Anda di halaman 1dari 13

Manajemen Lembaga Non Formal sebagai Pendukung Pendidikan Formal dan

Pengembangan Masyarakat

Hanik Masrurin (932404318)

Prodi Manajemen Pendidikan Islam


Falkutas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Kediri
Jl. Sunan Ampel No.7 Kediri, Telp. (0354) 689282 Fax. (0354) 686564
Email: hanikmasrurin43@gmail.com

Abstrak

Pendidikan non-formal adalah pendidikan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Latar belakang diselenggarakannya
pendidikan non formal ini adalah sebagai peningkatan pendidikan informal, pelengkap
pendidikan formal dan juga sebagai pengembangan masyarakat. Dalam penyelenggaraanya,
masyarakat diharapkan bisa mengembangkan dirinya melalui pendidikan non formal ini.
Diantaranya mengikuti kursus, dan pelatihan keterampilan. Dengan adanya jalur pendidikan
nonformal ini diharapkan bahwa setiap masyarakat dapat memperoleh pendidikan dengan
layak walaupun tidak dengan jalur yang formal, juga dengan adanya penyelenggaraan
pendidikan nonformal dapat membantu setiap elemen masyarakat dalam memperbaiki taraf
hidupnya. Dengan demikian adanya pendidikan nonformal sebagai pendukung dan penyokong
untuk tercapainya tujuan penyelengaraan pendidikan di Indonesia dapat dicapai dengan baik
dan saling berkesinambungan, serta dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan menjawab
tantangan zaman.

Kata kunci: Manajemen, Lembaga Non Formal

PENDAHULUAN

Kebutuhan masyarakat akan pendidikan nonformal (PNF) sekarang ini semakin bertambah
meningkat. Banyak faktor yang mendorong terjadinya peningkatan kebutuhan PNF dalam
kehidupan masyarakat. Perubahan masyarakat yang terjadi sangat cepat sekarang ini
menyebabkan hasil pendidikan yang diperoleh di sekolah (pendidikan formal) menjadi tidak
sesuai atau tertinggal dari tuntutan baru dalam dunia kerja. Ilmu pengetahuan, dan keterampilan
yang diperoleh dari sekolah seolah-olah semakin cepat menjadi usang dan kurang dapat
digunakan untuk memecahkan tantangan baru yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Kondisi semacam ini menuntut adanya layanan pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat

1
maupun pemerintah yang berfungsi sebagai penambah atau pelengkap pendidikan formal.
Pendidikan formal sering kurang dapat merespon bermacam-macam kebutuhan baru yang
berkembang di masyarakat sebagaimana dijelaskan di atas, sehingga tuntutan layanan
pendidikan nonformal sangat dibutuhkan.

Alasan diselenggarakannya pendidikan non formal dapat ditinjau dari dua sudut tinjauan yaitu
sebagai berikut: 1) Peningkatan Pendidikan In formal Dalam pendidika in formal dapat
berlangsung terus menerus dalam keadaan terbatas, seperti masyarakat yang masih sederhana,
ruang lingkup yang terbatas, atau perkembangan zaman yang belum pesat. Akan tetapi tidak
demikian, dalam masyarakat yang sudah kompleks dengan sistem pembagian kerja yang tajam,
maka pendidikan in formal kurang memberi kepuasan pada manusia akan kebutuhan
pendidikan yang harus dimiliki atau diperlukan. 2) Pelengkap Pendidikan Formal Dengan
adanya pendidikan formal maka dapat menolong tugas-tugas yang seharusnya diberikan oleh
pendidikan informal akan kebutuhan pengetahuan dan keterampilan bagi seorang. Akan tetapi
terdapat berbagai faktor yang pada hakekatnya pendidikan formal kurang bisa memenuhinya,
sehingga perlu mengadakan jenis kegiatan lain yang disebut pendidikan non formal.

PERMASALAHAN

Tantangan utama Pendidikan Non formal adalah masih banyaknya masyarakat yang belum
mengerti dan mengenal secara jelas tentang keberadaan dan peran pendidikan nonformal di
tengah-tengah mereka. Berikut beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pendidikan non
formal:

1. Ketidak jelasan penyelenggaraan pendidikan noformal (standar-standar penjaminan


mutu pendidikan nonformal), dan ketidak jelasan sistem insentif bagi pendidik dan
tenaga kependidikan nonformal.
2. Masih banyaknya lembaga penyelenggara pendidikan nonformal yang belum
professional.
3. Sasaran didik (warga belajar) yang selalu bergulat dengan: masyarakat miskin,
terdiskriminasi, penganggur, masyarakat yang kurang beruntung, anak jalanan, daerah
konflik, traffiking, penganggur, masyarakat pedalaman, daerah perbatasan dll.
4. Tidak adanya kepedulian masyarakat yang melek pendidikan terhadap keberadaan
pendidikan nonformal dan kondisi masyarakat sekitar.

2
PEMBAHASAN

A. Manajemen Lembaga Pendidikan Non Formal: kursus, Play group, pengajian,


pelatihan ketrampilan
Definisi pendidikan nonformal menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 pasal 1 adalah jalur pendidikan di luar pendidikan
formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan Non
Formal adalah program pembelajaran yang terselenggara secara terancang untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap pada peserta didik. Pendidikan
nonformal adalah merupakan pendidikan (pada umumnya) di luar sekolah yang secara
potensial dapat membantu, dan menggantikan pendidikan formal dalam aspek-aspek
tertentu, seperti pendidikan dasar atau keterampilan kejuruan khusus. Dalam undang-
undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa lembaga pendidikan
nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang. Lembaga pendidikan non formal adalah lembaga pendidikan
yang disediakan bagi warga negara yang tidak sempat mengikuti atau menyelesaikan
pendidikan pada jenjang tertentu dalam pendidikan formal.
Secara umum pendidikan nonformal banyak ditemukan pada masyarakat yang
dilaksanakan secara fleksibel tidak terikat secara ketat terhadap peraturan-peraturan
misalnya pada pendidikan yang bersifat kursus, training pada sistem organisasi,
kegiatan pengajian remaja masjid, ceramah agama, pesantren kilat, dan kegiatan belajar
Al-Qur’an bersama dengan teman di rumah. Semuanya adalah merupakan bentuk dari
pendidikan nonformal. Dengan demikian meskipun terdapat perbedaan pandangan
terhadap pengertian pendidikan nonformal, namun pada dasarnya para ahli mempunyai
pandangan yang sama terhadap pendidikan nonformal yaitu pendidikan yang sengaja
dilaksanakan di luar sistem persekolahan.
Dalam proses pelaksanaannya, pendidikan nonformal disesuaikan dengan
keadaan peserta didiknya agar dapat memperoleh hasil yang memuaskan atau yang
lebih baik untuk menjadikan seseorang mempunyai ilmu pengetahuan yang paripurna.
Selain ilmu yang bersumber dari pendidikan informal dibutuhkan pendidikan
nonformal yang diterima di luar sekolah maupun di luar rumah.
Adapun ciri-ciri Pendidikan Non Formal adalah sebagai berikut:

3
1) Tujuan: Jangka pendek, yang berupa kemampuan fungsional untuk kepentingan
saat ini maupun masa depan. Menekankan kepada kompetensi, dan tidak
menekankan pentingnya ijazah.
2) Waktu: Relatif singkat, mulai yang beberapa hari sampai beberapa minggu, dan
pada umumnya kurang dari satu tahun.
3) Persyaratan peserta didik: Persyaratan untuk mengikuti program pendidikan adalah
kebutuhan, minat, dan kesempatan.
4) Isi Program/Kurikulum: Kurikulum berpusat pada pada kepentingan dan kebutuhan
peserta didik.
5) Program Pembelajaran: Struktur program pembelajaran bersifat luwes. Jenis dan
uruan program kegiatan bervariasi.
6) Proses Pembelajaran: Proses pembelajaran berpusat pada peserta didik, dipusatkan
di lingkungan masyarakat dan lembaga, serta berkaitan dengan kehidupan peserta
didik dan masyarakat.
7) Hasil Belajar: diterapkan langsung dalam kehidupan dan lingkungan pekerjaan atau
di masyarakat.
8) Pengawasan: Pengawasan dilakukan oleh pelaksana program dan peserta didik, dan
pembinaan rogram dilakukan secara demokratik.

Berikut beberapa program Pendidikan Non Formal:

1. Kursus
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81
Tahun 2013 Tentang Pendirian Satuan Pendidikan Nonformal Bab I Ketentuan
Umum Pasal 1 butir keempat menyatakan bahwa Lembaga Kursus dan Pelatihan
selanjutnya disebut LKP adalah satuan pendidikan nonformal yang diselenggarakan
bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan
hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja,
usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Lembaga kursus sebagai lembaga pendidikan luar sekolah (PLS) yang
diprakarsai, dibiayai, dan diselenggarakan oleh masyarakat, baik secara perorangan,
kelompok maupun komunitas yang melayani masyarakat dalam belajar guna
mendapatkan pengetahuan, keterampilan (skill) ungsional, dan kecakapan hidup
untuk mengembangkan diri, memperoleh pekerjaan, berusaha mandiri, ataupun
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dapat disimpulkan bahwa

4
kursus adalah satuan pendidikan non formal yang terdidi atas sekumpulan warga
masyarakat yang memberikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental tertentu
bagi warga belajar. Kursus diselenggarakan bagi warga belajar yang memerlukan
bekal untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, melanjutkan ke tingkat
atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Pengelolaan Pembelajaran Kursus
a. Kemitraan Jaringan kemitraan menurut Kamil adalah suatu strategi bisnis
yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk
meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan
membesarkan. Keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya
kepatuhan di antara yang bermitra dalam menjalankan etika bisnis.
b. Kelengkapan Sarana dan Prasarana. Prasarana berarti alat tidak langsung
untuk mencapai tujuan. Dalam pendidikan, misalnya lokasi atau tempat,
bangunan sekolah, lapangan olahraga, uang dan sebagainya. Sedangkan,
sarana seperti alat langsung untuk mencapai tujuan pendidikan misalnya
ruang kelas, buku, perpustakaan, laboratorium dan sebagainya. Sedangkan,
menurut Keputusan Menteri P dan K No.079/1975, sarana pendidikan
terdiri dari 3 kelompok besar: 1) bangunan dan perabot sekolah, 2) alat
pelajaran yang terdiri dari pembukuan dan alat-alat peraga serta
laboratorium, dan 3) media pendidikan yang dapat dikelompokkan menjadi
audiovisual.
2. Play Group
Pada play group, anak bukan semata-mata bermain tetapi di dalamnya terdapat
kegiatan bermain sambil belajar. kelompok bermain adalah salah satu bentuk
layanan pendidikan bagi anak usia tiga sampai enam tahun yang berfungsi untuk
meletakkan dasardasar ke arah perkembangan, sikap, pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan bagi anak usia dini dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya, sehingga
siap memasuki pendidikan dasar. Aini memberikan pengertian bahwa kelompok
bermain sebagai kegiatan bermain yang teratur dari kelompok anak-anak usia
prasekolah. Pendidikan dini bagi anak-anak usia prasekolah (0 - 6 tahun)
merupakan hal yang sangat penting karena pada usia dini merupakan masa
membentuk dasardasar kepribadian manusia, kemampuan berpikir, kecerdasan
maupun kemampuan bersosialisasi.

5
Fungsi Play Group atau Kelompok Bermain bermain menurut Direktorat
Pendidikan Anak Usia Dini adalah sebagai salah satu bentuk pendidikan prasekolah
dengan mengutamakan kegiatan bermain dengan menerapkan sistem bermain
sambil belajar secara individual dan kelompok melalui kegiatan aktif. Play Group
atau Kelompok Bermain menurut BPKB Jayagiri merupakan wahana pembinaan
anak usia 3 – 6 tahun yang memiliki fungsi sebagai berikut: a. Pengganti sementara
peranan orang tua dalam mendidik anaknya. b. Sebagai tempat kegiatan bermain
bagi anak usia 3 – 6 tahun. c Play Group atau Kelompok Bermain merupakan tempat
bermain bagi anak yang merasa kesepian dan jenuh di rumah sendirian. d. Sebagai
lembaga pendidikan prasekolah untuk mempersiapkan anak memasuki pendidikan
selanjutnya.
3. Pengajian
Secara bahasa kata pengajian berasal dari kata dasar “kaji” yang berarti
pelajaran (terutama dalam hal agama), selanjutnya pengajian adalah: (1) ajaran dan
pengajaran, (2) pembaca Al-Qur’an. Kata pengajian itu terbentuk dengan adanya
awalan “ pe” dan akhiran “ an” yang memiliki dua pengertian: pertama sebagai kata
kerja yang berarti pengajaran yakni pengajaran ilmu-ilmu agama Islam, dan kedua
sebagai kata benda yang menyatakan tempat yaitu tempat untuk melaksanakan
pengajaran agama Islam yang dalam pemakaiannya banyak istilah yang digunaan,
seperti pada masyarakat sekarang di kenal dengan majelis ta’lim.
Sedangkan menurut istilah pengajian adalah penyelenggaraan atau kegiatan
belajar agama Islam yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat yang
dibimbing atau diberikan oleh seorang guru ngaji (da’i) terhadap beberapa orang.
Dari penjelasan di atas maka dapat di simpulkan bahwa pengajian adalah tempat
belajar ilmu atau agama Islam yang di sampaikan oleh guru atau ustad.
Fungsi pengajian: a. Fungsi keagamaan yakni membina dan mengembangkan
ajaran Islam dalam rangka membentuk masyarakat yang beriman dan bertakwa
kepada Allah SWT b. Menghidupkan dan membina kebudayaan yang sesuai dengan
ajaran Islam. c. Tempat untuk mendorong agar lahir kesadaran dan pengamalan
yang menyejahterakan hidup rumah tangga. d. Fungsi pertahanan bangsa yakni
menjadi wahana pencerahan umat dan kehidupan beragama, bermasyarakat, dan
berbangsa.
Sedangkan Peranan pengajian adalah: Pengajian dapat diartikan proses menuju
kepada pembagian masyarakat melalui jalur agama. Bimbingan kepada masyarakat

6
ini bisa dikatakan dakwah karena dakwah merupakan usaha meningkatkan
pemahaman keagamaan untuk mengubah pandangan hidup, sikap batin, dan
perilaku umat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam menjadi sesuai dengan
tuntunan syariat untuk memperoleh kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Jadi
peranan secara fungsional adalah mengokohkan landasan hidup manusia Indonesia
pada khususnya di bidang mental spritual keagamaan Islam dalam rangka
meningkatkan kualitas hidupnya secara intergal, lahiriyah dan batiniyahnya,
duniawiyah bersama. Sesuai tuntunan ajaran agama Islam yaitu iman dan taqwa
yang melandasi kehidupan duniawi dalam segala bidang kegiatannya. Sesuai
dengan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa peranan pengajian
merupakan sarana dakwah dalam hidup umat Islam dalam rangka menghayati,
memahami, kulitas hidup lahiriyah, batiniyah, duniawiyah.
4. Pelatihan Keterampilan
Pelatihan merupakan proses suatu kegiatan yang telah direncanakan dan
kemudian dilaksanakan dengan sistematis oleh suatu lembaga atau organisasi
dengan tujuan menambah pengetahuan, meningkatkan keterampilan dan
kemampuan untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Secara umuum tujuan pelatihan adalah upaya dalam mengembangkan kualitas
SDM seperti yang diharapkan antara lain: peningkatan semangat kerja, peningkatan
taraf hidup, meningkatkan keterampilan, dll. Sedangkan secara khusus, pelatihan
bertujuan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampian dan teknik
pelaksanaan kerja tertentu untuk kebutuhan sekarang.
Keterampilan merupakan pelajaran yang berisi kemampuan konseptual,
apresiatif dan kreatif produktif daam menghasilkan benda produk kerajinan dan
atau produk teknologi yang memberikan penekanan pada penciptaaan benda-benda
fungsional dari sebuah karya. Untuk memperoleh keberhasilan peserta didik yang
optimal dalam pembelajaran maka salah satu upaya yang penting adalah melatih
keterampilan proses. Dengan melatih keterampilan proses peserta didik akan lebih
mudah menguasai dan menghayati materi pelajaran, karena peserta didik secara
langsung mengalami peristiwa pembelajaran tersebut.
Adapun pelatihan keterampilan merupakan pelatihan yang bersifat reguler dan
bertujuan untuk meningkatakan kemampuan dan keahlian peserta. Contoh pelatiahn
keterampilan yaitu: pelatihan otomotif sepeda motor, pelatihan teknisi HP,
pelatihan tata busana, pelatihan mengemudi, pelatihan IT, dll.

7
B. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Non Formal
Keberadaan pendidikan nonformal memang sangat dibutuhkan sekali di
masyarakat karena mempunyai fungsi dan peranan yang besar bagi orang dewasa dan
anak-anak. Dengan pendidikan nonformal memungkinkan sekali orang-orang dewasa
atau anak-anak untuk dapat menimba dan menggali ilmu pengetahuan yang luas sekali
dan dapat berguna bagi dirinya, keluarga dan masyarakat luas sebagai satu lingkungan
budaya. Sedangkan peranan pendidikan nonformal sangat besar artinya meningkatkan
kualitas hidup masyarakat secara luas. Tegasnya pendidikan nonformal banyak
memberikan sumbangan pengetahuan bagi kehidupan masyarakat.
a. Fungsi lembaga pendidikan nonformal:
Menurut UU Sisdiknas Tahun 2003 pasal 26 adalah sebagai pengganti,
penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pada ayat ke 5, kursus dan
pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal
pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, sikap untuk mengembangkan
diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Tentang fungsi pendidikan nonformal tersebut dapat dirinci dengan
berlandaskan kepada tiga bidang pendidikan nonformal yaitu : a. Fungsi dan
Tugas Masyarakat 1) Membina program kegiatan dan kurikulum latihan
masyarakat 2) Mengurus dan membina tenaga tekhnis 3) Mengurus dan
membina sarana pendidikan masyarakat b. Fungsi dan Tugas Keolahragaan
1) Membina program olah raga dan kurikulum Pendidikan Luar Sekolah
(PLS) 2) Mengurus tenaga dan tekhnisinya dan sarana prasarananya c.
Fungsi dan tugas Generasi Muda 1) Membina program kegiatan dan
kurikulum latihan kepemudaan 2) Mengurus dan membina tenaga-tenaga
tekhnis kegiatan pembinaan generasi muda termasuk sarana.
b. Tujuan dari diadakannya lembaga pendidikan non formal adalah:
Untuk mengembangkan kemampuan peserta didik sesuai dengan yang
diatur UU Sisdiknas Tahun 2003 pasal 26 ayat 3. Menurut Ishak Abdulhak,
Ugi Suprayogi Ditinjau dari faktor tujuan belajar/pendidikan, pendidikan
non formal bertanggung jawab menggapai dan memenuhi tujuan-tujuan
yang sangat luas jenis, level, maupun cakupannya. Dalam kapasitas inilah

8
muncul pendidikan non formal yang bersifat multi purpose. Ada tujuan-
tujuan pendidikan non formal yang terfokus pada pemenuhan kebutuhan
belajar tingkat dasar (basic education) semacam pendidikan keaksaraan,
pengetahuan alam, keterampilan vokasional, pengetahuan gizi dan
kesehatan, sikap sosial berkeluarga dan hidup bermasyarakat, pengetahuan
umum dan kewarganegaraan, serta citra diri dan nilai hidup. Ada juga tujuan
belajar di jalur pendidikan non formal yang ditujukan untuk kepentingan
pendidikan kelanjutan setelah terpenuhinnya pendidikan tingkat dasar, serta
pendidikan perluasan dan pendidikan nilai-nilai hidup.

C. Prinsip-prinsip Pendidikan Non Formal


Prinsip-prinsip pelaksanaan manajemen pendidikan nonformal ini bisa
dikategorikan sangat penting karena perannya melibatkan banyak sumber daya
manusia/orang.
1. Pembagian Kerja : Tujuan pembagian kerja adalah agar dengan usaha yang
sama dapat diperoleh hasil kerja yang terbaik yang sesuai dengan bidang
keahliannya masing-masing.
2. Wewenang dan Tanggung Jawab : Setiap orang yang telah diserahi tugas
dalam sesuatu bidang pekerjaan tertentu dengan sendirinya memiliki
wewenang untuk membantu memperlancar tugas-tugas yang menjadi
tanggung jawab.
3. Disiplin : Hakekat dari kepatuhan adalah disiplin, yakni melakukan apa
yang sudah disetujui bersama.
4. Kesatuan Perintah : artinya perintah berada di tingkat pimpinan tertinggi
kepada bawahannya.
5. Kesatuan Pengarahan : Meskipun organisasi selalu terdiri atas berbagai
bidang, wewenang dan tanggung jawab seluruh pelaksanaan kegiatan
diarahkan pada satu tujuan organisasi.
6. Meletakkan kepentingan perseorangan di bawah kepentingan umum:
Prinsip ini berkaitan dengan kepentingan organisasi yang harus didahulukan
dari pada kepentingan pribadi.
7. Balas Jasa/Imbalan : Prinsip ini berakar dari prinsip keadilan yang
kaidahnya adalah alujrah biqadr al-masyaqah, upah diukur oleh tingkat
kesulitan pekerjaannya.

9
8. Sentralisasi : Manajer utama atau manajemen puncak memiliki wewenang
tertinggi yang didelegasikan kepada manajer fungsional di bawahnya.
9. Rantai berkala/hirarki : Prinsip penyaluran perintah dan tanggung jawab
bersifat hirarki, artinya sesuai dengan kapasitas dan wewenang.
10. Order/susunan : Asas keterlibatan atau keteraturan berkaitan dengan norma
yang berlaku dalam organisasi atau perusahaan.
11. Keadilan: Prinsip persamaan bukan berarti sama rata dan sama rasa karena
dalam organisasi terdapat pangkat dan jabatan yang berbeda.
12. Stabilitas staf organisasi (kestabilan jabatan karyawan) : mencakup situasi
perusahaan yang membuat para karyawannya merasa nyaman dalam bekerja
dan selalu berprestasi.
13. Inisiatif : Manajer harus memberikan dorongan kepada seluruh bawahannya
untuk berinisiatif sendiri mengembangkan kinerjanya, tetapi harus tetap
searah dengan visi dan misi perusahaan.
14. Esprit de corp (asas kesatuan): Prinsip ini bertitik pada kesatuan visi dan
misi yang divanangkan oleh organisasi atau perusahaan. Seluruh karyawan
bagaikan jaring labalaba yang bersatu sebagai team work yang solid
memperjuangkan tujuan perusahaan.

D. Faktor pendukung dan penghambat Pendidikan Non Formal


Perkembangan serta perjalanan lembaga pendidikan Islam non formal tidak lepas baik
dari faktor pendukung maupun faktor penghambat. Diantara kedua faktor tersebut
sebagai berikut:
a. Faktor Pendukung
Faktor internal pendukung keberhasilan pengelolaan diantaranya: 1)
sarana prasarana yang memadahi, 2) pengelola yang memiliki kualifikasi
sebagai pendidik dan kompetensi keagamaan lulusan pesantren dan sarjana, 3)
Rasa pengabdian yang tinggi terhadap lembaga membuat para pengurus tetap
bertahan ikut mengelola dan mengajar di lembaga pendidikan.
Adapun beberapa faktor eksternal yang mendukung berjalanya lembaga
diantaranya, 1) Semakin banyaknya jumlah angkatan muda yang tidak dapat
melanjutkan sekolah. 2) perangkat masyarakat dalam hal ini ketua RW dan RT
yang mendukung progam pendidikan baik melalui relasi pejabat pemerintahan
ataupun melalui forum-forum masyarakat. 3) dukungan masyarakat dan

10
pengurus takmir masjid terhadap lembaga tampak dengan keikutsertaanya
dalam mendukung dan mensukseskan acara-acara insidental seperti moment
wisuda atau akhirusanah serta pembangunan gedung. 4) Lapangan kerja,
khususnya sektor swasta mengalami perkembangan cukup pesat dan lebih
dibandingkan perkembangan sektor pemerintah.
b. Faktor penghambat
Berikut beberapa penghambat dalam lembaga non formal:
1) Ketidak jelasan penyelenggaraan pendidikan noformal (standar-standar
penjaminan mutu pendidikan nonformal), dan ketidak jelasan sistem
insentif bagi pendidik dan tenaga kependidikan nonformal.
2) Sasaran didik (warga belajar) yang selalu bergulat dengan: masyarakat
miskin, terdiskriminasi, penganggur, masyarakat yang kurang beruntung,
anak jalanan, daerah konflik, traffiking, penganggur, masyarakat
pedalaman, daerah perbatasan dll.
3) Tidak adanya kepedulian masyarakat yang melek pendidikan terhadap
keberadaan pendidikan nonformal dan kondisi masyarakat sekitar.
4) Setiap terjadi reorganisasi kepengurusan bisa dipastikan terjadi warna yang
berbeda baik yang bersifat meningkat ataupun sebaliknya bisa bersifat
menurun.
5) Pengelelola lembaga didominasi oleh kalangan pemuda yang kurang
memiliki bergaining sehingga terkesan kalah power ketika menghadapi
masyarakat ketika muncul control dan pengawasan yang terlalu tajam.
6) Menurunya peran orang tua dalam memotivasi anak, lemahnya manajemen
pengelolaan yang berefek terhadap pengelolaan lembaga pendidikan,
perhatian dari sesepuh/pimpinan terhadap motivasi para SDM kurang
maksimal yang bersifat moril (motivasi) maupun materil, minimnya
moment pertemuan pengurus, pertemuan dengan stakeholder dan pertemuan
walisantri.

PENUTUP

A. Kesimpulan
Lembaga pendidikan non formal adalah lembaga pendidikan yang disediakan bagi
warga negara yang tidak sempat mengikuti atau menyelesaikan pendidikan pada
jenjang tertentu dalam pendidikan formal. Contoh program pendidikan non formal

11
adalah kursus, play group, pengajian, dan pelatihan keterampilan. Tujuan dan fungsi
pendidikan non formal itu sendiri adalah untuk mengembangkan potensi dan keahlian
yang belum di dapat dari pendidikan non formal. Untuk prinsip-prinsip dari
pelaksanaan lembaga non formal hampir sama dengan prinsip-prinsip manajemen
seperti keadilan, tanggung jawab dll.
B. Implikasi Teoritis
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa manajemen sangat bermanfaat bagi
lembaga pendidikan non formal. Begitu juga pendidikan non formal sangat
berpengaruh secara signifikan terhadap pengembangan diri masyarakat sekitar dengan
melakukan berbagai pelatihan dan kursus. Dengan demikian adanya pendidikan
nonformal sebagai pendukung dan penyokong untuk tercapainya tujuan
penyelengaraan pendidikan di Indonesia dapat dicapai dengan baik dan saling
berkesinambungan, serta dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan menjawab
tantangan zaman.
Selain itu, implikasi teoritis yang bisa di gunakan adalah: dapat dipergunakan
sebagai acuan pengembangan dalam pengelolaan pembelajaran agama Islam pada
pendidikan anak usia dini. Sebagai informasi ilmiah bagi para pendidik terutama
pendidik pada lembaga prasekolah. Memberikan sumbangan terhadap perkembangan
Ilmu Pendidikan pada umumnya dan bagi Pendidikan Luar Sekolah khususnya untuk
pengembangan program pelatihan.
C. Implikasi Praktis
Impilkasi praktis yang dapat dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari yakni
sebagai berikut: Sebagai bahan masukan pada lembaga khususnya Play Group sebagai
penyelenggara pendidikan anak usia dini, berkaitan dengan pengelolaan pembelajaran
agama Islam. Sebagai bahan masukan bagi penyelenggara dan tenaga pendidik
khususnya pada play sebagai penyelenggara pendidikan anak usia dini, bahwa
pengelolaan pembelajaran Islam pada anak usia dini sangat mendukung berhasil
tidaknya pencapaian tujuan sekolah. Dapat mengambil langkah-langkah yang tepat
dalam perencanaan pelatihan keterampilan kecakapan hidup.

12
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. Kapasitas Selekta pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Aksara, 2000.

Sardi, Martin. Mencari Identitas Pendidik. Bandung: Rosdakarya, 1981.

Sulfemi, Wahyu Bagja. Modul manajemen pendidikan non formal. Bogor: STKIP
Muhammadiyah bogor, 2018.

Apriliana, Risti. “Pengelolaan Kelas Anak Usia Dini di Pay Group Az-Zahra Desa Balingasal
Kecamatan Padureso Kabupaten Kebumen”. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta, 21 feb 2013.

Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Anaka Usia Dini dan Pendidikan Non Formal.

Fajriyansyah. “Implementasi pelatihan keterampilan dalam upaya pemberdayaan masyarakat”.


Skipsi. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, September
2013.

Hidayat, M. Arif, et. al. “Pendidikan Non Formal dalam Meningkatkan Keterampilan Anak
Jalanan”. Edudeena. (Februari 2017). Vol. 1 No. 1. 31-33.

Kuntoro, Sodiq A. “Pendidikan Non Formal (PNF) bagi Pengembangan Sosial”. Jurnal Ilmiah.
(2006). Vol. 1, No.2. 14-17.

Kurniawan, Didik. “Manajemen Program Kelompok Bermain (KB) pada Sekolah Bina Anak
Sholeh (BIAS) Yogyakarta (Studi Program Kelompok Bermain (KB) yang
diselenggarakan pada Sekolah Bina Anak Sholeh Palagan Yogyakarta)”. Skripsi.
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, November 2013.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 pasal 1.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2013
Tentang Pendirian Satuan Pendidikan Nonformal Bab I.

13

Anda mungkin juga menyukai