Pembelajaran organisasi hanya dapat melalui para individu yang juga belajar. Namun, belajar secara individual tidak menjamin terciptanya organization learning. Akan tetapi, tanpa adanya individual learning makan tidak akan tercipta organization learning. Bahkan menurut Kazuo Inamori baik itu penelitian maupun pengembangan, manajemen perusahaan, atau aspek bisnis lainnya dibutuhkan kekuatan “manusia” aktif karena manusia memiliki daya untuk berpikir, hasrat, dan cara berpikir masing-masing. Intinya penting untuk memotivasi ‘”karyawan” dalam menantang untuk selalu berproses karena jika tidak maka tidak akan tercipta pertumbuhan serta tidak akan ada keuntungan dalam produktivitas. Inamori sendiri juga percaya bahwa untuk memanfaatkan potensi orang akan membutuhkan pemahaman mengenai pemikiran bawah sadar, kemauan keras, serta keinginan yang tulus. Selain itu organisasi hierarki yang tradisional juga tidak mendukung untuk menyediakan kebutuhan di tatanan masyarakat yang lebih tinggi. Selain itu fermentasi dalam manajemen sendiri akan berlanjut sampai organisasi mulai menangani kebutuhan ini. B. Mastery and Proficiency Personal mastery sendiri diluar dari kompetensi dan keterampilan walaupun pada dasarnya tetap membutuhkan skill dan competence. Disamping itu, personal mastery juga diluar spiritual unfolding, walaupun hal ini juga membutuhkan spiritual growth. Hal ini juga berarti mendekatkan kehidupan seseorang sebagai karya kreatif serta menjalani hidup dari sudut pandang kebalikan dari reaktif. Ketika personal mastery menjadi sebuah disiplin atau aktivitas yang diintegrasikan dalam kehidupan akan mewujudkan 2 gerakan dasar. Pertama yaitu hal tersebut akan terus menggali atau mengklarifikasi apa yang terpenting bagi hidup kita dimana kita diajarkan untuk mengetahui alasan kita berada di suatu “jalur” yang kita tempuh. Dari hal pertama tadi kita mendapat banyak pandangan apa yang sebenarnya penting bagi kita. Kedua yaitu dengan menguasai personal mastery kita dapat terus belajar untuk melihat realitas saat ini dengan lebih jelas. Karena banyak kasus seperti yang kita sering temui dimana banyak orang yang terjebak dalam suatu kondisi karena mereka berpura0pura bahwa mereka berada di jalur yang tepat. Agar terus bergerak ke arah tujuan, penting sekali untuk mengetahui di mana posisi kita berada saat ini. Penjajaran visi dan gambaran yang jelas mengenai realitas saat ini akan menghasilkan sesuatu yang biasa kita sebut “creative tension” dimana sesuatu kekuatn untuk menyatukan antara apa yang kita inginkan dengan di mana posisi kita terhadap apa yang kita inginkan disebebkan oleh kecendrungan alami dari ketegangan untuk mencari penyelesaian. Inti dari personal mastery yaitu belajar bagaimana cara mengahasilkan dan mempertahankan creative tension dalam hidup kita. Belajar yang dimaksud ialah bagaimana cara kita mengembangkan kemampuan kita untuk menghasilkan outcome yang sesuai dengan yang kita inginkan dimana pembelajaran ini pastinya merupakan pembelajaran seumur hidup. Namun kata “mastery” kerap kali menujukkan dominasi ata seseorang atau suatu hal. Selain itu juga dapat diartikan sebagai tingkat kemahiran khusus. Maka dari itu personal mastery menyarankan tingkat kemahiran khusus dalam setiap aspek kehidupan baik itu pribadi maupun profesional. Biasanya orang-orang dengan tingkat personal mastery yang tinggi memiliki beberapa kesamaan karakteristik. Mereka biasanya memiliki tujuan khusus yang ada di belakang visi dan tujuan mereka. Mereka telah belajar bagaimana melihat dan bekerja dengan perubahan yang terpaksa daripada menolak perubahan tersebut. Disamping itu mereka berkomitmen untuk terus melihat realitas secara akurat serta mempertahankan keunikan masing-masing dari mereka. Mereka menempatkan diri mereka sebagai bagian dari proses kreatif yang besar yang dapat dipengaruhi oleh mereka namun tak dapat dikontrol secara sepihak. Mereka terus menerus dalam “mode belajar” tanpa sedikitpun pernah merasa “tiba” di suatu sinapsis atau puas dengan apa yang telah mereka capai. Mereka tidak melihat personal mastery sebagai kepemilikan melainkan sebagai proses seumur hidup. Mereka sangat sadar akan ketidaktahuan dan ketidakmampuan mereka. Maka dari itu mereka percaya bahwa “the journey is the reward”. C. Resistance Banyak orang dan organisasi yang menolak keuntungan dari personal mastery dimana ini merupakan penyimpangan radikal dari kontrak antara karyawan dengan institusi. Sebagian alasan mengapa adanya penolakan keuntungan dikarenakan hal ini dianggap “lunak” beradasarkan pada konsep yang tidak dapat diukur seperti intuisi dan visi pribadi. Bentuk perlawanan yang lebih menakutkan yaitu sinisme dimana hal ini mendorong para eksekutif untuk mengidealkan satu sama lain dan mengharapkan sesautu yang agung/instan yang tidak akan pernah terjadi. Dalam memerangi hal ini diperlukan sumbernya dengan scratch the surface dan akan ditemukan para diealis yang frustrasi. Orang-orang ini muncul akibat adanya kekecewaan dalam diri mereka akibat tidak memiliki pandangan yang akurat mengenai apa itu sifat manusia. Mereka tidak dapat meromantisasi orang lain, sehingga mereka tidak dapat merasakan tekanan psikologis ketika seseorang menjatuhkan mereka. Sebagian besar orang juga takut terhadap personal mastery yang dianggap akan mengancam established order dari perusahan yang dikelola dengan baik. Sah saja karena jika orang tidak berbagi visi dan mental model yang sama maka hanya akan meningkatkan stres organisasi dan beban manajemen untuk menjaga koherensi dan arah. Maka dari itu, personal mastery harusnya dilihat sebagai salah satu disiplin dari berbagai disiplin dalam organization learning. Tidak lupa juga bahwa betapa pentingnya kemampuan pemimpin untuk membangun visi dan mental model untuk memandu local decision makers. D. Personal Vision Sejatinya personal vision berasal dari dalam diri kita masing-masing. Kebanyakan orang salah mengartikan visi yang sebenarnya. Kerap kali goals dan objectives dianggap sebagai visi, namun kedua hal tersebut bukan merupakan visi yang sebenarnya. Disamping itu visi yang mereka utarakan cendrung merupakan hal-hal yang ingin mereka jauhkan sehingga muncul istilah “negative visions”. Negative visions merupakan produk sampingan dari mengatasi, menyesuaikan, serta memecahkan masalah seumur hidup. Sebagian besar visi masih fokus akan sarana bukan pada hasil, namun mereka lupa akan tujuan mereka dalam memulai organisasi yang memiliki signifikansi intrinsik terbesar. Landasan dari personal mastery yaitu kemampuan untuk fokus pada keinginan intrinsik tertinggi bukan hanya pada tujuan sekunder semata. Visi yang sesungguhnya tidak dapat kita pahami secara terpisah dari gagasan mengenai apa itu tujuan. E. Holding Creative Tension Banyak orang bingung mengenai visi mereka akibat ketakutan mereka terhadap kesenjangan antara visi dengan realitas. Akibatnya membuat visi nampak realistis, namun celah ini bisa juga dijadikan sumber energi creative tension. Prinsip dari creative tesion merupakan pusat prinsip dari personal mastery, mengintegrasikan semua elemen disiplin. Namun, creative tension sering kali mengarah pada suatu emosi negatif yang sering disalahartikan sebagai creative tension itu sendiri. Padahal hal itu merupakan bukan creative tension melainkan ketegangan emosional (emotional tension). Kita harus bisa membedakan antara emotional tension dengan creative tension agar tidak menurunkan visi kita. Dinamika ketegangan emosional sangat berbahaya karena mereka dapat beroperasi sendiri tanpa disadari. Penguasaan terhadap creative tension mengubah cara seseorang memandang “kagagalan” yang dianggap sebagai bukti kesenjangan antara visi dengan realitas. Penguasaan creative tension juga memunculkan kapasitas ketekunan dan kesabaran. Penguasaan creative tension juga mengarah pada perubahan mendasar dalam seluruh postur diri kita menuju kenyataan. Pandangan yang akurat dan wawasan mnegenai realitas saat ini sama pentingnya dengan kejelasan suatu visi. F. Commitment To The Truth Berkomitmen pada suatu kenyataan itu jauh lebih kuat dari teknik apapun. Komitmen pada kebenaran yaitu tidak berarti mencari “kebenaran”melainkan itu merupakan kata akhir absolut atau tujuan akhir. Selain itu komitmen pada kenyataan juga merupakan kesediaan untuk membatasi atau menipu diri sendiri dari melihat apa adanya dan terus menantang kita mengenai mengapa segala sesuatunya seperti apa adanya. Secara khusus, orang dengan penguasaan personal mastery yang tinggi melihat lebih banyak konflik struktural yang menjadi landasan dasar atas perilaku mereka sendiri. Jadi untuk menangani konflik struktural ini yaitu dengan mengenali konflik tersebut serta perilaku yang dihasilkan saat mereka beroperasi. Struktur yang kita tidak sadari bahkan menahan kita sebagai tawanan. Namun, begitu kita mengenali dan melihatnya maka mereka tidak lagi menahan kita. Hal ini berlaku baik untuk individu maupun organisasi. Menemukan struktur yang berperan adalah the stock and the trade orang-orang dengan personal mastery tingkat tinggi. Perlu adanya kerja keras sambil mengakui asal struktur serta tidak melawan struktur tersebut. Kemudian setelah struktur operasi dikenali maka struktur tersebut dengan sendirinya menjadi bagian dari realitas saat ini. Dalam konteks creative tension, komitmen pada kebenaran menjadi kekuatan generatif sama halnya seperti visi yang menajadi kekuatan generatif. G. Personal Mastery and The Fifth Discipline Sebagai individu yang mempraktikkan disiplin personal mastery, ada beberapa perubahan yang bertahap di dalamnya. Selain memperjelas “struktur” yang mencirikan personal mastery (creative tension, emotional tension, and structural conflict). Perspektif sistem juga menerangi aspek personal mastery yang lebih halus terutama mengenai mengintegrasikan akal dan intuisi serta melihat lebih banyak keterhubungan kita dengan dunia. H. Integrating Reason and Intuition Intuisi dalam manajemen belakangan ini semakin dapat perhatian dan penerimaan. Terdapat banyak penelitian bahwa manajer dan pemimpin yang berpengalaman sangat bergantung pada intuisi. Mereka mengandalkan firasat, mengenali pola, dan menggambarkan analogi intuitif dan kesejajaran dengan lainnya yang nampaknya berbeda situasi. Orang dengan personal mastery yang baik tidak siap mengintegrasikan akal budi dan intuisi, namun mereka mencapainya secara alamiah sebagai produk sampingan dari komitmen mereka untuk menggunakan sumber daya yang mereka miliki. Biliteralisme adalah prinsip desain yang mendasari evolusi organisme maju. Alam sudah sangat sedemikian rupa mendesai segala sesuatu dengan berpasangan. Pemikiran sisitem disini juga memegang kunci untuk mengintegrasikan akal dan intuisi. Intuisi menghindari pemahaman linier dengan sifat ekslusifnya terhadap penekanan pada sebab akibat yang dekat dalam ruang dan waktu. Itulah mengapa sebagian besar intuisi kita tidak “masuk akal” sehingga tidak bisa dijelaskan dengan logika linier. I. Compassion Kita begitu terperangkap dalam struktur dimana struktur ini sudah tertanam baik dalam lingkungan interpersonal dan sosail tempat kita tinggal. Sering kali terjadi kecendrungan spontan untuk mencari kesalahan satu sama lain secara bertahap, meninggalkan apresiasi yang jauh lebih dalam dari kekuatan dimana kita semua beroperasi. Kita terbiasa memikirkan kasih sayang sebagai keadaan emosional berdasarkan kepedulian kita satu sama lain, namun hal tersebut juga didsarkan pada tingkat kesadaran. Orang kerap kali cendrung meliat sistem tempat mereka beroperasi, dan saat mereka lbih memahami jelas tekanan mempengaruhi satu sama lain yang akan berkembang menjad sayang dan empati. J. Fostering Personal Mastery in An Organization Penting bagi pemimpin untuk memupuk iklim dimana prinsip-prinsip personal mastery dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari guna membangun organisasi yang aman bagi orang untuk membuat visi yang nantinya penyelidikan dan komitmen pada kebenaran akan menjadi norma. Iklim organisasi seperti itu akan memperkuat personal mastery dalam dua arah. Pertama akan terus memperkuat gagasan yang berisfat pribadi dimana pertumbuhan benar0benar dihargai dalam organisasi. Kedua yaitu sejauh individu menanggapi apa yang ditawarkan, itu akan memberikan “pekerjaan pelatihan” yang penting guna mengembangkan personal mastery. Sebuah organisasi yang berkomitmen pada penguasaan pribadi dapat menyediakan lingkungan dengan mendorong visi pribadi, komitmen kebenaran, dan kemauan untuk jujur dalam menghadapi kesenjangan terhadap 2 hal. Terdapat beberapa praktik yang kondusif guna mengembangkan personal mastery muali dari mengembangkan systemic worldview yang lebih luas, belajar bagaimana merefleksikan asumsi, mengeskpresikan visi seseorang dan mendengarkan visi orang lain, serta penyelidikkan bersama tentang orang yang berbeda pandangan tentang realitas saat ini yang tertanam dalam disiplin ilmu guna membangun organization learing. Strategi kepemimpinan inti sederhana yaitu dengan cara jadilah model. REFERENSI
Senge, P. M. (2014). The fifth discipline fieldbook: Strategies and tools for building a learning organization. Currency.