Anda di halaman 1dari 5

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFISIENSI DALAM INVESTASI

INFRASTRUKTUR

Tugas Pengantar dan Perencanaan Manajemen Infrastruktur

Mutiarahayu Utami Putri

NIM. 03022682024003

BKU Manajemen Infrastruktur - Program Studi Magister Sipil Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

A. Permasalahan Penyelenggaraan Infrastruktur

Permasalahan yang terjadi dalam perencanaan dan penyelenggaraan infrastruktur


di negara berkembang bermula dari faktor yang terkait dengan penyelenggaraan suatu
infrastruktur yaitu sebagai berikut,

1. Pihak kontraktor dan desainer yang kurang kompeten


 Bantuan manajemen proyek yang tidak memadai
 Desain yang tidak praktis atau jauh dari aktualisasi
 Kurangnya keterlibatan proyek terhadap prinsip siklus hidup
 Kesulitan keuangan kontraktor
 Tim proyek yang tidak kompeten
 Manajemen lapangan yang buruk
2. Estimasi pekerjaan yang buruk dan perubahan dalam manajemen
 Kontraktor atau sub-kontraktor yang berlebihan
 Perkiraan waktu yang tidak akurat
 Estimasi biaya yang tidak akurat
 Perubahan dalam pengarahan yang berlebihan
3. Isu sosial dan teknologi
 Teknologi yang terlalu kuno
 Birokrasi
 Praktik penipuan dan suap
4. Isu terkait lapangan
 Pembersihan atau persiapan lapangan yang lambat
 Kompensasi lapangan yang tidak sesuai perjanjian
5. Teknik atau alat yang tidak benar
 Peralatan modern yang tidak memadai
 Perencanaan dan penjadwalan yang tidak tepat

A. Variabel Berpengaruh Terhadap Penyelenggaraan Infrastruktur

Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap perencanaan dan penyelenggaraan


investasi infrastruktur di negara berkembang adalah sebagai berikut,

1. Kapasitas dalam memperkirakan dan pemantauan tingkat pengembalian (turn-over)


proyek infrastruktur
 Keterbatasan metode perkiraan dan teknik penilaian terhadap aspek-aspek
terkait infrastruktur.
 Data yang tidak memadai
 Kurangnya perkiraan yang berpengalaman
 Ketidakcukupan dalam analisis tentang apakah proyek memenuhi tujuan
2. Pengambilan keputusan yang dipolitisasi
 Para pemimpin politik dan birokrat pemerintah membuat keputusan untuk
kepentingan pribadi, sektoral, atau daerah mereka — misalnya, mengamankan
posisi politik atau bersaing untuk mendapatkan dana yang langka — yang
bertentangan dengan tujuan nasional.
 Tekanan kelompok kepentingan
3. Transparansi dan akuntabilitas
 Kurangnya konsultasi dengan individu atau kelompok yang tertarik atau terkena
dampak tentang metode perkiraan, kriteria pemilihan proyek, dan penentuan
tujuan perencanaan
 Kurangnya tinjauan sejawat independen dan pemeriksaan kualitas pada
prakiraan dan hasil perencanaan oleh badan peninjau independen, serta
komunitas ilmiah dan professional
 Kurangnya sistem hukuman untuk memberlakukan hukuman bagi mereka yang
secara sengaja dan konsisten menghasilkan perkiraan yang menipu
4. Kelemahan kelembagaan dalam perencanaan
 Komunikasi yang buruk antara badan perencanaan dan mesin pengambilan
keputusan pemerintah sehari-hari.
 Kurangnya koordinasi antarkementerian dan antarsektor
 Kurangnya interaksi antara pemimpin politik dan perencana dengan aktor
nonpemerintah
 PNS yang tidak kompeten dan tidak berkualifikasi
 Sistem administrasi yang rumit dan birokratis
5. Komitmen Politik
 Kurangnya keseriusan politik dari para pemimpin puncak dan pembuat
keputusan tingkat tinggi
 Perubahan dalam afiliasi politik pemerintah yang bertanggung jawab atas
proyek tersebut
 Inkonsistensi politik di tingkat nasional dan di antara berbagai tingkatan
pemerintahan; pusat dan daerah
 Kurangnya lembaga pemerintah berkekuatan tinggi yang menyediakan
mekanisme efektif untuk melaksanakan rencana infrastruktur nasional
6. Korupsi dalam pembangunan infrastruktur
 Kurangnya transparansi dan daya saing dalam proses penawaran
 Kekuasaan diskresioner dari masing-masing birokrat yang terlibat dalam
pemberian kontrak
 Audit keuangan dan fisik yang tidak memadai
 Kapasitas badan pengawas yang tidak memadai untuk menegakkan peraturan
7. Kemampuan dan kapasitas perusahaan lokal
 Tingkat efisiensi dan kualitas pekerjaan yang buruk
 Tingkat profesionalisme dan kewirausahaan yang buruk
 Kekurangan sumber daya, terutama dalam teknologi konstruksi, manajemen,
dan keuangan
8. Akusisi Tanah
 Kurangnya mekanisme negosiasi untuk membuat kompensasi pembebasan
lahan lebih berorientasi pasar
 Birokrasi dalam menyelesaikan sengketa dan klaim tanah
 Kurangnya kejelasan tentang metode penilaian untuk kompensasi
 Kurangnya penegakan hukum untuk mengatur harga tanah yang dibebaskan
untuk proyek infrastruktur
9. Kelemahan kelembagaan dan hukum dalam pembangunan infrastruktur
 Peraturan bangunan yang terlampau waktu (tidak diperbarui)
 Hukum dan peraturan yang berubah dan tidak konsisten
 Ketidakefektifan implementasi peraturan dan kode etik yang ada
 Birokrasi dalam prosedur formal yang berkaitan dengan perencanaan proyek
infrastruktur, izin konstruksi, dan administrasi

B. Isu Mengenai Hambatan Investasi Infrastruktur di Indonesia

Penyelenggaraan investasi infrastruktur di Indonesia juga mengalami hambatan


seperti variabel permasalahan yang dijelaskan pada penelitian. Ketika keadaan
infrastruktur di sebuah negeri lemah, itu berarti bahwa perekonomian negara itu berjalan
dengan cara yang sangat tidak efisien. Biaya logistik yang sangat tinggi, berujung pada
perusahaan dan bisnis yang kekurangan daya saing (karena biaya bisnis yang tinggi).
belum lagi adengan munculnya ketidakadilan sosial, misalnya, sulit bagi sebagian
penduduk untuk berkunjung ke fasilitas kesehatan, atau susahnya anak-anak pergi ke
sekolah karena perjalanannya terlalu susah atau mahal. Pembangunan infrastruktur dan
pengembangan ekonomi makro seharusnya memiliki hubungan timbal balik, karena
pembangunan infrastruktur menimbulkan ekspansi ekonomi melalui efek multiplier.
Sementara ekspansi ekonomi menimbulkan kebutuhan untuk memperluas infrastruktur
yang ada, untuk menyerap makin besarnya aliran barang dan orang yang beredar atau
bersirkulasi di seluruh perekonomian. Namun, kalau infrastrukturnya tidak dapat
menyerap peningkatan kegiatan ekonomi (dan tidak cukup banyak infrastruktur baru
yang dikembangkan) maka akan terjadi masalah.
Selanjutnya, biaya logistik yang tinggi di Indonesia bisa menyebabkan perbedaan
harga yang substansial di antara provinsi-provinsi di nusantara. Misalnya, beras atau
semen jauh lebih mahal di Indonesia bagian timur daripada di pulau Jawa atau Sumatra
karena biaya tambahan yang timbul dari titik produksi ke end user. Dengan kata lain,
jaringan perdagangan yang lemah di Indonesia, baik antar-pulau dan intra-pulau,
menyebabkan tekanan inflasi berat pada produk yang diproduksi dalam negeri.
Infrastruktur yang kurang memadai juga mempengaruhi daya tarik iklim investasi di
Indonesia. Investor asing penuh kekhawatiran untuk berinvestasi di, misalnya, fasilitas
manufaktur di Indonesia kalau pasokan listrik tidak pasti atau biaya transportasi sangat
tinggi. Kenyataannya, Indonesia sering diganggu pemadaman listrik, meskipun negeri ini
dinyatakan berkelimpahan sumber daya energy.

Namun, ada juga kekurangan kualitas: banyak jalan yang rusak, jembatan
ambruk, dan pelabuhan yang sudah lama dan tidak memadai adalah beberapa contoh.
Tidak jarang, jalan yang baru dibuat langsung rusak parah setelah kena banjir. Hal ini
sebagian disebabkan oleh keinginan pengembang untuk menggunakan bahan murah (dan
sedikit aspal) serta sumber daya manusia berkualitas rendah untuk mewujudkan proyek
tersebut namun juga karena kurangnya dana untuk keperluan pemeliharaan (setelah
infrastrukturnya dibangun). Salah urus (mismanagement), korupsi dan ketidakmampuan
(kekurangan ketrampilan) adalah penyebab utama keadaan lemah infrastruktur di
Indonesia.

Selain masalah pendanaan, kendala terbesar terkait pembangunan infrastruktur di


Indonesia tampaknya pembebasan lahan. Proses pembebasan lahan itu adalah proses
yang sangat rumit (makan waktu lama dan membawa ongkos mahal) karena banyak
pemilik tanah menolak untuk menjual tanah mereka kepada pengembang proyek
infrastruktur (misalnya banyak petani Indonesia enggan menjual tanah mereka kepada
pengembang pembangkit listrik atau jalan) atau pemilik tanah ini minta harga yang
sangat tinggi untuk tanah mereka. Karena kesusahan pembebasan tanah banyak proyek
infrastruktur di Indonesia ditunda bertahun-tahun atau dibatalkan sama sekali. Hal-hal
demikian jelas membuat para investor berpikir dua kali sebelum memutuskan untuk
berinvestasi di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai