Anda di halaman 1dari 5

Nama : No Urut :

NPM : Nama Dosen :

Kelas : No WA :

5. Setelah menyadari pentingnya minat, bakat dan kreativitas siswa dalam memajukan
kualitas pendidikan dan mencapai tujuan pendidikan, maka diperlukan cara atau metode
yang efektif untuk mewujudkannya. Terlepas dari peran penting guru, sekolah juga
memiliki tanggung jawab untuk memfasilitasi proses kegiatan belajar mengajar untuk
meningkatkan minat, bakat dan kreativitas siswa. Adapun berikut ini merupakan 5
metode efektif memfasilitasi bakat murid yang beragam dalam kegiatan belajar
mengajar, di antaranya yaitu:
a. Memberitahu Pentingnya Bakat dalam Diri Seseorang
Dalam kegiatan belajar mengajar, peran guru bukan hanya menjelaskan materi lalu
memberi tugas, melainkan dengan meningkatkan daya pikir anak terhadap hal-hal
yang terjadi dalam kehidupan. Guru bisa memberitahu siswa akan pentingnya bakat
dalam diri seseorang. Hal tersebut bukan hanya menambah wawasan pengetahuan
siswa mengenai bakat, tetapi mendorong mereka untuk menemukan bakat dalam
dirinya. Dengan memiliki bakat, maka anak dapat bersaing di dunia luar serta dapat
menunjang karirnya. Sehingga sangat penting bagi guru untuk memberitahu
pentingnya bakat dalam diri seseorang pada saat kegiatan belajar mengajar sedang
berlangsung.
b. Meningkatkan Motivasi Anak dalam Melatih serta Mengembangkan Bakat
Setelah anak berhasil menemukan bakat, minat dan kreativitasnya dalam diri mereka,
maka tugas guru yaitu menjadi motivator di setiap kegiatan belajar mengajar yang
sedang berlangsung. Untuk mengetahui bakat yang dimiliki siswa, guru bisa bertanya
langsung kepada mereka. Agar siswa dapat mengembangkan minat dan bakatnya,
maka guru harus memberikan pandangan terlebih dahulu bahwa mereka dapat
mencapai keberhasilan dengan bakat yang dimiliki. Hal tersebut juga bisa membuat
siswa lebih percaya diri terhadap kemampuannya. Setelah itu guru bisa memberikan
motivasi berupa peluang karir atau bidang pendidikan yang tepat untuk siswa tersebut
di masa yang akan datang.
c. Memberikan Fasilitas yang Tepat Bagi Pengembangan Bakat Siswa
Setelah mengetahui bakat dan minat siswa, guru bisa bekerja sama dengan sekolah
ataupun orangtua siswa dalam memberikan fasilitas yang tepat bagi pengembangan
bakat siswa. Misalnya, jika terdapat siswa yang pandai bernyanyi, maka sekolah
dapat menyediakan ekstrakurikuler seni atau jika terdapat siswa yang senang
berolahraga, maka sekolah dapat menyediakan ekstrakurikuler yang berhubungan
dengan olahraga. Orangtua juga bisa mendukung bakat anak mengajak anak untuk
mengikuti bimbingan belajar yang sesuai dengan bidangnya.  Dengan adanya fasilitas
pengembangan bakat yang tepat, maka keterampilan anak semakin terasah.
d. Mengajak Siswa untuk Mengikuti Lomba yang Sesuai dengan Bakatnya
Dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru dapat mengajak siswa untuk
mengikuti lomba yang sesuai dengan minat dan bakatnya. Guru bisa mengantarkan
siswa kepada hal-hal yang disukainya, sehingga kemampuan siswa akan semakin
terasah dan dapat bersaing dengan dunia luar. Misalnya, ketika ada lomba bernyanyi,
maka Anda bisa bertanya kepada siswa di kelas, siapa yang gemar dan pandai
bernyanyi? Setelah menemukan siswa yang pandai bernyanyi, bisa memberikan
kesempatan pada siswa tersebut untuk mengikuti lomba, sehingga bakatnya dapat
dikembangkan.
e. Beri Kebebasan Pada Siswa
Dalam kegiatan belajar mengajar ada baiknya jika guru memberi kebebasan pada
siswa. Kebebasan yang dimaksud bukan berarti melenceng dari aturan dan tata tertib
sekolah, melainkan waktu luang bagi siswa untuk mengembangkan minat dan
bakatnya.sebagai guru tentu anda menginginkan yang terbaik bagi siswa, namun
terlalu protektif juga bisa menutup atau mengubur bakat mereka. Guru juga tidak bisa
memaksakan siswa untuk menguasai semua bidang atau mata pelajaran dan
mendapatkan nilai yang bagus, karena bakat anak berbeda-beda, ada yang di bidang
akademik atau non akademik. Guru bisa mendekati siswa secara personal, mulai dari
menjadi pendengar yang baik, menjadi temannya dan menjadi orang tua di sekolah.
Jangan membatasi siswa untuk mencoba berbagai hal dengan tugas menumpuk yang
guru berikan. Biarkan siswa untuk mengekspor berbagai jenis aktivitas atau
kegiatannya di sekolah guna mengekspresikan keinginan dan pengetahuan mereka.

4. Dalam kajian teori pembelajaran sosial menyatakan adanya pengaruh orangtua terhadap
status penerimaan sosial anak-anak. Bronfenbrenner (2004) bahwa keluarga termasuk dalam
lapisan mikrosistem sebagai lingkungan yang paling berpengaruh pada perkembangan anak.
Hal ini karena ikatan emosi yang diberikan orangtua sehingga berperan kepada anak dalam
pembentukan tingkah laku. Dalam hal ini interaksi orangtua dan anak menyediakan model
bagi anak dalam berinteraksi dengan teman-temannya. Dengan berbagai macam cara yang
diungkapkan melalui aktivitas pengasuhan, orangtua memberikan kontribusi pada
perkembangan anak yang berhubungan dengan pertemanan anak dengan teman sebayanya.
Beberapa riset yang menjelaskan adanya hubungan antara aktivitas pengasuhan dan
penerimaan teman sebaya yaitu; anak yang diabaikan cenderung memiliki karakter yang
menghindar. Anak seperti ini merupakan anak yang tidak mendapat pengukuhan yang kuat
dari orangtuanya untuk berinteraksi (Rubin &Mills, 1988). Dishion (1990) melakukan
penelitian dengan mengadakan observasi di rumah menghasilkan bahwa gaya pendisiplinan
orangtua yang ditandai adanya ketidakkonsistenan aturan, perilaku negatif dan melakukan
kekerasan berkaitan dengan munculnya perilaku antisosial dan berakibat adanya penolakan
teman sebaya. Selanjutnya, peran disiplin dari ibu dan keterlibatannya pada anak usia 4-5
tahun dihubungkan dengan nominasi teman sebaya di sekolah. Hasilnya adalah kedisiplinan
yang negatif (poor) yang ditandai dengan adanya kekerasan verbal dan fisik berkaitan dengan
adanya penolakan teman sebaya pada anak (Travilion & Snyder, 1993). Dari hasil
metaanalisis menjelaskan bahwa anak yang ditolak menunjukkan agresi tinggi, menarik diri,
serta kemampuan sosial dan kognitif yang rendah (Newcomb, Bukowski, & Pattee, 1993).
Serta, keterlibatan ibu yang rendah yang ditandai adanya kehangatan yang rendah dan
kurangnya penerimaan yang psoitif pada anak, kurang adanya kesempatan dalam berinteraksi
berkaitan dengan timbulnya pengabaian anak dari teman-teman sebayanya (Travilion &
Snyder, 1993).
Gambar 1. Dinamika hubungan aktivitas pengasuhan dari orangtua mempengaruhi
pertemanan anak dengan teman sebaya (Hetherington & Parke, 2003)

Dari Gambar 1. dijelaskan bahwa anak-anak belajar bagaimana berinteraksi dari pengalaman
yang didapatkan dari perlakuan orangtua dan mengimitasi perilakunya. Disisi orangtua,
orangtua bertindak sebagai pelatih dan pendidik anak tentang cara-cara berinteraksi dengan
orang lain. Dalam kapasitas ini pula, orangtua memberikan kesempatan anak untuk
berinteraksi dan mengawasinya. Tanda panah yang di atas mengindikasikan bahwa interaksi
orangtua dan anak dapat mempengaruhi keputusan orangtua tentang kesempatan-kesempatan
sosial untuk anaknya serta keputusan dan pilihan orangtuanya untuk meningkatkan
interaksinya dengan anak. Pada akhirnya,kesuksesan anak-anak dalam pertemanan dengan
teman sebaya menjadi umpan balik bagi perilaku mereka yang juga dapat menjelaskan
dinamika hubungan orangtua dan anak dalam membuat penyesuaian-penyesuaian dalam
konteks interaksi sosial. Sejalan dengan penjelasan yang diuraikan bila kita tinjau dari salah
satu teori Psikologi, teori pembelajaran sosial (social learning theory) dari Albert Bandura
(1977; 1986) menjelaskan bahwa perilaku anak dipelajari dengan mengamati pihak terdekat.
Orangtua sebagai lingkungan terdekat dengan anak berperan sebagai model yang
mempengaruhi representasi dari perilaku yang ditampakkan oleh anak. Dengan mengamati
orangtua, seorang anak akan membentuk sebuah gagasan bagaimana perilaku baru dilakukan.
Atensi (attention) anak terhadap perilaku orangtua diamati secara selektif. Kemudian
informasi tersebut disimpan dalam bentuk kodekode atau simbol yang berperan untuk
membimbing munculnya perilaku (retention). Pada proses bagaimana belajar terjadi pada
manusia, peran atensi dan retensi sebagai bagian dari proses kognitif memiliki kontribusi
yang signifikan. Pada kesempatan yang lain, informasi yang tersimpan akan memberikan
tuntunan pada anak untuk berperilaku dalam bentuk yang mendekati apa yang telah orangtua
lakukan ketika anak berinteraksi dengan teman-temannya. Hal ini memperlihatkan
kemampuan anak dalam menerjemahkan simbol-simbol yang telah disimpan dalam bentuk
perilaku (motor reproduction). Selanjutnya, penguatan yang berulang dan motivasi (vicarious
reinforcement and motivational) memainkan peranan dalam belajar pengamatan, terutama
sebagai sebuah anteseden daripada sebuah pengaruh berikutnya
3. kematangan emosi pada remaja adalah kemampuan remaja dalam mengekspresikan emosi
secara tepat dan wajar dengan pengendalian diri, memiliki kemandirian, memiliki
konsekuensi diri, serta memiliki penerimaan diri yang tinggi. Remaja yang memiliki
kematangan emosi adalah remaja yang dapat mengontrol emosinya dan mampu untuk
mengungkapkan emosinya dengan caracara yang lebih dapat diterima. Maka dapat dikatakan
apabila remaja memiliki kematangan emosi dengan baik, maka remaja tersebut akan mampu
berperilaku sesuai dengan karakteristik kematangan emosi tersebut. Sedangkan, remaja yang
tidak memiliki kematangan emosi akan melakukan perilaku tidak sesuai dengan karakteristik
dari kematangan emosi itu sendiri. Intinya remaja yang memiliki kematangan emosi akan
mampu melakukan kontrol dan mengelola emosinya. Contoh kematangan emosi adalah :

Anda mungkin juga menyukai