Anda di halaman 1dari 10

JURNAL INSPIRASI

https://doi.org/10.35880/inspirasi.v11i1.152

Evaluasi Dampak Kurikulum Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil


terhadap Kesiapan Pegawai di Tempat Kerja

Evaluation of Impact of Basic Training Curriculum of Civil Servant Trainee


on Their Work Preparedness

Dewi Yuliani1
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Jawa Barat
Jalan Kolonel Masturi Km 3.5 Cimahi
Telp 022-6649471 dan Fax. (022) 6649436

Diterima, 2 Oktober 2020


Direvisi, 4 November 2020
This study aims to evaluate whether the curriculum of basic training has Disetujui, 02 Desember 2020
delivered the intended results. Evaluation is conducted to 118 civil servant
trainees from 24 regencies and municipalities, all are alumni of the basic
training and have returned to their workplace. They are asked whether the pelatihan dasar, calon
subjects of the basic training curriculum they acquired from the training are pegawai negeri sipil,
useful and supportive to their duty in the workplace. In this study, data kurikulum, basic training, civil
collection is conducted using an online questionnaire. Descriptive analysis of servant trainee, curricula.
the result shows that 97.4% of the alumni stated that basic training is useful
to very useful for them in order to do their duty. However, digging deeper
into the structure of the curriculum, there are several aspects of the
curriculum that needs to be improved in order to enhance its effectiveness.

Dewasa ini, pengembangan sumber daya manusia telah menjadi perhatian bagi
organisasi, baik perusahaan, organisasi pemerintah, maupun organisasi non pemerintah lainnya.
Swanson & Holton (2001) menemukan bahwa area pengembangan sumber daya manusia dan
keahlian manusia menjadi isu utama dan alasan dibalik kompetisi antar organisasi. Hampir
semua peneliti sepakat bahwa organisasi harus mengembangkan sumber daya manusianya agar
dapat mempertahankan keunggulan kompetitifnya, karena itu peran manusia menjadi fokus
perhatian dari para peneliti dan manajer sector bisnis (Drucker, 1994; Steward, 1994; Quinn,
Anderson & Finkelstein, 1996).

Dewi Yuliani deyul.2013@gmail.com


© 2020
JURNAL INSPIRASI Vol. 11 No. 2, Desember 2020:97–123 125

Lebih lanjut, pengetahuan dan keahlian dari pegawai memiliki peran yang penting dalam
menjaga agar kehidupan organisasi tetap berjalan, karena itu upaya peningkatan dan
pemutakhiran keahlian ini menjadi penting agar organisasi dapat beradaptasi dengan kondisi
lingkungan yang selalu berubah. Hal-hal tersebut telah membuat pemimpin organisasi
menyadari pentingnya pelatihan sumber daya manusia untuk meningkatkan kinerja organisasi
secara keseluruhan (Jacobs & Washington, 2003).
Untuk mempersiapkan sumber daya manusia aparatur yang profesional, handal dan
berkinerja tinggi, Pemerintah Indonesia gencar mempersiapkan berbagai perangkat, strategi
maupun sarana prasarana untuk peningkatan kompetensi aparatur. Sejak diundangkannya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparat Sipil Negara, rekrutmen Calon Pegawai
Negeri Sipil (CPNS) dilakukan secara terpusat sesuai dengan amanat peraturan perundangan.
Selain sistem yang terpusat, pola rekrutmen baru ini juga relatif lebih transparan, sehingga
menghasilkan calon-calon PNS yang secara kualitas jauh lebih baik. Sejalan dengan perubahan
system rekrutmen tersebut, pola pelatihan dalam mempersiapkan CPNS yang sebelumnya
disebut sebagai Diklat Prajabatan, diubah menjadi Pelatihan Dasar (Latsar) CPNS. Latsar CPNS
merupakan suatu kewajiban bagi calon Pegawai Negeri Sipil dan sangat menentukan bagi
kelulusan untuk menjadi PNS secara penuh. Karena itu kurikulum Latsar di desain sedemikian
sehingga menjadi pembekalan bagi CPNS sebelum bertugas di tempat kerjanya, baik dari sisi
kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Setelah mengalami beberapa perubahan, kurikulum Latsar yang terbaru ditetapkan
dengan Peraturan Kepala LAN Nomor 12 Tahun 2018, dimana disebutkan bahwa pelatihan dasar
CPNS yang terintegrasi ini harapkan dapat menghasilkan PNS profesional dan berkarakter dalam
melaksanakan tugas dan jabatannya sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, perekat
dan pemersatu bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut, Kurikulum Latsar CPNS telah dibuat
sedemikian rupa sehingga mencakup beberapa aspek yaitu: bela negara, nilai-nilai dasar ASN,
kedudukan dan peran ASN serta agenda aktualisasi dan habituasi.
Studi ini merupakan evaluasi untuk menjawab pertanyaan pakah kurikulum Latsar CPNS
ini bermanfaat dalam mempersiapkan pegawai untuk bertugas di tempat kerjanya, sesuai
dengan tujuan pelatihan. Karena itu, evaluasi dilakukan terhadap para pegawai yang telah lulus
dari Latsar CPNS dan telah kembali ke tempat kerjanya.

Menurut Pynes (2004), organisasi publik dan organisasi non profit harus fleksibel dan
menyesuaikan diri dengan kebutuhan public, karenanya harus selalu berupaya meningkatkan
kualitas pelayanannya dengan menerapkan menajemen sumber daya manusia secara strategis.
Sementara itu, Armstrong (2006) menekankan pentingnya manajemen kinerja, yang
menurutnya merupakan suatu pendekatan strategis dan terintegrasi untuk mencapai
keberhasilan organisasi secara berkelanjutan, dengan meningkatkan kinerja pegawai yang
bekerja dengan mereka, dan dengan mengembangkan kemampuan tim dan kontibusi individu.
Program pelatihan yang ditawarkan organisasi harus didesain dengan
mempertimbangkan kebutuhan saat ini dan ke depan dari pegawai, serta dapat memenuhi
kebutuhan terhadap keahlian (skills) yang dibutuhkan tersebut (Black & Lynch, 1996). Menurut
para peneliti tersebut, dampak utama dari pelatihan terhadap organisai dapat diringkas sebagai
berikut:
a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas output dari organisasi.
b. Meningkatkan kesempatan untuk keberhasilan organisasi.
c. Menjaga kestabilan organisasi.
d. Mengurangi resiko dari proses.
JURNAL INSPIRASI Vol. 11 No. 2, Desember 2020:97–123 126

e. Mengurangi biaya dan pengenluaran organisasi.


f. Meningkatkan manajemen organisai.
g. Mengembangkan organisasi sebagai entitas nasional maupun internasional.

Sebuah pelatihan yang bersifat ideal seperti di atas biasanya membutuhkan biaya tinggi,
karenanya wajar apabila manajer berharap bahwa para pendidik atau pelatih dapat
menghasilkan output yang sesuai dengan harapan organisasi. Dampak dari pengetahuan dan
keahlian baru yang dihasilkan oleh pelatihan, menurut Kirkpatrick (2005), harus dapat diukur
dari berbagai aspek, yaitu:
- Sejauh mana kualitas organisasi meningkat?
- Sejauh mana kebiasaan belajar meningkat di antara para pegawai?
- Sejauh mana teknologi dapat diterapkan?
- Sejauh mana biaya-biaya dapat dikurangi?
- Adakah peningkatan dalam proses dan produktifitas?
- Apakah terjadi peningkatan dalam hubungan antar pegawai dan antar organisasi?

Pelatihan yang bertujuan untuk pemberdayaan, pengembangan, dan meningkatkan


kualitas sumber daya manusia melalui pengetahuan dan keahlian, merujuk kepada upaya-upaya
yang bersifat berorientasi kepada hasil, terorganisasi, dan berkesinambungan, agar terjadi
perubahan yang diinginkan dalam pengetahuan, kemampuan, dan sikap perilaku pegawai. Pada
umumnya, suatu proses pelatihan terdiri dari empat tahap, yang mencakup analisis kebutuhan
pelatihan, desain pelatihan, pelaksanaan pelatihan, sampai dengan evaluasi dari hasil pelatihan.
Lebih jauh, Kirkpatrick (2005) menyatakan bahwa pelatihan yang berdasarkan kepada
pengetahuan memberikan pegawai suatu cara pandang professional yang baru yang dalam
jangka panjang membawa kepada produktifitas organisasi yang lebih baik. Selain itu, sikap
perilaku yang lebih positif sebagai hasil dari pelatihan berdampak kepada produktifitas,
sementara keahilian (skill) merujuk kepada kemampuan pegawai untuk melaksanakan tugas.
Applebaum & Armstong (2003) menemukan bahwa dengan pelatihan yang sesuai dengan
kebutuhan, pegawai menjadi lebih efisien dan percaya diri dalam melaksanakan tugasnya
karena mereka mengetahui data yang dibutuhkan, bagaimana mengumpulkan dan
menginterpretasikannya.
Di sisi lain, untuk mengetahui tingkat efisiensi seorang pegawai dalam pekerjaannya,
seringkali digunakan instrumen pengukuran kinerja. Semua manusia memiliki potensi dalam diri
mereka dalam satu atau lebih area fungsional. Walaupun demikian, penggunaan dan
pengubahan dari potensi ini menjadi kinerja yang dihasilkan seringkali tidak optimal akibat
berbagai sebab. Manajemen kinerja bertindak sebagai agen dalam mengkonversi potensi ini
menjadi kinerja, dengan menghilangkan hambatan-hambatan, selain juga memotivasi sumber
daya manusia (Kandula, 2009). Akhir-akhir ini, berbagai pengukuran digunakan untuk
mengurangi kesalahan dalam kinerja, bahkan di berbagai perusahaan pelatihan merupakan
bagian tak terpisahkan dalam proses manajemen (Cones & Jenkins, 2002).
Secara etimologis, kurikulum berasal dari kata curere yang berarti jarak yang harus di
tempuh oleh seorang pelari dari garis start sampai garis finish di dunia olahraga. Kurikulum
dalam sebuah program pendidikan atau pelatihan mengemban peranan yang sangat penting
sebagai arah pendidikan atau pelatihan. Selanjutnya, istilah kurikulum ini digunakan dalam
dunia pendidikan dan pelatihan telah mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan
dinamika yang ada pada dunia pendidikan.
Menurut Hoeben (1994), sebuah kurikulum merupakan suatu sistem umpan balik yang
menstimulasi dan meningkatkan penerapan pembelajaran dan instruksi. Karena itu perilaku
pelatihan atau pembelajaran harus memenuhi model umpan balik yang mengandung instruksi
JURNAL INSPIRASI Vol. 11 No. 2, Desember 2020:97–123 127

yang efektif. Dengan prosedur ini pengajar biasa mengevaluasi dan memonitor perkembangan
dari pesertanya dan hal ini menentukan keputusan pengajar, apakah progres pembelajaran
sudah memadai atau belum. Dengan metode ini pengajar dapat membuat perubahan yang
dianggap perlu terhadap berbagai variabel implementasi kurikulum, misalnya diferensiasi,
alokasi waktu, cakupan substansi, kecepatan pembelajaran, dan sebagainya.
Hoeben (1994) juga mengajukan model hubungan sebab akibat antara sifat-sifat
kurikulum, implementasi kurikulum dan pengaruh-pengaruh dari berbagai variabel independen
pada berbagai tingkatan sistem pendidikan. Menurutnya evaluasi sebuah kurikulum berarti kita
harus menjawab minimal 2 pertanyaan yaitu: apakah tujuan atau dampak yang diinginkan benar
terealisasi? Dan pertanyaan kedua adalah, apakah dampak aktual merupakan benar-benar
konsekuensi dari penerapan program kurikulum, ataukah dapat dijelaskan sebagai pengaruh
program?
Karena itu, evaluasi terhadap kurikulum Pelatihan Dasar CPNS ini menitikberatkan pada
tujuan dasar dari Latsar, apakah tercapai atau tidak tercapai. Kurikulum Latsar CPNS ditetapkan
dengan Peraturan Kepala LAN Nomor 12 Tahun 2018, dimana terdapat dua bagian struktur
kurikulum latsar CPNS yaitu kurikulum pembentukan karakter PNS dan kurikulum penguatan
kompetensi teknis bidang tugas. Pada Kurikulum penguatan kompetensi teknis bidang tugas,
lebih ditekankan peran organisasi tempat pegawai tersebut bekerja, yatu dengan mentoring,
penugasan, keikutsertaan dalam diklat-diklat teknis, dan sebagainya.
Adapun kurikulum pembentukan karakter PNS terdiri atas:
1. Agenda Sikap Perilaku Bela Negara, terdiri dari beberapa mata pelatihan, yaitu: Wawasan
Kebangsaan dan nilai-nilai bela negara, analisis isu kontemporer, dan kesiapsiagaan bela
negara. Agenda ini menekankan pada kemampuan praktek untuk membangun sikap bela
negara PNS sebagai perekat dan pemersatu bangsa.
2. Agenda nilai-nilai dasar PNS, terdiri dari: akuntabilitas, nasionalisme, etika publik, komitmen
mutu, dan anti korupsi. Mata pelatihan tersebut ditekankan pada kemampuan untuk
memaknai dan menginternalisasi nilai-nilai dasar keseharian PNS.
3. Agenda kedudukan dan peran PNS dalam NKRI, terdiri dari: manajemen ASN, pelayanan
publik, dan Whole of government. Mata pelatihan ini agenda ini diharapkan peserta dapat
berpikir kritis terhadap konsep dan praktek penyelenggaraan pemerintahan.
4. Agenda habituasi, terdiri dari: perancangan dan pembimbingan aktualisasi, seminar, serta
habituasi atau aktualisasi di tempat kerja dan evaluasi. Pada agenda ini, diharapkan peserta
dapat mengenali permasalahan yang ditemukan di tempat kerja, mengajukan solusinya,
merancang tahapan kegiatan terkait solusi, dan melaksanakannya.
Khusus agenda Bela Negara dan agenda Kedudukan dan Peran ASN sebelumnya tidak
termasuk ke dalam kurikulum Latsar. Dalam kondisi lemahnya wawasan kebangsaan yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini, masuknya agenda Bela Negara pada Latsar CPNS
dirasakan sangat tepat, terutama agar dapat melaksanakan fungsi ASN yang ketiga (Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Pasal 10), yaitu sebagai perekat
dan pemersatu bangsa.
Selain ketiga agenda tersebut, ada juga agenda aktualisasi, dimana para peserta
melakukan perancangan kegiatan yang dilakukan pada saat habituasi atau off campus. Kegiatan
aktualisasi tersebut, selain merupakan wahana bagi para CPNS untuk mengaktualisasikan nilai-
nilai yang didapat pada saat Latsar, juga merupakan sumbangsih para calon abdi negara tersebut
dalam ikut serta menyelesaikan permasalahan yang ada di tempat kerjanya. Walaupun dalam
skala yang lebih kecil, peserta diharapkan untuk dapat menemukenali isu atau permasalahan
yang ada di unit kerjanya, kemudian mengajukan gagasan solusi, merancang kegiatan yang
terkait dengan solusi, kemudian melaksanakannya. Rancangan kegiatan Aktualisasi maupun
JURNAL INSPIRASI Vol. 11 No. 2, Desember 2020:97–123 128

Laporan ini diseminarkan, dengan menghadirkan mentor (atasan langsung peserta pelatihan)
dan satu orang penguji.
Secara umum, desain penelitian adalah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
berikut:
1. Bagaimana pegawai bereaksi terhadap pelatihan ?
2. Apakah pelatihan memenuhi kebutuhan pegawai terhadap pengetahuan, keahlian, dan
sikap pegawai?
3. Bagaimanakah pelatihan membawa kepada perubahan sikap terhadap organisasi?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif.
Untuk mendapatkan pemahaman terhadap berkas dan dokumen pada studi ini, metode
kualitatif content analysis, yaitu dengan meneliti dokumen-dokumen, peraturan terkait, modul
serta bahan ajar yang digunakan dalam Latsar CPNS. Sementara itu, untuk mengetahui respon
atau tanggapan peserta didapatkan dengan menyebarkan kuesioner secara online kepada para
responden, yaitu para peserta pelatihan yang telah lulus dan kembali ke tempat kerjanya.
Didapatkan 118 responden yang berasal dari 5 provinsi di Indonesia, terdiri dari 24
kabupaten/kota. Responden sebagai alumni pelatihan terdiri dari CPNS golongan III dan II,
dengan komposisi 87 orang dari Golongan III dan 31 orang dari Golongan II. Responden berasal
dari berbagai instansi dan berbagai latar belakang pendidikan. Responden bersifat sukarela,
dalam arti tidak dilakukan pemilihan responden secara purposive. Proporsi responden
berdasarkan golongan dan berdasarkan jenis kelamin, dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Proporsi responden berdasarkan golongan dan jenis kelamin.


Selain mengisi biodata, para responden diberikan total 10 pertanyaan, yang terdiri dari:
3 pertanyaan terkait kemanfaatan program pelatihan, 4 pertanyaan terkait agenda (kurikulum)
pelatihan, 1 pertanyaan terkait peran mentor, 1 pertanyaan terkait durasi pelatihan, dan 1
pertanyaan terbuka untuk menjaring masukan bagi perbaikan kurikulum Latsar. Adapun secara
lengkap, pertanyaan-pertanyaan terhadap responden adalah sebagai berikut:
JURNAL INSPIRASI Vol. 11 No. 2, Desember 2020:97–123 129

Tabel 1. Daftar Pertanyaan Pada Kuesioner Online.


No Pertanyaan Keterangan
1 Apakah anda merasa bahwa Latsar CPNS yang telah diikuti Pilihan berganda,
bermanfaat dalam mempersiapkan anda melaksanakan tugas di dengan penjelasan
tempat kerja?
2 Menurut anda, agenda apakah di dalam Latsar yang paling Pilihan berganda,
bermanfaat dengan penjelasan
3 Bagaimana menurut anda terkait waktu penyelenggaraan Latsar? Pilihan berganda,
dengan penjelasan
4 Agenda Bela Negara : mata diklat apakah yang menurut anda paling Pilihan berganda,
bermanfaat? dengan penjelasan
5 Agenda ANEKA : mata diklat apakah menurut anda yang paling Pilihan berganda,
bermanfaat? dengan penjelasan
6 Agenda Peran dan Kedudukan PNS : mata diklat apakah yang paling Pilihan berganda,
bermanfaat? dengan penjelasan
7 Menurut anda, sesi apakah pada Agenda Aktualisasi yang paling Pilihan berganda,
bermanfaat? dengan penjelasan
8 Bagaimana menurut anda terkait kehadiran mentor dalam seminar Pilihan berganda,
rancangan/laporan aktualisasi? dengan penjelasan
9 Apakah kegiatan Aktualisasi anda tetap berjalan sampai sekarang? Pilihan berganda,
dengan penjelasan
10 Apakah anda memiliki saran terkait perbaikan kurikulum Latsar? Pertanyaan terbuka

Setelah didapatkan data, dilakukan analisis statistik yang diterapkan dalam studi ini
dan dielaborasi hasilnya secara deskriptif. Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan yang
diperdalam dengan penjelasan, dibutuhkan pemahaman dan pemaknaan lebih lanjut terhadap
jawaban responden.

Untuk melihat dampak dari Pelatihan Dasar CPNS terhadap para peserta pelatihan
dalam bagaimana program ini mempersiapkan mereka pada lingkungan kerja, dilakukan analisis
frekuensi berdasarkan hasil dari survey yang dilakukan pada peserta pelatihan. Dari sembilan (9)
item yang ada dalam kuesioner, item nomor 1, 3, 8, dan 9 adalah item yang dilakukan analisis
frekuensi, sedangkan untuk item-item lainnya berupa pendalaman dan elaborasi dari
pertanyaan-pertanyaan lainnya. Hasil dari beberapa pertanyaan yang merupakan pendalaman
mata diklat apakah yang menurut peserta paling bermanfaat dalam satu agenda, tidak dapat
dianalisis akibat beragamnya jawaban peserta.
a. Kemanfaatan
Tabel 2. Manfaat Latsar CPNS terhadap pelaksanaan tugas
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Bermanfaat 24 20.3 20.3 20.3
Kurang Bermanfaat 2 1.7 1.7 22.0
Sangat Bermanfaat 91 77.1 77.1 99.2
Tidak Menjawab /Tidak Tahu 1 .8 .8 100.0
Total 118 100.0 100.0
JURNAL INSPIRASI Vol. 11 No. 2, Desember 2020:97–123 130

Mengenai manfaat dari program pelatihan ini, bisa dilihat bahwa mayoritas peserta
pelatihan, sebesar 77.1% menjawab bahwa pelatihan ini sangat bermanfaat bagi mereka, dan
20.3% menjawab bahwa program ini bermanfaat. Dari hasil ini, bisa dilihat bahwa menurut opini
peserta pelatihan, program yang sudah ada memiliki dampak yang positif pada mereka di
lingkungan kerja mereka. Alasan peserta menjawab bermanfaat bahkan sangat bermanfaat,
cukup bervariasi, diantaranya:
- Membentuk kesiapan mental dan disiplin
- Materi-materi banyak merupakan pengetahuan baru tentang dunia ASN
- Mempersiapkan pegawai dengan mengetahui hak dan kewajibannya
- Mendapatkan gambaran mengenai apak yang harus dilakukan di tempat kerja

b. Durasi Pelatihan
Tabel 3. Kecukupan Durasi Pelatihan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Cukup 91 77.1 77.1 77.1
Terlalu Cepat 16 13.6 13.6 90.7
Terlalu Lama 11 9.3 9.3 100.0
Total 118 100.0 100.0

Terkait durasi atau alokasi waktu dari program pelatihan, mayoritas responden atau
yang sebesar 77.1% (91 orang) dari peserta pelatihan menyatakan bahwa durasi dari program
pelatihan yang ada sudah cukup. Sedangkan, 13.6% (16 orang) dari peserta pelatihan
menyebutkan bahwa waktu pelatihan terlalu cepat dan 9.3% (11 orang) dari peserta pelatihan
menyatakan bahwa waktu pelatihan terlalu lama. Bagi peserta pelatihan yang menjawab
program berlalu terlalu cepat, alasan utama yang diberikan umumnya mengenai padatnya
agenda kegiatan, dan bagi yang menjawab terlalu lama, umumnya mereka mengacu pada waktu
kosong dalam pelaksanaan program.
c. Peran Mentor
Tabel 4. Peran Mentor dalam Pelaksanaan agenda Habituasi dan Aktualisasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kurang Penting 3 2.5 2.5 2.5
Penting 24 20.3 20.3 22.9
Sangat Penting 90 76.3 76.3 99.2
Tidak Penting 1 .8 .8 100.0
Total 118 100.0 100.0

Dalam pelaksanaan seminar Rancangan Aksi Perubahan maupun Laporan, serta dalam
pelaksanaan habituasi, yaitu pelaksanaan aktualisasi di tempat kerja, peserta pelatihan
didampingi oleh seorang mentor. Mentor peserta biasanya merupakan atasan langsung peserta,
atau dapat juga diambil dari kolega senior, atau pejabat yang ditunjuk. Mengenai pentingnya
keberadaan mentor selama pelaksanaan pelatihan, hampir seluruh partisipan program
pelatihan sebanyak 96.6% atau 114 orang memiliki opini yang positif dalam peran mentor pada
keefektifan program pelatihan, dengan proporsi 76.3% (90 orang) menyatakan bahwa mentor
sangat penting dan 20.3% (24 orang) menyatakan bahwa keberadaan mentor penting.
JURNAL INSPIRASI Vol. 11 No. 2, Desember 2020:97–123 131

Adapun alasan bagi pentingnya keberadaan mentor yang dirasakan oleh peserta
diantaranya:
- Membantu dalam pelaksanaan tugas dan kegiatan aktualisasi
- Sebagai pembimbing dan pemberi motivasi
- Untuk mendukung dan menguatkan kegiatan yang dilakukan oleh peserta
- Memberikan arahan agar rencana yang disusun dapat terlaksana

d. Keberlanjutan Kegiatan Aktualisasi


Tabel 5. Keberlanjutan Aktualisasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid a. Masih berjalan, dilaksanakan oleh
35 29.7 29.7 29.7
Instansi
b. Masih berjalan, dilaksanakan
43 36.4 36.4 66.1
sendiri
c. Masih berjalan, tapi hanya
29 24.6 24.6 90.7
sebagian
d. Sudah tidak berjalan 8 6.8 6.8 97.5
e. Tidak tahu/tidak menjawab 3 2.5 2.5 100.0
Total 118 100.0 100.0

Untuk menjawab pertanyaan apakah kegiatan aktualisasi masih terus berjalan di tempat
kerja setelah program pelatihan, mayoritas peserta sebesar 90.7% (107 orang) menyatakan
bahwa kegiatan aktuailsasi masih berjalan. Namun demikian, terkait bentuk dari berjalannya
kegiatan tersebut, 29.7% (35 orang) menyatakan bahwa kegiatan aktualisasi terus berjalan dan
dilaksanakan oleh instansi, 36.4% (43 orang) menyatakan bahwa kegiatan aktualisasi terus
berjalan, namun pada level pribadi, dan 24.6% (29 orang) menyatakan bahwa kegiatan
aktualisasi tetap berjalan, namun hanya sebagian. Sedangkan, 6.8% (8 orang) menyatakan
bahwa kegiatan aktualisasi sudah tidak berjalan di tempat kerja mereka.
e. Masukan Bagi Perbaikan ke Depan
Jawaban yang berhasil dikumpulkan terhadap pertanyaan terbuka kepada peserta, yaitu
apa yang mereka sarankan bagi perbaikan Latsar CPNS ke depannya, diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Alokasi waktu untuk on campus agar bisa dikurangi untuk mengurangi kejenuhan
peserta.
2. Perlu tambahan materi terkini, misal tentang teknologi informasi, teknik berbicara di
depan umum, pembentukan karakter dan ahlak.
3. Agar lebih banyak praktek dan internalisasi dibandingkan teori.
4. Alokasi waktu untuk kesiapsiagaan bela negara dikurangi, karena sangat melelahkan.
5. Kegiatan aktualisasi yang bermanfaat agar diberi kesempatan dan didukung untuk
dikembangkan lebih luas dengan waktu yang lebih leluasa.
6. Kurikulum dapat lebih dipadatkan lagi.
7. Perbaikan sarana prasarana, konsumsi, dan fasilitas penunjang lainnya.
Di samping berbagai kemanfaatan dari kurikulum pelatihan sebagaimana telah dibahas
di atas, masih terdapat beberapa kekurangan yang dapat menjadi catatan perbaikan secara
umum ke depan. Pertama, alokasi waktu untuk agenda on campus yang terlalu lama, banyak
dikeluhkan oleh peserta. Di samping itu, teknik pengajaran yang terlalu teoritis, kurang praktek
JURNAL INSPIRASI Vol. 11 No. 2, Desember 2020:97–123 132

dan internalisasi, terutama untuk agenda pembentukan nilai-nilai ASN, diharapkan dapat
diperbaiki ke depannya.
Hal lain yang menarik sebagai catatan perbaikan ke depan adalah, banyaknya
permintaan agar ke dalam kurikulum dimasukkan materi atau isu-isu terkini, seperti kemajuan
teknologi informasi, penggunaan berbagai aplikasi, bahkan keterampilan (skill) yang akan sangat
berguna di dunia kerja, seperti teknik presentasi, berbicara di depan umum, dsb. Alokasi waktu
untuk pelaksanaan aktualisasi sebanyak 30 hari kerja dianggap terlalu terbatas untuk dapat
melakukan sesuatu yang terlihat hasilnya. Dengan mencermati aspek-aspek penilaian pada
suatu Kegiatan Aktualisasi, diantaranya adalah aspek kemanfaatan. Alangkah baiknya agar
alokasi waktu ini dapat dipikirkan waktu yang optimal, agar kemanfaatan dari kegiatan
aktualisasi terhadap unit kerja dapat lebih terlihat secara nyata.
Catatan lainnya adalah bahwa cukup banyak kegiatan aktualisasi yang masih berjalan
setelah selesai masa pelatihan (di atas 90%), baik yang dilaksanakan oleh organisasi atau unit
kerja, maupun yang dilaksanakan sendiri oleh alumni sebagian ataupun seluruhnya. Hal ini
menyiratkan bahwa inisiatif yang dilakukan oleh peserta untuk mengatasi permasalahan di unit
kerja cukup bermanfaat dan perlu mendapatkan perhatian dan apresiasi yang lebih baik lagi.

Dari hasil analisis yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa untuk saat ini kurikulum
Pelatihan Dasar CPNS bermanfaat bahkan sangat bermanfaat dalam mempersiapkan calon
pegawai untuk menghadapi tugas mereka sehari-hari di tempat kerja sebagai Aparatur Sipil
Negara dengan proporsi mencapai 97% dari responden. Sesuai dengan nilai-nilai dasar ASN
sebagaimana tercantum di Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN pasal 4, semua
ASN didorong untuk menghasilkan kerja yang berhasil guna, atau dengan kata lain berorientasi
pada hasil. Kurikulum Latsar CPNS ini sangat sesuai dengan tujuan tersebut, karena para peserta
tidak hanya dituntut untuk dapat menerapkan nilai-nilai yang didapat pada saat pelatihan,
namun juga untuk menghasilkan hasil kerja yang bermanfaat.
Terdapat beberapa catatan perbaikan ke depan agar kurikulum Latsar ini dapat lebih
berdaya guna dan berhasil guna dalam mempersiapkan pegawai menjadi aparatur negara yang
profesional dan berkarakter, diantaranya: penekanan pada praktek dan internalisasi,
pengaturan jadual secara lebih terstruktur, penambahan materi sesuai kondisi terkini, dan
dukungan terhadap kegiatan aktualisasi. Masukan untuk perbaikan tidak hanya ditujukan bagi
penyusun kurikulum, namun juga bagi lembaga-lembaga penyelenggara Latsar, agar hasil dari
pelatihan menjadi lebih laik lagi, diantaranya dengan cara: penyediaan sarana prasarana yang
memadai, pengajar yang lebih interaktif, dan penyediaan sarana pendukung.
Sebagai rekomendasi, ke depan diharapkan dilakukan riset secara meyeluruh mengenai
manfaat dari pembelajaran yang didapat dari Latsar CPNS ini, terutama terkait dengan
peningkatan kinerja di instansi masing-masing dengan menggunakan berbagai instrument
pengukuran kinerja. Selain untuk keperluan penguatan kurikulum ke depan, hal ini bermanfaat
juga sebagai masukan bagi kebijakan reformasi birokrasi di Indonesia.

Appelbaum, Madelyn. & Armstrong Sharon. (2003). Stress free Performance Appraisal. USA:
Career Press Publication.
Black, Sandra E. & Lynch, Lisa M. (1996). Human Capital Investments and Productivity.
American Economic Review Papers and Proceedings, May.
Cones, Tom. & Jenkins Mary. (2002). Abolishing Performance Appraisal, Better Koehler
Publication, pp. 16-61. USA, San Francisco.
JURNAL INSPIRASI Vol. 11 No. 2, Desember 2020:97–123 133

Drucker, P. F. (1994). The age of Social Transformation. Atlantic Monthly, 274(5), pp. 53-80.
Hoeben, Wijnand T.J.G (1994). Curriculum Evaluation and Productivity, Studies in Educational
Evsluation, Vol 20, pp. 477-502, Elsevier Science Ltd.
Jacobs, R. L. & Washington, C. (2003). Employee Development and Organizational
Performance: A Review of literature and direction for future research. Human Resource
Development International, 6(3), pp. 343 -354.
Kandula, Srinivas, R. (2009). Performance Management "Strategies, Interventions, Drivers".
New Dehli: Published by Asoke K. Ghosh.
Kirkpatrick, Donald L. (2005). Improving Employee Performance Through Appraisal and
Coaching, American Management Association, pp. 25-26. USA
Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 12 Tahun 2018 Tentang Pelatihan Dasar
Calon Pegawai Negeri Sipil, Lembaran Negara Tahun 2018 Nomor 1800.
Pynes, E. Joan. (2004). Human Resources Management for Public and Nonprofit
Organizations, Second Edition. Jossey-Bass Publishers.
Quinn, J.B. Anderson, P. & Finkelstein, S. (1996). Managing Professional Intellect
Steward, T. A. (1994). Your Company's Most Valuable Asset: Intellectual Capital. Fortune,
130(7), pp. 68-74.
Swanson, R.A. & Holton, E.F. (2001). Foundation of Human Resource Development. San
Francisco: Berrett – Koehler.

Anda mungkin juga menyukai