Anda di halaman 1dari 11

DISFAGIA

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Gizi Kondisi Kritis

Dosen Pengampu: Yenny Moviana, MND, RD

3A-D4

Disusun Oleh: Kelompok 9

1.   Nabilah Besta S - P17331118403 

2.   Naqiya Asara - P17331118438

3.   Rossa Yosefa S - P17331118432

4.   Sherliana - P17331118474

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BANDUNG

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV

JURUSAN GIZI

2021
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur saya haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Disfagia” dengan baik tanpa ada halangan yang berarti.

Makalah ini telah saya selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu saya sampaikan banyak terima kasih kepada segenap pihak
yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini.

Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan kalimat maupun
isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, saya selaku penyusun menerima segala
kritik dan saran yang membangun dari pembaca

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Disfagia  ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Asuhan Gizi Penyakit Kritis. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang disfagia bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Disfagia merupakan keluhan yang disebabkan karena adanya kelainan pada esofagus,
yaitu timbulnya kesulitan pada waktu menelan makanan atau cairan, terutama bila terjadi
reflux nasal, berarti adanya kelainan saraf (neuromuscular disorder). Disfagia sering
disebabkan oleh penyakit otot dan neurologis. Kesulitan menelan dapat terjadi pada semua
kelompok usia, akibat dari kelainan kongenital, kerusakan struktur, dan/atau kondisi medis
tertentu. Insiden disfagia lebih tinggi pada orang berusia lanjut dan pasien stroke. Kurang
lebih 51-73% pasien stroke menderita disfagia.Prevalensi disfagia pada dewasa paling
banyak diatas 50 tahun yakni sekitar 7 – 22 % populasi. Disfagia berhubungan dengan
penuaan dan semakin meningkatnya umur harapan hidup maka pasien usia tua dengan
disfagia akan makin meningkat. Faktor resiko kejadian disfagia sangat banyak antara lain
peningkatan usia, refluks asam, stroke, kanker kepala dan leher, trauma kepala, sklerosis
lateral amyotropik, palsy pseudobulbar, penyakit alzheimer dan myastenia gravis. Etiologi
paling banyak adalah stroke yaitu sekitar 81 %, kanker kepala leher 45 %.

Disfagia yang dialami pasien akan memperburuk keadaan pasien , terutama terhadap
pemenuhan asupan nutrisi pasien . Penatalaksanaan dan pemberian diet sangat penting dan
harus di pahami pada pasien yang mengalami disfagia sehingga pada makalah ini di jelaskan
tentang disfagia, etiologi dan patofisiologi disfagia, jenis disfagia , faktor risiko, dan
konsekuensi gizi yang dialami pada pasien disfagia untuk menambah pengetahuan mahasiswa
terkait disfagia dan tatalaksana diet pada pasien disfagia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Disfagia didefinisikan sebagai kesulitan makan. Disfagia adalah perkataan yang


berasal dari bahasa Yunani dys yang berarti kesulitan atau gangguan, dan phagein berarti
memakan (Pandaleke et al., 2014).  Disfagia merupakan keluhan yang disebabkan karena
adanya kelainan pada esofagus, yaitu timbulnya kesulitan pada waktu menelan makanan atau
cairan, terutama bila terjadi reflux nasal, berarti adanya kelainan saraf (neuromuscular
disorder)(Afrida, 2018). Kesulitan meneruskan makanan dari mulut ke dalam lambung
biasanya disebabkan oleh kelainan dalam tenggorokan, misalnya infeksi atau tumor di
oropharynx, larynx, spasme pada otot crico pharynx, rasa terhentinya makanan di daerah
retrosternal setelah menelan makanan, biasanya disebabkan kelainan dalam esofagus sendiri,
yaitu timbulnya regurgitasi, refluks asam, rasa nyeri di dada yang intermitten, misalnya pada
akalasia, karsinoma esofagus, spasme yang difus pada esofagus.

2.2 Etiologi dan Patofisiologi

Disfagia sering disebabkan oleh penyakit otot dan neurologis. Penyakit ini adalah
gangguan peredaran darah otak (stroke, penyakit serebrovaskuler), miastenia gravis, distrofi
otot, dan poliomyelitis bulbaris. Keadaan ini memicu peningkatan resiko tersedak minuman
atau makanan yang tersangkut dalam trakea atau bronkus (Price, 2006).
Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas disfagia mekanik, motorik dan oleh karena
gangguan emosi
a. Disfagia mekanik
Disfagia mekanik dapat disebabkan oleh bolus makanan yang sangat besar, adanya
penyempitan intrinsik atau kompresi ekstrinsik lumen lintasan untuk gerakan menelan,
sehingga adanya sumbatan rongga esophagus oleh massa, peradangan, penyempitan,
atau penekanan dari luar. Pada orang dewasa, lumen esofagus dapat mengembang
hingga mencapai diameter 4 cm, jika esofagus tidak mampu berdilatasi hingga 2,5 cm,
gejala disfagia dapat terjadi tetapi keadaan ini selalu terdapat kalau diameter esofagus
tidak bisa mengembang hingga diatas 1,3 cm. lesi yang melingkar lebih sering
mengalami disfagia daripada lesi yang mengenai sebagian lingkaran dari dinding
esofagus saja.

b. Disfagia motorik
Disfagia motorik dapat terjadi akibat kesulitan dalam memulai gerakan menelan atau
abnormalitas pada gerakan peristaltik akibat kelainan pada sistem saraf dan akibat
inhibisi deglutisi yang disebabkan oleh penyakit pada otot lurik atau otot polos esofagus.
Disfagia motorik faring disebabkan oleh kelainan neuromuskular yang menyebabkan
paralisis otot.
 
c. Disfagia oleh karena gangguan jiwa
Disfagia dengan latar belakang kejiwaan adalah kondisi langka, dan disajikan tanpa
penyakit struktural atau organik yang terdeteksi. Takut menelan, menghindari menelan
makanan tertentu, cairan, atau pil tampaknya merupakan gejala yang paling sering terjadi
pada psikogenik disfagia, dan dapat menyebabkan kekurangan gizi dan penurunan berat
badan. Makanan tertentu, cairan, dan pil dapat menyebabkan pasien sangat stres dan
memiliki masalah untuk menelan. Perilaku mulut yang tidak normal, dengan gerakan
lidah yang berulang menyimpang, perasaan tekanan tenggorokan, dan keluhan globus
bisa jadi ditemukan pada kelompok pasien ini. Konflik dan kecemasan psikologis
ditransformasikan menjadi gejala somatik dan dianggap sebagai proses tidak sadar.
Faktor-faktor psikologis ditemukan terkait dengan disfagia esofagus. Kontraksi
esophagus dapat terjadi akibat tekanan psikologis. Kronecker dan Meltzer melaporkan
kontraksi esophagus dapat terjadi akibat ketegangan emosional, makanan dingin atau
panas, dapat bereaksi dengan kontraksi tidak bergerak. Kebiasaan menelan pada fase oral
yang tidak normal disertai adanya fungsi  faring yang utuh mungkin tampak pada
evaluasi menelan dengan radiologis. Dalam beberapa kasus, kelainan mulut tersebut
dapat dikaitkan dengan disfagia psikogenik. Gejala esophageal yang difus juga dapat
terkait dengan faktor psikologis.

2.3 Klasifikasi atau Jenis

Disfagia diklasifikasikan dalam dua kelompok besar, yaitu disfagia orofaring (atau
transfer dysphagia) dan disfagia esofagus. 
a. Disfagia orofaring
Disfagia orofaring pada dewasa dapat disebabkan karena kelainan neurologis (pasca-
stroke, kelainan saraf tepi daerah laring, faring, lidah dan rahang, miastenia gravis, serta
miopati), kelainan anatomi kepala dan leher (kanker, perubahan pasca operasi, kemoterapi
atau terapi radiasi, pasca trauma, iatrogenik, kelainan kongenital) dan penyebab lainnya
(infeksi, refluks laringofaring, kelainan sistemik, efek samping obat, dan psikogenik(Iqbal et
al., 2015). Gejala disfagia orofaring yaitu kesulitan menelan, termasuk ketidakmampuan
untuk mengenali makanan, kesukaran meletakkan makanan di dalam mulut, ketidakmampuan
untuk mengontrol makanan dan air liur di dalam mulut, kesukaran untuk mulai menelan,
batuk dan tersedak saat menelan, penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya,
perubahan kebiasaan makan, pneumonia berulang, perubahan suara (suara basah), regurgitasi
nasal. Setelah pemeriksaan, dapat dilakukan pengobatan dengan teknik postural, modifikasi
diet, modifikasi lingkungan, oral sensory awareness technique, vitalstim therapy, dan
pembedahan(Cahyani & ., 2018). Umumnya disfagia orofaringeal bersifat neurogenik
(Liwikasari & Antono, 2017). Onset yang mendadak seringkali dihubungkan dengan adanya
gejala dan tanda neurologis seperti stroke, disfungsi otot bulbar atau kelainan neurologis
lainnya. Onset yang perlahan progresif dihubungkan dengan adanya gejala dan tanda akibat
primer atau metastasis keganasan ke saraf intrakranial. Beberapa inti sensorik dan motorik
saraf kranialis berpengaruh dalam proses penelanan. 

b. Disfagia Esofagus
Disfagia esofagus timbul dari kelainan di korpus esofagus, sfingter esofagus bagian
bawah, atau kardia gaster. Biasanya disebabkan oleh striktur esofagus, keganasan esofagus,
esophageal rings and webs, achalasia, scleroderma, kelainan motilitas spastik termasuk
spasme esofagus difus dan kelainan motilitas esofagus nonspesifik. penyebab yang mendasari
disfagia esophagus terbanyak adalah keganasan esofagus. Makanan biasanya tertahan
beberapa saat setelah ditelan, dan akan berada setinggi suprasternal notch atau di belakang
sternum sebagai lokasi obstruksi, regurgitasi oral atau faringeal, perubahan kebiasaan makan,
dan pneumonia berulang (Liwikasari & Muyassaroh, 2016). Bila terdapat disfagia makanan
padat dan cair, kemungkinan besar merupakan suatu masalah motilitas. Bila pada awalnya
pasien mengalami disfagia makanan padat, tetapi selanjutnya disertai disfagia makanan cair,
maka kemungkinan besar merupakan suatu obstruksi mekanik. Setelah dapat dibedakan
antara masalah motilitas dan obstruksi mekanik, penting untuk memperhatikan apakah
disfagianya sementara atau progresif. Disfagia motilitas sementara dapat disebabkan spasme
esofagus difus atau kelainan motilitas esofagus nonspesifik. Disfagia motilitas progresif dapat
disebabkan scleroderma atau akalasia dengan rasa panas di daerah ulu hati yang kronis,
regurgitasi, masalah respirasi, atau penurunan berat badan. Disfagia mekanik sementara dapat
disebabkan esophageal ring Sedangkan disfagia mekanik progresif dapat disebabkan oleh
striktur esofagus atau keganasan esofagus.(Liwikasari & Antono, 2017)

2.4 Faktor/Kelompok Risiko 

Kesulitan menelan dapat terjadi pada semua kelompok usia, akibat dari kelainan
kongenital, kerusakan struktur, dan/atau kondisi medis tertentu. Insiden disfagia lebih tinggi
pada orang berusia lanjut dan pasien stroke. Prevalensi disfagia pada dewasa paling banyak
diatas 50 tahun yakni sekitar 7 – 22 % populasi,pada orang yang berusia lebih dari 60 tahun
ditemukan sebanyak 15% hingga 40%. Disfagia berhubungan dengan penuaan dan semakin
meningkatnya umur harapan hidup maka pasien usia tua dengan disfagia akan semakin
meningkat. Dilaporkan pada lanjut usia sebagai salah satu masalah yang berpotensi utama
mengakibatkan kecacatan yang mempengaruhi proses menelan. Sejumlah perubahan
fisiologis, anatomi, dan fungsional terjadi dalam proses penuaan yang mendorong
peningkatan risiko untuk terjadinya kesulitan menelan pada pasien lanjut usia. Selain itu
faktor risiko kejadian disfagia sangat banyak antara lain peningkatan usia, refluks asam,
stroke, kanker kepala dan leher, trauma kepala, sklerosis lateral amyotrophic, palsy
pseudobulbar, penyakit alzheimer dan myasthenia gravis. Etiologi paling banyak adalah
pasien stroke menderita disfagia yaitu kurang lebih 51-73%.

2.5 Konsekuensi Gizi

Bagi mereka yang mengalami disfagia, mereka bahkan mungkin tidak tahu bahwa
makanan atau minuman mereka masuk ke tenggorokan dan paru-paru mereka dengan cara
yang salah dan mereka mengeluarkan aspirasi secara diam-diam. Jika dibiarkan disfagia yang
tidak diobati bisa berbahaya dan menimbulkan:
1. Dehidrasi,
2. Penurunan Berat Badan dan Malnutrisi
3. Rentan secara fisik dan mental
4. Pneumonia Aspirasi
Pasien disfagik mengalami penurunan asupan makanan, dan akibatnya asupan protein
dan energi tidak memenuhi kebutuhan nutrisi. Padahal pasien disfagia biasanya diiringi
dengan komplikasi penyakit lain sehingga membutuhkan asupan energi dan protein yang
tinggi. Malnutrisi akibat penurunan konsumsi makanan menyebabkan penurunan berat badan
yang progresif dan penipisan massa otot, mengurangi kekuatan otot yang bertanggung jawab
untuk proses menelan, sehingga meningkatkan keparahan disfagia.
Pasien dengan disfagia juga biasanya memiliki nafsu makan yang buruk, untuk
menyiasatinya makanan dapat ditambahkan bumbu yang bisa membantu merangsang nafsu
makan. Selanjutnya tambahkan protein di setiap makanan utama. Untuk makanan selingan,
disarankan memberikan cemilan berenergi tinggi dengan tekstur yang sesuai dan aman.
Hindari makanan berkalori rendah, rendah lemak dan rendah gula agar dapat menjaga bb
pasien dan nutrisi tetap terpenuhi.
Banyak penderita disfagia tidak merasakan sensasi haus, padahal mereka mungkin
sudah mengalami dehidrasi. Dehidrasi merupakan masalah yang mungkin terjadi selama
pengobatan karena kebutuhan untuk mengentalkan cairan dan mengurangi cairan yang encer
untuk menghindari resiko aspirasi. Menelan cairan tipis membutuhkan kontrol dan koordinasi
yang lebih baik, sehingga mudah disedot. Pasien usia lanjut lebih rentan terhadap terjadinya
aspirasi akibat kelemahan yang disebabkan oleh perubahan otot dan / atau neurologis. Maka
dari itu, penting untuk memperhatikan kebutuhan cairan dengan memberikan cairan secara
teratur agar tidak terjadi komplikasi.
Selain itu, orang dengan disfagia dapat berisiko lebih mengalami komplikasi lain
seperti sembelit, penyembuhan luka yang buruk, peningkatan kerentanan terhadap lebih
banyak infeksi, dan melemahnya otot. Mereka juga tidak hanya berisiko mengalami
kekurangan kalori, vitamin dan mineral karena asupan makanan dan cairan yang tidak teratur
dan berkurang, tetapi mereka juga dapat memiliki masalah psikologis karena ketergantungan
pada orang lain untuk makanan dan juga jenis makanan yang berbeda dari biasanya. Semua
ini dapat menambah kecemasan dan suasana hati rendah yang dapat mempengaruhi asupan
mereka, yang pada akhirnya menyebabkan penurunan berat badan.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan

Disfagia merupakan keluhan yang disebabkan karena adanya kelainan pada


esofagus, yaitu timbulnya kesulitan pada waktu menelan makanan atau cairan, terutama
bila terjadi reflux nasal, berarti adanya kelainan saraf (neuromuscular disorder). Disfagia
sering disebabkan oleh penyakit otot dan neurologis. Penyakit ini adalah gangguan
peredaran darah otak(stroke, penyakit serebrovaskuler), miastenia gravis,distrofi otot.dan
poliomyelitis bulbaris). Pasien disfagik mengalami penurunan asupan makanan, dan
akibatnya asupan protein dan energi tidak memenuhi kebutuhan nutrisi.
DAFTAR PUSTAKA

Afrida, A. (2018). Effect of Ingesting Training Towards Dysphagia in Stroke’ Patients in Haji
Hospital and Makassar City Hospital. Indonesian Contemporary Nursing Journal (ICON
Journal), 2(1), 13. https://doi.org/10.20956/icon.v2i1.3580

Cahyani, N. D., & . M. (2018). Perbaikan Kualitas Hidup Pasien Disfagia Orofaringeal. Medica
Hospitalia : Journal of Clinical Medicine, 5(1), 66–69.
https://doi.org/10.36408/mhjcm.v5i1.353

Iqbal, M., Akil, A., & Djamin, R. (2015). Evaluasi proses menelan disfagia orofaring dengan
Fiberoptic Endoscopic Examination of Swallowing (FEES). Oto Rhino Laryngologica
Indonesiana, 44(2), 137. https://doi.org/10.32637/orli.v44i2.95

Liwikasari, N., & Antono, D. (2017). Gambaran Pasien Dengan Disfagia di RSUD Dr.Kariadi
semarang Periode 1 Januari - 31 Desember 2014. 4(3), 146–148.

Liwikasari, N., & Muyassaroh, M. (2016). Patofisiologi kasus skleroderma pada disfagia
esofagus. Oto Rhino Laryngologica Indonesiana, 46(1), 94.
https://doi.org/10.32637/orli.v46i1.152

Pandaleke, J. J. C., Sengkey, L. S., & Angliadi, E. (2014). Rehabilitasi Medik Pada Penderita
Disfagia. Jurnal Biomedik (Jbm), 6(3). https://doi.org/10.35790/jbm.6.3.2014.6321

Soepardi EA. Disfagia. In: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku
ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorokan dan kepala leher. Enam ed. Jakarta: Balai
penerbit FKUI; 2010. p. 276-83.

Tamin S. Penatalaksanaan disfagia. Dalam : Herawati S,ed. Penatalaksanaan terkini pada


disfagia. Surabaya: Fakultas Kedokteran Unair; 2014. Hal. 23-31.

Web: https://www.jaga-me.com/thecareissue/nutrition-for-dysphagia/ diakses pada 05/03/2021

Anda mungkin juga menyukai