3. Otonomi Keilmuan
Ilmu yang berkembang tidak saja merupakan kerangka pemikiran logis tetapi juga telah
teruji. Dengan ilmu orang akan bisa menjelaskan gejala alam dan sosial secara rinci dan
kemudian dapat meramalkannya. Pada hakekatnya ilmu memiliki objek kajian (ontologis), dan
memiliki metode untuk mencapai kebenaran (epistemologis), dan memiliki kemampuan terkait
dengan masyarakatnya (aksiologis). Ilmu yang dapat berkembang pada prinsipnya karena
kaidah moral, pertimbangan etis, dan norma kerja profesinya.
Ilmu pengetahuan memang dapat memperoleh otonomi dalam melakukan kegiatannya
untuk mempelajari alam semesta, tetapi masalah moral akan timbul manakala berkaitan dengan
penggunaan pengetahuan ilmiah itu. Sejauh ini ilmu pengetahuan memiliki sisi kajian internal
dan eksternal. Sisi kajian internal digunakan manakala ilmu hanya menggunakan metode
spesifik yang dimiliki untuk dipraktekkan ilmuwan secara otonomi (Salim, 1994:15). Sedang
pada sisi kajian eksternalistik, ilmu akan berkaitan dengan bidang
IPOLEKSOSBUDROHANKAM (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, rohani, pertahanan
dan keamanan). Pada hakikatnya ilmu pengetahuan tidak bisa berkembang hanya pada satu
sisi saja (misalnya internal), kesan yang diperoleh menjadi perbuatan terpotong (truncated
setion) dan hal ini jelas akan memisahkan ilmu pada aplikasinya (Beerling, Kwee Mooij dan Van
Peursen, 1986:125-128). Dengan kata lain tidak ada ilmu yang bebas nilai atau ilmu akan
berkembang melalui nilai normatif (universitas bukan menara gading) atau sebenarnya yang
tidak ada ilmuwan yang otonom.
4. Peran Mahasiswa di Masyarakat
Perkembangan ilmu pengetahuan di masyarakat akan bergantung kepada kemampuan
ilmuwan untuk mengkomunikasikan hasil inovasi yang telah dicapai. Masyarakat ilmiah yang
lahir dari perguruan tinggi adalah pelopor dari pola-pola pikir pembaharuan. Pelopor cara
berpikir lain yang bersifat sistematis, rasional, logis-analitis yang semua bermuara pada
kemajuan peradaban manusia. Mahasiswa dalam tatanan pengembangan sivitas akademika
adalah kelompok masyarakat yang sedang berproses “untuk menjadi” (Ilmuwan). Mahasiswa
butuh waktu mematangkan diri dalam proses tersebut dengan meningkatkan penguasaan
metodologi dan substansi keilmuannya. Dalam pada itu mahasiswa masih terus mendapatkan
bimbingan dan pengarahan dari dosen (guru besar) yang memiliki kewenangan akademis.
D. Memposisikan Kebebasan Akademik dan Kebebasan Mimbar Akademik Secara
Proporsional
Di waktu akhir-akhir ini timbul perbincangan berkenaan dengan istilah kebebasan
akademik dan kebebasan mimbar akademik. Disamping kedua istilah itu dimunculkan juga
beberapa sebutan yang tidak ada asal mulanya dalam sejarah dan tradisi akademik, seperti
misalnya “kebebasan kampus” dan “otonomi kampus”
Guna menghindari terjadinya salah faham dan salah tafsir yang berkepanjangan- dengan
akibat distorsi arti suatu peristilahan yang berkaitan dengan sejarah dan tradisi akademik-maka
kita perlu berpegang pada makna dan maksud peristilahan itu supaya tidak terjadi kekacauan
semantik, khususnya dikalangan akademik. Sebab kalau di kalangan civitas academica sendiri
sudah terjadi kekaburan pengertian, maka tidak ganjil kalau persepsi masyarakat luas
mengalami distorsi berlarut-larut dengan akibat yang niscaya merugikan kaum akademisi
sendiri.
A. Kampus sebagai Kekuatan Moral Pengembangan Hukum dan HAM
Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi adalah tiga serangkai yang selalu
hangat dibicarakan orang. Pembicaraan ketiganya bukan hanya karena dipersoalkan oleh dunia
internasional, melainkan karena ketiganya adalah milik yang diwarisi manusia sejak lahir dari
kodrat IllahiNya. Namun, ketiganya sulit dilaksanakan karena sering diinjak-injak bahkan dikebiri
orang atau karena kita tidak mau dan tidak mampu melaksanakan dan menegakkanya.
Ketidakmampuan melaksanakan hukum, HAM, dan demokrasi, sampai-sampai dunia
internasional menyetop bantuannya, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyorotnya, negara-
negara berpaling dan membenci negara dan bangsa kita. Hal ini disebabkan oleh
ketidaktahuan, kurang penghormatan, dan kurang memberi jaminan kepada tegaknya hukum,
HAM, dan demokrasi di negara ini. Oleh karena itu, semua lembaga harus secara bersama-
sama berupaya melaksanakan dan menegakkan hukum, HAM, demokrasi, lebih-lebih kampus
diharapkan menjadi kekuatan moral (moral force) dalam mengembangkannya.