Anda di halaman 1dari 204

i

BAHAN AJAR MATA KULIAH PENDIDIKAN


AGAMA ISLAM I (PAI–I)

H. M. Arifin, M.Pd.I.
H. A. Luthfi, M.A.
H. Nur Ali, M.A.
H. Ahmad Haris, Lc.
Sumiah Nasution, S.S., M.A.
Mia F. El Karimah, M.Ag.
Ahmad Muhajir, S.Hi, M.A.
Afifudin Syarif, S.Ag, M.A.
Eddy Saputra, M.Pd.I.

Copyright © 2015, UNINDRA PRESS

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

All Right Reserved

Cetakan I: September 2015

ISBN: 978-602-1108-53-6

UNINDRA PRESS
Jl. Nangka No. 58C Tanjung Barat (TB Simatupang),
Jagakarsa, Jakarta Selatan 12530
Telp./Fax.: (021) 7818718 - 78835283
Homepage: www.unindra.ac.id/
Email: university@unindra.ac.id
KATA PENGANTAR

Segala puja puji, tasbih dan syukur hanya milik Allah SWT. Shalawat, rahmat dan salam
selalu tercurahkan kepada Baginda Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
Tim Penyusun mampu menyelesaikan Modul Pendidikan Agama Islam 1 ini guna
memberikan panduan pengajaran kepada para pengajar/dosen dalam menyampaikan
materi-materi mata kuliah Pendidikan Agama Islam 1 dan memberikan pemahaman
yang mendasar bagi para mahasiswa yang beragama Islam.
Dalam penyusunan modul Pendidikan Agama Islam 1 ini, tidak sedikit hambatan
yang Tim Penulis hadapi. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan
dari Allah akhirnya modul ini dapat terselesaikan Tim Penulis menyadari bahwa
kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan
kerjasama yang baik dari Tim Penulis. Tim Penulis juga mengucapkan terima kasih
atas dukungan dari Bapak Prof. Dr. Sumaryoto, Rektor Universitas Indraprasta PGRI
Jakarta, dalam penyusunan modul ini.
Modul ini disusun agar para mahasiswa Unindra khususnya dan umat Islam
umumnya dapat memperluas dan mendalami ilmu tentang ajaran, tuntunan dan
pedoman hidup dalam Agama Islam. Mahasiswa diharapkan dapat memahami agamanya
dengan benar dan lebih baik lagi serta berpengaruh besar dalam meningkatkan etos
belajar mahasiswa, juga dapat menjadi benih kebaikan dalam diri mahasiswa dalam
menjalani kehidupan.
Kami menyadari bahwa modul ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Perbaikan dan perbaikan akan kami lakukan dalam revisi terbitan
selanjutnya. Dan tak lupa kami menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada

iii
para Tim Penulis yang telah mengerahkan segenap kemampuan dan ilmunya demi
terbitnya modul ini. Semoga apa yang telah dilakukan ini dicatat sebagai amal sholeh
kita semua. Amin YRA.

Jakarta, 21 Agustus 2015

Tim Penyusun

iv
KATA SAMBUTAN

Assalamu`alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan inayah-
Nya sehingga buku panduan/modul mata kuliah Pendidikan Agama Islam 1 untuk
mahasiswa Universitas Indraprasta PGRI ini dapat tersusun. Shalawat dan salam kami
curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita semua dari jalan
gelap menuju jalan terang yang penuh kebahagiaan dan kasih sayang.
Agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia selain sebagai
pedoman dan tuntunan hidup juga dapat dikaji melalui berbagai sudut pandang. Agama
hadir untuk memberikan tuntunan dan petunjuk bagi umat manusia agar memperoleh
kebahagian yang hakiki. Agama bukan untuk dipertentangkan oleh para pemeluknya,
bukan merupakan alat pembenaran atas perilaku-perilaku yang tidak baik.
Islam sebagai agama yang telah berkembang selama empat belas abad lebih
menyimpan banyak ajaran, tuntunan dan petunjuk yang perlu dipelajari dan dipahami
oleh umatnya dengan baik dan benar, baik itu menyangkut realitas aqidah, syariah,
sosial, politik, ekonomi dan budaya. Islam dianggap sebagai yang paling sukses yang
pernah ada di bumi dan itu tidak terlepas dari figur Nabi Muhammad SAW yang diutus
sebagai rahmat untuk semesta.
Buku ini disusun selain sebagai media untuk mempermudah para mahasiswa
dalam mengikuti proses pembelajaran di Unindra, juga untuk memberikan pemahaman
yang baik dan benar tentang Islam bagi mahasiswa secara khusus dan umat Islam
secara umum. Di tengah berkembangnya pemahaman dan pemikiran keagamaan saat
ini, mahasiswa Unindra perlu dibentengi dengan pemahaman yang benar tentang
agamanya.

v
Kami melihat, walaupun masih terdapat kekurangan dalam buku ini, upaya
penyusunannya patut diapresiasi. Kami yakin, dengan keterbatasan waktu pembelajaran
yang hanya berjumlah 15 (lima belas) pertemuan, Tim Penyusun telah berupaya
maksimal untuk menghadirkan buku yang terdiri atas 14 (empat belas) bab ini. Susunan
dan pembahasan dalam buku ini sangat baik, konsep-konsep dasar keyakinan dan
keagamaan yang bersifat teoritik seperti Tauhid, Aqidah, Syariah, Akhlaq, Kemanusiaan
dan Sumber Tuntunan Agama dibahas pada awal pembelajaran. Selanjutnya dijelaskan
konsep-konsep praktis keagamaan dalam kehidupan nyata sehari-hari untuk dapat
memberikan contoh nyata kehidupan beragama yang universal dalam Islam, seperti
tentang cara pandang hidup, politik, ekonomi, sosial, budaya dan demokrasi. Semua
konsep dan teori tersebut jika dipahami dengan benar akan bermuara pada kebaikan
universal yang tidak mengenal waktu dan tempat. Di manapun seorang muslim berada
maka misi utama yang diajarkan oleh agamanya adalah kebaikan untuk semua. Bukan
hak seorang hamba untuk menghakimi orang lain itu baik atau buruk. Islam itu
mengajarkan kebaikan bukan mengajarkan untuk menyalahkan atau membenarkan.
Semoga terbitnya modul Pendidikan Agama Islam 1 ini dapat memberikan
kontribusi bagi peningkatan kualitas keilmuan dan akademik Unindra dan memberikan
motivasi bagi para mahasiswa dalam proses pembelajaran di dalam kampus dan
pedoman hidup bila terjun di masyarakat. Semoga jerih payah Tim Penulis dicatat
sebagai timbangan pahala kebaikannya dan menjadi ilmu yang bermanfaat.

Wassalamu`alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 21 Agustus 2015


Rektor
Universitas Indraprasta PGRI

Prof. Dr. H. Sumaryoto

vi
Daftar isi

KATA PENGANTAR............................................................................................................. iii


KATA SAMBUTAN............................................................................................................... v
SAP MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNINDRA JAKARTA........ x

BAB i Konsep Tauhid Dalam Islam.................................................... 1


A.. PENGERTIAN TAUHID......................................................................... 1
B.. PEMBAGIAN TAUHID........................................................................... 4
C.. Hal-hal yang menghilangkan ketauhidan............... 11
D.. Mengenal Allah SWT.................................................................... 13

BAB ii Aqidah, Makna Dan Ruang Lingkup.................................... 19


A.. PENGERTIAN AQIDAH......................................................................... 19
B.. RUANG LINGKUP AQIDAH................................................................. 23
C.. TUJUAN DAN MANFAAT..................................................................... 29

BAB III SYARI’AH............................................................................................... 31


A.. PENGERTIAN SYARI’AH........................................................................ 31
B.. Perbedaan Syari’ah Dengan Fiqih....................................... 31
C.. Macam-Macam Ketentuan Hukum.................................... 32
D.. Tujuan Syari’ah Islam................................................................... 32
E.. RUANG LINGKUP SYARI’AH............................................................... 36

BAB IV AKHLAK................................................................................................ 41
A.. PENGERTIAN AKHLAK........................................................................ 41
B.. PEMBAGIAN AKHLAK.......................................................................... 42
C.. RUANG LINGKUP AKHLAK................................................................ 45
D.. PEMBINAAN AKHLAK.......................................................................... 49
E.. PERBEDAAN AKHLAK, ETIKA, MORAL DAN SUSILA............... 53

vii
BAB V KONSEP MANUSIA DALAM AL-QURAN........................................ 55
A.. Konsep Manusia dalam Berbagai Perspektif............... 55
B.. Unsur dan Ciri-ciri Manusia................................................... 59
c.. Asal Usul Manusia . ....................................................................... 63
D.. Eksistensi dan Martabat Manusia...................................... 68

BAB VI SUMBER HUKUM DALAM ISLAM (1) ............................................. 71


a.. Pendahuluan..................................................................................... 71
B.. Sumber Hukum Islam..................................................................... 72
1.. Sumber Hukum Primer ................................................................... 73
a.. Al-Qur’an..................................................................................... 73
b.. Sunnah/Hadis............................................................................. 75

BAB VII SUMBER HUKUM DALAM ISLAM (2).............................................. 79


c.. Ijtihad........................................................................................... 79
2.. Sumber Hukum Sekunder............................................................. 81
c.. Penutup.................................................................................................. 85

BAB VIII FILSAFAT MISTISISME DALAM ISLAM (TASAWUF


DALAM ISLAM)................................................................................... 87
a.. PENGERTIAN TASAWUF..................................................................... 87
B.. Sejarah Munculnya Tasawuf................................................. 89
C.. Jalan Menuju Tasawuf................................................................ 92
D.. Maqamaat (Tingkatan) dalam Tasawuf........................ 94

BAB IX EKONOMI ISLAM................................................................................ 99


A.. Konsep Ekonomi Islam................................................................. 99
B.. Prinsip Ekonomi Islam.................................................................. 104
C.. Tujuan Ekonomi Islam................................................................. 105
D.. Lembaga Ekonomi Islam............................................................. 106
e.. Keunggulan Kompetitif Ekonomi Islam....................... 122

BAB X POLITIK DALAM ISLAM.................................................................... 135


A.. Pengertian politik Islam ......................................................... 135
B.. Tujuan Politik Islam . .................................................................. 136
C.. Prinsip Politik Islam .................................................................... 137
D.. Kontribusi Umat Islam dalam Perpolitikan
Nasional ............................................................................................... 144

viii
BAB XI HAK ASASI MANUSIA (HAM) DAN DEMOKRASI
DALAM ISLAM..................................................................................... 149
A.. Pendahuluan..................................................................................... 149
B.. Pengertian HAM dan Demokrasi.......................................... 149
C.. Sejarah Perkembangan HAM .................................................. 151
D.. HAM dan Demokrasi Dalam Islam....................................... 153

BAB XII MASYARAKAT MADANI.................................................................... 159


A.. KONSEP MASYARAKAT MADANI.................................................... 159
B.. Dasar pembentukan masyarakat madani
menurut Alqur`an ....................................................................... 160
C.. KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI.................................. 164

BAB XIII TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA........................................ 167


A.. Latar Belakang................................................................................ 167
B.. Pengertian Toleransi.................................................................. 168
C.. Toleransi Antarumat Beragama........................................ 168
D.. Menghormati Dan Memelihara Hak Dan
Kewajiban Antar Umat Beragama...................................... 170
E.. Pandangan Islam Mengenai Silaturrahmi................. 171
F.. Manfaat Toleransi Hidup Beragama Dalam
Pandangan Islam............................................................................ 172

BAB XIV TAQWA.................................................................................................. 179


A.. Pengertian Taqwa.......................................................................... 179
B.. Macam-Macam Taqwa.................................................................. 180
C.. Kedudukan Taqwa......................................................................... 181
D.. Urgensi Taqwa................................................................................... 182
E. . Indikator Taqwa............................................................................. 183
F. . Balasan Bagi Orang yang Bertaqwa................................ 184
G.. Ruang Lingkup Taqwa.................................................................. 186

ix
SAP MATA KULIAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNINDRA JAKARTA

A. Deskripsi Singkat
Matakuliah Pendidikan Agama merupakan bagian dari Matakuliah Pengembangan
Kepribadian (MPK) yang terdiri dari Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila dan
Pendidikan Kewarganegaraan. Ketiga mata kuliah ini wajib dipelajari secara nasional
oleh seluruh mahasiswa Perguruan Tinggi umum di Indonesia. Kedudukan mata kuliah
ini sejajar dengan mata kuliah keahlian lainnya. Bilamana mahasiswa belum lulus
matakuliah ini ia tidak dapat memperoleh gelar kesarjanaan dari sebuah perguruan
tinggi.

B. Landasan
Pengajaran Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi yang diselenggarakan
dilandasi dengan ketentuan hukum sebagai berikut:
1. Landasan agama, berupa ayat-ayat al-Qur’an dan al-Sunnah
2. Landasan filosofis, berupa butir-butir yang terdapat dalam Pancasila dan
Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
3. Landasan Yuridis, yaitu Undang-Undang Dasar 1945 terutama pasal 29
4. Landasan historis, berupa politik pendidikan nasional yang bertujuan menciptakan
insan akademis yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

C. Kedudukan
Dalam struktur kurikulum nasional pendidikan tinggi, mata kuliah pendidikan agama
islam merupakan mata kuliah wajib diikuti oleh semua mahasiswa yang beragama islam
diseluruh perguruan tinggi umum disetiap jurusan, program dan jenjang pendidikan,

x
baik diperguruan tinggi negeri maupun swasta. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah
memandang penting pendidikan agama diajarkan diperguruan tinggi umum.
Kedudukan Pendidikan Agama baik secara historis maupun secara konstitusional
telah mendapat perhatian yang besar dan telah menjadi kebutuhan semua pihak, hal ini
sesuai dengan yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.

D. Tujuan Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam


di Perguruan Tinggi Umum
Tujuan pendidikan itu sendiri sebagai mana yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sisdiknas pada Bab 1 Pasal 1; mengarah pada pembentukan spiritual
keagamaan, dan akhlak mulia para peserta didik.
Sesuai dengan SK DIKTI No. 38/DIKTI/Kep/2002; bahwa mata kuliah Pendidikan
Agama bertujuan untuk memberikan landasan pembangunan kepribadian mahasiswa
agar menjadi kaum intelektual yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi pekerti luhur, berfikir filosofis, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan
luas, ikut serta dalam kerjasama antar umat beragama dalam rangka pengembangan
dan pemanfaatan ilmu dan teknologi serta seni untuk kepentingan nasional.
Secara khusus mata kuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum
bertujuan membentuk manusia taqwa yaitu manusia yang patuh kepada Allah dalam
menjalankan ibadah dengan menekankan pembinaan kepribadian muslim, yakni
pembinaan akhlakul karimah dan dapat mengaplikasikan nilai-nilai ajaran islam dalam
hidup bermasyarakat, berangsa dan bernegara.

E. Tujuan Instruksional Umum


Diharapkan setelah menyelesaikan perkuliahan ini:
1. Mahasiswa dapat mengaplikasikan nilai-nilai ajaran Islam ditengah-tengah
masyarakat.
2. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan materi mata kuliah Pendidikan
Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum, serta dapat menambah wawasan ke
Islaman lainnya dr berbagai aspek disiplin ilmu.
3. Mahasiswa dapat memahami ajaran agama dengan kritis dan rasional, sehingga
dapat menjelaskan konsep-konsep ajaran agama islam dan mampu menjadikannya
sebagai sumber nilai dan pedoman, serta landasan berfikir dan berprilaku dalam

xi
menerapkan ilmu dan profesi yang dikuasai agar menjadi insan yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah, berakhlak mulia dan berkepribadian yang islami.

F. Universitas Indraprasta PGRI


Universitas Indraprasta PGRI dalam visinya sebagai sebuah institusi lembaga
pendidikan tinggi yang turut berperan aktif dalam Pembangunan Pendidikan Nasional
melalui pengembangan Sumber Daya Manusia profesional yang berwatak : mandiri,
peduli dan kreatif serta adaptif dengan perkembangan global.
Sebagai mitra Pemerintah Universitas Indraprasta PGRI turut berupaya mewu-
judkan tercapainya tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana telah dijelaskan diatas
dan menjadikan ajaran Islam sebagai sumber nilai dan pedoman bagi mahasiswa/i agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
luhur, berkepribadian utuh serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan

xii
SAP
SATUAN ACARA PERKULIAHAN
MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 1

Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam


Bobot SKS : 2 SKS
Pengajar : Tim Dosen PAI
Kelompok Mata Kuliah : Pengembangan Kepribadian (MPK)

Standar Kompetensi :
Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan dan memperluas wawasan keislaman dengan
memahami berbagai aspek ajaran Islam

Kompetensi Dasar :
Mahasiswa mampu memahami berbagai aspek dalam ajaran islam secara mendalam,
sistematis,metodologis dan rasional.

Indikator :
Setelah menyelesaikan seluruh materi perkuliahan diharapkan mahasiswa memiliki
kemampuan:
• Memahami dasar dan doktrin sentral ajaran Islam, seperti konsep Tauhid dalam
Islam, Aqidah, makna dan ruang lingkupnya, Syari’ah, Akhlak dan manusia
menurut Al-qur`an
• Memahami mengetahui latar belakang munculnya konsep pemikiran dalam
Islam seperti tasawuf
• Memahami aspek–aspek lain dalam Islam seperti hukum, politik, ekonomi,
ham dan demokrasi,
• Mengidentifikasi permasalahan–permasalahan yang dihadapi umat Islam
Indonesia saat ini dan menganalisa solusi dan pemecahannya
• Mengaplikasikan aspek dan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari

xiii
SAP MATA KULIAH
Pendidikan Agama Islam 1

1. Konsep Tauhid dalam Islam


a. Konsep ketuhanan (umum)
b. Konsep keesaan Tuhan
c. Bukti bukti adanya Tuhan

2. Aqidah makna dan ruang lingkupnya


a. Pengertian Aqidah
b. Ruang lingkup Aqidah
c. Tujuan dan manfaatnya

3 Syari`ah
a. Pengertian dan tujuan syari`ah
b. Prinsip syari`ah
c. Ruang lingkup syari`ah (ibadah ,muamalah dll)

4. Akhlak
a. Pengertian akhlak
b. Pembagian akhlak
c. Ruang lingkup akhlak
d. Pembinaan akhlak

5. Konsep manusia dalam Al-Qur`an


a. Konsep manusia dalam berbagai perspektif
b. Asal-usul manusia
c. Unsur-unsur manusia
d. Eksistensi dan martabat manusia

6. Sumber–sumber hukum dalam Islam (1)


a. Al-qur`an
b. Hadits
c. Ijtihad

7. Sumber–sumber hukum dalam Islam (2)


a. Al-qur`an
b. Hadits
c. Ijtihad

xiv
8. Tasawuf
a. Pengertian Tasawuf
b. Sejarah munculnya Tasawuf
c. Jalan menuju Tasawuf
d. Tingkatan Tasawuf

9. Ekonomi Islam
a. Pengertian ekonomi Islam
b. Tujuan Ekonomi Islam
c. Prinsip ekonomi Islam

10. Politik dalam Islam


a. Pengertian politik Islam
b. Tujuan politik Islam
c. Prinsip Politik Islam
d. Kontribusi umat Islam dalam perpolitikan nasional

11. Ham dan Demokrasi dalam Islam


a. Pengertian Ham dan Demokrasi
b. Sejarah perkembangan Ham
c. Ham dan Demokrasi menurut Islam dan Barat

12. Masyarakat madani


a. Konsep masyarakat madani
b. Karakteristik masyarakat madani
c. Peran umat Islam dalam mewujudkan masyarakat madani

13. Toleransi antar ummat beragama


a. Pengertian
b. Konsep toleransi umat beragama menurut islam
c. Problematika kehidupan umat beragama
d. Upaya mewujudkan Islam sebagai rahmatal lil ’alamin

14. Taqwa
a. Pengertian taqwa
b. Kedudukan taqwa
c. Ciri-ciri orang yang bertaqwa
d. Kontribusi taqwa dalam kehidupan social

xv
xvi
BAB
I

Konsep Tauhid Dalam Islam

A. PENGERTIAN TAUHID
Kalimat tauhid (‫ )توحيد‬menurut etimologi (bahasa) adalah mengetahui atau meyakini
bahwa sesuatu itu satu. Oleh sebab itu satu dalam bahasa arab adalah wahid (‫)واحد‬.
Sedangkan menurut terminology (istilah) adalah meng-Esakan Allah dari zat,
sifat, dan perbuatan-Nya.
Menurut Utsman Raliby tentang kemaha Esaan Tuhan:
1. Allah Maha Esa dalam Zat-Nya
Kemaha Esaan Allah dalam Zat-Nya dapat dirumuskan dengan kata-kata bahwa
Zat Allah tidak sama dan tidak dapat dibandingkan dengan apapun juga, berbeda
dalam segala-galanya. Zat Tuhan itu bukanlah materi yang terdiri dari beberapa
unsur bersusun. Dia tidak dapat disamakan atau dibandingkan dengan benda
apapun yang menurut ilmu fisika terjadi dari susunan atom, molekul, dan unsur-
unsur yang berbentuk yang takluk kepada ruang dan waktu yang dapat ditangkap
oleh pancaindera manusia, yang dapat hancur musnah dan lenyap pada suatu
masa.
2. Allah Maha Esa dalam sifat-sifat-Nya
Kemaha Esaan Allah dalam sifat-sifat-Nya mempunyai arti bahwa sifat-sifat Allah
penuh kesempurnaan dan keutamaan, tidak ada yang menyamainya. Didalam Al-
Qur’an disebut dengan sifat-sifat Allah yaitu yang terkandung dalam “Al-Asmaaul
Husna” terdiri dari 99 nama. Namun dalam ilmu tauhid disebutkan sifat-sifat Allah
itu terdiri dari 20 sifat.
3. Allah Maha Esa dalam perbuatan-Nya
Kemaha Esaan Allah dalam perbuatan mengandung arti kita meyakini bahwa
tiada tara dalam melakukan sesuatu, sehingga hanya Dialah yang dapat berbuat
menciptakan alam semesta ini. Kagumilah, misalnya, bagaimana Dia menciptakan

1
diri kita sendiri dalam bentuk tubuh yang sangat baik, yang dilengkapi-Nya dengan
pancaindera, akal, perasaan, kemauan, bahasa, pengalaman dan sebagainya.
Perhatikan pula susunan kimiawi materi-materi yang ada di alam ini. Misalnya
H2O, zat cair, NO2, zat asam dan sebagainya.

Tauhid menjadi inti rukun iman dan prima causa (yang pertama) dari seluruh
keyakinan Islam. Secara sederhana, sistematika akidah Islam dapat dijelaskan sebagai
berikut:
“Kalau orang telah menerima tauhid sebagai prima causa maka rukun iman yang
lain hanyalah akibat logis saja atas penerimaan tauhid tersebut. Kalau orang yakin bahwa
(1) Allah mempunyai kehendak sebagai bagian dari sifatnya maka orang yakin pula
adanya (2) Malaikat yang diciptakan Allah untuk melaksanakan dan menyampaikan
kehendak Allah yang dilakukan malaikat Jibril kepada para Rasul-Nya yang dihimpun
dalam (3) kitab suci. Namun perlu diingat dan dicatat bahwa kitab suci yang masih
murni dan asli memuat kehendak Allah, dimana kehendak Allah itu disampaikan
kepada manusia malalui manusia pilihan Allah yang disebut (4) Rasul yang menjelaskan
dan menyampaikan kehendak Allah kepada manusia untuk dijadikan pedoman dalam
kehidupan. Hidup dan kehidupan ini akan berakhir oleh sebab itu kita meyakini yang
ke (5) hari akhir. Pada waktu itu kelak Allah akan menyediakan suatu kehidupan
yang kekal dan abadi. Untuk mendiami dunia yang fana ini manusia akan dimintai
pertanggungjawaban setiap individu. Yakin akan adanya hidup lain selain kehidupan
sekarang membawa konsekuensi pada keyakinan akan adanya (6) Qadha dan Qadar
yang berlaku dalam hidup dan kehidupan manusia.       
Tauhid adalah ibadah qalbiah (hati). Ibadah inilah yang pertama harus dipelajari
setiap manusia sebelum mempelajari ilmu yang lainnya karena ibadah hati didalamnya
menyangkut keyakinan seseorang kepada pencipta-Nya yaitu Allah Dialah yang
menghidupkan dan mematikan, memberikan rizki dan menolaknya, memberikan
penyakit dan menyembuhkannya, karena ibadah hati akan mempengaruhi ibadah
yang kedua yaitu ibadah jasadiah. Allah menciptakan manusia adalah untuk beribadah
kepada-Nya, ibadah bukan dalam arti sempit melainkan dalam arti luas. Karena ibadah
dalam arti sempit hanyalah yang terdapat dalam rukun Islam seperti : shalat, puasa,
zakat dan haji. Ibadah dalam arti luas (arti yang sesungguhnya) dalam Islam yaitu:
melakukan segala sesuatu kebaikan yang dicintai Allah dan Rasul-Nya baik berbentuk
ucapan ataupun perbuatan, yang dhahir (nyata) ataupun yang bathin (tidak nyata)
seperti: takut kepada Allah, bertawakal kepada-Nya, berbakti kepada kedua orang tua,
berbuat baik kepada sesama manusia, atau kepada hewan, tumbuh-tumbuhan dan
makhluk lainnya berzikir dan lain-lain. Pelajaran tauhid adalah salah satu perbuatan

2
yang berkaitan dengan ibadah qalbiah (hati) karena didalamnya kita harus meyakini
sebenar-benarnya tentang Allah dan Rasul-rasul-Nya.
Hukum mempelajari ilmu tauhid dalam Islam adalah wajib bagi setiap individu
karena amal setiap manusia tidak akan diterima oleh Allah jika perbuatan atau
pekerjaannya bukan karena-Nya seperti karena ingin dimuliakan atau dihormati
manusia, agar menjadi kaya, mendapat jabatan tinggi dan lain-lain dari semua perbuatan
kebaikan.

Allah berfrman dalam surat An-Nisa ayat (4:114):


ْ‫َ ن‬ َ ْ َ َْ َ َ َ َ ََ ْ َ ْ ُ َْ‫ْ ج‬ َ
‫اس‬ َّ َ
ِ ‫الح بي انل‬
ْ ْ
ٍ ‫وف أو ِإص‬ ٍ ‫ري ِمن ن َواهم ِإال من أمر بِصدق ٍة أو معر‬
ُ
ٍ ‫ث‬
ِ ‫ك‬ ‫ال خَيرْ َ يِف‬
ً َ ً ْ َ ْ ُ َ ْ َ َ َّ‫ه‬ َ َْ َ َ ْ َ َ ََْْ ْ ََ
)١١٤( ‫الل فسوف نؤ ِتي ِه أجرا ع ِظيما‬ ِ ‫ومن يفعل ذلِك اب ِتغاء مرضا ِة‬
Artinya : Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka kecuali
pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah atau berbuat
kebaikan atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Barang siapa berbuat
demikian karena mencari ridha Allah maka kelak Kami akan memberinya pahala
yang besar.

Dalam surat Asy-Syura ayat (42:20), Allah juga menjelaskan:


ْ ْ ُ ْ ُّ َ ْ َ ُ ُ َ َ‫َ ْ َ َ ْ ا‬
‫ادلنيَا نؤتِ ِه ِمن َها‬ ُ َ‫ث اآلخ َرة نَز ْد ه‬
‫ل يِف حرثِ ِه ومن كن ي ِريد حرث‬
َ ْ َ ُ ُ َ َ‫َ ْ ا‬
‫من كن ي ِريد حر‬
ِ ِ ِ
)٢٠( ‫يب‬ ‫ص‬
َ ْ َ
‫ن‬ ‫ن‬ ‫م‬ِ ‫ة‬ ‫ر‬‫اآلخ‬ ‫ف‬ ُ َ‫َو َما ه‬
‫ل‬
ٍ ِ ِ ِ ِ‫ي‬
Artinya : Barang siapa yang menghendaki keuntungan diakhirat akan Kami
tambahkan keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki
keuntungan didunia Kami berikan kepadanya sebagian darinya (keuntungan
dunia) tetapi dia tidak akan mendapat bagian diakhirat.

Dari ayat tersebut sangat jelas orang yang bekerjanya bukan karena mencari ridha
Allah  atau karena urusan dunia (jabatan atau lainya) maka tidak akan mendapati apa-
apa nantinya diakhirat melainkan hanya didapati balasan di dunia saja sesuai yang
diniatkan (inginkan).

3
ُ َ
:‫ قال رسول اهلل صىل اهلل عليه وسلم‬: ‫ع ْن ع َم َر ب ْ ِن اخل َ َّطاب ريض اهلل عنه قال‬
َ ْ ِّ ُ‫َ ّ َ ل‬ َ َ َّ
َّ ِّ‫األ ْع َم ُال بانل‬
)‫ئ َمان َوى (رواه ابلخارى ومسلم‬ ‫ر‬
ٍ ِ ‫ام‬ ‫ك‬ ‫ل‬ ‫ا‬
ِ ِ ‫م‬ ‫ن‬‫إ‬‫و‬ ‫ات‬ ‫ي‬ ِ ‫ِإنما‬
Artinya : Dari Umar bin Khattab ra, berkata : Rasulullah saw bersabda :
Sesungguhnya perbuatan itu tergantung kapada niat dan setiap seseorang tergantung
apa yang ia niatkan. (HR.Bukhari dan Muslim) 

B. PEMBAGIAN TAUHID
Pembagian tauhid menurut sebagian ulama memiliki tiga (3) macam:
1. Tauhid Al-Uluhiyyah : Mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya
kepada Allah dan karena-Nya semata. Tauhid ini  selalu diingkari oleh orang-
orang kafir dari dahulu hingga sekarang. Seperti:
Berdoa:
َ ُ ُ ْ َ َ َ ُ ْ َ ْ َ َ َّ‫َ ْ َ ْ َ ُ ْ َّ ذ‬ ْ ُ ُ ُّ َ َ َ َ
ُ ‫اد‬
‫بون ع ْن ِعبَاد يِت َسيَدخلون‬ِ‫الين يستك ر‬
ِ ‫ون أست ِجب لكم ِإن‬ ِ‫ي‬ ‫ع‬ ‫وقال ربكم‬
َ ‫اخر‬ َ َ َّ َ َ
)٦٠( ‫ين‬ ِ ِ ‫جهنم د‬
Artinya : Dan Tuhanmu berfirman : Berdo’alah kepada-Ku niscaya Aku perkenankan
bagimu. (Ghafir/Al-Mu’min 40:60)

Takut:
ُ ُ َ َ‫َّ َ َ ُ ُ َّ ْ َ ُ خُ َ ّ ُ َ ْ َ َ ُ َ خ‬
َ ‫وه ْم َو َخافُون إ ْن ُكنْتُ ْم ُم ْؤمن‬
‫ني‬ ِِ ِ ِ ‫ِإنما ذ ِلكم الشيطان ي ِوف أو يِلاءه فال تاف‬
)١٧٥(
Artinya : Janganlah takut kepada mereka takutlah kepada-Ku jika kamu orang-
orang beriman. (Ali-Imran 3:175)

Bertawakal:
َ ‫الل َفتَ َو لَّكُوا إ ْن ُكنْتُ ْم ُم ْؤمن‬
َّ‫َ لَىَ ه‬
)٢٣( ‫ني‬ ِِ ِ ِ ‫وع‬
Artinya : Dan bertawakallah kalian kepada Allah jika kalian orang-orang beriman
(Al-Maidah 5:23).

4
Meminta pertolongan:
ُ ‫اك ن َ ْستَع‬
)٥( ‫ني‬ َ َّ‫اك َن ْعبُ ُد َوإي‬
َ َّ‫إي‬
ِ ِ ِ
Artinya : KepadaMu kami beribadah dan kepadaMu kami meminta pertolongan
(Al-Fatihah 1:5)

2. Tauhid Ar-Rububiyyah : Mengesakan Allah dalam perbuatan-Nya, yakni


mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang mencipta, menguasai, mengatur
alam semesta ini menghidupkan dan mematikan. Tauhid ini selalu diakui oleh
orang-orang kafir dari dahulu hingga sekarang namun tidak mau masuk kedalam
agama yang sempurna yaitu agama Islam. Seperti:
Pencipta:
ٌ ّ ُ‫هَّ ُ َ ُ لُ ّ يَْ َ ُ َ لَىَ ل‬
)٦٢( ‫ش ٍء َو ِكيل‬
َْ‫ك ي‬
ِ ‫ك ش ٍء وهو ع‬ ِ ‫الل خا ِلق‬
Artinya : Allah adalah pencipta segala sesuatu dan maha pemelihara segala sesuatu
(Al-Zumar 39:62)

Pengatur alam semesta:


ْ ‫الس َما ِء إ ىَل‬
)٥( ‫األر ِض‬
ْ َُُّ
َّ ‫األم َر م َن‬ ‫يدبِر‬
ِ ِ
Artinya : Dia mengatur segala sesuatu dari langit sampai bumi (As-Sajadah 32:5)

Menghidupkan dan Mematikan:


َ ُ ُ ‫ُه َو يحُْي َو ُيم‬
)٥٦( ‫يت َوإِليَْ ِه ت ْر َج ُعون‬ ِ ِ‫ي‬
Artinya : Dialah yang menghidupkan dan mematikan dan kepada-Nya kalian
dikembalikan.(Yunus 10:56)

3. Tauhid Al-Asma> was-Sifat : Mengesakan Allah dalam asma (nama) dan sifat-
Nya, artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah,
dalam dzat, asma (nama) maupun sifat-Nya.
ْ َ َ‫ْ َ ُ حْ ُ ْ ى‬ َّ‫للِه‬
)١٨٠( ‫وه بِ َها‬
ُ ‫اد ُع‬ ‫َو ِ األسماء السن ف‬
Artinya : Dan Allah memilki nama-nama yang baik (Al-A’raf 7:180)

5
Menurut sebagian ulama bahwa Allah memilki 99 nama sesuai apa yang telah
Allah tetapkan untuk diri-Nya dalam kitab Al-Quran yaitu:
1. Ar Rahman = ‫الرحمن‬ = Yang Maha Pengasih
2. Ar Rahiim ‫الرحيم‬ = Yang Maha Penyayang
3. Al Malik ‫امللك‬ = Yang Maha Merajai/Memerintah
4. Al Quddus ‫القدوس‬ = Yang Maha Suci
5. As Salaam ‫السالم‬ = Yang Maha Memberi Kesejahteraan
6. Al Mu`min ‫املؤمن‬ = Yang Maha Memberi Keamanan
7. Al Muhaimin ‫املهيمن‬ = Yang Maha Pemelihara
8. Al `Aziiz ‫العزيز‬ = Yang Memiliki Mutlak Kegagahan
9. Al Jabbar ‫اجلبار‬ = Yang Maha Perkasa
10. Al Mutakabbir ‫املتكبر‬ = Yang Maha Megah, = Yang Memiliki Kebesaran
11. Al Khaliq ‫اخلالق‬ = = Yang Maha Pencipta
12. Al Baari` ‫البارئ‬ = Yang Maha Melepaskan (Membuat, Membentuk,
Menyeimbangkan)
13. Al Mushawwir ‫املصور‬ = Yang Maha Membentuk Rupa (makhluknya)
14. Al Ghaffaar ‫الغفار‬ = Yang Maha Pengampun
15. Al Qahhaar ‫القهار‬ = Yang Maha Memaksa
16. Al Wahhaab ‫الوهاب‬ = Yang Maha Pemberi Karunia
17. Ar Razzaaq ‫الرزاق‬ = Yang Maha Pemberi Rejeki
18. Al Fattaah ‫الفتاح‬ = Yang Maha Pembuka Rahmat
19. Al `Aliim ‫العليم‬ = Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)
20. Al Qaabidh ‫القابض‬ = Yang Maha Menyempitkan (makhluknya)
21. Al Baasith ‫الباسط‬ = Yang Maha Melapangkan (makhluknya)
22. Al Khaafidh ‫اخلافض‬ = Yang Maha Merendahkan (makhluknya)
23. Ar Raafi` ‫الرافع‬ = Yang Maha Meninggikan (makhluknya)
24. Al Mu`izz ‫املعز‬ = Yang Maha Memuliakan (makhluknya)
25. Al Mudzil ‫املذل‬ = Yang Maha Menghinakan (makhluknya)
26. Al Samii` ‫السميع‬ = Yang Maha Mendengar
27. Al Bashiir ‫البصير‬ = Yang Maha Melihat
28. Al Hakam ‫احلكم‬ = Yang Maha Menetapkan
29. Al `Adl ‫العدل‬ = Yang Maha Adil
30. Al Lathiif ‫اللطيف‬ = Yang Maha Lembut
31. Al Khabiir ‫اخلبير‬ = Yang Maha Mengenal
32. Al Haliim ‫احلليم‬ = Yang Maha Penyantun
33. Al `Azhiim ‫العظيم‬ = Yang Maha Agung
34. Al Ghafuur ‫الغفور‬ = Yang Maha Pengampun

6
35. As Syakuur ‫الشكور‬ = Yang Maha Pembalas Budi (Menghargai)
36. Al `Aliy ‫العلى‬ = Yang Maha Tinggi
37. Al Kabiir ‫الكبير‬ = Yang Maha Besar
38. Al Hafizh ‫احلفيظ‬ = Yang Maha Memelihara
39. Al Muqiit ‫املقيت‬ = Yang Maha Pemberi Kecukupan
40. Al Hasiib ‫احلسيب‬ = Yang Maha Membuat Perhitungan
41. Al Jaliil ‫اجلليل‬ = Yang Maha Mulia
42. Al Kariim ‫الكرمي‬ = Yang Maha Mulia
43. Ar Raqiib ‫الرقيب‬ = Yang Maha Mengawasi
44. Al Mujiib ‫اجمليب‬ = Yang Maha Mengabulkan
45. Al Waasi` ‫الواسع‬ = Yang Maha Luas
46. Al Hakiim ‫احلكيم‬ = Yang Maha Maka Bijaksana
47. Al Waduud ‫الودود‬ = Yang Maha Mengasihi
48. Al Majiid ‫اجمليد‬ = Yang Maha Mulia
49. Al Baa`its ‫الباعث‬ = Yang Maha Membangkitkan
50. As Syahiid ‫الشهيد‬ = Yang Maha Menyaksikan
51. Al Haqq ‫احلق‬ = Yang Maha Benar
52. Al Wakiil ‫الوكيل‬ = Yang Maha Memelihara
53. Al Qawiyyu ‫القوى‬ = Yang Maha Kuat
54. Al Matiin ‫املتني‬ = Yang Maha Kokoh
55. Al Waliyy ‫الولى‬ = Yang Maha Melindungi
56. Al Hamiid ‫احلميد‬ = Yang Maha Terpuji
57. Al Muhshii ‫احملصى‬ = Yang Maha Mengkalkulasi
58. Al Mubdi` ‫املبدئ‬ = Yang Maha Memulai
59. Al Mu`iid ‫املعيد‬ = Yang Maha Mengembalikan Kehidupan
60. Al Muhyii ‫احمليى‬ = Yang Maha Menghidupkan
61. Al Mumiitu ‫املميت‬ = Yang Maha Mematikan
62. Al Hayyu ‫احلي‬ = Yang Maha Hidup
63. Al Qayyuum ‫القيوم‬ = Yang Maha Mandiri
64. Al Waajid ‫الواجد‬ = Yang Maha Penemu
65. Al Maajid ‫املاجد‬ = Yang Maha Mulia
66. Al Wahiid ‫الواحد‬ = Yang Maha Tunggal
67. Al Ahad ‫االحد‬ = Yang Maha Esa
68. As Shamad ‫الصمد‬ = Yang Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta
69. Al Qaadir ‫القادر‬ = Yang Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan
70. Al Muqtadir ‫املقتدر‬ = Yang Maha Berkuasa
71. Al Muqaddim ‫املقدم‬ = Yang Maha Mendahulukan

7
72. Al Mu`akkhir ‫املؤخر‬ = Yang Maha Mengakhirkan
73. Al Awwal ‫األول‬ = Yang Maha Awal
74. Al Aakhir ‫األخر‬ = Yang Maha Akhir
75. Az Zhaahir ‫الظاهر‬ = Yang Maha Nyata
76. Al Baathin ‫الباطن‬ = Yang Maha Ghaib
77. Al Waali ‫الوالي‬ = Yang Maha Memerintah
78. Al Muta`aalii ‫املتعالي‬ = Yang Maha Tinggi
79. Al Barri ‫البر‬ = Yang Maha Penderma
80. At Tawwaab ‫التواب‬ = Yang Maha Penerima Tobat
81. Al Muntaqim ‫املنتقم‬ = Yang Maha Pemberi Balasan
82. Al Afuww ‫العفو‬ = Yang Maha Pemaaf
83. Ar Ra`uuf ‫الرؤوف‬ = Yang Maha Pengasuh
84. Malikul Mulk ‫مالك امللك‬ = Yang Maha Penguasa Kerajaan (Semesta)
85. Dzul Jalaali Wal Ikraam ‫ذو اجلالل و اإلكرام‬ = Yang Maha Pemilik Kebesaran dan
Kemuliaan
86. Al Muqsith ‫املقسط‬ = Yang Maha Pemberi Keadilan
87. Al Jamii` ‫اجلامع‬ = Yang Maha Mengumpulkan
88. Al Ghaniyy ‫الغنى‬ = Yang Maha Kaya
89. Al Mughnii ‫املغنى‬ = Yang Maha Pemberi Kekayaan
90. Al Maani ‫املانع‬ = Yang Maha Mencegah
91. Ad Dhaar ‫الضار‬ = Yang Maha Penimpa Kemudharatan
92. An Nafii` ‫النافع‬ = Yang Maha Memberi Manfaat
93. An Nuur ‫النور‬ = Yang Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi Cahaya)
94. Al Haadii ‫الهادئ‬ = Yang Maha Pemberi Petunjuk
95. Al Baadii ‫البديع‬ = Yang Indah Tidak Mempunyai Banding
96. Al Baaqii ‫الباقي‬ = Yang Maha Kekal
97. Al Waarits ‫الوارث‬ = Yang Maha Pewaris
98. Ar Rasyiid ‫الرشيد‬ = Yang Maha Pandai
99. As Shabuur ‫الصبور‬ = Yang Maha Sabar

Selain itu, sebagian ulama juga membagi sifat-sifat yang dimiliki Allah kepada tiga (3)
bagian yaitu:
1. Sifat yang wajib yang terdiri dari 20 macam sifat yaitu:
Wujud (ada), qidam (dahulu), baqa (kekal), mukhalafatul lilhawadits (berbeda
dengan makhluk), qiyamu binnafsi (berdiri sendiri), wahdaniyyat (esa), qudrat
(mampu), iradat (berkehendak), ilmu (mengetahui), hayat (hidup), kalam

8
(berbicara), sama’ (mendengar), bashar (melihat), qadiirun (maha mampu),
muriidun (maha berkehendak), aliimun (maha mengetahui), hayyun (maha
hidup), samiiun (maha mendengar), bashiirun (maha melihat), dan mutakallimun
(maha berbicara).
2. Sifat yang mustahil adalah sifat yang berlawanan dengan 20 sifat yang wajib, yaitu:
`Adam (tidak ada), Huduts (baru/bermula), Fana (rusak/binasa), Mumaatsalatu lil
Hawaditsi (sama dgn makhluq), Ihtiyaju lighoirihi (membutuhkan bantuan orang
lain), Ta’udud (berbilang), Ajzun (lemah), Karahah (terpaksa), Jahlun artinya
(bodoh), Mautun (mati), Shamamun (tuli), Umyun (buta), Bukmun (bisu), Ajizan
(zat yang maha lemah), Mukrohan (zat yang maha terpaksa), Jahilan (yang maha
bodoh), Mayyitan (Yang maha mati), Ashamma (yang maha tuli), A’ma (yang
maha buta), Abkama (yang maha bisu).
3. Sifat yang boleh adalah sifat yang mungkin bagi Allah untuk menetapkan dan
meniadakan seperti : menjadikan orang kaya dan miskin, menjadikan sakit dan
sehat, menjadikan tertawa dan menangis dan lain-lain.

‫الاهل االاهلل حممد رسول اهلل‬


Arti : ‫الاله االاهلل‬ 

Kalimat tauhid yang agung dan wajib diketahui oleh setiap muslim dengan
pemahaman yang benar sehingga menghantarkan pribadinya masuk ke dalam surga
sebagaimana Rasulullah bersabda:
َ َّ ََ َ ُ ّ‫َ ْ َ َ َ ُ َ َ ْ َ ُ َ ْ لاَ َ لا‬
)‫اهلل دخل اجلَنة (رواه مسلم‬ ‫من مات وهو يعلم أن ِإهل ِإ‬
Artinya : Barang siapa yang meninggal/wafat dan dia mengetahui bahwa tiada
Tuhan selain Allah maka akan masuk surga. (HR.Muslim).

Arti  ‫الإله إال اهلل‬: tidak ada yang berhak disembah semata kecuali Allah.
Rukun kalimat tauhid:
Kalimat tauhid yaitu ‫الإله إالاهلل‬ terdiri dari dua (2) rukun yaitu:
1. Kalimat ‫الإله‬ : adalah kalimat peniadaan yaitu tidak ada yang disembah.
2. Kalimat ‫إالاهلل‬ : adalah kalimat penetapan yaitu yang berhak disembah hanya
Allah.

9
Dua (2) rukun tersebut dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 256 yaitu:

Artinya : Barang siapa yang ingkar kepada thagut(setan dan apa saja yang disembah
selain Allah) dan beriman kepada Allah maka sungguh dia telah berpegang kepada
tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah maha mendengar dan
maha mengetahui. (Al-Baqarah 2:256)

Kalimat:  ‫وت‬ َّ ِ ‫ َف َم ْن ي َ ْك ُفرْ ب‬  adalah arti dari rukun yang pertama dan kalimat :
ِ ‫الطا ُغ‬
َّ‫لله‬
 ِ ‫ وَيُ ْؤ ِم ْن بِا‬adalah arti dari rukun yang kedua.

Arti : ‫محمد رسول اهلل‬


Muhammad yang dimaksud dikalimat syahadat adalah Muhammad bin Abdullah
bin Abdul Muthalib Al-Hasymi.Dan Beliau diutus oleh Allah untuk manusia secara
umum.
ً َ‫ُ ْ َ َ ُّ َ َّ ُ يّ َ ُ ُ هَّ يَْ ُ ْ م‬
)١٥٨( ‫جيعا‬
ِ ‫الل ِإلكم‬ ِ ‫قل يا أيها انلاس ِإ ِن رسول‬
Artinya : Katakanlah : wahai manusia : Aku ini utusan Allah untuk kalian semua.
(QS.Al-A’raf 7:158)

Beliau hidup di kota Makkah yang menyeru ketauhidan, menyembah kepada Allah
bukan kepada berhala yang kemudian berhijrah ke kota Madinah dan memerintahkan
hukum-hukum dalam Islam seperti zakat, puasa, jihad dan lain-lain. Beliau hidup
selama 63 tahun memperjuangkan tegaknya Tauhid.
Dalam syahadat bukan Muhammad menurut pendapat kelompok Ahmadiyah yang
sama sekali tidak dapat dibenarkan dalam Al-Quran dan Hadits serta tidak dibenarkan
oleh para ulama ahlu sunnah sedunia.
Barang siapa yang menyimpang dari ajaran Rasulullah maka akan mendapatkan
siksa. Sebagaimana Allah berfirman:

10
ٌ‫اب أَ يِلم‬
ٌ ‫ون َع ْن أَ ْمره أَ ْن تُصيبَ ُه ْم فتْنَ ٌة أَ ْو يُصيبَ ُه ْم َع َذ‬
َ ُ َ ُ‫َ ْ َ ْ َ ذَّ َ خ‬
‫الين يا ِلف‬
ِ ‫فليحذ ِر‬
ِ ِ ِ ِِ
)٦٣(
Artinya : Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut
akan mendapat cobaan atau azab yang pedih. (QS.An-Nur 24:63).

Sebaliknya yang taat akan perintah Rasul-Nya maka akan mendapatkan rahmat/
kebahagiaan yang sempurna dan hidayah dari Allah.
َ ُ َ‫َ َ ُ هَّ َ َ َّ ُ َ َ َ َّ ُ ْ ُ ْ م‬
)١٣٢( ‫وأ ِطيعوا الل والرسول لعلكم ترحون‬
Artinya : Dan taatlah kepada Allah dan Rasul niscaya kalian akan diberi
rahmat. (QS.Ali Imran 3:132).

ُ َ ْ‫لب‬
ُ ‫الغ ال ْ ُمب‬ ُ َّ َ‫َ ْ ُ ُ ُ َ ْ َ ُ َ َ لَى‬
)٥٤( ‫ني‬ ِ ‫ول ِإال ا‬
ِ ‫وإِن ت ِطيعوه تهتدوا وما ع الرس‬
Artinya : Dan jika kalian taat kepada-Nya niscaya kalian akan mendapat hidayah/
petunjuk dari Allah. (QS.An-Nur 24:54).

C. Hal-hal yang menghilangkan ketauhidan


Segala sesuatu yang menyebabkan hilangnya ketauhidan manusia berarti manusia
tersebut sudah tidak lagi beriman, dengan demikian alangkah baiknya kita mengetahui
hal-hal yang menghilangkan ketauhidan yaitu:
1. Syirik / Kemusyrikan yaitu : meyakini ada yang menandingi kekuasaan Allah baik
pengetahuan-Nya, kekuatan-Nya, dan lain-lainnya, mempercayai akan adanya
sesuatu yang mempunyai kekuatan/kekuasaan yang mutlak selain allah,.
Dan kemusyrikan adalah dosa terbesar yang tidak ada ampunan dari Allah:
ْ َ َ َّ‫َ َ ْ ُ َ ُ َ َ َ َ ْ َ َ ُ َ َ ْ ُ رْ ْ ه‬ َ َ ْ‫َّ هَّ َ َ ْ ُ َ ْ ُ ر‬
‫الل فقد‬
ِ ِ‫شك ب‬
ِ ‫ِإن الل ال يغ ِفر أن يشك بِ ِه ويغ ِفر ما دون ذلِك لِمن يشاء ومن ي‬
ً ‫َض َّل َضالال بَع‬
)١١٦( ‫يدا‬ ِ
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa yang menyekutukan-
Nya dan mengampuni selain itu bagi yang Dia yang kehendaki. Dan barang siapa
yang menyekutukan Allah maka sungguh dalam kesesatan yang nyata. (S.An-Nisa
4:116)

11
Kemusyrikan menghapus amal-amal kebaikan yang sudah dilakukan:
ُ َ‫َ ْ َ َ ُ ْ َ َ َ ْ َ رْ َ ُ حَ َ َ َ ْ ُ ْ َ ا‬ ْ َ َّ‫ه‬ َ ُ َ َ
‫الل يه ِدي بِ ِه من يشاء ِمن ِعبا ِد ِه ولو أشكوا ل ِبط عنهم ما كنوا‬
ِ ‫ذلِك هدى‬
َ ُ َْ
)٨٨( ‫يع َملون‬
Artinya : Dan jikalau mereka melakukan kemusyrikan niscaya putus apa yang
mereka telah lakukan. (QS.Al-An’am 6:88)

Kemusyrikan menyebabkan diri manusia tidak akan bisa masuk kesurganya


Allah:
َ ْ ‫ني م ْن أَن‬ َّ َ َ ُ َّ ُ َ ْ َ َ َ َّ َ ْ‫َّ ُ َ ْ ُ رْ ْ هَّ َ َ ْ َ َّ َ هَّ ُ َ َ ْ لج‬
َ ‫لظالم‬
‫ار‬
ٍ ‫ص‬ ِ ِ ِ ِ ‫الل فقد حرم الل علي ِه ا نة ومأواه انلار وما ل‬ ِ ِ‫شك ب‬
ِ ‫ِإنه من ي‬
)٧٢(
Artinya : Sesungguhnya orang yang melakukan kemusyrikan kepada Allah maka
Allah haramkan baginya surga dan ditempatkan neraka baginya. (QS.Al-Maidah
5:72)

2. Kekufuran yaitu dengan menghina Allah, menghina ayat-ayat Al-Quran dan


menghina para Rasul.
ُ َ َ َْ ََُْْ َْ ُ ََْ
‫يمانِك ْم‬
َ ُ ْ َ ُْ
‫)ال تعت ِذروا قد كفرتم بعد ِإ‬٦٥( ‫ول كنتُ ْم ت ْستَه ِزئون‬ ُ َ َّ‫قُ ْل أَب ه‬
ِ ِ‫الل َوآياتِ ِه َو َرس ه‬
ِ ِ
)٦٦(
Artinya : Katakanlah,”mengapa kepada Allah dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya
kamu selalu berolok-olok?(65). Tidak perlu meminta maaf karena kamu telah kafir
setelah beriman. (QS.At-Taubah 9:65-66).

3. Nifak / Kemunafikan yaitu : Adalah menutupi kekufuran yang bersemi dalam jiwa,
melahirkan Islam dengan lisan dan perbuatan, dan orang semacam itu disebut
munafik dalam pengertian syari’ah, munafik artinya menyembunyikan kekafiran
dalam hatinya dan menampakkan iman dalam lidahnya. Ia mengucapkan beriman
tetapi tidak sama di dalam hatinya dan tidak melakukan kewajiban-kewajiban
sebagai orang yang beriman, bahkan mengerjakan yang bertentangan dengan

12
ajaran Islam dengan menampakkan keimanan di depan manusia tetapi di hatinya
ada kekufuran dan kesyirikan.
َ ‫الل َوب يْالَ ْومِ اآلخر َو َما ُه ْم ب ُم ْؤمن‬
)٨( ‫ني‬
َّ‫َ ْ َ ُ ُ َ َّ ه‬ َّ ‫َو ِم َن‬
ِِ ِ ِِ ِ ِ ِ‫اس من يقول آمنا ب‬ ِ ‫انل‬
Artinya : Dan diantara manusia ada yang berkata:kami telah beriman kepada Allah
dan hari akhir padahal mereka tidak beriman. (QS.Al-Baqarah 2:8).

D. Mengenal Allah SWT


Mengenal disini bukan berarti mengenal zat Allah karena akal setiap manusia tidak akan
sampai mengenal zat Allah sesungguhnya melainkan mengenal hasil ciptaan-Nya.

Allah berfirman dalam Al-Quran:


ٌ
‫ش ٍء َو ِكيل‬
َْ‫ك ي‬ ّ ُ‫ُ َ َ ُ لُ ّ يَْ َ ْ ُ ُ ُ َ ُ َ لَىَ ل‬
‫ع‬ ‫و‬ ‫ه‬ ‫و‬ ‫وه‬‫د‬ ‫ب‬ ‫اع‬ ‫ف‬ ‫ء‬
ٍ ‫ش‬ ‫ك‬ ‫ق‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫خ‬ ‫و‬ ‫ه‬ ‫ال‬‫إ‬ َ َ‫ك ْم ال إ ه‬
‫ل‬
ُ ُّ َ ُ َّ‫َ ُ ُ ه‬
‫ذ ِلكم الل رب‬
ِ ِ ِ ِ ِ
)١٠٣( ‫ري‬ ُ ‫يف الخْ َب‬ُ َّ َ ُ َ َ َ ْ ُ ْ ُ َ ُ َ ُ َ ْ ُ ُ ْ ُ
‫)ال تد ِركه األبصار وهو يد ِرك األبصار وهو الل ِط‬١٠٢(
ِ
Artinya:
Itulah Allah Tuhanmu tiada Tuhan selain Dia, pencipta segala sesuatu maka
sembahlah dia, Dialah maha pemelihara segala sesuatu.(102) Dia tidak dapat
dicapai oleh penglihatan mata sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu.
Dan Dia Maha halus dan Maha teliti (103). (QS. Al-An’am 6:102-103)

Rasulullah saw bersabda:


َ َ َ َ َ‫َ لا‬
ُ‫ك‬ ْ َ َ َ
ُ ‫فك‬
‫ىف ذاتِ ِه‬
ِ ‫وا‬‫ر‬ ‫ف‬ ‫تت‬ ‫و‬ ‫هلل‬
ِ ‫ا‬ ‫ق‬
ِ ‫ل‬‫خ‬ ‫ىف‬
ِ ‫وا‬‫ر‬ ‫ت‬
Artinya :
Fikirkanlah / renungkanlah pada ciptaan Allah dan jangan fikirkan pada Zat-
Nya.

Bukti-bukti adanya Allah (pencipta alam semesta) :


1. Diri manusia yang ada padanya seperti pendengaran, penglihatan, akal, ruh, dan
alat-alat tubuh lainnya sangat mustahil ada dengan sendirinya, selain itu setiap
manusia memiliki kulit yang berbeda, dan rezeki yang berbeda pula, ada yang kaya
dan ada pula yang miskin.

13
َ ُ ُْ َ ََ ُ َُْ َ
‫و ىِف أنف ِسكم أفال تب رِصون‬
Artinya:
Apakah kamu tidak fikirkan yang ada pada dirimu? (Adz-Dzariyat 51:21)

Rasulullah bersabda:
ُ َ ُ َْ َ
‫َم ْن َع َرف نف َسه َع َرف َر َّبه‬
Artinya :
Barang siapa yang mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhanya.

Maksudnya adalah : bahwa barang siapa yang mengenal dirinya bahwa dia itu ada
karena sebelumnya tidak ada dan dirinya membutuhkan bantuan kepada yang
lain.

2. Pengakuan fir’aun tatkala tidak ada lagi pertolongan yang menyelamatkan dirinya.
ُ َ َْ َ ْ ْ ُ ُ ْ َ َ ْ ْ‫رْ َ َ لب‬ َ َ َ َ
‫سا ِئيل ا َح َر فأتبَ َع ُه ْم ِف ْر َع ْون َو ُجنُود ُه َبغيًا َو َعد ًوا َح ىَّت ِإذا أد َركه‬ ‫او ْزنا بِبَ يِن ِإ‬ ‫وج‬
َ ‫يل َوأَنَا م َن ال ْ ُم ْسلم‬
‫ني‬
َ َ ْ‫َ ُ ر‬
‫ت بِ ِه بنو ِإسا ِئ‬ ْ َ‫ل إال ذَّالي َآمن‬ َ َ‫ت َأنَّ ُه ال إ ه‬
ُ ْ‫الْ َغ َر ُق قَ َال َآمن‬
ِِ ِ ِ ِ ِ
)٩٠(
Artinya :
Dan Kami selamatkan Bani Israil melintasi laut kemudian Fir’aun dan bala tentaranya
mengikuti mereka untuk menzalimi dan menindas. Sehingga ketika Fir’aun hampir
tenggelam Dia berkata:”Aku percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan
yang dipercayai oleh Bani Israil dan aku termasuk orang-orang muslim(berserah
diri). (QS.Yunus 10:90).

3. Adanya langit dan bumi, pergantian siang dan malam, turunnya air hujan dari
langit, datangnya matahari di siang hari dan bulan di malam hari.
َْ‫ْ ُ ْ َّ ج‬ َّ ‫الف اللَّيْل َو‬
َ ‫انل‬ ْ َ ْ ‫اوات َو‬ َّ ‫إ َّن ف َخلْق‬
َ ‫الس َم‬
‫ار َوالفل ِك ال يِت ت ِري يِف‬ ِ ‫ه‬ ِ ِ ‫ت‬
ِ ‫اخ‬ ‫و‬ ‫ض‬ِ ‫األر‬ ِ ِ ِ‫ِ ي‬
َ َ َ َ َ ْ َ ْ‫لب‬
ْ َ ْ
‫األرض َبع َد‬
ْ
‫الس َما ِء ِم ْن َما ٍء فأحيَا بِ ِه‬
َّ ‫الل م َن‬ ُ َّ‫اس َو َما أن ْ َزل ه‬ َّ ‫حر ب َما ينْ َف ُع‬
َ ‫انل‬
ِ ِ ِ ‫ا‬
‫الس َما ِء‬
َّ ‫ي‬ َ ْ‫حاب ال ْ ُم َس َّخر َب ن‬ َ ‫الس‬َّ ‫اح َو‬ ّ ‫ك َدابَّ ٍة َوتَ رْصيف‬
َ ‫الر‬ ّ ُ‫َ ْ َ َ َ َّ َ ْ ل‬
ِ ِ ِ ‫ي‬ ِ ِ ِ ِ ‫موتِها وبث ِفيها ِمن‬
َ ُ َْ َ ْ َ
)١٦٤( ‫ات ِلق ْومٍ يع ِقلون‬ َ
ٍ ‫واألر ِض آلي‬

14
Artinya :
Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian siang dan malam,
kapal yang berlayar dilaut dengan muatan yang bermanfaat bagi manusia, apa yang
diturunkan Allah dari langit berupa air lalu dengan itu dihidupkan-Nya bumi setelah
mati (kering) dan Dia tebarkan bermacam-macam binatang dan perkisaran angin dan
awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, semua itu sungguh merupakan tanda-
tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengerti. (QS.Al-Baqarah 2:164).

َ َ ْ َ َ َ َّ َُ َ َْ َ ُ َ ْ‫يَْ َ ْ ُ ُ لخ‬ ْ‫أَ ْم ُخل ُقوا م ْن َغير‬


‫ات واألرض بل ال‬
ِ ‫)أم خلقوا السماو‬٣٥( ‫ش ٍء أم هم ا ا ِلقون‬ ِ ِ ِ
َ
)٣٦( ‫يُوقِنُون‬
Artinya :
Atau apakah mereka tercipta tanpa asal-usul atau mereka yang menciptakan (diri
mereka sendiri). Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi? Sebenarnya
mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). (QS.At-Thur 52:35-36).

4. Fitrah manusia ketika ditanyakan : siapa pencipta alam semesta yang luas ini?
maka dijawab : Allah swt.
َّ‫َ ْ َ َ َ َّ َ َّ ْ َ َ ْ َ َ َ يَ َ ُ ُ َّ ه‬
ُ‫الل‬ َ َ َّ َ َ َ ْ َ ْ ُ َ ْ‫َ َ نِْ َ َ ت‬
‫ات واألرض وسخر الشمس والقمر لقولن‬ ِ ‫ولئ سألهم من خلق السماو‬
َ ُ َ ْ َّ‫َ َ ى‬
)٦١( ‫فأن يُؤفكون‬
Artinya:
Dan jika engkau bertanya kepada mereka,”siapakah yang menciptakan langit dan
bumi dan menundukan matahari dan bulan? ”pasti mereka menjawab,”Allah”. Maka
mengapa mereka bisa dipalingkan. (QS.Al-Ankabut 29:61).

ُ َّ‫األر َض م ْن َب ْعد َم ْوت َها يَلَ ُقولُ َّن ه‬


ْ ‫حيَا به‬ْ َ َ ً َ َ َّ َ َ َّ َ ْ َ ْ ُ َ ْ‫َ َ نِْ َ َ ت‬
‫الل‬ ِ ِ ِ ِِ ‫ولئ سألهم من نزل ِمن السما ِء ماء فأ‬
َ ُ ْ َ ْ ُ ُ َ‫حْ َ ْ ُ للِهَّ َ ْ َ ْ ر‬ ُ
)٦٣( ‫ق ِل المد ِ بل أكثهم ال يع ِقلون‬
Artinya:
Dan jika engkau bertanya kepada mereka,”siapakah yang menurunkan air dari
langit, kemudian menghidupkan bumi setelah mati?”pasti mereka menjawab ”Allah”.
(QS.Al-Ankabut 29:63)

15
5. Dengan diutusnya para Rasul untuk menyelamatkan umatnya dari segala yang
menyimpang.

َ ‫ال‬َّ‫ذ‬ َْ ََْ َ َ‫ىَ َ ْ ْ َ َ ُ ُ ْ لبْ َ ّن‬ َ ْ َ ْ َْ ََْ ْ َََ


ُ ‫ك ُر‬
‫ين‬ ِ ‫ات فانتقمنا ِم َن‬
ِ ِ ِ‫ي‬ ‫ا‬ ‫ب‬ ‫م‬ ‫وه‬‫اء‬‫ج‬ ‫ف‬ ‫م‬ ‫ه‬
ِ ‫م‬ ِ ‫و‬ ‫ق‬ ‫ل‬ ‫إ‬
ِ ‫ال‬ ‫س‬ ‫ولقد أرسلنا ِمن قب ِل‬
َ ْ ُ ْ ُ ْ‫َ ْ َ ُ َ اَ َ َ ًّ َ َ ْ َ َ ر‬
)٤٧( ‫أجرموا وكن حقا علينا نص المؤ ِم ِنني‬
Artinya:
Dan Kami telah mengutus sebelum-Mu (Muhammad saw) para Rasul kepada
kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan lalu
Kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan merupakan
hak Kami menolong orang-orang yang beriman. (QS.Ar-Rum 30:47).

6. Pertanyaan Fir’aun kepada Nabi Musa


ُْ ْ ْ
‫األر ِض َو َما بَينَ ُه َما ِإن كنتُ ْم‬
ْ ‫اوات َو‬
َ ‫الس َم‬ َ ‫قَ َال ف ْر َع ْو ُن َو َما َر ُّب الْ َعالَم‬
َّ ‫)قَ َال َر ُّب‬٢٣( ‫ني‬
ِ ِ ِ
)٢٤( ‫ني‬ َ ‫ُموقن‬
ِِ
Artinya:
Fir’aun bertanya, ”Siapa Tuhan seluruh alam itu?”(23) Dia (Musa) menjawab,” Tuhan
pencipta langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya. (QS.As-Syuara
26:23-24).

Soal essay :
1. Terangkan/jelaskanlah Pengertian ilmu tauhid ?
2. Apa yang menjadi sasaran atau pembahasan ilmu tauhid ?
3. Apa yang dimaksud dengan tauhid Uluhiyyah dan rububiyyah ?
4. Terangkan pengertian Iman (Mu’min), Nifak (Munafik), dan Syirik (Musyrik) !
5. Jelaskanlah maksud dari Hadits berikut ini : Rasulullah saw bersabda :
ِ ‫هلل وَلاَ ت َت َف َك ُروا‬
‫فى ذَات ِ ِه‬ ِ ‫فى خَ لْ ِق ا‬ َ ‫ت‬
ِ ‫َفك ُروا‬
Artinya :
Fikirkanlah/renungkanlah pada ciptaan Allah dan jangan fikirkan pada Zat-Nya.

16
Daftar pustaka :
1. Al-quran
2. Al-Hilaly, Majdi, Dr., Al-Iman Awwalan fakaifa nabdau bihi,Kairo:2000 m
3. Al-Abdullatief, Abd. Aziz Bin Muhammad, Dr., At-tauhid Lin-nasyiah wal
mubtatdiin, Riyad: 1422 h
4. Al-Qaradhawi, Yusuf, Dr., An-niyah wal Ikhlas, Kiaro:1995
5. Mutawally, Hasan Sayyid, Mudzakiratut Tauhid Lithullab Assnah Al ula
Atsanawwiyyah bil-ma’ahid al-azhariyyah, Kairo: 2000
6. Hawa, Said, Allah, Kairo: 1995
7. Al-munjid, Muhammad Shaleh, Dzhahira dha’fil Iman, Kairo tanpa tahun
8. Muhammad Daud Ali, H,S.H, Prof, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: 2002

17
18
BAB
II

Aqidah, Makna Dan


Ruang Lingkup
A. PENGERTIAN AQIDAH

1. Definisi
Kata Aqidah (‫ )عقيدة‬berasal dari bahasa arab yang dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia ditulis Akidah dan bermakna kepercayaan dasar; keyakinan pokok.1 Kata
‫ عقيدة‬menurut bahasa dalam bahasa arab bermakna ikatan, pengesahan, penguatan,
pengokohan, transaksi.2 Menurut al-Ustadz Abd al-Shobur Syahin dalam makalahnya
berjudul ‫ حول كلمة عقيدة‬: tidak dijumpai penggunaan kata ‫ عقيدة‬baik di dalam al-Quran,
al-Hadits maupun kitab-kitab kamus bahasa arab. Yang pertama menggunakan kata
tersebut adalah Imam al-Qusyairi (wafat 437 H) dalam kitab ‫الرسالة‬, hanya dalam bentuk
plural/ jamaknya ‫عقائد‬. Kemudian Imam al-Ghazali (wafat 505 H) menggunakan kata
tunggalnya yaitu kata ‫ عقيدة‬mengikuti wazan/ pola ‫ فعيلة‬yang bentuk jamaknya ‫فعائل‬.
Sebelum mereka berdua menggunakan kata tersebut sudah digunakan kata ‫ اعتقاد‬dan
‫ معتقد‬seperti biasa digunakan oleh Imam Ibnu Jarir al-Tobari (wafat 310 H).
Sedangkan Aqidah menurut istilah adalah perkara yang wajib dibenarkan oleh hati
dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh
dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan. Menurut ‫املعجم‬
‫ العقيدة‬:‫ الوسيط‬adalah ‫ احلكم الذي ال يقبل الشك فيه لدى معتقده‬dan yang dimaksud di sini
adalah keyakinannya bukan dalam bentuk amal perbuatan seperti meyakini adanya
Allah SWT dan meyakini diutusnya para Rasul.3

1 KBBI materi Akidah.


2 Muhammad bin Mukrim bin al-Manzhur Al-Mishri, Lisan al-`Arab, hal. 296, juz 3, Beirut: Dar Shodir, cet. 1, tt;
Al-Shohib bin `Ibad, al-Muhith fi al-Lughoh, www.alwaraq.com.
3 Majma al-Lughoh al-Arabiyyah, al-Mu`jam al-Wasit, hal 614, Mesir: Maktabah al-Syuruq al-Dauliyah, cet. 4,
1425 H/ 2004.

19
2. Pentingnya Aqidah
a. Sebagai asas pembinaan agama. (al-Kahfi 18:110)

َ ‫اح ٌد َف َم ْن اَك َن يَ ْر ُجو ِل َق‬ ٌ َ‫وح إ يَ َّ َ َّ َ َ ُ ُ ْ ه‬ َ‫ُ ْ َّ َ َ َ َ رَ ٌ ْ ُ ُ ْ ُ ى‬


‫اء َر ّبِ ِه‬ ِ ‫ل أنما ِإلهكم ِإل َو‬ ِ ‫قل ِإنما أنا بش ِمثلكم ي‬
َ َ ْ ْ‫َ ْ َ ْ َ ْ َ َ َ ً َ ُ ر‬
)١١٠( ‫شك بِ ِعبَاد ِة َر ّبِ ِه أ َح ًدا‬ ِ ‫الا وال ي‬
ِ‫فليعمل عمال ص ح‬
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: “Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”.
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun
dalam beribadat kepada Tuhannya”.

b. Sebagai syarat diterimanya amal ibadah seseorang (An-Nisa 4:124)


َ َّ َ ْ‫ْ َ َ َ ْ ُ ْ ىَ َ ُ َ ُ ْ ٌ َ ُ ئَ َ َ ْ ُ ُ َ لج‬ َّ ََْْ ْ َ
َ
‫ولك يدخلون ا نة وال‬ ِ ‫ات ِمن ذك ٍر أو أنث وهو مؤ ِمن فأ‬ ِ‫َومن يعمل ِم َن الص ح‬
ِ َ ‫ال‬
َ َُ ُْ
ً ‫ون نَق‬
)١٢٤( ‫ريا‬ ِ ‫يظلم‬
Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita
sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka
tidak dianiaya walau sedikitpun.

(az-Zumar 39:65) :
َ ُ َ‫َ ُ َ ت‬ ْ َ‫َ َ َ ْ ُ َ يَْ َ َ ىَ ذَّ َ ْ َ ْ َ َ نِْ َ رْ َ ْ َ ي‬
‫ت لَحبَ َط َّن ع َملك َو َلكون َّن‬ ‫الين ِمن قب ِلك لئ أشك‬ ِ ‫وح ِإلك وإِل‬ ِ‫ولقد أ ي‬
)٦٥( ‫ين‬َ ‫ِم َن الخْ َاس‬
ِ ِ‫ر‬
Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang
sebelummu. «Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu
dan tentulah kamu Termasuk orang-orang yang merugi.

c. Sebagai amal terbaik :4

‫حدثنا أمحد بن يونس وموىس بن إسماعيل قاال حدثنا إبراهيم بن سعد قال حدثنا‬
‫ أن رسول اهلل صىل اهلل عليه‬:‫ابن شهاب عن سعيد بن املسيب عن أيب هريرة‬

4 Muhammad bin Isma`il Al-Bukhaori, Shohih al-Bukhori, hal 18, juz 1, hadits No. 26, Berut: Dar Ibn Katsir, cet.
3, 1407 H/ 1987 M.

20
‫ قيل ثم ماذا ؟ قال‬. )‫و سلم سئل أي العمل أفضل ؟ قال (إيمان باهلل ورسوهل‬
.) ‫ قيل ثم ماذا ؟ قال ( حج مربور‬. ) ‫( اجلهاد يف سبيل اهلل‬
Dari Abu Hurairoh RA berkata : sesungguhnya Rasulullah SAW ditanya, apakah
amal yang terbaik? beliau bersabda: (Semulia-mulia amalan) adalah beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya (beraqidah dengan aqidah yang benar)”. Kemudian
apa? beliau menjawab: berjuang di jalan Allah, kemudian apa? beliau menjawab:
haji yang mabrur.

d. Sebagai pengikat persaudaraan umat Islam (Al-Imran 3: 105) :


َ َ َ‫ْ َ ْ َ َ َ ُ ُ لبْ َ ّ َ ُ َ ُ ئ‬ ََُْ ُ َ َ َ َّ‫َ َ ُ ُ اَ ذ‬
‫ولك ل ُه ْم‬
ِ ‫ين تف َّرقوا َواختلفوا ِمن بع ِد ما جاءهم ا ِينات وأ‬‫ل‬ِ ‫وال تكونوا ك‬
ٌ ‫َع َذ‬
ٌ ‫اب َعظ‬
)١٠٥( ‫يم‬ ِ
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih
sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. mereka Itulah orang-orang
yang mendapat siksa yang berat.

e. Sebagai kunci masuk syurga :5

‫ قال رسول اهلل صىل اهلل عليه و سلم (آتاين آت من‬:‫عن أيب ذر ريض اهلل عنه قال‬
) ‫ريب فأخربين أو قال برشين أنه من مات من أميت ال يرشك باهلل شيئا دخل اجلنة‬
)‫ قلت وإن زىن وإن رسق ؟ قال ( وإن زىن وإن رسق ) (رواه ابلخاري‬.

f. Aqidah Salah Satu Faktor Utama Kebahagian Manusia


Surat al-Baqarah (2: 2-5) :

َ َّ َ ُ ُ َ ْ َ ْ َ ُ ْ ُ َ َّ‫ذ‬ َ ‫ب فيه ُه ًدى للْ ُم َّتق‬ ُ َ‫ك الْكت‬


َ ْ‫اب ال َري‬ َ َ
‫الصالة‬ ‫ب وي ِقيمون‬ ِ ‫ي‬ ‫غ‬ ‫ال‬ ِ ‫ب‬ ‫ون‬‫ن‬ ‫م‬
ِ ‫ؤ‬ ‫ي‬ ‫ين‬ ‫)ال‬٢(
ِ ‫ني‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ذل‬
َ َْ ْ َ ْ َ َ ُ ُ
َ ْ َ َ ُ ُْ َ َ َّ‫ذ‬ َ ُ ْ ُ ْ ُ َ ْ َ َّ
ِ ِ‫ين يؤ ِمنون بِما أن ِزل إِليَْك َوما أن ِزل ِمن قب ِلك َوب‬
‫اآلخ َر ِة‬ ِ ‫)و‬٣( ‫َو ِمما َرزقناهم ين ِفقون‬
‫ال‬
َ ُ ْ ُ ْ ُ ُ َ َ‫ْ َ ّ ْ َ ُ ئ‬ ً ‫ع ُه‬ َ‫ُ ئَ َ لَى‬ َ ُ ُ ْ ُ
)٥( ‫حون‬ ‫ولك هم المف ِل‬ ِ ‫أ‬‫و‬ ‫م‬ ‫ه‬
ِِ ‫ب‬ ‫ر‬ ‫ن‬ ‫م‬
ِ ‫ى‬ ‫د‬ ‫ولك‬ِ ‫)أ‬٤( ‫هم يو ِقنون‬
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa, (2). (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan
shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.

5 Muhammad bin Isma`il Al-Bukhori, ibid, hal 417, juz 1.

21
(3). Dan mereka yang beriman kepada kitab (Al Quran) yang telah diturunkan
kepadamu dan Kitab-Kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin
akan adanya (kehidupan) akhirat. (4). Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk
dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.

g. Aqidah adalah Pendorong Etos Kerja


Allah SWT mengajarkan bahwa kerja haruslah berbasis pada niat, usaha dan
kinerja.
Surat al-Zalzalah (99:7-8) :

ًّ َ‫)و َم ْن َي ْع َم ْل ِمثْ َق َال َذ َّر ٍة ر‬٧(


)٨( ‫شا يَ َر ُه‬ َ َ َ َْ ْ ْ َ َ
‫ف َم ْن يع َمل ِمثقال ذ َّر ٍة خَيرْ ًا يَ َر ُه‬
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan
melihat (balasan)nya. (7). Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar
dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula. (8).

h. Aqidah adalah Pondasi Bagi Akhlak Mulia


Aisyah RA pernah ditanya mengenai akhlak Rasulullah SAW beliau menjawab :

‫ اكن خلقه القرآن‬: ‫عن أيب ادلرداء قال سألت اعئشة عن خلق رسول اهلل فقالت‬
6‫يغضب لغضبه ويرىض لرضاه‬
Dari Abu Darda ra beliau berkata: Saya bertanya kepada Aisyah ra tentang akhlak
Rasulullah saw, beliau menjawab: Akhlak beliau adalah al-Quran, beliau marah
karenaNya dan ridho karenaNya.

Bahkan Allah SWT sendiri memuji akhlak Rasulullah SAW dalam surah al-Qalam
(68:4)

)٤( ‫يم‬ َ ُ ُ َ َ َ َّ َ
ٍ ‫وإِنك لعىل خل ٍق ع ِظ‬
Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.

6 Abu al-Qosim Sulaiman bin Ahmad al-Tobrani, aal-Mu`jam al-Awsat, Kairo: Dar al-Haramain, 1415 H, juz 1,
hal. 30.

22
3. Aqidah dan Ilmu Pengetahuan
Allah SWT menjamin orang yang beriman dan berpengetahuan akan dinaikan
derajatnya, sebagaimana Allah SWT menjelaskan bahwa tidak akan sama antara orang-
orang yang berilmu dan tidak berilmu.
Surah al-Mujadalah (58:11)
َّ‫ه‬
ُ‫الل‬ َ َْ ُ َ ْ َ َ َ ْ ُ َّ َ َ ْ ُ َ َ َ ُ َ َ َّ‫َ َ ُّ َ ذ‬
‫الين آمنوا ِإذا ِقيل لكم تفسحوا يِف المجال ِ ِس فافسحوا يفس ِح‬ ِ ‫يا أيها‬
ُ
ْ ْ ُ َ َّ‫َ ُ ْ َ َ َ ْ زُ ُ َ ْ زُ ُ َ ْ َ هَّ ُ ذَّ َ َ ُ ْ ُ ْ َ ذ‬
‫ين أوتوا ال ِعل َم‬ ‫ال‬
ِ ‫الين آمنوا ِمنكم و‬ ِ ‫لكم وإِذا ِقيل انشوا فانشوا يرف ِع الل‬
َ ُ َ ْ َ َ ُ َّ‫َ ه‬
ٌ ‫ون َخب‬ َ ََ
)١١( ‫ري‬ ِ ‫ات والل بِما تعمل‬ٍ ‫درج‬
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: «Berlapang-
lapanglah dalam majlis», Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: «Berdirilah kamu», Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Surah al-Zumar (39:9) :


َْ ُْ َ َ ْ‫َ َ َ َ ْ ُ َ م‬
‫حة َر ّبِ ِه قل هل‬ ُ َ َْ‫اء اللَّيْل َس ً َ ً ح‬ َ َ‫ت آن‬ ٌ ‫أَ َّم ْن ُه َو قَان‬
‫اآلخرة ويرجو ر‬ ِ ‫اجدا َوقائِما يذر‬ ِ ِ ِ
ُ َ ُ َ ْ َ َ َّ‫ذَّ َ َ ْ َ ُ َ َ ذ‬
)٩( ‫اب‬ َ ْ‫ون إ َّن َما َيتَ َذ َّك ُر أولُو األلب‬ َ َْ
ِ ِ ‫الين ال يعلم‬ِ ‫الين يعلمون و‬ ِ ‫يست ِوي‬
(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada
(azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: «Adakah
sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?»
Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

B. RUANG LINGKUP AQIDAH

1. Keimanan
Iman artinya percaya, dalam bahasa arab berasal dari kata ‫ أمن‬yang dapat
diterjemahkan aman atau percaya. Orang yang beriman adalah orang yang semestinya
hidup merasa aman, tenang, damai dan menebarkan kebaikan dan kebahagian kepada
seluruh umat manusia dan alam semesta. Orang beriman akan merasa percaya diri

23
ketika berusaha dalam berbagai hal, karena meyakini bahwa segala perbuatannya
senantiasa diawasi oleh Allah SWT dan yakin serta tawakkal apapun hasil dari usahanya
akan dicatat sebagai bagian dari kebaikannya kelak, walalupun secara materi hasil yang
didapatnya sangat minim dan tidak mencukupi.
Yang termasuk dalam ruang lingkup keimanan adalah Rukun Iman :
Surah al-Baqarah (2:285)
ُ َ َّ‫َ َ َّ ُ ُ َ ُ ْ َ يَْ ْ َ ّ َ ْ ُ ْ ُ َ لُ ٌّ َ َ ه‬
‫الل َو َمالئِك ِت ِه َوكتُ ِب ِه‬
ِ ِ‫آمن الرسول بِما أن ِزل ِإل ِه ِمن ربِ ِه والمؤ ِمنون ك آمن ب‬
َ َْ‫ْ ُ ُ َ َ ُ َ ْ َ َ َ َ ْ َ ُ ْ َ َ َ َ َّ َ َ ي‬ َ َ َ ْ‫ُ َ ّ ُ َ ن‬
‫َو ُر ُس ِل ِه ال نف ِرق بي أح ٍد ِمن رس ِل ِه وقالوا س ِمعنا وأطعنا غفرانك ربنا وإِلك‬
ُ ‫ال ْ َمص‬
)٢٨٥( ‫ري‬ ِ
Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari
Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka
mengatakan): «Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang
lain) dari rasul-rasul-Nya», dan mereka mengatakan: «Kami dengar dan Kami
taat.» (mereka berdoa): «Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Engkaulah
tempat kembali.»

Rasulullah ditanya Malaikat Jibril AS :


ُ ُ َ ُ ُ َ َ َ‫َ َ َ ْ رِْ َ ْ إْ َ َ َ إْ َ ُ َ ْ ُ ْ َ هَّ َ َ لا‬
‫الل وم ئِك ِت ِه وكت ِب ِه ورس ِل ِه‬
ِ ِ‫اليمان أن تؤ ِمن ب‬ ِ ‫ان قال‬ِ ‫اليم‬ِ ‫قال أخب يِن عن‬
7 ِّ َ‫َ ر‬ ْ‫ْ َ َ لُ ِّ َير‬ ْ‫يْ لآ‬
‫َوالَ ْومِ ا ِخ ِر َوالقد ِر ك ِه خ ِ ِه وش ِه‬
Berkata (Jibril): Beritahukanlah kepada kam tentang Iman, Rasuk bersabda:
Beriman kepada Allah SWT, para MalaikatNya, kitab-kitabNya, para RasulNya,
kepada Hari Akhir dan kepada Qodar baik yang baik maupun yang buruk.

Rukun Iman ada enam :


1. Iman Kepada Allah SWT
2. Iman Kepada Para Malaikat
3. Iman Kepada Kitab-Kitab Suci
4. Iman Kepada Para Rasul
5. Iman Kepada Hari Akhir
6. Iman Kepada Qodho dan Qodar

7 Musnad al-Shohabah fi Kutub al-Tis`ah.

24
2. Tauhid
Tauhid merupakan ajaran pokok dari keimanan. Dan telah dibahasa pada bab
sebelumnya.
Surah al-Ikhlas (112:1-4)
ٌ َ َ ً ُ ُ ُ َ‫َ َ ْ َ ُ ْ ه‬ َْ‫لد‬ ُ ْ َ َ ِْ‫َ ْ َ د‬ ُ َ َّ ُ َّ‫ه‬ ٌ َ َ ُ َّ‫ُ ْ ُ َ ه‬
‫)ولم يكن ل كفوا أحد‬٣( ‫)لم يل ولم يو‬٢( ‫)الل الصمد‬١( ‫قل هو الل أحد‬
)٤(
Katakanlah: «Dia-lah Allah, yang Maha Esa.Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu.Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,Dan
tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.»

3. Kemurnian dan Keikhlasan beraqidah


Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.

4. Sumber-sumber Hukum Aqidah


a. Al-Qur’an al-Karim
b. Al-Hadits al-Syarif
c. Ijma`
Sumber hukum bagi Aqidah Islam dibatasi hanya pada tiga (3) sumber ini
saja disebabkan karena masalah Aqidah adalah masalah pokok dalam ajaran
agama Islam dan tidak boleh ada sedikitpun keraguan di dalamnya. Maka
yang menjadi sumber penetapan aqidah Islam hanya tiga (3) sumber hukum
saja, dan tidak dapat diterima sumber hukum lainnya seperti qiyas (analogi),
urf (adat), maslahat mursalah, dan lainnya.
Penjelasan tentang 3 (tiga) sumber hukum bagi Aqidah akan dibahas secara
lengkap pada pembahasan hukum Islam.

5. Keislaman

‫ أن رسول اهلل صىل اهلل عليه و سلم اكن يوما‬: ‫عن أيب هريرة ريض اهلل عنه‬
‫بارزا للناس إذ أتاه رجل يميش فقال يا رسول اهلل ما اإليمان ؟ قال ( اإليمان‬

25
‫ قال يا رسول‬. ) ‫أن تؤمن باهلل ومالئكته ورسله ولقائه وتؤمن بابلعث اآلخر‬
‫اهلل ما اإلسالم ؟ قال‬
‫( اإلسالم أن تعبد اهلل وال ترشك به شيئا وتقيم الصالة وتؤيت الزاكة املفروضة‬
8
)‫وتصوم رمضان‬
Dari Abu Hurairah RA: Sesungguhnya Rasulullah SAW pada suatu hari berdiri
menghadap orang banyak, kemudian datang seseorang kepadanya dan bertanya:
Wahai Rasulullah, apakah iman itu? Beliau bersabda: Iman adalah kamu mengimani
Allah, para malaikat-Nya, para rasul-Nya, mengimana pertemuan dengan-Nya,
beriman dengan hari kebangkitan akhir. Kemudian orang itu bertanya: Wahai
Rasulullah: apakah Islam itu? Beliau bersabda: Islam adalah menyembah kepada
Allah dan tidak menyekutukannya, mendirikan sholat, membayar zakat wajib, dan
berpuasa Ramadhan.

َ‫ “أَ ْن ي ُ ْسلم‬:‫ال ُم؟ قَ َال‬ َ ْ


‫اإلس‬ ‫ا‬ َ ‫الل‬
‫م‬
َّ‫َ ْ َ ْ ْ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ ٌ َ َ ُ َ ه‬
‫ يا رسول‬:‫ قال رجل‬:‫ قال‬،‫عن عم ِرو ب ِن عبسة‬
ِ ِ ِ
َ َ ُ ْ َ َ َ
ُّ ‫ فَأ‬:‫ قَ َال‬،‫ك َو َيد َك‬ َ َ ْ َ ُ ْ ُْ َ َ ْ َ ْ ََ َ ُْ َ
:‫اإل ْسالمِ أف َضل؟ قال‬ ِ ‫ى‬ ِ ِ‫ وأن يسلم المس ِلمون ِمن لِسان‬،‫قلبك‬
ْ َ ْ‫َ لب‬ ُ ‫ َو ُكتُبه َو ُر‬،‫كته‬ َ َ َ َ َّ‫َ ُ َ َ ُ ْ ُ ه‬ َ ‫ َو‬:‫ قَ َال‬،‫ان‬
ُ َ
‫ث‬ ِ ‫ع‬ ‫ا‬‫و‬ ،‫ه‬ ِ ‫ل‬
ِ ‫س‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ئ‬ ‫ال‬ ‫م‬ ‫و‬ ‫الل‬
ِ ِ ‫ب‬ ‫ن‬ ‫م‬
ِ ‫ؤ‬ ‫“ت‬ :‫ال‬ ‫ق‬ ‫؟‬‫ان‬ ‫يم‬‫اإل‬
ِ ‫ا‬ ‫م‬ ‫“اإليم‬
ِ
َ
ُ ‫“ت ْه‬ َ َ ُ ْ ْ َ َ َ ُ ْ ْ َ َ ُ ْ َ َ َ َ َ ْ
َ ‫ فأ ُّى‬:‫ قال‬،‫َب ْع َد ال َم ْوت‬
‫ج ُر‬ :‫ ف َما ال ِهج َرة؟ قال‬:‫ قال‬،‫ “ال ِهج َرة‬:‫ان أف َضل؟ قال‬ ِ ‫اإليم‬
ِ ِ
9َ ُّ
‫السوء‬
Dari Amr bin `Abasah RA berkata: seseorang bertanya: Wahai Rasulullah apakah
Islam itu. Beliau bersabda : Hati terjaga (bersih), orang-orang Islam terjaga
dari (keburukan) tangan dan lisanmu. Ditanyakan lagi: Islam apakah yang
terbaik: Rasul menjawab : Iman, ditanya: Apakah Iman itu? Beliau menjawab:
Beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya,
hari kebangkitan setelah mati, ditanya: Iman yang bagimanakah yang terbaik?
Beliah menjawab: Hijrah. Ditanya: Apakah hijrah itu: Beliau menjawab: Hijrah
(menjauhi) keburukan.

8 Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shohih al-Bukhori, Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987, cet. 3, juz 4, hal. 1793,
hadits ke 4499.
9 Ali bin Abi Bakar bin Sulaiman al-Haytsami, Ghoyat al-Maqshod Fi Zawaid al-Musnad,t.t., juz 1, hal. 113.

26
َّ‫َ َ هَّ ُ َ ْ ُ َ َ َ ْ َ َ حَْ ُ َ َ َ ْ ْ َ َ ِّ هَّ َ لى‬ َّ َ ْ‫ُ َ َ ْ لخ‬
‫الل ص‬ ِ ‫اب رضيِ الل عنه قال بينما نن ذات يومٍ ِعند ن يِب‬ ِ ‫عن عمر ب ِن ا ط‬
َ‫َّ َ لا‬ ُ ‫يد َبيَاض اثلِّيَاب َشد‬ ُ ‫الل َعلَيْه َو َسلَّ َم إ ْذ َطلَ َع َعلَيْنَا َر ُج ٌل َشد‬ ُ َّ‫ه‬
‫يد َس َوا ِد الشع ِر‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ َّ ‫يد لاَ نَ َرى َعلَيْه أَثَ َر‬
‫ب‬ ِّ َ‫الس َفر َولاَ َي ْعرفُ ُه ِم َّنا أ َح ٌد َح ىَّت َجلَ َس ِإ ىَل ن‬ ِ
ُ ‫يُ َرى قَ َال يَز‬
ِ‫ي‬ ِ ِ ِ
َُّ ْ َ َ َ‫هَّ َ لىَّ هَّ ُ َ َ ْ َ َ َّ َ َ َ ْ َ َ ُ ْ َ َ ْ ىَ ُ ْ َ َ ْ َ َ َ َ َ َّ ْ لَى‬
‫الل ص الل علي ِه وسلم فأسند ركبتي ِه ِإل ركبتي ِه ووضع كفي ِه ع ف ِخذي ِه ثم‬ ِ
َ َ
َ َ‫بن َع ْن إْالسْلاَ مِ َما إْالسْلاَ ُم َف َق َال إْالسْلاَ ُم أ ْن ت َ ْش َه َد أ ْن لاَ إ ه‬ ِْ‫خ ر‬ َ
ْ ُ َّ َ ُ‫َ َ َ مح‬
‫ل‬ ِ ِ ِ ِ ِ‫قال يا َمد أ ي‬
َ‫ح‬ َ َ ‫الز اَك َة َوتَ ُص‬َّ َ ‫الصلاَ َة َوتُؤ‬ َ ‫الل َوتُق‬ َّ‫لاَّ هَّ ُ َ َّ محُ َ َّ ً َ ُ ُ ه‬
‫وم َر َم َضان َوتُ َّج‬ ِ‫ْتي‬
َّ ‫يم‬
ِ ِ ‫ِإ الل وأن مدا رسول‬
‫ت ِإليَْ ِه َس ِبيل‬ َ ‫استَ َط ْع‬ ْ ‫ت إ ْن‬ َ ْ‫البْ َي‬
ِ
Artinya : Dari Umar bin al-Khottab RA berkata: Ketika duduk bersama nabi pada
suatu hari, tiba-tiba datang seorang lelaki yang bajunya sangat putih dan rambutnya
sangat hitam, tidak diketahui darimana dia datang dan tidak terlihat tanda-tanda
perjalanan dan tidak ada seorangpun dari kami yang mengenalnya. Kemudian dia
duduk dekat nabi dan menyandarkan lututnya ke lutut Nabi SAW dan melatakkan
tangannya pada paha Nabi SAW dan berkata: Wahai Muhammad: terangkan
kepadaku apakah Islam itu, beliau menjawab : Islam adalah bersyahadat Tiada
Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan sholat, menunaikan
zakat, puasa Ramadhan, dan haji bagi yang mampu.

Rukun Islam ada Lima


a. Syahadat
b. Sholat Lima Waktu
c. Zakat
d. Puasa Ramadhan
e. Haji jika mampu.

6. Kenabian
Surah al-Baqarah (2:285)
ُ َُ َ َ َ َّ‫َ َ َّ ُ ُ َ ُ ْ َ يَْ ْ َ ّ َ ْ ُ ْ ُ َ لُ ٌّ َ َ ه‬
‫الل ومالئِك ِت ِه وكت ِب ِه‬ ِ ِ‫آمن الرسول بِما أن ِزل إِل ِه ِمن ربِ ِه والمؤ ِمنون ك آمن ب‬
َ َ َ ْ ُ ْ َ ْ ُ َ َ َ ْ‫ُ َ ّ ُ َ ن‬
‫ي أ َح ٍد ِم ْن ُر ُس ِل ِه َوقالوا َس ِمعنَا َوأ َطعنَا غف َرانك َر َّبنَا َوإِليَْك‬ ‫َو ُر ُس ِل ِه ال نف ِرق ب‬
ُ ‫ال ْ َمص‬
)٥٨٢( ‫ري‬ ِ

27
«Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari
rasul-rasul-Nya», dan mereka mengatakan: «Kami dengar dan Kami taat.»
(mereka berdoa): «Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Engkaulah
tempat kembali.»

7. Hukum-hukum syariat
Surah Ali Imron: 7
ٌ َ َ َ ُ ُ َ ُ َ َ ْ ُّ ُ َّ ُ ٌ َ َ ُْ‫ُ َ ذَّ َ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ ُ َ ٌ مح‬
‫اب وأخر متشابِهات‬ ِ ‫كت‬ ِ ‫كتاب ِمنه آيات كمات هن أم ال‬ ِ ‫الي أنزل عليك ال‬ ِ ‫هو‬
ْ ْ
َ َ َ ْ َ َ ْ َ َ ْ ُ ْ َ َ َ َ َ َ ُ َّ َ َ ٌ ْ َ ْ ُ ُ َ َّ‫ذ‬ َّ َ‫فَأ‬
‫اء تأ ِوي ِل ِه َو َما‬ ‫الين يِف قلوبِ ِهم زيغ فيت ِبعون ما تشابه ِمنه اب ِتغاء ال ِفتن ِة واب ِتغ‬ ِ ‫ا‬ ‫م‬
ْ ٌّ ُ‫ل‬ ُ
َّ َ ُ َ ْ ْ َ ُ َّ َ ُ َّ‫ه‬ ْ
ُ َ ََُْ
َ
‫اسخون يِف ال ِعل ِم يقولون َآمنا بِ ِه ك ِم ْن ِعن ِد َر ّبِنَا َو َما‬ ِ ‫يعلم تأ ِويله ِإال الل والر‬
َ ْ‫ُ ُ لب‬ ُ ‫يَ َّذ َّك‬
)٧( ‫اب‬ ِ ‫األ‬ ‫و‬ ‫ول‬‫أ‬ ‫ال‬ ‫إ‬
ِ ‫ر‬
Dia-lah yang menurunkan Al kitab (Al Qur’an) kepada kamu. di antara (isi)
nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang
lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya
condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang
mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari
ta’wilnya, Padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. dan
orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-
ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.

8. Masalah Ghaib
Surah Hud : 123.
َ َّْ‫ْ لُ ُّ ُ َ ْ ْ َ ل‬ َ َ َّ ُ ْ َ َّ‫َ للِه‬
‫األر ِض َوإِليَْ ِه يُ ْر َج ُع األم ُر كه فاعبُد ُه َوت َوك َعليْ ِه َو َما‬
ْ ‫اوات َو‬
ِ ‫و ِ غيب السم‬
َ ُ َْ َ َ َ
)١٢٣( ‫َر ُّبك بِغا ِف ٍل ع َّما تع َملون‬
Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-
Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, Maka sembahlah Dia, dan
bertawakkallah kepada-Nya. dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang
kamu kerjakan.

28
C. TUJUAN DAN MANFAAT

1. Tujuan Aqidah Islam


Tujuan beraqidah dalam agama Islam adalah agar menjadi pondasi agama yang
kuat dan benar yang menjadi pandangan hidup pemeluknya.

2. Manfaat
a. Terbentuk individu yang sempurna, sosial masyarakat yang peduli dan peka,
negara yang makmur dan sejahtera.
b. Mencapai kebahagian dunia dan akhirat.
c. Keseimbangan pola hidup
d. Berfikir dan bersikap positif
e. Bertemu dengan Allah SWT

Daftar Pustaka :
1. Muhammad bin Mukrim bin al-Manzhur Al-Mishri, Lisan al-`Arab, Beirut: Dar
Shodir.
2. Majma al-Lughoh al-Arabiyyah, al-Mu`jam al-Wasit, Mesir: Maktabah al-Syuruq
al-Dauliyah.
3. Muhammad bin Isma`il Al-Bukhori, Shohih al-Bukhori, Berut: Dar Ibn Katsir,
1407 H/ 1987 M.
4. Abu al-Qosim Sulaiman bin Ahmad al-Tobrani, aal-Mu`jam al-Awsat, Kairo: Dar
al-Haramain, 1415 H,
5. Ali bin Abi Bakar bin Sulaiman al-Haytsami, Ghoyat al-Maqshod Fi Zawaid al-
Musnad.

29
30
BAB
III

SYARI’AH

A. PENGERTIAN SYARI’AH
Syari’ah menurut istilah adalah “maa anzalahullahu li ‘ibaadihi minal ahkaami ‘alaa
lisaani rusulihil kiraami liyukhrijan naasa min diyaairizh zhalaami ilan nuurin bi idznihi
wa yahdiyahum ilash shiraathil mustaqiimi.” Artinya, hukum-hukum (peraturan) yang
diturunkan Allah swt. melalui rasul-rasulnya yang mulia, untuk manusia, agar mereka
keluar dari kegelapan ke dalam terang, dan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus.
Jadi syari’at Islam adalah hukum atau peraturan Islam yang mengatur seluruh sendi
kehidupan umat khususnya muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syari’ah Islam juga
berisi tentang bagaimana cara menyelesaikan permasalahan hidup ini. Maka oleh kaum
muslimin, syari’at Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempura sebagai solusi
terhadap seluruh permasalahan hidup di dunia yang dialami oleh manusia.

B. Perbedaan Syari’ah Dengan Fiqih


a. Syari’at terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits. Kalau seseorang berbicara syariat,
maka yang dimaksud adalah firman Allah SWT dan sunnah Nabi SAW. Sedangakan
fiqh terdapat dalam kitab-kitab fikih. Kalau seseorang berbicara tentang fiqh, maka
yang dimaksud adalah pemahaman manusia tentang tata cara untuk mencapai ke
syari’at.
b. Syariat bersifat fundamental, mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dari fiqh.
Fiqh bersifat instrumental, ruang lingkupnya terbatas pada apa yang biasanya
disebut pebuatan hukum.
c. Syari’at adalah ketentuan Allah SWT, dan ketentuan-ketentuan dari Rasul, karena
itu berlaku abadi. Fiqh adalah karya manusia yang dapat berubah dan diubah dari
masa-ke masa.

31
d. Syari`at hanya satu, sedangkan fiqh lebih dari satu seperti yang terlihat pada aliran-
aliran hukum yang disebut mazhab-mazhab. Dikarenakan imam mazhab hidup di
zaman yang berbeda sehingga memungkinkan pelaksananaan fiqh menyesuaikan
dengan kehidupannya.
e. Syariat menunjukkan kesatuan, sedangkan fikih menunjukkan keragaman.

C. Macam-Macam Ketentuan Hukum


1. Wajib. Suatu perbuatan yang telah dituntut oleh syari’at (Allah swt.) dengan
bentuk tuntutan keharusan. Hukum perbuatan ini harus dikerjakan. Bagi yang
mengerjakan mendapat pahala dan bagi yang meninggalkan berdosa.
2. Haram. Haram adalah sesutu sikap yang telah dituntut oleh syari’at (Allah swt.)
untuk ditinggalkan dengan bentuk tuntutan keharusan. Hukumnya bila dilakukan
yang melakukanya berdosa.
3. Sunnah. sunah adalah mengutamakan untuk dikerjakan daripada ditinggalkan,
Yang mengerjakannya mendapat pahala, dan yang meninggalkannya tidak apa-
apa, tapi dalam hal ini lebih menenkankan di laksanakan sekalipun tidak memiliki
kewajiban.
4. Makruh. adalah mengutamakan untuk ditinggalkan dari pada dikerjakan, dengan
tidak ada unsur keharusan. Dalam hal ini utamanya ditinggalkan, terlebih jika
yang dilakukan dapat merugikan orang lain dan diri sendiri.
5. Mubah. adalah dibolehkan memilih antara mengerjakan sesuatu atau meninggal-
kannya, dalam arti salah satu tidak ada yang diutamakan.

D. Tujuan Syari’ah Islam


Mengingat surat Al-Maidah adalah surat yang menjelaskan halal dan haram dalam
islam, maka ini adalah satu-satunya surat yang memuat tujuan syariat yang lima, yaitu:
1. Menjaga / memelihara agama (hifzhud diin),
2. Menjaga jiwa (hifzhun nafs),
3. Menjaga akal (hifzhul ‘aqli),
4. Menjaga kehormatan (hifzhul ‘ardh), dan
5. Menjaga harta (hizhul maal)

Dalam Surat ini terdapat firman Allah ta’ala yang menyatakan,


َ َ ْ َّ‫َ َ ُ ْ َ لجْ َ َّ َ ْ ُ َ َ َ ْ َ ْ َ ُ َ ه‬
‫الل ُحك ًما ِلق ْومٍ يُو ِقنُون‬
ِ ‫أفحكم ا ا ِه ِلي ِة يبغون ومن أحسن ِمن‬

32
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang
lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (Qs. 5: 50)

Ayat tersebut hendak memberikan arahan bahwa syariat Islam merupakan syariat
terbaik yang memberikan kemaslahatan bagi umat manusia, baik di dunia maupun di
akhirat. Hal tersebut dapat diketahui dari penjelasan berikut ini:
1. Menjaga/ memelihara agama (hifzhud dien)
Allah swt, berfirman,
ُ َ ُّ ُ‫َ َ ْ َ َ ْ هَّ ُ َ ْ حُ ُّ ُ ْ َ ح‬ ْ َ ْ ُ ْ َّ َ ْ َ ْ َ ُ َ َ َّ‫َ َ ُّ َ ذ‬
‫يبونه‬ ِ ‫يبهم و‬ ِ ٍ‫الين آمنوا من يرتد ِمنكم عن ِدي ِن ِه فسوف يأ يِت الل بِقوم‬ ِ ‫يا أيها‬
َ َ َ ُ َ َ‫خ‬ َّ‫ه‬ َ ُ َ ُ‫َ ج‬ َ‫َ َّ لَىَ ُ ْ َ َّ لَىَ ا‬
ْ َ ْ
‫الل َوال يافون ل ْو َمة‬ ِ ِ ِ ‫يل‬ ‫ب‬ َ ‫ون ف‬
‫س‬ ِ‫ي‬ ‫د‬ ‫ه‬
ِ ‫ا‬‫ي‬ ‫ين‬ ‫ر‬
ِ ِ ‫أ ِذل ٍة ع المؤ ِم ِنني أ ِعز ٍة ع ال‬
‫ف‬‫ك‬
ٌ ‫الل َواس ٌع َعل‬ ُ ‫الل يُ ْؤ ِتي ِه َم ْن ي َ َش‬
ُ َّ‫اء َو ه‬ َّ‫َ َ َ ْ ُ ه‬
)٥٤( ‫يم‬ ِ ِ ِ ‫الئِ ٍم ذلِك فضل‬
Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai
mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang
yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan
Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia
Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui. (QS 5: 54).

Hal pertama kali menjadi perhatian syariat adalah kewajiban memelihara agama
dan meninggalkan kekufuran. Islam merupakan pondasi yang kuat, hukum
di dalamnya mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi siapa saja yang
menjalankannya. Islam mengajak manusia beriman kepada Tuhan yang Satu
dan Esa yaitu Allah s.w.t. dan perkara-perkara yang berkaitan dengannya (rukun
iman) serta menjauhi perihal syirik dengan menjelaskan berbagai panduan untuk
melaksanakan ketaatan kepada Allah s.w.t.

2. Menjaga jiwa (hifzhun nafs)


Allah swt. Berfirman,
َ َ َْ ْ َ ْ‫رْ َ َ َ َّ ُ َ ْ َ َ َ َ ْ ً َ ير‬ َ َ‫ْ َ ْ َ َ َ َ ْ َ لَى‬
‫ِمن أج ِل ذلِك كتبنا ع ب يِن إِسا ِئيل أنه من قتل نفسا بِغ ِ نف ٍس أو فسا ٍد يِف‬
ْ َ َ ً َ‫َ َ َ َّ َ َ َ َ َّ َ مَ ً َ َ ْ َ ْ َ َ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َّ َ م‬ ْ
‫يعا َولقد‬ ‫ج‬
ِ ‫جيعا ومن أحياها فكأنما أحيا انلاس‬ ِ ‫األر ِض فكأنما قتل انلاس‬
َ ُ ْ‫ْ َ ُ ر‬ َ َ َ ْ َ ْ ُ ْ ً َ َّ َّ ُ َ ّ َ ْ‫َ َ ْ ُ ْ ُ ُ ُ َ لب‬
)٣٢( ‫سفون‬ ِ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ض‬ِ ‫األر‬ ‫ف‬ِ‫ات ثم ِإن ك ِثريا ِمنهم بعد ذل ِ ي‬
‫ك‬ ِ ‫جاءتهم رسلنا بِا ِين‬

33
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi bani israel, bahwa: barang
siapa yang membunuh manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain,
atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah
membunuh manusia seluruhnya…” (QS 5: 32).

Ayat tersebut menjadi dalil tentang haramnya membunuh. Islam mengajarkan


kepada pemeluknya untuk tidak berbuat sewenang-wenang saling menghargai
antar sesama, dengan kata lain Islam begitu menjunjung tinggi hak azasi manusia
dengan kontek yang sesuai dengan syari’at islam itu sendiri.

3. Menjaga Akal (Hifzhul ‘aqli)


Allah swt. Berfirman,
َ ْ َّ َ َ ْ ٌ ْ ُ ْ َ ُ َ ْ َ ُ ْ َ ْ َ ُ ْ َ ْ‫َ َ ُّ َ ذَّ َ َ ُ َّ َ لخ‬
‫ان‬
ِ ‫الين آمنوا إِنما ا مر والمي رِس واألنصاب واألزالم ِرجس ِمن عم ِل الشيط‬
ِ ‫يا أيها‬
َ ُ ْ ُ ْ ُ َّ َ َ ُ ُ َ ْ َ
)٩٠( ‫حون‬ ‫فاجت ِنبوه لعلكم تف ِل‬
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
berkorban untuk berhala, mengundi nasih dengan panah …” (QS 5: 90).

Tujuan dari pengharaman khamar adalah menjaga akal. dengan terjaganya akal,
manusia dapat menjalankan syari’at islam dengan baik dikarenakan hanya orang
yang berakal yang dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil. Melalui
keistimewaan inilah manusia diberikan status sebagai khalifah untuk memakmurkan
bumi bersesuaian dengan ketentuan dan perintah Allah s.w.t. Melaluinya manusia
dapat mengeksploitasi segala anugerah alam untuk kesejahteraan manusia.

‫اب‬ َ ْ‫ات ألول األلب‬


ٍ
َّ ‫الف اللَّيْل َو‬
َ‫انل َهار آلي‬
ِ ‫ت‬
ِ
ْ َ
‫اخ‬‫و‬ ‫ض‬ِ
ْ ‫اوات َو‬
‫األر‬ ِ
َّ ‫إ َّن ف َخلْق‬
َ ‫الس َم‬
ِ ِ‫ي‬ ِ ِ ِ ِ‫ِ ي‬
)١٩٠(

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, ( QS 3; 190 )

34
4. Menjaga kehormatan/keturunan (hifzhul ‘ardh / hifzhun nasl)
Allah swt. Berfirman,
ْ َ
َ‫خ‬ َ ‫َغيرْ َ ُم َسافح‬
)٥( ‫ان‬
ٍ ‫د‬ ‫ني َوال ُم َّت ِخ ِذي أ‬ ِ ِ
“Tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik …”
(QS 5: 5).

Ayat ini menjelaskan tentang larangan melakukan hubungan dengan lawan jenis di
luar pernikahan. Islam sangat menjaga kehormatan bagi pemeluknya yaitu dengan
pernikahan dalam kontek yang lain janganlah kamu mendekati zina. Larangan
Allah SWT mempunyai tujuan yang satu untuk menghindarkan manusia terjatuh
ke lembah kehinaan. Seluruh perintah dan larangan dari Allah swt dapat dikaitkan
dengan kepentingan untuk menjaga kehormatan serta keturunan dari manusia itu
sendiri.

5. Menjaga Harta (Hifzhul maal)


Allah swt berfirman,
ُ َّ‫الل َو ه‬
ٌ‫الل َعزيز‬ َّ‫َ ه‬ َ َ َ َ َ َ ً َ َ َ ُ َ ْ َ ُ َ ْ َ ُ َ َّ َ ُ َّ َ
ِ ِ ‫ارقة فاقطعوا أي ِديهما جزاء بِما كسبا نكاال ِمن‬
ِ ‫ارق والس‬
ِ ‫والس‬
ٌ ‫َحك‬
)٣٨( ‫يم‬ ِ
“Laki-laki mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah
…”  (QS 5: 38).

Islam mengharamkan pencarian rejeki dengan cara tidak halal yang bisa
berdampak pada penggunaanya dan juga pengelolaannya. Apabila harta yang didapat
dengan cara tidak baik maka hasil pengelolaannya akan jadi tidak baik. Menjaga harta
yang diamaksud adalah didapat dengan cara baik yang sesuai dengan syari’at islam dan
dikelola sesuai dengan syari’at islam.
Imam Syatibi menjelaskan bahwa syariat yang diturunkan oleh Allah SWT ini
berlaku untuk semua hambanya, tidak ada pengecualian selain dengan sesuatu yang
sudah digariskan oleh syariat.
Kemudian ia memaparkan lebih lanjut bahwa tujuan peletakan syariah adalah
untuk membebaskan seorang hamba dari belenggu hawa nafsunya, sehingga akan

35
muncul pengakuan secara sukarela sebagai hamba Allah SWT, sebagaimana halnya ia
tidak bisa melepaskan diri dari predikat hambanya.
Dalam bahasanya imam Syatibi mengatakan: “al maqshad al syar’iy min wad’i
al syariah ihraju al mukallaf ‘an da’iyati hawahu, hatta yakuna ‘abdan lillahi ihtiyaran
kama yakunu ‘abdan lillahi idltiraran”. Oleh karena itu ia kemudian menyimpulkan
setiap amal yang didasari dorongan nafsu secara mutlak tanpa melihat perintahnya
atau larangan maka ia mutlak tidak sah, karena amal yang seperti itu pasti dilandasi
kepentingan-kepentingan terselubung yang tidak ada kaitannya dengan syariat.
Kemudian ia juga mencoba membahas tentang sebuah amal yang mengandung dua
unsur di dalamnya; tunduk pada perintah Allah SWT dan nafsu, maka amal tersebut
dihukumi sesuai dengan unsur yang paling dominan antara keduanya. Namun ia tidak
lupa untuk buru-buru mengingatkan bahayanya mentolerir nafsu dalam diri manusia
meskipun dalam aktifitas-aktifitas yang positif, karena ia bisa menjalar tanpa disadari
sehingga pada akhirnya menguasai dirinya.

E. RUANG LINGKUP SYARI’AH


Secara garis besar peraturan Allah yang diberikan kepada manusia terbagi menjadi dua
yaitu pertama, peraturan yang bertalian dengan perbuatan manusia guna mendekatkan
diri kepada Allah, mengingat ingat ke-Agungan-Nya dan berterimakasih atas karunia
yang diberikan-Nya kepada manusia. Bagian ini sering disebut ibadat, seperti shalat,
zakat, puasa dan haji. Kedua, peraturan yang bertalian dengan kegiatan manusia guna
menemukan kebaikan bersama dan mengurangi kedzaliman atas manusia lain pada
umumnya. Bagian kedua ini sering disebut mu’amalat, seperti pernikahan, pembagian
harta waris, penggunaan barang atau jasa orang lain, hak hak dasar mencapai kemasla-
hatan umum.
Perbuatan manusia dalam bentuk ibadat terdiri dari bersuci diri dari kotoran dan
najis (thaharah), shalat, zakat, puasa dan haji. Tujuan dari thaharah ialah membiasakan
manusia hidup bersih agar manusia lain merasa nyaman ditengah tengah kehadirannya.
Tujuan dari shalat ialah menanamkan kesadaran diri manusia tentang identitas asal
usulnya dari tanah serta kurun waktu 24 jam dalam kehidupannnya yang dibuktikan
dengan tidak melakukan perbuatan merugikan orang banyak (fahisah) dan lisannya
tidak melukai perasaan orang lain.
Tujuan dari zakat ialah membiasakan manusia untuk berbagi dengan mnusia lain
yang tidak bekerja produktif. Zakat dapat dilakukan setiap saat asal ada keuntungan
yang diperoleh dari pekerjaannya. Sasarannya adalah pekerja tidak produktif yang
ada di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Dengan berzakat, manusia bersyukur

36
atas karunia yang diberikan Allah dengan gratis, seperti udara segar, kesehatan tubuh,
kecerdasan pikiran, keluasan pergaulan dan kepercayaan diri dengan manusia lain.
Tujuan dari puasa ialah membiasakan manusia untuk jujur pada diri sendiri
dan berempati atas penderitaan orang lain dengan cara meniru sifat sifat Tuhan tidak
pernah makan, minum dan berkeluarga. Dengan berpuasa, manusia menyucikan
dirinya dari iri hati, cemburu, keinginan melihat orang lain sehingga menjaddi manusia
yang toleran, berbaik sangka kepada orang lain, dan selau berusaha melayani orang lain
sebaik baiknya.
Tujuan dari haji ialah mempersiapkan manusia untuk sanggup datang kepada
Allah sendiri sendiri dengan menanggalkan seluruh kekayaan, ikatan kekerabatan,
jabatan kekuasaan, kecuali amal perbuatan yang telah dilakukannya. Dengan dua helai
kain ihram, orang berhaji sedang mensimulasi menjadi orang mati, yaitu dibungkus
dengan dua helai kain putih, diantarkan kerabat dan tetangga ke liang lahat, lalu tinggal
sendiri dibawah gundukan tanah dengan telanjang dan hanya amal perbuatan yang
dapat menolong dan menemani manusia di alam kubur.
Perbuatan manusia dalam bentuk mu’amalat terdiri dari ikatan pertukaran barang
dan jasa, ikatan pernikahan, ikatan pewarisan, ikatan kemasyarakatan dan ikatan
kemanusiaan. Tujuan dari ikatan pertukaran barang dan jasa ialah agar kebutuhan
dasar hidup manusia tersedia dengan cara yang sportif. Sportif artinya dalam ikatan
pertukaran mempersyaratkan kerelaan kedua belah pihak dan kejelasan status barang
dan jasa yang dipertukarkan. Apabila kedua persyaratan ini tidak dipenuhi dalam ikatan
pertukaran, maka terjadilah kedzaliman (homo homini lupus: manusia memakan
manusia).
Tujuan ikatan pernikahan ialah melestarikan generasi manusia dengan cara
rekreassi permanen yang diikat perjanjian atas dasar kesukarelaan kedua belah pihak
dan tolong menolong dalam kebaikan serta taqwa diantara keduanya. Apabila unsur
kesukarelaan dan tolong menolong sudah hilang dalam ikatan pernikahan, maka pintu
perceraian yang sportif terbuka lebar bagi masing masing pasangan.
Tujuan dari ikatan pewarisan ialah menjamin kebutuhan dasar hidup bagi
keturunan dari orang meninggal agar tidak menjadi benalu bagi manusia lain. Anak laki
laki dan perempuan adalah pewaris utama atas harta peninggalan kedua orang tuanya.
Anak laki laki memperoleh bagian lebih besar dibandingkan dengan bagian waris anak
perempuan karena anak laki laki menggantika peran ayah dalam keluarga. Apabila
anak perempuan sudah menikah dengan pria dari keluarga lain, kemudian terjadilah
perceraian diantara keduanya, maka rumah tempat kembali bagi anak perempuan
tersebut adalah rumah saudara kandungnya yang laki laki. Dengan demikian, anak anak

37
dari saudara perempuannya tersebut menjadi tanggungan ekonomi keluarga saudara
kandung laki laki.
Tujuan ikatan kemasyarakatan ialah agar terjadi pembagian peran dan fungsi
sosial yang seadil adilnya atas dasar musyawarah, menegakkan kedamaian bersama
dan kesederajatan manusia dibawah hukum kemasyarakatan yang dibuat bersasma.
Apabila ketiga prinsip tersebut dilanggar, maka terjadilah konflik sosial dan jatuhlah
masyarakat manusia ke lubang anarkisme.
Tujuan ikatan kemanusiaan ialah agar terjadi saling tenggang rasa, karya dan
cipta diantara manusia yang berkaitan dengan keutuhan fisik, kesmpurnaan nyawa,
kenormalan akal, keterjaminan hak milik, keselamatan keluarga dan kebebasan
melakuka keyakinan agama. Kelima ikatan kemanusiaan tersebut bersifat universal dan
melintassi budaya, suku, ras bahkan agama itu sendiri.

Maqashid Syariah Imam Syatibi dan Pancasila


Maqashid syariah Imam Syatibi bisa dibilang sebagai Pancasilanya Indonesia.
Begitu pun dengan apa yang disampaikan sebagian tokoh-tokoh Islam di negeri ini
yang menyimpulkan bahwa Pancasila sejalan dengan maksud atau tujuan syariah
sebagaimana yang disimpulkan oleh Imam Syatibi dengan lima penjagaan: hifzhud din
(agama), nafs (jiwa), nasl (keturunan), aqal (akal), dan maal (harta).
Mereka mencocokkan antara lima penjagaan itu dengan sila-sila yang ada di
Pancasila. Sila pertama cocok dengan hifzhud din, sila kedua cocok dengan hifzhun
nafs, sila ketiga dengan hifzhun nasl, sila keempat dengan hifzhul aqal, dan sila kelima
dengan hifzul maal.
Dari sudut pandang sejarah dan isi antara Pancasila dan maqashid syariah Imam
Syatibi mempunyai kandungan yang sangat berbeda. Bahkan, mungkin bertolak
belakang.
Hal tersebut dilihat dari dasar pemikiran Imam Syatibi terhadap lingkungannya
yang tidak lagi bisa membedakan mana yang ushul(asal/pokok) dan mana yang
furu’(cabang) dalam menilai kehidupan berislam. Hanya karena berbeda mazhab fikih,
mereka seperti berbeda agama dan keyakinan. Dan bukan karena banyaknya perbedaan
agama dan keyakinan seperti yang dipersepsikan oleh para pencetus Pancasila di awal
kemerdekaan Indonesia.
Kedua, maqashid syariah Imam Syatibi berfungsi sebagai ilmu yang menyadarkan
kesalahpahaman masyarakat muslim saat itu terhadap integralitas syariah Islam. Dan
bukan sebagai kontrak sosial antar warga negara, apalagi sebagai ideologi umat. Dengan
kata lain, maqashid syariah Imam Syatibi hanya untuk mengurai kebekuan berpikir

38
umat Islam waktu itu. Dan bukan untuk membuat ajaran baru yang menyederhanakan
isi dan pengamalan syariat Islam.

Daftar Pustaka :
1. Al-Quran Al-Karim
2. Abu Ishaq Ibrohim bin Musa bin Muhamamd Al-Syathibi, Al-Muwafaqoot, Daaru
Ibn Affan Beirut.
3. http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/imam-syatibi-maqashid-
syariah-dan-pancasila.htm#.VZIzIhuqqko

39
40
BAB
IV

AKHLAK

A. PENGERTIAN AKHLAK
Menurut etimologi atau pendekatan bahasa, perkataan “akhlak” berasal dari Bahasa
Arab dalam bentuk jama’ dan jarang disebut bentuk mufradnya “khuluqun” yang
menurut bahasa itu sendiri diartikan : budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan ”khalqun yang
berarti kejadian/penciptaan, serta hubungannya dengan “khaliq” yang berarti Pencipta
dan “Makhluq” yang berarti yang diciptakan.
Pola pembentukan definisi “akhlak” di atas muncul sebagai mediator yang
menjembatani komunikasi antara Khaliq (pencipta) dengan makhluk (yang diciptakan)
secara timbal balik yang kemudian disebut hablum minallah. Dari hasil hablum minallah
yang verbal, biasanya lahirlah pola hubungan antar sesama manusia yang disebut
dengan hablum minannas (pola hubungan antar sesama makhluk).
Adapun pengertian akhlak secara istilah (terminologi) beberapa pakar mengemu-
kakan pendapatnya sebagai berikut:
1. Ibnu maskawaih
“Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-
perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dulu)”.
2. Imam Al-Ghazali
“Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak memerlukan pertimbangan
pikiran (lebih dulu)”.
3. Prof. Dr. Ahmad Amin
“sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlaq ialah kehendak yang
dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan tersebut
disebut akhlak”.

41
4. Dr. Ahmad umar
“Akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang tak berubah-ubah yang muncul
darinya perbuatan-perbuatan yang baik tanpa terpaksa dan tidak dibarengi ketidak
sewenang-wenangan”.
5. “Dr. A. Rahman Ritonga, MA
“Akhlak adalah potensi yang tertanam di dalam jiwa seseorang yang mampu
mendorongnya berbuat baik dan buruk tanpa didahului oleh pertimbangan akal
dan emosi”.

Betapapun pendapat-pendapat itu berbeda-beda pada kata-katanya, tapi tidak


berjauhan maksudnya.

B. PEMBAGIAN AKHLAK
Dari segi sifatnya, akhlak dibagi kepada dua bagian yaitu akhlak yang terpuji (al-akhlaq
al-mahmudah) dan akhlak yang tercela (al-akhlaq al-madzmumah).
Jika perbuatan yang sudah menjadi kebiasaan itu sejalan dengan ajaran Islam yang
bersumberkan kepada Al-Quran dan al-Sunnah, disebut akhlak terpuji. Jika kebiasaan
itu bertentangan dengan ajaran Islam disebut akhlak tercela.

1. Akhlak Terpuji (Al-Akhlak Al-Mahmudah)


Menurut al-Ghazali, berakhlak mulia atau terpuji artinya menghilangkan suatu adat
kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan dalam ajaran Islam, serta menjauhkan diri
dari perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan kebiasaan baik, melakukannya
dan mencintainya.
Akhlak terpuji dibagi menjadi dua dibagi menjadi dua bagian:
1. Taat lahir
Taat lahir berarti melakukan seluruh amal ibadah yang diwajibkan Tuhan, termasuk
berbuat baik kepada sesama manusia dan lingkungan, dan dikerjakan oleh anggota
lahir (tubuh). Beberapa perbuatan yang dikategorikan taat lahir adalah :
a. Tobat, dikategorikan kepada taat lahir dilihat dari sikap dan tingkah laku
sesorang. Namun sifat penyesalannya merupakan taat batin.
b. Amar makruf dan nahi munkar, perbuatan yang dilakukan kepada manusia
untuk menjalankan kebaikan dan meninggalkan keburukan dan kemungkaran
sebagai implementasi dari perintah Allah, Dan hendaklah ada di antara kamu

42
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeru yang makruf dan
mencegah dari yang mungkar. (QS. Ali Imran: 104)
c. Syukur, berterima kasih terhadap nikmat yang telah dianugerahkan Allah ke-
pada manusia dan seluruh makhluk-Nya. Perbutan ini termasuk yang sedikit
dilakukan oleh manusia, sebagaimana firman Allah, dan sedikit sekali dari
hamba-hambaku yang berterima kasih. (QS. Saba’:13)

2. Taat batin
Taat batin adalah segala sifat yang baik, yang terpuji yang dilakukan oleh oleh batin
(hati).
a. Tawakkal, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadap,
menanti, atau menunggu hasil pekerjaan.
b. Sabar. Sabar dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu sabar dalam beribadah,
sabar terhadap malapetaka, sabar terhadap kehidupan dunia, sabar terhadap
maksiat, sabar dalam perjuangan. Dasarnya adalah keyakinan bahwa semua
yang dihadapi adalah ujian dan cobaan dari Allah.
c. Qana’ah, yaitu merasa cukup dan rela dengan pemberian yang dianugerahkan
oleh Allah. Menurut Buya Hamka, qana’ah meliputi :
1. Menerima dengan rela akan apa yang ada
2. Memohon kepada Tuhan tambahan yang pantas dan berikhtiar
3. Menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan
4. Bertawakkal kepada Tuhan
5. Tidak tertarik oleh tipu daya dunia
Selain itu masih banyak terapat sifat-sifat mahmudah lainnya yang akan disebutkan
pada bagian berikutnya.

2. Akhlak Tercela
Menurut Imam Ghazali, akhlak yang tercela ini dikenal dengan sifat-sifat muhlikat
(yang membinasakan), yakni segala tingkah laku manusia yang dapat membawanya
kebinasaan dan kehancuran diri, yang tentu saja bertentangan dengan fitrahnya. Al-
Ghazali juga menerangkan 4 hal yang mendorong manusia melakukan perbuatan
tercela, diantaranya:
1. Dunia dan isinya, yaitu berbagai hal yang bersifat material (harta, kedudukan)
yang ingin dimiliki manusia sebagai kebutuhan dalam melangsungkan hidupnya.

43
2. Manusia, selain mendatangkan kebaikan, manusia dapat mengakibatkan keburu-
kan, seperti istri, anak. Karena kecintaan kepada mereka, misalnya dapat melalai-
kan manusia dari kewajibannya terhadap Allah dan terhadap sesama manusia.
3. Setan (Iblis). Syetan adalah musuh manusia yang paling nyata, ia menggoda
manusia melalui batinnya untuk berbuat jahat dan menjauhi Tuhan
5. Nafsu. Nafsu ada kalanya baik (muthmainnah) dan ada kalanya buruk (amarah),
akan tetapi nafsu lebih condong kepada keburukan

Kemudian pada dasarnya sifat dan perbuatan yang tercela dapat dibagi menjadi
dua bagian, yaitu :
1. MAKSIAT LAHIR
Maksiat lahir dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
a. Maksiat lisan, seperti berkata-kata yang tidak memberikan manfaat, berlebih-
lebihan dalam percakapan, berbicara hal yang bathil, berdebat dan berbantah
yang hanya mencari menangnya sendiri tanpa menghormati orang lain, berkata
kotor, mencaci maki atau mengucapkan kata laknat baik kepada manusia,
binatang maupun kepada benda-benda lainnya, menghina, menertawakan
atau merendahkan orang lain, berkata dusta, dan lain sebagainya.
b. Maksiat telinga, seperti mendengarkan pembicaraan orang lain, mendengarkan
orang yang sedang mengumpat, mendengarkan orang yang sedang namimah
(adu domba), mendengarkan nyanyian-nyayian atau bunyi-bunyian yang
dapat melalaikan ibadah kepada Allah.
c. Maksiat mata, seperti melihat aurat wanita yang bukan muhrimnya, melihat
aurat laki-laki yang bukan muhrimnya, melihat orang lain dengan gaya
menghina, melihat kemungkaran tanpa beramar makruf nahi mungkar.
d. Maksiat tangan, seperti menggunakan tangan untuk mencuri, menggunakan
tangan untuk mencopet, menggunakan tangan untuk merampas, mengguna-
kan tangan untuk mengurangi timbangan.
Maksiat lahir, karena menggunakan alat-alat lahiriah, akan mengakibatkan
kekacauan dalam masyarakat, dan tentu saja amat berbahaya bagi keamanan dan
ketenteraman masyarakat.

2. MAKSIAT BATIN
Maksiat batin lebih berbahaya dari pada maksiat lahir, karena tidak terlihat, dan
lebih sukar dihilangkan. Selama maksiat batin belum dilenyapkan, maksiat lahir
tidak dapat dihindari. Bahkan para sufi menganggap maksiat batin sebagai najis

44
maknawi. Yang karena adanya najis tersebut, tidak memungkinkan mendekati
Tuhan (taqarrub ila Allah).
Maksiat batin berasal dari dalam hati manusia, atau digerakkan oleh tabiat hati.
Sedangkan hati memiliki sifat yang tidak tetap, terbolak-balik, berubah-ubah,
sesuai dengan keadaan atau sesuatu yang mempengaruhinya. Hati terkadang baik,
simpati, dan kasih sayang, tetapi di saat lainnya hati terkadang jahat, pendendam,
syirik dan sebagainya.
Beberapa contoh penyakit batin adalah :
1. Marah (ghadab),dapat dikatakan seperti nyala api yang terpendam di dalam
hati, sebagai salah satu godaan Syetan terhadap manusia. Islam menganjurkan,
orang yang marah agar berwudhu (menyiram api kemarahan dengan air).
2. Dongkol (hiqd), perasaan jengkel yang ada dalam hati, atau buah dari
kemarahan yang tidak tersalurkan.
3. Dengki (hasad), penyakit hati yang ditimbulkan kebencian, iri, ambisi. Islam
melarang bersikap dengki, sebgaimana sabda Nabi,”Jauhilah olehmu akan
dengki, karena sesungguhnya dengki dapat memakan kebaikan seperti api
memakan kayu bakar”. (HR. Abu Dawud).
4. Sombong dan angkuh, kedua kata tersebut mempunyai makna yang sama
yaitu berlebihan mengagumi dan menghargai diri sendiri serta menganggap
rendah orang lain, seperti merasa lebih pintar, kuat, kaya dan sebagainya
dari orang lain. Sikap mental ini termasuk penyakit batin yang dibenci Allah
seperti firman-Nya dalam al-Quran pada surat al Isra ayat 37 yang artinya
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan sombong, karena
sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali
tidak akan sampai setinggi gunung”.

C. RUANG LINGKUP AKHLAK


Ruang lingkup akhlak meliputi :
1. Akhlak Kepada Allah
a. Mengabdi hanya kepada Allah
Bertakwa dan mengabdi kepada Allah,tidak akan mempersekutukan Allah
dengan apapun dalam bentuk apapun, serta dalam keadaan situasi dan kon-
disi yang bagaimanapun.Allah berfirman “dan Aku (Allah) tidak ciptakan jin
dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku. (QS.Adz-
Dzariyat:56)

45
b. Bersyukur kepada Allah
“Dan ingatlah tatkala Tuhan kamu memberitahu; jika kamu bersyukur,
niscsaya Aku tambah nikmat bagi kamu, apabila tidak bersyukur, maka
adzab-Ku sangatlah pedih. (QS.Ibrahim:6-7)
Rasa syukur itu dinyatakan dengaan mengetahui bahwa tiada pemberi
kenikmatan selain Allah. Kemudian apabila engkau ketahui rincian-rincian
nikmat Allah atas dirimu pada anggota-anggota badanmu, tubuh dan jiwamu
serta segala yang engkau perlukan dari urusan-urusan penghidupanmu’
timbullah di hatimu kegembiran terhadap Allah dan nikmat-Nya atas
dirimu.
Adapun dengan hati, rasa syukur itu dinyatakan dengan menyembunyikan
kebaikan bagi seluruh manusia dan menghadirkannya selalu dalam mengingat
Allah taala sehingga tidak melupakannya.
Adapun dengan lisan, dinyatakan dengan banyak mungucap hamdalah
(tahmid).
c. Tawakkal
“Yang apabila terjadi terhadap mereka satu kesusahan, mereka berkata:
sesungguhnya kami ini milik Allah, sesungguhnya kepada-Nyalah kami akan
kembali (QS. Al Baqarah:15)
Bertawakkal itu memfokuskan badan dalam ibadah menggantungkan hati
kepada Allah, menenangkan jiwa dengan kecukupan. Apabila diberi nikmat,
maka ia bersyukur, dan jika tidak diberi, ia bersabar.
Rasulullah menjelaskan kepada ummatnya tentang manfaat tawakkal
dalam segalan urusan duniawi mereka, dalam sabdanya “seandainya kamu
bertawakkal dengan sebenar-benarnya, niscaya Allah akan melimpahkan
rizki kepadamu sebagaimana Dia melimpahkan rizki kepada burung yang
pergi dengan perut kosong dan pulang dengan perut kenyang”. (HR. Ibnu
Majah).
d. Tunduk dan patuh kepada Allah
“Taatlah kepada perintah Allah dan perintah Rasul-Nya supaya kalian
mendapat rahmat”.(QS.Ali ‘Imran:132)
e. Penuh harap kepada Allah
“sesungguhnya ummat yang beriman dan berhijrah serta bekerja keras di
jalan Allah, mereka itu (ummat yang) berharap rahmat Allah dan Allah itu
maha Pengampun dan Maha penyayang”. (QS.Al Baqarah:218).

46
Penuh harap dalam bahasa arab disebut roja’. Harapan adalah kegembiraan
hati karena menantikan sesuatu yang dicintai. Karena Allah yang dicintai
maka seseorang akan berharap besar kepada Allah.
f. Ikhlas menerima keputusan Allah
“Dan alangkah baik jika mereka ridha dengan apa yang Allah dan Rasul-Nya
berikan kepada mereka, sambil mereka berkata : cukuplah Allah bagi kami,
sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya akan memberi kepada kamu karunia-
Nya, sesungguhnya kami mencintai Allah”.(QS.At-Taubah:59).
Ikhlas adalah segala sesuatu yang dipersembahkan karena Allah. Artinya
segala perkara yang diperbuat tendensinya hanya kepada Allah. Tujuan dari
perbuatan itu tidak boleh karena ingin dilihat atau dipuji orang, atau karena
sesuatu yang berhubungan dengan dunia. Dan manfaatnya setiap perbuatan
yang berhubungan dunia maupun akhirat didasari karena niat yang ikhlas
pasti akan mendapat pahala.
g. Tadharru’ dan khusyu’
“Beruntunglah orang-orang yang beriman, mereka yang khusyu pada
shalatnya”.(QS.Al-Mukminun: 1-2)
“Bermohonlah kepada Tuhan kalian dengan rendah hati dan dengan rahasia
(suara hati). Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melanggar
batas”.(QS. Az-Zumar:53)
Thadharru’ artinya merendahkan diri di hadapan Allah. Maksudnya
adalah apabila beribadah, berdoa atau memohon kepada Allah hendaklah
merendahkan diri kepada Allah dengan sepenuh hati, lebih-lebih di saat
sujud pada shalat.
Khusyu artinya tekun sambil menundukkan diri. Khusyu’ dalam perkataan
maksudnya dalam beribadat yang berpola perkataan, dibaca khusus kepada
Allah robbul’alamin dengan tekun sambil menundukkan diri. Terbitnya
kekhusyuan itu dari dalam hati.
h. Husnud-dhzan
“janganlah mati salah seorang dari kalian, melainkan dalam keadaan baik
sangka kepada Allah”. (HR. Muslim). Artinya fikiran manusia harus didasari
akal yang sehat dan hati yang jernih. Terlebih bagi orang yang hendak
menciptakan persahabatan yang tulus secara konstruktif. Sebaliknya Allah
melarang berbuat buruk sangka atau suudzzan. Banyak persahabatan rusak
atau kekacauan sosial karena sebagian dari kita lebih memilih berbicara atas
dasar prasangka buruk .

47
i. Taubat dan istighfar
“Hai orang-orang beriman! Hendaklah kalian benar-benar benar bertaubat
kepada Allah, agar dosa kalian diampuni dan kalian dimasukkan kedalam
surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai”.(QS. At-Tahrim : 8)
Taubat adalah penyesalan dan dengan penyesalan timbul keinginan bertobat
dan memperbaiki kesalahan yang lalu. Tobat juga adalah meninggalkan dosa-
dosa seketika dan bertekad untuk tidak melakukannya lagi.

2. Akhlak Kepada Mahkluk


a. Akhlak Kepada Manusia
1. Akhlak kepada Rasulullah, mencintai Rasulullah secara tulus dengan
mengikuti semua sunnah-Nya. Menjadikan Rasulullah sebagai idola
dalam hidup dan kehidupan, menjalankan apa yang diperintah dan
menjauhi larangannya.
2. Akhlak terhadap orang tua, meliputi mencintai mereka melebihi cinta
kepada kerabat lainnya. Merendahkan diri kepada mereka diiringi kasih
sayang, berkomunikasi dengan orang tua dengan hormat, berbicara
dengan lembut dan mendoakan keselamatan dan ampunan bagi mereka
setelah meninggal dunia.
3. Terhadap diri sendiri meliputi : kesucian diri jasmaniah maupun
rohaniah, memelihara kerapihan diri, menambah ilmu pengetahuan,
disiplin, pemaaf dan pemohon maaf, sederhana, jujur dan menghindari
perbuatan tercela.
4. Akhlak terhadap keluarga dan karib kerabat, antara lain saling
membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga, saling
menunaikan kewjiban untuk memperoleh hak, berbakti kepada ibu
bapak, mendidik anak dengan penuh kasih sayang dan memelihara
hubungan silaturahim.
5. Akhlak terhadap tetangga, antara lain: saling mengunjungi, saling bantu
saat senang maupun susah, saling memberi, saling menghormati dan
saling menghindari pertengkaran dan permusuhan.
6. Akhlak terhadap masyarakat, meliputi memuliakan tamu, menghormati
nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan,
saling menolong dalam melakukan kebajikan dan takwa, menganjurkan
masyarakat dan diri sendiri berbuat baik dan mencegah orang lain

48
melakukan perbuatan jahat dan munkar dan bemusyawarah dalam
segala urusan mengenai kepentingan bersama.
b. Akhlak kepada selain manusia atau lingkungan hidup antara lain : memelihara
lingkungan hidup, menjaga dan memanfaatkan alam terutama hewani dan
nabati, fauna dan flora yang sengaja diciptakan Tuhan untuk kepentingan
manusia dan makhluk lainnya.

D. PEMBINAAN AKHLAK
Islam sudah menciptakan suatu kaidah untuk membina umatnya, sehingga dapat
memelihara eksistensi mereka dan dapat mencapai keseimbangan semua unsur
kekuatan. Khususnya pembinan akhlak yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad
SAW telah membuat Barat terperangah kagum. Seorang cendekiawan, Dr. Sizl, Dekan
Fakultas Hukum Universitas Wina dalam konferensi tingkat dunia 1927 mengatakan
:”Bahwa manusia itu sangat bangga bila diikuti oleh lelaki seperti Muhammad. Dengan
kebutahurufannya dari sepuluh abad yang lalu ia telah mampu membuat perundang-
perundangan. Kita orang-orang Eropa akan lebih bahagia seandainya dapat bertemu ia
setelah dua ribu tahun.”
Kita tidak merasa heran dengan pernyataan di atas, sebab Allah yang telah
menciptakan manusia dan menurunkan kaidah pembinaan akhlak mereka, pasti lebih
mengetahui semua keperluan makhluk-Nya.
Berikut ini akan dijelaskan beberpa metode pembinaan akhlak, diantaranya
adalah:
1. Memberi pelajaran atau Nasihat
Ini metode yang cukup dikenal dalam pembinaan Islam yang menyentuh diri
bagian dalam dan mendorong semangat penasihat untuk mengadakan perbaikan,
sehingga pesannya dapat diterima. Metode akan lebih berguna jika yang diberi
nasihat percaya kepada yang memberi nasihat, sementara nasihatnya datang dari
hati. Sebab apa-apa yang datang dari hati akan sampai ke hati pula.
Dalam al-Quran, sebagaimana tafsir al Manar disebutkan, “Firman Allah.,
“demikianlah diberi pelajaran dengan itu (tentang talak dan ruju’) orang yang
beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah
niscaya dia akan memberi jalan keluar.” (QS. Ath thalaaq (65):52.).
Pelajaran ini maksudnya, nasihat yang baik, yang melembutkan hati kemudian
mendorong untuk mengamalkannya.

49
Kemudian nasihat menunjukkan yang hak dan maslahat dengan maksud agar
menghindari madarat. Agar nasihat itu benar-benar mantap hendaklah yang
memberi nasihat tidak mengutamakan kepentingan pribadi yang bersifat materi.
Karena itu kepada para pembina akhlak mesti membersihkan hati dari unsur riya
dan kepentingan tertentu, agar keikhlasannya tidak ternodai. Jika ternodai maka
hilanglah wibawa dan pengaruhnya.
2. Membiasakan akhlak yang baik
Kebiasaan itu mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Islam
memanfaatkan kebiasaan sebagai salah satu metode pembinaan akhlak yang baik,
maka semua yang baik itu diubah menjadi kebiasaan. Metode pembiasaan yaitu
mengulangi kegiatan tertentu berkali-kali agar menjadi bagian hidup manusia
seperti puasa dan shalat.
Islam memberantas kebiasaan-kebiasan buruk yang berjalan di Tanah Arab. Untuk
itu Islam menggunakan salah satu cara berikut; memberantas secara serentak atau
memberantas secara perlahan, tergantung jenis kebiasaan yang dihadapi, sambil
mencari cara lain yang memungkinkan.
Setiap kebiasaan jahiliyah berbuat syirik yang berhubungan dengan pokok akidah,
diberantas Islam secara serentak dari pertama muncul, kebiasaan itu diumpamakan
seperti tumor yang merusak tubuh, perlu dicari akar tumbuhnya agar tubuh
bertahan hidup, sebab tidak mungkin iman dan syirik dapat berdampingan jika
dihubungkan dengan akidah.
Adapun kebiasaan-kebiasaan masyarakat seperti mengubur bayi perempuan,
mabuk, zina dan riba dihadapi secara perlahan sambil menyampaikan pelajaran
pengarahan dan penghidup hati. Sebab semua kebiasaan ini bukanlah kebiasaan
yang bersifat pribadi jika melihat perbuatan buruk yang sedang berjalan di
masyarakat.
Demikianpula bukan adat kebiasaan yang setiap orang bisa menghentikannya
dalam sesaat.
3. Memilih teman yang baik
Kita sering menyaksikan orang yang baik-baik jatuh tergelincir disebabkan teman
yang jahat memperdayanya. Karena itu merupakan tugas kita untuk memulai
hidup ini dengan memilih teman yang baik. Sebab teman itu menunjukkan tentang
orang yang ditemaninya, karena setiap orang yang mempunyai kecocokan suka
tertarik pada apa-apa di antara mereka.
Orang yang paling baik untuk dijadikan teman adalah orang-orang yang berilmu
serta shalih. Karena itu teman-teman Umar bin Khattab adalah para pembaca al
Quran. Imam Bukhari sendiri telah membuat bab khusus tentang hal ini dalam

50
shahihnya ia berkata “para pemimpin setelah Nabi SAW, itu suka meminta nasihat
kepada orang-orang amanah dari kalangan ulama...”
Kita sering menyaksikan orang orang yang sering bermusuhan, saling mendzalimi
dan saling memutuskan silaturrahim akibat teman yang buruk, yakni teman yang
mengikuti keinginan setan. Sebab teman yang buruk itu selalu mendorong mereka
ke tepi jurang yang runtuh, lalu jatuh bersama mereka ke neraka jahannam.
“Dan ingatlah hari ketika orang yang dzalim itu mengigit dua tangannya, seraya
berkata, Aduhai kiranya dulu aku mengambil jalan yang lurus bersama Rasul.
Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku dulu tidak menjadikan si fulan jadi teman
akrabku’,” (al Furqan (25): 27,28).
Kebiasaan itu suka menular tergantung jenis kebiasaannya pula. Buktinya musuh
yang jahat itu lebih cepat menyebar dari pada musuh yang baik. Pecandu rokok
cepat menular kepada yang tidak merokok, jarang sebaliknya.
Untuk menghimdari hal tersebut dan memelihara kebiasaan yang baik, Rasul SAW
memerintahkan agar waspada dengan teman yang buruk. Beliau bersabda :
“Sesungguhnya perumpamaan teman yang baik dan yang buruk itu seperti yang
membawa kasturi dan yang meniup besi panas. Yang membawa kasturi; boleh jadi
kamu mengikutinya, kamu membeli darinya, atau kamu mendapati bau wanginya.
Sedangkan yang membawa besi panas; boleh jadi ia membakar bajumu atau
mendapati bau apek darinya.”
4. Memberi pahala dan sanksi
Jika pembinaan akhlak tak berhasil dengan metode keteladanan dan pemberian
pelajaran, beralihlah kepada metode pahala dan sanksi atau metode janji harapan
dan ancaman. Sebab Allah SWT, pun telah menciptakan surga dan neraka,
dan berjanji dengan surga itu dan mengancam dengan neraka-Nya. Di sisi lain
manusia memerlukan metode ini, sehingga dua-duanya ditetapkan dalam Islam
yakni dalam bidang kehidupan dan bidang pembinaan.
Pemberian harapan adalah janji yang diikuti bujukan dengan kenikmatan,
keindahan pasti atau kebaikan yang murni dari setiap noda berbanding dengan
amal saleh yang dilakukan atau amal buruk yang dijauhi demi mencari ridha
Allah berupa kasih sayang-Nya kepada para hamba.Sedangkan ancaman adalah
mengancam dengan sanksi akibat melanggar larangan Allah SWT, dimaksudkan
untuk menakut-nakuti para hamba. Ini bentuk keadilan dari Allah SWT.
Hal-hal yang berkaitan dengan pahala, hendaknya memperhatikan:
1. Tidak membesar-besarkan pahala karena bisa merendahkan nilainya dan
menurunkan semangat anak didik untuk memperolehnya. Sebaiknya mem-
beritahu mereka tentang keberhasilan perjuangan terbaik mereka.

51
2. Pahala atau upah itu memotivasi anak didik agar lebih bersungguh-sungguh,
bukan untuk berlomba-lomba yang menimbulkan saling cemburu, saling
dengki dan egoisme di antara mereka.
3. Teliti dalam pelaksanaanyayaitu memberi upah kepada yang berhak menerima
saja dan tidak membeda-bedakan nilainya jika alasannya memperolehnya
sama. Upah itu bisa berupa sanjungan, materi, hadiah atau mengangkat salah
seorang menjadi ketua.

Adapun hal-hal yang berkaitan dengan sanksi hendaknya memperhatikan :


1. Tidak terlalu membesar-besarkan sanksi karena khawatir disepelekan maka
hilanglah wibawanya.
2. Mesti dikaitkan dengan sebuah pelanggaran larangan serta sesuai dengan
ukuran pelanggaran tersebut. Dengan demikian sanksi bertujuan untuk
meluruskan, bukan bentuk kemarahan.
3. Pemberlakuannya dengan tenang dan menyenangkan agar tak menjauhkan
wibawa, tak menyakiti hati dan tak menimbulkan dendam atau kemarahan
4. Menjaga perasaan yang dijatuhi sanksi. Kendatipun demikian sanksi itu
bukan sesuatu yang pokok bagi para anak didik. Boleh jadi kebanyakan
mereka cukup dengan keteladanan dan pelajaran.
5. Memberi keteladanan yang baik

Keteladanan memberi peranan penting dalam pembinaan akhlak islami terutama


pada anak-anak. Sebab anak-anak itu suka meniru orang-orang yang mereka lihat
baik tindakan maupun budi pekertinya. Karena itu pembinaan akhlak islami melihat
keteladanan yang baik adalah suatu metode.
‘Amr bin ‘Utbah berkata kepada guru anaknya, ”langkah pertama dalam mem-
bimbing anakku hendaklah membimbing dirimu, maka yang baik pada mereka adalah
yang kamu kerjakan dan yang buruk adalah yang kamu tinggalkan.”
Allah SWT telah menjadikan bagi orang yang mukmin keteladanan yang baik
yaitu Nabi Ibrahim as beserta para pengikutnya dalam keteguhan atas tauhid ketika
dibujuk orang-orang musyrik, sementara bahaya mengancam mereka. Kemudian Allah
menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai teladan yang baik, pembina akhlak pertama
dan panutan yang wajib diikuti oleh orang-orang beriman dalam berbagai aspek.
Oleh karenanya, hendaklah Rasulullah SAW menjadi teladan sebagai metode
pembinaan Akhlak secara terus-menerus baik di rumah, di sekolah, di buku, di media
cetak atau media elektronik. Agar keteladanan beliau terus hidup dan menjiwai pikiran
kita.

52
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang kamu tidak
Perbuat. Amat besar kebencian Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak
Kamu Kerjakan. (QS. Ash Shaff (61):2,3)
Islam tidak pernah membiarkan suatu metode pembinaan akhlak yang baik,
kecuali melakukannya.

E. PERBEDAAN AKHLAK, ETIKA, MORAL DAN SUSILA


Disamping istilah akhlak, ada beberapa istilah yang sering disama artikan dengan
akhlak oleh banyak orang yaitu moral, etika dan susila.
Moral dari bahasa Latin (mores) ialah prilaku yang sudah menjadi kebiasan
seseorang dan baik buruknya prilaku itu diukur dengan norma yang berlaku (hukum
dan adat).
Etika dari bahasa Yunani (ethos) ialah prilaku yang sudah menjadi kebiasaan
seseorang. Untuk mengukur baik buruk atau kebiasaan itu adalah dengan
mempergunakan standar logika umum yang sehat.
Susila dari bahasa sansekerta (su=baik dan sila=prinsip) yaitu prilaku yang sudah
menjadi kebiasaan seseorang. Baik buruknya diukur dengan perasaan. Susila sering
juga disebut sopan santun dan tata krama.

Daftar Pustaka :
1. Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin Miskawaih, Tahdzib al-Akhlaq, Dar Al-Kutub
al-Ilmiyyah, Beirut, 1985.
2. Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Al-Thusi,
Ihya Ulum Al-Din, dar Al-Fikr, Beirut.
3. Zaki Mubarak, Al-Akhlaq `inda Al-Ghazali, Muassasah Al-Handawi li al-Ta`lim
wa al-Tsaqafah, Mesir.
4. Prof. Dr. Ahmad Amin, Al-Akhlaq, Dar Al-Kutub Al-Mishriyyah, Cairo, 1936.
5. Jabbar, Etika Sebagai Tinjauan.
http://jabbarspace.blogspot.com/2013/10/etika-sebagai-tinjauan.html, 2013.
6. Loudy, Pengertian Moral.
http://loudy92.wordpress.com/2011/03/12/pengertian-moral/. 2011. 

53
54
BAB
V

KONSEP MANUSIA DALAM AL-QURAN

A. Konsep Manusia dalam Berbagai Perspektif


Manusia adalah makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu ia telah menjadi sasaran
studi sejak dahulu, kini dan kemudian hari. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi
mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat
dan lingkungan hidupnya. Para ahli telah mengkaji menusia menurut bidang studinya
masing-masing, tetapi sampai sekarang para ahli masih belum mencapai kata sepakat
tentang manusia. Ini terbukti dari banyaknya penamaan manusia, misalnya homo sapien
(manusia berakal), homo economicus (manusia ekonomi) yang kadang kala disebut
economical animal (binatang ekonomi), dan sebagainya.
Para penganut teori psikoanalisis menyebut manusia sebagai homo valens (manusia
berkeinginan). Menurut aliran ini manusia adalah makhluk yang memiliki perilaku
hasil interaksi antar komponen biologis (id), psikologis (ego), dan sosial (superego).
Di dalam diri manusia terdapat unsur animal (hewani), rasional (akali), dan moral
(nilai).
Para penganut behaviorisme menyebut manusia sebagai homo mechanicus
(manusia mesin). Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap intropeksionisme (aliran
yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan sebjektif) dan aliran
psikoanalisis (aliran yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak).
Para penganut teori kognitif menyebut manusia sebagai homo sapien (manusia
berpikir). Menurut aliran ini manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang
beraksi secara pasif pada lingkungan, tetapi sebagai makhluk yang selalu berusaha
memahami lingkungannya, makhluk yang selalu berfikir.
Dalam ilmu Manthiq (logika) kita temukan sebuah rumusan tentang manusia
yang sekaligus membedakan manusia dengan hewan yaitu al-Insan Hayawanun Nathiq
(manusia itu adalah hewan yang nathiq (berfikir), yang mengeluarkan pendapat, yang

55
berkata-kata dengan menggunakan pikirannya). Dalam diri manusia terdapat sesuatu
yang tidak ternilai harganya, sebagai anugerah Tuhan yang tidak diberikan kepada
makhluk lainnya yaitu akal. Sekiranya manusia tidak diberikan akal, niscaya keadaan-
nya dan perbuatannya akan sama saja dengan hewan. Dengan adanya akal, segala
anggota manusia, gerak dan diamnya semuanya berarti dan berharga. Akal itu dapat
digunakan untuk berfikir dan memperhatikan segala benda dan barang yang ada di
alam ini, sehingga benda-benda dan barang-barang yang halus serta tersembunyi dapat
dipikirkan guna dan manfaatnya, sehingga apabila akal digunakan dengan semestinya,
niscaya tidak ada benda atau barang-barang di dunia ini yang sia-sia bagi manusia.
Para penganut teori humanisme menyebut manusia sebagai homo ludens (manusia
bermain). Aliran ini mengecam teori psikoanalisis dan behaviorisme karena keduanya
dianggap tidak menghormati manusia sebagai manusia. Keduanya tidak dapat
menjelaskan aspek eksistensi manusia yang positif dan menentukan seperti cinta,
kreatifitas, nilai makna dan pertumbuhan pribadi.
Al-Qur’an tidak menggolongkan manusia ke dalam kelompok binatang (animal)
selama manusia mempergunakan akalnya dan karunia Tuhan lainnya. Namun, kalau
manusia tidak mempergunakan akal dan berbagai potensi pemberian Tuhan yang
sangat tinggi nilainya yakni pemikiran (rasio), kalbu, jiwa, raga, serta panca indera
secara baik dan benar, ia akan menurunkan derajatnya sendiri menjadi hewan seperti
yang dinyatakan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf (7) ayat 179, yang artinya: “...
Mereka punya hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah, punya
mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, punya
telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka (manusia)
yang seperti itu sama martabatnya dengan hewan bahkan lebih rendah dari binatang “.
Di dalam al-Qur’an manusia disebut antara lain dengan: Bani Adam (Q.S al-Isra’
(17) ayat 70; al-Basyar (Q.S al-Kahfi (18) ayat 110; al-Insan (Q.S al-Insan (76) ayat 1;
dan an-Nas (114) ayat 1.
Penyebutan nama manusia dalam al-Qur’an dengan berbagai istilah itu untuk
menunjukkan dari berbagai aspek kehidupan manusia, diantaranya :
1. Dari aspek historis penciptaan manusia disebut dengan Bani Adam. Sebagaimana
Firman Allah dalam Surat al-A’raf (7) ayat 31.
ُّ ‫اش ُبوا َوال ت ُ رْسفُوا إنَّ ُه ال حُي‬ْ‫َ لُ ُ َ ر‬ ّ ُ‫َ َ ُ ْ ْ َ ل‬ ُ ُ ََ َ َ
‫ب‬ ِ ِ ِ
َ ‫ك َم ْس ِج ٍد وكوا و‬
ِ ‫يا ب يِن آدم خذوا ِزينتكم ِعند‬
َ ‫ال ْ ُم رْسف‬
)٣١( ‫ني‬ ِِ

56
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap memasuki masjid, makan
dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan”.

2. Dari aspek biologis manusia disebut dengan al-Basyar yang mencerminkan sifat-
sifat fisik-kimia-biologisnya. Manusia perlu makan, minum, menikah dan lain-
lain. Sebagaimana firman Allah dalam Surat al-Mu’minun (23) ayat 33.
ْ ُّ َ َ ْ‫ح‬ ُ ْ َْ َ َ َ َّ‫ْ َ ْ ذ‬
ُ‫ك َف ُروا َو َك َّذب‬ َ ْ ‫َوقَ َال ال‬
‫ادلنيَا‬ ‫اآلخ َر ِة َوأت َرفنَاه ْم يِف اليا ِة‬
ِ ‫ء‬
ِ ‫ا‬‫ق‬ ‫ل‬
ِِ ‫ب‬ ‫وا‬ ‫ين‬‫ال‬ ‫ه‬
ِ ِِ ‫م‬‫و‬ ‫ق‬ ‫ن‬ ‫م‬
ِ ‫أل‬ ‫م‬
َ َ ْ‫َ ْ ُ َ َ رْ َ ُ َّ َ ر‬ ُ ُ ْ َ ُ ُ ْ ُ
ُ ْ ٌ َ‫َ ر‬ َ َ
)٣٣( ‫ش ُبون‬ ‫ش ِمثلك ْم يَأكل ِم َّما تأكلون ِمنه ويشب ِمما ت‬ ‫َما هذا ِإال ب‬
“Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir diantara kaumnya dan yang
mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah (Kami mewahkan
mereka dalam kehidupan di dunia). Orang ini tidak lain hanyalah manusia (basyar)
seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan dan meminum dari apa yang
kamu minum”.

3. Dari aspek kecerdasan manusia disebut dengan al-Insan yakni makhluk terbaik
yang diberi akal sehingga mampu menyerap ilmu penegrtahuan. Dan manusia
dibebani tanggung jawab, pengemban amanah dan khalifah Allah di bumi.
Sebagaimana Firman Allah dalam surat ar-Rahman (55) ayat 3-4.
َ ْ‫َ َّ ُ لب‬ َ ْ َ َ
)٤( ‫)عل َمه ا َيَان‬٣( ‫خل َق اإلن َسان‬
“Dia menciptakan manusia (insan). Mengajarkan pandai bicara “.

4. Dari aspek sosiologis manusia disebut an-Nas yang menunjukkan sifatnya yang
berkelompok sesama jenisnya. Sebagaimana Firman Allah dalam Surat al-Hujurat
(49) ayat 13.
ُ َ َ َ َ َ َ َ ً ُ ُ ْ ُ َ ْ َ َ َ َ‫َ َ ُّ َ َّ ُ َّ َ َ ْ َ ُ ْ ْ َ َ َ ُ ْ ى‬
‫يا أيها انلاس إِنا خلقناكم ِمن ذك ٍر وأنث وجعلناكم شعوبا وقبائِل تِلعارفوا‬
ٌ ‫يم َخب‬ٌ ‫الل َعل‬ ُ َ ْ َ َّ‫َّ َ ْ َ َ ُ ْ ْ َ ه‬
َ َّ‫اك ْم إ َّن ه‬
)١٣( ‫ري‬ ِ ِ ِ ‫الل أتق‬
ِ ‫ِإن أكرمكم ِعند‬
“Wahai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling mengenal...”.

57
5. Dari aspek posisinya disebut ‘Abdun (hamba) yang menunjukkan kedudukannya
sebagai hamba Allah yang harus tunduk dan patuh kepada-Nya. Sebagaimana
Firman Allah dalam surat Saba’ (34) ayat 9.
ْ َْ‫ْ َ َ ْ خ‬ َّ ‫ي أَيْديه ْم َو َما َخلْ َف ُه ْم م َن‬
ْ ‫الس َما ِء َو‬ َ ْ‫أَفَلَ ْم يَ َر ْوا إ ىَل َما َب ن‬
‫األر ِض ِإن نشأ ن ِسف‬ ِ ِ ِ ِ
ُ ْ َ ّ ُ‫ك آليَ ًة ل ل‬
َ َ َّ َ َّ ً َ ْ ْ َ ْ َُْ َ َ ْ
‫يب‬
ٍ ‫ك عب ٍد م ِن‬
ِ ِ ِ ‫بِ ِه ُم األرض أ ْو نس ِقط علي ِهم ِكسفا ِم َن السما ِء ِإن يِف ذل‬
)٩(

“Maka apakah mereka tidak melihat langit dan bumi yang ada di hadapan dan
di belakang mereka ? jika Kami menghendaki niscaya Kami benamkan mereka di
bumi atau Kami jatuhkan mereka gumpalan dari langit. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Tuhan) bagi setiap hamba
yang kembali kepada-Nya “.

Menurut pandangan Dr. Murtadho Mutahhari, manusia adalah makhluk yang


multi dimensi. Dimensi pertama, secara fisik manusia hampir sama dengan hewan,
membutuhkan makan, minum, istirahat dan menikah, supaya ia dapat hidup, tumbuh
dan berkembang. Dimensi kedua, manusia memiliki sejumlah emosi yang bersifat
etis, yaitu ingin memperoleh keuntungan dan menghindari kerugian. Dimensi ketiga,
manusia mempunyai perhatian terhadap keindahan. Dimensi keempat, manusia
memiliki dorongan untuk menyembah Tuhan. Dimensi kelima, manusia mempunyai
kemampuan dan kekuatan yang berlipat ganda, karen ia dikaruniai akal, pikiran, dan
kehendak bebas, sehingga ia mampu menahan hawa nafsu dan dapat menciptakan
keseimbangan dalam hidupnya. Dimensi keenam, manusia mampu mengenal dirinya
sendiri. Jika ia sudah mengenal dirinya, ia akan mencari dan ingin mengetahui
siapa penciptanya, mengapa ia diciptakan, dari apa ia diciptakan, bagaimana proses
penciptaannya dan untuk apa ia diciptakan.
Dalam al Qur’an, manusia berulang-kali diangkat derajatnya, berulang-kali pula
direndahkan. Mereka dinobatkan jauh mengungguli alam surga, bumi dan bahkan
malaikat, tetapi pada saat yang sama, mereka bisa tak lebih berarti dibandingkan
dengan setan terkutuk dan binatang sekalipun. Manusia dihargai sebagai makhluk yang
mampu menaklukkan alam, namun bisa juga mereka merosot menjadi “yang paling
rendah dari segala yang rendah”. Oleh karena itu, makhluk manusia sendirilah yang
harus menetapkan sikap dan menentukan nasib akhir mereka sendiri.

58
B. Unsur dan Ciri-ciri Manusia
Manusia makhluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang baik, ciptaan Tuhan
yang paling sempurna. Sebagaimana dinyatakan Allah dalam firman-Nya:
َْ َ ْ َ َ َْ ََْ َ ْ ََ
)٤( ‫يم‬
ٍ ِ ‫لقد خلقنا اإلنسان يِف أحس ِن ت‬
‫و‬ ‫ق‬
“Sesungguhnya kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya“ (Q.S At Tin (95) ayat 4).

Karena itu pula keunikannya (kelainannya dari makhluk ciptaan Tuhan yang
lain) dapat dilihat pada bentuk dan struktur tubuhnya, gejala-gejala yang ditimbulkan
jiwanya, mekanisme yang terjadi pada setiap organ tubuhnya, proses pertumbuhannya
melalui tahap-tahap tertentu.
Hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan hidup hidupnya,
ketergantungannya pada sesuatu, menunjukkan adanya kekuasaan yang berada di luar
manusia itu sendiri. Manusia sebagai makhluk, seyogyanya menyadari kelemahannya.
Kelemahan manusia berupa sifat yang melekat pada dirinya di antaranya adalah
melampaui batas, zalim (bengis, kejam, tidak menaruh belas kasihan, tidak adil, aniaya),
dan mengingkari karunia Allah, tergesa-gesa, suka membantah, berkeluh kesah dan
kikir, ingkar dan tidak berterima kasih.
Manusia itu tersusun atas dua bentuk yaitu bentuk lahir (jasmani) dan bentuk
batin (roh). Diri yang berbentuk zahir yaitu jasad atau badan, bukan saja telah menjadi
pelajaran bagi calon dokter tetapi juga menjadi pelajaran bagi mereka yang ingin
mencapai untuk lebih dekat ”MENGINGAT ALLAH”.
Selain itu manusia dilengkapi dengan rohani, akal dan nafsu. Tidaklah layak disebut
manusia kalau tidak bergabung antara jasmani dan roh. Ada jasmani tetapi tidak ada
roh, apakah namanya...? Mayat...? Yah, bangkai. Ada roh, tetapi rusak rohani disebut
bangkai hidup. Rupa dan bentuk ada, tetapi akhlak, budi pekertinya rusak. Yang seperti
ini dimana saja berada dan di tempatkan, niscaya akan merusak saja. Ada jasmani, ada
roh, ada rohani, ada akal, tetapi tak ada nafsu, yang seperti ini dihinggapi penyakit
apatis. Manusia yang apatis sukar dibawa dengan betul untuk berjuang, lebih-lebih lagi
berjuang untuk kepentingan Agama, Bangsa dan Negara.

1. Segi-segi Positif Manusia :


a. Manusia adalah khalifah Tuhan di bumi. (QS. Al-Baqarah : 30)
ًَ َ ْ ‫كة إ يّن َجاع ٌل ف‬
َ َ ْ‫ك لل‬
َ ُّ َ َ َ ْ
‫األر ِض خ ِليفة‬ ِ‫ِ ي‬ ِِ ِ ِ ‫ئ‬‫ال‬ ‫م‬ ِ ‫َوإِذ قال رب‬

59
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: «Sesungguhnya
aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.»

b. Manusia mempunyai kapasitas intelegensia yang paling tinggi. (QS. Al-


Baqarah: 31-33)
ُ َ َ َْ ُ َْ َ َ َ َ َ ْ ‫ع ال‬ َ‫َ َ َّ َ َ َ ْ َ َ لُ َّ َ ُ َّ َ َ َ ُ ْ لَى‬
‫ون بِأسما ِء هؤال ِء‬ ِ‫ِ ي‬ ‫ئ‬ ‫ب‬ ‫ن‬‫أ‬ ‫ال‬ ‫ق‬ ‫ف‬ ‫ة‬
ِ ‫ك‬ ِ ‫ئ‬‫ال‬ ‫م‬ ‫وعلم آدم األسماء كها ثم عرضهم‬
َ ْ ‫ك أن‬َ َ َّ َ َ ْ َّ َ َ َ‫ْ لن‬ َ َ َ ْ ُ ُ َ َ ‫إ ْن ُكنْتُ ْم َصادق‬
‫ت‬ ‫حانك ال ِعل َم َا إِال ما علمتنا إِن‬ ‫)قالوا سب‬٣١( ‫ني‬ ِِ ِ
َ
َ َ َ َ َ
ُ ْ ََ َ َ َ
ْ ْ َ َ َ ْ‫ح‬ ْ
‫)قال يَا آد ُم أن ِبئ ُه ْم بِأ ْس َمائِ ِه ْم فل َّما أنبَأه ْم بِأ ْس َمائِ ِه ْم قال أل ْم‬٣٢( ‫يم‬ ُ ‫ك‬ ِ َ ‫يم ال‬ ُ ‫ال َعل‬
ِ
ْ ُ َ ُ َ ْ َ َ َ ّ‫ي‬
َ ْ‫ك ْم إن أ ْعل ُم َغي‬ ُ َ َُْ
‫األر ِض َوأعل ُم َما تبْ ُدون َو َما كنتُ ْم‬ ْ ‫اوات َو‬
ِ
َ ‫الس َم‬َّ ‫ب‬
ِِ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫أق‬
َ ْ َ
)٣٣( ‫تكتُ ُمون‬
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman:
«Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar
orang-orang yang benar!» (31) Mereka menjawab: «Maha suci Engkau, tidak
ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada
kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
(32) Allah berfirman: «Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka Nama-
nama benda ini.» Maka setelah diberitahukannya kepada mereka Nama-nama
benda itu, Allah berfirman: «Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa
Sesungguhnya aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa
yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?» (33)

c. Manusia mempunyai kecenderungan dekat dengan Tuhan. (QS. Al-A’raf :


172)

‫ت‬ُ ‫ع أَ ْن ُفسه ْم أَل َ ْس‬


َ‫ْ ُ ّ َّ َ ُ ْ َ َ ْ َ َ ُ ْ لَى‬
‫م‬ ‫ه‬ ‫د‬ ‫ه‬ ‫ش‬ ‫أ‬‫و‬ ‫م‬ ‫ه‬ ‫ت‬ ‫ي‬‫ر‬ ‫ذ‬ ‫م‬ ‫ه‬‫ور‬ ُ ‫ك م ْن بَن َآد َم م ْن ُظ‬
‫ه‬
َ ُّ َ َ َ َ ْ َ
ِ ِ ِ ِِ ِ ِ‫ي‬ ِ ‫وإِذ أخذ رب‬
َ ‫امة إنَّا ُك َّنا َع ْن َه َذا اَغفل‬
‫ني‬ َ َ‫ك ْم قَالُوا بَلىَ َشه ْدنَا أَ ْن َت ُقولُوا يَ ْو َم الْقي‬
ُ َّ
ِِ ِ ِ ِ ِ ِ‫بِرب‬
)١٧٢(
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): «Bukankah aku ini Tuhanmu?» mereka menjawab: «Betul (Engkau
Tuban kami), Kami menjadi saksi». (kami lakukan yang demikian itu) agar
di hari kiamat kamu tidak mengatakan: «Sesungguhnya Kami (Bani Adam)

60
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)».

d. Penciptaan manusia benar-benar telah diperhitungkan secara teliti, bukan


suatu kebetulan. (QS. Thaha: 122)
َ َ َ َ َ ُ ُّ َ ُ َ َ ْ َّ ُ
)١٢٢( ‫اب َعليْ ِه َوه َدى‬ ‫ثم اجتباه ربه فت‬
“Kemudian Tuhannya memilihnya[950] Maka Dia menerima taubatnya dan
memberinya petunjuk”.

e. Manusia bersifat bebas dan merdeka. (QS. Al-Ahzab : 72 )


َ ْ‫األرض َوالجْ بَال فَأَ َب ن‬
َ‫ي أَ ْن يحَْملْنَ َها َوأَ ْش َف ْقن‬ ْ َ َ َّ َ‫َّ َ َ ْ َ َ َ َ لَى‬
ِ ِ ِ ِ ‫ات َو‬ِ ‫ِإنا عرضنا األمانة ع السماو‬
ً ُ‫ان إنَّ ُه اَك َن َظل‬
)٧٢( ‫وما َج ُهوال‬
ُ َْ
‫س‬ ‫اإلن‬ ‫ا‬ َ َ‫حل‬
‫ه‬ َ َ‫منْ َها َو م‬
ِ ِ
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh
manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh”.

f. Manusia dikaruniai pembawaan yang mulia dan martabat. (QS. Al-Isra: 70)
yang artinya:
“Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik
dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah Kami ciptakan”.
g. Manusia memliki kesadaran moral. (QS. Asy-Syams : 7-8) yang artinya: “Dan
jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), (7) Maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”. (8)
h. Segala bentuk karunia duniawi diciptakan untuk kepentingan manusia.
(QS. Al-Baqarah : 29), (QS. Al-Jatsiyah : 13) yang artinya: “Dia-lah Allah,
yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak
(menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha
mengetahui segala sesuatu.”
i. Tuhan menciptakan manusia agar mereka meneymbah-Nya, dan tunduk
patuh kepada-Nya menjadi tanggungjawab utama mereka. (QS. Adz-Dzariyat
: 56) yanga rtinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.

61
j. Manusia tidak dapat memahami dirinya, kecuali dalam sujudnya kepada
Tuhan dan meningat-Nya. Bila mereka melupakan Tuhan, mereka pun akan
melupakan dirinya. Dalam keadaan demikian mereka tidak akan tahu siapa
diri mereka, untuk apa mereka ada, dan apa yang harus mereka perbuat. (QS.
Al-Hasyr : 19) yang artinya: “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang
lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri.
mereka Itulah orang-orang yang fasik”.

Kesimpulannya, al-Quran menggambarkan manusia sebagai suatu makhluk


pilihan Tuhan, sebagai khalifah-Nya di muka bumi, serta sebagai makhluk yang semi-
samawi dan semi-duniawi, yang di dalam dirinya ditanamkan sifat mengakui Tuhan,
bebas, terpercaya, rasa tanggungjawab terhadap dirinya maupun alam semesta, serta
karunia keunggulan atas alam semesta, langit dan bumi. Manusia dipusakai dengan
kecenderungan ke arah kebaikan maupun kejahatan. Kemajuan mereka dimulai dari
kelemahan dan ketidakmampuan, dan kemudian bergerak ke arah kekuatan, tetapi
itu tidak akan menghapuskan kegelisahan mereka, kecuali jika mereka dekat dengan
Tuhan dan mengingat-Nya. Kapasitas mereka tidak terbatas, baik dalam kemampuan
belajar maupun dalam menerapkan ilmu. Mereka memiliki suatu keluhuran dan
martabat naluriah. Akhirnya, mereka dapat secara leluasa memanfaatkan rahmat dan
karunia yang dilimpahkan kepada mereka, namun pada saat yang sama, mereka harus
menunaikan kewajiban mereka kepada Tuhan.

2. Segi-segi Negatif Manusia :


Di dalam al-Qur’an, manusia juga banyak dicela. Mereka dinyatakan sebagai
luar biasa keji dan bodoh. Al-Qur’an menggambarkan mereka dengan cercaan seperti
berikut ini :
a. Manusia bersifat tergesa-gesa (QS. Al-Isra :11) yang artinya: “Dan manusia mendoa
untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. dan adalah manusia
bersifat tergesa-gesa”.
b. Manusia adalah makhluk yang sering membantah (QS. Al-Kahfi : 54) yang artinya:
“Dan Sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran
ini bermacam-macam perumpamaan. dan manusia adalah makhluk yang paling
banyak membantah”.
c. Manusia selalu mengingkari ni’mat dan tidak berterima kasih kepada Tuhan (QS.
Al-Hajj : 66 ) yang artinya: “Dan Dialah Allah yang telah menghidupkan kamu,

62
kemudian mematikan kamu, kemudian menghidupkan kamu (lagi), Sesungguhnya
manusia itu, benar-benar sangat mengingkari nikmat”.
d. Manusia adalah makhluk yang selalu keluh kesah, gelisah, putus asa dan amat
kikir (QS. Al-Ma’arij : 19-21 dan QS. Al-Isra : 100) yang artinya: “Sesungguhnya
manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. (19) Apabila ia ditimpa kesusahan
ia berkeluh kesah, (20) Dan apabila ia mendapat kebaikan ia Amat kikir”. (21)
e. Manusia adalah makhluk yang selalu melampaui batas (QS. Al-‘Alaq : 6-7) yang
artinya: “Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, (6)
Karena Dia melihat dirinya serba cukup”. (7)
f. Manusia adalah makhluk yang amat zhalim dan bodoh karena selalu mengkhianati
amanah (QS. Al-Ahzab : 72) yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengemu-
kakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan
untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipi-
kullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat
bodoh”.

c. Asal Usul Manusia


Al-Qur’an tidak merinci secara kronologis penciptaan manusia menyangkut waktu dan
tempatnya. Tidak diragukan lagi bahwa figur manusia pertama diciptakan Allah adalah
Adam as. Dari manakah Adam diciptakan ? Allah telah menyebutkannya dalam Al-
Qur’an antara lain :
1. Q.S Al-A’raf (7) ayat 11.
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami memberimu
bentuk, kemudian Kami katakan kepada para malaikat. Bersyujudlah kamu kepada
Adam, maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk orang yang
bersujud”.
2. Q.S Al-Hijr (15) ayat 28-29.
“Ketika Tuhan mereka berfirman kepada para malaikat. “Aku hendak membentuk
seorang manusia (basyar) dari tanah liat kering (yang berasal) adri lumpur hitam
yang diberi bentuk”.
3. Q.S As-Sajadah (32) ayat 7.
“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai
penciptaan manusia dari tanah”.
4. Q.S Ar-Rahman (55) ayat 14.
“Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar”.

63
Berdasarkan ayat-ayat di atas jelaskan bahwa Adam as diciptakan dari bahan baku
tanah liat.

Proses Penciptaan Manusia Menurut Al-Qur’an


Setelah Adam diturunkan ke bumi (daratan India sekarang) dan Siti Hawa di Irak,
mereka berpisah selama 200 tahun lamanya dan bertemu kembali di Padang Arafah.
Maka penciptaan manusia selanjutnya tidak lagi seperti Adam dari tanah liat tetapi
diorganisir melalui percampuran sperma dan ovum (sel telur/sari pati tanah) di dalam
rahim seorang ibu sebagaimana yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an:
“Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendakinya...” (QS.
Ali Imran (3) : 6).
Pada setiap 2-5 cc mani (sperma) berisikan paling sedikit 70.000.000-200.000.000
bibit. Orang mengenal dua macam spermatozoa karena di dalam intinya terdapat chro-
mosoma sek yang menentukan jenis manusia yang akan dibentuk, yaitu chromosoma X
dan chromosoma Y. Bila chromosoma Y dibuahi, maka akan terbentuk manusia denagn
jenis laki-laki (XY) dan bila spermatozoa dengan chromosoma X yang membuahi telur
(XX), maka akan terbentuk manusia perempuan. Adam punya anak yang lahir secara
berpasang-pasangan dan pasangan pertama bernama Qabil dan Iklima dan pasangan
kedua Habil dan Labuda, saat itu terjadilah perkawinan sistem silang.
Terdapat banyak surah di dalam al-Qur’an yang menguraikan tentang penciptaan
manusia. Didapati kebanyakan ayat menerangkan bahwa kejadian manusia adalah
dari tanah (turab). Di antara firman Allah itu ialah :
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka
(ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari
setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang
sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu
dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah
ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-
angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan
dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya Dia
tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu Lihat
bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi
itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah”.
(QS. Al Hajj (22) : 5)
Maka dalam uraian seterusnya penulis akan menguraikan proses kejadian manusia
ini melalui beberapa tahap dengan merujuk kepada beberapa ayat yang bersesuaian.

64
Pertama : Tahap Saripati Tanah (sulalah min thin)
Pada tahap ini didapati bahwa Allah SWT melakukan beberapa penyaringan
debu tanah. Firman Allah :
“Kemudian Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah”. (QS. Al-Mu’minun (23) :12)
Proses ini bertujuan untuk mendapatkan saripati tanah (sulalah min thin) yang
bersih dan amat sesuai untuk dijadikan bahan sebagai salah satu unsur dari pada
penciptaan manusia. Ini menunjukkan bahwa tanah yang digunakan ini telah melalui
proses penyaringan dan bukan dari tanah biasa sebagaimana yang manusia pada hari
ini fikirkan. Ini amat bersesuaian dengan kemuliaan yang diberikan oleh Allah SWT
kepada manusia. Dari aspek lain dipaparkan juga adalah kebesaran Allah SWT dalam
penciptaan makhluknya dan dia sebagai Khaliqnya.
Manakala Dr. Maurice Bucaille menguraikan dengan merunjuk kepada Surah
al-Furqan :54 bahwa keturunan manusia juga berasal dari air yaitu saripati sperma
atau yang dipanggil secara sciencetific sebagai spermatozoon. Oleh itu belaiu melihat
saripati tanah yang dikemukan di atas hendaklah dirujuk bersama berbagai kompenen
lain yang merangkumi saripati tanah dan saripati air yang menjadi elemen terpenting
dalam penciptaan manusia.

Kedua : Tahap Tanah Melekat (min thin lazib)


Pada tahap ini dikenali sebagai peringkat tanah melekat. Sebagaimana firman
Allah :
“... Sesungguhnya Kami telah menciptakan mereka dari tanah liat”. (QS. As-Shaffat
(37) : 11)
Sebagaimana diketahui tanah liat pada dasarnya mempunyai sifat melekat.
Al-Qurtubiy menguraikan bahwa pada peringkat ini keadaan tanah melekat atau
menempel di antara satu sama lain. Manakala selepas itu tanah ini akan menjadi tanah
yang keras.
Pada tahap ini Al-Qurtubiy juga menerangkan di dalam tafsirnya bahwa manusia
pertama yaitu yang dikaitkan dengan Adam dikatakan kekal sebagai satu makhluk yang
berbentuk tanah liat. Selain itu ia berada dalam keadaan ini adalah selama empat puluh
tahun sehingga sifat fisiknya berubah menjadi keras dan kering.

Ketiga : Tahap Tanah Berbau (min hamaim masnun)


Tahap ini adalah dengan merujuk kepada firman Allah :
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering
(yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk “. (QS. Al-Hijr (15) : 26)

65
Mengikuti tafsiran Dr. Maurice Bucaille “hamaim masnun” diartikan juga
sebagai lumpur, atau tanah berorganik dan tidak tertumpu kepada pengertian lain
seperti lumpur yang berubah-ubah yang berwarna hitam serta mempunyai bau
tersendiri. Ini adalah disebabkan proses penyebatian di antara tanah dan air telah
berlaku.

Keempat : Tahap Tanah Keras (ash-shalshal)


Perkataan ini tidak sempurna jika perumpamaannya tidak dijelaskan bersama
yaitu “kal fakhkhar” yang membawa arti seperti tembikar. Maka jelas bahwa pada
tahap ini dari aspek fisiknya manusia yang ingin diciptakan oleh Allah SWTberada
dalam keadaan yang keras seperti sifat tembikar.
Sebagaimana firman Allah:
“Dia mencipta manusia dari tanah kering seperti tembikar “. (QS. Ar-Rahman
(55) : 14)
Manakala Abu Hasan al-Tibrisi menerangkan bahwa dengan fisik yang keras,
ia dapat mengeluarkan dentingan bunyi yang gemerincing serta berulang-ulang di
udara seperti suara besi yang dipukul angin. Pada tahap ini menunjukkan bahwa
masa untuk Adam menjadi lembaga manusia yang lengkap sudah tiba. Pada tahap
ini juga dapat dilihat sebagai tahap terakhir penciptaan manusia dari aspek fisiknya
termasuk tiga tahap yang terawal sebagaimana yang diterangkan sebelum ini.

Kelima : Tahap Peniupan Roh


Tahap yang kelima ini menunjukkan proses penciptaan manusia pertama (Adam)
dari aspek spiritual, setelah aspek fisiknya telah lengkap hingga ke tahap menjadi satu
makhluk. Di dalam kitab Qishash Al-Ambiya menerangkan tentang proses penciptaan
manusia yang seterusnya dipaparkan dengan amat jelas. Dikatakan Allah SWT meniup
roh ke dalam diri Adam melalui kepala dan selepas itu malaikat dengan perintah Allah
telah mengajarkan Adam untuk memuji Allah yaitu Al-hamdulillah, lalu dia menyebut.
Apabila roh memasuki bagian matanya, Adam telah dapat melihat dengan jelas
buah-buahan yang terdapat di dalam syurga. Selepas itu apabila sampai roh kebagian
kerongkong Adam ingin makan. Dan sebelum roh sampai kebagian kaki, maka Adam
segera ingin menjangkau buah tersebut.
Di sini terdapat dua persoalan yang dapat dijelaskan. Pertama, jika merujuk
kepada uraian di atas bahwa proses peniupan roh ke dalam jasad Adam terjadi di dalam
syurga, maka dapat dibuat kesimpulan bahwa tempat penciptaan manusia pertama
(Adam) adalah berada di dalam syurga. Ini adalah bertepatan dengan pendapat yang

66
menyatakan Adam diciptakan di syurga Ma’wa yaitu tempat kediaman orang-orang
saleh sebagaimana yang diuraikan di dalam kitab Hayat Adam.
Persoalan kedua adalah berkenaan dengan sikap Adam yang tergesa-gesadan
proses menyempurnaan penciptaannya. Ia dapat dilihat dalam sikap manusia pada hari
ini yang suka melaksanakan sesuatu perkara dalam keadaan yang tergesa-gesa atau
inginkan sesuatu itu dalam waktu yang segera.
Maka dengan berakhirnya proses peniupan roh ini sempurnalah penciptaan Adam
yaitu sebagai manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT. Jika dilihat dengan
teliti proses penciptaan manusia pertama yang dipaparkan di dalam Al-Qur’an amat
teliti dan uraiannya adalah bersifat kronologi.
Kemudian Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya menjelaskan proses kejadian
manusia, antara lain hadis yang terjemahannya sebagai berikut: “Sesungguhnya setiap
manusia dikumpulkan dalam kejadian perut Ibunya selama 40 hari sebagai air mani,
40 hari sebagai darah, 40 hari sebagai segumpal daging “. Kemudian Allah mengutus
malaikat meniupkan roh (ciptaan) Allah ke dalam tubuh (janin) manusia yang berada
dalam rahim itu”. (H.R Bukhari dan Muslim)
Sebelum Allah meniupkan roh pada jasad seseorang Allah telah bertanya kepada
roh tersebut dengan pertanyaan: “Siapa Tuhanmu ? Roh menjawab : Engkau Tuhan
kami”. (Q.S Al-A’raf (7) : 172). Berarti potensi beragama bagi manusia telah ada sejak
manusia itu ada.
Dari ungkapan Al-Qur’an dan Hadits yang dikutip di atas, kita dapat mengetahui
bahwa kita masih berbentuk janin sampai berumur empat bulan, embrio manusia belum
mempunyai roh. Roh itu baru ditiupkan kedalam janin setelah janin itu berumur 4 bulan
(3 x 40 hari). Namun, dari teks atau nash itu dapat dipahami kalau orang mengatakan
bahwa kehidupan itu sudah ada sejak manusia berada dalam bentuk air mani.
Dari proses kejadian dan asal manusia menurut Al-Qur’an itu, Ali Syari’ati,
sejarawan dan ahli sosiologi Islam, mengemukakan pendapatnya berupa interpretasi
tentang hakekat penciptaan manusia. Menurut beliau ada simbolisme dalam penciptaan
manusia dari tanah dan dari roh (ciptaan Allah). Maka simbolisnya adalah, manusia
mempunyai dua dimensi: dimensi ketuhanan dan dimensi kerendahan atau kehinaan.
Dalam pengertian simbolis, lumpur (tanah) hitam, menunjukkan pada keburukan,
kehinaan yang tercermin pada dimensi kerendahan.
Di samping itu, dimensi lain yang dimiliki manusia adalah keilahian yang tercermin
dari perkataan roh (ciptaan) Nya itu. Dimensi ini menunjukkan pada kecenderungan
manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah, mencapai asal roh (ciptaan) Allah dan
atau Allah sendiri. Karena hakekat penciptaan inilah maka manusia pada suatu saat

67
mencapai derajat yang tinggi, tetapi pada saat yang lain dapat meluncur kelembah yang
dalam, hina dan rendah.

D. Eksistensi dan Martabat Manusia

1. Tujuan Penciptaan Manusia


Manusia diciptakan oleh Allah di dunia ini tidak lain supaya mereka menyembah
Allah dan berstatus pengabdian Allah. Ketaatan kepada Allah merupakan peran puncak
manusia dalam segala aspek kehidupannya, karena atas dasar dan tujuan tersebut
pulalah manusia diciptakan.
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku. (56) Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan aku tidak
menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. (57) Sesungguhnya Allah Dialah Maha
pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh”. (58) (QS. adz-Dzariyat (51)
: 56-58)

2. Fungsi dan Peranan Penciptaan Manusia


Menurut Al-Qur’an, manusia menempati kedudukan dengan posisi yang istimewa
di alam jagad raya ini. Manusia adalah khalifah Tuhan di muka bumi. Sebagaimana
dinyatakan dalam surat Al-Baqarah : 30 :
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: «Sesungguhnya aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.» mereka berkata: «Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau
dan mensucikan Engkau?» Tuhan berfirman: «Sesungguhnya aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui.»
Secara etimologi kata khalifah diambil dari kata kerja “khalafa” yang berarti
menggantikan dan melanjutkan. Sedangkan yang dimaksud khalifah adalah person
yang menggantikan person lain. Dengan demikian dapat kita yakini bahwa manusia
itu adalah salah satu tujuan diciptakan Tuhan untuk menjadi khalifah di muka
bumi.
Secara filosofis kata khalifah ditafsirkan ke dalam tiga definisi: Pertama,
karena menggantikan yang lain, yakni menggantikan Allah. Kedua, segolongan

68
manusia menggantikan segolongan manusia. Ketiga, menggantikan selain manusia.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Yunus : 14 :
“Kemudian kami jadikan kamu pengganti (khalifah) di muka sesudah mereka
untuk kami buktikan bagaimana kamu berbuat”. (QS. Yunus :14)
Sebagai penguasa di bumi, manusia berkewajiban memberdayakan alam ini
guna menyiapkan kehidupan yang bahagia. Tugas dan kewajiban ini merupakan
bagian dari fungsi diciptakannya manusia oleh Allah SWT sebagai khalifah di bumi.
Tugas dan kewajiban ini merupakan ujian Tuhan kepada manusia, siapa yang paling
baik menunaikan amanah-Nya itu.
Dalam melaksanakan kewajiban, amanah, dan fungsinya itu sama berdasar
bidang dan keahlian masing-masing. Jadi manusia ini tidaklah lain merupakan
khalifah Allah SWT di atas muka bumi. Khalifah adalah wakil Tuhan di atas muka
bumi ini dengan tuntunan Al-Qur’an berfungsi sebagai penterjemah sifat-sifat
Tuhan ke dalam realitas kehidupan dan penghidupan manusia sehari-hari dalam
batas-batas kemanusiaan yang diridhoi Allah. Jadi manusia sebagai khalifah Allah
SWT di muka bumi mempunyai tugas atau fungsi sebagai berikut :
a. Mewujudkan Kemakmuran
“Dia (Allah) telah menciptakan kamu (manusia) dari tanah dan meminta kamu
untuk memakmurkannya“. (QS. Hud : 61)
Ibnu Katsir menafsirkan khalifah sebagai pemakmur bumi ialah: “Ia (Allah)
menjadikan kamu untuk memakmurkan bumi dari generasi ke generasi, dari
kurun waktu ke kurun waktu lainnya untuk menggantikan yang sudah lama
(menjadi generasi yang lebih baik)”. Perwujudan kemakmuran yang diemban
manusia di bumi sebagai fungsinya adalah melaksanakan kegiatan baik berupa
amal ibadah, kaya kreatif, segala usaha untuk memberdayakan alam guna mencapai
kesejahteraannya sendiri.
b. Mewujudkan Kebahagiaan
“Dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya
ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang
itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan
menunjuki mereka ke jalan yang lurus”. (QS. Al-Maidah : 16 )
Kebahagiaan yang dimaksud untuk manusia merupakan kebahagiaan di dunia
dan akhirat. Pencapaian kebahagiaan di dunia dan akhirat harus dibekali dengan
ilmu pengetahuan.

69
3. Tanggungjawab manusia
Manusia sebagai khalifah perlu menyadari bahwa ia diciptakan di muka bumi ini
mempunyai tanggungjawab yang penuh atas segala hal yang dilakukannya baik yang
bersifat pribadi maupun bersifat umum. Sebagai khalifah senantiasa haruslah bekerja,
mengambil dan memanfaatkan kekayaan alam ini sebaik-baiknya dalam bentuk yang
positif yang berpedoman kepada ajaran-ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-
Hadits.
Prof. Abbas Mahmud Al-Aqqad mendefinisikan: manusia adalah makhluk
yang bertanggung jawab, yang diciptakan dengan sifat-sifat ketuhanan. Definisi ini
mengandung tiga unsur pokok, yaitu :
a. Manusia sebagai ciptaan Allah SWT
b. Manusia bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya, menurut Al-Qur’an akan
dipertanggung jawabkan nanti dihadapan Tuhan di akhirat.
c. Manusia diciptakan dengan sifat-sifat Ketuhanan. Beberapa sifat Ketuhanan yang
ada pada manusia, seperti pemurah, pemaaf, pengasih, penyayang, dan lain-lain.

Daftar Pustaka:
Al-’Aqqad Abbas Mahmud, 1974, “Al-lnsan fil Qur’an” dalam Al-A’mal al-Kamilah, jilid
7, Beirut: Dar al-Kutub al-Lubuani.
 Al-Faruqi, Ismail, 1404, Nazhriyat al-lnsan fi ‘l- Qur’an, al-Tawhid, no 9, tahun 2.
Mutahhari, Murtadha, 1986, Manusia dan Agama, Mizan, Bandung.
Ali, Muhammad Daud, 2002, Pendidikan Agama Islam, Raja Grafindo Persada, Cet.ke
4, Jakarta.
Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2002,
Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum, Cet.ke 3, Jakarta.
Pulungan, Syahid Mu’ammar, Manusia Dalam Al-Qur’an, 1984, PT. Bina Ilmu,
Surabaya.
Aisyah Bintu Syati, Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an, Pustaka Firdaus, Jakarta.
Bucaille Maurice, Dr, 1979, Bibel, Qur’an dan Sains Modern, Bulan Bintang, Cet. 2,
Jakarta.

70
BAB
VI

SUMBER HUKUM DALAM ISLAM (1)

a. Pendahuluan
Menurut Hudhari Beik (1969: 5), tersebarnya agama Islam sekarang ini tidak dapat
dipisahkan dengan andil besar yang diperjuangkan oleh Rasulullah SAW. Dan sebagai
pondasi pokok ajaran utamanya adalah Al-Qur’an. Sementara, untuk memperjelas
keterangan-keterangan di dalamnya, dibutuhkanlah penjelasan-penjelasan langsung
dari Rasulullah SAW, baik melalui perkataan maupun perbuatannya. Yang kemudian,
bentuk penjelasan tersebut dikenal dengan sebutan sunnah atau Hadis nabi. Dua hal
inilah yang kemudian disepakati oleh mayoritas umat Islam sebagai sumber utama
Islam dari zaman ke zaman. Dan sumber utama itulah yang dalam perkembangan
selanjutnya, dikenal sebagai sumber hukum Islam atau biasanya dalam literatur klasik
dikenal dengan sebutan; “al-adillah as-syar’iyyah” (dalil-dalil syara’).
Sedangkan pembahasan mengenai hukum Islam1 berarti pembahasannya terfokus
pada sudut pandang ushul fiqh sebagai media untuk menemukan hukum. Para pakar
ilmu ushul mendefinisikan hukum sebagai bentuk petunjuk yang berhubungan
dengan perbuatan mukallaf, baik berupa tuntutan, pilihan, maupun ketetapan (Khalaf,
1968:105-125).2
Allah swt secara tegas menyeru terhadap orang-orang yang beriman supaya mereka
memeluk Islam secara total (kaffah). Sebagaimana tertera pada surah al-Baqarah/2: 208.
Seruan inilah yang kemudian mengilhami banyak ulama melakukan kegiatan ijtihad
secara simultan dari tiap generasi untuk mendekatkan umat Islam terhadap hakikat

1 Hukum islam merupakan istilah Indonesia yang diterjemahkan dari al-Fiqh al-Islami atau asy-Syari’ah al-
Islamiyah. Dalam istilah literatur barat dikenal dengan Islamic Law sedangkan Fiqh Islamic Jurisprudence.
2 Menurut ulama ushul, hukum secara global dibagii menjadi dua, yaitu al-hukum at-taklifi dan hukum al-wad’i.
hukum taklifi terdiri atas wajib, sunah, haram, makruh, dan mubah, sedangkan hukum wad’i terrdiri atas
sebab, syarat, penghalang, keringanan, sah, dan batal

71
dari nilai-nilai keislaman yang kaffah, termasuk di dalamnya upaya pembakuan sumber
hukum Islam.

B. Sumber Hukum Islam


Terminologi sumber hukum Islam biasa dalam disiplin ilmu ushuluddin disebut sebagai
dalil atau plural-nya adillah (argumentasi). Istilah ini, biasanya terkait erat dengan
ijtihad terhadap al-ahkam as-syar’iyyah (hukum-hukum syari’ah). Dari sini, kemudian
para pakar ilmu ushul3 memformulasikan bahwa Sumber hukum Islam adalah rujukan,
argumentasi, dalil, atau referensi yang dipergunakan untuk mendapatkan pandangan
yang benar berdasarkan metodologi yang tepat (Ramadhan Hasan, 1998: 132).
Pembahasan terkait sumber hukum, ada beberapa pandangan yang berkembang.
Diantaranya, pandangan yang menyebut bahwa mayoritas ulama Islam menyepakati,
bahwa sumber hukum dalam Islam dibagi menjadi dua bagian. Sumber hukum pokok
(primer) yang disepakati kehujjahannya(muttafaq ‘alaih) dengan memasukkan ijma’
dan qiyas setelah Al-Qur’an dan Hadis (Khalaf 1968:22). Dan sumber hukum furu’iyah
(sekunder) yang kerapkali diperselisihkan (mukhtalaf ‘fih). Sumber hukum kedua yang
diperselisihkan menurut Khalid Ramadhan Hasan (1998: 5-6) terdiri atas; qaul shahabi
(perkataan para sahabat), syar’u man qablana (syariat umat-umat terdahulu), al-istishab,
al-‘urf (adat/kebiasaan), al-istihsan, sad zara’i, dan mashalih al-mursalah.
Sementara Tim Tafsir Tematik Kementerian Agama RI memberikan eksplanasi
baru (2010: 61),bahwa sumber utama hukum Islam adalah Al-Qur’an dan Hadis, yang
keduanya kemudian disebut sebagi adillah (dalil-dalil). Sementara; ijma’ qiyas, istihsan,
maslahah mursalah, istishab, urf dan sad zara’i merupakan dalil pendukung, sebagai alat
bantu untuk menggali hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadis.
Terlepas dari dua sudut pandang di atas. Khalaf (1968: 22) mengklasifikasi
keseluruhan sumber hukum dalam Islam ada 10, dengan perincian; 4 disepakati secara
penuh dan 6 diperselisihkan dan mengecualikan sad zara’i.

3 Kata ushul merupakan jama’ dari kata Ashl yang berarti sesuatu yang menjadi dasar bagi yang lain. Atas dasar
ini, ushul fiqih dipandang sebagai sandaran bagi fiqih dan sebagai alat untuk melahirkkan fiqih. Pembahasan
Ilmu Ushul Fiqh biasanya mencakup dalil-dalil fiqhiyah, metode-metode istinbath, hukum syar’i, hakim (Allah),
mahkum fih (pekerjaan orang mukallaf) dan mahkum ‘alaih (orang mukallaf). (Zahrah, 1957: 25-26).
Hampir semua buku yang membahas tentang Ilmu Ushul Fiqh menempatkan Imam Syafi’i (wafat 204 H)
sebagai peletak dasar metodologi pemahaman hukum dalam Islam atau penyusun pertama Ilmu Ushul
Fiqh, Sebenarnya metodologi untuk memahami hukum Islam itu sudah ada sebelum al-Syafi’i, hanya saja
pada waktu itu metodologi ini belum dirumuskan dan belum pula dibukukan secara sistematis, sebagaimana
pendapat Nurcholish Madjid dalam pengantar buku Ar-Risalah karya Imam Syafi’i yang selanjutnya diterje-
mahkan oleh Ahmadie Thoha.

72
Dalam tulisan ini, akan diuraikan secara ringkas terkait sumber-sumber hukum
Islam di atas. Baik yang primer maupun skunder, berdasarkan pendekatan yang
dilakukan oleh para ulama ushul fiqh.

1. Sumber Hukum Primer


Sebagaimana disinggung di atas, dalam Islam terdapat sumber hukum primer
(pokok) dalam terminologi ahli ushul-fiqh, dikenal dengan ushuliyah. Dua hal ini
menjadi pondasi paling awal dalam memahami Islam. Ibarat sebuah negara, dalam
kontek fungsi -bukan dalam hal aqidah- Al-Qur’an adalah UUD dan Pancasila, yang
harus dipedomani dalam semua kehidupan umat muslim. Yang di dalamnya masih
terdapat beberapa aturan, perundangan yang bersifat global (mujmal), yang hal itu
membutuhkan perangkat penjelas yang lebih detail, meskipun tidak semua demikian.
Artinya, dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang sudah cukup jelas yang tidak perlu
penjelasan lebih jauh, namun sudah dapat di tangkap makna dan pesannya. Namun
juga terdapat ayat-ayat yang berpotensi multi-tafsir yang hal itu jelas membutuhkan
perangkat penjelas yang otoritatif, yang dalam konteks inilah kemudian Hadis nabi
menjadi nominator pertama dalam memberikan eksplanasi lanjutan dari penjelasan
Al-Qur’an.

a. Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah firman Allah SWT kepada manusia yang diwahyukan kepada
nabi Muhammad melalui malaikat Jibril dengan bahasa Arab, yang dinukilkan
kepada kita secara mutawatir, tertulis dalam mushaf-mushaf, membacanya
merupakan ibadah, di mulai dengan surah al-Fatihah dan ditutup dengan surah
an-Nas. (al-Haj: 213).
Al-Quran Al-Karim, yang terdiri atas 6.236 ayat4, menguraikan berbagai
persoalan hidup dan kehidupan, dan ketika Al-Quran memperkenalkan dirinya

4 Menurut Abdur-Razaq Ali Ibrahim Musa dalam al-Muharrar al-Wajiz fi ‘Addi Ayil Kitabil-Aziz (1988: 47)
menginformasikan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang jumlah ayat Al-Qur’an. Menurut pendapat
terkuat kriteria dan jumlah pengelompokan ini terkait erat dengan enam copy naskah Usmaniyah yang
didistribusikan ke beberapa garnisun wilayah Islam waktu itu (al-Amshar). Olehkarenanya hitungan Madinah
ada dua (Madani Awal dan Akhir), Mekah, Syam, Kufah, dan Basrah demikian menurut ad-Dani. Sementara
al-Ja’biri (menambahkan satu lokasi lagi), yakni hitungan dari daerah Hims. Dari kronologis ini kemudian para
ulama setelahnya menggenapkannya menjadi 7 riwayat yang memberikan keterangan tentang jumlah ayat
dalam Al-Qur’an.
1. al-Madani (Madinah), hitungan jumlah ayat dalam kelompok ini dibagi lagi menjadi dua; Madani Awal dan
Madani Akhir;
a. Madani Awal 6217 ayat;
b. Madani Akhir 6214 ayat;
2. al-Makki (Mekah) 6219 dan 6210 ayat.
3. as-Syami (Siria) 6226 ayat;
4. al-Kufi (Kufah, Irak) 6236 ayat;

73
sebagai tibyanan likulli sya’i (Qs.an-Nahl/16:89)bukan maksudnya menegaskan
bahwa ia mengandung segala sesuatu, tetapi bahwa dalam Al-Quran terdapat
segala pokok petunjuk menyangkut kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi
(Syaltut: 13).
Dalam konteks menjadi sumber hukum, para pakar Ushul menyatakan bahwa
Al-Qur’an adalah sumber utama yang diturunkan oleh Allah dan wajib diamalkan.
Seorang mujtahid (orang yang hendak menggali hukum) tidak dibenarkan mencari
hujjah lain, sebelum ia mampu meneliti dan menelaah lebih dalam terhadap
kandungan Al-Qur’an.
Yang perlu digarisbawahi, bahwa upaya menggali hukum dari Al-Qur’an
tidaklah cukup hanya memahaminya berdasarkan satu kitab tafsir saja, apalagi
hanya berdasarkan terjemahan. Akan tetapi diperlukan perangkat keilmuan yang
cukup, sehingga ketika mendasarkan dalil dari Al-Qur’an tidak hanya asal comot
dalam mencari legitimasi pembenaran dari perilaku seseorang yang bersangkutan.
Sebagai contoh, upaya pembenaran para pelaku pemboman dengan mengambil
dalil dari ayat Al-Qur’an surah al-Baqarah/2: 154.
“Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di
jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup,)tetapi kamu tidak
menyadarinya. “(Qs. al-Baqarah/2: 154).
Mereka (pelaku teror) menganggap bahwa tafsir/ pemaknaan dari yaqtul fi
sabilillah adalah dengan melakukan bom bunuh diri, dan mereka meyakini hal itu
sebagai prilaku syahid.

5. al-Bahsri (Basrah, Irak) 6204 ayat;


6. al-Himsyi, menurut al-Mutawalli disandarkan dari riwayat Syuraikh bin Yazid al-Himsyi al-Hadrami. Se-
mentara menurut Abdul Ali Mas’ul hitungan ini disandarakan kepada Khalid al-Ma’dan seorang tabiin
senior dari Syam. Meskipun terjadi perbedaan sumber, keduanya sepakat jumlah ayatnya adalah 6232
ayat.
Adapun hitungan 6666 setidaknya dapat ditemukan referensinya menurut; keterangan Syekh Nawawi Banten
(w. 1316 H) dalam kitabnya Nihayatuz-Zain fi Irsyadil-Mubtadiin dan Az-Zuhaily dalam at-Tafsir al-Munir
fil-‘Aqidah was-Syari’ah wal-Manhaj. Menurut al-Bantani Bilangan ayat Al-Quran yang mulia itu 6666 ayat.
1000 ayat didalamnya tentang perintah. 1000 ayat tentang larangan. 1000 ayat tentang janji. 1000 tentang
ancaman. 1000 ayat tentang kisah-kisah dan kabar-kabar. 1000 ayat tentang ‘ibrah dan tamsil. 500 ayat
tentang halal dan haram. 100 tentang nasikh dan mansukh, dan 66 ayat tentang du’a, istighfar dan dzikir.
(Mu’ti Muhammad, 2005: 34).

74
b. Sunnah/Hadis
Hadis adalah semua ucapan, perbuatan, arahan dan ketetapan yang berasal dari
Rasulullah.5 Dari pengertian diatas, bahwa jumhur ulama hadis membawa makna
kepada seluruh kebiasaaan Nabi, baik yang melahirkan hukum syara’ maupun
tidak. Mereka juga menyamakan antara hadis dan sunnah, namun ada juga yang
membedakan. Menurut Nur al-Din ‘Itr (1995: 7-12) kebanyakan kata sunnah
dipakai oleh ulama ushul. Sunnah menurut mereka sebagaimana dikutip as-Siba’i
(1998: 57).” Segala Sesuatu yang bersumber dari Nabi selain Al-Qur’an al-Karim,
baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir yang menjadi dalil bagi hukum
syara’.
Sehingga mereka membatasi as-Sunah adalah yang berhubungan dengan
syara’ saja, sedangkan yang tidak berhubungan dengan syara’ seperti sifat nabi fisik
maupun non fisik masuk dengan istilah hadis dan yang bersumber dari selain Nabi
juga dikategorikan sama.
Pembatasan As-sunah juga hanya pada Nabi menurut Daniel W. Brown (1996:
7-12) dilakukan oleh Imam Syafi’i. Dan pakar Fiqh kenamaan dari Syiria juga lebih
menekankan as-Sunnah dari pada hadis, dan ia memaparkan cakupan sunnah
memuat pada tiga aspek; sunnah qauliyah (perkataan), sunnah fi’liyah (perbuatan)
dan sunnah taqririyah (ketetapan) yang semua berasal dari Nabi. Artinya, as-
sunnah tidak selalu berupa perkataan rasul an sich (az-Zuhaili, 1997: 35).
Adapun Istilah hadis, khabar dan atsar, sebagian ada yang menyamakan ada
juga yang membedakannya. Hadis hanya bersumber kepada Nabi, sedangkan khabar
bersumber kepada sahabat dan tabi’in, fuqaha Khurasan mengistilahkan atsar
untuk hadis mauquf, dan sebagian dari mereka ada yang mengkhususkan istilah
khabar untuk hadis marfu’. Ada juga yang tidak membedakannya sebagaimana juga
dikemukakan al-Suyuthi (1988: 42 ).6 Sedangkan menurut Subhi Shalih (1995: 15),
tidak ada alasan mengkhususkan atsar hanya untuk apa yang disandarkan kepada
sahabat (hadis mauquf) atau kepada tabi’in (hadis maqthu’). Sebab yang mauquf
dan maqthu’ ini pun sebuah riwayat, seperti halnya yang disandarkan kepada Nabi
(marfu’).

5 Para ahli memberikan definisi yang berbeda sesuai dengan latar belakang didiplin ilmunya. Seperti pe -
bedaan pengertian hadis menurut ahli Ushul dan ahli hadis. Menurut ahli hadis pengertian hadis adalah “
segala perkataan Nabi, perbuatan, dan hal ihwalnya.”Ada juga yang memberikan pengertian lain yang lebih
komprehensif: “segala yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, perangai,
budi perkerti, perjalanan hidup, baik sebelum diangkat maupun sesudahnya”. (Ajjaj al-khatib, 1997: 17 – 19).
( Hasyim, 2005: 12). ( al-Qasimi, 1979:61 )
6 Hadis mencakup lebih luas dari sekedar ucapan Nabi SAW, para sahabat dan abi’in, perbuatan mereka
dan ketetapan mereka.” Dari pengertian tersebut berimplikasi dengan pembagian hadis berdasarkan pada
sumbernya: hadismarfu’, hadis mauquf dan hadis maqthu.

75
Posisi kehujjahan Hadis/sunnah dalam konteks sumber hukum Islam setelah
Al-Qur’an adalah terkait empat peran/fungsinya terhadap Al-Qur’an (az-Zuhaili,
1997: 38-39). (1). Sunnah/hadis menjadi penguat (ta’kid) dari ayat Al-Qur’an;7
(2). Sunnah/hadis sebagai penjelas lebih dalam terhadap Al-Qur’an;8(3). Sunnah/
hadis menghapus hukum Al-Qur’an9 dan (4). Sunnah/hadis memberikan putusan
hukum10 yang tidak disebut oleh Al-Qur’an.
Legitimasi Al-Qur’an terhadap posisi Hadis di atas, ditegaskan dalam QS, al-
Hasyr/59:7
“apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya
bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Amat keras hukumannya.” (Qs. al-Hasyr/59: 7).
Di samping fungsi Hadis tersebut secara khusus sebagai salah satu sumber
dalam penetapan hukum, Hadis juga tidak sama dengan al-Qur’an11. Dan Hadis

7 Fungsi al-ta'kid disebut juga al-taqrir dan al-isbat. Sebagai fungsi ta'kid terhadap al-Qur'an berarti Nabi
saw berperan untuk memperkuat apa yang telah dijelaskan dalam al-Qur'an. Salah satucontohhadis yang
diriwayatkan Muslim dariIbnu Umar“apabila kalian melihatbulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat itu
maka berbukalah”. Hadis ini datang menta’kidayat al-Qur’an di bawah ini:
ُ ْ َ ْ َّ ُ ْ َ َ
‫ف َم ْن ش ِه َد ِمنك ُم الشه َر فليَ ُص ْمه‬
“Maka barangsiapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa”.
8 Fungsi al-tafsir dapat mencakup al-taqyid, al-tafshil dan al-takhsis. Salah satu contoh hadis yang diriwayatkan
al-Bukhari dari Malik bin Huwairits :“shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat”. (HR. Bukhari) Hadis
ini datang menjelaskan cara mendirikan shalat.
9 Untuk jenis ini ada perbedaan ulama, ada yang menerima fungsi hadis sebagai nasikh dan ada juga yang
menolak. Salah satu contoh yang biasa dimisalkan oleh para ulama yaitu hadis

‫ار ٍث‬ َ َ َّ َ َ
ِ ‫ال و ِصية لِو‬
“tidak ada wasiat bagi ahli waris.”
Hadis ini menasakh (menghapus) isi firman Allah
َ ‫ع ال ْ ُم َّتق‬
َ‫َ ًّ لَى‬ ْ َ ْ َ ْ َ ْ‫ُ َ َ َ ْ ُ ْ َ َ رَ َ َ َ َ ُ ْ َ ْ ُ ْ َ َ َيرْ ْ َّ ُ ْ َ ْ لأ‬
‫ني‬ ِ ِ ‫ض أحدك ُم الموت إِن ت َرك خ ً ا ال َو ِصية لِل َوالدِ ي ِن َوا ق َربِني بِالمع ُر‬
‫وف حقا‬ ‫ك ِتب عليكم إِذا ح‬
“Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di antara kamu, jika dia meninggalkan
harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi
orang-orang yang bertakwa.”
10 Abbas Mutawlli Hammadah juga menyebut fungsi ini dengan “Za’id ‘ala al-Kitab al-Karim”( 1965: 161)
Nabi saw memiliki wewenang mengatur hukum baru yang belum diatur dalam al-Qur'an yang tidak ada
penjelasannya secara tersurat dalam Al-Qur'an. Salah satu contoh hadis tentang zakat fitrah, sebagaimana
diriwayatkan Al-Bukhari dari Ibnu Umar
َ ِّ ُ‫لَىَ ل‬ َ ْ ً‫َ َ َ َ اَ َ ْ ْ َ عاً ْ َ ْ َ ْ َ عا‬ َّ‫َ َّ َ ُ َ ه‬
‫ري ع ك ُح ٍّر َوعبْ ٍد ذكروأنىث من‬ ٍ ‫ فرض زكة ال ِفط ِر صا ِمن تم ٍر أو صا ِمن ش ِع‬-‫صىل اهلل عليه وسلم‬- ‫الل‬
ِ ‫أن رسول‬
‫املسلمني‬
“bahwasanya Rasul SAW telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan Ramadhan satu
sha’ kurma atau gandum untuk setiap orang baik orang merdeka atau hamba sahaya, baik laki-laki maupun
perempuan”. (HR. Al-Bukhari)
11 Diantara perbedaan adalah : semua lafaz Al-Qur’an adalah mutawatir sedangkan hadis tidak demikian, te -
jaga dari perubahan karena ia sebagai mukjjizat Nabi SAW sebaliknya hadis tidak, larangan periwayatan
Al-Qur’an dengan makna sedangkan hadis tidak, Al-Qur’an bisa dibaca ketika shalat sementara hadis tidak,
dinilai ibadah bagi yang membaca Al-Qur’an, dan lain-lain

76
baru dibukukan pada akhir abad pertama dan awal abad kedua hijrah12 yaitu pada
masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz (61-101 H) (al-Khatib, 1981: 373).
Dalam Hadis ada beberapa istilah seperti Rawi: ialah orang yang
menyampaikan Hadis nabi, Matan: ialah pembicaraan atau materi atau lafaz hadis
itu sendiri. Sanad: ialah silsilah orang-orang yang meriwayatkan hadis tersebut
(Al-Thahhan, 1979: 15-16).
Pembagian Hadis dilihat dari segi kuantitas terbagi atas, Hadis Mutawatir
dan Hadis ahad. Hadis mutawatir13 adalah Hadis yang diriwayatkan oleh banyak
orang yang menurut akal dan kebiasaan mustahil sepakat untuk berdusta. Hadis
ini mempunyai kedudukan sebagai dalil qath’î, hal ini sudah disepakati oleh para
ulama, dengan demikian ada kewajiban dalam mengamalkannya dan tidak dapat
diragukan lagi atas keberadaan nya. Sedangkan Hadis ahad adalah Hadis yang
jumlah perawinya tidak mencapai batasan mutawatir. Hadis ahad terbagi 3; Masyhur
adalah Hadis yang diriwayatkan oleh tiga rawi atau lebih serta belum mencapai
derajat mutawatir, Aziz adalah Hadis yang jumlah perawinya tidak kurang dari
dua, walaupun dua perawi tersebut pada satu thabaqah saja. Dan Gharib adalah
Hadis didalam sanadnya terdapat satu perawi saja dalam meriwayatkannya (Al-
Thahhan, 1979: 21).
Pembagian Hadis dilihat dari segi kualitas terbagi; Maqbul dan mardud
(Al-Thahhan, 1979: 41). Hadis yang kategori maqbul yaitu Hadis-Hadis yang
telah sempurna syarat-syarat penerimaannya. Adapun syarat-syarat penerimaan
hadits menjadi hadits yang maqbul berkaitan dengan sanadnya yang tersambung,
diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit, dan dari segi matan yang tidak syadz
dan tidak terdapat illat. Sedangkan yang termasuk dalam kategori Hadis ini adalah
: Hadis Sahih baik yang Lizatihi maupun yang Ligairihi dan Hadis Hasan baik yang
Lizatihi maupun yang Ligairihi. Sedangkan Hadis Mardud ialah hadis yang tidak
memenuhi syarat-syarat atau sebagian syarat hadis maqbul. Adapun hadits mardud
bisa dilihat dari Sanad dan Matan. Para ulama mengelompokkan hadis ini dengan
hadis dhaif. 

12 Disebabkan lamanya tenggang waktu antara Rasulullah dengan masa pembukuan Hadis ini, menjadikan
Hadis sebagai sasaran empuk oleh kaum orientalis yang menginginkan agar umat Islam meragukan sum-
ber hukum Islam yang kedua, salah satunya Joseph Schacht dalam bukunya The Origins of Muhammadan
Jurisprudence yang terbit pada tahun 1950, kemudian bukunya An Introduction to Islamic Law yang terbit
pada tahun 1960 (Badawi, 1989: 252-253).Dimana ia berkesimpulan bahwa Hadis Nabawi, terutama yang
berkaitan dengan Hukum Islam, adalah buatan para tabaqah pertama sampai terakhir, dan berita yang mer-
eka sampaikan benar-benar hasil pendengaran ulama abad kedua dan ketiga hijrah. Lihat bantahannya yang
disampaikan oleh M.M. Azami melalui penelitiannya. (Azami, 1980).
13 Suatu hadis disebut mutawatir jika terpenuhi beberapa syarat. Pertama, diriwayatkan oleh sejumlah besar
perawi dan mencapai suatu ketentuan jumlah yang tidak memungkinkan mereka berbohong, para ulama ber-
beda pendapat tentang batasan jumlahnya.Kedua, adanya kesamaan jumlah pada setiap thabaqah. Ketiga,
menerima matannya benar-benar hasil pendengaran dan penglihataanya sendiri (Ismail : 114)

77
Pembagian hadis ahad kepada Masyhur, ‘Aziz dan gharib bertujuan untuk
mengetahui banyak sedikitnya rawi dalam sanad, sedangkanpembagian hadis ahad
kepada shahih, hasan dan dhaif adalah bertujan untuk menentukan apakah hadis
tersebut diterima atau ditolak. Atau dengan pengertian lain hadis ahad dari segi
kualitas terbagi tiga bagian, yaitu: ada hadis ahad yang shahih, hasan dan dhaif.
Untuk lebih jelasnya bisa dilihat kitab-kitab musthalah Al-Hadits.

78
BAB
VII

SUMBER HUKUM DALAM ISLAM (2)

c. Ijtihad
• Ijma’ (Konsensus)
Mayoritas ulama ushul fiqh, mendefinisikan ijma’ sebagai kesepakatan para
mujtahid dari umat Muhammad pada suatu masa ke masa setelah Rasulullah
wafat, terhadap suatu hukum syara’yang bersifat amaliyah(As-Subki, 1974: 76).
Hal tersebut mengandung pengertian bahwa ijma’ tersebut hanya berkaitan
dengan persoalan-persoalan furu’ (amaliyah praktis). Diantara argumentasi,
kenapa terdapat penambahan “setelah Rasulullah wafat.”?. sebab, ketika
Rasulullah masih hidup segala persoalan dapat langsung ditanyakan kepada
beliau tanpa harus melakukan ijma’. (Hasan Hitou, 2005: 104).
Kehujjahan ijma’ didasarkan dalam Al-Qur’an, tepatnya dalam surah an-
Nisa/4: 59. Kata ‘ulil amri’ pada ayat tersebut, mayoritas ulama ushul adalah
pemimpin secara umum, yang mencakup para pemimpin agama dan
pemimpin urusan duniawi. Seperti aparat pemerintah, penegak hukum dan
semisalnya. Ibnu ‘Abbas umpamanya, menafsirkan kata ini dengan para ulama
(Nasrun Haroen, 2001:55)
Terpenuhinya ijma’ sebagai hujjah/dalil menurut para pakar ushul sebagaima-
na di kutip Wahbah az-Zuhaili harus memenuhi lima rukun; (1). Orang yang
terlibat dalam pembahasan hukum adalah mujtahid, (2). Mujtahid yang ter-
libat adalah seluruh mujtahid yang ada di waktu itu, (3). Ijma harus di mulai
dengan mendengar pandangan para mujtahid, (4). Hukum yang disepakati
harus aktual yang tidak didapati perinciannya dalam Al-Qur’an dan hadis
dan (5). Ijma’ tidak boleh tidak merujuk pada Al-Qur’an dan Hadis (Khalaf,
1968: 45-46).

79
Dilihat dari proses tercapainya kesepakatan, para ulama ushul membagi ijma
ke dalam dua kategori yaitu : Ijma’ Sarih dan ijma’ sukuti. Ijma’ sarih adalah
kesepakatan tegas para mujtahid, di mana mereka menyampaikan pendapat
masing-masing secara jelas, baik dengan perkataan,  tulisan atau juga dengan
perbuatan dan hukum yang dihasilkan dapat dijadikan hujjah dan kekuatan
hukumnya bersifat qath’i. Sedangkan Ijma’ Sukuti adalah sebagian mujtahid
menyatakan pendapatnya tentang hukum suatu masalah dan tersebar luas,
sedangkan sebagian mujtahid lainnya hanya diam saja setelah meneliti
pendapat mujtahid yang dikemukakan di atas, tanpa berkomentar dan itu
membuat status ijma’ sukuti masih diperdebatkan.1

• Qiyas
Qiyas adalah menganalogkan sesuatu hukum dengan hukum yang lain yang
memiliki kesamaan illat/sebab (as-Subki, 1974: 80). Secara sederhana, qiyas
adalah analogi atau mempersamakan. Semisal hukum sabu-sabu, zaman
Nabi tidak dikenal. Namun karena ada faktor penyebab memabukkan maka
ia diqiyaskan hukumnya dengan khamer (arak),maka hukumnya haram.
Sebagaiman Ijma’, qiyas juga memiliki rukun (khalaf, 1968 : 60). (1). al-
Ashl yakni kasus yang sudah memiliki ketetapan hukum berdasarkan nas
dan ijma’, (2). al-far’u yakni kasus yang sedang dipelajari status hukumnya,
(3). Hukmul-ashl yakni hukum yang sudah ditentukan oleh nas dan Ijma,
dan (4). al-illah, motivasi hukum pada ashl yang ditengarahi wujudnya
oleh seorang mujtahid.2
Adapun ayat yang dijadikan dasar pengukuhaan qiyas adalah firman Allah
yang artinya;

1 Imam Syafi’i dan ulama Malikiyah menyatakan bahwa ijma’ sukuti tidak bisa dijadikan landasan hukum.
Dengan alasan diamnya sebagaian ulama atau sebagaian mujtahidin belum tentu menandakan persetujuan
mereka, berbeda dengan ulama Hanifiyah dan Hanabilah. (Badrann, 1991:131) dan bandingkan dengan (al-
Hanafi, 1983: 41).
2 Dilihat dari perbandingan antara ‘illat yang terdapat pada ashl dan yang terdapat pada cabang, maka Qiyas
terbagi menjadi tiga macam:
1. Qiyas Awla, yaitu ‘illat yang terdapat pada furu’ lebih besar dari ‘illat yang terdapat pada ashl. Semisal
mengqiyaskan haramnya memukul orang tua dengan keharaman mengatakan “ah”pada surah al-Isra
/17:23: memukul (‘illat far)’ lebih haram dari mengucapkan “ah” yang posisinya sebagai (‘illat ashl).
2. Qiyas musawi, yaitu ‘illat yang terdapat pada cabang sama bobotnya dengan ‘illat yang terdapat pada
ashl.seperti menjual harta anak yatim diqiyaskan kepada memakan harta anak yatim pada surah an-Nisa
/4:10. 'Illat-nya adalah sama-sama menghabiskan harta anak yatim.
3. Qiyas al-Adna, yaitu ‘illat yang terdapat pada cabang lebih rendah bobotnya dibandingkan ‘illat yang
terdapat pada ashl. (Al-Amidi, 1983: 63)
Kalau dari segi jelas atau tidak jelasnya ‘illat yang menjadi landasan hukum, maka qiyas dapat dibagi menjadi
dua macam :
1. Qiyas Jali, yaitu qiyas yang dinyatakan ‘illatnya secara tegas dalam Al Quran dan Sunnah atau tidak
dinyatakan secara tegas dalam kedua sumber tersebut, tetapi berdasarkan penelitian kuat dugaan bahwa
tidak ada perbedaan antara ashl dan cabang dari segi kesamaan ‘illatnya. .
2. Qiyas Khafi, yaitu qiyas yang illatnya di istinbatkan atau ditarik dari hukum ashl ( As-Subki, 1974: 177)

80
“......maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang
yang memiliki pandangan.” (Qs. al-Hasyr/59: 2)

2. Sumber Hukum Sekunder


Sebagaimana disinggung di atas, bahwa selain sumber hukum primer, Islam
memiliki perangkat sumber hukum sekunder. Tentu terminologi ini bukan berarti
pemaknaannya menjadi semacam kebutuhan ekonomi. Yang dikenal ada kebutuhan
primer,sekunder, tersier. Namun, hal ini hanya meminjam istilah dan menunjukkan
stratifikasi (tingkatan) kehujjahan sumber hukum yang ada di dalam Islam.
Selain itu, kentalnya para pakar ushul-fiqh dalam penggalian sumber hukum Islam
bukan berarti pembahasan ini fiqh oriented. Sebab, antara fiqh dan ushul fiqh sangat
berbeda. Adapun diantara argumentasi/alasan kentalnya nuansa ushul fiqh dalam
penggalian sumber hukum di atas. Sebab, dalam disiplin ilmu inilah kajian terhadap
sumber hukum Islam melembaga dan berkembang dari tiap zaman.
Untuk lebih mensistematiskan pembahasan sumber hukum sekunder. Penulis
akan mengikuti pola yang dikembangkan oleh Khalid Ramadhan Hasan (1998) dalam
kitabnya, Mu’jam Ushul Fiqh sebagai berikut;

a. Qaul Shahabi
Qaul shahabi atau madzhab shahabi3. Wahab Khalaf menyebut qaul shahabi
dengan mazhab shahabi, adalah pendapat para sahabat Rasulullah tentang suatu
kasus yang status hukumnya tidak ditegaskan dalam Al-Qur’an maupun as-Sunnah
(1968 : 94).
Sebagian para pakar ilmu Ushul meyakini bahwa pendapat para sahabat,
baik yang berupa ketetapan hukum maupun fatwa dapat dijadikan sebagai hujjah.
Dengan argumentasi, mereka hidup bersama Rasulullah dalam rentang waktu
yang lama, hal ini memberikan pengalaman yang sangat luas kepada mereka
dalam memahami ruh syariat dan tujuan-tujuan persyariatan hukum syara’, dan
dijadikan rujukan oleh generasi-generasi sesudahnya. Diantara para tokoh yang
memegang hujjah qaul para sahabat adalah ulama Hanafiah, Imam Malik, Imam
Syafi’i dalam qaul Qadim, dan Imam Ahmad (Zahrah, 1957:. 212-215).

3 Qaul ash-shahabi merupakan pendapat perorangan, yang antara satu pendapat sahabat dengan pendapat
sahabat yang lainya dapat berbeda. Sedangkan mazhab shahabi merupakan pendapat bersama. Namun
ada juga pendapat lain yang memberikan defenisi sama yaitu fatwa sahabat secara perorangan. tentang
hukum syara 'yang dihasilkan melalui usaha ijtihad. Namun perbedaan pengertian ini tidaklah harus kita
jadikan sebagai permasalahan, karena dari beberapa defenisi diatas tentang mazhab shahabi itu adalah
mengarah pada pengertian yang sama, hanya saja penggunaan bahasa yang sedikit berbeda (Syarifuddin,
2008: 378).

81
Kehujjahan qaul shahabi didasarkan atas firman Allah pada surahat-
Taubah/9:100 yang menurut sebagian ulama merujuk pada pribadi para sahabat.
Rasulullah juga menegaskan bahwa generasi sahabat sebagai generasi terbaik umat
islam4 (Nasrun Haroen, 2001:157).

b. Syar’u Man Qablana


Syar’u Man Qablana secara terminologi ini merujuk pada syariat yang berlaku pada
umat-umat Nabi terdahulu, sebagian para ulama ushul memberikan penegasan
terhadap syariat umat terdahulu dengan sebuah garis tegas. Bahwa syariat umat
terdahulu akan diterima kehujjahannya bilamana terdapat nas yang melegetimasi
pemberlakuannya. Namun, pemberlakuan ini bukan dalam kapasitasnya sebagai
syariat pra-Islam, tapi sebagai syariat Islam itu sendiri. Seperti kewajiban puasa
Ramadhan yang diwajibkan bagi umat Nabi Muhammad yang dahulunya kewajiban
puasa sudah ada, seperti tercantum surah al-Baqarah / 2:183 (khalaf, 1968: 93).

c. al-Istishab
Istishab menurut para ulama ushul adalah menetapkan sesuatu berdasarkan
keadaan yang berlaku sebelumnya hingga adanya dalil yang menunjukkan adanya
perubahan keadaan itu (khalaf, 1968: 91). Sebagaimana penjelasan al-Gazali,5bahwa
istishab adalah “berpegang pada dalil atau syara’ tertentu-bukan pada ketiadaan
dalil, dan setelah diadakan pembahasan dan penelitian yang cermat, diketahui tidak
ada dalil yang mengubah hukum yang telah ada.” (al-Gazali, 1983: 128). Dengan
demikian, poinnya ialah hukum yang ada tetap berlaku apa adanya, sebab tidak
ada dalil lain yang mengubah hukum itu.

d. al-Urf
Urf secara sederhana berarti adat atau tradisi. Namun, sebagian ulama ushultidak
menganggapnya demikian. Oleh karenanya, mereka mendefinisikannya sebagai
kebiasaan mayoritas masyarakat dalam perkataan atau perbuatan tertentu. (az-
Zarqa, 1968: 840).
Sementara dalam prespektif Wahab Khalaf antara adat dan tradisi keduanya
dianggap sama. Hal penting yang harus dicatat dalam kasus urf ini adalah jenisnya.

ْ ُ َ ُ َ َ َّ‫َيرْ ُ ُ َّ َ ْ ُ َّ ذَّ َ َ ُ َ ُ ْ ُ َّ ذ‬
4 ‫الينيلونهم‬
ِ ‫الينيلونهمثم‬
ِ ‫( خ أم ِتىقرنِىثم‬Shahih Bukhari pada bab: Fadhail Ashabun Nabi).
5 Imam al-Ghazali (w. 505 H/1111 M) termasuk tokoh besar dalam bidang fiqh maupun kalam. Keistimewaannya
adalah selain keilmuan keIslamannya tidak diragukan, ia juga mengenal dengan sangat baik tradisi pemikiran
dan filsafat Yunani, al-Ghazali juga termasuk tokoh yang mengelaborasi antara munasabah dan mashlahah.
Dalam karyanya Syifa Al-Ghalil terlihat peran besar Al-Ghazali untuk meletakkan landasan epistemik dan
kemungkinan integrasinya dalam penalaran hukum Islam.lihat (Kartanegara, et.al, 2011: 191)

82
Para ulama membagi urf (tradisi) menjadi dua. ‘Urf shahih atau tardisi yang baik
dan ‘urf fasid atau tradisi yang buruk yang bertolak belakang dengan ketentuan
syara’. Sudah barang tentu konteks sumber hukum yang dapat dijadikan hujjah
adalah kategori yang pertama (1968:89).
Para ulama sepakat bahwa ‘urf shahih dapat dijadikan dasar hujjah selama
tidak bertentangan dengan syara’. Seperti ulama Malikiyah terkenal dengan
pernyataan mereka bahwa amal ulama Madinah dapat dijadikan hujjah, demikian
pula ulama Hanafiyah menyatakan bahwa pendapat ulama Kufah dapat dijadikan
dasar hujjah, Imam Syafi’i terkenal dengan qaul qadim dan qaul jadidnya.6

e. al-Istihsan
Istihsan adalah berpaling dari hasil qiyas tertentu kepada qiyas yang lebih kuat, atau
mengkhususkan qiyas pada dalil yang lebih kuat (khalaf, 1968: 80). Sementara, as-
Syafi’i tidak mendefinisikannya, sebab ia tidak menganggap istihsan sebagi salah
satu sumber hukum. Dengan demikian, hanya tiga madzhab yang menganggap
istihsan sebagi salah satu sumber hukum syara’ (Asy-syatibi, 1975: 206-208).7
Perselisihan para ulama mengenai kehujjahan dan kebolehan al-Istihsan
dijadikan sebagai jalan ijtihad ini, sebenarnya terletak pada pemberian batasan
terhadap al-Istihsan itu sendiri (Zuhaili, 1999: 86-90).8 Jadi bukan pada operasio�-
nalnya dalam menetapkan hukum berdasarkan al-Istihsan. Jika al-Istihsan diberi
batasan sebagaimana dikemukakan oleh ulama Hanafiyah atau ulama Malikiyah,
maka sebenarnya ulama Syafi’iyah menggunakan cara mengistimbatkan hukum
seperti itu.

f. Sadduz-Zariah
Kata zariah, menurut asy-Syatibi (1975: 198). berarti “melakukan suatu pekerjaan
yang mengandung kemaslahatan untuk menuju kepada kemafsadahan.” Artinya;
suatu pekerjaan yang pada dasarnya dibolehkan karena mengandung kemaslahatan,

6 Qaul qadim terdapat pada kitabnya yang bernama al-Hujjah, yang dicetuskan di Irak. Qaul jadidnya terdapat
pada kitabnya yang bernama al-Umm, yang dicetuskan di Mesir. Imam Syafi’i tinggal di Irak pada zaman
pemerintahan al-Amin dan banyak ulama Irak yang termasuk ahl al-ray. Sedangkan di Mesir,beliau bertemu
ulama Mesir yang pada umumnya adalah sahabat Imam Malik. Imam Malik adalah penerus fiqh ulama
Madinah atau ahl al-hadits. Adanya dua pandangan hasil ijtihad itu, diperkirakan bahwa situasi tempat pun
turut mempengaruhi ijtihad Imam Syafi’i (Mubarok, 2002: 9).
Hanya saja yang perlu dicatat di sini adalah ahl alra'y bukan berarti menolak sama sekali pemahaman tekstual
ataupun otoritas teks. Demikian pula, ahl al-hadits bukan berarti menolak sama sekali peran rasio dalam
memahami teks agama. Pemberian nama ini terkait dengan porsi penggunaan kedua kecenderungan (Saleh,
2001: 15).
7 Jelasnya bisa dibuka di Ibn Taimiyyah, Majmu 'al-Fatawa , Juz IV, hlm., 46 dan Muhammad bin Muhammad
bin Hazm al-Zhâhirî, Al-Ihkam fi Ushul Al-Ahkam, Beirut: Dar al-Kutub al-’Ilmiyah, tt, Juz VII, hlm., 975.
8 Batasannya adalah dimana para ulama membagi Istihsan menjadi beberapa batasan yaitu: Istihsan dengan
Nash, Ijma ', Dhorurat, Qiyas Khafi,' Urf, dan mashlahah.

83
tetapi berujung pada suatu kemafsadatan. Ada juga yang mengartikan metode
Sadduz-Zariah merupakan upaya preventif agar tidak terjadi sesuatu yang
menimbulkan dampak negatif. Contoh dapat kita temukan dalam kasus muzakki
yang sebelum haul tiba, ia sengaja menghibahkan sebagian hartanya sehingga
nisab hartanya berkurang.
Pada umumnya ulama menerima metode Saddu al-Dzari’ah, hanya saja
mereka tidak sependapat memberikan ukuran dan kualifikasi dzari’ah mana
yang akan menimbulkan kerusakan dan dilarang memang agak sulit,9 tetapi kita
mempunyai prinsip bahwa sikap menghindari sesuatu hal yang menimbulkan
kerusakan harus didahulukan daripada menentukan sesuatu yang dikira akan
mendatangkan kemaslahatan. Jelasnya, kita harus benar-benar mempertimbangkan
antara kerusakan/kemudaratan dan kemaslahatan yang ditimbulkan oleh sesuatu
perbuatan.

g. al-Maslahatul-Mursalah
Maslahah10 menurut al-Ghazali berarti merealisasikan manfaat dan melenyapkan
kemudaratan dalam upaya pemeliharaan tujuan-tujuan syara. Menurutnya,
kemaslahatan haruslah sejalan dengan tujuan-tujuan syara’ yang patokannya ada
lima macam: memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta atau dalam istilah
disebut dengan“al-Maqashid as-Syari’ah” (1983: 286).11
Konsep maslahah ini dibagi menjadi tiga; (1). Maslahah mu’tabarah, yakni
kemaslahatan yang secar tegas diakui oleh syara’ (2). Maslahah mulgah, yakni
maslahah yang secara akal dianggap ada, namun dalam realita syara’nya tidak
demikian. (3). Maslahah mursalah, yakni maslahah yang tidak memiliki ketegasan
hukum, baik dari Al-Qur’an ataupun hadis namun memiliki kontribusi nyata
dalam kehidupan manusia, ini banyak ditemukan pada bidang mu’amalah (Satria
Effendi & M. Zein, 2005: 149-150).

9 Dilihat dari aspek akibat yang timbulkan, Ibnu al-Qayyim mengklasifikasikan adz-dzari'ah menjadi empat
macam(1996: 104): (1) Suatu perbuatan yang memang pada dasarnya pasti menimbulkan kerusakan (ma-
fsadah), (2) Pada dasarnya diperbolehkan atau dianjurkan (mustahab), namun secara sengaja dijadikan
sebagai perantara untuk terjadi sesuatu keburukan (mafsadah). (3) Pada dasarnya diperbolehkan namun
tidak disengaja untuk menimbulkan suatu keburukan (mafsadah). (4) Suatu perbuatan yang pada dasarnya
diperbolehkan namun terkadang bisa menimbulkan keburukan (mafsadah).
10 Menurut Wael B. Hallag teori Maslahah-Mursalah pertama kali diperkenalkan oleh Imam Malik (W. 97 H.).
Namun karena pengikutnya yang lebih akhir mengingkari hal tersebut, maka setelah abad ketiga hijriyah
tidak ada lagi ahli usul fiqih yang menisbatkan Maslahah-Mursalah kepada Imam Malik(Wael B. Hallag,2000:
165-166).Sehingga ada pendapat yang menyatakan bahwa teori maslahah-mursalah ditemukan dan dipop-
ulerkan oleh ulama-ulama usul fiqih dari kalangan asy-Syafi’iyah yaitu Imam al-Haramain al-Juwaini (w. 478
H.), guru Imam al-Ghazali. Dan menurut beberapa hasil penelitian ahli usul fiqih yang paling banyak memba-
has dan mengkaji maslahah-mursalah adalah Imam al-Ghazali yang dikenal dengan sebutan hujjatul Islam
(Suratmaputra,2002: 63-64).
11 Untuk lebih jelasnya, baca: A. Munif Suratmaputar, Filsafat Hukum Islam al-Ghazali: Maslahah mursalah dan
Relevansinya dengan Pembaharuan Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002.

84
c. Penutup
Dari beberapa pemaparan sumber hukum Islam di atas dapat dipahami bahwa,
memahami ajaran Islam tidak cukup dengan mengambil sumber hukum dari Al-Qur’an
dan Hadis an sich. Para ulama ushul -misalnya- yang dalam banyak literatur Islam klasik
menaruh perhatian besar dalam hal ini, sudah merumuskan sedemikian rupa hal-hal
urgen yang harus dipedomani oleh umat Islam dalam memahami agamanya.
Penjelasan di atas, bukan berarti Al-Qur’an dan Hadis tidak cukup menjadi solusi
terhadap kehidupan manusia. Akan tetapi, justru mengukuhkan posisi keduanya yang
menjadi sumber dari segala sumber hukum di dalam Islam. Sebab, Al-Qur’an bukanlah
kitab sejarah, yang di dalamnya semuanya detail dijelaskan. Namun, di dalamnya hanya
dijelaskan garis-garis besar arahan-arahan umum yang harus dipahami lebih lanjut
oleh umat Islam. Begitupun dengan Hadis. Sehingga, posisi; ijma’, qiyas dan seterusnya,
adalah penjabaran lebih lanjut dalam hal ini guna untuk terpenuhinya kontekstualisasi
nilai-nilai Al-Qur’an agar lebih membumi dan sebagai perangkat yang betul-betul bisa
digunakan untuk menciptakan kemaslahatan umat dan menghindarkan kerusakan
umat.Dari sinisumber hukum Islam memunculkan kesimpulan bahwa substansi ajaran
Islam tidak dibatasai ruang dan waktu, kompatibel pada setiap zaman.
Wallahu ‘alam.

Daftar Pustaka
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, al-Qahirah: Dar al-Kuwaitiyah, 1968.
Abdul Qadir Badran, al-Madkhal ila Mazhab Al-Imam Ahmad bin Hambal, Beirut,
Mu’asasah ar-Risalah, 1991.
Abu Abdul Mu’ti Muhammad bin Umar bin Ali Nawawi al-Jawi, Nihayatuz-Zain fi
Irsyadil Mutbadi’in, Jakarta: al-Haramain, 2005, cet. Ke-1.
Abu Ishaq asy-Syatibi, al-Muwafaqat Fi Ushul Syariah, Beirut: Darul Ma’rifah, 1975, Juz
4.
Ahmad Umar Hasyim, Mabahits fi al-Hadis as-Syarif, al-Qahirah: Maktabah Syuruq
ad-Dauliyyah, 2005
Abbas Mutawlli Hammadah, as-Sunnah Al-Nabawiyah wa Makanatuha fi Al-Tasyri’,
Kairo: Dar Al-Qaumiyah, 1965
Abdurrahman Badawi, Mausu’ah al-Mustasyriqin, Bairut, Daar al-Ilmi al-Malayin,
1989.

85
86
BAB
VIII

FILSAFAT MISTISISME DALAM ISLAM


(TASAWUF DALAM ISLAM)
a. PENGERTIAN TASAWUF
Adapun arti tasawuf menurut para ahli biasanya dimulai  dari segi bahasa dan ini
terdapat berbagai  teori asal usul  kata “tasawuf ” diantaranya adalah sebagai berikut:
A. Shuf yang berarti wool kasar karena orang sufi selalu memakai pakaian tersebut
sebagai lambang kesederhanaan dan reaksi terhadap kehidupan mewah yang
dinikmati oleh golongan pemerintah baik pemerintah Bani Umayah maupun bani
Abbasiyah. Kaum sufi ini berusaha menghindari kemaksiatan dan penyelewengan
terhadap contoh teladan yang diberikan oleh Rasulullah dan para sahabat. Mereka
mengasingkan diri dan tekun beribadah serta lebih mengutamakan kesucian jiwa.
Para sufi ini muncul pertama kali di Kufah dan Basrah dan tokoh-tokohnya Sufyan
al-Saury (w.135 H), Abu Hasyim (W. 150H), Jabir bin Hayyan (w.190 H), Hasan
al-Basri (w.110H), dan Rabiatul-Adawiyah (w.183H).
B. Berasal dari ahl al-Suffah yaitu orang-orang beranda. Hal ini terkait dengan
sekelompok sahabat Nabi yang fakir/ miskin mereka tinggal di serambi masjid
Nabi di Madinah. Mereka tidur di atas batu dengan pelana (suffah) sebagai bantal.
Makan dan minum mereka ditanggung oleh orang-orang yang mampu di kota
Madinah. Walaupun miskin mereka selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Mereka berhati baik dan mulia dan tidak mementingkan keduniaan. Mereka
merupakan pejuang-pejuang fi sabililah untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Dari teori ini terlihat praktek-praktek tasawuf sudah ada sejak zaman Nabi SAW.
C. Menurut teori lainkata tasawuf berasal dari kata Shafa, yang berarti bersih. Disebut
sufi karena hatinya tulus dan bersih di hadapan Tuhan.
D. Shaaf yaitu barisan atau derat. Shaaf awwal, para sufi adalah orang-orang yang
berdiri pada shaf awal/shaf pertama atau mereka berdiri pada garda terdepan untuk
mendekatkan diri pada Allah SWT.

87
E. Sophos kata tersebut berasal dari bahasa Yunani yang berarti hikmah kalau
diperhatikan sekilas memang ada hubungan antara orang sufi dengan hikmah
karena orang sufi membahas masalah yang mereka persoalkan berdasarkan
pembahasan falsafati.
Mereka berusaha mensucikan jiwa dalam rangka mendekati Tuhan, mereka
berpandangan bahwa Allah itu Maha Suci hanya jiwa yang suci yang bisa
berhubungan dengan Allah tetapi ada yang meragukan teori ini.
F. Sebagian ada yang berpendapat kata tasawuf tersebut berkaitan dengan kata
Arab”al-Sifat” karena para sufi sangat memetingkan sifat-sifat terpuji dan berusaha
keras menghilangkan sifat-sifat tercela.

Para ahli pada umumnya cenderung memilih teori yang pertama menurut teori
kebahasaan.
Menurut Harun Nasution dalam bukunya Falsafah dan Mistisisme dalam Islam,
teori tentang kesederhanaan dan kerendahan hati yang lebih banyak diterima sebagai
asal-usul kata sufi. Jadi sufi adalah orang yang memakai wol kasar (menunjukkan
kesederhanaan) untuk menjauhkan diri dari dunia materi dan memusatkan perhatiaan
pada alam ruhani. Istilah tasawuf bisa diidentikkan dengan orang-orang yang tertarik
pada pengetahuan batin, atau orang-orang yang tertarik untuk menemukan suatu jalan
atau praktik ke arah kebersihan hati dan pencerahan spritualisme.
Al-Sarraj, tokoh sufi akhir abad keempat misalnya secara tegas menyetujui teori
nomor satu dan mendukungnya dengan ungkapan bahwa wool adalah pakaian para
nabi dan simbol para wali dan sufi, jadi ciri khas para sufi adalah memakai pakaian
yang terbuat dari bahan bulu domba atau wool kasar disamping kesalehan dan sikap
zuhud mereka. Sedangkan pengertian tasawuf dari segi istilah atau definisi adalah :
1. Al-Juned (w.296 H) mengemukakan “Tasawuf adalah menyucikan hati sehingga
tidak ditimpa suatu kelemahan, menjauhi akhlak alamiah melenyapkan sikap
kemanusiaan dan menjauhi segala keinginan nafsu.
2. Ma`ruf al-Karkhi (w. 200 H) Tasawuf adalah hanya menerima kebenaran dan tidak
mengharapkan apa yang ada di tangan para makhluk, barang siapa yang tidak
sanggup menerima kefakiran berarti tidak  berhasil mencapai derajat tasawuf.
3. Syekh Ibn Ajiba Tasawuf adalah suatu ilmu yang dengannya anda belajar sebagaimana
berperilaku supaya berada dalam kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, ada melalui
penyucian batin dan mempermanisnya dengan amal baik. Jalan tasawuf dimulai
sebagai suatu ilmu, tengahnya adalah amal dan akhirnya adalah karunia Ilahi.
4. Syekh as-Suyuthi, berkata sufi adalah orang yang bersiteguh dalam kesucian
kepada Allah, dan berakhlak baik kepada makhluk

88
5. Abu al-Hasan asy-Syadzali berkata mengatakan tasawuf adalah sebagai praktek
dan latihan diri melalui cinta yang dalam dan ibadah untuk mengembalikan diri
kepada jalan Tuhan.
6. At-Tazani berkata: Tasawuf adalah wasilah (medium) yang ditempuh oleh seorang
mukmin melalui proses upaya dalam rangka menghakikatkan syariat lewat
thoriqaat untuk mencapai ma`rifat.
7. Abdul Hakim Hassan Tasawuf adalah proses pemikiran dan perasaan yang
menurut tabiatnya sulit didefinisikan. Tasawuf tampak merupakan upaya manusia
untuk memahami hakikat segala sesuatu, dan untuk menikmati hubungan intim
dengan Allah SWT. Oleh karena itu ”hati“ adalah lebih penting dari pada akal bagi
para sufi, bahkan hati bagi para sufi adalah segalanya karena hati mereka pandang
sebagai “singgasana“bagi Allah SWT.

Dari beberapa definisi diatas ditarik suatu pemahaman bahwa tasawuf adalah
ilmu yang memuat cara, tingkah laku atau amalan-amalan yang bertujuan untuk
mendekatkan diri kepada Allah atau yang berhubungan dengan-Nya. Ilmu tasawuf
adalah ilmu yang menjelaskan tatacara pengembangan ruhani manusia dalam rangka
usaha mendekatkan diri kepada Allah. Ajaran tasawuf pada dasarnya merupakan
bagian dari prinsip-prinsip Islam sejak awal. Ajaran ini merupakan upaya mendidik
diri dan keluarga untuk hidup bersih dan sederhana, serta patuh melaksanakan ajaran-
ajaran agama dalam kehidupannya sehari-hari. Ibnu Khaldun mengungkapkan pola
dasar tasawauf adalah kedisiplinan beribadah, konsentrasi tujuan hidup menuju Allah
(untuk mendapatkan ridha-Nya) dan upaya membebaskan diri dari keterikatan mutlak 
pada kehidupan duniawi sehingga tidak diperbudak oleh harta, tahta, wanita atau
kesenangan duniawi lainnya.

B. Sejarah Munculnya Tasawuf


Munculnya tasawuf  dalam Islam bersamaan dengan munculnya agama Islam itu
sendiri yaitu semenjak nabi Muhammad SAW diutus menjadi rasul untuk umat
manusia di muka bumi. Sejarah mengatakan bahwa pribadi Muhammad sebelum
diangkat  menjadi rasul  telah berulang kali  melakukan tahannuts dan khalwat di gua
Hira, untuk mengasingkan diri  dari masyarakat  kota Makkah  yang sibuk dengan
hawa nafsu keduniawian.
Kehidupan nabi yang seperti itu dikenal sebagai hidup kerohanian yang bertujuan
untuk mendekatkan diri kepada Allah yang dilakukan orang sufi sekarang ini. Inilah

89
yang jadi pedoman dalam hidup kerohanian sesudahnya sebagai materi dalam tasawuf.
Tasawuf adalah ajaran yang diikuti oleh orang sufi, dimana sufi dianggap penganut Islam
yang memisahkan kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat. Yang dalam literatur
Barat  disebut Sufisme. Memang ada beberapa pendapat yang mengatakan  tasawuf
muncul sesudah Islam  mempunyai kontak atau hubungan dengan filsafat Yunani,
agama Kristen, Hindu dan Budha. Itu sebabnya maka muncul anggapan bahwa aliran
tasawuf  lahir karena pengaruh dari luar Islam, pendapat ini  terjadi pro dan kontra
karena perilaku rasul seperti yang telah dijelaskan diatas banyak mengandung nilai-
nilai tasawuf jadi kesimpulannya bahwa tasawuf berkembang  dengan dua faktor yaitu
faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Eksternal
1. Pendapat yang menyatakan bahwa tasawuf lahir karena pengaruh dari paham
Kristen yang menjauhi dunia dan hidup mengasingkan diri di biara-biara.
Sikap hidup menjauhi dunia dan keramaian manusia, ini memang terlihat
jelas di dalam perilaku para sufi dengan paham zuhud yang mereka anut.
2. Pengaruh dari filsafat Pythagoras yang berpendapat bahwa ruh manusia
bersifat kekal dan berada di dunia sebagai orang asing. Badan jasmani
merupakan penjara bagi ruh. Kesenangan ruh yang sebenarnya adalah di
alam samawi, manusia harus membersihkan ruh dengan meninggalkan
kehidupan materi dan berkontemplasi. Inilah yang menurut sebagian orang
yang mempengaruhi munculnya paham zuhud di dalam Islam.
3. Filsafat emanasi Plotinus yang membawa paham bahwa wujud memancar dari
zat Tuhan. Roh yang berasal dari Tuhan akan kembali kepada-Nya. Masuknya
ke alam materi menyebabkan ruh menjadi kotor. Untuk dapat kembali kepada
Tuhan, ruh harus dibersihkan terlebih dahulu dengan sikap meninggalkan
dunia serta mendekatkan diri kepada Tuhan sedekat mungkin.
4. Pengaruh paham Nirwana yang ada dalam ajaran Budha. Untuk mencapai
Nirwana orang harus meninggalkan dunia dan melakukan kontemplasi.
Paham fana dalam tasawuf Islam mirip sekali dengan paham nirwana  dalam
Budha.
5. Pengaruh ajaran Hinduisme yang mendorong manusia untuk meninggalkan
dunia dan berupaya mendekatkan diri kepada Tuhan demi tercapainya
persatuan antara Atman dan Brahman.

90
Inilah beberapa pendapat yang menurut teorinya mempengaruhi timbulya sufisme
di kalangan ummat Islam. Apakah teori ini benar atau tidak, ini sulit dibuktikan
semuanya serba mungkin, karena tasawuf lahir di saat ummat Islam telah mempunyai
kontak dengan dunia luar atau ummat agama lain. Tetapi bagaimanapun dengan atau
tanpa pengaruh dari luar sufisme bisa timbul dalam Islam. Karena dalam Al-Quran
terdapat ayat-ayat yang mengatakan dan menganjurkan bahwa manusia (harus) dekat
sekali dengan Tuhan, Taqarrub ilal-Allah.

b. Faktor Internal
Sebagian para ahli menekankan bahwa tasawuf lahir dilatarbelakangi oleh
faktor-faktor yang ada dalam Islam itu sendiri bukan karena pengaruh dari luar.
Karena dalam ajaran Islam dapat ditemukan ayat-ayat tertentu yang dapat membawa
pada paham tasawuf dan perilaku Nabi Muhammad SAW. Seperti yang terdapat
dalam Firman Allah surat Al-Baqarah[2]:186.
Dalam ayat tersebut Allah menegaskan bahwa Ia sangat dekat dengan manusia
dan akan memperkenankan permohonan orang yang berdo`a kepada-Nya.Ini
dipertegas dalam surat Qaf [50]:16.
Allah menegaskan betapa dekat Ia dengan manusia,bahkan lebih dekat
dari pembuluh darah yang ada dileher manusia itu sendiri.Lebih jauh lagi ayat
ini bisa dipahami bahwa Tuhan sebenarnya berada dalam diri manusia bukan
berada diluarnya,karena kemanapun manusia berpaling dan menghadapkan
mukanya ia selalu berjumpa dengan Tuhansebagaimana dijelaskan pada suratAl-
Baqarah[2]:115.
Tuhan menegaskan bahwa Ia sangat dekat dengan manusia,maka manusia
tentu dapat berusaha agar dekat sedekat-dekatnya dengan Tuhan bahkan bisa
menyatukan dirinya dengan Tuhan  dengan demikian perbuatan manusia adalah
perbuatan Tuhan ini dapat dipahami dari ayat 17 surat al-Anfal[8].
Di samping itu banyak ayat Al-Qur`an yang menunjukkan ajaran tentang zuhud,
sederhana dalam kehidupan selalu beribadah kepada Allah dan lain-lain yang sejalan
dengan praktek kaum sufi yang melakukan aktivitasnya didasarkan pada Al-Qur`an
dan Hadits.Hadits yang dipandang sebagai mengilhami lahirnya tasawuf di dunia Islam
adalah sabda Nabi:
“Barang siapa yang mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya.”
Disamping melukiskan kedekatan hubungan antara Tuhan dan manusia sekaligus
mengisyaratkan arti bahwa manusia dan Tuhan adalah satu.Maka siapa yang ingin
mengenal Tuhan cukup mengenal dan merenungkan perihal dirinya sendiri, dalam

91
Hadits Qudsi Rasulullah bersabda: Aku pada mulanya adalah perbendaharaan yang
tersembunyi. Kemudian Aku ingin dikenal, maka Ku ciptakan makhluk dan melalui
Aku mereka pun kenal pada-Ku”
Faktor internal yang dapat dipandang sebagai penyebab langsung lahirnya tasawuf
di dalam Islam ini terlihat pada perilaku Rasulullah SAW itu sendiri. Sebagaimana
telah dimaklumi Rasulullah SAW. Di dalam bertaqarrub, mendekatkan diri kepada
Allah, tidak jarang pergi meninggalkan keramaian orang banyak, hidup menyepi untuk
merenung dan berkontemplasi, dan bertahannust di gua Hira. Dalam kesendiriannya
Rasulullah mendapat petunjuk dari AllahSWT. Sebagai Nabi dan Rasul yang menjadi
panutan utama wajar perilaku Rasulullah ini dicontoh oleh para ummatnya. Oleh sebab
itu, tidak heran kalau diantara ummat Islam memandang sikap menyendiri sebagai
cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, ini salah satu ciri utama dalam dunia
tasawuf.
Berarti tanpa faktor eksternal pun tasawuf tetap lahir di dunia Islam. Kalau
menitikberatkan pada faktor eksternal akan ada kesimpulan tasawuf  bukan sesuatu
yang murni Islami, melainkan impor dari luar. Ibrahim Basuni mengatakan kalaupun
ada pengaruh dari luar, itu terjadi pada perkembangan jauh ke belakang dan ini terjadi
pada masalah cara penjelasan dan penafsiran sebagai akibat interaksi antara budaya
asing dan budaya Islam. Ibrahim setuju dengan pernyataan Nicholson bahwa banyak
masalah-masalah pokok di dalam tasawuf tersebut lahir dan berasal dari lingkungan
muslim itu sendiri.
Terlepas sejauh mana dominasi pengaruh dari luar yang jelas praktik tasawuf oleh
dan dari ummat Islam dan merupakan bagian dari keberagamaan mereka.

C. Jalan Menuju Tasawuf


Tasawuf dalam bentuknya yang konkret sebagai salah satu cabang ilmu di dunia Islam
yang oleh para ahli, diakui lahir pada akhir abad ke-2 atau awal abad ke-3 Hijrah. Pada
masa itu tasawiuf telah menjelma sebagai ilmu yang berdiri sendiri, mempunyai tokoh,
metode, dan tujuan serta sistem sendiri. Tasawuf diakui lahir pada akhir abad ke-2 atau
awal abad ke-3 Hijrah, namun jauh sebelumnya di dunia Islam telah lahir para tokoh
sufi dengan ajaran tasawufnya antara lain, Ali ibn al-Husain zain al-Abidin (w.99 H),
Muhammad  Ibn Ali al-Baqir (w.117 H), al-Hasan al- Basri, Abu Hasim Salmah Ibn Dinar
al-Madani, Malik Ibn Dinar, Ibrahim Ibn Adham, Abu al-Faidl Zu al-Mishri, dll.

92
Perkembangan yang sangat berarti pada dunia tasawuf terjadi pada akhir abad
ke-5 dengan tampilnya Imam al-Ghazali. Tasawuf tampil sebagai mazhab yang berdiri
kokoh dan para sufi menjadi kelompok muslimin yang memiliki wibawa dan kedudukan
sedemikian rupa. Bila dilihat dari segi bentuk ajarannya, pada perkembangannya yang
mula-mula, tasawuf merupakan hal yang bersifat amaliah. Diajarkan para sufi generasi
awal tersebut semata-mata menyangkut praktik atau amaliah akhlaqiah, seperti
kesungguhan beribadah, zuhud dll. Bentuk ajaran tasawuf yang mula-mula lazim
disebut dengan istilah al-Tasawuf al-Amali atau Tasawuf al-Akhlaqi. Tasawuf akhlaqi
jelas sebagai praktik keagamaan yang tidak diragukan kebenarannya bersumber dari Al-
Qur`an dan Akhlak Rasulullah SAW, yang kemudian dilestarikan oleh para sahabat dan
Tabi’in serta ulama salaf berarti jelas ilmu tasawuf adalah ilmu murni dalam Islam.
Pada akhir abad ke-2 Hijriah ajaran tasawuf yang disampaikan oleh para sufi mulai
menyentuh masalah-masalah yang bersifat teoritis dan filosofis. Perkembangan ini
oleh para ahli, lazim dinisbatkan kepada lahirnya ajaran al-Ittihad dari Abu Yazid al-
Bustami, al-Hulul dari al-Halaj, dan wahdat al-Wujuddari Ibnal-Arabi, yang dipandang
dipengaruhi oleh pilsafat Plato dan plotinus. Bentuk tasawuf ini disebut al-Tasawuf al-
Nazhari atau al-tasawufal-falasafi.
Tasawuf adalah proses pendekatan diri pada Tuhan dengan cara mensucikan hati
sesuci-sucinya. Tuhan Yang Maha Suci tidak dapat didekati kecuali oleh orang yang
suci hatinya. Dalam tasawuf akhlaqi, sistem pembinaan akhlak menganut tiga cara /
jalan yaitu:
Pertama, Takhalli sebagai langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang sufi
dengan cara mengosongkan diri dari akhlak tercela serta memerdekakan jiwa dari hawa
nafsu duniawi. Hal ini dapat dicapai dengan jalan menjauhkan diri dari kemaksiatan
dengan segala bentuknya dan berusaha melenyapkan dorongan hawa nafsu.
Kedua, Tahalli sebagai upaya mengisi jiwa dengan akhlak yang terpuji, setelah jiwa
dikosongkan, otak dicuci, tindakan nafsu syetan dibombardir, manusia kembali kepada
keasliannya. Saat itulah, jiwa dan otak diisi dengan pesan Ilahi dengan mempertahankan
tingkah laku akhlak terpuji. Cara terbaik melakukan tahalli adalah tidak berhenti
ber“taubat” dari segala perbuatan nista. Rasa takut dan rasa harap (khauf dan raja`)
adalah bagian hidup berikutnya, yaitu rasa takut mendorongnya untuk mempertinggi
amal ubudiyahnya serta mengharap (raja`) atas ampunan dari Allah. Kecemasan atau
rasa takut dan penuh haraf sebaiknya dilengkapi oleh sifat zuhud, yaitu sifat manusia
yang tidak mau diperbudak oleh hawa nafsu dan kehidupan duniawi. Manusia yang
telah menjalankan kehidupan zuhud dia akan hidup dengan prinsip apa adanya, al-
faqir dengan kefaqiran itu akan melatihnya untuk sabar yaitu bertahan dengan yang

93
sudah ada dan terus berikhtiar dengan kemampuan yang masih dimiliki, prinsip ini
disebut as-shabru. Dengan penuh kesabaran itulah, manusia menjadi rela atau ridha,
keridhaan mengandung pengertian keikhlasan dan rasa cinta.Dengan sifat ridha inilah
manusia akan menuju pada ikhtiar jiwanya yang terdalam yaitu selalu yakin akan
pengawasan Allah SWT, dalam kehidupannya, konsep ini disebut dengan muraqobah.
Dalam konsep ini manusia selalu intropeksi diri, dan menghisab perilakunya setiap
hari agar kehidupannya terjaga dari akhlak yang tercela.
Ketiga, Tajalli yaitu terungkapnya cahaya kegaiban atau “nur ghaib”. Manusia telah
melakukan kesadaran tertinggi dengan cara membiasakan kehidupannya dengan akhlak
yang terpuji, kehidupannya tidak ada kecuali rasa cinta, rindu dan bahagia karena dekat
dengan Allah SWT. Dari tiga metode sufistik itulah, dapat dijelaskan secara lebih rinci
bahwa akhlak secara umum terdiri atas dua macam yaitu akhlak mulia (al-akhlakul
mahmudah) dan akhlak tercela (al-akhlakul mazmumah).
Ada pandangan lain mengenai kaitan tasawuf dengan akhlak yaitu bahwa orang
yang suci hatinya (sufi) akan tercermin dalam air mukanya dan perilakunya yang baik
(akhlakul mahmudah) oleh karena itu akhlak yang baik merupakan gambaran dari hati
yang suci, sebaliknya dari akhlak yang buruk merupakan gambaran dari hati yang busuk.
Dengan demikian agar seorang mukmin memiliki akhlak yang baik caranya adalah
dengan mengamalkan tasawuf secara sistematis, yaitu al-wajibat (melaksanakan semua
kewajiban), al-nafilaat (melaksanakan yang sunah-sunah), dan al-Riyadhah (latihan
spritual). Riyadhah dalam tasawuf adalah dzikir (mengingat Tuhan). Sebenarnya harus
diingat, akhlak jangan hanya dipahami dalam konteks tasawuf, sebab tasawuf tidak
menggambarkan ajaran Islam secara utuh, sedang akhlak merupakan keseluruhan
perilaku manusia mukmin berdasarkan ajaran Allah dalam berbagai aspek.

D. Maqamaat (Tingkatan) dalam Tasawuf


Maqâm merupakan tingkatan rohani yang dapat dilalui seseorang yang berjalan menuju
Allah dan akan berhenti pada saat tertentu. Orang yang menempuh jalan kebenaran
(salik) berjuang hingga Allah memudahkannya untuk menempuh jalan menuju
tingkatan kedua. Hal ini misalnya dari tingkatan taubat menuju tingkat wara`, dari
tingkatan wara` menuju tingkat zuhud. Demikian jalannya hingga mencapai tingkatan
mahabbah dan ridha.
Imam Abu Nashr al-Sarraj al-Tusi membagi tingkatan tasawuf (maqâmaat) sebagai
berikut :

94
1. Maqâm pertama adalah taubat.
Taubat merupakan tingkat pertama jalan menuju Allah dan merupakan penyerahan
diri kepada-Nya. Taubat adalah mensucikan manusia dari maksiat dan menghapus ke-
salahan (dosa-dosa) sebelumnya. Taubat orang sufi adalah taubat dari lalai beribadah.
Mereka menganggap dosa kecil seperti dosa besar. Taubat semacam ini mempunyai
syarat sehingga dapat menyiapkan manusia menempuh tujuannya dengan satu kesiapan
yang sempurna. Syarat-syarat tersebut meliputi, pertama agar manusia meninggalkan
maksiat, kedua agar manusia menyesali perbuatannya dan ketiga agar dirinya bertekad
untuk tidak mengulangi kesalahan untuk selama-lamanya. Jika salah satu syarat tidak
terpenuhi tidak sah taubatnya. Apabila perbuatannya ada kaitannya dengan manusia,
syaratnya ada empat, yaitu tiga syarat yang di atas dan yang keempat adalah member�-
sihkan diri dari hak orang lain.

2. Maqâm kedua adalah wara`.


Wara` adalah meninggalkan segala sesuatu yang mengandung syubhat(kesamaran) di
dalamnya. Menurut Abdul Halim wara` adalah kehatian-hatian dalam perkataan, hati
nurani dan perbuatan. Dalam perkataan adalah menahan dari ucapan sia-sia yang tidak
bermanfaat dan membuang waktu, berbuat wara` dalam perkataan bukanlah suatu
yang sangat mudah. Wara` dalam hati sanubari adalah mencegah manusia agar tidak
lengah dalam hal-hal remeh. Wara` dalam perbuatan meliputi kewaspadaan dalam hal-
hal yang berkaitan dengan makanan dan pakaian, semuanya harus berasal dari hasil
yang halal.

3. Maqâm ketiga adalah zuhud.


Secara umum zuhud diartikan sebagai suatu sikap melepaskan diri dari rasa ketergantungan
terhadap kehidupan duniawi dengan mengutamakan kehidupan akhirat. Zuhud berarti
mengasingkan diri dari kehidupan duniawi untuk tekun beribadah dan menjalankan
latihan rohani, memerangi keinginan hawa nafsu di dalam pengasingannya dan dalam
pengembaraan. Walaupun terdapat keanekaragaman penafsiran zuhud, namun tetap
sama dalam tujuan, yaitu agar manusia tidak menjadikan kehidupan dunia sebagi
tujuan akhir. Dunia harus ditempatkan sebagai sarana dan dimanfaatkan secara terbatas
dan terkendali, jangan sampai kenikmatan duniawi menyebabkan susutnya waktu dan
perhatian kepada tujuan sebenarnya, yaitu kebahagiaan yang abadi di “hadirat” ilahi.
Dengan demikian zuhud merupakan sikap hidup dengan mempergunakan dunia

95
seperlunya. Dunia hanya dijadikan sebagai jembatan untuk mencapai tujuan akhir,
yaitu kebahagiaan yang abadi di “hadlirat’ ilahi.

4. Maqâm keempat adalah faqr.


Faqr tidak diartikan dengan hidup dalam kemiskinan tanpa ada usaha untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Akan tetapi faqr dalam konteks sufi adalah hidup bagaikan
orang fakir. Faqr tidak membutuhkan lebih banyak dari apa yang yang telah dimiliki,
merasa puas dan bahagia dengan apa yang sudah dimiliki, sehingga tidak meminta
sesuatu yang lain secara berlebihan. Sikap mental faqr ini merupakan benteng pertahanan
yangkuat dalam menghadapi pengaruh kehidupan materi. Dengan tertanamnya sikap
rohaniyah faqr ini, maka dalam menerima atau memanfaatkan segala sesuatu bersikap
wara`.

5. Maqâm kelima adalah sabar.


Sabar salah satu sikap mental yang fundamental bagi sufi dalam usahanya mencapai
sasaran. Sabar diartikan sebagai suatu keadaan jiwa yang kokoh, stabil dan konsekwen
dalam pendirian. Jiwanya tidak tergoyahkan, pendiriannya tidak labil walau
bagaimanapun beratnya tantangan yang dihadapi, pantang mundur dan tak kenal
menyerah, karena seorang sufi beranggapan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah
iradah Allah yang mengandung ujian

6. Maqâm keenam adalah tawakal.


Tawakal bukan berarti menyerahkan seluruh urusan kepada Allah tanpa dibarengi
perencaan yang matang dan tanpa usaha. Akan tetapi tawakal secara umum berarti
pasrah secara bulat kepada Allah setelah melaksanakan sesuatu sesuai rencana dan
usaha. Tawakal tidak bisa lepas dari rencana dan usaha. Apabila rencana sudah matang
dan usaha dijalankan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan rencana, hasilnya
diserahkan kepada Allah.

7. Maqâm ketujuh adalah mahabbah.


Harun Nasution mengatakan bahwa pengertian yang diberikan kepada mahabbahantara
lain; pertama kepatuhan kepada Allah dan membenci sikap melawan kepada-Nya, kedua
menyerahkan seluruh diri kepada Allah, ketiga mengosongkan hati dari segala sesuatu

96
kecuali dari diri yang dikasihi (Allah SWT). Maqâm mahabbahdialami oleh Rabi’ah al-
Adawiyah. Rasa cinta kepada Allah begitu bergelora, siang malambermunajat kepada
Allah. Cinta memenuhi kalbunya sehingga tidak ada ruang walaupun kecil untuk rasa
benci.

8. Maqâm kedelapan adalah ridha.


Sikap mental ridha merupakan kelanjutan dari rasa cinta atau perpaduan dari mahabbah
dan sabar. Term ini mengandung arti menerima dengan lapang dada dan hati terbuka
apa saja yang menimpa dirinya dan tidak berburuk sangka kepada Allah.
Dengan timbulnya rasa cinta yang diperkuat dengan ketabahan, maka terbina
pula kelapangan hati dan kesediaan yang tulus untuk berkorban berbuat apa saja yang
diperintahkan sang kekasih. Rela menuruti apa yang dikendaki Allah tanpa ada rasa
keterpaksaan. Ia merasa puas terhadap pemberian dari Allah walaupun sedikit bila
dibandingkan dengan yang diterima orang lain

Daftar Pustaka
Prof. Dr. Harun Nasution, Falsafat dan Mistiesme dalam Islam, Bulan Bintang
Jakarta, 1978.
Prof. Dr. Jaudah Muhamamd Abu Al-Yazid Al-Mahdi, Bahhar Al-Wilayah Fi
Manaqib Al-A`lam Al-Shufiyah, Dar–AlGharib, Cairo.
Muhyiddin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Arabiy al-Andalusi, Al-Risalah
al-Wujudiyah, Dar Al-Kutub al-Ilmiyah, Cairo.

97
98
BAB
IX

EKONOMI ISLAM

A. Konsep Ekonomi Islam


Ekonomi Islam pada hakikatnya bukanlah sebuah ilmu yang muncul sebagai sikap
reaksioner terhadap fenomena ekonomi konvensional.Awal keberadaan ekonomi Islam
sama dengan awal keberadaan Islam dimuka bumi ini (1500 tahun yang lalu),karena
ekonomi Islam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Islam sebagai sistem hidup.
Islam yang diyakini sebagai konsep hidup tentu melingkupi ekonomi sebagai salah
satu aktivitas hidup manusia. Jadi dapat dikatakan bahwa ekonomi Islam merupakan
aktivitas agama atau ibadah kita dalam berekonomi.
Masalah perekonomian senantiasa menjadi perhatian berbagai lapisan masyarakat.
Berbagai sistem perekonomian muncul sebagai usaha untuk menyelesaikan permasala-
han ekonomi secara tepat dan akurat.Kenyataannnya mengalami kegagalan dan sangat
sedikit yang mencapai keberhasilan serta tidak mampu memberikan jaminan sosial ter-
hadap rakyatnya.Maka Islam lahir sebagai solusi karena Islam merupakan Risalah yang
sempurna,yang memenuhi segala aspek kehidupan termasuk kegiatan ekonomi.
Aktivitas manusia tidak terlepas dari kegiatan ekonomi yang terjadi melalui
interaksi antar manusia. Dalam Islam disebut mu`amalah.Dalam Al-Qur`an berkaitan
dengan kegiatan interaksi ekonomi terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 188 yang
artinya:
Janganlah kamu memakan atau melakukan interaksi keuangan dengan cara yang
batil.
Pada dasarnya sistem ekonomi Islam berbeda dengan sistem yang telah diterapkan
di berbagai Negara di dunia seperti kapitalis dan sosialis. Dalam ekonomi Islam tidak
hanya mementingkan keuntungan dunia semata. Ekonomi Islam dapat didefinisikan
sebagai sebuah studi tentang pengelolaan harta benda menurut perpektif Islam (An-
Nabhani,1990).Secara epistemology, ekonomi Islam dibagi menjadi dua disiplin

99
ilmu;pertama ekonomi Islam normatif yaitu studi tentang hukum-hukum syariah yang
berkaitan dengan urusan harta benda(al-mal) yang cakupannya adalah:
1. Kepemilikan
2. pemanfaatan kepemilikan
3. distribusi kekayaan kepada masyarakat

Bagian ini merupakan pemikiran yang terikat nilai atau valutional karena diperoleh
dari sumber nilai Islam yaitu Al-Qur`an dan As-Sunnah. Ekonomi Islam normatif ini
oleh Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani(1990) disebut sistem ekonomi Islam. (an-Nizham
al-Iqtishadi fi al-Islam).
Kedua ekonomi Islam positif, yaitu studi tentang konsep-konsep Islam yang
berkaitan dengan urusan harta benda, khususnya yang berkaitan dengan produksi
barang dan jasa. Cakupannya adalah segala macam cara (uslub) dan sarana (wasilah)
yang digunakan dalam proses produksi barang dan jasa. Bagian ini merupakan pemikiran
universal, karena diperoleh dari pengalaman dan fakta empiris, melalui metode induksi
(istiqra`) terhadap fakta-fakta empiris parsial dan generalisasinyamenjadi suatu kaidah
atau konsep umum (Husaini, 2002). Bagian ini tidak harus mempunyai dasar konsep
dari Al-Qur`an dan as-Sunnah dengan syarat tidak bertentangan dengan keduanya.
Ekonomi Islam positif ini oleh Syaikh Taqiyuddinan-Nabhani (1990) disebut ilmu
ekonomi Islam (al-`ilmu al-iqtishad fi al-Islam).
Dibawah ini akan diberikan beberapa pengertian tentang ekonomi Islam yang
dikemukakan oleh para ahli ekonomi Islam:
a. M. Akram Khan
Islamic economics aims the study of the human falah (well-being) achieved by
organizing the resources of the earth on the basic of cooperation and participation.
Ini dapat diartikan bahwa ilmu ekonomi Islam bertujuan untuk melakukan kajian
tentang kebahagian hidup manusia yang dicapai dengan mengorganisasikan
sumberdaya alam atas dasar bekerjasama dan partisipasi. Definisi ini memberikan
dimensi normatif (kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat) serta dimensi positif
(mengorganisir sumber daya alam).
b. Muhammad Abdul Mannan
Islamic economic is a social science which studies the economics problems of a
people imbued with the values of Islam.
Menurut Manan ilmu ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan social yang
mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai
Islam.

100
c. M.Umar Chapra
Islamic economics was defined as that branch of knowledge which help realize
human well-being through an allocation and distribution of scarce resources that
is in comfirmity with Islamic teaching without unduly curbing individual freedom
or creating continued macroeconomic and ecological imbalance.
Menurut Chapra ekonomi Islam adalah sebuah pengetahuan yang membantu
upaya realisasi kebahagian manusia melalui alokasi dan distribusi sumber daya
yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam
tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makroekonomi yang
berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan.
d. Muhammad Nejatullah Ash-Siddiqy
Islamic economics is the muslim thinker`s response to the economic challenges of
their time.In this endeavour they were aided by the Qur`an and the Sunnah as by
reason and experience.
Menurut As-Sidiqy ilmu ekonomi Islam adalah respon pemikir Muslim terhadap
tantangan ekonomipada masa tertentu.Dalam usaha keras ini mereka dibantu oleh
Al-Qur`an dan Sunnah, akal(ijtihad) danpengalaman.
e. Kursyd Ahmad
Islamic economics is a systematic effort to thy to understand the economic`s problem
and man`s behaviour in relation to that problem from an Islamic perpective.
Sedang menurut Ahmad ilmu ekonomi Islam adalah sebuah usaha sistematis
untuk memahami masalah-masalah ekonomi dan tingkah laku manusia secara
relasional dalam perspektif Islam.

Dari definisi-definisi yang diatas muncul pertanyaan,apakah ilmu ekonomi


Islam bersifat positif atau normatif? Menurut Chapra ekonomi Islam jangan terjebak
olehdikotomi pendekatan positif dan normative,karena pendekatan itu saling
melengkapi dan bukan saling menafikan.

1. Sistem Ekonomi Islam


Sistem ekonomi Islam harus terikat dengan syariat Islam, sebab segala aktivitas
manusia (termasuk kegiatan ekonomi) wajib tunduk kepada syariat Islam. Sistem ekonomi
Islam adalah suatu konsep penyelenggaraan kegiatan kehidupan perekonomian baik
yang berhubungan dengan produksi, distribusi,ataupun penukaran yang berlandaskan
kepada syariat Islam yaitu al-Qur`an dan as-Sunnah.Sistem ekonomi Islam kontras
dengan sistem ekonomi kapitalis yaitu sekulerisme dimana paham sekulerisme yaitu

101
pemisahan agama dari kehidupan1.Sekulerisme adalah jalan tengah diantara dua kutub
ekstrem yaitu satu sisi pandangan Gereja dan para raja Eropa bahwa semua aspek
kehidupan harus ditundukkan di bawah domonasi Gereja.Di sisi lain ada pandangan
para filosof dan pemikir(seperti Voltaire, Montesquieu) yang menolak eksistensi Gereja.
Jadi sekulerisme sebagai jalan tengah yang pada akhirnya tidak menolak keberadaan
agama,namun hanya membatasi perannya dalam mengatur kehidupan.Agama hanya
ada di Gereja,sedang dalam kehidupan publik seperti aktivitas ekonomi, politik,
sosial,tidak lagi diatur oleh agama.(an-Nabhani 2001).
Sekulerisme mendasari cabang kapitalisme lainnya yaitu paradigma yang berkaitan
dengan kepemilikan, pemanfaatan kepemilikan, dan distribusi kekayaan (barang dan
jasa) kepada masyarakat. Semuanya dianggap lepas atau tidak boleh disangkutpautkan
dengan agama. Karena sekulerisme menafikan peran agama dalam ekonomi, maka dalam
masalah kepemilikan suatu barang adalah terletak pada nilai manfaat yang melekat
pada barang itu,yaitu sejauh mana dia dapat memuaskan kebutuhan manusia. Jika
suatu barang mempunyai potensi dapat memuaskan kebutuhan manusia, maka barang
itu sah untuk dimiliki,walaupun haram menurut agama misalnya babi, minuman keras
dan narkoba.Berbeda dengan ekonomi Islam, yang memandang asal usul kepemilikan
adalah adanya izin dari Allah SWT kepada manusia untuk memanfaatkan semua benda.
Jika Allah mengizinkan, bertarti boleh dimiliki. Tetapi jika Allah tidak mengizinkan
(yaitu mengharamkan sesuatu) berarti barang itu tidak boleh dimiliki. Maka babi dan
minuman keras tidak boleh diperdagangkan karena keduanya telah diharamkan Allah,
yaitu telah dilarang kepemilikannya bagi manusia muslim.
Dalam kapitalisme pemanfaatan kepemilikan tidak ada batasan tatacaranya, dan
tidak ada pula batasan jumlahnya. Sebab pada sistem ekonomi kapitalisme adalah cermin
dari paham kebebasan (freedom/leberalisme) di bidang pemanfaatan hak milik. Maka
seseorang boleh memiliki harta dalam jumlah berapa saja dan diperoleh dengancara
apa saja. Maka tidak heran dibolehkan seseorang bekerja dalam usaha perjudian dan
pelacuran. Sedang dalam Islam ada batasan tatacara tetapi tidak membatasi jumlahnya.
Tatacara itu berupa hukum-hukum syariah yang berkaitan dengan cara pemanfaatan
harta contohnya kegiatan pembelanjaan seperti nafkah,zakat,shadaqah,hibah maupun
berupa pengembangan harta seperti jual beli,ijarah,syirkah,shina`ah(industri/pesenan
barang) dan sebagainya.Seorang muslim boleh memiliki harta berapa saja,sepanjang
diperoleh dan dimanfaatkan sesuai dengan syariah Islam. Maka dalam masyarakat

1 Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang berasal dan tumbuh di Barat pasca abad pertengahan (mulai abad
ke-15),yang bercirikan adanya kepemilikan individu atas sarana produksi dan distribusi dan pemanfaatan
sarana produksi dan distribusi itu untuk memperoleh laba dalam situasi pasar yang kompetitif(Milton H.
Spencer,Contemporary Macro Economics,New York:Worth Publishers 1997).

102
Islam tidak akan diizinkan bisnis perjudian dan pelacuran, karena telah diharamkan
oleh syariah.
Dalam masalah distribusi kekayaan, kapitalisme menyerahkan kepada mekanisme
pasar, yaitu melalui mekanisme harga keseimbangan yang terbentuk akibat interaksi
penawaran (supply) dan permintaan (demand). Harga berfungsi secara informasional,
yaitu memberi informasi kepada konsumen mengenai siapa yang mampu memperoleh
atau tidak memperoleh suatu barang dan jasa. Karena itulah peran Negara dalam
distribusi kekayaan sangat terbatas, Negara tidak banyak campur tangan dalam urusan
ekonomi, misalnya dalam penentuan harga, upah dan sebagainya. Metode distribusi
ini terbukti gagal, baik dalam skala nasional maupun internasional. Kesenjangan kaya
miskin semakin lebar. Sedikit orang kaya telah menguasai sebagian besar kekayaan,
sementara sebagian besar manusia hanya menikmati sisa-sisa kekayaan yang sangat
sedikit.2
Dalam ekonomi Islam, distribusi kekayaan terwujud melalui mekanisme syariah,
yaitu mekanisme yang terdiri dari sekumpulan hukum syariah yang menjamin
pemenuhan barang dan jasa bagi setiap individu rakyat. Mekanisme syariah ini terdiri
dari mekanisme ekonomi dan mekanisme non ekonomi. Mekanisme ekonomi adalah
mekanisme melalui aktivitas ekonomi yang bersifat produksi, berupa berbagai kegiatan
pengembangan harta dalam akad-akad muamalah dan sebab-sebab kepemilikan
misalnya ketentuan syariah yang (1) membolehkan manusia bekerja disektor pertanian,
industri, dan perdagangan; (2) memberikan kesempatan berlangsungnya pengembangan
harta melalui kegiatan investasi seperti syirkah inan, Mudharabah dan sebagainya; (3)
memberikan kepada rakyat hak pemanfaatan barang-barang (SDA) milik umum yang
dikelola Negara seperti hasil hutan,barang tambang,minyak,listrik,air dan sebagainya
demi kesejahteraan rakyat.
Sedang mekanisme non ekonomi adalah mekanisme yang berlangsung tidak
melalui aktivitas ekonomi yang produktif, tetapi melalui aktivitas non produktif.
Misalnya dengan jalan pemberian (hibah, shadaqah, zakat dan lain-lain) atau warisan.
Mekanisme non ekonomi dimaksudkan untuk melengkapi mekanisme ekonomi,
yaitu untuk mengatasi distribusi kekayaan yang tidak berjalan sempurna jika hanya
mengandalkan mekanisme ekonomi semata, baik yang disebabkan sebab alamiah seperti
bencana alam dan cacat fisik, maupun sebab non alamiah misalnya penyimpangan

2 Pada tahun 1985 misalnya,Negara-negara industri yang kaya (seperti AS,Inggris,Perancis,Jerman,dan Jepang)
yang penduduknyahanya 25%penduduk dunia,menguasai lebih dari 78%produksi barang dan jasa,81%
penggunaan energi,70% penggunaan pupuk dan 87%persenjataan dunia (Rudolf H. Strahm,kemiskinan
dunia ketiga,Jakarta:cides, 1999 hlm.8-9). Pada tahu 1985juga pendapatan nasional (GNP)Indonesia
besarnya adalah 960 dolar AS perorang setahunnya,sejumlah 80%daripadanya merupakan nilai aktivitas
ekonomi dari 300 group konglomerat saja.Sedangkan selebihnya (hampir 200 juta rakyat) sebagian 20%saja
dari seluruh porsi ekonomi nasional (Republika 28 Agustus 2000).

103
mekanisme ekonomi (seperti penimbunan). Mekanisme non ekonomi bertujuan agar
di tengah masyarakat segera terwujud keseimbangan ekonomi, dan memperkecil jurang
perbedaan antara yang kaya dan yang miskin. Mekanisme ini dilaksanakan secara
bersama dan sinergi antara individu dan Negara.
Mekanisme non ekonomi ada yang bersifat positif (ijabiyah) berupa perintah
atau anjuran syariah, seperti: (1) pemberian harta Negara kepada warga negara yang
dinilai memerlukan, (2) pemberian harta zakat yang dibayar oleh muzakki kepada para
mustahik, (3) pemberian infaq, sedeqah,wakaf, hibah dari orang yang mampu kepada
yang memerlukan, (4) dan pembagian harta waris kepada ahli waris dan lain-lain.
Ada pula mekanisme yang bersifat negatif (salbiyah) yaitu berupa larangan atau
cegahan syariah, misalnya (1) larangan menimbun harta benda (uang, emas, dan perak)
walaupun telah dikeluarkan zakatnya; (2) larangan peredaran kekayaan di satu pihak
atau daerah tertentu; (3) larangankegiatan monopoli serta berbagai penipuan yang
dapat mendistorsi pasar; (4) larangan judi, riba, korupsi, pemberian suap dan hadiah
kepada para penguasa, yang ujung-ujungnya menyebabkan penumpukan harta hanya
ditangan orang kaya atau pejabat.

B. Prinsip Ekonomi Islam


Dalam melakukan aktivitas ekonomi Islam para pelaku ekonomi memegang teguh
prinsip-prinsip dasar yaituprinsip ilahiyah.Dimana dalam ekonomi Islam kepentingan
individu dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat sekali yaitu azas
keselarasan, keseimbangan dan bukan persaingan sehingga tercipta ekonomi yang
seadil-adilnya. Adapun prinsip-prinsip ekonomi Islam diantaranya sebagai berikut:
a. Ekonomi Ilahiah (robbany) semua aktivitas manusia termasuk ekonomi harus
selalu bersandar kepada Tuhan. Karena apapun yang ada di langit dan di bumi
adalah mutlak kepunyaan Allah SWT, bukan manusia. Dan dianugerahkan
Allah kepada manusia sebagai wakil Allah di muka bumi (khalifah Allah) untuk
mengelola sumber daya alam secara adil.
b. Dalam ajaran Islam tidak ada pemisahan antara dunia dan akhirat, berarti dalam
mencari rezeki harus halal lagi baik, dalam QS al-Maidah ayat 88 dijelaskan:
Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah reskikan
kepadamu,dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman kepadanya.

Untuk mengelola rezeki yang halal dan baik sesuai dengan petunjuk Allah yang
membentuk pola konsumsi, simpanan dan investasi.

104
1) pola konsumsi; mengendalikan nafsu untuk tidak konsumtif, hidup sederhana
tidak boros Q.S Al-A`raaf(7):31.
2) Pola simpanan dan pinjaman tidak riba (QS.An-Nisa` ayat 161, Al-Baqarah
275-279).
3) Pola investasi dengan usaha yang di benarkan; usaha perniagaan, bagi hasi
usaha,dan pinjaman lunak.

c. Dalam Islam diakui hak kepemilikan pribadi pada batas-batas tertentu, jadi Islam
menolak terjadinya akumulasi harta dikuasai oleh segelintir orang.
d. Dalam kegiatan ekonomi tidak boleh adanya spekulasi, Rasul melarang uang
diperjual belikan
e. Tidak dibenarkan adanya monopoli, dalam Islam kepemilikan public diwakili oleh
Negara, dalam sebuah hadits Rasul yang artinya: masyarakat punya hak yang sama
atas air, padang rumput dan api. Berarti semua industri yang berhubungan dengan
air, bahan makanan dan bahan tambang harus dikelola oleh Negara.
f. Harta adalah titipan Allah berarti manusia tidak boleh sombong dan angkuh
serta membanggakan diri, karena itu merupakan ujian keimanan terutama
menyangkut cara mendapatkannya dan membelanjakannya. Dan yang tidak
kalah penting adalah harta bekal ibadah sebagaimana dijelaskan Allah dalam
A-Qur`an S.At-Taubah ayat 41;
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun merasa berat, dan
berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Semua harta akan diminta
pertanggung jawabannya di akhirat.

C. Tujuan Ekonomi Islam


Adapun tujuan hidup manusia ada dua dimensi yang harus dipelihara yaitu
hubungan manusia dengan Allah (hablum min Allah) untuk mencapai ridho-Nya dan
hubungan manusia dengan manusia(hablum minanas)mendatangkan rahmat bagi
seluruh alam. Sehingga tercipta kesejahteraan hidup baik di dunia dan akhirat.Inilah
yang merupakan tujuan dari penerapan sistem ekonomi Islam. Secara umum tujuan
ekonomi Islam adalah:
1) Untuk meningkatkan ekonomi umat supaya lebih makmur atau meningkatkan
tarap hidup kearah yang lebih baik.
2) Menciptakan ekonomi umat yang adil dan merata.

105
3) Mewujudkan perekonomian yang stabil namun tidak menghambat laju pertum-
buhan ekonomi masyarakat.
4) Mewujudkan perekonomian yang serasi, damai bersatu dan dalam suasana
kekeluargaan sesama umat, menghilangkan nafsu menguasai atau serakah.
5) Mewujudkan perekonomian yang menjamin kemerdekaan baik dalam hal
produksi, distribusi serta menumbuhkan rasa kebersamaan.
6) Mewujudkan peri kehidupan ekonomi yang tidak membuat kerusakan di muka
bumi. Sehingga kelestarian alam dapat dijaga dengan sebaik-baiknya, baik alam
fisik, cultural, sosial maupun spiritual keagamaan.
7) Menciptakan ekonomi umat yang mandiri.

D. Lembaga Ekonomi Islam


Lembaga keuangan di Indonesia yang berbasis syariah Islam disebut LKS dibedakan
menjadi dua yaitu LKS Bank dan LKS yang bukan bank. Komponen yang termasuk
dalam kategori lembaga keuangan syariah adalah:3

1) Bank Umum Syariah


Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah.Usaha bank selalu berkaitan
dengan masalah uang yang merupakan barang dagangan utamanya. Kegiatan dan
usaha bank akan selalu berkait dengan komoditas antara lain:4
a) Pemindahan uang.
b) Menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening Koran.
c) Mendiskonto surat wesel, surat order maupun surat-surat berharga lainnya.
d) Membeli dan menjual surat-surat berharga.
e) Membeli dan menjual cek wesel, surat wesel, kertas dagang.
f) Memberi kredit, dan
g) Memberi jaminan kredit.
Bank syariah modern tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940, Mesir
tahun 1963. Gagasan berdirinya bank syariah di tingkat internasional, muncul
dalam konferensi Negara-negara Islam sedunia di Malaysia pada tanggal 21-27

3 Mustafa Edwin Nasution, Et.al, Ekonomi Islam, pengenalan eklusif. cetakan 1, Jakarta, 2006.
Prof Sutan Remi Syahdeni,Perbankan Islam,cetakan II Jakarta 2005, M.Sholahuddin, lembaga Ekonomi dan
Keuangan Islam cetakan I Surakarta 2006.
4 Tim Redaksi ,(1994) Ensiklopedia Hukum Islam ,PT.Ikhtiar Baru ,VaN Hoeve.Jakrata.h.194

106
April 1969 diikuti 19 negara peserta. Dalam konferensi itu diputuskan beberapa
hal yaitu:5
a) Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi,jika tidak
ia termasuk riba dan riba itu sedikit atau banyak hukumnya haram.
b) Diusulkan supaya dibentuk suatu bank syariahyang bersih dari sistem riba
dalam waktu secepat mungkin.
c) Sementara menunggu bank syariah, bank-bank yang menerapkan bunga
diperbolehkan beroperasi, namun jika benar-benar dalam keadaan darurat.

Gagasan berdirinya Bank Syariah di Indonesia sebenarnya sudah muncul sejak


pertengahan tahun 1970-an. Pada tanggal 1 Mei 1992 bank syariah pertama mulai
beroperasi yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI), kemudian diikuti oleh undang-
undang, dimana perbankan yang menerapkan sistem bagi hasil diakomodasi, UU
No.7 tahun 1992 tentang prinsip bagi hasil. Kemudian lahir UU No.10 tahun 1998
yang menjelaskan bank umum dapat memilih untuk melalakukan kegiatan usaha
berdasarkan sistem konvensional dan sistem syariah.
Fungsi dan peran bank syariah, manajer investasi (mengelolan investasi
dana nasabah), investasi dana yang dimiliki atau dana nasabah yang dipercayakan
kepadanya. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, pelaksana kegiatan
sosial mengelola dan mengeluarkan zakat serta dana-dana sosial lainnya. Adapun
tujuannya adalah:
a) Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalah secara Islam
khususnya yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari praktek
riba dan unsur gharar (tipuan) yang telah menimbulkan dampak negatif bagi
ekonomi rakyat.
b) Untuk menciptakan keadilan di bidang ekonomi, dengan jalan distribusi
pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang
amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana.
c) Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang
usaha yang lebih besar terutama kelompok miskin yang diarahkan kepada
kegiatan usaha produktif menuju terciptanya kemandirian usaha.
d) Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, upaya bank syariah dalam
mengentaskan kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah yang lebih
menonjol sifat kebersamaannya.

5 M.Zuhri,(1996)Riba dalam Al-Qur`an dan masalah perbankan,Raja Grafindo Persada,Jakarta ,h.159

107
e) Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter, bank syariah mampu
menghindari pemanasan ekonomi akibat inflasi, menghindari persaingan
yang tidak sehat antara lembaga keuangan.
f) Untuk menyelamatkan ketergantungan ummat terhadap bank non syariah.

2) BPR Syariah (Badan Perkreditan Rakyat Syariah)


BPRS menurut UU Perbankan No.7 tahun 1992 adalah lembaga keuangan bank
yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan,
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana
sebagai usaha BPR. Sedangkan dalam UU No.10 tahun 1998 disebutkan bahwa
BPR adalah lembaga keuangan bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara
konvensional atau berdasarkan prinsif syariah.6Adapun tujuan BPRS adalah7:
a) Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama golongan
ekonomi lemah yang pada umumnya berada di daerah pedesaan.
b) Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan,sehingga dapat
mengurangi arus urbanisasi.
c) Membina semangat ukhuwah Islam melalui kegiatan ekonomi.

Bentuk-bentuk penyaluran dana BPR syariah :


1) Pembiayaan Mudharabah.
Bank menyediakan modal bagi nasabah (pengusaha) kemudian dikelola, dan
keuntungan yang diperoleh akan dibagi (perjanjian bagi hasil) sesuai dengan
kesepakatan.
2) Pembiayaan Musyarakah.
Bank dan pengusaha bersama-sama membiayai suatu proyek dan dikelola
secara bersama-sama.Keuntungan akan dibagi sesuai dengan penyertaan
masing-masing pihak.
3) Pembiayaan Bai`u Bithaman Ajil.
Bank menyediakan dana untuk pembelian sesuatu barang atau asset yang
dibutuhkan oleh nasabah guna mendukung usaha atau proyek yang sedang
diusahakan.

6 Lihat surat keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Bank umum berdasarkan prinsip syariah dalam UU
RINo.10 1998 tentang perubahan atas UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan.
7 Warkum Sumitro,(2002), Karnaen Poerwataatmaja dan Syafei Antonio (1992),Apa dan Bagaimana Bank
Islam,Dana Bhakti Wakaf Yogyakarta h.96.

108
3) BMT
Baitul Maal wat Tammil (BMT) terdiri dari dua istilah yaitu baitul maal dan
baitul tamwil. Baitul maal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan
penyaluran dana yang non profit seperti zakat, infaq,shadaqah.Seadangkan baitul
tamwil sebagai usaha dan penyaluran dana komersial.BMT adalah suatu lembaga
pendukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan syariah.
Adapun peran BMT adalah : Menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi
non syariah, melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil, bersikap aktif
menjalankan fungsi sebagai lembaga keuangan mikro,melepaskan ketergantungan
kepada rentenir mampu memenuhi keinginan mereka dengan segera berarti BMT
harus mampu melayani masyarakat setiap saat. Misalnya selalu tersedia dana setiap
saat, birokrasi yang sederhana. Menjaga keadilan ekonomi masyarakat dengan
distribusi pendapatan yang merata.
Prinsip operasional BMT tidak jauh berbeda dengan BPRS yakni menggunakan
tiga prinsip:
a) Prinsif bagi hasil mudharabah, musyarakah, muzaro`ah dan musaqah.
b) Sistem jual beli.
c) Sistem non profit contoh Qordul Hasan.

Akad berserikat: maksudnya kerja sama antara dua pihak atau lebih, masing-
masing pihak mengikut sertakan modal dengan perjanjian pembagian keuntungan
atau kerugian yang disepakati. Penyediaan uang dan tagihan berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam diantara BMT dengan pihak lain.
Yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya beserta bagi hasil setelah
jangka waktu tertentu. BMT bisa berdiri dengan modal awal sebesar Rp 20 juta
atau lebih, bila terdapat kesulitan bisa Rp 10 juta bahkan lima juta rupiah. Dana
bisa dari satu orang atau beberapa tokoh masyarakat setempat, yayasan, kas masjid
atau bazis, anggotanya terdiri dari 20-44 orang. Manajemen BMT diselenggarakan
secara agamis dan professional, dalam arti tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip syariah, tetapi disisi lain tidak meninggalkan ruh profesionalisme
dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya. Menurut Syafe`i Antonio
permasalahan mendasar BMT adalah minimnya modal, SDM yang tidak memadai
dan lemahnya system operasional. Untuk mewujudkannya menurut Safe`i adalah
dengan :
a) Capital Struktur.
b) Human Resources (SDM) yang kompeten.
c) Tenaga BMT diharapkan minimal D3.

109
d) Minimum IT Requirement (perlengkapan it minimal).
e) BMT punya perangkat computer dan softwere pendidikan akutansinya.
f) Minimum size business (BMT) harus punya produk bisnis yang diandalkan
jangan satu jenis saja.
g) Networking (jaringan) menyangkut pasar, masjid, tokoh ulama dan
masyarakat.
h) Coaching (pembinaan) harus rutin dilakukan.
i) Risk manajement (manajemen resiko) yang terdiri dari unsur : manajemen,
strategi operasional, kredit, pasar, likuiditas, legal dan manajemen reputasi
(sharing).

Kita melihat makin banyak BMT-BMT berdiri di seluruh Indonesia yang


diharapkan dapat menjadi pendorong pembangkit ekonomi untuk semua kelas.
Kemunculannya sungguh sangat membanggakan. Dalam operasionalnya BMT
tidak termasuk dalam lembaga keuangan yang berada dalam pengawasan Bank
Indonesia karena dia tidak termasuk Bank Umum atau BPRS yang berada dalam
lingkup kerja BI. BMT adalah lembaga keuangan mikro dengan badan koperasi.
Dalam sistem perbankan syariah, pemahaman terhadap konsep keuangan
syariah menempati faktor yang menentukan eksistensi dan jati diri perbankan
syariah dihadapan perbankan konvensional. Kedudukannya sangat penting
dalam kepentingan image building mengenai Islamic Banking, akan tetapi juga
searah dengan penyadaran masyarakat akan nilai-nilai Islam dan tanggung
jawab keagamaan yang merupakan konsekwensi logis dari pengatasnamaan
agama Islam. Konsep non ribawi atau anti bunga dengan tawaran sistem berbagi
untung, merupakan konsep distingtif dalam perbankan Islam /syariah atas
sistem perbankan konvensionalyang memakai bunga atau interestdalam proses
intermediasi keuangan.
Oleh karena itu para praktisi dituntut memiliki pengetahuan perihal
instrument financial dalam perbankan Islam seperti dalam proses pembiayaan
antara lain konsep Mudharabah(Qirad), kemitraan (musyarakah), kontrak jual
beli(murabahah), pinjaman kebaikan (qardul hasan),leasing atau sewa peralatan
dan takaful. Dalam proses penghimpunann dana digunakan Tabungan Titipan
(wadi`ah) tabungan Mudharabah dll. Jika ini tidak benar-benar dipahami sangat
mungkin kerja BMT memunculkan penyimpangan-penyimpangan baru yang
akhirnya kerjanya tidak jauh berbeda dari sistem perbankan konvensional. Dan
terjadi pertentangan antara teori dan praktek. BMT sudah seharusnya diperhatikan
lebih serius oleh pemerintah dan semua kalangan masyarakat untuk mendorong

110
agar lebih cepat lagi pertumbuhannya di tengah-tengah masyarakat sesuai dengan
visi dan misi BMT untuk mencapai kesejahteraan lahir dan batin.

4) Asuransi Syariah
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dimana seorang
penanggung mengikat diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima premi,
untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan,
kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena
suatu peristiwa yang tak tertentu.8
Asuransi syariah di Indonesia dipelopori oleh PT. Asuransi Takaful Indonesia
yang berdiri pada tahun 1994. Sebagian kalangan Islam beranggapan bahwa
asuransi sama dengan menentang qadha dan qadar atau bertentangan dengan
takdir. Padahal sesungguhnya tidak demikian, karena pada dasarnya Islam
mengakui bahwa kecelakaan, kemalangan, dan kematian merupakan takdir Allah
yang tidak dapat ditolak. Hanya saja kita sebagai manusia diperintahkan membuat
perencanaan untuk menghadapi masa depan sebagai mana firman-Nya dalam Al-
Qur`an S.Al-Hasyr ayat 18 dan QS:Yusuf 43-49.
Sangat jelas dalam ayat ini manusia dianjurkan untuk berusaha menjaga
kelangsungan kehidupan dengan memproteksi kemungkinan terjadinya kondisi
yang buruk. Dari sini dapat disimpulkan bahwa berasuransi tidak bertentangan
dengan takdir bahkan Allah menganjurkan adanya upaya-upaya menuju kepada
perencanaan masa depan dengan sistem proteksi yang dikenal dalam mekanisme
asuransi.
Perbedaan asuransi konvensional dan asuransi syariah: Perbedaan utama
terletak pada prinsip dasarnya.Asuransi syariah menggunakan konsep takaful,
bertumpu pada sikap saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan
(wata`wanu alal birri wataqwa) dan tentu saja memberi perlindungan (at-ta`min).
Satu sama lain saling menanggung musibah yang dialami peserta lain.
Sedang pada asuransi konvensional dasar kesepakatan adalah jual beli,
dalam takafulinvestasi dana berdasarkan sistem syariah dengan ssstem bagi hasil
(mudharabah) sedang pada asuransi konvensional atas dasar bunga atau riba
(Advertorial Takaful, Republika 22 Juli 2002).

8 Dengan demikian ansuransi merupakan hubungan hokum antara dua pihak yang saling terikat d -
lam suatu perjanjian yang mengakibatkan hak dan kewajiban tertanggung(insured/assured) yaitu pihak
yang mempercayakan (mengansuransikan) miliknya terhadap suatu resiko yang mungkin terjadi,dan
penanggung(insures/underwriter`s)yaitu pihak yang menerima pertanggungan. Pihak ini lazim disebut peru-
sahaan ansuransi,Thomas Suyatno dll.(1993),kelembagaan perbankan STIE dan gramedia,Jakarta h.80.

111
Demikian pula untuk dana premi yang terkumpul dari peserta dalam
konvensional dana itu menjadi milik perusahaan asuransi. Tentu saja terserah
perusahaan itu bila hendak diinvestasikan kemanapun. Adapun pada asuransi
takaful dana itu tetap milik peserta. Perusahaan hanya dapat amanah untuk
mengelolanya. Pada takaful keuntungan dibagi antara perusahaan asuransi
dengan peserta, sedangkan pada sistem konvensional keuntungan menjadi milik
perusahaan.
Satu hal yang sangat ditekankan dalam takaful adalah meniadakan tiga unsur
yang selalu dipertanyakan, yakni ketidakpastian, untung-untungan, dan bunga
alias riba. Tentu saja perusahaan takaful tidak melupakan unsur keuntungan
yang bisa diperoleh nasabah. Dari setiap premi yang dibayarkan sekitar 5% akan
dimasukkan ke dana peserta sebagai tabungan bila terjadi klaim peserta secara
tiba-tiba. Dana yang sebesar 5% disebut dana tabarru`. Sumbangan (tabarru`)
sama dengan hibah (pemberian) oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali
kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut syariah. Sisanya 95% akan
ditanamkan disejumlah portofolio investasi yang sesuai dengan syariah Islam,
yakni saham syariah, reksa dana syariah, dana penyertaan langsung, dana talangan,
deposito serta hipotek. Setelah dikurangi beban asuransi, surplus kumpulan
dana itu akan dibagikan kepada peserta dengan sistem bagi hasil. Nisbahnya
berkisar 70% untuk perusahaan asuransi dan 30% untuk peserta. Atau 60:40 bila
hasil investasi meningkat dengan tajam. Ini semua berlaku untuk semua produk
asuransinya.Inilah yang membedakan dengan produk asuransi konvensional.
Dalam konvensional keuntungan milik perusahaan.
Dari ilustrasi itu, nilai keuntungan yang akan diperoleh peserta sangat
tergantung pada kecerdikan manajemen investasi mengelola duit nasabah.Dalam
kondisi biasa-biasa saja potensi keuntungan yang akan diraup bisa mencapai 8%
pertahun, namun jika hasilnya sedang bagus peserta bisa meraih keuntungan
hingga 16 %.
Hal yang menarik yang berkaitan dengan dana hangus, yakni ketika peserta
tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum
masa jatuh tempo.Begitu juga dengan asuransi jiwa konvensional nonsaving (tidak
mengandung unsur tabungan) atau asuransi kerugian, jika habis masa kontrak
dan tidak terjadi klaim, maka premi asurtansi yang sudah dibayarkan hangus atau
menjadi keuntungan perusahaan asuransi.
Dalam asuransi syariah, mekanismenya tidak mengenal dana hangus. Peserta
yang baru masuk sekalipun karena satu dan lain hal ingin mengundurkan diri,
maka dana atau premi yang sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali

112
kecuali sebagian kecil saja yang sudah diniatkan untuk dana tabarru` yang tidak
dapat diambil. Begitu pula dengan asuransi syariah umum, jika habis masa kontrak
dan tidak terjadi klaim maka pihak perusahaan mengembalikan sebagian dari
premi tersebut dengan pola bagi hasil,misalnya 70:30 atau 60:40 sesuai dengan
kesepakatan kontrak di muka.
Adanya DPS (Dewan Pengawas Syariah) dalam perusahaan asuransi syariah
merupakan suatu keharusan. Dia berperan dalam mengawasi manajemen, produk
serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam.
Prinsip-prinsip asuransi syariah
a. Sesama muslim saling bertanggung jawab, kesulitan seorang muslim dalam
kehidupan menjadi tanggung jawab sesama muslim.
b. Sesama muslim saling bekerja sama atau bantu membantu seorang muslim
akan berlaku bijak dalam kehidupan.
c. Seorang muslim saling melindungi penderitaan satu sama lain. Seorang
muslim dapat diibaratkan sebagai satu tubuh, jika salah satu anggotanya sakit
maka yang lain turut merasakannya.

Asuransi syariah berpegang pada ketentuan-ketentuan sebagai berikut:9


a. Kejelasan akad misalnya apakah akadnya jual beli (tabadul) atau tolong
menolong (takaful).
b. Tidak dibenarkan gharar.
c. Tabarru` (sumbangan atau derma) bermaksud memberikan dana secara
ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama lain sesama peserta takaful,
ketika ada di antranya yang mendapat musibah. Tabarru` disimpan dalam
rekening khusus.
d. Maisir dalam asuransi syariah dihindari karena adanya ketidakjelasan infor-
masi dalam melakukan transaksi karena tidak diketahui informasi oleh peser-
ta tentang berbagai hal yang berkenaan dengan produk yang akan dikonsum-
sinya. Keterbukaan merupakan akselerasi dari prinsip-prinsip syariah karena
tidak akan ada kepercayaan jika tidak ada keterbukaan dalam informasi.
e. Riba. Semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan bunga
berarti melibatkan dirinya dengan riba. Sedangkan takaful menyimpan
dananya di bank berdasarkan syariah dengan sistem mudharabah.
f. Dana hangus. Dalam asuransi konvensional ada dana hangus dimana peserta
yang yang tidak dapat melakukan pembayaran premi dan ingin mengundur-

9 Endy M Astiwara (2001) Perbedaan secara syariah Ansuransi Takaful dengan Ansuransi konvensional, Mu -
matuan, vol.1/edisi1/th.1

113
kan diri sebelum masa reversing periode. Demikian pula dengan assuransi
non tabungan atau ansuransi kerugian jika masa kontrak dan tidak terjadi
klaim, maka premi yang dibayarkan akan hangus sekaligus menjadi milik
pihak/perusahaan asuransi.

5) Pegadaian Syariah
Pada kitab undang-undang hukum perdata pasal 1150: gadai adalah suatu hak
yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak.
Barang bergerak diserahkan kepada orang berpiutang oleh seseorang yang
mempunyai hutang,seorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan yang
untuk menggunakan barang yang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi
hutang apabila pihak yang berhutang tidak dapat memenuhi kewajibannya pada
saat jatuh tempo. Perusahaan umum pegadaian adalah satu-satunya badan usaha
di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan
lembagakeuangan berupa pembiayaan dalan bentuk penyaluran dana kepada
masyarakat atas dasar hukum gadai.
Tugas pokoknya adalah memberikan pinjaman kepada masyarakat atas
dasar hukum gadai agar masyarakat tidak dirugikan oleh kegiatan lembaga
keuangan informal yang cenderungmemanfaatkan kebutuhan dana mendesakdari
masyarakat.Gadai dalam fiqih disebut rahn 10, yang menurut bahasa adalah nama
barang yang dijadikan sebagai jaminan kepercayaan, sedangkan menurut syariah
artinya menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara
hak,tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan.11
Menurut Ahmad Azhar Basyir, Rahn berarti tetap berlangsung dan menahan
sesuatu barang sebagai manatanggungan utang. Definisi rahn adalah barang yang
digadaikan, rahin adalah orang yang menggadaikan, sedangkan murtahin adalah
orang yang memberikan pinjaman.Jadi rahn merupakan perjanjian utang piutang
anatar dua atau beberapa pihak mengenai persoalan benda dan menahan sesuatu
barang sebagai jaminan utang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan
syara`sebagai jaminan atau ia bisa mengambil sebagian manfaat barang itu. Ini
dijelaskan dalam firman Allah SWT dalam QS al-Muddatsir ayat 38 : Setiap diri

10 Adapun manfaat langsung yang didapat bank adalah biaya-biaya kongkrit yang harus dibayar oleh nasabah
untuk pemeliharaan dan keamanan asset tersebut . Jika penahanan asset berdasarkan fidusia ( penahanan
barang bergerak sebagai jamnan pembayaran),maka nasabah juga harus membayar biaya ansuransi yang
besarnya sesuai dengan yang berlaku secara umum.Lihat Muh,Sefei Antonio(2001) Bank Syariah dari Teori
ke Praktik,Gema insani Jakarta h.218
11 Beberapa ulama berselisih pendapat tentang keberadaan hewan sebagai barang gadai ,tetapi perselisihan ini
lebih disebabkan keberadaan barang gadai juga berhubungan dengan tempat penyimpanan ,pemeliharaan
barang , dan biaya-biaya lainnnya.

114
bertanggung atau apa yang telah diperbuatnya. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 283:
hendaknya ada barang tanggungan yang dipegang.
Landasan hukumnya adalah Al-Qur`an (QS.Al-Baqarah :283). Al-Hadits
dari Aisyah RA, Rasulullah SAW membeli makanan dari orang Yahudi dan
beliau menggadaikan baju besi beliau. (HR.Bukhori dan Muslim). Dari Abu
Hurairah,Rasulullah SAW bersabda : Apabila ada ternak digadaikan, maka
punggungnya boleh dinaiki (oleh orang yang menerima gadai), karena ia telah
mengeluarkan biaya (menjaganya) apabila ternak digadaikan, maka air susunya
boleh diminum.

Perbedaan Dan Persamaan Gadai Syariah Dan Konvensional


Persamaannya:
a. Hak gadai atas pinjaman uang
b. Adanya agunan sebagai jaminan utang
c. Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan
d. Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh para pemberi gadai
e. Apabila batas waktu pinjaman uang habis barang yang digadaikan boleh
dijual atau dilelang.

Perbedaaannya:
a. Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara suka rela atas dasar tolong
menolong tanpa mencari keuntungan, sedangkan gadai menurut hukum
perdata disamping berprinsip tolong menolong juga menarik keuntungan
dengan caramenarik bunga atau sewa modal.
b. Dalam hukum perdata hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak
sedangkan dalam hukum Islam, rahn berlaku pada seluruh benda, baik yang
bergerak maupun yang tidak bergerak.
c. Dalam rahn tidak ada istilah bunga
d. Gadai menurut hukum perdata dilaksanakan melalui suatu lembaga yang
di Indonesia disebut Perum Pegadaian. Rahn menurut hukum Islam dapat
dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga.

6) Pasar Modal Syariah


Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrument
keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan baik dalam bentuk utang
maupun modal sendiri.Pasar modal merupakan pasar untuk surat berharga

115
jangka panjang sedang pasar uang (money market) pasar surat berharga jangka
pendek. Baik pasar uang atau pasar modal merupakan bagian dari pasar keuangan
(financial market).
Jika di pasar modal diperjualbelikan instrument keuangan seperti saham,
obligasi, obliges dikonvertibel dan berbagai produk turunan maka di pasar uang di
perjualbelikan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU),
dll.
Pasar modal syariah adalah kegiatan yang berhubungan dengan perdagangan
efek syariah perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkan, serta
lembaga profesi yang berkaitan dengannya dimana semua produk dan mekanisme
operasionalnya berjalan tidak bertentangan dengan hukum muamalat Islam.
Pasar modal syariah berbeda instrumentnya dengan pasar modal konvensional
yang mengandung riba, maisir dan gharar. Saham di pasar modal syariah adalah
saham yang dikeluarkan perusahaan yang melakukan usaha yang sesuai dengan
syariah contohnya Jakarta Islamic Indexs (JII).
Seleksi yang dilakukan terhadap saham-saham yang dimasukkan dalam
kelompok JII meliputi seleksi yang bersifat normatif dan finansial. Seleksi normatif
meliputi kegiatan usaha emiten yang bertentangan dengan prinsip syariah,yang
meliputi:
a. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang
dilarang.
b. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan
asuransi konvensional.
c. Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan makanan
dan minuman yang tergolong haram.
d. Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta menyediakan barang-barang
atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat seperti produksi video
porno, dll.

Sedangkan seleksi finansial meliputi:


a) Memiliki kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan
dengan prinsip hukum Islam dan sudah tercatat lebih dari tiga bulan (kecuali
jika termasuk dalam saham-saham 10 berkapitalisasi besar).
b) Memiliki saham yang berdasarkan laporan tahunan atau tengah tahunan
berakhir yang memiliki kewajiban terhadap aktiva maksimal sebesar 90%.
c) Memiliki 60 % saham dari susunan di atas berdasarkan urutan rata-rata
kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar selama satu tahun terakhir.

116
d) Memiliki 30 % saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata
nilai perdagangan selama satu tahun terakhir.
Itulah saham-saham yang tercatat di JII dengan mengacu pada proses seleksi.

7) Reksadana Syariah
Reksadana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal
yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas
investasi mereka. Reksadana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana
dari masyarakat yang memiliki modal mempunyai keinginan untuk melakukan
investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas12. Selain
itu reksadana juga diharapkan dapat meningkatkan peran pemodal lokal untuk
berinvestasi di Pasar Modal13.
Reksadana berasal dari kata reksa yang berarti jaga atau pelihara dan kata
dana berarti uang. Sehingga reksadana dapat diartikan sebagai kumpulan uang
yang dipelihara. Reksadana pada umumnya diartikan sebagai wadah yang
dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya
diinvestasikan dalam fortopolio efek (saham, obligasi, valuta asing atau deposito)
oleh manajer investasi14. Sedangkan reksadana syariah mengandung pengertian
sebagai reksadana yang pengelolaannya dan kebijakan investasinya mengacu pada
syariat Islam. Misalnya tidak menginvestasikan pada saham-saham atau obligasi
dari perusahaan yang pengelolaannya atau produknya bertentangan dengansyariat
Islam. Seperti pabrik makanan /minuman yang mengandung alkohol, daging babi,
rokok dan tembakau, jasa keuangan konvensional, pertahanan dan persenjataan
serta bisnis hiburan yang berbau maksiat15.
Hadirnya Bank Muamalat, Ansuransi Takaful dan tumbuhnya lembaga
keuangan syariah menimbulkan sikap optimis meningkatnya gairah investasi
yang berbasis pada investor muslim. Bapepam mulai melakukan inisiatif untuk
mewadahi investor muslim, maka mulai tahun 1997 dihadirkan reksadana syariah.
Kemudian pada tahun 2000 dihadirkan kembali produk baru dengan nama
danareksa syariah berimbang16.

12 Reksadana di Amerika Serikat dikenal dengan istilah Mutual Fund, sedangkan di Inggris di kenal dengan Unit
Trust, dan di Jepang dikenal dengan istilah investment Trust, di Malaysia reksadana lebih dikenal dengan unit
trust.
13 Tjipto Darmadji dan Hendy MF,(2001), Pasar Modal di Indonesia,Salemba Empat Jakarta,h.147.
14 Mengacu pada undang-undang pasar modal No .9 Tahun 1995 pasal 1 ayat 27didefinisikan bahwa reksadana
adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya
diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi.
15 www.pesantren.net/ekonom/2000111323171-rek.shtml.
16 PT. Danareksa Investment Management diluncurkan pada Juni 1997,sedangkan PT PNM Invesment
Management diluncurkan pada 5 Mei 2000.lih,www.tazkia .com/print.php3?=123

117
Kendala pengembangan reksadana syariah antara lain:
1. Reksadana relatif dikenal hanya pada kalangan masyarakat tertentu terutama
investor yang akan menanamkan modalnya dan masyarakat yang mempunyai
kepentingan terhadap keberadaan reksadana syariah, seperti pelaku bisnis
praktisi dan akademisi dibidang ekonomi. Sehingga reksadana syariah relatif
kurang dikenal oleh masyarakat umum.
2. Dualisme sistem dalam pasar modal yang menawarkan reksadana konven-
sional, juga reksadana syariah kurang memberikan dukungan bagi tumbuh-
nya reksadana syariahdari aspek ekonomi. Karena masyarakat lebih memilih
reksadana yang lebih berpengalaman dalam sistem pasar modal.
3. Untuk meningkatkan tumbuhnya reksadana perlu dukungan pengusaha,
pelaku reksadana syariah sekaligus akademisi guna mendukung sinergi bagi
peningkatan perkembangan reksadana syariah di berbagai sektor ekonomi.

8) Koperasi Syariah
Koperasi adalah lembaga usaha yang dinilai cocok untuk memberdayakan rakyat
kecil. Nilai-nilai koperasi juga mulia seperti keadilan, kebersamaan, kekeluargaan
dan kesejahteraan bersama. Koperasi dalam Islam disebut syirkah.Syirkah adalah
salah satu bentuk kerjasama dagang dengan rukun dan syaratsyarat tertentu, yang
dalam hukum positif disebut dengan perserikatan dagang. Sirkah berarti ikhtilat
(percampuran). Para fuqoha mendefinisikan sebagai akad antara orang-orang
yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan (mazhab Hanafi). Sirkah secara
umum ada dalam kitabullah, Allah SWT berfirman yang artinya ; maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga. (QS.:4;2). Dan sesungguhnya kebanyakan orang
yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain,kecuali
orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan amat sedikit mereka itu. (QS
38:24).
Jejak koperasi berdasarkan prinsip syariah telah ada sejak abad III H di Timur
Tengah dan Asia Tengah. Di Indonesia koperasi berbasis Islam pertama kali dalam
bentuk usaha paguyuban bernama Syarikat Dagangan Islam yang didirikan oleh
H.Saman Hudi.
Dalam koperasi syariah ada dua prinsip dasar yaitu syirkah mufawadah dan
syirkatul inan. Syirkah mufawadhah adalah perkongsian antara dua orang atau
lebih, dengan masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (simpanan
pokok) wajib yang sama, sedangkan simpanan suka rela tergantung pada masing-
masing anggota. Sedangkan Syirkatul Inan yaitu perkongsian dua orang atau

118
lebih dengan kontribusi dana dari masing-masing anggota kongsi bervariasi.
Dana itu dikembangkan bersama-sama dan pembagian keuntungan berdasarkan
kesepakatan bersama.
Di dalam koperasi syariah pemberian pinjaman digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hajiat (sekunder) dan tahsiniyat (tersier). Koperasi menerapkan sistem
murabahah yaitu penjualan barang seharga biaya barang tersebut ditambah
mark up (keuntungan)yang disepakati. Karakternya penjual harus memberi tahu
pembeli mengenai harga pembelian produk dan menyatakan jumlah keuntungan
yang ditambah pada biaya (cost) tersebut17. Jadi bentuk pinjaman yang diberikan
oleh koperasi adalah barang bukan uang dan akadnya bukan pinjam meminjam
tetapi jual beli.Pada saat anggota datang kepada koperasi syariah untuk meminjam
sejumlah dana, maka yang dilakukan oleh pihak pengurus koperasi adalah
menanyakan kepada anggota tersebut untuk apa dana tersebut digunakan.Jika
digunakan untuk membeli barang maka pihak koperasi bisa menjembatani
kebutuhan anggota tersebut dengan membelikan secara langsung barang yang
dibutuhkan oleh anggota. Transaksi yang terjadi adalah jual beli. Pihak koperasi
menjelaskan kepada anggota harga beli awal barang, biaya-biaya yang dikeluarkan
oleh koperasi untuk pengadaan barang tersebut serta tingkat keuntungan yang
ingin diperoleh koperasi, setelah disepakati oleh kedua belah pihak, harga tersebut
menjadi harga jual bagi barang yang dipesan oleh anggota tersebut.
Bentuk akad lain ba`i bi tsaman ajil atau jual beli secara cicil. Mekanisme ini
diharapkan mampu menghindari terjadinya penyalahgunaan dana pinjaman dari
koperasi yang selama ini sering terjadi. Mekanisme ini juga untuk menghindari
elemen-elemen yang terdapat didalamnya, terhindar dari praktek sistem
peminjaman uang yang menggunakan instrument bunga /riba.

Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional :


a. Sumber (Epistimology) dan tujuan kehidupan Ekonomi Islam berazaskan pada Al-
Qur`an dan Al-Sunnah serta ijtihad. Perkara-perkara azas muamalah dijelaskan
didalamnya dalam bentuk suruhan/perintah dan larangan. Suruhan dan larangan
tersebut bertujuan untuk membangun keseimbangan rohani dan jasmani manusia
yang berazaskan Tauhid.
Ekonomi Konvensional: lahir berdasarkan pemikiran manusia yang bisa
berubah berdasarkan waktu sehingga tidak bersifat kekal dan selalu membutuhkan
perubahan-perubahan, bahkan terkadang mengabaikan aspek etika dan moral
tergantung untuk kepentingan apa dan siapa.

17 Kata cost menyangkut pembelian dan expense (biaya-biaya ) lain yang dikeluarkan oleh pemilik barang.

119
Tujuan yang tidak sama tersebut melahirkan implikasi yang berbeda. Menurut
pakar ekonomi Islam, ekonomi Islam bertujuan untuk mencapai al-Falah di dunia
dan akhirat, artinya untuk meraih akhirat yang hasanah melalui dunia yang
hasanah pula, sedangkan ekonomi konvensional mencoba menyelesaikan segala
permasalahan yang timbultanpa ada pertimbangan mengenai soal ketuhanan dan
keakhiratan, akan tetapi lebih mengutamakanuntuk kemudahan dan kepuasan
manusia di dunia saja. Ekonomi Islam meletakkan manusia sebagai khalifah di
muka bumi dimana segala yang ada di bumi dan langit diperuntukkan untuk
manusia, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah An-Nahl(16:12-13): “Dan
Dia menundukkanmalam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-
bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum
yang memahami(nya). Dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk
kamudi muka bumi ini dengan berlain-lainnan macamnya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum
yang mengambil pelajaran.
b. Masalah kelangkaan dan pilihan
Dalam ekonomi konvensional masalah ekonomi timbul karena adanya kelangkaan
sumber daya yang dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak terbatas. Dalam
Islam, kelangkaan sifatnya relatif, bukan kelangkaan yang absolut dan hanya terjadi
pada satu dimensi ruang dan waktu tertentu saja dan kelangkaan tersebut timbul
karena manusia tidak memiliki kemampuan untuk mengelola sumber daya yang
telah diciptakan Allah. Kelangkaan membutuhkan ilmu dan pengetahuan untuk
melakukan pilihan. Dalam ekonomi konvensional, masalah pilihan tergantung
pada macam-macam sifat individu, sehingga mungkin tidak memperhitungkan
persyaratan-persyaratan masyarakat. Dalam ekonomi Islam, manusia tidak berada
pada kedudukan untuk mendistribusikan sumber-sumber semaunya, tetapi ada
pembatasan yang tegas berdasarkan kitab suci Al-Qur`an dan As-Sunnah atas
tenaga individu. Dalam Islam kesejahteraan sosial dapat dimaksimalkan jika sumber
daya ekonomi juga dialokasikan sedemikian rupa, sehingga dengan pengaturan
kembali keadaannya, tidak seorangpun menjadi lebih baik dengan menjadikan
orang lain lebih buruk di dalam kerangka Al-Qur`an atau As-Sunnah.
c. Konsep harta dan kepemilikan
Semua harta adalah milik Allah, sebagaimana firmanAllahSWT dalam Surah Al-
Baqarah (2:284) “Milik Allah lah apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi.
Jika kamu nyatakan yang ada didalam hatimu atau kau sembunyikan, niscaya Allah

120
memperhitungkan (tentang perbuatan itu) bagimu. Dia mengampuni siap yang Dia
kehendaki. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Dan selanjutnya dalam surah Al-Hadid (57:7) Allah SWT berfirman
:”Berimanlah kamu kerpada Allah dan Rasul-Nya dan infaqkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari harta yang Dia telah menjadikan kamu sebagai penguasanya (amanah).
Maka orang yang beriman diantara kamu dan menginfaqkan (hartanya di jalan
Allah) memperoleh pahala yang besar”. Dalam ayat diatas manusia adalah khalifah
atas harta miliknya, maksudnya adalah bahwa semua harta yang ada di tangan
manusia pada hakikatnya kepunyaan Allah, karena Allah yang menciptakannya.
Akan tetapi, Allah memberikan hak kepada manusia untuk memanfaatkannya,
menggunakannya di jalan Allah dan bukan memilikinya.
Jelaslah bahwa dalam Islam kepemilikan pribadi,baik atas barang konsumsi
ataupun barang modal sangat dihormati walaupun hakikatnya tidak mutlak dan
pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan orang lain adalah
ajaran Islam. Sementara itu dalam ekonomi kapitalis, kepemilikan bersifat mutlak
dan pemanfaatannya bebas, sedangkan dalam ekonomi konvensional lainnya
(khususnya di kalangan sosialis) justru sebaliknya, kepemilikan pribadi tidak
diakui, yang ada kepemilikan Negara.
Salah satu karakteristik ekonomi Islam mengenai harta yang tidak terdapat
dalam sistem perekonomian lain adalah Zakat. Sistem perekonomian di luar Islam
tidak mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta, agar menyisihkan sebagian
harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki, dan dendam. Jika
dalam ekonomi konvensional pemerintah memperoleh pendapatan dari sumber
pajak, bea cukai dan pungutan lainnya, maka Islam lebih memperkayanya dengan
zakat, jizyah, kharaz (pajak bumi) dan rampasan perang.
d. Konsep Bunga ( Riba )
Sistem ekonomi Islam harus bebas dari bunga (riba) karena riba merupakan
pemerasan kepada orang yang terdesak atas kebutuhan. Islam sangat mencela
penggunaan modal yang mengandung riba. Dalam Islam sistem yang diterima
adalah sistem bagi hasil (profit sharing), sistem ini berorientasi pemenuhan
kemaslahatan hidup umat manusia sedangkan dalam sistem konvensional adanya
riba. Pada sistem riba yang selalu diuntungkan adalah orang yang punya modal,
yang pada akhirnya yang kaya makin kaya, perbedaan kaya dan miskin sangat jauh
jurang pemisahnya yang menimbulkan kesenjangan sosial yang sangat tinggi.

121
e. Keunggulan Kompetitif Ekonomi Islam
Islam sebagai al-Din mengandung ajaran yang komprehensif dan sempurna. Islam
mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tidak saja aspek ibadah tetapi juga aspek
muamalah, khususnya ekonomi.Al-Qur`an secara tegas menyatakan kesempurnaan
Islam tersebut dalam banyak ayat, antara lain:
(1) Surah Al-Maidah (5:3) “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, babi
dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama Allah), yang tercekik yang
dipukul, yang jatuh yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas kecuali yang
sempat kamu sembelih dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala dan
diharamkan pula mengundi nasib dengan anak panah karena itu suatu perbuatan
pasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (menghalalkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-
Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan
nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku Ridha Islam sebagai agamamu. Tetapi barang
siapa terpaksa karena lapar bukan karena ingin berbuat dosa maka sungguh Allah
Maha Pengampun lagi maha penyayang.
(2) Surah Al-An-`am (6:38) “Tidak ada seekor binatang pun yang ada di bumi dan
burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya
merupakan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu yang kami luputkan
di dalam kitab kemudian kepada tuhan mereka dikumpulkan.
(3) Surah An-Nahl (16:89): “Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Kami bangkitkan pada
setiap ummat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan kami datangkan
engkau (Muhammad) menjadi saksi atas mereka. Dan Kami turunkan kitab
kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan
kabar gembira bagi orang yang berserah diri (Muslim)”.

Kesempurnaan ajaran Islam itu tidak saja diakui oleh intelektual Muslim, tetapi
juga para orientalis dari Barat, diantaranya H.A.R Gib yang mengatakan: “Islam is much
more than a system of theology it`s a complete civilization”.
Salah satu ajaran Islam yang mengatur kehidupan manusia adalah aspek ekonomi
(mua`malah iqtishadiyah). Ajaran Islam tentang ekonomi cukup banyak, baik dalam
Al-Qur`an, Al-Sunnah, maupun ijtihad para ulama.Hal ini menunjukkkan bahwa
perhatian Islam dalam masalah ekonomi sangat besar. Ayat yang terpanjang dalam Al-
Qur`an justru berisi tentang masalah perekonomian, bukan masalah ibadah (makhdah)
atau Aqidah. Ayat itu ialah ayat 282 dalam Surah Al-Baqarah yang menurut Ibnu Arabi
ayat ini mengandung 52 hukum/masalah ekonomi.

122
C.C.Torrey dalam The Commercial Theology Term in The Qur`an menerangkan
bahwa Al-Qur`an memakai 20 terminologi bisnis. Ungkapan tersebut diulang sebanyak
720 kali. Dua puluh terminologi bisnis tersebut antara lain: 1) Tijarah, 2) Ba`i 3)
Isytara, 4) Dain (Tadayan), 5) Rizq, 6) Riba, 7) Dinar, 8) Dirham, 9) Qismah, 10) Dharb
(mudharabah), 11) Syirkah, 12) Rahn, 13) Ijarah/ujrah, 14) Amwal, 15) Fadhilah, 17)
Akad/`ukud, 18) Mizan (timbangan) dalam perdagangan, 19) Kail (takaran) dalam
perdagangan, 20) waraq (mata uang).
Nabi Muhammad SAW menyebut ekonomi adalah pilar pembangunan dunia.
Dalam berbagai Hadits juga menyebutkan bahwa para pedagang (pebisnis) sebagai profesi
terbaik, bahkan mewajibkan ummat Islam untuk menguasai perdagangan.”Hendaklah
kamu kuasai bisnis, karena 90% pintu rezeki ada dalam bisnis”. (HR. Ahmad)
Demikian besarnya penekanan dan perhatian Islam pada ekonomi, sehingga
tidak mengherankan jika banyak kitab Islam membahas konsep ekonomi. Kitab-kitab
Fiqih senantiasa membahas topik-topik Mudharabah, Musyarakah, Musyahamah,
Murabahah, Ijarah, Wadi`ah, Wakalah, Hawalah, Kafalah, Ji`alah, Ba`i, Salam, Istisna,
riba dan ratusan konsep muamalah lainnya. Selain itu juga terdapat kitab-kitab Fiqih
terdapat karya-karya ulama-ulama klasik yang sangat melimpah dan secara panjang
lebar (luas) membahas konsep dan ilmu ekonomi Islam. Pada dasarnya, seluruh kitab
Fiqih Islam membahas masalah muamalah ,contoh: Al-Umm (Imam Safi`i) Majmu
syarah Muhazzab (Imam Nawawi), Majmu Fatawa (Ibnu Taimiyah). Sekitar 1/3 isi kitab
tersebut berisi tentang kajian muamalah. Oleh karena itulah maka Umer Ibrahim Vadillo
(intelektual asal Skotlandia) menyatakan, bahwa 1/3 ajaran Islam tentang muamalah.
Materi kajian ekonomi Islam pada masa klasik cukup maju dan berkembang.
Siddiqi menuturkan :”Ibnu Khaldun membahas aneka ragam masalah ekonomi
yang luas, termasuk ajaran tentang tata nilai, pembagian kerja, sistem harga, hukum
penawaran dan permintaaan, konsumsi dan produksi, Uang, pembentukan modal,
pertumbuhan penduduk, makro ekonomi dari pajak dan pengeluaran publik, daur
perdagangan, pertanian, industry dan perdagangan, hak milik dan kemakmuran dan
sebagainya. Ia juga membahas berbagai tahapan yang dilewati masyarakat dalam
perkembangan ekonominya. Kita juga menemukan paham dasar yang menjelma dalam
kurva penawaran tenaga kerja yang kemiringannya berjenjang mundur (Shindiqi,
Muhammad Najatullah, Muslim economic Thingking, Asurvey of contemporary
Literature, dalam buku Studies in Islamic Ekonomic, International Centre for Research
in Islamic Economics King Abdul Aziz Jeddah and The Islamic Foundation, United
Kingdom,1976)
Boulakia bahkan menyatakan Ibnu Khaldun jauh mendahului Adam Smith,
Keynesy, Ricardo dan Robert Malthus. Ibnu Khaldun telah menemukan sejumlah besar

123
ide dan pemikiran ekonomi fundamental beberapa abad sebelum kelahiran resminya
di Eropa. Ia menemukan keutamaan dan kebutuhan suatu pembagian kerja sebelum
ditemukan Smith dan prinsif tentang nilai kerja sebelum Ricardo. Ia telah mengolah
teory tentang kependudukan sebelum Malthus dan mendesak peranan Negara di dalam
perekonomian sebelum Keynes. Bahkan lebih dari itu, Ibnu Khaldun menggunakan
konsepsi ini untuk membangun suatu sistem dinamis yang mudah dipahami dimana
mekanisme ekonomi telah mengarahkan kegiatan ekonomi kepada fluktuasi jangka
panjang (Boulakia, Jean David C.:Ibnu Khaldun :A Fourteenth Century Economic”-
Journalof Poltical Economic 79 (5) September-October 1971.
Demikianlah gambaran kemajuan perkembangan ekonomi Islam di masa lalu.
Tapi disayangkan, dalam waktu yang relatif panjang yaitu sekitar 7 abad (abad 13 s/d
pertengahan abad 20), ajaran-ajaran Islam tentang ekonomi diabaikan kaum muslimin.
Akibatnya ekonomi Islam terbenam dalam limbo sejarah dalam mengalami kebekuan
(stagnasi). Dampak selanjutnya, umat Islam tertinggal dan terpuruk dalam bidang
ekonomi. Dalam kondisi yang demikian, masuklah kolonialisme barat mendesakkan
dan mengajarkan doktrin-doktrin ekonomi ribawi (kapitalisme) khususnya sejak
abad 18 s/d abad 20. Proses ini berlangsung lama, sehingga paradigma dan sibghah
ummat Islam menjadi terbiasa dengan sistem kapitalisme, konsep dan teori-teori itu
menjadi berkarat dalam pemikiran ummat Islam. Sebagai konsekuensinya, ketika
ajaran ekonomi Islam kembali ditawarkan kepada ummat Islam, mereka melakukan
penolakan, karena dalam pikirannya telah mengkristal pemikiran ekonomi ribawi dan
pemikiran ekonomi kapitalisme.Padahal ekonomi Islam adalah ajaran Islam yang harus
diikuti dan diamalkan sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur`an Surah Al-
Jatsiah ayat 18: “Kemudian kami jadikan bagi kamu (Muhammad) mengikuti syariat,
maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui”.
Sikap ummat Islam (utamanya para ulama dan intelektual muslim) yang
mengabaikan kajian-kajian muamalah sangat disesalkan oleh ulama (para ekonom
muslim). M. Njatullah As-Siddiqi mengatakan dalam buku “muslim economic
thingking”, bahwa kejayaan peradaban Islam dan pengaruhnya atas panggung sejarah
dunia untuk 1000 tahun, tidak mungkin tanpa diiringi dengan ide-ide (pemikiran)
ekonomi dan sejenisnya. Dari Abu Yusuf pada abad ke-2 Hijrah sampai ke Thusi dan
Waliullah kita memiliki kesinambungan dari serentetan pembahasan yang sungguh-
sungguh mengenai perpajakan, pengeluaran pemerintah, ekonomi rumah tangga, uang
dan perdagangan, pembagian kerja, monopoli, pengawasan harga dan sebagainya.Tapi
disayangkan, tidak ada perhatian yang sungguh-sungguh yang diberikan atas khasanah

124
intelektual yang berharga ini oleh pusat-pusat riset akademik di bidang ilmu ekonomi
(Muslim economic thingking foundation united kingdom,1976).

1. Manfaat Mengamalkan Ekonomi Islam


Mengamalkan ekonomi Islam jelas mendatangkan manfaat yang besar bagi
ummat Islam itu sendiri, pertama mewujudkan integritas seorang muslim yang kaffah,
sehingga Islam tidak lagi parsial. Bila ummat Islam masih bergelut dan mengamalkan
ekonomi ribawi, berarti keislamannya belum kaffah sebab ajaran ekonomi Islam
diabaikan.Kedua, menerapkan dan mengamalkan ekonomi Islam melalui bank Islam,
asuransi Islam, reksadana Islam, pegadaian Islam, dan BMT. Mendapatkan keuntungan
duniawi dan ukhrawi, keuntungan duniawi berupa keuntungan bagi hasil, keuntungan
ukhrawi adalah terbebas dari unsur riba yang diharamkan. Selain itu mengamalkan
ekonomi Islam mendapatkan pahala karena telah mengamalkan ajaran Islam yaitu
meninggalkan ribawi. Ketiga mengamalkan ekonomi Islam bernilai ibadah. Keempat
mengamalkan ekonomi Islam melalui lembaga bank Islam Ansuransi atau BMT berarti
mendukung kemajuan lembaga ekonomi ummat Islam sendiri.Kelima mengamalkan
ekonomi Islam dengan membuka tabungan deposito atau menjadi nasabah asuransi
islam, berarti mendukung upaya pemberdayaan ekonomi umat Islam itu sendiri untuk
mengembangkan usaha-usaha kaum muslimin. Keenam mengamalkan ekonomi Islam
berarti mendukung gerakan amar ma`ruf nahi mungkar, sebab dana yang terkumpul
tersebut hanya boleh dimanfaatkan untuk usaha-usaha atau proyek-proyek halal. Bank
Islam tidak akan mau membiayai usaha- usaha haram, seperti pabrik minuman keras,
usaha perjudian, usaha narkoba, hotel yang digunakan untuk kemaksiatan atau tempat
hiburan yang bernuasa munkar seperti diskotikdan sebagainya.
Penerapan Ajaran Ekonomi Islam
Sejak terbitnya buku Max Weber The Protestan Ethic and The Sprit of Capitalism
(1904-5), orang yakin adanya hubungan erat antara (ajaran-ajaran) agama dan etika kerja,
atau antara penerapan ajaran agama dengan pembangunan ekonomi. Dalam ekonomi
Islam, etika agama kuat sekali melandasi hukum-hukumnya. Namun juga disini banyak
keberhasilan ekonomi yang didasarkan pada peyimpangan-penyimpangan ajarannya.

Etika dan Prilaku Ekonomi


a) Etika sebagai ajaran baik-buruk, benar-salah, atau tentang moral, khususnya dalam
prilaku dan tindakan-tindakan ekonomi, bersumber terutama dari ajaran agama.
Itulah sebabnya banyak ajaran dan faham dalam ekonomi barat merujuk pada kitab
Bible, dan etika ekonomi Yahudi banyak merujuk pada Taurat. Demikian pula etika

125
ekonomi Islam termuat dalam lebih dari seperlima ayat-ayat yang dimuat dalam
Al-Qur`an.Namun jika etika agama Kristen-Protestan telah melahirkan semangat
(spirit) kapitalisme, maka etika agama Islam tidak mengarah pada kapitalisme
maupun sosialisme. Jika kapitalisme menonjolkan sifat individualisme dari
manusia, dan sosialisme pada kolektivisme maka Islam menekankan empat sifat
sekaligus yaitu: 1) kesatuan (unity), 2) keseimbangan (equilibrium), 3) kebebasan
(free will) dan 4) tanggung jawab (responsibility). Manusia sebagai khalifatullah di
dunia tidak mungkin bersifat individualistic karena semua (kekayaan) yang ada di
bumi adalah milik Allah semata dan manusia adalah kepercayaannya di bumi.
b) Sistem Ekonomi
Sistem Ekonomi Islam berbeda dengan kapitalisme, sosialisme maupun Negara
Kesejahteraan(Welfare State). Berbeda dengan kapitalisme karena Islam menentang
ekploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang
penumpukan kekayaan, seperti firman AllahSWT dalam Surah Al-Humazah(104:2)
“Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela, yang mengumpulkan harta dan
menghitung-hitungnya”.
Orang miskin dalam Islam tidak dihujat sebagai kelompok malas dan yang
tidak suka menabung dan berinvestasi. Ajaran Islam yang paling nyata menjunjung
tinggi upaya pemerataan untuk mewujudkan keadilan sosial seperti firman
AllahSWTdalam Surah Al-Hasyr (59:7) “jangan sampai kekayaan hanya beredar
dikalangan orang-orang kaya saja diantara kamu”.
Disejajarkan dengan sosialisme, Islam berbeda dalam hal kekuasaan Negara,
yang dalam sosialisme sangat kuat dan menentukan. Kebebasan perorangan yang
dinilai tinggi dalam Islam jelas bertentangan dengan ajaran sosialisme, sedangkan
ajaran ekonomi kesejahteraan (welfare state) yang berada di tengah-tengah antara
kapitalisme dengan sosialisme memang lebih dekat ke ajaran Islam. Bedanya
hanyalah bahwa dalam Islam etika benar-benar dijadikan pedoman perilaku
ekonomi sedangkan dalam wafare state tidak demikian, karena etika walfare state
adalah sekuler yang tidak mengarahkan pada “integrasi vertical” antara aspirasi
materi dan spiritual (Naqvi).
Dapat disimpulkan bahwa dalam Islam pemenuhan kebutuhan materil
dan spiritual benar-benar dijaga keseimbangannya, dan pengaturan oleh
Negarameskipun ada tidak bersifat otoriter.
c) Etika Bisnis
Karena etika dijadikan pedoman dalam kegiatan ekonomi dan bisnis, maka etika
bisnis menurut Islam juga dapat digali langsung dari Al-Qur`an dan Al-Sunnah.
Misalnya karena adanya larangan riba, maka pemilik modal selalu terlibat langsung

126
dan bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan miliknya, bahkan terhadap
buruh yang dipekerjakannya. Perusahaan dalam sistem ekonomi Islam adalah
perusahaan keluarga bukan perseroan terbatas yang pemegang sahamnya dapat
menyerahkan pengelolaan perusahaan begitu saja pada direktur atau manajer yang
digaji. Dalam sistem yang demikian tidak ada perusahaan yang menjadi sangat
besar, seperti di dunia kapitalis barat, tetapi juga tidak ada perusahaan yang tiba-
tiba bangkrut atau dibangkrutkan. Etika bisnis Islam menjunjung tinggi semangat
saling percaya, kejujuran, dan keadilan sedangkan antara pemilik perusahaan dan
karyawan berkembang semangat kekeluargaan. Misalnya dalam perusahaan yang
Islami, gaji karyawan dapat diturunkan jika perusahaan benar-benar merugi dan
karyawan juga dapat bonus jika keuntungan perusahaan meningkat. Buruh muda
yang masih tinggal bersama orang tua dapat dibayar lebih rendah, sedangkan yang
sudah berkeluarga dan punya anak dapat dibayar lebih tinggi dibanding rekan-
rekannya yang muda.

2. Penataan kembali sosialisali ekonomi Indonesia


Bila disadari bahwa salah satu sebab utama terjadinya krisis ekonomi adalah
karena tingginya suku bunga pinjaman dan membengkaknya utang luar negeri sebagai
konsekuensi dari liberalisasi kebijakan moneter dan keuangan internasional maka
secara prinsipil, ajaran Islam sedari dulu sudah melarang riba, usury atau bunga dalam
transaksi bisnis.Sebagai alternatif, Islam menawarkan konsep musyarakah atau profit
loss sharing, mudharabah atau profit-sharing, murabahah atau cozt plus margin ba`i
bitstsaman ajil, qardhul hasan atau pinjamann kebajikan tanpa imbalan apapun kecuali
pengembalian pokok pinjaman. Secara bertahap perbankan nasional harus dibebaskan
dari unsur bunga sehingga investor lebih terkonsentrasi pada pengembangan usaha
yang menguntungkan tanpa harus memikirkan pengembalian beban bunga pinjaman.
Kegiatan bisnis berdasarkan prinsip partnership atau kemitraan dan participatory
secara luas harus digalakkandi segala lini. Dalam hal berutang baik pada tataran
individual, perusahaan maupun pemerintah meskipun ajaran Islam tidak melarang
utang dan juga tidak menganjurkannya tetapi sebaiknya dihindarkan. Sebagai solusi,
ajaran Islam menganjurkan perubahan status utang piutang menjadi kemitraan bisnis
non magrib yaitu non maisyir, non gharar, dan non ribawi.
Salah satu keunggulan system perbankan tanpa bunga ialah adanya dorongan yang
kuat bagi pihak perbankan untuk menyalurkan seluruh dana pihak ketiga pada kegiatan
sektor riil, karena kelebihan likuiditas tidak dibenarkan untuk ditanam dalam bentuk
sertifikat financial berbasis bunga seperti SBI, sebagaimana terjadi pada perbankan

127
konvensional. Indikasinya sangatlah jelas bahwa “finance to deposit ratio” atau FDR
perbankan syariah selalu berkisar pada angka 100, sedangkan loan to deposit ratio
perbankan konvensional berada pada kisaran 70, ini berarti bahwa perbankan syariah
selalu bisa menyalurkan kembali dana pihak ketiga pada sektor ekonomi produktif atau
sektor riil sedangkan perbankan konvensional hanya mampu menyalurkan 70 persennya
saja. Secara kualitatif perbankan syariah lebih berdampak positif pada pengembangan
sektor riil, pada gilirannya akan berdampak positif pada penciptaan kesempatan kerja
dan pengentasan kemiskinan serta pemberdayaan usaha-usaha skala mikro, kecil dan
menengah, bahkan juga skala besar. Keunggulan lainnya dari perbankan syariah ialah
terjaminnya penyaluran dana pihak ketiga pada sektor-sektor bisnis yang benar-benar
halal, dan terhindar dari kegiatan-kegiatan ekonomi haram, subhat atau abu-abu,
spekulatif atau maisyir, ketidak pastian atau gharar.
Dengan demikian kegiatan ekonomi dan perbankan syariah membuka peluang
yang seluas-luasnya bagi semua pihak yang terlibat untuk menjadi manusia yang shaleh
secara religi maupiun sosial, serta shahih dari segi ibadah maupun muamalah. Dalam
rangka pemberdayaan ekonomi skala mikro, dewasa ini telah beroperasi sekitar 3.037
lebih baitul maal wat tamwil (BMT) atau bank dan lembaga keuangan mikro syariah,
mempunyai kinerja yang baik, ditinjau dari aspek kelembagaan maupun perannya
dalam memberdayakan usaha skala mikro diharapkan kedepannya satu desa satu BMT
sudah seharusnya pemerintah memberikan iklim yang kondusif bagi tumbuh dan
berkembangya institusi ini.
Dalam rangka membantu mengatasi masalah kemiskinan dan ketimpangan,
konsep zakat, infaq, sedekah dan wakaf(ziskaf) yang telah lama dilalaikan oleh umat
maupun pemerintah, sudah waktunya untuk dibangkitkan dan dihidupkan kembali.
Inisiasi dapat diawali dari PNS muslim dengan cara memotong gaji yang telah mencapai
batas nishab 2,5 persen perbulan (sebagaimana dilaksanakan pada masa orde baru)
kemudian disalurkan secara produktif kepada yang berhak menerimanya. Upaya
penghimpunan zakat maal oleh pemda Bulukumba Sulawesi Selatan menunjukkkan
bahwa potensi zakat maal baik dari sektor pertanian, perkebunan, industri, jasa dan
lain-lain ternyata cukup besar bila potensi ini dapat direalisasikan sepenuhnya dan
dikelola secara produktif untuk memberdayakan faqir miskin, kaum dhuafa dan kaum
lemah lainnya maka hal itu akan cukup membantu menggapai amanat konstitusi yakni
mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
Konsep ekonomi Islam lainnya layak dipertimbangkan secara sungguh-sungguh
adalah prinsip menjauhkan diri dari kegiatan ekonomi yang spekulatif atau maiysir
seperti mengais keuntungan dari fluktuasi kurs mata uang. Pada hakekatnya fluktuasi
kurs mata uang tidak perlu terjadi kalau sistem moneter internasional menggunakan

128
mata uang tunggal, misalnya dengan menggunakan standar emas atau perak dan atau
perunggu. Meskipun sistem moneter ini bersal dari zaman kekaisaran Romawi dan
Persia tetapi karena tetap berlaku sejak zaman Rasulullah Saw hingga kekhalifahan Islam
yang terakhir di Turki pada tahun 1994, berarti sistem inin dibenarkan secara syariah.
Sistem moneter berdasarkan fiat money yang sekali tidak didukung dengan cadangan
emas dari setiap mata uang yang beredar, telah mengakibatkan ketidakstabilan nilai
mata uang, yang berujung pada inflasi dan fluktuasi kurs mata uang domestik terhadap
mata uang asing, yang selanjutnya dimanfaatkan oleh para spekulan sebagai ajang judi
dalam sektor riil, bahkan sering kali mendestabilisasinya dalam bentuk krisis moneter,
bahkan krisis ekonomi berkepanjangan seperti yang dialami bangsa Indonesia.
Melihat kenyataan ini sebaiknya sistem moneter sudah selayaknya ditatata ulang
dengan menerapkan kembali standar emas.Artinya, setiap uang kertas dan uang logam
yang dicetak harus didukung dengan cadangan emas senilai uang yang dicetak tersebut.
Bila setiap Negara menerapkan sistem moneter berstandar emas berarti seluruh dunia
hanya satu mata uang tunggal meskipun setiap Negara bisa tetap memiliki mata
uangnya sendiri, misalnya rupiah untuk Indonesia, dolar untuk Amerika Serikat, Euro
untuk Uni Eropa. Kalau setiap mata uang berstandar emas berarti setiap mata uang
domestik dapat ditukarkan dengan mata uang asing pada tingkat tertentu. Misalnya
setiap 10.000,- uang kertas yang dicetak di Indonesia didukung dengan cadangan 1
gram emas sedangkan di Amerika Serikat setiap 1 gram emas senilaiUS$ 1uang kertas,
maka kurs antarakedua mata uang itu adalah adalah US$ 1=Rp 10.000,-, dengan
demikian kurs mata uang tetap ada tetapi karena setiap uang kertas dan logam dicetak
selalu didukung dengan cadangan emas yang sepadan nilainya, maka pada hakekatnya
hanya dikenal 1 mata uang tunggal yaitu mata uang emas. Yang lebih mudah lagi kalau
semua negara hanya mengeluarkan satu jenis mata uang yang sama, misalnya dinar
sehingga stabilitas moneter tetap terjaga dan sumber destabilisasi moneter keuangan
dan perbankan dapat diredam.
Implementasi uang dinar emas ini dapat dimulai dari transaksi keuangan bilateral
atau multilateral. Misalnya Indonesia dan Malysia sepakat untuk menggunakan
uang dinar emas dan traksaksi perdagangan bilateralnya, maka cadangan emas yang
diperlukan untuk mendukung kegiatan tersebut sebenarnya hanya sebesar “net-
payment”nya. Misalnya ekspor Indonesia ke Malaysia dalam satu kuartal sebesar dinar
5 Milyar, sedangkan ekspor Malaysia ke Indonesia sebesar dinar 4,8 Milyar, maka
cadangan emas yang diperlukan untuk mendukung perdagangan bilateral kedua negara
ini bukan sebesar dinar 9,8 milyar melainkan cukup dengan dinar 0,2 milyar yakni
selisih nilai ekspor antar kedua negara tersebut. Dalam hal ini Malysia perlu membayar
dinar 0,2 milyar kepada Indonesia. Itupun tidak berupa pengiriman batangan emas

129
sebesar dinar 0,2 milyar melainkan cukup dengan pemindah bukuan saja sehingga
tidak ada aliran emas antar negara. Dengan ilustrasi tersebut ide tentang penerapan
kembali uang berstandar emas untuk mendukung perdagangan internasional cukup
reasonable, feaseable dan workable. Tahap berikutnya perlu langkah-langkah terencana
dan terarah sehingga secara keseluruhan sistem moneter berbasis fiat money tergantikan
oleh genuine money yakni uang dinar emas.
Dari aspek mikro, pembiayaan rumah misalnya, Islam menawarkan konsep
musyarakah mutanaqisah. Misalnya Seorang pegawai negeri sipil (PNS) ingin membeli
rumah senilai Rp 100 juta. Karena ia baru punya uang Rp 10 juta sebagai uang muka,
maka ia dapat menghubungi bank syariah guna membantu pelunasan pembayaran
rumah tersebut kepada pihak developer. Dengan demikian status pemilikan rumah
tersebut 90 persen milik bank syariah dan 10 persen milik PNS yang bersangkutan. Agar
status rumah tersebut menjadi 100 persen milik PNS, maka ia dapat melunasi utang
tersebut kapan saja ia mau sesuai dengan kemampuannya tanpa harus dibebani bunga
sebagaimana halnya pada bank konvensional. Besarnya cicilan pokok pinjaman dan
jangka waktu pelunasan tidak ditentukan secara kaku. Suatu saat ia bisa mengangsur
pinjaman dengan jumlah kecil tetapi pada saat yang lain bisa membayar dalam jumlah
besar, semua tergantung pada nasabah bank sesuai dengan kemampuan keuangannya
dan kapan ia mau melunasi utangnya. Sebagai pengganti pembayaran bunga,nasabah
perlu membayar sewa rumah (ijarah) tersebut kepada bank sesuai dengan harga pasar.
Ia perlu membayar sewa karena status rumah tersebut 90 persen milik bank syariah.
Besarnya kewajiban membayar sewa rumah adalah proporsional terbalik dengan
persentase kepemilikan rumah oleh nasabah. Kalau persentase kepemilikan nasabah
baru 10 persen berarti ia harus bayar sewa sebesar 90 persen dari harga sewa menurut
pasar, dan kewajiban ini akan berhenti kalau pemilikan rumah sudah 100 persen
berada pada nasabah bank. Skim musyarakah mutanaqisah ini memiliki beberapa
keunggulan. Pertama, skim ini benar-benar bebas dari bayang-bayang unsur bunga
bank konvensional. Kedua, skim pembiayaan ini sangat fleksibel dan akan mendorong
nasabah untuk segera melunasi utangnya.
Dalam masalah perburuhan yang dianggap batu sandungan bagi para pengusaha,
prinsip dasar ajaran Islam tentang patnersship atau “sharing”atau “kemitraan usaha”
tampaknya layak dipertimbangkan secara sungguh-sungguh untuk mengurangi beban
kusut masalah ini. Kepentingan buruh dan pengusaha memang berseberangan. Buruh
berkepentingan untuk mendapatkan upah yang layak sesuai dengan kebutuhan hidupnya
yang terus meningkat, sedangkan pengusaha berkepentingan untuk mendapatkan
keuntungan setinggi mungkin kalau perlu menekan upah buruh dibawah tingkat
produktivitasnya.Kepentingan yang saling bertolak belakang ini dapat dijembatani

130
dengan menawarkan program “employment stock ownership”(ESOP) yakni program
pemilikan saham oleh karyawan. Caranya tidak dengan mengurangi sedikitpun
kepemilikan saham oleh para pemegang saham yang ada sekarang, melainkan dengan
cara mencari pinjaman baru ke pihak perbankan syariah untuk ekspansi usaha
dengan prinsip musyarakah, mudharabah atau murabahah, atau skim syariah lainnya.
Pinjaman tersebut dilakukan bukan atas nama pemilik saham lama melainkan atas
nama karyawan sehingga status mereka tidak hanya sebagai buruh melainkan sekaligus
sebagai pemegang saham. Dengan demikian para buruh selain mendapat upah juga
berhak mendapat deviden sesuai dengan porsi kepemilikan saham yang dimiliki. Bila ini
yang direalisasikan maka akan tercipta budaya korporat yang baru.Perilaku buruh akan
berubah dari sikap selalu menuntut kenaikan upah melalui berbagai macam unjuk rasa,
menjadi sikap selalu memikirkan kemajuan perusahaan karena dengan sikap perilaku
itulah para buruh berharap bahwa pada akhir tahun buku mereka akan memperoleh
dividen. Perubahan sikap dan perilaku ini akan menjadi dengan sendirinya mengingat
bahwa para karyawan sekarang telah berperan ganda yakni sebagai buruh dan sekaligus
sebagai majikan dari perusahaan tempat mereka bekerja. Dengan prinsip patnership
ini diharapkan akan tercipta lingkungan kerja yang kondusif, perbaikan etos kerja dan
kenaikan produktivitas usaha.
Untuk menata kembali skala prioritas pembangunan nasional jangka panjang,
ajaran Islam memberikan justifikasi atas pentingnya aspek pengembangan kemampuan
intelektual manusia Indonesia melalui pendidikan dan riset. Justifikasi ini didasarkan
pada sejarah turunnya Al-Qur`anul Karim yang menempatkan iqra`atau bacalah
sebagai ayat yang pertama kali diturunkan oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril
kepada Muhammad Saw sebagai nabi penutup akhir zaman. Perintah pertama yang
diterima Muhammad Saw selaku nabi dan utusan Allah kepada umat manusia bukanlah
membayar zakat (pemberdayaan dan pembangunan ekonomi), dan juga bukan sholat
berjama`ah (memperkuat persatuan dan kesatuan politik) bukan puasa (pengendalian
diri dan kepatuhan pada hukum) melainkan perintah untuk membaca atau iqra`.
Membaca apa? Membaca seluruh ayat-ayat, fenomena, hukum-hukum atau tanda–tanda
kebesaran Allah SWT, yang terdapat dalam kitab–kitab suci (ilmu agama) maupun alam
semesta (fisika, kimia, biologi, ekonomi, sosiologi, sejarah, antropologi, politik dan lain-
lain). Bagaimana membaca tanda–tanda kebesaran Allah SWT tersebut? Dengan riset,
pengajaran dan atau pendidikan. Riset dan pendidikan adalah dua aspek penting dalam
pengembangan penalaran dan kemampuan intelektual manusia. Implikasi kebijakannya
ialah bahwa mestinya dijadikan skala prioritas pembangunan nasional bukan hanya
aspek pendidikan atau pengajaran melainkan juga riset dan pengembangan(research
and development). Dengan demikian alokasi dana sebesar 20 persen dari APBN untuk

131
sektor pendidikan sebagaimana diamanatkan konstitusi itu seharusnya tidak ditafsirkan
menjadi jatah Departemen Pendidikan nasional saja melainkan juga dialokasikan untuk
sektor ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendidikan dan riset atau ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai skala prioritas
utama pembangunan jangka panjang, perlu dikembangkan sumberdaya insani dalam
sektor pendidikan yang diarahkan dan dikelola. Fenomena semakin banyaknya
pengangguran terdidik atau penganggur berpendidikan tinggi mengindikasikan
adanya suatu masalah serius dalam pendidikan nasional. Meskipun masalah ini tidak
sepenuhnya dialamatkan pada sektor pendidikan melainkan menjadi tanggung jawab
perekonomian nasional secara keseluruhan, namun tak dapat dipungkiri bahwa sebagian
masalah tersebut pada kekurang jelasan orientasi pendidikan nasional.Akan dibawa
kemanakah anak didik dalam sistem pendidikan nnasional kita? Dengan perkataan lain,
output macam apa yang hendak dihasilkan melalui sistem pendidikan nasional? Untuk
menjawab persoalan ini, ajaran Islam memberikan masukan agar sistem pendidikan
nasional kita diarahkan untuk memebekali anak didik sehingga setelah menyelesaikan
studinya mereka mempunyai bekal yang cukup memadai sebagai modal awal untuk
meniti karir, dan memanfaatkan potensi, bakat dan kemampuan sebagai salah satu dari
lima kemungkinan berikut: a) intelektual b) Negarawan c) pengusaha d) karyawan e)
rohaniawan. Dengan demikian orientasi pendidikan nasional seharusnya diarahkan
untuk mencetak para spesialios diatas, sehingga keterbatasan dana anggaran dapat
dialokasikan secara berdaya guna dan berhasil guna. Dengan orientasi pendidikan
seperti itu diharafkan nantinya akan muncul kaum intelektual kelas dunia, para
negarawan agung, para pengusaha nasional yang kuat, tangguh dan mandiri; kaum
pekerja yang terampil, disiplin dan beretos kerja tinggi serta kaum rohaniawan mulia
pembimbing moral, nurani dan akhlak bangsa .Dengan model seperti ini diharapkan
setiap anak bangsa dapat berperan secara optimal dalam memberikan sumbangsihnya
dalam pembangunan nasional dan peradaban umat manusia.Sedangkan riset Islam
mengajarkan untuk memahami ke-Maha Besaran Sang Pencipta melalui pemahaman
yang mendalam terhadap makhluk ciptaan–Nya baik berupa benda, manusia, atau
makhluk hidup lainnya.Menemukan hukum , dalil, rumus, mekanisme, metode, proses
dan lain-lain dari suatu fenomena alam dan masyarakat yang diamati adalah sasaran
yang hendak dituju dengan penelitian. Dan hasil penelitian itu akan dimanfaatkan
untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan ummat manusia . Dalam Islam,
ilmu itu bersifat amaliah disamping fungsi utamanya untuk meningkatkan pemahaman
ummat manusia tentang kehebatan makhluq-makhluq ciptaan Allah SWT, yang pada
akhirnya suatu proses penelitian diharapkan mampu menghantarkan peneliti dan
pembaca hasil-hasil penelitian pada Ke-Maha Besaran Sang Pencipta.

132
Daftar Pustaka:
Milton H. Spencer, Contemporary Macro Economics, New York: Worth Publishers
1997
M.Zuhri, (1996) Riba dalam Al-Qur`an dan masalah perbankan, Raja Grafindo
Persada, Jakarta
Mustafa Edwin Nasution, Et. al, Ekonomi Islam, pengenalan eklusif. cetakan 1,
Jakarta, 2006.
Prof Sutan Remi Syahdeni, Perbankan Islam, cetakan II Jakarta 2005
M. Sholahuddin, lembaga Ekonomi dan Keuangan Islam cetakan I Surakarta 2006.
Tim Redaksi, (1994) Ensiklopedia Hukum Islam, PT. Ikhtiar Baru, VaN Hoeve.
Jakrata.
Warkum Sumitro, (2002), Karnaen Poerwataatmaja dan Syafei Antonio (1992), Apa
dan Bagaimana Bank Islam, Dana Bhakti Wakaf Yogyakarta

133
134
BAB
X

POLITIK DALAM ISLAM

A. Pengertian politik Islam


Pada mulanya kata politik terambil dari bahasa Yunani atau Latin politicos atau
politicus yang berarti relating to citizen. Keduanya berasal dari kata polis yang berarti
kota. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata politik
sebagai “segala urusan dan tindakan (kebajikan, siasat dsb,) mengenai pemerintahan
Negara atau terhadap Negara lain.” Juga dalam arti “kebijakan, cara bertindak (dalam
menghadapi atau menangani suatu masalah).”
Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Oleh sebab itu, di
dalam buku-buku para ulama salafush shalih dikenal istilah siyasah syar’iyyah, misalnya.
Dalam Al Muhith, siyasah berakar kata sâsa - yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba
yasusuha siyasatan berarti Qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya,
melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra artinya dabbarahu
(mengurusi/mengatur perkara).
Jadi, asalnya makna siyasah (politik) tersebut diterapkan pada pengurusan dan
pelatihan gembalaan. Lalu, kata tersebut digunakan dalam pengaturan urusan-urusan
manusia; dan pelaku pengurusan urusan-urusan manusia tersebut dinamai politikus
(siyasiyun). Dalam realitas bahasa Arab dikatakan bahwa ulil amri mengurusi (yasûsu)
rakyatnya saat mengurusi urusan rakyat, mengaturnya, dan menjaganya. Begitu pula
dalam perkataan orang Arab dikatakan : ‘Bagaimana mungkin rakyatnya terpelihara
(masûsah) bila pemeliharanya ngengat (sûsah)’, artinya bagaimana mungkin kondisi
rakyat akan baik bila pemimpinnya rusak seperti ngengat yang menghancurkan kayu.
Dengan demikian, politik merupakan pemeliharaan (ri’ayah), perbaikan (ishlah),
pelurusan (taqwim), pemberian arah petunjuk (irsyad), dan pendidikan (ta`dib).
Selain itu, Uruian Al-Qur’an tentang politik secara sepintas dapat ditemukan pada
ayat-ayat yang berakar kata hukum. Kata ini pada mulanya berarti “menghalangi” atau

135
melarang dalam rangka perbaikan”. Dari akar kata yang sama terbentuk kata hikmah
yang pada mulanya berarti kendali. Makna ini sejalan dengan asal makna kata sasa-
yasusu-sais-siyasat, yang berarti mengemudi dan cara pengendalian.

B. Tujuan Politik Islam


Menurut Abdul Wahab Khallaf, tujuan utama yang hendak dicapai dari politik
Islam adalah terciptanya sebuah system pengaturan Negara yang Islami, dan untuk
menjelaskan bahwa Islam menghendaki terciptanya suatu system politik yang adil guna
merealisasikan kemaslahatan bagai umat manusia disegala zaman dan di setiap Negara.
Secara rinci tujuan politik Islam adalah :
1. Menegakkan agama merelisasikan penghambaan kepada Allah Swt Tuhan semesta
alam, seperti; meng-Esakan Allah s.w.t., beriman kepada-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya dan hari akhirat serta mentaati segala perintah dan larangan-Nya.
Firman-Nya dalam surat as-Syuura ayat 13

َ‫ك َو َما َو َّصيْنَا ب ِه إب ْ َرا ِهيم‬ َ َْ‫ُ ً َ ذَّ َ ْ َ ْ َ ي‬ َّ‫رَ َ َ َ ُ ْ َ ّ َ ى‬


ِ ِ ‫الي أوحينا إِل‬ ِ ‫ين ما َوص بِ ِه نوحا و‬ ِ َ ‫دل‬
ِ ‫شع لكم ِمن ا‬
ُ َْ ْ
ْ‫َ رُ َ َ َ ُ ر‬ ُ َّ َ َ َ َ َ ّ ُ ْ َ َ‫َ ُ سىَ َ ى‬
‫ني َما تد ُعوه ْم‬ َ ‫ش ِك‬ ِ ‫م‬ ‫ىال‬ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫ب‬ ‫ك‬ ‫ه‬ ‫ي‬
ِ ِ‫ف‬ ‫وا‬ ‫ق‬‫ر‬ ‫ف‬ ‫ت‬ ‫ت‬ ‫ال‬‫و‬ ‫ين‬‫دل‬
ِ ‫ا‬ ‫وا‬‫يم‬ ‫ق‬
ِ ‫ومو و ِعيس أ‬
‫أ‬ ‫ن‬
ُ ‫اء َو َي ْهدي إليَْه َم ْن يُن‬
‫يب‬ ِ ِ ِ ِ ُ ‫الل يجَْتَب إليَْ ِه َم ْن ي َ َش‬
َّ‫يَْ ُه‬
‫ِإل ِه‬
ِ ِ‫ي‬
Artinya:
Dia telah mensyari>atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-
Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang
telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama
[1340] dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-
orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada
agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-
Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (Q.S. As-Syuura; 13)

2. Menegakkan keadilan, maksudnya adalah untuk mewujudkan satu umat yang


berdiri di atas kebaikan dan keadilan, yaitu umat yang mampu membenerkan yang
benar dan mampu membatikan yang bathil. Melindungi orang dari kezaliman serta
menegakkan keadailan diatas muka bumi. Firman Allah dalam surat al-Imran ayat
110

136
َ ُ َُْ َ ْ ُْ َ َ ْ َََْ ُ ْ َْ َ ُ َُْ ّ ْ َ ْ ُ َّ ُ َ ْ‫ُ ْ ُ ْ َير‬
َ‫لن‬
‫وف وتنهون ع ِن المنك ِر وتؤ ِمنون‬ ِ ِ ‫كنتم خ أم ٍة أخ ِرجت ل‬
ِ ‫اس تأمرون بِالمعر‬
َ ُ َ ُ ُ ُ َ‫َِهّ َ َ ْ َ َ َ ْ ُ ْ َ َ اَ َ َيرْ ً َ ُ ْ ْ ُ ُ ُ ْ ُ َ َ ر‬
ْ ْ َ ْ
‫اسقون‬ ِ ‫اب لكن خ ا لهم ِمنهم المؤ ِمنون وأكثهم الف‬ ِ ‫كت‬
ِ ‫بِالل ولو آمن أهل ال‬
kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka
ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

3. Memperbaiki keadaan manusia, maksudnya hukum Islam tidak terbatas semata-


mata adanya kepemimpinan yang membawa kepada penyatuan orang Islam saja,
tetapi ia bertanggungjawab dalam memperbaiki keadaan manusia dalam berbagai
sector; ekonomi, kemasyarakatan, kebudayaan, pendidikan, pertahanan dst.

C. Prinsip Politik Islam


Al Qur’an menegaskan bahwa, kebenaran itu datangnya dari Allah SWT, jangan sekali-
kali diragukan, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Baqarah : 147.
َ ُ َ َ َ ّ َ ْ ُّ َ ْ‫ح‬
َ ‫ون َّن ِم َن ال ْ ُم ْم رَت‬
‫ين‬ ِ ‫الق ِمن ربِك فال تك‬
Artinya : Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu
termasuk orang-orang yang ragu.

Ditegaskan pula dalam QS. Ali imran: 60.


ُ َ َ َ ّ َ ْ ُّ َ ْ‫ح‬
َ‫ك ْن ِم َن ال ْ ُم ْم رَتين‬
ِ ‫الق ِمن ربِك فال ت‬
Artinya : (Apa yang telah Kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari
Tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu.

Juga terdapat penegasan bahwa kebenaran datang dari Allah SWT, manusia bebas
menentukan pilihannya, menerima kebenaran itu atau menolaknya, sebagaimana
firman Allah dalam QS. al-Kahfi : 29.

َ ‫لظالم‬ َّ َ ْ َ ْ َ َّ ْ ُ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ َ ْ ْ ُ ْ َ َ َ ْ َ َ ْ ُ ّ َ ْ ُّ َ ْ‫َ ُ ح‬
‫ني‬ ِ ِ ِ ‫وق ِل الق ِمن ربِكم فمن شاء فليؤ ِمن ومن شاء فليكفر ِإنا أعتدنا ل‬
َ‫وه بئْس‬ َ ‫ساد ُق َها َوإ ْن ي َ ْستَغيثُوا ُي َغاثُوا ب َما ٍء اَكل ْ ُم ْهل ي َ ْشوي ال ْ ُو ُج‬
َ ُ‫اط به ْم ر‬َ ‫ارا أَ َح‬
ً َ‫ن‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ
ً َ َ ْ َ َ َ ُ َ َّ‫ر‬
‫اءت ُم ْرتفقا‬ ‫الشاب وس‬

137
Artinya : Dan katakanlah: «Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka
barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang
ingin (kafir) biarlah ia kafir». Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-
orang lalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka
meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi
yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk
dan tempat istirahat yang paling jelek.

Sebagai umat Islam, maka tentu saja kita mengambil prinsip-prinsip dasar
berdasarkan Al Qur’an dan al-Hadits sebagai sumber referensi dan rujukan dalam
berbagai hal  termasuk dalam urusan politik.
Al Qur’an sebagai sumber ajaran utama dan pertama agama Islam mengandung
ajaran tentang nilai-nilai dasar yang harus diaplikasikan dan diimplentasikan dalam
pengembangan sistem politik Islam. Nilai-nilai dasar tersebut adalah:
1. Keharusan mewujudkan persatuan dan kesatuan umat, sebagaimana tercantum
dalam QS. al-Mukminun: 52.
ُ َّ َ ْ ُ ُّ َ َ َ َ ً َ َ ً َّ ُ ْ ُ ُ َّ ُ َ َّ َ
‫ون‬
ِ ‫احدة وأنا ربكم فاتق‬ ِ ‫وإِن ه ِذهِ أمتكم أمة و‬
Artinya : Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama
yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.

2. Dengan demikian, tidak dapat disangkal bahwa Al Qur’an memerintahkan


persatuan dan kesatuan. Hal ini dipertegas lagi dalam QS. al-Anbiya’: 92.
ْ َ ْ ُ ُّ َ َ َ َ ً َ َ ً َّ ُ ْ ُ ُ َّ ُ َ َّ
ُ ُ‫اعب‬
‫ون‬
ِ ‫د‬ ‫احدة وأنا ربكم ف‬ ِ ‫ِإن ه ِذ ِه أمتكم أمة و‬
Artinya : Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama
yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.

Perlu digaris bawahi, bahwa makna umat dalam konteks tersebut adalah pemeluk
agama Islam. Sehingga ayat tersebut pada hakekatnya menyatakan bahwa agama
umat Islam adalah agama yang satu dalam prinsip-prinsip (ushul)-nya, tiada
perbedaan dalam aqidahnya, walaupun dapat berbeda-beda dalam rincian (furu’)
ajarannya. Dengan kata lain, Al Qur’an sebagai kitab suci pedoman bagi manusia
mengakui kebinekaan dalam ketungalan.

138
3. Kemestian bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyah.
Dalam QS. As-Syura : 38.
ُ ْ ْ َ ‫الة َوأَ ْم ُر ُه ْم ُش‬
‫ورى بَينَ ُه ْم َو ِم َّما َر َزقنَاه ْم‬
َ َّ ُ َ‫جابُوا ل َر ّبه ْم َوأَق‬
‫اموا الص‬ ْ ‫ين‬
َ َ‫است‬ َ ‫ال‬َّ‫َ ذ‬
‫و‬
ِِ ِ ِ
َ ُ ُْ
‫ين ِفقون‬
Artinya : Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya
dan mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah
antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan
kepada mereka.

Ayat diatas dari segi redaksional ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW agar
memusyawarahkana persoalan-persoalan tertentu dengan sahabat atau anggota
masyarakatnya. Ayat ini juga sekaligus sebagai petunjuk kepada setiap muslim,
khususnya kepada setiap pemimpin, agar bermusyawarah dengan anggota-
anggotanya karena Rasulullah Muhammad SAW, bagi kita umat muslim adalah
suri teladan dalam hidup dan kehidupan. Dengan kata lain kata al-amr (urusan)
tercakup urusan ekonomi, pendidikan, social, politik, budaya, hukum,dan lain
sebagainya. 

4. Keharusan menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil. Dijelaskan


dalam QS. Al-Nisa’ : 58.
ُ ُ َْ‫َ ْ ح‬ َ ّ َ ْ‫ىَ َ ْ َ َ َ َ َ ْ ُ ْ َ ن‬ َ َ ُّ َ ُ ْ َ ْ ُ ُ ُ ْ َ َّ‫َّ َه‬
‫اس أن تكموا‬ ِ ‫ات ِإل أه ِلها وإِذا حكمتم بي انل‬ ِ ‫ِإن الل يأمركم أن تؤدوا األمان‬
ً ‫الل اَك َن َسم‬
َّ‫َّ َه‬ ُ ُ َّ‫ْ ْ َّ َه‬
ً ‫يعا بَص‬
‫ريا‬ ِ ِ ‫بِال َعد ِل ِإن الل نِ ِع َّما يَ ِعظك ْم بِ ِه ِإن‬
Artinya : Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum
di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah
Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Al Qur’an terutama adalah landasan agama, bukan sebuah kitab hukum. Berbagai
kebutuhan hukum dewasa ini tidak mendapatkan aturannya dalam Al Qur’an.
Tentu saja Al Qur’an menyediakan landasan, prinsip-prinsip bagi pencapaian
keadilan dan kesejahteraan serta penetapan hukum, yang harus diikuti oleh
umat Islam. Tetapi landasan itu hanyalah cita-cita pemberi arah, dan rakyat iru

139
sendirilah, lewat musyawarah dan lainnya, yang menyusun hukum-hukum Negara
itu termasuk prinsip-prinsip dalam menunaikan amanat dan menetapkan hukum
sehingga tetap berpedoman pada Al Qur’an sebagai sumber utama dan pertama
bagi umat Islam

5. Kemestian mentaati Allah dan Rasulullah serta Ulil Amri(pemegang kekuasaan)


sebagaimana difirmankan dalam QS. 4 An-Nisa’: 59.

‫ازعتُ ْم‬
ْ َ ََ ْ َ ْ ُ ْ ْ
‫ول األم ِر ِمنكم ف ِإن تن‬
ُ َ َ ُ َّ
‫أ‬‫و‬ ‫ول‬ ‫س‬‫الر‬ ‫وا‬ ُ ‫الل َوأَط‬
‫يع‬
َّ‫َ َ ُّ َ ذَّ َ َ ُ َ ُ َه‬
‫الين آمنوا أ ِطيعوا‬
ِ‫ي‬ ِ ِ ‫يا أيها‬
ٌ ْ‫ك خَير‬ َ َ ْ‫ْ ُ ْ ُ ْ ُ َ َِهّ ي‬ ّ‫يَْ َ ُ ُّ ُ ىَ َِه‬
ِ ‫اآلخ ِر ذل‬
ِ ِ‫ول ِإن كنتُ ْم تؤ ِمنون بِالل َوالَ ْوم‬ ِ ‫س‬ ُ ‫الر‬
َّ ‫الل َو‬ ‫يِف ش ٍء فردوه ِإل‬
َْ ْ ََ
ُ َ
‫وأحسن تأ ِويال‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur>an) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Perlu dicermati bahwa redaksi ayat di atas menggandengkan kata “taat” kepada
Allah dan Rasul, tetapi meniadakan kata itu pada Ulil Amri. Tidak disebutkannya
kata taat pada ulil amri untuk memberi isyarat bahwa ketaatan kepada mereka
tidak berdiri sendiri tetapi berkaitan atau bersyarat dengan ketaatan kepada
Allah dan Rasul, dalam arti bila perintahnya bertentangan dengan nilai-nilai
ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka tidak dibenarkan untuk taat kepada mereka.
Dalam hal ini dikenal Hadits Rasulullah SAW yang sangat populer yaitu : Tidak
dibenarkan adanya ketaatan kepada seseorang makhluk dalam kemaksiatan kepada
Khalik (Allah). Tetapi di sisi lain, apabila perintah ulil amri tidak mengakibatkan
kemaksiatan, maka wajib ditaati, walaupun perintah tersebut tidak disetujui
oleh yang diperintah. Dalam sebuah hadits disebutkan “Seorang muslim wajib
memperkenankan dan taat menyangkut apa saja (yang direintahkan ulil amri),
suka atau tidak suka, kecuali bila ia diperintahkan berbuat maksiat, maka ketika itu
tidak boleh memperkenankan, tidak juga taat”. (HR. Bukhari Muslim, dan lain-lain
melalui Ibnu Umar).

140
6. Keniscayaan mendamaikan konflik antar kelompok dalam masyarakat Islam,
sebagaimana difirmankan dalam QS. Al-Hujarat: 9.

َ ْ َ‫َ ْ ُ ْ َ ْ َ َ ُ َ َ ْ ُ َ ْ َ ُ َ َ ْ َ َ ْ ْ َ ُ َ لَى‬ ََ َ ْ َ
‫ان ِمن المؤ ِم ِنني اقتتلوا فأص ِلحوا بينهما ف ِإن بغت ِإحداهما ع األخرى‬ ِ ‫وإِن طائِفت‬
ْ َ ْ َ ُ َ ْ َ ُ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ ّ‫َ ىَّ َ َ ىَ َ ْ َِه‬ َ َّ ُ َ َ
‫فقاتِلوا ال يِت تبْ يِغ حت ت يِفء ِإل أم ِر الل ف ِإن فاءت فأص ِلحوا بينهما بِالعد ِل‬
َ‫ب ال ْ ُم ْقسطني‬
ُّ ‫الل حُي‬
َّ‫َّ َه‬ ُ ََْ
ِ ِ ِ ‫وأق ِسطوا إِن‬
Artinya : Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat
aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat
aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan
itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya
dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berlaku adil.

7. Kemestian mementingkan perdamaian dari pada pernusuhan. Dalam QS. Al-


Anfal: 61

ُ ‫يع الْ َعل‬


‫يم‬
ّ‫َّ ْ َ ْ َ ْ َ َ َ َ َ َلّْ لَىَ َِه‬
َّ ‫الل إنَّ ُه ُه َو‬
ُ ‫السم‬ ‫حوا لِلسل ِم فاجنح لها وتوك ع‬ ُ َ‫َوإ ْن َجن‬
ِ ِ ِ ِ
Artinya : Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah
kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.

8. Kemestian meningkatkan kewaspadaan dalam bidang pertahanan dan keamanan,


sebagaimana firman Allah dalam QS. 8 (al-Anfal): 60.
ْ‫كم‬ ُ َّ ُ َ َ ّ‫َ ُ َّ َِه‬ َ ُ ْ ُ ْ َ ْ‫َ َ ُّ َ ُ ْ َ ْ َ َ ْ ُ ْ ْ ُ َّ َ ْ َ لخ‬
‫اط ا ي ِل تر ِهبون بِ ِه عدو الل وعدو‬ ِ ‫وأ ِعدوا لهم ما استطعتم ِمن قو ٍة و ِمن ِرب‬
ّ‫َِه‬
‫يل الل‬ ‫ب‬ َ ‫ش ٍء ف‬
‫س‬ َْ‫الل َي ْعلَ ُم ُه ْم َو َما ُتنْ ِف ُقوا ِم ْن ي‬
َّ‫َ َ َ ْ ُ ْ َ ْ َ ُ َ ُ ُ ُه‬
‫وآخ ِرين ِمن دونِ ِهم ال تعلمونهم‬
ِ ِ ِ‫ي‬
َ َ ُْ َْ ُ َّ
‫يُ َوف ِإليَْك ْم َوأنتُ ْم ال تظل ُمون‬
Artinya : Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang
kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan
persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang
selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa
saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup
kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).

141
9. Keharusan menepati janji, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. 16 (al-Nahl):
91.
َّ‫َه‬ ْ َْ َ
‫يدها َوقد َج َعلتُ ُم الل‬ َْ َ َْ َ َْ ُ َُْ ْ ُ ْ َ َ‫َ ْ ُ َ ْ َِهّ َ عا‬
ِ ‫َوأوفوا بِعه ِد الل ِإذا هدتم َوال تنقضوا األيمان بعد تو ِك‬
َ ُ َْ َ ْ َ َّ‫َّ َه‬ َ ُ َ
‫َعليْك ْم ك ِفيال ِإن الل يعل ُم َما تف َعلون‬
Artinya : Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah
kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang
kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu).
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.

10. Keharusan mengutamakan perdamaian bangsa-bangsa, sebagaimana firman Allah


SWT dalam QS. 49 (al-Hujarat): 13.
ُ َ َ َ َ َ َ َ ً ُ ُ ْ ُ َ ْ َ َ َ َ‫َ َ ُّ َ َّ ُ َّ َ َ ْ َ ُ ْ ْ َ َ َ ُ ْ ى‬
‫يا أيها انلاس ِإنا خلقناكم ِمن ذك ٍر وأنث وجعلناكم شعوبا وقبائِل تِلعارفوا‬
ٌ‫يم َخبري‬ٌ ‫الل َعل‬َّ‫َّ َ ْ َ َ ُ ْ ْ َ َِهّ َ ْ َ ُ ْ َّ َه‬
ِ ِ ‫إِن أكرمكم ِعند الل أتقاكم إِن‬
Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

11. Kemestian peredaran harta pada seluruh lapisan masyarakat. Dalam QS. 59 (al-
Hasyr): 7
َ َ ْ َ َ‫ْ ُ ْ ىَ َ يْ َ َ ى‬ َ ُ َ ّ َ ّ‫ِه‬ َ َ ُْ َْ ْ ُ َ َ‫َ َ َ َ ُهَّ لَى‬
‫ني‬
ِ ‫لي القرب والتام والمسا ِك‬ ِ ِ‫ول و ذ‬
ِ ‫ول ِمن أه ِل القرى لَلِف ولِلرس‬ ِ ِ‫ما أفاء الل ع رس ه‬
ُ ‫خ ُذ‬ُ َ ُ ُ َّ ُ ُ َ َ َ ْ ُ ْ
‫ي األغ ِنيَا ِء ِمنكم وما آتاكم الرسول ف‬
ْ َ ْ‫ون ُدولَ ًة َب ن‬
َ ُ َ َْ‫ي‬ َّ ْ َ
‫وه‬ ‫يل ك ال يك‬ ِ ‫واب ِن الس ِب‬
َ ْ ُ َ َّ‫َ َ َ َ ُ ْ َ ْ ُ َ ْ َ ُ َ َّ ُ َهَّ َّ َه‬
‫اب‬
ِ ‫وما نهاكم عنه فانتهوا واتقوا الل ِإن الل ش ِديد ال ِع‬
‫ق‬
Artinya : Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya
yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat
Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja
di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan
apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.

142
Bahkan Al Qur’an sama sekali tidak melarang kaum muslim untuk berbuat baik dan
memberi sebagian harta mereka kepada siapapun, selama mereka tidak memerangi
dengan motif keagamaan atau mengusir kaum muslimin dari kampong halaman
mereka, sebagaimana ditegaskan Allah SWT dalam QS. 60 (al-Mumtahanah): 8.
ْ َ ْ ُ َ ْ ْ ُ ُ ُْ‫َ َ ْ خ‬ ّ ‫وك ْم ف ا‬ُ ُ َ ُ ْ َ َ َّ‫َ ْ َ ُ ُ ُهَّ َ ذ‬
‫اركم أن‬ِ ‫ي‬‫د‬ِ ‫ن‬ ‫م‬
ِ ‫م‬ ‫وك‬‫ج‬‫ر‬
ِ ‫ي‬ ‫م‬ ‫ل‬‫و‬ ‫ين‬
ِ ‫دل‬
ِ ِ‫ي‬ ‫الين لم يقاتِل‬ ِ ‫ال ينهاكم الل ع ِن‬
ْ
َ ‫ب ال ُم ْقسط‬ َّ‫َ رَ ُّ ُ ْ َ ُ ْ ُ يَْ ْ َّ َه‬
ُّ ‫الل حُي‬
‫ني‬ ِ ِ ِ ‫تبوهم وتق ِسطوا ِإل ِهم ِإن‬
Artimya : Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir
kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil.

12. Keharusan mengikuti prinsip-prinsip pelaksanaan hukum. Dalam Al Qur’an


ditemukan banyak ayat yang berkaitan atau berbicara tentang hokum. Dalam Al
Qur’an secara tegas dinyatakan, bahwa hak pembuat hokum itu hanyalah milik
Allah SWT semata, sebagaimana firman-Nya dalam QS. 6 (al-An,am): 57.
ْ ْ‫ح‬ َ ُ ْ َ ْ َّ َ ّ‫ي‬ َ‫ُ ْ يّ لَى‬
‫قل ِإ ِن ع بَ ِيّنَ ٍة ِم ْن َر ِب َوكذ ْبتُ ْم بِ ِه َما ِعن ِدي َما ت ْستَع ِجلون بِ ِه ِإ ِن الُك ُم ِإال‬
َ‫ال َ َّق َو ُه َو خَيرْ ُ الْ َفاصلني‬ْ‫َِهّ َ ُ ُّ ح‬
ِ ِ ‫للِ يقص‬
Artinya : Katakanlah: «Sesungguhnya aku (berada) di atas hujah yang nyata (Al
Qur>an) dari Tuhanku sedang kamu mendustakannya. Bukanlah wewenangku
(untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk disegerakan kedatangannya.
Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya
dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.

Setiap muslim dalam pelaksanaan hukum Islam mesti mengikuti prinsip-prinsip


: (a) menyedikitkan beban (taqlil al-takalif), (b) berangsur-angsur (al-Tadarruf),
dan (c) tidak menyulitkan (‘adam al-haraj).

Berdampingan dengan amanat yang dibebankan kepada para penguasa, ditekankan


pula kewajiban taat masyarakat kepada mereka (penguasa) atau ulil amri selama
perintahnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Allah dan Rasul-Nya, artinya
tidak wajib bagi manusia untuk taat kepada ulilamri dalam kemaksiaatan, dalam hal ini
dikenal kaidah yang sangat terkenal yaitu;

143
‫الطاعة ملخلوق ىف معصية اخلـالق‬
Artinya :
Tidak dibenarkan adanya ketaatan kepada seorang makhluk dalam kemaksiatan
kepada Khaliq (Allah).

Ayat an-Nisa yang dikutip di atas menurut al-Maraghi. Menjelaskan prinsip-


prinsip ajaran agama dalam bidang pemerintahan serta sumber-sumbernya, yaitu;
1. Al-Qur’a n Al-Karim yang ditunjuk oleh perintah agar taat kepada Allah.
2. Sunnah Rasul saw. Yang ditunjuk oleh kewajiban taat kepada Rasul.
3. Konsensus ulul amr, yakni mereka yang diberi kepercayaan oleh umat seperti para
ulama, cerdik cendikia, pemimpin militer, penguasa, peteni, nelayan, industriawan,
buruh, wartawan, dsb.
4. Mengembalikan persoalan yang diperselisihkan kepada kaidah-kaidah umum
yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

D. Kontribusi Umat Islam dalam


Perpolitikan Nasional
Bidang-bidang politik, social budaya dan keamanan juga belum mencapai taraf yang
diapat dijandikan landaan yang kuat untuk kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
Ini semua menunjukan bahwa kita belum mampu mengelola Negara dengn baik. Negara
dengan wilayah yang demikian luas, dan sumberdaya alam yang sangat memadai
untuk modal kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Sekarang sumberdaya alam itu
pun sudah berkurang, lagi-lagi karena mismanagement. Ditambah dengan bencana
alam yang bertubi-tubi, sebagian juga karena kebodohan dan keserakahan manusia,
maka semakin beratlah beban pendetitaan rakyat. Ulama sering mengatakan, bencana
alam dan wabah penyakit merupakan peringatan dari Allah, agar manusia menyadari
kedudukannya sebagai hamba Allah, bertaubat dan kembali ke jalan yang lurus. Seperti
tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Imran:

ُ ‫اس َو َب‬ ّ‫َ َِه‬


ّ ‫الل َو َحبْل ِم َن‬ ْ‫ت َعلَيْه ُم ا ّذللَّ ُة أَ ْي َن َما ثُق ُفوا إال بَب‬ ْ ‫رُض َب‬
‫اءوا‬ ِ َ‫انل‬ ٍ ‫ن‬ ‫م‬
ِ ‫ل‬
ٍ ِ‫ِ ح‬ ِ ِ ِ ِ
ّ‫َِه‬ َ َ ُ ْ َ ُ ْ ُ َّ َ َ‫ا‬ َ َ ُ َ ْ َ
َ ْ َ ُ ْ َ ْ َ ُ‫الل َو ر‬ ّ‫َ َِه‬ َ َ
‫ات الل‬ ِ ‫ضبت علي ِهم المسكنة ذلِك بِأنهم كنوا يكف ُرون بِآي‬ ِ ‫ب ِمن‬ ٍ ‫بِغض‬
َ ْ َ ُ َ‫ا‬ َ َ ْ‫ون األنْبيَ َ َ ير‬ َ ََُُْ
‫اء بِغ ِ َح ٍّق ذلِك بِ َما َع َص ْوا َوكنوا يعتَ ُدون‬ ِ ‫ويقتل‬

144
Artinya :
mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka
berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan
mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan.
yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh
Para Nabi tanpa alasan yang benar. yang demikian itudisebabkan mereka durhaka
dan melampaui batas. (QS. Al-Imran (3):112)

Kaitan dengan hubungan manusia dengan manusia (hablum minannas) sifatnya


jelas social, menyangkut interaksi antara manusia. Tentu saja hubungan antar manusia
harus mencerminkan hubungan manusia dengan Allah sesuai aqidah agama. QS. Ali
Imran 3: 110 menyatakan amar ma’ruf nahi munkar, artinya mengajak/mendorong/
menyuruh untuk berbuat baik, mencegah dan melarang perbuatan buruk.
Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan kehiduapn
dalam jaringan intraksi antar manusia yang kompleks dan dinamis. Peran agama pada
dasarnya adalah peran mengatur dengan memberikan aqidah-aqidah yang bersifaat
umum agar interaksi antar manusia dengan berbagai kepentingan berlangsung aman
dan tertib. Bagi umat Islam qaidah-qaidah tersebut dapat ditemukan dalam syari’ah
Islam, yang wjudnya adalah Qur’an dan sunnah.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dalam banyak segi kehidupan,
termasuk kehidupan dalam hal beraga. Oleh karena itu umat Islam Indonesia harus
kembali kepada syari’ah, artinya kita harus sungguh-sungguh berupaya untuk
menerapkan qaidah-qaidah Qur’an dan Sunnah dengan bertumpu pada pikiran dan
akal sehat, serta dengan pertimbangan pokok, dengan kepentingan umum (mashlahah).
Seperti dikatakan oleh para Fuqaha “dimana ada maslahat, di situ jalan Allah”. Agama
menghendaki kedamaian, kemashlahatan dan keselamatan bagi umat manusia. Agama
tidak menghendaki kekacauan, kekerasan, dan kejahatan. Maka peran agama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara adalah membawa kedamaian,
kemashlahatan dan keselamatan, amar ma’ruf nahi munkar, serta mendorong manusia
untuk berlomba-lomba berbuat kebaikan (fastabiqul khairat).
Jadi kontribusi agama dalam kehidupan berpolitik dapat dilihat dalam pancasila,
sila pertama sejalan benar dengan prinsip tauhid baik dalam level teks suci maupun
pemahaman atas teks. Tidak ada antagonisme sejak bunyi wahyu hingga konsep
teologisnya. QS. Al-Ikhlas ayat 1 “ katakanlah: Dia-lah Allah yang Maha Esa”. Dalam
sila kedua “kemanusiaan yang adil dan beradab”, sumbangan Islam yang langsung dapat
dilihat adalah konsep adil dan beradab. Adil adalah ajaran pokok Islam, khusunya

145
dalam kehidupan dalam kehidupan bersama. Artinya hendaklah manusia itu berbuat
adil terhadap Allah, dirinya sendiri, sesame manusia, terhadap tumbuh-tumbuhan,
binatang, amupun secara umum kepada alam semesta. Sedangkan kata ‘Beradap” juga
diartikan kesopanan, yakni hubungan antar yang satu dengan yang lain, termasuk
kehidupan dalam berpolitik dan bernegara haruslah mengembangkan sifat sopan dan
santun.
Sila ketiga, “Persatuan Indonesia”, hal ini tertera dalam Qur’an:
َ َ‫ين َوأَن ْ َز َل َم َع ُه ُم الْكت‬
َ ْ ُ َ َ ّ‫اَ َ َّ ُ ُ َّ ً َ َ ً َ َ َ َ ُهَّ َّ ّ َ ُ َ ر‬
‫اب‬ ِ ‫ر‬ِ ‫ذ‬
ِ ‫شين ومن‬ ِ ِ ‫احدة فبعث الل انل ِب ِيني مب‬ ِ ‫كن انلاس أمة و‬
ُ ُ‫ين أُوت‬
‫وه ِم ْن‬ َ ‫ال‬ َّ‫ذ‬ َََْ َ
ِ ‫اس ِفيما اختلفوا ِفي ِه َوما اختلف ِفي ِه ِإال‬
ََُْ َ ّ ‫ي‬
ِ َ‫انل‬
ُ ْ َ ّ َ ْ‫ح‬
َ ْ‫ك َم َب ن‬ ‫بِال ِق يِلح‬
َُ ْ َّ‫ُهَّ ذ‬ َ َ َ ْ ُ َ ْ َ ً ْ َ ُ َ ّ ْ‫َ ْ َ َ َ ْ ُ لب‬
‫ين َآمنُوا ل ِ َما اختَلفوا ِفي ِه ِم َن‬ َ ‫ال‬
ِ ‫اءته ُم ا َ ِينات بغيا بينهم فهدى الل‬ ‫بع ِد ما ج‬
َ ْ ُ َ َ‫َ ْ َ َ ُ ى‬ ْ َ َّ‫حْ َ ّ ْ َ ُه‬
‫يم‬ٍ ‫اط مست ِق‬ ٍ ‫ال ِق بِ ِإذنِ ِه والل يه ِدي من يشاء إِل رِص‬
Artinya:
Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), Maka Allah
mengutus Para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama
mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang
perkara yang mereka perselisihkan (QS. Al-Baqarah (2):213).

Sila keempat, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan perwakilan”, merupakan perasaan dari sejumlah ajaran Islam. Kata
kerakyatan, hikmat, permusyawaratan dan perwakilan berasal dari bahasa Arab dan
bersumber dari ajaran Islam. Sila kelima, “Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”
menunjukan hablum minannas yang baik antar umat dalam hal keadilan.
Demikianlah peran agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara hara akan efektif, bila didukung oleh pemahaman yang benar oleh umat
beragama, tentang makna dan tujuan hidup beragama. Pemahaman dan penghayatan
yang benar membawa umat kepada pengalaman yang benar pula, baik pada tataran
hablumminallah, amaupun pada tataran hablumminannas. Pemahaman, penghayatan
dan pengamalan qaidah-qaidah agama secara benar, akan membawa kemashlahatan
bagi masyarakat, bangsa dan Negara, yaitu hapusnya keterbelakangan dan kemiskinan,
serta terwujudnya kedamaian, kemakmuran dan kesejahteraan.

146
Daftar Pustaka :
1. Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Quran; Tafsir Maudhu’I, atas Berbagai Persoalan
Umat, Bandung, Mizan, cet. 7,1998
2. Al-Bahnasawi, Salim Ali, Wawasan Sistem Politik Islam, Jakarta, Pustaka Al-
Kautsar.
3. Deliar Noer, Pemikiran Politik di Negari Barat, Jakarta, Rajawali.

147
148
BAB
XI

HAK ASASI MANUSIA (HAM) DAN


DEMOKRASI DALAM ISLAM
A. Pendahuluan
Bicara masalah HAM dan Demokrasi, saat ini keduanya merupakan dua hal yang saling
terkait. Tidak ada demokrasi tanpa adanya hak asasi manusia. Dan pada umumnya hak
asasi manusia tak dapat eksis tanpa adanya demokrasi. karena semua agama, terlebih
lagi yang berasal dari tradisi Ibrahimi, muncul dan berkembang dengan misi untuk
melindungi dan menjunjung tinggi harkat manusia. Aktualisasi dari nilai kemanusiaan
yang amat subtansial dan universal selalu mengasumsikan terwujudnya nilai keadilan
dan kemerdekaan yang diyakini sebagai hak-hak asasinya. dalam kontek ini maka
demokrasi dan proses demokritisasi merupakan kondisi niscaya bagi terwujudnya
keadilan dan hak kemerdekaan seseorang.

B. Pengertian HAM dan Demokrasi

1. Pengertian HAM
Istilah hak asasi manusia yang dalam bahasa Arabnya adalah huquq al-insan,
belakangan semakin lazim digunakan dan beritanya selalu aktual dan menjadi topik
pembicaraan masyarakat. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hak asasi di artikan
sebagai hak dasar atau hak pokok seperti hak hidup dan hak mendapatkan perlindungan
Hak-Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya,
yang tak dapat dipisahkan dari pada hakekatnya dan karena itu bersifat suci.
Sedangkan ahmad kosasih, mengutip apa yang dikutip oleh Jan Materson, seperti
yang dikutip Lopa mengartikan hak-hak asasi manusia sebagai hak yang melekat pada
manusia, yang tanpa dengannya manusia mustahil hidup sebagai manusia “Human

149
right which are inheren in our nature and whithout which we can not live as human
being”. tetapi Lopa kemudian mengomentari bahwa kalimat “mustahil dapat hidup
sebagai manusia hendaklah diartikan manusia dapat hidup sebagai manusia di samping
mempunyai hak juga harus bertanggung jawab atas segala yang dilakukannya”.
Prinsip-prinsip umum tetang hak-hak asasi manusia yang dicanangkan Majelis
Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) pada tanggal 10 Desember tahun 1948
dianggap sebagai pedoman standar bagi pelaksanaan penegakan HAM bagi bangsa-
bangsa, terutama yang tergabung dalam badan tertinggi dunia. Prinsip-prinsip umum
tersebut dikenal dengan Universal Declaration Of Human Rights (UDHR), yakni
penyataan semesta tentang Hak-hak Asasi Manusia.

2. Pengertian Demokrasi
Demokrasi secara literal berarti kekuasan oleh rakyat, yang bersal dari bahasa
Yunani Demos (rakyat) dan Cratos (kekuasaan). Namun dalam kehidupan sehari-
hari masyarakat memahami kata demokrasi dengan arti kebebasan, yang kemudian
pemahaman tentang kebebasan dimasukan kedalam katagori demokrasi secara empiris.
Dan pengertian demokrasi secara empiris itu jika dikaji lebih dalam lagi merupakan
sebuah konsep kesamaan; kesamaan dalam kesempatan, artinya Negara memberikan
jaminan di dalam konstribusi untuk memberikan kesempatan warganya untuk
mencapai yang diinginkan. Separti: seseorang menginginkan menjadi presiden, pejabat,
ketua partai atau menderikan ormas-ormas lainnya. Dalam hal ini Negara memberikan
kesempatan untuk hal tersebut
Selain pengertian dasar di atas istilah demokrasi mempunyai berbagai pengertian
didalam penggunaan kontemporer termasuk dalam pendangan demokrasi liberal itu
sendiri, seperti berikut ;
1. Definisi yang diungkapkan oleh Joseph A. Schumpeter di dalam bukunya,
Cafitalism, socialism and Democrary. Metode demokrasi adalah suatu perencanaan
institusiaonal untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu
memperoleh kekuasaan untuk memutuskan dengan cara perjuangan kompetitip
atas suara rakyat.
2. Definisi Sidney Hook dalam Encyclopaedia Americana, mendefinisikan:
“Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang penting – atau arah kebijakan di
balik keputusan ini – secara langsung maupun tak langsung, di dasarkan pada
kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa”
3. Definisi Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl dalam artikel mereka What
Democracy is…. And is not, mendefinisikan demokrasi politik sebagai “suatu

150
sistem pemerintahan di mana pemerimtah dimintai tanggung jawab atas tidakan-
tindakan mereka diwilayah publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak
langsung melalui kompetisi dan kerja sama, dengan para wakil mereka yang telah
terpilih.

Ketiga definisi tersebut mengimplikasikan bahwa demokrasi mengandung unsur-


unsur; kekuasaan mayoritas, suara rakyat, pemilihan yang bebas dan bertanggung jawab.
Hal ini berarti bahwa dalam penggunaan kontemporernya, demokrasi didefinisikan
lebih pragmatis ketimbang filosofis.
Pada zaman pencerahan, demokrasi pada mulanya dedifinisikan dalam pengertian
yang lebih filosofis, yakni dengan ide kedaulatan rakyat sebagai lawan kedaulatan
Tuhan (teokrasi), dan sebagai lawan kedaulatan monarki. Selain itu ada juga konsep
lain tentang demokrasi yang diajukan oleh negara ketiga (komunis/Muslim) yang
mana konsep ini dimaksudkan selain untuk membenarkan kebijakan pemerintah, juga
untuk menyesuaikan konsep demokrasi dengan nilai-nilai pribumi dan budaya bangsa
tertentu.

C. Sejarah Perkembangan HAM


Menurut penyelidkan ilmu pengetahuan, sejarah hak-hak asasi manusia itu barulah
muncul dan berkembang pada waktu hak-hak asasi itu oleh manusia mulai diperhatikan
dan diperjuangkan terhadap serangan-serangan atau bahaya yang timbul dari kekuasaan
suatu masyarakat atau Negara (state). Pada hakikatnya persoalan antara manusia sebagai
individu dan masyarakat.
Sebab, manakala sesuatu Negara semakin kuat dan meluas, secara terpaksa ia akan
mengintervensi lingkungan hak-hak pribadi yang mengakibatkan hak-hak pribadi
itu semakin berkurang. Maka pada saat yang sama terjadilah persengketaan antara
individu dan kekuasaan Negara. Dalam pertarungan itu, pihak individu (rakyat) selalu
berada pada posisi yang terkalahkan. Pada saat itu pula perlindungan terhadap hak-hak
individu yang bersifat asasi itu sangat dibutuhkan.
Bila diterusuri lebih jauh ke belakang mengenai sejarah lahirnya HAM, umumnya
para pakar di Eropa berpendapat bahwa cikal bakal HAM itu sebenarnya telah ada sejak
lahirnya Magna Charta 1215 di kerajaan Inggris. Di dalam Magna charta itu disebutkan
antara lain bahwa raja yang memiliki kekuasaan absolut dapat dibatasi kekuasaannya
dan dimintai pertanggung jawabannya di muka hukum. Dari sini lahir doktrin ‘raja

151
tidak kebal hukum’ dan harus bertanggung jawab kepada rakyat. Walaupun kekuasaan
membuat undang-undang pada masa itu lebih banyak berada di tangannya.
Semangat Magna Charta inilah yang kemudian melahirkan undang-undang dalam
kerajaan Inggris tahun 1689 yang dikenal dengan undang-undang hak (Bill of Right).
Peristiwa ini dianggap sebuah keberhasialan rakyat Inggris melawan kecongkakan raja
John, sehingga timbul suatu adagium yang berintikan “manusia sama di muka hukum
(equality before the low)”. Adigum ini memperkuat dorongan timbulnya Negara hukum
dan demokrasi yang mengakui dan menjamin asas persamaan dan kebebasan sebagai
warga Negara.
Asas persamaan ini pula yang nantinya, mendasari hak-hak lainnya seperti
kebebasan, keadilan dan perdamaian dunia, sebagaimana tercermin dalam konsiderans
mukadimah Deklarasi Sedunia tentang Hak-hak Asasi Manusia 1948.
Untuk mewujudkan kedalam suatu tindakan konkrit dalam kehidupan
kemasyarakatan dan kenegaraan, pemikiran dua tokoh, Rousseau tentang kontrak
sosialnya dan Montesquieu dengan trias politika yang lahirnya didorong oleh sebuah
keinginan untuk mencegah tirani, pada intinya membuat pemisahan antara kekuasaan
legislative, eksekutif dan judikatif, sehingga seorang raja tidak dapat bertindak secara
semena-mena di luar ketentuan hukum yang berlaku. Paham ini pula yang memberi
semangat bagi munculnya deklarasi tentang kemerdekaan “Declaration of Indefendence”
di Amerika tahun 1776. di dalam deklarasi itu ditegaskan bahwa “manusia adalah
merdeka sejak dalam perut ibunya, sehingga tidak logis bila sesudah lahir ia harus
dibelenggu”.
Kemudian pada tahun 1789, di Prancis lahir sebuah deklarasi yang dikenal dengan
The Rule of Law. Di dalamnya dinyatakan antara lain: tidak boleh ada penangkapan dan
penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah dan ditahan
tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah.
Pernyataan ini, selanjutnya, dipertegas pula dengan kebebasan untuk mengeluarkan
pendapat (Freedomof Exspression), kebebasan menganut keyakinan/ agama (freedom, of
Religion), perlindungan terhadap hak milik (the freedom of property) dan hak-hak dasar
lainnya. Dalam The French Declaration tersebut sudah tercakup semua hak, meliputi
hak-hak yang menjamin timbulnya demokrasi dan Negara hukum.
Deklarasi yang lahir sebagai buah Revolusi Perancis itu telah berhasil meruntuhkan
susunan masyarakat feudal termasuk golongan pendeta agama dan susunan pemerintahan
Negara yang bersifat kerajaan dengan system monarki absolute. Desebabkan revolusi
tersebut bertujuan untuk memperoleh jaminan hak-hak manusia dalam perlindungan
undang-undang Negara, maka dirumuskan tiga prinsip yang disebut Trisloganda, yaitu

152
(1) kemerdekaan (liberte), (2) kesamarataan (equalite), (3) kerukunan dan persaudaraan
(fraternite). Ketiga semboyan ini telah melahirkan konstitusi Prancis 1791.
Seiring dengan berjalannya waktu dan terjadinya perkembangan dalam kehidupan
kemasyarakatan konsepsi HAM terus mengalami perubahan. Isi dan ruang lingkup
HAM masa lampau itu ternyata tidak respinsif dan aspiratif lagi terhadap perkembangan
situasi serta tuntutan realitas social yang ada. Lagi pula hak-hak yang harus mendapat
perlindungan tidak hanya bersifat yuridis-politik, melainkan juga hak-hak dalam
bidang kehidupan lainnya seperti ekonomi, social dan budaya.
Dalam rangka konseptualisasi dan reinterpretasi terhadap HAM yang mencakup
bidang yang lebih luas, maka pada permulaan abad ke-20, presiden Amerika Franklin D.
Rosevelt merumuskan empat macam hak-hak asasi yang dikenal “The four freedoms’”
yaitu, free asasi yang dikenal dengan “the four freedom”. Yaitu, freedom of speech
(kemerdekaan/kebebasan berbicara), freedom of religion (kemerdekaan/ kebebasan
dalam memlih agama), freedom from fear (kebebasan dari rasa takut), dan freedom from
want. Keempat macam hak-hak dasar ini disandarkan kepada sebuah argumen bahwa
untuk membahagiakan manusia tidak cukup hanya dengan memberikan pengakuan
hak-hak politik saja. Karena hanya dengan memberikan pengakuan hak-hak politik
dan yuridik tidak akan berarti apa-apa tanpa terpenuhinya kebutuhan manusia yang
paling mendasar seperti sandang, pangan dan papan.
Berdasarkan argument ini pula maka perspektif HAM dalam perkembangan
selanjutnya mencakup bidang ekonomi, social dan budaya. Dimensi baru HAM yang
dirumuskan D. Rosevelt ini menjadi inspirasi dan bagian yang tak terpisahkan dari
Declaratiaon of Human Rights 1948 yang menjadi pedoman pelaksanaan HAM hingga
saat ini.

D. HAM dan Demokrasi Dalam Islam

1. HAM dalam Islam


Manusia adalah puncak ciptaan Tuhan. Ia dikirim ke bumi untuk menjadi khalifah
atau wakil-Nya. Mengenai posisi manusia yang tinggi sebagai wakil Allah di bumi, Hasbi
Ash-Shiddieqy manyatakan “bahwa Allah memberkati manusia dengan kemuliaan-
kemulian tertentu, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an (17:70) :

153
“dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka
di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptakan.

Ada tiga karamah (kemulian) yang dianugrahkan Tuhan kepada manusia terlepas
dari latar belakang etnik, agama dan politik mereka:
1) Karamah fardiyah (kemulian individu) yang berarti bahwa Islam melindungi
aspek-aspek kehidupan manusia baik aspek spiritual maupun aspek material
2) Karamah ijtimai’yyah (kemulian kolektif) yang berarti bahwa Islam menjamin
sepenuhnya persamaan di antara individu-individu.
3) Karamah siyasiyyah (kemulian secara politis) yang bererti bahwa Islam memberi
hak politik pada individu-individu untuk memilih atau dipilih pada posisi politik,
karena mereka adalah wakil Allah.

Wahid menyebutkan 14 poin mengenai hak asasi manusia yang dinyatakaan dalam
Al-Qur’an, yang seluruhnya mendukung tujuan pembangunan dan pembentukan
kesempurnaan moralitas manusia. Hak-hak azasi manusia itu adalah
1) hak untuk hidup
2) hak untuk memperoleh keadilan
3) hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama
4) kewajiban untuk menegakkan kebenaran dan hak untuk menolak sesuatu yang
melanggar hukum
5) hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan social dan Negara
6) hak untuk memperoleh kemerdekaan
7) hak untuk memperoleh kebebasan dari ancaman dan penuntutan
8) hak untuk berbicara
9) hak atas perlindungan terhadap penuntutan
10) hak untuk memperoleh ketenangan pribadi
11) hak ekonomi, termasuk hak untuk bekerja adan mendapatkan upah yang layak
12) hak untuk melindungi kehormatan dan nama baik
13) hak atas harta benda
14) hak untuk mendapat upah yang layak dan penggantian kerugiaan yang sepadan.

Hak yang terakhir ini terutama ditujukan untuk melawan institusi pemerintah
yang membuat keputusan tanpa mempertimbangkan kerugian yang diakibatkannya
bagi warga Negara. Disamping hak-hak itu, Wahid menyatakan kemungkinan

154
mengembangkan lebih lanjut hak-hak di atas untuk memajukan hak asasi manusia,
misalnya, hak untuk mendapatkan perlindungan penganiyaan yang dilakukan oleh
aparatur Negara.
Sementara Harun Nasution merumuskannya dengan merujuk pada semboyan
Revolusi Perancis (kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan). menurutnya dasar
filosofis hak asasi manusia ada dalam doktrin tauhid. Tauhid yang dalam Islam dipegang
secara sungguh-sungguh, berarti bahwa hanya Allah yang menciptakan alam. Hal ini
sungguh mengimplikasikan gagasan tentang persamaan dan persaudaraan di antara
sesama manusia, dan bahkan persaudaraan di antra ciptaan yang lain. Islam tidak
hanya mengajarkan kemanusiaan, tetapi juga mengajarkan kebaikan dan perlindungan
terhadap binatang dan lingkungan. Dari prinsip-prinsip dasar persamaan, persaudaraan
dan kebebasan, kebebasan manusia dikembangkan, seperti kebebasan dari perbudakan,
kebebasan beragama, kebebasan berbicara, kebebasan berkehendak, kebebasan dari
ketakutan dan sebagainya. Hak asasi manusia itu berasal dari kebebasan ini, seperti hak
untuk hidup, hak untuk memperoleh kekayaan, hak untuk mendapatkan pendidikan,
hak berbicara, hak untuk bekerja dan sebagainya.

2. Demokrasi dalam Islam


Dalam Islam, sejak Muhammad Rasullah memulai dakwanya berupa tauhid,
maka implikasi sosioplogis dari ajaran tauhid ini adalah munculnya gerakan
egalitarianisme dalam masyarakat Arab yang feodalistik. Itulah salah satu sebabnya
mengapa Muhammad saw. selalu dimusuhi, bahkan disayembarakan untuk dibunuh,
oleh penguasa masyarakat yang telah mapan, yang merasa terancam oleh gerakan
Muhammad yang mengajarkan prinsip keadilan dan persamaan hak.
Banyak pandangan tentang makna demokrasi dalam Islam, satu diantranya
adalah pandangan Jalaludin Rahmat yang memandang demokrasi sebagai istilah yang
mempunyai pengertian berbeda-beda. Dia mendukung demokrasi sebagai konsep
bagi system politik yang didasarkan pada dua prinsip, partisipasi politik dan hak asasi
manusia. prinsip-prinsip ini menyebabkan rakyat berpartisipasi dalam keputusan
keputusan publik dan melindungi hak-hak asasi manusia, yakni hak kebebasan
berbicara, hak mengontrol kekuasan dan hak persamaan dimuka hukum. konsep ini
tidak hanya sesuai dengan Islam, tetapi juga merupakan perwujudan ajaran-ajaran
Islam dalam kehidupan berbangsa.
Selain itu, Rais mengutrakan pendapatnya tentang demokrasi “Setidaknya makna
demokrasi dapat diterima berdasarkan tiga alasan utama:

155
1) Al-Qur’an memeritahkan umat Islam untuk melasanakan musyawarah dalam
dalam menyelesaikan masalah-masalah mereka.
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma>afkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
(Al-Qur’an, 3 : 159)
2) Secara histories Nabi menerapkan musyawarah ini dengan umat Islam dalam
menyelesaikan masalah-masalah mereka,
3) Secara rasional, dimana umat Islam diperintahkan untuk menyelesaikan dilema
dan masalah-masalah mereka, menunjukan bahwa system yang demokratis adalah
bentuk tertinggi mengenai system politik dalam sejarah umat manusia”.

Kesimpulan
Demokrasi dan Hak asasi manusia adalah dua hal yang saling terkait. tidak ada
demokrasi tanpa adanya hak asasi manusia, dan pada umumnya hak asasi manusia
tidak dapat eksis tanpa adanya demokrasi. karena semua agama, terlebih lagi yang
berasal dari tradisi Ibrahimi, muncul dan berkembang dengan misi untuk melindungi
dan menjunjung tinggi harkat manusia. Aktualisasi dari nilai kemanusiaan yang
amat subtansial dan universal selalu mengasumsikan terwujudnya nilai keadilan dan
kemerdekaan yang diyakini sebagai hak-hak asasinya. dalam kontek ini maka demokrasi
dan proses demokritisasi merupakan kondisi niscaya bagi terwujudnya keadilan dan
hak kemerdekaan seseorang. Oleh karenaya, meskipun agama tidak secara sistimatis
mengajarkan praktek demokrasi, namun agama memberikan etos, spirit dan muatan
doctrinal yang mendorong bagi terwujudnya kehidupan demokratik.
Manusia adalah puncak ciptaan Tuhan. Ia dikirim ke bumi untuk menjadi
khalifah atau wakil-Nya. Oleh karena itu manusia merupakan subjek utama dalam
roda kehidupan, dan setiap perbuatan yang dilakukan dituntut untuk dapat membawa
perbaikan manusia dengan sesama manusia sendiri yakni mempunyai nilai kebaikan
dan keluhuran. Dan itulah yang menjadi fokus kajian HAM dan demokrasi.

156
Daftar Pustaka :
1. Tim penyusun Kamus Departemen Pendidikan dan Kebudayaan R.I, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta, 1982
2. Kuntjoro Purbopranoto, Hak-hak Asasi Manusia dan Pancasila, Jakarta, Pradaya
Paramita, 1993
3. Kosasih Ahmad, HAM dalam Perspektif Islam; Menyikap Persamaan dan Perbedaan
Antara Islam dan Barat, Jakarta, Salemba Diniyah, 2003
4. Joseph A. Schumpeter, Cafatalism, socialism and Democrary, London:george Allen
dan Unwin Ltd., 1943
5. Cf. Sidney Hook, “Democracy” dalam Encyclopaedia Americana, Vol 8 (Danbury
dan Connecticut: Grolier Incorporeted, 1984)
6. Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl , “What Democracy is…. And is not”
dalam Journal of Democracy, Vol 2. no.3. 1991
7. Ian Brownlie, Dokumen-dokumen Pokok Mengenai Hak Asasi Manusia, Jakarta, UI
Press, 1993
8. Paul S. Baut &Benny Herman K, Kompilasi Deklarasi Hak Asasi Manusia, Jakarta,
YLBH, 1988
9. Werner Beacker, Die Freiheit, die wir meinen: Entscheidung fur die liberale
Demokratie, (Munchen-Zurich: Pipper,1984)
10. Dahl Robert A. Dilemma of Pluralist Democracy,(New Haven dan London: Yale
university Press, 1982)
11. Masykuri Abdillah, Demokrasi di persimpangan Makna: respons Intelaktual Muslim
Indonesia terhadap konsep demokrasi (1966-1993), ter. Wahib Wahab, Yogya, PT
Tiara Wacana Yogya, 2004
12. Abdurrahman Wahid, Hukum Pidana Islam dan Hak-hak Asasi manusi, dalam
bukunya , Muslim di Tengah Permululan, Jakarta, Leppenas, 1983
13. Cf., Jalaludin Rahmat, Islam danDemokrasi, dalam Franz Magnis-Suseno, dkk,
Agama dan Demokrasi, Jakarta, perhimpunan Pengembangan Pesantren dan
Masyarakat, 1992

157
158
BAB
XII

MASYARAKAT MADANI

A. KONSEP MASYARAKAT MADANI


Masyarakat madani merupakan sebuah wacana yang sudah berproses lama seiring pro-
ses modernisasi. Sebelum abad ke-18 misalnya masyarakat madani umumnya diartikan
dan dipahami sama dengan negara. Sehingga term masyarakat madani dengan negara
(the state) sering dipakai secara bergantian untuk merujuk pada makna yang sama. Baru
setelah akhir abad 18 terminologi ini mengalami pergeseran makna konsep masyarakat
madani dipahami sebagai suatu entitas yang berhadapan dengan negara. Negara dan
masyarakat madani dipahami sebagai entitas yang berbeda (Hikam 1996:1_3)
Belakangan ini konsep masyarakat madani digunakan untuk memahami gerakan
demokratisasi yang bersifat universal, sebagaimana belakangan ini mendominasi
wacana politik diberbagai negara. Terutama berkembang setelah keberhasilan gerakan
gerakan civil sosiety dan kelompok–kelompok (pro demokrasi). Di negara–negara
eropa timur dan tengah seperti Polandia, Yugoslavia, Hongaria, Cekoslowakia dan
sebagainya. Berbagai defenisi tentang masyarakat madani berkembang sesuai dengan
perkembangan kondisi sosio- cultural suatu bangsa seperti eropa barat dan selatan yang
dikembangkan oleh Zbignew Rau atau diKorea selatan yang dikembangkan oleh Hang
Sung-Joo dan Kim Sunhuy dengan batasan yang berbeda.
Dari perbedaan perbedaan tersebut dapat digambarkan bahwa masyarakat
madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri
dihadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat
serta adanya lembaga–lembaga yang mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan
kepentingan publik. Istilah Masyarakat madani muncul di Indonesia pada 26 September
1995 waktu wakil perdana menteri Malaysia Dato Anwar Ibrahim menyinggung kata
–kata masyarakat madani menurut pengakuannya kata ini diterjemahkan dari kata civil
society memang banyak sumber yang menyamakan masyarakat madani dengan civil

159
society tetapi menurut Dawam Raharjo (1999 .27-28) jika dilacak secara empirik istilah
civil society adalah terjemahan dari istilah latin civilis societas yang pertama dipakai
oleh cicero (106-43 SM) seorang orator dan pujangga roma. Pengertiannya mengacu
kepada gejala budaya perorangan dan masyarakat. Masyarakat sipil disebutnya
masyarakat politik (political society) yang memiliki kode hukum sebagai pengaturan
hidup. Istilah ini juga dipopulerkan oleh Dato Sri Anwar Ibrahim bahwa masyarakat
madani terjemahan dari sivil society. Namun masyarakat madani tidak identik dengan
sivil society.
Masyarakat madani menurut Nurkholis Majid bukan terjemahan civil society
karena dari segi bahasa ada kesalahan dan karakternya berbeda dengan masyarakat
yang dibangun Rasulullah SAW. di Madinah pasca hijrah. Masyarakat madani sangat
identik dengan masyarakat kota yang mempunyai perangai dinamis, sibuk, berpikir
logis, berpola hidup praktis, berwawasan luas dan mencari cari terobosan baru demi
memperoleh kehidupan yang sejahtera. Perangai tersebut didukung oleh mental atau
akhlak yang mulia (budi pekerti)
Konsep masyarakat madani merupakan konsep yang bersifat universal sehingga
perlu adaptasi dan disosialisasikan apabila konsep ini diwujudkan di Indonesia karena
konsep masyarakat madani lahir dari konsep masyarakat asing, apabila konsep ini
diaktualisasikan dalam wacana masyarakat indonesia diperlukan suatu konsep dan perlu
ada langkah–langkah yang kontniyu dan sistematis yang dapat merubah paradigma,
kebiasaan dan pola hidup masyarakat Indonesia selain itu konsep masyarakat madani
merupakan konsep yang masih baru bagi masyarakat Indonesia. Bukan pekerjaan
mudah karena terkait dengan persoalan budaya dan sikap hidup masyarakat. Untuk
itu diperlukan terobosan dalam penyusunan konsep serta tindakan–tindakan dengan
kata lain diperlukan suatu paradigma baru. Sebagaimana pendapat filsuf Khun(Tilaar
.1999:245) apabila tantangan–tantangan baru dihadapi dengan menggunakan paradigma
lama tentu segala usaha yang dijalankan akan menemui kegagalan.

B. Dasar pembentukan masyarakat madani


menurut Alqur`an
Dalam Al-Qur`an kita menemukan beberapa ayat yang berbicara tentang masyarakat,
mulai dari pembentukan keluarga sampai kepada bagaimana mengembangkan tatanan
kemasyarakatan menuju sebuah masyarakat yang hidup rukun, damai dan sejahtera
dan selalu dalam ampunan Allah diantara ayat tesebut adalah:

160
َ‫ك ْم م ْن َن ْفس َواح َدة َو َخلَ َق منْ َها َز ْو َجها‬
ُ ََ َ َّ‫َ َ ُّ َ َّ ُ َّ ُ َ َّ ُ ُ ذ‬
ِ ٍ ِ ٍ ِ ‫الي خلق‬ ِ ‫يا أيها انلاس اتقوا ربكم‬
ً ‫ث ِمنْ ُه َما ر َجاال َكث‬
ً ‫ريا َون ِ َس‬
)١( ‫اء‬
َّ َ َ
‫وب‬
ِ ِ
1. Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan
kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari
pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak.

ُ َ َ َ َ َ َ َ ً ُ ُ ْ ُ َ ْ َ َ َ َ‫َ َ ُّ َ َّ ُ َّ َ َ ْ َ ُ ْ ْ َ َ َ ُ ْ ى‬
‫يا أيها انلاس إِنا خلقناكم ِمن ذك ٍر وأنث وجعلناكم شعوبا وقبائِل تِلعارفوا‬
)١٣(
2. Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. (Q.S.49;13)

َ ْ ُْ َ َ ْ َََْ ُ ْ َ ْ َ ُ ُ ْ َ َ ْ‫َ تْ َ ُ ْ ْ ُ ْ ُ َّ ٌ َ ْ ُ َ ىَ لخْ َير‬


ِ ‫ولكن ِمنكم أمة يدعون ِإل ا ِ ويأمرون بِالمعر‬
‫وف وينهون ع ِن المنك ِر‬
َ ُ ْ ُ ْ ُ ُ َ َ‫َ ُ ئ‬
)١٠٤( ‫حون‬ ‫ولك هم المف ِل‬
ِ ‫وأ‬
3. Dan hendaklah ada segolongan umat diantarakamu yang menyeru kepada yang
ma`ruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang–orang yang beruntung
(Q.S.3;104)

َّ‫َ َ ْ َ ْ َ َ ْ ُ ْ َ َ ُ ْ ُ َ ه‬ ُ ْ َ ْ َ ُ ُ ْ َ َّ ْ َ ْ ُ َّ ُ َ ْ‫ُ ْ ُ ْ َير‬


‫الل‬
ِ ِ‫وف وتنهون ع ِن المنك ِر وتؤ ِمنون ب‬
ِ ‫اس تأمرون بِالمعر‬ ِ ‫كنتم خ أم ٍة أخ ِرجت لِلن‬
َ ُ َ ُ ُ ُ َ‫َ َ ْ َ َ َ ْ ُ ْ َ َ اَ َ َيرْ ً َ ُ ْ ْ ُ ُ ُ ْ ُ َ َ ر‬
ْ ْ َ ْ
)١١٠( ‫اسقون‬
ِ ‫اب لكن خ ا لهم ِمنهم المؤ ِمنون وأكثهم الف‬ ِ ‫كت‬ِ ‫ولو آمن أهل ال‬
4. Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia menyuruh kepada baik
dan mencegah dari yang mungkar (Q.S.3;110)

Masyarakat yang ideal dalam Al-Qur`an


Didalam al-Quran dijelaskan ciri –ciri dan kwalitas masyarakat yang baik. Memang
semua memerlukan pengertian dan penafsiran serta pengembangan pemikiran.
Adapun kata–kata yang merujuk pada masyarakat yang ideal adalah ummatau wahidah,

161
ummatan washatan, khairul ummah dan baldatun thoyyibatun berikut ini arti dari
kata-kata tersebut:
a. Ummatan Waahidah terdiri dari dua kata yaitu umat dan wahidah satu ungkapan
ini 9 kali ditemukan dalam Al-Qur`an diantaranya pada surah Al-Baqarah 2/213
dalam ayat tersebut dengan tegas mengatakan bahwa dari dulu manusia hingga
kini merupakan satu umat, Allah menciptakan mereka sebagai makhluk sosial
yang saling berkaitan dan saling membutuhkan, mereka bisa hidup jika saling
membantu sebagai satu umat yaitu kelompok yang memiliki persamaan dan
keterikatan karena kodratnya begitu. Tentu saja mereka harus berbeda–beda dalam
profesi karena kepentingan mereka banyak sehingga dengan perbedaan tersebut
masing–masing dapat memenuhi kebutuhannya, jadi ummatan wahidah adalah
suatu umat yang bersatu berdasarkan iman kepada Allah SWT dan mengacu pada
nilai–nilai kebaikan. Umat tersebut tidak terbatas dimana mereka merupakan
bagian arti umat mencakup seluruh manusia
b. Ummatan Wasathan, ini terdapat dalam surah Al-Baqarah 2/143 dalam ayat
ini dijelaskan bahwa kualifikasi umat yang baik adalah umatan wasathan yang
bermakna dasar pertengahan atau moderat posisi tersebut tidak memihak
kekiri dan kekanan yang dapat mengantar manusia berlaku adil Qurais Shihab
(1999;328) mengemukakan pada mulanya kata wasath berarti segala sesuatu yang
baik sesuai dengan objeknya sesuatu yang baik berada pada posisi dua ekstrim
ia mencontohkan keberanian adalah peretengahan antara sikap ceroboh dan
takut. Kedermawanan adalah pertengahan antara sikap boros dan kikir. Kesucian
merupakan pertengahan antara durhaka karena dorongan hawa nafsu yang
menggebu dengan ketidakmampuan melakukan hubungan sexsual dari situ kata
wasath berkembang maknanya menjadi tengah keberadaan masyarakat ideal pada
posisi tengah menyebabkan mereka tidak seperti umat yang hanya hanyut oleh
materialisme dan tidak pula mengantarkannya membungbung tinggi kealam
ruhani sehingga tidak lagi berpijak dibumi. Posisi tengah mampu memadukan
aspek jasmani dan ruhani, material dan spritual dalam segala kegiatannya
c. Khairu ummah. Ummat terbaik atau unggul atau masyarakat ideal ditemukan pada
surat Ali Imran 3/10 .Disini dijelaskan bahwa kaum muslimin adalah uamt terbaik
yang mengemban tugah menyuruh yang ma`ruf dan mencegah kemunkaran dan
beriman kepada Allah.Apakah muslimin sepanjang masa atau muslimin di zaman
Rasulullah. Apabila diperhatikan sejarah umat Islam akan ditemukan satu periode
ketika umat islam mengalami satu puncak perdaban dunia atau mencapai kejayaan
diberbagai kawasan. Namun jika kita perhatikan kondisi umat islam sekarang
diseluruh dunia sulit mengatakan bahwa kaum muslimin adalah umat terbaik.

162
Berarti khairu umah dalam pengertian diatas adalah bentuk ideal masyarakat
Islam yang identitasnya integritas keimanan, komotmen kontribusi positif kepada
kemanusiaan secara universal dan loyalitas pada kebenaran dengan aksi amar
ma`ruf nahi mungkar seperti dijelaskan diatas.
d. Baldathun thoyyibatun. Ditemukan dalam Surah Saba/34;15 artinya negeri atau
daerah yang baik secara bahasa balad bisa diartikan tempat sekumpulan manusia
hidup. Tanahnya subur, rakyatnya makmur serta pemerintahannya adil maka
bayangannya adalah masyarakat yang ideal.

Ciri–ciri masyarakat ideal :


1. Beriman. Keimanan yang diajarkan Al-Qur`an dan hadits nabi Saw, yaitu keimanan
yang dijelaskan pada rukun iman.Urgensi iman dijelaskan pada surah ashr/103
menyatakan semua manusia akan mengalami kerugian kecuali orang–orang yang
memiliki empat sifat yaitu iman, amal shaleh berwasiat kepada kebenaran dan
berwasiat pada kesabaran
2. Amar ma`ruf nahi mungkar selalu mengajak pada kebaikan dan mencegah
kemungkaran
3. Adanya keinginan untuk hidup lebih baik.ini bisa dilihat pada fakta sejarah
bagaimana Rasulullah membangun peradaban yang lebih baik di kota Madinah.
Tindakan nabi Saw mengubah nama Yatsrib menjadi Madinah pada hakikatnya
adalah pernyataan niat atau proklamasi bahwa beliau bersama kaum anshar
dan muhajirin hendak mendirikan dan membangun masyarakat beradab maka
diperlukan beberapa syarat yaitu:
a. Memiliki ilmu yang memadai dengan demikian kita punya visi yang sama
walaupun misi berbeda, namun mengarah pada satu tujuan yaitu membangun
kembali masyarakat madani
b. Mempunyai moral yang tangguh ukurannya terletak pada kemauan, kesediaan
mengubah tantangan, gangguan dan ancaman menjadi ihsan (kebaikan)
c. Kemampuan memilih dan memilah strategi perjuangan
d. Kemauan berjihad artinya menghabiskan segala daya dan kekuatan jihad
dalam arti yang luas dan menyeluruh
e. Mempunyai organisasi yang rapi dan kuat
4. Berlaku jujur dan adil dalam masyarakat pluralistik. Berlaku jujur dan adil pada
diri sendiri dan orang lain (masyarakat) menegakan hukum secara adil adalah
bagian dari kejujuran, maka penyakit hati seperti hasad, iri, dengki dan munafik
harus dihilangkan karna tidak mungkin adil kalau sifat tersebut masih ada hukum
keadilan bisa dibelokkan untuk kezaliman baru dengan berbagai macam dalih dan

163
kepentingan sepihak. Dapatkah kita berlaku jujur dan adil pada setiap masyarakat
yang pluralistik semacam ini? pasti bisa jika memiliki sifat dan sikap; hati yang
bening dan tulus mencintai keadilan dan kejujuran sebagai salah satu kebenaran
yang diamatkan Allah, menghilangkan kepentingan yang lain (tertanam ) kecuali
ridha Allah. Harus ada keberanian etik untuk melepaskan semua tradisi yang
terbukti menyimpang dari kebenaran
5. Kasih sayang dan menabur kerahmatan baik yang bersifat simbolik atau praktis
6. Kesalehan pribadi dan sosial. secara pribadi harus memiliki sifat–sifat saleh
seperti jujur, adil, qana`ah, wara`, pemaaf, dermawan, kasih sayang lemah lembut,
sabar menghagai, menghormati, baik sangka, suka beribadah, penolong dll.
Adapun kesalehan sosial adalah membagi kebaikan. kedamaian, keamanan dan
kebahagiaan terhadap sesama sehingga masyarakat dapat merasakan kebahagian
hidup baik materil maupun spritual
7. Toleransi dalam perbedaan. Harus memiliki rasa tasamuh (toleran) yaitu tenggang
rasa dan lapang dada dalam memahami perbedaan dan menyadari perbedaan
tersebut sebagai hal yang wajar. Kenapa harus toleran? Karena dapat meneguhkan
fitrah sosial sebagi makhluk yang bermasyarakat, memperteguhkan ukhuwah
basyariah sebagai makhluk ciptaan Allah dan turunan yang sama. Mempersempit
ruang gerak permusuhan dan konflik, menjaga kelangsungan hidup saling
menghormati (menghargai) prilaku kemanusiaan diantara sesama, menyadari
bahwa sesama manusia memiliki rasa ketergantungan.
8. Memiliki budaya kritik dan membangun. kita melihat kritik sebagai kontrol sosial
dan sebagai dukungan sosial

C. KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI


Kalau kita merujuk pada tatanan masyarakat yang dibangun oleh nabi Muhammad
Saw, setelah hijrah dari makkah ke Yatsrib dengan mengganti nama kota itu dengan
madinah. Disana kita temui sebuah masyarakat dengan tatanan etik dan moral sesuai
dengan ajaran islam. Piagam madinah sebagai sebuah konstitusi tertulis yang disepakati
untuk diterapkan dalam kehidupan. Jika dicermati secara komprehensif maka dalam
ajaran Islam terdapat karakteristik-karakteristik universal baik dalam kontek relasi
vertikal maupun relasi horisontal. Dalam hal ini Yusuf Qardawi mencatat ada tujuh
karakteristik universal tersebutyaitu: ketuhanan (al-Rabbaniyah), kemanusiaan (al-
insaniyah), komprehesifitas (al-Syumuliyah), kemoderatan (al-wasathiyah), realitas

164
(al-waqi`iyah), kejelasan (al-wudhun) dan kohesi antara stabilitas dan fleksibilitas (al-
jam`u bayna al-tsabat wa al-murunah)
Ketujuh karekter inilah yang menjadi paradigma integral setiap muslim dari
masa ke masa dari tujuh karakteristik tersebut ada dua yang menjadi karakteristik
fundamental yang menjadi tolak ukur pembangunan masyarakat madani yaitu
humanisme (al–insaniyah) dan kemoderatan (al-wasathiyah) lima karakteristik yang
lain kecuali al-rabbaniyah setidaknya bisa diintegrasikan kedalam kategori toleran (al-
samahah) karena al-rabbaniyah menurut yusuf qardhawi merupakan tujuan dan muara
masyarakat madani itu sendiri. Menurut Umar abdul azis quraisy islam merupakan
agama yang sangat toleran, baik dalam masalah aqidah, ibadah, muamalah maupun
akhlaknya (17)
Berarti bisa disimpulkan Rasulullah SAW mengajarkan tiga karakteristik keislaman
yang menjadi pondasi pembangunan masyarakat madani yaitu Islam yang humanis,
Islam yang moderat dan Islam yang toleran. Inilah yang menjadi pondasi konstitusi
pembangunan masyarakat madani dalam perpekstif Islam

Soal esay
1. Jelaskan pengertian masyarakat madani!
2. Bagaimana dasar pembentukan masyarakat madani
3. Dapatkah manusia berlaku jujur dan adil pada masyarakat pluralisti seperti di
Indonesia ini silahkan analisa
4. Sebutkan ciri–ciri masyarakat ideal (madani)

Daftar pustaka
1. Aman S (2000) membangun masyarakat madani; Pondasi islam dan jati diri,
Jakarta Al-Mawardi Prima.
2. Akram D.U (1999) Masyarakat madani tinjauan historis kehidupan zaman nabi,
Jakarta, Gema insani press.
3. Depag RI (1982) al-Qur`an dan terjemahannya, Jakarta.
4. Hakim, Masykur (2003) model masyarakat madani, Jakarta, inti media.
5. Hidayat K (1990) masyarakat agama dan agenda penekanan masyarakat madani,
yogyakarta, aditya media.

165
6. Hikam A.S (1998) cendikiawan dan masalah civil society, pengalaman Indonesia,
jakarta, halqah.
7. Nurdin Ali (2006) Qur’anic society jakarta, erlangga.
8. Nasution Harun (1986) teologi islam Jakarta UI Press.
9. Tilaar (1999), pendidikan kebudayaan dan masyarakat madani indonesia, strategi
reformasi pendidikan nasional, Bandung Rosda karya.
10. Syihab Quraish (1999) wawasan Alqur`an Bandung, mizan.

166
BAB
XIII

TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk indiviudu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk
sosial tentunya manusia dituntut untuk mampu berinteraksi dengan individu lain
dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam
masyarakat, seorang individu akan dihadapkan dengan kelompok-kelompok yang
berbeda warna dengannya salah satunya adalah perbedaan agama.
Dalam menjalani kehidupan sosialnya tidak bisa dipungkiri akan ada gesekan-
gesekan yang akan dapat terjadi antar kelompok masyarakat, baik yang berkaitan dengan
ras maupun agama. Dalam rangka menjaga keutuhan dan persatuan dalam masyarakat
maka diperlukan sikap saling menghormati dan saling menghargai, sehingga gesekan-
gesekan yang dapat menimbulkan pertikaian dapat dihindari. Masyarakat juga dituntut
untuk saling menjaga hak dan kewajiban diantara mereka antara yang satu dengan yang
lainnya.
Dalam pembukaaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 disebutkan bahwa “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Oleh karena itu kita
sebagai warga Negara sudah sepatutnya menjunjung tinggi sikap saling toleransi antar
umat beragama dan saling menghormati antar hak dan kewajiban yang ada diantara
kita demi keutuhan Negara.
Kebebasan beragama pada hakikatnya adalah dasar bagi terciptanya kerukunan
antar umat beragama. Tanpa kebebasan beragama tidak mungkin ada kerukunan antar
umat beragama. Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia. Hak untuk menyembah
Tuhan diberikan oleh Tuhan, dan tidak ada seorang pun yang boleh mencabutnya.
Demikian juga sebaliknya, toleransi antarumat beragama adalah cara agar
kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik. Kebebasan dan toleransi tidak

167
dapat diabaikan. Namun yang sering kali terjadi adalah penekanan dari salah satunya,
misalnya penekanan kebebasan yang mengabaikan toleransi dan usaha untuk
merukunkan dengan memaksakan toleransi dengan membelenggu kebebasan. Untuk
dapat mempersandingkan keduanya, pemahaman yang benar mengenai kebebasan
beragama dan toleransi antar umat beragama merupakan sesuatu yang penting dalam
kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat.

B. Pengertian Toleransi
Toleransi berasal dari kata “Tolerare” yang berasal dari bahasa latin yang berarti dengan
sabar membiarkan sesuatu. Jadi pengertian toleransi secara luas adalah suatu sikap atau
perilakumanusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghargai atau
menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan. Toleransi juga dapat dikatakan
istilah dalam konteks sosial budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang
melarang adanya deskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak
dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toleransi
beragama dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan
agama-agama lainnya. Istilah toleransi juga digunakan dengan menggunakan definisi
“kelompok” yang lebih luas , misalnya partai politik, orientasi seksual, dan lain-lain.
Hingga saat ini masih banyak kontroversi dan kritik mengenai prinsip-prinsip toleransi
baik dari kaum liberal maupun konservatif. Jadi toleransi antar umat beragama berarti
suatu sikap manusia sebagai umat yang beragama dan mempunyai keyakinan, untuk
menghormati dan menghargai manusia yang beragama lain.
Dalam masyarakat berdasarkan pancasila terutama sila pertama, bertaqwa kepada
tuhan menurut agama dan kepercayaan masing-masing adalah mutlak. Semua agama
menghargai manusia maka dari itu semua umat beragama juga wajib saling menghargai.
Dengan demikian antar umat beragama yang berlainan akan terbina kerukunan
hidup.

C. Toleransi Antarumat Beragama


Sebagai makhluk sosial manusia tentunya harus hidup sebuah masyarakat yang
kompleks akan nilai karena terdiri dari berbagai macam suku dan agama. Untuk
menjaga persatuan antar umat beragama maka diperlukan sikap toleransi.dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia sikap memiliki arti perbuatan dsb yang berdasarkan

168
pada pendirian, dan atau keyakinan sedangkan toleransi berasal dari bahasa Latin
yaitu tolerare artinya menahan diri, bersikap sabar,membiarkan orang berpendapat
lain, dan berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki pendapat berbeda (W.J.S
Poerwodarminto;wartawarga.gunadarma.ac.id/).

Toleransi sendiri terbagi atas tiga yaitu :


a. Negatif
Isi ajaran dan penganutnya tidak dihargai. Isi ajaran dan penganutnya hanya
dibiarkan saja karena menguntungkan dalam keadaan terpaksa.Contoh PKI atau
orang-orang yang beraliran komunis di Indonesia pada zamanIndonesia baru
merdeka.
b. Positif
Isi ajaran ditolak, tetapi penganutnya diterima serta dihargai.Contoh Anda
beragama Islam wajib hukumnya menolak ajaran agama lain didasari oleh
keyakinan pada ajaran agama Anda, tetapi penganutnya atau manusianya Anda
hargai.
c. Ekumenis
Isi ajaran serta penganutnya dihargai, karena dalam ajaran mereka itu terdapat
unsur-unsur kebenaran yang berguna untuk memperdalam pendirian dan
kepercayaan sendiri.Contoh Anda dengan teman Anda sama-sama beragama Islam
atau Kristen tetapi berbeda aliran atau paham. Dalam kehidupan beragama sikap
toleransi ini sangatlah dibutuhkan, karena dengan sikap toleransi ini kehidupan
antar umat beragama dapat tetap berlangsung dengan tetap saling menghargai dan
memelihara hak dan kewajiban masing-masing.

Mengingat pentingnya toleransi, maka ia harus diajarkan kepada anak-anak baik


dilingkungan formal maupun lingkungan informal. Di lingkungan formal contohnya
siswa dapat dibekali tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama
melalui bidang studi Agama, Kewarganegaraan, ataupun melalui aspek pengembangan
diri seperti Pramuka, PMR, OSIS, dll. Hal yang sama dapat juga dilakukan di lingkungan
informal oleh orang tua kepada anak-anaknya melalui pengajaran nilai-nilai yang
diajarkan sedini mungkin di rumah.
Ada beberapa manfaat yang akan kita dapatkan dengan menanamkan sikap
toleransi, manfaat tersebut adalah:
1. hidup bermasyarakat akan lebih tentram
2. persatuan, bangsa Indonesia, akan terwujud
3. pembangunan Negara akan lebih mudah

169
D. Menghormati Dan Memelihara Hak Dan
Kewajiban Antar Umat Beragama

a. Pengertian  Hak
Hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung
kepada kita sendiri.Contoh dari hak adalah:
1. Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum;
2. Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak;
3. Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam
pemerintahan;
4. Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan
kepercayaan masing-masing yang dipercayai;
5. Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran;
6. Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan Indonesia
atau nkri dari serangan musuh;dan
7. Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat, berkumpul
mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-undang yang
berlaku.

b. Pengertian Kewajiban
Kewajiban adalah sesuatu yang dilakukan dengan tanggung jawab.Contoh dari
kewajiban adalah:
1. Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam membela,
mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan musuh;
2. Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah ditetapkan
oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda);
3. Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara, hukum
dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-baiknya;
4. Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala hukum
yang berlaku di wilayah negara Indonesia; dan
5. Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk membangun
bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah yang lebih baik.

170
Kewajiban merupakan hal yang harus dikerjakan atau dilaksanankan. Jika tidak
dilaksanankan dapat mendatangkan sanksi bagi yang melanggarnya. Sedangkan hak
adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu. Namun, kekuasaan tersebut dibatasi oleh
undang-undang. Pembatasan ini harus dilakukan agar pelaksanaan hak seseorang
tidak sampai melanggar hak orang lain. Jadi pelaksanaan hak dan kewajiban haruslah
seimbang, artinya, kita tidak boleh terus menuntut hak tanpa memenuhi kewajiban.
Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari beragam suku dan agama, dengan
adanya sikap toleransi dan sikap menjaga hak dan kewajiban antar umat beragama,
diharapkan masalah-masalah yang berkaitan dengan sara tidak muncuk kepermukaan.
Dalam kehidupan masyarakat sikap toleransi ini harus tetap dibina, jangan sampai
bangsa Indonesia terpecah antara satu sama lain
Toleransi Hak dan kewajiban dalam umat beragama telah tertanam dalam nilai-
nilai yang ada pada pancasila. Indonesia adalah Negara majemuk yang terdiri dari
berbagai macam etnis dan agama, tanpa adanya sikap saling menghormati antara hak
dan kewajiban maka akan dapat muncul berbagai macam gesekan-gesekan antar umat
beragama.
Pemeluk agama mayoritas wajib menghargai ajaran dan keyakinan pemeluk agama
lain, karena dalam UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 dikatakan bahwa “setiap warga diberi
kemerdekaan atau kebebasan untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat
menurut agama dan kepercayaannya.” Hal ini berarti kita tidak boleh memaksakan
kehendak, terutama dalam hal kepercayaan, kepada penganut agama lain, termasuk
mengejek ajaran dan cara peribadatan mereka.

E. Pandangan Islam Mengenai Silaturrahmi


Untuk terciptanya kehidupan yang rukun, damai dan sejahtera, Islam tidak hanya
mengajarkan umatnya untuk semata beribadah kepada Allah SWT. Melainkan Islam
justru sangat menekankan umatnya untuk membina dan menjalin silaturahmi yang
baik dengan tetangga dan lingkungannya.
Islam adalah agama yang universal artinya rahmatan lil alamin. Umat Islam
yang sangat menginginkan hidupnya mendapatkan ridha Allah SWT selalu namanya
berpegang dengan ajaran Islam, dimana hubungan secara vertical kepada Allah
senantiasa harus dibina tetapi karena manusia mahluk social maka dia harus membina
hidup bermasyarakat artinya berhubungan dengan tetangga secara baik .
Islam sangat menjunjung tinggi silaturahmi dan cara memuliakan tetangga.
Hal ini tercantum didalam ayat suci Al-Quran dan hadist, berikut dalilnya:

171
“Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
sukusupaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara
kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui dan maha mendengar”. (QS Al-
Hujurat:13)

Dari Abu Hurairah ra. Dia berkata: Rosulullah SAW bersabda: Barang siapa senang
diperluas rezekinya diperpanjang umurnya 1) hendaklah bersilaturahmi. Riwayat
Bukhari. Dari ra dia berkata: Rosulullah SAW Bersabda: Apabila engkau masak
kuah, berilah air yang banyak dan perhatikan hak tetanggamu. Riwayat Muslim.

Dari beberapa hadist diatas menandakan bahwasannya Rosulullah SAW sangat


memuliakan tetangga. Karena dengan kita memuliakan tetangga banyak sekali
manfaatnya. Selain itu aplikasi dalam kehidupannya, kebersamaan hidup antara orang-
orang Islam dengan non Islam sebenarnya telah dicontohkan oleh Rosulullah ketika
beliau dengan para sahabat mengawali hidup di Madinah setelah hijrah. Dimana
Rosulullah mengikat perjanjian penduduk Madinah yang terdiri dari orang-orang
kafir dan muslim untuk saling membantu dan menjaga keamanan kota Madinah dari
gangguan.

F. Manfaat Toleransi Hidup Beragama


Dalam Pandangan Islam
Bersikap toleran merupakan solusi agar tidak terjadi perpecahan dalam mengamalkan
agama. Sikap bertoleransi harus menjadi suatu kesadaran pribadi yang selalu dibiasakan
dalam wujud interaksi sosial. Toleransi dalam kehidupan beragama menjadi sangat
mutlak adanya dengan eksisnya berbagai agama samawi maupun agama ardli dalam
kehidupan umat manusia ini.

Prinsip-prinsip universal toleransi antar ummat beragama


Prinsip-prinsip toleransi agama ini, yang merupakan bagian dari visi teologi atau
akidah, telah dimiliki Islam, maka sudah selayaknya jika umat Islam turut serta aktif
untuk memperjuangkan visi-visi toleransinya di khalayak masyarakat plural. Walaupun

172
Islam telah memiliki konsep pluralisme dan kesamaan agama, maka hal itu tak berarti
para muballigh atau pendeta dan sebagainya berhenti untuk mendakwahkan agamanya
masing-masing. PERBEDAAN umat manusia, baik dari sisi suku bangsa, warna kulit,
bahasa, adat-istiadat, budaya, bahasa serta agama dan sebagainya, merupakan fitrah
dan sunnatullah yang sudah menjadi ketetapan Tuhan SWT. Landasan dasar pemikiran
ini adalah firman Tuhan SWT, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara
kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. Al-Hujurat
13). Segenap manusia tidak akan bisa menolak sunnatullah ini. Dengan demikian, bagi
manusia, sudah selayaknya untuk mengikuti petunjuk Tuhan SWT dalam menghadapi
perbedaan-perbedaan itu. Salah satu risalah penting yang ada dalam teologi Islam
adalah toleransi antar penganut agama-agama yang berbeda. Risalah ini masuk
dalam kerangka sistem teologi Islam karena Tuhan SWT senantiasa mengingatkan
kepada kita akan keragaman manusia, baik dilihat dari sisi agama, suku, warna kulit,
adat dan sebagainya. Dalam hal teologi, keragaman agama tentu menjadi titik fokus
risalah toleransi ini. Toleransi adalah sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat
penganut agama lain, dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip
keagamaan (ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk
beribadah maupun untuk tak beribadah, dari satu pihak ke pihak lain. Hal demikian,
dalam tingkat praktek-praktel sosial, dapat dimulai dari sikap-sikap bertetangga. Karena
toleransi yang paling hakiki adalah sikap kebersamaan antar penganut keagamaan
dalam praktek-praktek sosial, kehidupan bertetangga dan bermasyarakat, serta bukan
hanya sekedar pada tataran logika dan wacana. Seorang muslim yang sejati atau tanda-
tanda keimanan seseorang, dalam sebuah Hadits Nabi Muhammad SAW, adalah
bagaimana dia bersikap kepada tetangga. “Man Kaana Yu’minu Billaahi wal-Yaumil-
aakhiri Fal-Yukrim Jaarahu”, barang siapa yang beriman kepada Tuhan SWT dan Hari
Akhir, maka hendaknya dia memuliakan tetangganya. Tidak ada sama sekali dikotomi
apakah tetangga itu seiman dengan kita atau tidak. Dan tak seorang pun berhak untuk
memasuki permasalahan iman atau tak beriman. Ini penting untuk diperhatikan, bahwa
dikotomi seiman dan tak seiman sangat tidak tepat untuk kita terapkan pada hal-hal
yang memiliki dimensi humanistik. Bahkan, ketika suatu saat Nabi Muhammad SAW
hendak melarang seorang sahabat untuk bersedekah kepada orang non-muslim yang
sedang membutuhkan, Tuhan SWT segera menegur beliau dengan menurunkan ayat,

173
«Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi
Allah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siap yang dikehendaki-Nya” (QS.
2 : 272).

Maksudnya, kita tidak perlu untuk membeda-bedakan orang-orang yang miskin,


apakah mereka itu seiman dengan kita atau tidak. Mengapa? Karena petunjuk atau
hidayah ada dalam kekuasaan Tuhan SWT. Sedangkan urusan manusia adalah mengajak
kepada kebaikan, keadilan dan kesejahteraan yang ada di dunia. Dengan turunnya ayat
tersebut, Nabi SAW pun segera memerintahkan umat Islam untuk bersedekah jika
mendapatkan orang non muslim sedang membutuhkan (Riwayat Ibnu Aby Haatim
dari Ibnu ‘Abbas RA). Sikap-sikap yang diajarkan dari Tuhan SWT kepada Nabi SAW
tersebut wajib untuk dilakukan oleh umat Islam dalam bersikap kepada non muslim,
termasuk kepada, misalnya, orang tua kita yang, mungkin, tidak seiman dengan kita.
Asma RA, putri Abu Bakar RA, pernah menolak ketika ibunya, yang non muslim, mau
menemuinya . Akan tetapi, ketika berita itu sampai kepada Nabi SAW, maka beliau
memerintahkan Asma supaya menemui dan menghormatinya. Ketika Nabi SAW dan
para sahabat sedang berkumpul, lewatlah rombongan orang Yahudi yang mengantar
jenazah. Nabi SAW langsung berdiri, memberikan penghormatan. Seorang sahabat
berkata, “Bukankah mereka orang Yahudi, Wahai Rasul?”. Nabi SAW menjawab, “ Ya,tapi
mereka manusia juga”. Jadi, sudah jelas, bahwa sisi akidah atau teologi bukanlah urusan
manusia, melainkan Tuhan SWT. Sedangkan kita bermuamalah dari sisi kemanusiaan
kita.
Dengan demikian, sikap toleransi yang paling utama untuk kita tumbuh-kembangkan
adalah praktek-praktek sosial kita sehari-hari, yang berdasarkan kepada prinsip, seperti
yang telah disebutkan di atas, dapat hidup bersama masyarakat penganut agama lain,
dan hal ini dengan kita awali bagaimana kita bersikap yang baik dengan tetangga
terdekat kita, tanpa membedakan mereka dari sisi apapun. Namun, untuk bersikap
toleran kepada tetangga tentu dapat kita mulai terlebih dahulu bagaimana kemampuan
kita mengelola dan mensikapi perbedaan (pendapat) yang (mungkin) terjadi pada
keluarga kita. Jadi, sebelum kita bersikap toleran kepada tetangga, kita terlebih dahulu
mencoba untuk membangun sikap plural dan perbedaan (pendapat) dalam anggota
keluarga kita. Membangun sikap toleran dalam keluarga sangat penting, karena ia
menjadi salah satu syarat mutlak untuk mencapai derajat keluarga sakinah yang penuh
barokah dari Tuhan SWT. Sehingga, ketika dalam keluarga sebagai komunitas terkecil
kita sanggup untuk mengelola perbedaan dan pluralisme, maka modal kemampuan
itu akan menghantarkan kita kepada sikap toleran atas perbedaan-perbedaan dalam
masyarakat (tetangga) dan yang lebih luas. Catatan-catatan ringan tentang aksi dan

174
praktek toleransi tersebut di atas hendaknya tidak dipandang sebelah mata, sebab
selama ini sikap-sikap intoleransi dan permusuhan, khususnya yang terjadi antar
penganut agama, justru kebanyakan muncul dari kalangan elit atau tokoh masyarakat,
dan jarang sekali yang muncul murni dari bawah. Berbagai kasus konflik antar agama
yang terjadi, justru tak semuanya murni karena dorongan semangat permusuhan
yang muncul untuk membela agama masing-masing. Dimensi-dimensi sosiologi dan
antropologi yang mengitari masyarakat konflik tersebut harus mendapatkan perhatian
dari kita. Sebab, kita akan terjebak untuk kesekian kalinya dengan berbagai kekhilafan-
kekhilafan yang tak seharusnya terjadi, seperti sikap curiga dan sebagainya, yang
diakibatkan oleh konflik-konflik tersebut. Padahal, sikap curiga mencurigai itu sendiri
bukanlah sikap yang akan mampu menyelesaikan permasalahan kerukunan antar
umat, melainkan justru akan menambah daftar konflik horisontal. Di sini pula letak
kekurangan kalangan yang sering menyuarakan sikap-sikap toleransi agama. Suara-
suara dan pemikiran itu, dalam pandangan penulis, bukan tidak tepat. Ia kurang bisa
masuk dan meresap dalam masyarakat yang terlibat konflik karena kebutuhan murni
masyarakat tersebut bukanlah konsep-konsep perdamaian dan hidup rukun, akan tetapi
keadilan ekonomi, politik, pendidikan dan sebagainya. Belum lagi jika terbukti bahwa
ketegangan antar umat beragama, khususnya dalam konteks masyarakat Indonesia, lebih
dikarenakan permainan politik elit-elit yang berkuasa. Jika yang terakhir ini benar, atau
mendekati kebenaran, maka problem kemasyarakatan kita bermuara kepada problem
politik. Penulis bahkan meyakini bahwa masyarakat yang terlibat perang agama, baik
di Indonesia atau di manapun, sejatinya juga menyadari akan prinsip-prinsip toleransi
yang dikandung oleh agamanya masing-masing. Akan tetapi, mereka sedang disuguhi
sajian-sajian yang menyeret mereka untuk meninggalkan kesadaran-kesadaran yang
sebenarnya sangat kuat dalam dogma agama mereka masing-masing.
Prinsip Toleransi Dalam Perspektif Islam Ketika kita sudah meyakini bahwa
hidayah atau petunjuk adalah hak mutlak Tuhan SWT, maka dengan sendiri kita tidak
sah untuk memaksakan kehendak kita kepada orang lain untuk menganut agama kita.
Namun demikian, kita tetap diwajibkan untuk berdakwah, dan itu berada pada garis-
garis yang diperintahkan oleh Tuhan SWT. Prinsip toleransi antar umat beragama dalam
perspektif Islam adalah “Lakum Diinu-kum Wa Liya Diin”, untukmu agamamu, dan
untukku agamaku. Prinsip tersebut adalah penggalan dari surat Al-Kaafirun, di mana
surat tersebut turun karena ajakan orang-orang Mekkah yang ingkar kepada kenabian
Muhammad SAW untuk beribadah secara bergantian : orang-orang Mekkah bersama
Nabi SAW beribadah secara agamanya, dan mereka bersedia untuk beribadah bersama
Nabi SAW secara Islam. Atas dasar usulan ini, Nabi SAW mendapatkan konsepsi dari
Tuhan SWT bahwa agama mereka adalah agama mereka, dan Islam adalah Islam.

175
Keduanya tak bisa dicampur-adukkan, tetapi tak harus menimbulkan pertikaian,
karena urusan kebenaran dan petunjuk hanya kekuasaan-Nya. Ini adalah prinsip yang
didasarkan kepada pengakuan keberagamaan kita sekaligus penghormatan kepada
keberagamaan selain kita. Pada taraf ini konsepsi tidak menyinggung kebenaran
agama kita dan agama selain kita, juga bukan sebaliknya, membenarkan agama kita
sambil menyalahkan kepada agama lain. Dalam masa kehidupan di dunia, dan untuk
urusan dunia, semua haruslah kerjasama untuk mencapai keadilan, persamaan dan
kesejahteraan manusia. Menghilangkan kediktatoran, penindasan terhadap manusia,
menolong kaum miskin dan sebagainya. Di sinilah letak ungkapan atau pemikiran
yang mengatakan bahwa semua agama itu sama dan secara hakekat menyembah Tuhan
yang sama. Seluruh agama mengajak kepada kebaikan di dunia, bersikap adil, berkasih
sayang serta membantu yang memerlukan dan sebagainya, dan itulah nilai universal
yang ada pada setiap agama. Di sini, setiap agama mengalami kesamaan. Sedangkan
untuk urusan akhirat, baik itu meliputi keadilan, kebahagiaan, pahala serta ganjaran
atau sorga dan neraka, seperti halnya hidayah atau petunjuk, maka itu adalah mutlak
urusan Tuhan SWT. Dikisahkan, suatu ketika sahabat Salman Al-Faarisy bercerita di
hadapan Nabi SAW, dan juga para sahabat, tentang cara-cara ibadah masyarakat di
kampung halamannya , orang Majusi, kaum penyembah api yang hidup di kawasan Iran.
Setelah Al-Faarisy selesai bercerita, Nabi SAW berkomentar, “Mereka masuk neraka”.
Atas komentar ini, turunlah ayat yang berbunyi, “Sesungguhnya orang-orang beriman,
orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi’in, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi
dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari
kiamat.

Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu” (QS. 22:17).

Juga turun ayat berikut : “Sesungguhnya orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi,


orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabi’in, siapa saja di antara mereka yang
benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka
akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (QS. 2:62)

Pada ayat tersebut telah dijelaskan, bahwasanya siapapun dan agama apapun, maka
keputusan akhir pada Hari Kiamat ada pada Tuhan SWT. Baik itu orang Islam, Yahudi,
Kristen bahkan Majusi dan Shabi’in. Kaum Majusi adalah penyembah api, sedangkan
kaum Shabi’in adalah kaum yang berkeyakinan bahwa dunia ini ada Sang Pencipta
Yang Maha Esa, namun mereka mengakui bahwa akal manusia tak mampu untuk

176
mengenal atau memasuki wilayah sang pencipta ini, sehingga mereka mewakilkan
komunikasinya dengan Tuhan melalui roh-roh suci. Roh-roh suci itu, masih dalam
keyakinannya, bertempat di bintang, bulan dan lain sebagainya. Komunikasi itulah yang
mereka lakukan, dan bukan menyembah bintang, bulan, malaikat dan lain sebagainya.
Prinsip-prinsip toleransi agama ini, yang merupakan bagian dari visi teologi atau
akidah, telah dimiliki Islam, maka sudah selayaknya jika umat Islam turut serta aktif
untuk memperjuangkan visi-visi toleransinya di khalayak masyarakat plural. Walaupun
Islam telah memiliki konsep pluralisme dan kesamaan agama, maka hal itu tak berarti
para muballigh atau pendeta dan sebagainya berhenti untuk mendakwahkan agamanya
masing-masing. Itu sudah menjadi kewajiban setiap pemimpin agama selama hal itu
dilakukan dengan cara-cara yang bijak. Al-Qur’an berpesan:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-
lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. 16:125)

Daftar Pustaka :
Undang-Undang Dasar 1945
Kamus Besar Bahasa Indonesia
H. Bahari, MA, Toleransi Beragama Maahsiswa, Maloho Jaya Abadi Press Jakarta,
2010.
Tim Penulis Paramadina, Buku Fiqih Lintas Agama, Yayasan Wakaf Paramadina,
Jakarta.
Dr. Syamsudin Arif et.all, Pluarisme Agama, Muafakat, Malaysia, 2010.

177
178
BAB
XIV

TAQWA

A. Pengertian Taqwa
Taqwa berasal dari kata waqa-yaqi-wiqayah (Arab), yang di dalam al-Qur’an terdapat
256 kata taqwa yang berarti takut, menjaga diri, memelihara, tanggung jawab, dan
memenuhi janji dan kewajiban.
Karena itu orang yang bertaqwa adalah orang yang takut kepada Allah
berdasarkan kesadaran; mengerjakan perintah-Nya, tidak melanggar larangan-Nya,
takut terjerumus dalam perbuatan dosa. Orang yang taqwa juga adalah orang yang
menjaga (membentengi) diri dari kejahatan, memelihara diri agar tidak melakukan
perbuatan yang tidak diridhai Allah, bertanggung jawab mengenai sikap, tingkah laku
dan perbuatannya, dan memenuhi janji dan kewajibannya.
Para ahli tasawuf berpendapat bahwa taqwa itu ialah membentengi diri dari siksa
Allah dengan jalan taat kepada-Nya. Sedangkan para fuqaha (ahli fiqih) berpendapat
bahwa taqwa berarti menjaga diri dari segala sesuatu yang melibatkan diri kepada
dosa.
Taqwa bisa juga diartikan sebagai pelindung yang kita persiapkan dari siksa dan
murka Allah. Pelindung ini membuat kita berhati-hati dalam setiap langkah agar tidak
terperosok ke lembah api neraka. Dengan demikian orang-orang yang memiliki taqwa
dihatinya akan selalu melangkah dengan penuh kehati-hatian dan diiringi perasaan
takut.
1. Imam an-Nawawi berkata: bahwa takwa adalah istilah tentang melaksanakan
segala kewajiban dan meninggalkan segala larangan.
2. Ibnu Taimiyyah menyebutkan: bahwa takwa artinya melakukan perintah dan
meninggalkan larangan.
3. Thuluq ibnu Habib: berkata tentang takwa, “Engkau melaksanakan ketaatan
(melaksanakan perintah), di atas cahaya dari Allah (ilmu), dengan berharap pahala

179
dari Allah. Dan engkau meninggalkan maksiat terhadap Allah, di atas cahaya Allah
dari Allah, karena takut terhadap hukuman Allah.”
4. Imam Ali bin Abi Thalib berkata: “Takwa adalah al-Khaufu minal Jalil (takut
kepada Allah yang Mahaagung), al-‘Amal bil Tanziili (mengamalkan al Qur’an
dan al Sunnah), al-Ridla bil Qalil (ridla atas pembagian rizki yang sedikit), dan al-
Isti’dad liyaum al-Rahiil (mempersiapkan diri untuk perjalanan di akhriat).”

Hasan Langgulung, mantan Dekan Fak. Pendidikan Univ. Islam Antar Bangsa
Kuala Lumpur, Malaysia, dalam tulisannya “Takwa Sebagai Sistem Nilai dan Islam”,
mengatakan taqwa adalah kata kunci untuk memahami system nilai (sifat-sifat atau
hal-hal yang penting dan berguna bagi kemanusiaan) dalam Islam. Takwa merupakan
kesimpulan semua nilai yang terdapat dalam al-Qur’an. Sebagai akhlak, taqwa mencakup
segala nilai yang diperlukan manusia untuk keselamatan dan kebahagiaannya di dunia
dan akhirat kelak. Menurut beliau, nilai-nilai takwa dapat digolongkan ke dalam: (1)
nilai-nilai perseorangan, (2) nilai-nilai kekeluargaan, (3) nilai-nilai social, (4) nilai-nilai
kenegaraan, (5) nilai-nilai keagamaan.

B. Macam-Macam Taqwa
Taqwa merupakan bukti keimanan. Perintah taqwa menembus dimensi ruang dan
waktu serta menuntut totalitas individu dalam melaksanakannya, dalam menjalankan
ketaqwaan terhadap Allah data dilakukan dalam bentuk hati, lisan dan perbuatan.

1. Dalam hati (bil qalbi)


Selalu yang ada dihati hanya kebesaran Allah yang telah memberikan rahmat
kpada kita, apakah ni’mat Islam, iman ataupun ni’mat yang bersifat dunia.
a. Bertaqwalah pada Allah kalau kamu bennar-benar beriman, “inkuntum
mu’minin”. (QS. Al-Maidah: 57)
b. Bertaqwalah pada Allah di mana saja kamu berada, “haitsuma kunta”. (HR.
At-Tirmizi, Ahmad, dan Hakim)
c. Bertaqwalah pada Allah sekuat kemampuanmu, “mastatho’tum”. (QS. At-
Taghobun: 16)
d. Bertaqwalah pada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, “haqqa tuqatih”.
(QS. Ali Imran: 102)

180
2. Dalam Lisan (bil lisan)
Apa yang kita ucapkan dalam kehidupan sehari-hari selalu bermanfaat, seperti:
zikir, mengajak manusia ke jalan Allah, tidak mengeluarkan kata-kata yang
tidak baik. Firman Allah QS. Al-Ahzab: 70.
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah
perkataan yang baik”.

3. Dalam perbuatan (bil arkan)


Segala apa yang diperintahkan oleh Allah selalu kita kerjakan, seperti shalat puasa,
zakat dan lain-lain. Dan apa yang dilarang oleh Allah senantiasa kita jauhi, seperti
mencuri, membunuh, berzina, minum-minuman keras, dan lain-lain.

C. Kedudukan Taqwa
Kedudukan taqwa bagi seorang muslim sangat penting dalam kehidupannya, bahwa
taqwa memiliki jalan yang apabila jalan itu ditempuh maka taqwa akan menjadi watak
(malakah) di dalam hati yang akan melahirkan perilaku sesuai dengan al-Qur’an dan
As-Sunnah. Karena itu taqwa mempunyai kedudukan:
1. Taqwa adalah pokok segala pekerjaan. (QS. Al-Baqarah: 21)
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang
yang sebelummu, agar kamu bertakwa”.

2. Taqwa adalah parameter kemuliaan seseorang. (QS. Al-Hujurat: 13)


«Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara
kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal».

3. Taqwa adalah dasar persamaan hak antara pria dan wanita. (QS. An-Nisa: 1)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan
kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan
daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya
kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”.

181
4. Taqwa adalah asas segala kebajikan. (QS. Al-Baqarah: 177)
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan,
akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memer-
lukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesem-
pitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar
(imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”.

D. Urgensi Taqwa
1. Taqwa adalah bekal yang terbaik. (QS. Al-Baqarah: 197)
«Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah
kepada-Ku hai orang-orang yang berakal».

2. Taqwa adalah pakaian yang terbaik. (QS. Al-A’raf: 26) “Hai anak Adam, sesungguhnya
Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi `auratmu dan pakaian
indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian
itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka
selalu ingat”.

3. Orang taqwa adalah orang yang paling mulia. (QS. Al-Hujurat: 13)
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.

4. Taqwa merupakan wasiat Allah kepada umat-umat terdahulu dan umat Nabi
Muhammad. (QS. An-Nisa: 131)
“Dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab
sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertakwalah kepada Allah. Tetapi jika
kamu kafir, maka (ketahuilah), sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di
bumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.

182
5. Taqwa merupakan perintah Allah yang banyak disebutkan dalam al-Qur’an. (QS.
Al-Hasyr: 18)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.

6. Taqwa merupakan wasiat dan perintah Nabi SAW. (HR. Abu Daud, At-Tirmizi,
Ahmad, dan Ibnu Majah)
“Aku wasiatkan kepad akalian semua untuk bertaqwa kepada Allah, mendengar
dan taat…”

7. Taqwa merupakan sebab terbesar untuk masuk sorga. (HR. At-Tirmizi)


“Rasulullah ditanya tentang penyebab yang paling banyak Allah memasukkan orang
ke dalam surga, maka beliau menjawab, “Bertaqwa kepada Allah dan akhlak yang
baik”. Dan ketika ditanya tentang sesuatu yang paling banyak Allah menjerumuskan
orang ke dalam neraka, beliau menjawab, “Mulut dan kemaluan”.

E. Indikator Taqwa
Ciri-ciri orang yang bertaqwa secara umum dapat dikelompokkan berdasarkan QS.
Al-Baqarah: 1-5, dan 177 QS. Ali Imran: 133-135, QS. Adz-Dzariyat: 15-19, sebagai
berikut:
1. Iman (kepada Allah, yang ghaib, para Nabi, kitab-kitab, hari akhir)
2. Memelihara ibadah formal, seperti mendirikan shalat lima waktu dan shalat
malam, dan menunaikan zakat
3. Mengeluarkan harta yang dicintainya, baik di waktu lapang maupun sempit kepada
kerabat, anak yatim, orang miskin, orang-orang yang meminta-minta dan lain-
lain
4. Memelihara kehormatan diri dengan cara menepati janji
5. Mohon ampun kepada Allah atau bertaubat atas segala kesalahan dan dosa
6. Sabar dalam kesempitan dan penderitaan serta peperangan
7. Menahan amarah dan suka mema’afkan kesalahan orang lain

183
1. QS. Al-Baqarah: 1-5
“Alif Laam Miim (1) Kitab (Al Qur>an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk
bagi mereka yang bertakwa, (2) (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib,
yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan
kepada mereka, (3) dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur>an) yang
telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu,
serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat (4) Mereka itulah yang tetap
mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung”
(5).

2. QS. Ali Imran: 133-135


“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
(133) (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan
(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (134) Dan
(juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka
dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka
tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui” (135).

3. QS. Adz-Dzariyat: 15-19


“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga)
dan di mata air-mata air, (15) sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka
oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang
yang berbuat baik; (16) Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; (17) Dan di
akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah) (18) Dan pada harta-
harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang
tidak mendapat bahagian” (19)

F. Balasan Bagi Orang yang Bertaqwa


1. Pahala dan surga (QS. Yusuf: 57, QS. Al-Baqarah: 103, QS. Ali Imran: 15, 133, 179,
198, dan QS. Maryam: 63)
“Dan Sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik, bagi orang-orang yang beriman
dan selalu bertakwa”. (QS. Yusuf: 57)

184
2. Mendapat keberuntungan dan kemenangan (QS. Al-Maidah: 100, QS. An-Nur:
52, dan QS. An-Naba: 31)
“Maka bertakwalah kepada Allah Hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat
keberuntungan.» (QS. Al-Maidah: 100)

3. Mendapat furqonan (petunjuk yang membedakan baik dan buruk), dihapuskan


segala dosa dan ampunan (QS. Al-Anfal: 29, dan QS. At-Thalaq: 5)
“Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan
memberikan kepadamu Furqaan. dan Kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-
kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. dan Allah mempunyai karunia
yang besar”. (QS. Al-Anfal: 29)

4. Bersama Allah dan dicintai Allah (QS. Ali Imran: 76, dan QS. At-Taubah: 4 dan
123, QS. An-Nahl: 128)
“(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya, dan
bertakwa, Maka Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa”. (QS.
Ali Imran: 76)

5. Mendapatkan keselamatan (QS. An-Naml: 53, dan QS. Az-Zumar: 61)


“Dan telah Kami selamatkan orang-orang yang beriman dan mereka itu selalu
bertakwa”. (QS. An-Naml: 53)

6. Mendapatkan jalan keluar dari kesulitan (QS. At-Thalaq: 2)


“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan
keluar”. (QS. At-Thalaq: 2)

7. Mendapatkan rahmat dan keberkahan (QS. Al-An’am: 155, QS. Al-A’raf: 156,
dan QS. Al-A’raf: 96)
“Dan Al-Quran itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, Maka ikutilah
Dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat”. (QS. Al-An’am: 155)

8. Mendapatkan rizki dengan mudah (QS. At-Thalaq: 3)


“Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya”. (QS. At-Thalaq:
3)

185
9. Mendapatkan kemudahan dalam urusan (QS. At-Thalaq: 4)
“Dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya”. (QS. At-Thalaq: 4)

G. Ruang Lingkup Taqwa


1. Hubungan manusia dengan Allah SWT
Orang yang menghambakan dirinya kepada Allah dan selalu menjaga hubungan
dengan-Nya setiap saat. Memelihara hubungan dengan Allah terus-menerus akan
menjadi kendali dirinya sehingga dapat terhindar dari kejahatan dan kemunkaran
dan membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah.
Dengan demikian ketakwaan yang paling utama adalah iman yang diwujudkan
melalui kecenderungan untuk menghambakan diri kepada Allah semata dan
menjelasan kiprah hidup secara konsisten kepada Islam. Yakni dengan berpegang
teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Ketakwaan atau pemeliharaan hubungan dengan Allah dapat dilakukan antara
lain: (1) beriman kepada Allah, (2) beribadah kepada-Nya, seperti shalat lima
waktu, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan haji,
(3) mensyukuri nikmat-Nya dengan jalan menerima, mengurus, memanfaatkan
semua pemberian Allah kepada manusia, (4) bersabar menerima cobaan Allah,
tidak putus asa ketika mendapat musibah, (5) memohon ampun atas segala dosa.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-
Ku”. (QS. Adz-Dzariyat: 56)

2. Hubungan manusia dengan hati nurani atau dirinya sendiri


Hubungan manusia dengan dirinya sendiri dicontohkan lewat keteladanan
Nabi Muhammad di antaranya: senantiasa berprilaku sabar, menerima apa
saja yang datang pada dirinya, baik perintah, larangan maupun musibah yang
menimpanya. Tawakkal, menyerahkan segala keputusan sesuatu, ikhtiar dan
berdoa kepada Allah. Syukur, sikap bertira kasih atas apa yang diberikan Allah,
pemaaf, adil, berani, mawas diri, dan mengembangkan semua yang terkandung
dalam akhlak atau budi pekerti yang baik.
«Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka
di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptakan». (QS. Al-Isra: 70)

186
3. Hubungan manusia dengan sesama manusia
Orang yang bertaqwa akan dapat dilihat dari peranannya di tengah-tengah
masyarakat. Sikap taqwa tercermin dalam bentuk kesetiaan untuk menolong
orang lain, melindungi yang lemah, suka memaafkan orang lain, menepati
janji, lapang dada, menegakkan keadilan dan berlaku adil.
«Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.
Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat,
ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong dan membangga-banggakan diri». (QS. An-Nisa: 36)

4. Hubungan manusia dengan lingkungan hidup


Hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya dapat dikembangkan antara
lain dengan memelihara dan menyayangi binatang dan tumbuhan, tanah, air,
dan udara serta semua alam semesta yang sengaja diciptakan Allah untuk
kepentingan manusia dan makhluk lain.
«Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya». (QS. Al-A’raf: 56)

187
188

Anda mungkin juga menyukai