Anda di halaman 1dari 7

NAMA : GIO SANDI

NPM : 1806204285

TOPIK : PERSONAL MASTERY

A. The Spirit of The Learning Organization


Pembelajaran organisasi hanya dapat melalui para individu yang juga belajar.
Namun, belajar secara individual tidak menjamin terciptanya organization learning. Akan
tetapi, tanpa adanya individual learning makan tidak akan tercipta organization learning.
Bahkan menurut Kazuo Inamori baik itu penelitian maupun pengembangan, manajemen
perusahaan, atau aspek bisnis lainnya dibutuhkan kekuatan “manusia” aktif karena manusia
memiliki daya untuk berpikir, hasrat, dan cara berpikir masing-masing. Intinya penting untuk
memotivasi ‘”karyawan” dalam menantang untuk selalu berproses karena jika tidak maka
tidak akan tercipta pertumbuhan serta tidak akan ada keuntungan dalam produktivitas.
Inamori sendiri juga percaya bahwa untuk memanfaatkan potensi orang akan
membutuhkan pemahaman mengenai pemikiran bawah sadar, kemauan keras, serta
keinginan yang tulus. Selain itu organisasi hierarki yang tradisional juga tidak mendukung
untuk menyediakan kebutuhan di tatanan masyarakat yang lebih tinggi. Selain itu fermentasi
dalam manajemen sendiri akan berlanjut sampai organisasi mulai menangani kebutuhan ini.
B. Mastery and Proficiency
Personal mastery sendiri diluar dari kompetensi dan keterampilan walaupun pada
dasarnya tetap membutuhkan skill dan competence. Disamping itu, personal mastery juga
diluar spiritual unfolding, walaupun hal ini juga membutuhkan spiritual growth. Hal ini juga
berarti mendekatkan kehidupan seseorang sebagai karya kreatif serta menjalani hidup dari
sudut pandang kebalikan dari reaktif. Ketika personal mastery menjadi sebuah disiplin atau
aktivitas yang diintegrasikan dalam kehidupan akan mewujudkan 2 gerakan dasar. Pertama
yaitu hal tersebut akan terus menggali atau mengklarifikasi apa yang terpenting bagi hidup
kita dimana kita diajarkan untuk mengetahui alasan kita berada di suatu “jalur” yang kita
tempuh. Dari hal pertama tadi kita mendapat banyak pandangan apa yang sebenarnya
penting bagi kita. Kedua yaitu dengan menguasai personal mastery kita dapat terus belajar
untuk melihat realitas saat ini dengan lebih jelas. Karena banyak kasus seperti yang kita
sering temui dimana banyak orang yang terjebak dalam suatu kondisi karena mereka
berpura0pura bahwa mereka berada di jalur yang tepat.
Agar terus bergerak ke arah tujuan, penting sekali untuk mengetahui di mana posisi
kita berada saat ini. Penjajaran visi dan gambaran yang jelas mengenai realitas saat ini akan
menghasilkan sesuatu yang biasa kita sebut “creative tension” dimana sesuatu kekuatn
untuk menyatukan antara apa yang kita inginkan dengan di mana posisi kita terhadap apa
yang kita inginkan disebebkan oleh kecendrungan alami dari ketegangan untuk mencari
penyelesaian. Inti dari personal mastery yaitu belajar bagaimana cara mengahasilkan dan
mempertahankan creative tension dalam hidup kita. Belajar yang dimaksud ialah
bagaimana cara kita mengembangkan kemampuan kita untuk menghasilkan outcome yang
sesuai dengan yang kita inginkan dimana pembelajaran ini pastinya merupakan
pembelajaran seumur hidup.
Namun kata “mastery” kerap kali menujukkan dominasi ata seseorang atau suatu
hal. Selain itu juga dapat diartikan sebagai tingkat kemahiran khusus. Maka dari itu personal
mastery menyarankan tingkat kemahiran khusus dalam setiap aspek kehidupan baik itu
pribadi maupun profesional. Biasanya orang-orang dengan tingkat personal mastery yang
tinggi memiliki beberapa kesamaan karakteristik. Mereka biasanya memiliki tujuan khusus
yang ada di belakang visi dan tujuan mereka. Mereka telah belajar bagaimana melihat dan
bekerja dengan perubahan yang terpaksa daripada menolak perubahan tersebut. Disamping
itu mereka berkomitmen untuk terus melihat realitas secara akurat serta mempertahankan
keunikan masing-masing dari mereka. Mereka menempatkan diri mereka sebagai bagian
dari proses kreatif yang besar yang dapat dipengaruhi oleh mereka namun tak dapat
dikontrol secara sepihak. Mereka terus menerus dalam “mode belajar” tanpa sedikitpun
pernah merasa “tiba” di suatu sinapsis atau puas dengan apa yang telah mereka capai.
Mereka tidak melihat personal mastery sebagai kepemilikan melainkan sebagai proses
seumur hidup. Mereka sangat sadar akan ketidaktahuan dan ketidakmampuan mereka.
Maka dari itu mereka percaya bahwa “the journey is the reward”.
C. Resistance
Banyak orang dan organisasi yang menolak keuntungan dari personal mastery
dimana ini merupakan penyimpangan radikal dari kontrak antara karyawan dengan institusi.
Sebagian alasan mengapa adanya penolakan keuntungan dikarenakan hal ini dianggap
“lunak” beradasarkan pada konsep yang tidak dapat diukur seperti intuisi dan visi pribadi.
Bentuk perlawanan yang lebih menakutkan yaitu sinisme dimana hal ini mendorong para
eksekutif untuk mengidealkan satu sama lain dan mengharapkan sesautu yang agung/instan
yang tidak akan pernah terjadi. Dalam memerangi hal ini diperlukan sumbernya dengan
scratch the surface dan akan ditemukan para diealis yang frustrasi. Orang-orang ini muncul
akibat adanya kekecewaan dalam diri mereka akibat tidak memiliki pandangan yang akurat
mengenai apa itu sifat manusia. Mereka tidak dapat meromantisasi orang lain, sehingga
mereka tidak dapat merasakan tekanan psikologis ketika seseorang menjatuhkan mereka.
Sebagian besar orang juga takut terhadap personal mastery yang dianggap akan
mengancam established order dari perusahan yang dikelola dengan baik. Sah saja karena jika
orang tidak berbagi visi dan mental model yang sama maka hanya akan meningkatkan stres
organisasi dan beban manajemen untuk menjaga koherensi dan arah. Maka dari itu,
personal mastery harusnya dilihat sebagai salah satu disiplin dari berbagai disiplin dalam
organization learning. Tidak lupa juga bahwa betapa pentingnya kemampuan pemimpin
untuk membangun visi dan mental model untuk memandu local decision makers.
D. Personal Vision
Sejatinya personal vision berasal dari dalam diri kita masing-masing. Kebanyakan
orang salah mengartikan visi yang sebenarnya. Kerap kali goals dan objectives dianggap
sebagai visi, namun kedua hal tersebut bukan merupakan visi yang sebenarnya. Disamping
itu visi yang mereka utarakan cendrung merupakan hal-hal yang ingin mereka jauhkan
sehingga muncul istilah “negative visions”. Negative visions merupakan produk sampingan
dari mengatasi, menyesuaikan, serta memecahkan masalah seumur hidup. Sebagian besar
visi masih fokus akan sarana bukan pada hasil, namun mereka lupa akan tujuan mereka
dalam memulai organisasi yang memiliki signifikansi intrinsik terbesar. Landasan dari
personal mastery yaitu kemampuan untuk fokus pada keinginan intrinsik tertinggi bukan
hanya pada tujuan sekunder semata. Visi yang sesungguhnya tidak dapat kita pahami secara
terpisah dari gagasan mengenai apa itu tujuan.
E. Holding Creative Tension
Banyak orang bingung mengenai visi mereka akibat ketakutan mereka terhadap
kesenjangan antara visi dengan realitas. Akibatnya membuat visi nampak realistis, namun
celah ini bisa juga dijadikan sumber energi creative tension. Prinsip dari creative tesion
merupakan pusat prinsip dari personal mastery, mengintegrasikan semua elemen disiplin.
Namun, creative tension sering kali mengarah pada suatu emosi negatif yang sering
disalahartikan sebagai creative tension itu sendiri. Padahal hal itu merupakan bukan creative
tension melainkan ketegangan emosional (emotional tension). Kita harus bisa membedakan
antara emotional tension dengan creative tension agar tidak menurunkan visi kita. Dinamika
ketegangan emosional sangat berbahaya karena mereka dapat beroperasi sendiri tanpa
disadari.
Penguasaan terhadap creative tension mengubah cara seseorang memandang
“kagagalan” yang dianggap sebagai bukti kesenjangan antara visi dengan realitas.
Penguasaan creative tension juga memunculkan kapasitas ketekunan dan kesabaran.
Penguasaan creative tension juga mengarah pada perubahan mendasar dalam seluruh
postur diri kita menuju kenyataan. Pandangan yang akurat dan wawasan mnegenai realitas
saat ini sama pentingnya dengan kejelasan suatu visi.
F. Commitment To The Truth
Berkomitmen pada suatu kenyataan itu jauh lebih kuat dari teknik apapun.
Komitmen pada kebenaran yaitu tidak berarti mencari “kebenaran”melainkan itu
merupakan kata akhir absolut atau tujuan akhir. Selain itu komitmen pada kenyataan juga
merupakan kesediaan untuk membatasi atau menipu diri sendiri dari melihat apa adanya
dan terus menantang kita mengenai mengapa segala sesuatunya seperti apa adanya. Secara
khusus, orang dengan penguasaan personal mastery yang tinggi melihat lebih banyak
konflik struktural yang menjadi landasan dasar atas perilaku mereka sendiri. Jadi untuk
menangani konflik struktural ini yaitu dengan mengenali konflik tersebut serta perilaku yang
dihasilkan saat mereka beroperasi.
Struktur yang kita tidak sadari bahkan menahan kita sebagai tawanan. Namun,
begitu kita mengenali dan melihatnya maka mereka tidak lagi menahan kita. Hal ini berlaku
baik untuk individu maupun organisasi. Menemukan struktur yang berperan adalah the
stock and the trade orang-orang dengan personal mastery tingkat tinggi. Perlu adanya kerja
keras sambil mengakui asal struktur serta tidak melawan struktur tersebut. Kemudian
setelah struktur operasi dikenali maka struktur tersebut dengan sendirinya menjadi bagian
dari realitas saat ini. Dalam konteks creative tension, komitmen pada kebenaran menjadi
kekuatan generatif sama halnya seperti visi yang menajadi kekuatan generatif.
G. Personal Mastery and The Fifth Discipline
Sebagai individu yang mempraktikkan disiplin personal mastery, ada beberapa
perubahan yang bertahap di dalamnya. Selain memperjelas “struktur” yang mencirikan
personal mastery (creative tension, emotional tension, and structural conflict). Perspektif
sistem juga menerangi aspek personal mastery yang lebih halus terutama mengenai
mengintegrasikan akal dan intuisi serta melihat lebih banyak keterhubungan kita dengan
dunia.
H. Integrating Reason and Intuition
Intuisi dalam manajemen belakangan ini semakin dapat perhatian dan penerimaan.
Terdapat banyak penelitian bahwa manajer dan pemimpin yang berpengalaman sangat
bergantung pada intuisi. Mereka mengandalkan firasat, mengenali pola, dan
menggambarkan analogi intuitif dan kesejajaran dengan lainnya yang nampaknya berbeda
situasi. Orang dengan personal mastery yang baik tidak siap mengintegrasikan akal budi dan
intuisi, namun mereka mencapainya secara alamiah sebagai produk sampingan dari
komitmen mereka untuk menggunakan sumber daya yang mereka miliki.
Biliteralisme adalah prinsip desain yang mendasari evolusi organisme maju. Alam
sudah sangat sedemikian rupa mendesai segala sesuatu dengan berpasangan. Pemikiran
sisitem disini juga memegang kunci untuk mengintegrasikan akal dan intuisi. Intuisi
menghindari pemahaman linier dengan sifat ekslusifnya terhadap penekanan pada sebab
akibat yang dekat dalam ruang dan waktu. Itulah mengapa sebagian besar intuisi kita tidak
“masuk akal” sehingga tidak bisa dijelaskan dengan logika linier.
I. Compassion
Kita begitu terperangkap dalam struktur dimana struktur ini sudah tertanam baik
dalam lingkungan interpersonal dan sosail tempat kita tinggal. Sering kali terjadi
kecendrungan spontan untuk mencari kesalahan satu sama lain secara bertahap,
meninggalkan apresiasi yang jauh lebih dalam dari kekuatan dimana kita semua beroperasi.
Kita terbiasa memikirkan kasih sayang sebagai keadaan emosional berdasarkan kepedulian
kita satu sama lain, namun hal tersebut juga didsarkan pada tingkat kesadaran. Orang kerap
kali cendrung meliat sistem tempat mereka beroperasi, dan saat mereka lbih memahami
jelas tekanan mempengaruhi satu sama lain yang akan berkembang menjad sayang dan
empati.
J. Fostering Personal Mastery in An Organization
Penting bagi pemimpin untuk memupuk iklim dimana prinsip-prinsip personal
mastery dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari guna membangun organisasi yang aman
bagi orang untuk membuat visi yang nantinya penyelidikan dan komitmen pada kebenaran
akan menjadi norma. Iklim organisasi seperti itu akan memperkuat personal mastery dalam
dua arah. Pertama akan terus memperkuat gagasan yang berisfat pribadi dimana
pertumbuhan benar0benar dihargai dalam organisasi. Kedua yaitu sejauh individu
menanggapi apa yang ditawarkan, itu akan memberikan “pekerjaan pelatihan” yang penting
guna mengembangkan personal mastery.
Sebuah organisasi yang berkomitmen pada penguasaan pribadi dapat menyediakan
lingkungan dengan mendorong visi pribadi, komitmen kebenaran, dan kemauan untuk jujur
dalam menghadapi kesenjangan terhadap 2 hal. Terdapat beberapa praktik yang kondusif
guna mengembangkan personal mastery muali dari mengembangkan systemic worldview
yang lebih luas, belajar bagaimana merefleksikan asumsi, mengeskpresikan visi seseorang
dan mendengarkan visi orang lain, serta penyelidikkan bersama tentang orang yang berbeda
pandangan tentang realitas saat ini yang tertanam dalam disiplin ilmu guna membangun
organization learing. Strategi kepemimpinan inti sederhana yaitu dengan cara jadilah model.
REFERENSI

Senge, P. M. (2014). The fifth discipline fieldbook: Strategies and tools for building a learning
organization. Currency.

Anda mungkin juga menyukai