Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH PSIKOLOGI KONSELING

DISUSUN OLEH :
FENA LEVINA DIENENGSARI 1724090209

PSIKOLOGI KONSELING / SELASA, 11.10 – 13.40


IBU DEWI SYUKRIAH

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA Y.A.I
1. PENGERTIAN KONSELING
Konseling adalah suatu layanan profesional yng dilakukan konselor terlatih terhadap
klien (konseli). Layanan konseling dilakukan secara tatap mukadan direncanakan untuk
membantu orang lain dalam memahami dirinya, membuat keputusan dan memecahkan
masalah. Oleh karena itu, keberhasilan konseling sebagian besar ditentukan oleh kualitas
hubungan konseling (konselor dan konseli).
Secara konvensional, konseling didefinisikan sebagai pelayanan professional
(professionalservice) yang diberikan oleh konselor kepada klien secara tatap muka (face to
face ) agar klien dapatmengembangkan perilakunya kea rah lebih maju (progressive).
Pelayanan konseling berfungsi kuratif(curative) dalam arti penyembuhan dimana klien adalah
individu yang mengalami masalah, dan setelahmemperoleh layanan konseling, ia diharapkan
secara bertahap dapat memahami masalahnya (problemunderstanding ) dan memecahkan
masalahnya (problem solving ).
Untuk memperoleh hakekat lebih jelas mengenai tentang psikologi konseling maka berikut
ini beberapa pendapat dari para ahli dalam mendefinisikan konseling:
1. Rogers (1952) dalam Rosjidan (1994), mengemukakan bahwa konseling merupakan
proses dimana sturktur diri (pribadi) dibuat sesantai mungkin demi menjaga hubungan
dengan ahli terapi, dan pengalaman-pengalaman sebelumnya yang tertolak dirasakan
dan selanjutnya diintegrasikan kedalam suatu diri (self) yang telah dirubah.
2. Gibson dan Mitchell (2003) menyatakan bahwa konseling adalah hubungan bantuan
antara konselor dan klien yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi dan penyesuaian
diri serta pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.
3. Stefflre (1970) dalam Rosjidan (1994), menyatakan bahwa konseling merupakan
suatu hubungan professional yang dilakukan untuk membantu pengertian klien dan
menjernihkan memperjelas pendapatnya selama kehidupannya sehingga dia bisa
menentukan pilihan yang berguna dan dinyatakan dengan sifat esensial dan
lingkungan yang dimilikinya. Konseling merupakan suatu proses belajar-mengajar,
karena klien belajar tentang kehidupannya.Apabila dia harus membuat pilihan- pilihan
yang berarti, dia harus mengetahui tentang dirinya sendiri fakta-fakta tentang situasi
yang dimilikinya sekarang, dan kemungkinan-kemungkinan…serta konseksuensi-
konsekuensi yang sangat mungkin adanya dari berbagai pilihan tersebut.
4. Menurut Pietrofesa, Leonarddan Hoose (1978) dalam Mappiare (2002) menyatakan
bahwa definisi konseling adalah suatu proses dimana ada seseorang yang dipersiapkan
secara profesional untuk membantu orang lain dalam memahami diri, pembuatan
keputusan dan memecahkan masalah. Selain itu konseling adalah pertemuan “dari hati
ke hati” antarmanusia yang hasilnya sangat bergantung pada kualitas hubungan.
5. Menurut C. H. Patterson (1959) dalam Abimanyu dan Manrihu (1996),
mengemukakan bahwa konseling adalah proses yang melibatkan hubungan antar
pribadi antara seorang terapis dengan satu atau lebih klien dimana terapis
menggunakan metode-metode psikologis atas dasar pengetahuan sistematik tentang
kepribadian manusia dalam upaya meningkatkan kesehatan mental klien.
6. Menurut Brammer dan Shostrom (1982) mengemukakan bahwa konseling adalah
suatu perencanaan yang lebih rasional, pemecahan masalah, pembuatan keputusan
intensionalitas, pencegahan terhadap munculnya masalah penyesuaian diri, dan
memberi dukungan dalam menghadapi tekanan-tekanan situasional dalam kehidupan
sehari-hari.

2. CIRI – CIRI KONSELING


Konseling merupakan pelayanan professional yang memiliki ciri-ciri tertentu yang
berbeda dengan pelayanan bimbingan yang lain. Combs and Avila (1985:1-2); Brammer and
Shostrom(1982:114); Depdiknas (2004:13-14); dan Asosiasi Bimbingan dan Konseling
(2005:6) mengemukakan beberapa ciri konseling yaitu: konseling sebagai suatu profesi
bantuan (helping profession), konseling sebagai hubungan pribadi (relationship counseling ),
konseling sebagai bentuk intervensi (interventionsrepertoire), konseling untuk masyarakat
luas (counseling for all ), dan konseling sebagai pelayanan psikopedagogis (psycho-
pedagogical service).
1. Konseling menuntut dilaksanakannya oleh seorang konselor yang profesional,
kompeten dalam menangani konflik-konflik, kecemasan-kecemasan atau masalah
yang berkaitan dengan keputusan-keputusan pribadi, sosial, karier dan pendidikan
serta ciri-ciri pribadi yang akan memungkinkannya memahani proses-proses psikologi
dan dinamika perilaku pada diri klien dan konselor, maupun hubungan antar
keduanya.
2. Konseling melibatkan dua orang atau lebih yang saling berinteraksi dengan jalan
mengadakan komunikasi langsung maupun tidak langsung mengemukakan dan
memperhatikan dengan seksama isi pembicaraan, gerakan-gerakan isyarat, pandangan
matadan gerakan-gerakan lain dengan maksud meningkatkan pemahaman kedua belah
pihak yang terlibat dalam interaksi itu.
3. Model interaksi dalam konseling tidak terbatas dalam dimensi verbal saja tetapi juga
telah dikembangkan model interaksi konseling non verbal.
4. Interaksi antar konselor dan klien berlangsung dalam waktu yang relative lama dan
terarah pada pencapaian tujuan.
5. Tujuan dari proses konseling adalah terjadinya perubahan pada tingkah laku klien.
6. Konseling merupakan proses yang dinamis.
7. Konseling didasari atas penerimaan konselor secara wajar tentang diri klien.

3. KLIEN DALAM KONSELING


Pada dasarnya klien (konseli) merupakan orang yang perlu memperoleh perhatian
sehubungan dengan masalah yang dihadapinya. Menurut Rogers dalam Latipun (2004)
menyatakan bahwa klien adalah orang yang hadir ke konselor dan kondisinya cemas atau
tidak kongruensi. Dalam konteks konseling, klien adalah subyek yang memiliki kekuatan,
motivasi, memiliki kemauan untuk berubah, dan pelaku bagi perubahan dirinya. Jadi
sekalipun klien itu dalah individu yang memperoleh bantuan, klien bukanlah obyek atau
individu yang pasif, atau yang tidak memiliki kekuatan apa-apa.
Pandangan yang lain dikemukakan oleh Yeo (2003), Ia berpandangan bahwa klien
sebagai P-I-N (Person in Need) atau pribadi yang mempunyai kebutuhan. Hal ini didasarkan
pada pandangan bahwa sejumlah klien dalam menghadapi masalah-masalahnya mempunyai
kebutuhan untuk didengarkan atau memerlukan bantuan praktis berkaitan dengan kebutuhan-
kebutuhan material, dan mungkin juga membutuhkan bantuan untuk memecahkan masalah
pribadinya. Namun perlu dipahami dalam hal ini konselor bukan sebagai agen atau teknisi-
teknisi mekanis yang berusaha menentukan hidup orang tanpa keterlibatan pribadi apapun.
Artinya tetap saja klien dilihat sebagai pribadi yang memiliki kekuatan psikis (psychological
strenght), memiliki kekuatan untuk tumbuh dan berkembang lebih baik, memiliki
kemampuan-kemampuan intrapribadi maupun antar pribadi.
Menurut Surya (2003) klien merupakan orang yang mengalami kekurangan
”psychological strength” atau daya psikologis yaitu suatu kekuatan yang diperlukan untuk
menghadapi berbagai tantangan dalam keseluruhan hidupnya termasuk dalam menyelesaikan
berbagai masalah yang dihadapinya.
Konsep daya psikologis memiliki tiga dimensi yaitu need fulfillment (pemenuhan
kebutuhan), intrapersonal competencies (kompetensi intrapribadi), dan interpersonal
competencies (kompetensi pribadi). Dengan kata lain bila ketiga dimensi itu kuat maka akan
memperkuat daya psikologis individu. Jadi jelaslah bahwa individu akan mengalami masalah
ketika salah satu dimensi tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan demikian
dalam memahami klien maka konselor melihat sosok klien adalah individu yang perlu
dibantu dalam meningkatkan daya psikologisnya agar ia dapat makin efektif dalam
mengelola perilakunya sendiri maupun dengan lingkungannya sehingga mencapai
kebahagiaan dan kebermaknaan hidup.
Cavanagh dan Levitov (2002) menjelaskan bahwa konseli adalah individu yang
memiliki kompetensi intrapersonal dan kompetensi interpersonal yang rendah. Rendahnya
kompetensi intrapersonal mengakibatkan konflik internal dalam dirinya yang mempengaruhi
hubungan intrapersonal dan pada akhirnya memunculkan tekanan atau stress.
Keberlangsungan hubungan intrapersonal yang baik sangat bergantung pada tiga kompetensi,
yakni self- knowledge, self- direction, dan self-esteem.
 Self-knowledge menggambarkan “saya tahu siapa saya”,
 self-direction menggambarkan “saya membuat sendiri keputusan mengenai diri saya”,
 self esteem menggambarkan “saya adalah orang yang berharga”.
Kompetensi interpersonal adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain
dengan baik. Kompetensi intrapersonal sangat penting untuk pertumbuhan psikologis dan
pemenuhan kebutuhan. Ketika individu dapat berhubungan atau berinteraksi dengan dirinya
dan orang lain secara baik, maka mereka akan mengalami pemenuhan kebutuhan yang
positif. Hambatan dan kesulitan pada salah satu atau kedua kompetensi tersebut akan
mempengaruhi pemenuhan kebutuhan yang dapat menyebabkan disfungsi psikologis.
Beberapa kompetensi interpersonal diantaranya adalah sensitivitas terhadap diri sendiri dan
orang lain, asertivitas atau ketegasan diri, dan harapan yang realistis terhadap diri sendiri dan
orang lain.
Menurut Glading (2009) ada beberapa jenis klien yang dianggap sukses dalam
konseling yaitu yang memiliki ciri-ciri YAVIS (Young, Attractive, Verbal, Intelligent,
Succesfull). Dengan kata lain konselor menyukai jenis-jenis klien tersebut, karena
kemungkinan sukses dalam konseling besar.
Sebaliknya klien yang tidak disukai, yang akan dianggap akan kurang sukses dalam
konseling adalah yang mempunyai ciri-ciri HOUND (Homely, Old, Unintelligent, Nonverbal,
Disadvataged) atau DUD (Dumb, Unintelligent, Disadvataged). Singkatan-singkatan ini
memang begitu jahat kedengarannya, namun hal ini dapat dimengerti, karena memang agar
dapat sukses dalam konseling individu memerlukan kemampuan dapat mengekspresikan diri,
dan menemukan insight yang dapat membantunya untuk lebih memahami dirinya dari
percakapannya dengan konselor. Supaya dapat menemukan insight, diperlukan peran
inteligensi untuk mengolah masukan yang diperolehnya dari konselor.

4. PERBEDAAN PSIKOLOG DENGAN PSIKIATER


Psikolog secara umum adalah seorang ahli psikologi, bidang ilmu pengetahuan yang
mempelajari tingkah laku dan proses mental. Namun di Indonesia, psikolog secara khusus
merujuk pada seorang praktisi psikologi yang telah menempuh pendidikan profesi psikologi.
Seorang ahli psikologi yang tidak menempuh pendidikan profesi psikologi disebut ilmuwan
psikologi.
Psikolog di Indonesia tergabung dalam organisasi profesi bernama Himpunan
Psikologi Indonesia (HIMPSI), memiliki Sertifikat Sebutan Psikolog (SSP), dan wajib
memiliki Surat Izin Praktik Psikologi (SIPP) sesuai dengan ketentuan undang-undang yang
berlaku. Psikolog dapat dikategorikan ke dalam beberapa bidang tersendiri sesuai dengan
cabang ilmu psikologi yang ditekuninya, misalnya Psikolog Klinis, Psikolog Pendidikan,
Psikolog Industri, atau Psikolog Forensik. Tetapi kata "Psikolog" lebih sering digunakan
untuk menyebut Psikolog Klinis, psikolog yang bergerak di bidang kesehatan mental.
Psikiater adalah profesi dokter spesialistik yang memiliki spesialisasi dalam diagnosis
dan penanganan gangguan emosional. Psikiater tidak hanya menangani masalah gangguan
jiwa berat, tetapi juga ringan. Penanganan psikiatri di seluruh dunia, ungkap Dadang,
dilakukan dengan empat cara yang disingkat BPSS, yaitu Biologic (obat-obatan), Psychologic
(konsultasi), social (penanganan sosial), dan spiritual (agama). Gelar yang didapatkan untuk
bisa membuka praktik psikiater adalah SpKJ.
Psikolog dan psikiater memiliki latar belakang akademis yang berbeda. Psikiater
adalah lulusan dari Fakultas Kedokteran atau Sekolah Kedokteran yang mengambil
spesialisasi kedokteran jiwa. Di sisi lain, Psikolog adalah Sarjana Psikologi (S1) dan/atau
pendidikan profesi pada kurikulum lama; atau seseorang yang telah lulus dari Magister
Psikologi Profesi (S2) pada kurikulum baru.
Seorang psikiater menyelidiki penyebab gejala psikologi dari sisi medis dan dari sisi
kelainan susunan saraf para penderita penyakit jiwa. Latar belakang psikiater adalah seorang
dokter, sehingga psikiater dapat memberikan resep obat kepada pasien. Sementara, psikolog
menyelidiki penyebab gejala psikologi dari sisi non-medis seperti pola asuh, susunan
keluarga, tumbuh kembang masa kanak-kanak hingga dewasa, dan pengaruh lingkungan
sosial.
Dalam hal penanganan masalah, psikiater boleh memberikan terapi obat-obatan
(farmakoterapi), sedangkan psikolog tidak diperbolehkan. Psikolog hanya sebatas
memberikan konsultasi (kalaupun didiagnosa mengidap gangguan jiwa
seperti skizofrenia yang misal memerlukan obat, maka dirujuk ke psikiater medis yang ahli
dalam bidangnya). Obat-obatan ini dibutuhkan misalnya kepada anak-anak yang menderita
kecanduan atau gangguan psikosomatis.

Daftar pustaka :
https://www.ilmusaudara.com/2016/03/pengertian-konseling-dan-tujuan-serta.html
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-konseling/14873/3
https://www.academia.edu/36778065/PSIKOLOGI_KONSELING
https://www.academia.edu/33437145/MAKALAH_TENTANG_KONSELING_DAN_PSIK
OTERAPI
https://id.wikipedia.org/wiki/Psikiater
https://id.wikipedia.org/wiki/Psikolog

Anda mungkin juga menyukai