tersebut, saat ini Pemda Ketapang bekerjasama dengan pihak pemilik hak
perkebunan, perguruan tinggi dan LSM untuk mengidentifikasi dan merencanakan
pengelolaan kawasan gambut dan hutan dan Hutan dengan Nilai Konservasi Tinggi untuk
tidak dibuka dan dikelola dengan baik agar dapat mendukung kebijakan pemerintah tersebut.
Bentuk-bentuk kerjasama yang akan dikembangkan terus didiskusikan agar tidak merugikan
kepentingan investasi bersamaan dengan kepentingan konservasi ekosistem penting bagi
kehidupan.
3
Bagi masyarakat setempat dan sekitar blok kawasan tersebut, Inisiatif perlindungan kawasan
hutan tujuan utamanya mempertahankan kawasan hutan di wilayah APL untuk perlindungan
terhadap bencana banjir, kekeringan, pengairan lahan pertanian, penyediaan air bersih,
menjaga kesinambungan hasil hutan kayu dan non kayu dan aktivitas yang berkaitan dengan
adat budaya setempat.
Di desa-desa sekitar Blok Sungai Tolak-Sungai Satong, masyarakat didampingi FFI dan Forum
Hutan Desa telah melakukan beberapa kegiatan diantaranya: pemetaan partisipatif, pelatihan
& pemahaman REDD, pelatihan inventarisasi Nilai Konservasi Tinggi (HCV), carbon
accounting, patroli hutan partisipatif, pengembangan kelembagaan, kebun bibit rakyat,
membentuk lembaga kelola tingkat desa, melakukan inventarisasi keanekargaman hayati,
bekerjasama dengan pihak swasta pemilik HGU untuk pengelolaan HCV di wilayah HGU,
dan zonasi kawasan hutan.
Untuk itu, kebijakan daerah untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan ekonomi dan
kelestarian lingkungan sedang diupayakan Pemda Ketapang melalui revisi RTRWK, kajian
lingkungan hidup strategis, penetapan kawasan strategis daerah, dan upaya memberikan
legalitas kepada inisiatif masyarakat untuk melakukan perlindungan hutan di wilayah APL.
4
Status Kawasan Hutan Grand Grand
Penutupan
APL HP HPK HPT Total* Total*
Lahan
2003 2009 2003 2009 2003 2009 2003 2009 (2003) (2009)
Primary Forest 132.94 132.18 16,998.68 15,345.95 65.80 111,081.40 103,162.67 294,236.72 285,806.45
Secondary Forest 67,938.09 64,855.23 106,996.13 105,013.64 37,807.80 41,454.21 385,667.87 392,226.64 674,252.51 691,460.23
Peat Forest 72,976.40 72,246.63 130,833.31 156,014.83 53,040.91 46,959.83 237.78 147.70 292,822.39 299,653.46
Grand Total 145,829.56 141,525.41 255,135.61 276,619.91 90,905.29 88,479.84 496,987.05 495,537.00 1,266,457.82 1,281,457.00
Sumber : Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah III Pontianak, Kementerian Kehutanan, 2003 dan 2009.
Keterangan: *) Termasuk Hutan Lindung, Taman Nasional dan Hutan, Produksi Terbatas
5
6
4. kondisi dan kedalaman gambut Blok blok Sungai Tolak-Sungai Satong
Hasil interpretasi peta dan pengecekan lapangan di blok Sungai Tolak-Sungai Satong disajikan
dalam peta di bawah. Seluruh kawasan blok kawasan ini merupakan gambut dengan
kedalaman antara 1 meter sampai dengan lebih dari 11 meter. Lebih kurang 50% wilayah ini
memiliki kedalaman lebih dari 3 meter, dan ± 30% dari keseluruhan blok ini memiliki
kedalaman antara 8-11 meter.
Selain pentingnya jasa lingkungan penyedia dan pengendali air, masyarakat sudah mulai
menyadari pengelolaan hutan yang baik akan memberi kesempatan lebih besar dalam
memperoleh manfaat ekonomi dari pengelolaan kayu secari lestari.
7
Melalui pendampingan dan pelatihan, saat ini masyarakat di 3 lokasi desa mulai memetakan
wilayah desa mereka dalam zona-zona pemanfaatan berdasarkan dengan kondisi faktual saat
ini dan kemudian disesuaikan dengan perencanaan ruang desa yang mengakomodir
kepentingan-kepentingan pelestarian hutan untuk perlindungan kehidupan mereka dan
generasi penerus nantinya.
Pengembangan kelembagaan dan aturan dalam pengelolaan hutan saat ini sedang dalam
proses diskusi di masing-masing desa. Seluruh keputusan warga dalam pengelolaan hutan
tersebut nantinya akan diperkuat dengan Perdes sesuai dengan tema-tema perihal yang akan
diatur dalam Perdes.
Dari hasil survai dan analisis Nilai Konservasi tinggi dan kondisi sosial masyarakat di Blok
Sungai Tolak-Sungai Satong memiliki NKT sangat tinggi bahkan memiliki satwa yang
terancam punah dan pada saat yang sama sebagian besar wilayahnya merupakan gambut
dalam (lebih dari 3 meter). Selain itu dari sisi ketergantungan masyarakat terhadap jasa
ekosistem hutan sangat tinggi untuk menghindari bencana alam, dan pada saat yang sama
hutan dapat memberikan manfaat ekonomi langsung dalam pemenuhan kebutuhan kayu,
hasil hutan non kayu, pengairan dan sumber ikan.
8
Perlindungan hutan dengan skema yang ada selama ini tidak cukup efektif dan memerlukan
biaya sangat mahal. Di sisi yang lain kebocoran akibat tidak efektifnya manajemen pengelola
kawasan perlindungan terjadi karena tidak melibatkan masyarakat setempat yang sehari-hari
berada di sekitar kawasan tersebut.
7. Tindak lanjut
Focus group discussion (FGD) parapihak berkepentingan untuk mendiskusi
kemungkinan kerjasama dan pilihan-pilihan bentuk pengelolaan serta kebijakan
daerah yang dapat memayungi perlindungan NKT.
Kajian Hukum (kebijakan) sebagai landasan legal untuk penetapan kebijakan daerah
yang sesuai.
Pengembangan model pengelolaan NKT daerah yang dapat memberi manfaat
ekonomi bagi masyarakat setempat dan pemerintah daerah sejalan dengan tujuan
perlindungan kawasan NKT.