KATA PENGANTAR
Berdasarkan Pola Pengelolaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-
Cidurian, Keputusan Meneri PU, No. 47,Tahun 2014, Secara umum, curah hujan tahunan rata-
rata sebesar 2.000 mm untuk bagian utara yang relatif datar, hingga 4.000 mm untuk bagian
selatan yang merupakan daerah berpegunungan. Musim hujan berlangsung antara bulan
Oktober hingga bulan April, sedangkan untuk bulan-bulan lainnya berlangsung musim
kemarau. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari hingga bulan Februari, sedangkan
yang terendah terjadi pada bulan Juli sampai bulan Agustus.
Di wilayah DAS Ciujung, khususnya di bagian hilir, seperti di Kabupaten Serang,
dengan bertambahnya jumlah penduduk, agaknya konversi lahan untuk kebutuhan
perumahan dan pemukiman, perluasan kota, pabrik dan usaha/jasa lainnya memicu terjadinya
peningkatan volume aliran permukaan karena luas permukaan tanah yang kedap air
bertambah luas. Hal ini akan memicu peningkatan aliran permukaan dan menyebabkan banjir
pada musim penghujan.
Fenomena tahunan erosi dan banjir di daerah Cidanau-Ciujung-Cidurian (3C) berada
pada kondisi yang membahayakan. Degradasi lahan yang disebabkan karena lemahnya
manajemen usaha tani dan penggundulan hutan menyebabkan tingginya aliran air permukaan
dan peningkatan sedimentasi saat musim hujan. Fakta ini menggambarkan perlu
dilaksanakannya mitigasi risiko banjir yang sampai saat ini belum mendapat perhatian serius.
Demikian juga, implementasi praktek bertani dan pemeliharaan hutan serta konservasi tanah
dan air. Oleh karena itu, perlu dibuatkan Pedoman Teknis dalam pengelolaan konservasi
tanah dan air.
Pedoman Teknis ini disusun untuk menjadi pedoman dan acuan pelaksanaan bagi
pelaksana kegiatan, dan semua pihak yang terlibat langsung ataupun tidak langsung dengan
kegiatan ini.
Jakarta, Desember 2018
Direktur
Perluasan dan Perlindungan Lahan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………………………………………………… iii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………………………………………………. iv
I. PENDAHULUAN .......................................................................................................... ... 1
1.1. Latar Belakang …................................................................................................. .. 1
1.2. Tujuan ................................................................................................................... 2
1.3. Sasaran …............................................................................................................... 3
1.4. Pengguna Pedoman Teknis ............................................................................. ...... 3
II. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ...................................................................... ....... 4
2.1. Pengertian...................................................................................................... ........ 4
2.2. Ruang Lingkup ................................................................................................ ........ 4
III. KETENTUAN TEKNIS ....................................................................................................... 5
3.1. Standar Teknis ............................................................................................ ......... 5
3.2. Kriteria Lokasi ………………......................................................................................... 5
3.3. Tahap Pelaksanaan ................................................................................................ 6
3.4. Monitoring dan Evaluasi ........................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 8
L A M P I R A N .................................................................................................................... 9
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pedoman Pemilihan Teknologi Konservasi Tanah secara Mekanis dan
Vegetative Berdasarkan Tingkat Kemiringan Lahan, Eerodibilitas Tanah
dan Kedalaman Solum (P3HTA dengan Modifikasi) …………………………............... 6
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Sketsa dan Contoh Teras Bangku di lapangan ………………………….................... 10
Gambar 2. Sketsa Teras Guludan ……….………………………….………………………………………….. 11
Gambar 3. Sketsa dan Contoh Teras Saluran di lapangan …………………………………………. 12
Gambar 4. Sketsa Teras Individu ………………………………………………………………………………. 13
Gambar 5. Skletsa dan Contoh Teras Kebun di Lapangan ………………………………………… 15
Gambar 6. Contoh Pertanaman Tumpang sari …………………………………………………………. 16
Gambar 7. Contoh Sistem Budidaya Lorong dengan Fleminia congesta sebagai
Tanaman Pagar pada Tanaman Berlereng ……………………………………………. 17
Gambar 8. Contoh Penanaman Menurut Kontur pada Lahan yang Kemiringannya
Tidak Terlalu Curam …………………………………………………………………………….. 18
Gambar 9. Contoh Strip Rumput Gajah (Penisetum purpureum) sebagai tanaman
Penguat Teras ……………………………………………………………………………………… 19
Gambar 10. Contoh Tanaman Penutup Tanah berupa Legume Menjalar Ditanam
di antara Residu (Sisa Panen) Tanaman Sebelumnya ………………………………… 20
Gambar 11. Contoh Pergiliran Tanaman (crop rotation) setelah Panen Padi ……………… 22
Gambar 12. Contoh Tumpang Gilir (relay cropping) antara Tanaman Jagung dengan
Kacang Tanah …………………………………………………………………………………………. 24
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanah merupakan salah satu sumberdaya alam yang penting bagi manusia,
agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, maka dalam pengelolaannnya harus
memperhatikan aspek pelestariannya khususnya kaidah konservasi. Erosi dan banjir
berdampak pada kerusakan lingkungan yang sangat luas, baik di tempat kejadian
maupun maupun daerah yang dilanda dampak erosi dan banjir
Terjadinya erosi erat kaitannya dengan penggunaan lahan dan tindakan
konservasi tanah di suatu kawasan, tidak kecuali di bagian hulu (upstream) suatu
daerah aliran sungai (DAS). Untuk mencegah erosi masyarakat harus memperbaiki
pola dan praktek-praktek penggunaan lahan dan melakukan usaha-usaha
konservasi tanah dan air.
Erosi merupakan penyebab paling utama menurunnya kualitas tanah.
Dampak dari erosi itu sendiri adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian
atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan).
Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air
(infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah
akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di
sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada
akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat
tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai.
Kerusakan sifat fisik tanah, baik yang diakibatkan oleh proses erosi
maupun pengolahan tanah yang tidak intensif, juga seringkali menjadi penyebab
penurunan produktivitas lahan. Oleh karena itu berbagai tindakan yang dapat
menekan erosi, sedimentasi dan juga banjir, dapat meningkatkan kadar bahan
organik tanah, dan mengurangi dampak negatif dari pengolahan tanah, merupakan
usaha yang diperlukan dalam pelestarian tanah sebagai salah satu sumberdaya
lahan pangan.
Secara umum sebuah konservasi tanah dan air selalu bertujuan untuk
mencapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat sehingga dapat memberikan
atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-
generasi yang akan datang namun secara khusus konservasi tanah dan air adalah
untuk meningkatkan produktivitas lahan serta menurunkan/menghilangkan
dampak negatif pengelolaan lahan seperti erosi, sedimentasi dan banjir. Berikut
prinsip-prinsip dasar dalam pengkonservasian tanah dan air :
Mengusahakan agar kapasitas infiltrasi tanah tetap besar sehingga jumlah aliran
permukaan dapat dikurangi
Mengurangi laju aliran permukaan sehingga daya pengikisannya terhadap
permukaan rendah dan material yang terbawa aliran dapat diendapkan.
Mengusahakan agar daya tahan tanah terhadap daya tumbuk atau
penghancuran agregat tanah oleh butir hujan tetap ada.
Mengusahakan agar pada bagian-bagian tertentu dari tanah dapat menjadi
penghambat atau menahan partikel yang terangkut aliran permukaan agar
terjadi pengendapan yang tidak jauh dari tempat pengikisan.
Sesuai dengan prinsip di atas maka hal yang harus dilakukan adalah:
Penutupan tanah agar terlindung dari daya dispersi air hujan
Perbaikan dan menjaga keadaan tanah agar resisten terhadap penghancuran
agregat.
Pengaturan aliran permukaan sehingga mengalir dengan kekuatan yang tidak
merusak
Penghambatan aliran permukaan dan menambah kapasitas infiltrasi.
Kondisi sosial ekonomi dan sumber daya masyarakat juga menjadi
pertimbangan sehingga tindakan konservasi yang dipilih diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas lahan, menambah pendapatan petani serta
memperkecil risiko degradasi lahan. Dalam rangka pembangunan pertanian
berkelanjutan, maka pengelolaan lahan harus menerapkan suatu teknologi yang
berwawasan konservasi. Suatu teknologi pengelolaan lahan yang dapat
mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan bilama memiliki ciri seperti :
dapat meningkatkan pendapatan petani, komoditi yang diusahakan sesuai dengan
kondisi bio fisik lahan dan dapat diterima oleh pasar, tidak mengakibatkan
degradasi lahan karena laju erosi kecil, dan teknologi tersebut dapat diterapkan
oleh masyarakat
Pada dasarnya teknik konservasi dibedakan menjadi tiga yaitu: (a) vegetatif;
(b) mekanik; dan (c) kimia. Teknik konservasi mekanik dan vegetatif telah banyak
diteliti dan dikembangkan. Namun mengingat teknik mekanik umumnya mahal,
maka teknik vegetatif berpotensi untuk lebih diterima oleh masyarakat. Teknik
konservasi tanah secara vegetatif mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan
dengan teknik konservasi tanah secara mekanis maupun kimia, antara lain karena
penerapannya relatif mudah, biaya yang dibutuhkan relatif murah, mampu
menyediakan tambahan hara bagi tanaman, menghasilkan hijauan pakan ternak,
kayu, buah maupun hasil tanaman lainnya. Hal tersebut melatarbelakangi
pentingnya informasi mengenai teknologi konservasi tanah secara vegetatif.
Namun dalam Petunjuk Teknis ini yang akan dibahas hanya mencakup
konservasi secara mekanis dan vegetatif (merujuk pada Sistem Usahatani
Konservasi berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor :
47/Permentan/OT.140/10/2006 Tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian Pada
lahan Pegunungan.
Metode konservasi tanah secara mekanik seperti pembuatan teras guludan,
teras buntu (rorak), teras kredit, teras individu, teras kebun, teras datar, teras batu
dan teras bangku. Sedangkan metode konservasi tanah secara vegetatif yaitu
pertanaman lorong (alley cropping), pertanaman menurut strip (strip cropping),
strip rumput (grass strip) barisan sisa tanaman, tanaman penutup tanah (cover
crop), penerapan pola tanam termasuk di dalamnya adalah pergiliran tanaman
(crop rotation), tumpang sari (intercropping), dan tumpang gilir (relay cropping).
1.2. Tujuan
Pedoman Teknis Konservasi Tanah ini bertujuan untuk :
1. Memberikan gambaran dan pengertian bagi petani atau kelompok tani Program
FMSRB mengenai berbagai masalah konservasi tanah dan air, tujuan, ruang
lingkup dan metode konservasi tanah dan air.
2. Meningkatkan pengetahuan bagi petani atau kelompok tani Program FMSRB
dalam memahami metode-metode dan prinsip-prinsip konservasi tanah dan air,
baik secara mekanik maupun secara vegetatif.
3. Memberikan panduan kepada petani atau kelompok tani Program FMSRB
mengenai teknologi konservasi tanah dan air baik secara mekanik maupun
secara vegetatif untuk diterapkan dalam pengelolaan lahan-lahan kritis.
4. Memberikan pemahaman kepada petani atau kelompok tani Program FMSRB
cara pemanfaatan lahan kritis agar bisa optimal dengan menggunakan metode
konservasi tanah dan air baik secara mekanik maupun secara vegetatif.
1.3. Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dengan adanya Pedoman Teknis Konservasi Tanah dan
Air ini, yaitu :
1. Meningkatnya pengetahuan dan kemampuan petani atau kelompok tani
Program FMSRB dalam memahami kaidah-kaidah konservasi tanah dan air.
2. Meningkatnya pengetahuan dan kemampuan petani atau kelompok tani
Program FMSRB dalam mengidentifikasi permasalahan dan penyebab lahan
kritis.
3. Meningkatnya kemampuan petani atau kelompok tani Program FMSRB dalam
memilih dan menggunakan metode konservasi tanah dan air untuk
mengoptimalkan lahan dengan sistem usahatani konservasi.
Tabel 1. Pedoman pemilihan teknologi konservasi tanah secara mekanis dan vegetatif
berdasarkan tingkat kemiringan lahan, erodibilitas tanah dan kedalaman solum
(P3HTA dengan modifikasi).
Kedalaman solum (cm) / erodibilitas Rekomendasi
Lereng Proporsi Tanaman
> 90 cm 40 – 90 cm < 40 cm
(%)
Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Semusim Tahunan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
TB, BL,
TB, BL, PH, TB, BL, PH, TB, BL, PH, TB, BL, PH, TB, BL, PH,
PH, SP,
15 - 25 SP, PT, RR, SP, PT, RR, SP, PT, RR, SP, PT, RR, SP, PT, RR, Max 50 Min 50
PT, RR,
ST ST, ST ST ST
ST
TB, BL, TG, BL, PH, TG, BL, PH, TG, BL, PH, TG, BL, PH, TI, RR, BL,
25 - 40 Max 25 Min 75
PH, PT PT PT PT PT PH, PT
DAFTAR PUSTAKA
Agus et al., 1999. Teknik Konservasi Tanah dan Air. Sekretariat Tim Pengendali Bantuan
Penghijauan dan Reboisasi Pusat. Jakarta.
Agus, F dan Widianto. 2004. Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering. World Agroforestry
Centre ICRAF Southeast Asia. Bogor
Anonim, 1993.
Arsyad, Sitanala., 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
FAO. 1976. Soil Conservation for Development Countries. Soil Bulletin No. 30.
Haryati, U., Haryono, dan A. Abdurachman. 1995. Pengendalian erosi dan aliran permukaan
serta produksi tanaman pangan dengan berbagai teknik konservasi pada tanah Typic
Eutropept di Ungaran, Jawa Tengah. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 13: 40-
50
Kasdi Subagyono, Setiari Marwanto, dan Undang Kurnia. 2003. TEKNIK KONSERVASI TANAH
SECARA VEGETATIF. Seri Monograf No. 1. Sumber Daya Tanah Indonesia. BALAI
PENELITIAN TANAH. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Yuliarta et al. 2002. Teknologi Budidaya pada Sistem Usaha Konversi. Grafindo. Jakarta.
Lampiran-Lampiran
Penjelasan : Pemilihan konservasi Tanah dan Air yang dicantumkan dalam Pedoman
Teknis ini baik secara mekanik maupun secara vegetatif, standar teknisnya
tetap berpedoman pada kriteria yang dicantumkan pada matrik Permentan
No. 47/Permentan/)T.140/10/2006 Tentang “Pedoman Umum Budidaya
Pertanian pada Lahan Pegunungan”
2. Teras Guludan
A. Pengertian
Teras guludan adalah suatu teras yang membentuk guludan yang dibuat melintang lereng
dan biasanya dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng 10-15 %. Sepanjang guludan
sebelah dalam terbentuk saluran air yang landai sehingga dapat menampung sedimen
hasil erosi. Saluran tersebut juga berfungsi untuk mengalirkan aliran permukaan dari
bidang olah menuju saluran pembuang air. Kemiringan dasar saluran 0,1%. Teras
guludan hanya dibuat pada tanah yang bertekstur lepas dan permeabilitas tinggi. Jarak
antar teras guludan 10 meter tapi pada tahap berikutnya di antara guludan dibuat
guludan lain sebanyak 3-5 jalur dengan ukuran lebih kecil. (Sukartaatmadja, 2004).
Sedangkan menurut Priyono et. al. (2002), teras guludan adalah bangunan
konservasi tanah berupa guludan tanah dan selokan / saluran air yang dibuat sejajar
kontur, dimana bidang olah tidak diubah dari kelerengan permukaan asli. Di antara dua
guludan besar dibuat satu atau beberapa guludan kecil. Teras ini dilengkapi dengan
Saluran Pembuangan Air (SPA) sebagai pengumpul limpasan dan drainase teras.
4. Teras Individu
A. Pengertian
Teras individu adalah teras yang dibuat pada setiap individu tanaman terutama
tanaman tahunan. Jenis teras ini biasa diaplikasikan pada areal perkebunan atau tanaman
buah-buahan. Teras dibuat berdiri sendiri untuk setiap tanaman (pohon) sebagai tempat
pembuatan lobang tanaman. Ukuran teras individu disesuaikan dengan kebutuhan
masing – masing jenis komoditas. Cara dan teknik pembuatan teras individu cukup
sederhana yaitu dengan menggali tanah pada tempat rencana lubang tanaman dan
menimbunnya ke lereng sebelah bawah sampai datar sehingga bentuknya seperti teras
bangku yang terpisah. Tanah di sekeliling teras individu tidak diolah (tetap berupa padang
rumput) atau ditanami dengan rumput atau tanaman penutup tanah. (Sukartaatmadja,
2004).
5. Teras Kebun
A. Pengertian
Teras kebun adalah jenis teras untuk tanaman tahunan, khususnya tanaman
pekebunan dan buah-buahan. Teras dibuat dengan interval yang bervariasi menurut jarak
tanam (Gambar 13). Pembuatan teras bertujuan untuk: (1) meningkatkan efisiensi penerapan
teknik konservasi tanah, dan (2) memfasilitasi pengelolaan lahan (land management facility),
di antaranya untuk fasilitas jalan kebun, dan penghematan tenaga kerja dalam pemeliharaan
kebun.
Teras kebun adalah jenis teras untuk tanaman tahunan, khususnya tanaman
pekebunan dan buah-buahan. Teras dibuat dengan interval yang bervariasi menurut jarak
tanam (Gambar 13). Pembuatan teras bertujuan untuk: (1) meningkatkan efisiensi penerapan
teknik konservasi tanah, dan (2) memfasilitasi pengelolaan lahan (land management facility),
di antaranya untuk fasilitas jalan kebun, dan penghematan tenaga kerja dalam pemeliharaan
kebun
Pembuatan teras hanya dilakukan pada jalur tanaman sehingga pada areal tersebut
terdapat lahan yang tidak diteras dan biasanya ditutup oleh vegetasi penutup tanah.
Ukuran lebar jalur teras dan jarak antar jalur teras disesuaikan dengan jenis komoditas.
Dalam pembuatan teras kebun, lahan yang terletak di antara dua teras yang
berdampingan dibiarkan tidak diolah. (Sukartaatmadja, 2004).
B. Cara Pembuatan Teras Kebun
Patok induk dipasang mengikuti lereng dengan nomor kode 1, 2, dan seterusnya. Jarak
antara dua patok induk disesuaikan dengan rencana jarak tanaman; pemasangan
dimulai dari bagian atas lereng,
Membuat batas galian dengan menghubungkan patok-patok pembantu melalui
pencangkulan tanah dan menggali tanah di bagian bawah batas galian dan timbunkan
ke bagian bawah sampai patok batas timbunan
Patok pembantu merupakan patok batas galian tanah, dengan nomor kode 1A, 1B dan
seterusnya; dipasang di kanan kiri patok induk, demikian seterusnya. Untuk
menentukan letak patok pembantu digunakan waterpass agar arahnya sejajar garis
kontur. Jarak antara 2 patok sekitar 5 meter atau sesuai dengan rencana jarak tanam
dalam lajur,
Di bawah patok pembantu dipasang patok batas timbunan dengan nomor kode 1a, 1b,
1c, dan seterusnya yang sejajar dengan patok pembantu nomor kode 1A, 1B, 1C dan
seterusnya. Jarak antara patok pembantu dan patok batas timbunan sekitar 1,5 meter
dan jarak antara 2 batas timbunan 5 m.
tanah urugan dipadatkan dan permukaan tanah dibuat miring ke arah dalam sekitar
1%,
Di bawah talud dibuat selokan teras atau saluran buntu dengan panjang 2 m, lebar 20
cm dan dalam 10 cm.
Penanaman:
Bibit rumput ditanam sejajar kontur dan sebaiknya terdiri atas 2 barisan rumput atau lebih
tergantung kepada berapa persen lahan akan ditanami rumput. Jarak antar barisan 30 cm
dan jarak dalam baris 20-30 cm.
Jarak antara strip rumput disesuaikan dengan Tabel 9.1.
Jika biji rumput tersedia, penanaman dengan biji memerlukan lebih sedikit tenaga kerja
dibandingkan dengan penanaman dengan stek.
Jenis rumput yang umum digunakan antara lain: bahia (Paspalum notatum), bede
(Brachiaria decumbens), rumput palisade (Brachiaria brizantha), rumput ruzi (Brachiaria
ruziiensis), rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput raja (Pennisetum sp), serai
(Cymbopogon citratus), setaria (Setaria sphacelata, Setaria anceps dan vetiver (Viteveria
zizanioides)
Keuntungan
Tergolong teknik konservasi tanah yang memerlukan jumlah tenaga kerja dan biaya yang
rendah.
Efektif dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan tanah
Menghasilkan rumput untuk pakan ternak atau untuk mulsa
Secara berangsur dapat membentuk teras bangku jika dikehendaki.
Kelemahan
Pengelolaan larikan rumput memerlukan waktu tenaga kerja
Penggunaan potongan rumput sebagai mulsa dapat menjadi masalah tanaman
pengganggu
Larikan rumput menggunakan luasan lahan yang juga bisa digunakan untuk tanaman
pangan.
Tumbuhan atau tanaman yang sesuai untuk digunakan sebagai penutup tanah dan
digunakan dalam sistem pergiliran tanaman harus memenuhi syarat-syarat (Osche et al,
1961):
a) Mudah diperbanyak, sebaiknya dengan biji,
b) Mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi berat bagi tanaman
pokok, tetapi mempunyai sifat pengikat tanah yang baik dan tidak mensyaratkan tingkat
kesuburan tanah yang tinggi,
c) Tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun,
d) Toleransi terhadap pemangkasan,
e) Resisten terhadap gulma, penyakit dan kekeringan,
f) Mampu menekan pertumbuhan gulma,
g) Mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman semusim atau
tanaman pokok lainnya,
h) Sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi tanah, dan
i) Tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan seperti duri dan sulur-sulur
yang membelit.
Gambar 11. Contoh Pergiliran tanaman (crop rotation) setelah panen padi
Gambar 12. Contoh Tumpang Gilir (relay cropping) antara tanaman jagung
dengan kacang tanah