Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH KESELAMATAN PASIEN

( PATIENT SAFETY )

NAMA : MAGHFIRAH RAKMADHANI

NIM : PO714251181031

PRODI : DIV FARMASI TINGKAT 3

JURUSAN FARMASI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keselamatan pasien dan mutu pelayanan kesehatan seharusnya merupakan prinsip
dasar dalam pelayanan kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan perlu melakukan perubahan
paradigma pelayanan dari “Quality”, menjadi “Quality and Safety”. Fasilitas pelayanan
kesehatan bukan hanya fokus kepada peningkatan mutu pelayanan namun turut menerapkan
keselamatan pasien secara konsisten.
Perbaikan pada kualitas pelayanan seharusnya sejalan dengan meningkatnya
keselamatan pasien dan meminimalkan terjadinya insiden. Peningkatan pada kedua hal
tersebut merupakan harapan oleh semua pihak, seperti rumah sakit, pemerintah, pihak
jaminan kesehatan, serta pasien, keluarga dan masyarakat. Namun, hasil penelitian
menunjukkan bahwa masih memiliki jalan panjang untuk benar-benar meningkatkan
keselamatan pasien. Masalah keselamatan pasien dari sejak terbitnya publikasi “To Err is
Human” pada tahun 2000 hingga studi-studi terkini, masih menunjukkan penerapan
keselamatan pasien masih belum sesuai dengan harapan. Prinsip “First, do no harm” tidak
cukup kuat untuk mencegah berkembangnya masalah keselamatan pasien
Fasilitas pelayanan kesehatan harus dapat menjamin keamanan dan mutu pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada pasien. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien, pengaturan keselamatan pasien bertujuan untuk
meningkatkan mutu pelayanan fasilitas pelayanan kesehatan melalui penerapan manajemen
risiko dalam seluruh aspek pelayanan yang disediakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PASIEN SAFETY DAN INSIDEN


Keselamatan pasien menurut Vincent (2008), penghindaran, pencegahan dan perbaikan
dari hasil tindakan yang buruk yang berasal dari proses perawatan kesehatan. Menurut World
Health Organization (WHO), keselamatan pasien adalah tidak adanya bahaya yang
mengancam kepada pasien selama proses pelayanan kesehatan. Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017, keselamatan pasien adalah suatu sistem yang
membuat asuhan pasien lebih aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya, serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Keselamatan pasien dapat diartikan
sebagai upaya untuk melindungi pasien dari sesuatu yang tidak diinginkan selama proses
perawatan
Insiden keselamatan pasien atau yang dikenal dengan istilah insiden menurut definisi
WHO adalah suatu kejadian atau keadaan yang dapat mengakibatkan, atau mengakibatkan
kerugian yang tidak perlu pada pasien. Berdasarkan PMK Nomor 11/2017 tentag
Keselamatan Pasien, Insiden merupakan setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi
yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien.
Threats to Australian Patient Safety (TAPS) membagi menjadi dua jenis insiden
keselamatan pasien, yaitu: insiden yang terkait dengan proses perawatan dan insiden terkait
dengan pengetahuan atau keterampilan. Sedangkan Menurut PMK Nomor 11/2017, insiden
keselamatan pasien yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan terbagi menjadi empat jenis
yaitu Kondisi Potensi Cedera (KPC), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera
(KTC) dan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)
Adapun penjelasan dari masing-masing jenis insiden tersebut yaitu :
1. Kondisi Potensi Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. (Contoh: kerusakan alat ventilator,
DC shock, tensi meter)
2. Kejadian Nyaris Cedera (KNC)/Near miss adalah terjadinya insiden yang belum
sampai terpapar ke pasien. (contoh: salah identitas pasien namun diketahui sebelum
tindakan)
3. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi
tidak timbul cedera. Hal ini dapat terjadi karena “keberuntungan” (misal: pasien terima

suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), atau “peringanan” (suatu
obat dengan reaksi alergi diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotumnya)
4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD)/Adverse event adalah insiden yang mengakibatkan

cedera pada pasien. Kejadian sentinel/Sentinel event merupakan suatu KTD yang
mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau cedera berat yang temporer dan
membutuhkan intervensi untuk mempertahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis,
yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien. Seperti melakukan
operasi pada bagian tubuh yang salah (misal: amputasi pada kaki yang salah).
Sementara Menurutt Cooper, dkk (2018) klasifikasi dampak insiden keselamatan
pasien dalam pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :

 Tidak ada kerugian


Proses pengobatan yang berjalan hingga selesai tanpa ada kerusakan atau
kerugian untuk pasien. Contoh: Pasien menerima obat imunosupresif
(azathioprine) tetapi melewatkan pemantauan hematologis rutin selama beberapa
bulan tetapi tidak ada bahaya yang terjadi.
 Tidak ada kerugian karena hasil mitigasi
Segala insiden yang berpotensi menyebabkan bahaya tetapi tidak
menimbulkan bahaya. Contoh: Seorang petugas kesehatan yang kurang tepat
mengindikasikan aturan minum obat yang seharusnya dua kali sehari tapi petugas
menulisnya satu kali sehari. Petugas yang menyediakan obat tersebut kepada
pasien sebelumnya telah mencatat kesalahan dan mengoreksi obat kembali.
 Kerugian ringan
Insiden di mana pasien terluka tetapi tidak memerlukan intervensi atau
perawatan minimal. Contoh: Seorang dokter membuat kesalahan resep dan
kemudian sediaan obat tidak ada di apotik rumah sakit sehingga obat yang
dibutuhkan didapat dari apotik di luar rumah sakit. Pasien tidak mendapatkan
obat selama 3,5 jam yang membuat keluarga sangat takut.
 Kerugian sedang
Pasien yang memerlukan perawatan medis jangka pendek untuk penilaian
dan perawatan ringan baik di UGD atupun bangsal rumah sakit. Contoh: Seorang
petugas kesehatan melakukan kunjungan rumah rutin ke pasien diabetes untuk
memberikan insulin. Pada saat kunjungan ditemukan gula darah pasien dalam
batas aman untuk pemberian insulin. Kemudian pada hari yang sama pasien
ditemukan hipoglikemia, pasien tidak memberitahu petugas bahwa 30 menit
sebelum petugas datang pasien sudah mendapatkan terapi insulin. Pasien
sementara dirawat dirumah sakit untuk memantau gula darah satu hari.
 Insiden perusakan berat
Pasien mengalami insiden yang berdampak jangka panjang atau permanen
pada fisik, mental ataupun sosialnya sehingga mempersingkat harapan hidupnya.
Contoh: Seorang anak epilepsi diresepkan untuk mendapatkan fenobarbital
dengan gejala mengantuk dan mengalami penurunan kesadaran selama tiga hari.
Konsentrasi fenobarbital dalam darah pasien ditemukan snagat tinggi ketika
diperiksa, label pabrik memberikan kekuatan 25 mg/ ml tetapi label farmasi di
fasilitas kesehatan salah mengindikasikan obat tersebut dengan 25 mg/ 5 ml dan
anak tersebut sudah menerima obat sebanyak 5 kali dosis yang sudah diresepkan.
 Kematian
Insiden yang terjadi dalam masa pengobatan. Dapat terjadi karena kurang
tepat dalam penegakkan diagnosis, penanganan awal, dan lain sebagainya.
Contoh: Keluarga pasien menelpon seorang dokter dengan melaporkan keadaan
pasien seperti merasa tidak enak badan, muntah dan ada ruam merah di perut
kemudian seorang dokter mendiagnosis pasien dengan penyakit virus dan
menganjurkan keluarga untuk memberikan obat anti muntah. Beberapa jam
kemudian keadaan pasien memburuk dan dibawa ke UGD, pasien didiagnosis
septikemia meningkokus dan meninggal.
 Insiden yang kurang detail
Insiden di mana informasi tidak memadai untuk mengevaluasi keparahan
bahaya sehingga dapat berisiko kesalahan dalam hasil perawatan. Contoh:
Seorang pasien memberikan sampel untuk uji histologi dan sitologi tetapi pasien
tidak memberikan keterakan pada label pot seperti nama, tanggal dan umur.

B. PENYELENGGARAAN KESELAMATAN PASIEN DI FASILITAS PELAYANAN


KESEHATAN DI INDONESIA
Di era JKN (Jaminan Kesehatan Nasional), dalam menegakkan keberhasilan kendali
mutu dan kendali biaya dalam pelayanan kesehatan ialah dengan pencapaian pelayanan yang
bermutu tinggi serta mengedepankan keselamatan pasien. Menerapkan kebijakan dan praktik
keselamatan pasien merupakan tantangan dalam bidang pelayanan kesehatan. Dimana,
fasilitas kesehatan harus dapat menjamin keamanan dan mutu pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada setiap pasien. Untuk menjamin hal tersebut, setiap fasilitas pelayanan
kesehatan termasuk rumah sakit maupun pelayanan primer lainnya harus menyelenggarakan
Keselamatan Pasien. Peraturan yang berlaku di Indonesia mewajibkan setiap fasilitas
kesehatan menerapkan standar keselamatan pasien.
Dalam rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di fasilitas pelayanan
kesehatan, KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) pada tahun 2005 telah membentuk
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) yang sekarang telah berubah menjadi
KNKP-RS (Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit) yang langsung berada di
bawah Menteri Kesehatan RI. KNKP-RS memiliki fungsi yaitu (1). Penyusunan standar dan
pedoman Keselamatan Pasien; (2) penyusunan dan pelaksanaan program Keselamatan Pasien;
(3) pengembangan dan pengelolaan sistem pelaporan Insiden, analisis, dan penyusunan
rekomendasi Keselamatan Pasien; dan (4) monitoring dan evaluasi pelaksanaan program
Keselamatan Pasien.
Masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu ditangani segera di
fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Fasilitas pelayanan kesehatan harus
menyelenggarakan keselamatan pasien. Penyelenggaraan keselamatan pasien dilakukan
melalui pembentukan sistem pelayanan kesehatan yang menerapkan, antara lain: Standar
keselamatan pasien, Sasaran keselamatan pasien nasonal dan Tujuh langkah menuju
Keselamatan Pasien.

C. STANDAR KESELAMATAN PASIEN


Dalam penyelenggaran keselamatan pasien maka diperlukan standar keselamatan
pasien sebagai acuan untuk melaksanakan kegiatannya. Standar keselamatan pasien wajib
diterapkan fasilitas pelayanan kesehatan. Standar keselamatan pasien meliputi tujuh standar
yaitu :
1. Hak pasien, pasien dan keluarga mempunyai hak untuk mendapat informasi tentang
rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkunan KTD
2. Pendidikan bagi pasien dan keluarga, rumah sakit harus mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien
3. Keselamatan pasien dalam kesinambambungan pelayanan, rumah sakit menjamin
kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit
pelayanan.
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan peningkatan
keselamatan pasien, rumah sakit harus mendisain proses baru atau memperbaiki
proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalsis secara intensif KTD, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja serta keselamatan pasien.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6. Pendidikan bagi staf tentang keselamatan pasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

D. SASARAN KESELAMATAN PASIEN


Fasilitas pelayanan kesehatan selain diwajibkan melaksanakan standar keselamatan
pasien, juga melakukan perbaikan-perbaikan tertentu dalam keselamatan pasien. Penyusunan
Sasaran Keselamatan Pasien ini mengacu pada Nine Life safing Patient Safety Solution dari
WHO (2007) dan Joint Commission International (JCI) “Internatonal Patient Safety Goals
(IPSGs)”. Di Indonesia secara nasional untuk seluruh fasilitas pelayanan kesehatan
diberlakukan Sasaran Keselamatan Pasien Nasional (SKPN), yang terdiri dari :
1. SKP. 1: mengidentifikasi pasien dengan benar
2. SKP. 2: meningkatkan komunikasi yang efektif
3. SKP. 3: meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai
4. SKP. 4: memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,
pembedahan pada pasien yang benar
5. SKP. 5: mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan
6. SKP. 6: mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh

E. TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN


Fasilitas kesehatan dengan menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan pasien
dapat meningkatkan dan memperbaiki keselamatan pasien. Melalui perencanaan kegiatan dan
pengukuran kinerja, sehingga dapat menilai kemajuan yang telah dicapai dalam pemberian
asuhan pelayanan menjadi lebih aman. Pelaksanaan tujuh langkah menuju keselamatan pasien
dapat memastikan pelayanan yang diberikan menjadi lebih aman, dan jika terjadi sesuatu hal
yang tidak benar bisa segera diambil tindakan yang tepat. Tujuh langkah menuju keselamatan
pasien terdiri dari :
1. Membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien. Ciptakan kepemimpinan dan
budaya yang terbuka dan adil.
2. Memimpin dan mendukung staf. Bangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas
tentang keselamatan pasien
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Kembangkan sistem dan proses
pengelolaan risiko serta lakukan identifikasi dan kajian hal yang potensial
bermasalah.
4. Mengembangkan sistem pelaporan. Pastikan staf agar dengan mudah dapat
melaporkan kejadian/insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada
KKPRSsekarang berubah menjadi KNKP.
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Kembangkan cara-cara komunikasi
yang terbuka dengan pasien.
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien. Dorong staf untuk
melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian
terjadi.
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien. Gunakan
informasi yang ada tentang kejadian/maslah untuk melakukan perubahan sistem
pelayanan.
Dalam upaya untuk mencegah insiden keselamatan pasien di rumah sakit WHO
(Collaborating Centre for Patient Safety resmi menerbitkan panduan “Nine ife-Saving Patient
Safety Solutions” (“Sembilan Solusi Keselamatan Pasien Rumah Sakit”). Sembilan topik
yang diberikan solusinya adalah sebagai berikut:
- perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip/norum atau look-alike, sound-alike
medication names/ LASA
- identifikasi pasien
- komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien
- tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
- pengendalian cairan elektrolit pekat (concentrated
- pastikan akurasi pemberian obat pada transisi asuhan
- hindari kesalahan pemasangan kateter dan selang (tube)
- penggunaan alat injeksi sekali pakai
- tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan infeksi (HAIs/
Healthcare Associated Infections)

F. PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY INCIDENT


REPORT)
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan diharuskan melaporkan setiap insiden yang
terjadi. Fasilitas kesehatan diharapkan mempunyai pedoman yang jelas bagaimana
mekanisme pelaporan ketika insiden terjadi. Sistem pelaporan insiden meliputi kebijakan, alur
pelaporan, formulir pelaporan dan prosedur pelaporan. Setiap terjadinya insiden diharapkan
harus segera dilaporkan sesuai dengan format yang telah tersedia. Laporan insiden
keselamatan pasien (IKP) berisi informasi insiden yang benar dan jelas tentang lokasi,
kronologis, waktu dan akibat kejadian, serta analisis akar masalah KNC, KTD, atau kejadian
sentinel.
Alur pelaporan IKP dilakukan secara internal dan ekternal. Pelaporan secara internal
kepada atasan langsung, Tim Keselamatan Pasien RS, dan direksi,sedangkan secara eksternal
kepada KKPRS PERSI (KNKP). Pada pelaksanaannya jika terjadi IKP mengikuti alur
penanganan IKP sebagai berikut : Insiden (KTD/KNC) harus segera ditanggani kemudian
membuat laporan kepada atasan langsung di unit terjadinya insiden maksimal 2x24 jam.
Atasan langsung melakukan penentuan grading risiko kejadian insiden dan melakukan
investigasi sederhana. Laporan hasil investigasi dan laporan insden dilaporkan kepada tim
KPRS. Tim KPRS membuat laporan dan rekomendasi untuk dilaporkan kepada direksi.
Pelaporan tidak hanya berhenti sampai internal organisasi namun harus dilaporkan hingga ke
KNKP (laporan eksternal). Laporan hasil investigasi sederhana/ analisis akar masalah/ RCA
(Root Cause Analysis) serta mengembangkan rekomedasi/solusi oleh Tim KPRS/Pimpinan
dikirimkan ke KKPRS (KNKP) melalui e-eporting menggunakan pedoman pelaporan insiden
secara anonim.
Berbagai negara sudah melaporkan angka IKP di rumah sakit, walaupun laporan yang
ada belum mengambarkan keseluruhan.National Patient safety Agency melaporkan dalam
rentang waktu April 2016 hingga Maret 2017 sebanyak 1.925.281 insiden di Inggris. Ministry
of Health Malaysia melaporkan sebanyak 2.769 insiden terjadi pada tahun 2016. Di Indonesia
berdasarkan laporan KKPRS terdapat 144 insiden (2009), 103 insiden (2010), dan 34 laporan
insiden pada triwulan I tahun 2011.
Data jumlah IKP di Indonesia masih belum banyak dilaporkan, tidak semua insiden
terlaporkan. Umumnya insiden tidak dilaporkan, tidak dicatat, bahkan luput dari perhatian
petugas kesehatan karena yang dilaporkan hanya insiden yang ditemukan secara kebetulan
saja. Ini menjadi tantangan semua pihak, baik pemerintah dan fasilitas kesehatan bertanggung
jawab memastikan sistem pelaporan dapat terlaksana dengan baik. Masih rendahnya
pelaporan insiden disebabkan oleh beberapa masalah yang sering menjadi hambatan dalam
pelaporan insiden, diantaranya :
- Pertama, kurangnya pemahaman petugas untuk melaporkan IKP, Laporan masih
dipersepsikan sebagai pekerjaan perawat, seharusnya yang membuat laporan
tersebut adalah siapa saja atau semua staf yang pertama menemukan kejadian dan
yang terlibat dalam insiden.
- Kedua, insiden yang terjadi sering disembunyikan (underreport), insiden
dilaporkan namun sering terlambat serta laporan tersebut miskin data. Masih
adanya budaya menyalahkan (blame culture) menjadi penyebab terhambatnya
pelaporan insiden. Adanya ketakutan petugas untuk melaporkan karena takut
disalahkan.
- Ketiga, kurangnya komitmen dari pimpinan, manajemen dan unit terkait Faktor
organisasi berperan dalam membangun budaya pelaporan sehingga perlu
pendekatan organisasi untuk dapat membudayakan segera melapor ketika terjadi
insiden.
- Keempat, kurangnya sosialisasi dan pelatihan Pelaporan IKP kepada semua pihak
di organisasi Petugas tidak tahu apa dan bagaimana cara melaporkan ketika
insiden terjadi. Pengetahuan memegang peranan penting dalam proses pelaporan
IKP, jika petugas sendiri tidak paham bagaimana sistem pelaporan IKP
menyebabkan IKP tidak terlaporkan
- Kelima, tidak ada reward dari rumah sakit jika melaporkan
- Keenam, tingginya beban kerja SDM

Dengan diterapkannya sistem pelaporan yang baik akan mengajak semua pihak
peduli akan bahaya maupun potensi bahaya yang dapat terjadi pada pasien. Niat untuk
melaporkan IKP dipengaruhi oleh faktor organisasi dan faktor individu. Respon manajemen
dan KPRS terkait pelaporan IKP memegang peranan penting. Manajemen dan Tim KPRS
perlu melakukan pendekatan secara individu dan organisasi untuk meningkatkan pelaporan
IKP. Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain menciptakan budaya keselamatan
pasien dan no blaming, membuat sistem pelaporan yang baik dan mudah dipahami oleh
semua pihak, melakukan sosialisasi dan pelatihan secara berkala untuk meningkatkan
pengetahuan tentang pelaporan IKP, menghilangkan ketakutan terhadap dampak pelaporan,
pelaporan secara anonym serta pemberian reward jika melaporkan maupun hukuman yang
diambil tidak bersifat blaming maupun hukuman individu.
Pentingnya pelaporan insiden karena akan menjadi awal proses pembelajaran untuk
mencegah kejadian yang sama terjadi kembali. Data laporan IKP yang akurat sangat
bermanfaat untuk menurunkan insiden dan meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan
pasien. Dengan adanya data tersebut juga dapat digunakan untuk melakukan pemetaan
keselamatan pasien, sebagai dasar perbaikan sistem pelayanan yang berorientasi pada
keselamatan pasien dan pencegahan terjadinya IKP berulang serta dapat digunakan oleh
semua pihak sebagai pembelajaran dan tidak untuk menyalahkan orang (non blaming)
Gambar 1. Alur Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
Gambar 2. Formulir IKP (internal)

Gambar 3. Formulir Laporan IKP ke Komite Nasional Keselamatan Pasien


BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Keselamatan pasien merupakan suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih
aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil. Peraturan yang berlaku di Indonesia mewajibkan setiap
fasilitas kesehatan termasuk rumah sakit maupun pelayanan primer lainnya harus
menyelenggarakan keselamatan pasien melalui menerapkan standar keselamatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

http://merita.staff.umy.ac.id/2020/01/02/keselamatan-pasien-patient-safety-incident-dan-
klasifikasinya/, diakses pada 01 Maret 2021

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien. Jakarta. 2017.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017. Manajemen Keselamatan


Pasien.http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2017/11/MANAJEMEN-
KESELAMATAN-PASIEN-FinalDAFIS.pdf

Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS). 2015. Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan
Pasien (IKP) (Patient Safety Incident Report). Jakarta.

Nasution , Puteri Citra Cinta Asyura. 2018. Keselamatan Pasien (Patient Safety). Medan : Fakultas |
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai