Anda di halaman 1dari 29

Pedoman Teknis

KONSERVASI TANAH DAN AIR

Farmland Management and Sustainable Agriculture Practices


Flood Management in Selected River Basins Sector Project CS 05

Direktorat Perluasan dan Perlindungan Lahan


Direktorat Jenderal Prasarana Dan Sarana Pertanian
Kementerian Pertanian
2018
Pedeoman Teknis Konservasi Tanah dan Air

KATA PENGANTAR
Berdasarkan Pola Pengelolaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-
Cidurian, Keputusan Meneri PU, No. 47,Tahun 2014, Secara umum, curah hujan tahunan rata-
rata sebesar 2.000 mm untuk bagian utara yang relatif datar, hingga 4.000 mm untuk bagian
selatan yang merupakan daerah berpegunungan. Musim hujan berlangsung antara bulan
Oktober hingga bulan April, sedangkan untuk bulan-bulan lainnya berlangsung musim
kemarau. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari hingga bulan Februari, sedangkan
yang terendah terjadi pada bulan Juli sampai bulan Agustus.
Di wilayah DAS Ciujung, khususnya di bagian hilir, seperti di Kabupaten Serang,
dengan bertambahnya jumlah penduduk, agaknya konversi lahan untuk kebutuhan
perumahan dan pemukiman, perluasan kota, pabrik dan usaha/jasa lainnya memicu terjadinya
peningkatan volume aliran permukaan karena luas permukaan tanah yang kedap air
bertambah luas. Hal ini akan memicu peningkatan aliran permukaan dan menyebabkan banjir
pada musim penghujan.
Fenomena tahunan erosi dan banjir di daerah Cidanau-Ciujung-Cidurian (3C) berada
pada kondisi yang membahayakan. Degradasi lahan yang disebabkan karena lemahnya
manajemen usaha tani dan penggundulan hutan menyebabkan tingginya aliran air permukaan
dan peningkatan sedimentasi saat musim hujan. Fakta ini menggambarkan perlu
dilaksanakannya mitigasi risiko banjir yang sampai saat ini belum mendapat perhatian serius.
Demikian juga, implementasi praktek bertani dan pemeliharaan hutan serta konservasi tanah
dan air. Oleh karena itu, perlu dibuatkan Pedoman Teknis dalam pengelolaan konservasi
tanah dan air.
Pedoman Teknis ini disusun untuk menjadi pedoman dan acuan pelaksanaan bagi
pelaksana kegiatan, dan semua pihak yang terlibat langsung ataupun tidak langsung dengan
kegiatan ini.
Jakarta, Desember 2018

Direktur
Perluasan dan Perlindungan Lahan

Ir. Indah Megahwati, MP.


NIP. 1968 0115 199303 2 001

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) i


Pedeoman Teknis Konservasi Tanah dan Air

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………………………………………………………… iii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………………………………………………. iv
I. PENDAHULUAN .......................................................................................................... ... 1
1.1. Latar Belakang …................................................................................................. .. 1
1.2. Tujuan ................................................................................................................... 2
1.3. Sasaran …............................................................................................................... 3
1.4. Pengguna Pedoman Teknis ............................................................................. ...... 3
II. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP ...................................................................... ....... 4
2.1. Pengertian...................................................................................................... ........ 4
2.2. Ruang Lingkup ................................................................................................ ........ 4
III. KETENTUAN TEKNIS ....................................................................................................... 5
3.1. Standar Teknis ............................................................................................ ......... 5
3.2. Kriteria Lokasi ………………......................................................................................... 5
3.3. Tahap Pelaksanaan ................................................................................................ 6
3.4. Monitoring dan Evaluasi ........................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 8
L A M P I R A N .................................................................................................................... 9

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) ii


Pedeoman Teknis Konservasi Tanah dan Air

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pedoman Pemilihan Teknologi Konservasi Tanah secara Mekanis dan
Vegetative Berdasarkan Tingkat Kemiringan Lahan, Eerodibilitas Tanah
dan Kedalaman Solum (P3HTA dengan Modifikasi) …………………………............... 6

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) iii


Pedeoman Teknis Konservasi Tanah dan Air

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Sketsa dan Contoh Teras Bangku di lapangan ………………………….................... 10
Gambar 2. Sketsa Teras Guludan ……….………………………….………………………………………….. 11
Gambar 3. Sketsa dan Contoh Teras Saluran di lapangan …………………………………………. 12
Gambar 4. Sketsa Teras Individu ………………………………………………………………………………. 13
Gambar 5. Skletsa dan Contoh Teras Kebun di Lapangan ………………………………………… 15
Gambar 6. Contoh Pertanaman Tumpang sari …………………………………………………………. 16
Gambar 7. Contoh Sistem Budidaya Lorong dengan Fleminia congesta sebagai
Tanaman Pagar pada Tanaman Berlereng ……………………………………………. 17
Gambar 8. Contoh Penanaman Menurut Kontur pada Lahan yang Kemiringannya
Tidak Terlalu Curam …………………………………………………………………………….. 18
Gambar 9. Contoh Strip Rumput Gajah (Penisetum purpureum) sebagai tanaman
Penguat Teras ……………………………………………………………………………………… 19
Gambar 10. Contoh Tanaman Penutup Tanah berupa Legume Menjalar Ditanam
di antara Residu (Sisa Panen) Tanaman Sebelumnya ………………………………… 20
Gambar 11. Contoh Pergiliran Tanaman (crop rotation) setelah Panen Padi ……………… 22
Gambar 12. Contoh Tumpang Gilir (relay cropping) antara Tanaman Jagung dengan
Kacang Tanah …………………………………………………………………………………………. 24

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) iv


Pedeoman Teknis Konservasi Tanah dan Air

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanah merupakan salah satu sumberdaya alam yang penting bagi manusia,
agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, maka dalam pengelolaannnya harus
memperhatikan aspek pelestariannya khususnya kaidah konservasi. Erosi dan banjir
berdampak pada kerusakan lingkungan yang sangat luas, baik di tempat kejadian
maupun maupun daerah yang dilanda dampak erosi dan banjir
Terjadinya erosi erat kaitannya dengan penggunaan lahan dan tindakan
konservasi tanah di suatu kawasan, tidak kecuali di bagian hulu (upstream) suatu
daerah aliran sungai (DAS). Untuk mencegah erosi masyarakat harus memperbaiki
pola dan praktek-praktek penggunaan lahan dan melakukan usaha-usaha
konservasi tanah dan air.
Erosi merupakan penyebab paling utama menurunnya kualitas tanah.
Dampak dari erosi itu sendiri adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian
atas, yang akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan).
Akibat lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air
(infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah
akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di
sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada
akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat
tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai.
Kerusakan sifat fisik tanah, baik yang diakibatkan oleh proses erosi
maupun pengolahan tanah yang tidak intensif, juga seringkali menjadi penyebab
penurunan produktivitas lahan. Oleh karena itu berbagai tindakan yang dapat
menekan erosi, sedimentasi dan juga banjir, dapat meningkatkan kadar bahan
organik tanah, dan mengurangi dampak negatif dari pengolahan tanah, merupakan
usaha yang diperlukan dalam pelestarian tanah sebagai salah satu sumberdaya
lahan pangan.
Secara umum sebuah konservasi tanah dan air selalu bertujuan untuk
mencapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat sehingga dapat memberikan
atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-
generasi yang akan datang namun secara khusus konservasi tanah dan air adalah
untuk meningkatkan produktivitas lahan serta menurunkan/menghilangkan
dampak negatif pengelolaan lahan seperti erosi, sedimentasi dan banjir. Berikut
prinsip-prinsip dasar dalam pengkonservasian tanah dan air :
 Mengusahakan agar kapasitas infiltrasi tanah tetap besar sehingga jumlah aliran
permukaan dapat dikurangi
 Mengurangi laju aliran permukaan sehingga daya pengikisannya terhadap
permukaan rendah dan material yang terbawa aliran dapat diendapkan.
 Mengusahakan agar daya tahan tanah terhadap daya tumbuk atau
penghancuran agregat tanah oleh butir hujan tetap ada.
 Mengusahakan agar pada bagian-bagian tertentu dari tanah dapat menjadi
penghambat atau menahan partikel yang terangkut aliran permukaan agar
terjadi pengendapan yang tidak jauh dari tempat pengikisan.

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 1


Pedeoman Teknis Konservasi Tanah dan Air

Sesuai dengan prinsip di atas maka hal yang harus dilakukan adalah:
 Penutupan tanah agar terlindung dari daya dispersi air hujan
 Perbaikan dan menjaga keadaan tanah agar resisten terhadap penghancuran
agregat.
 Pengaturan aliran permukaan sehingga mengalir dengan kekuatan yang tidak
merusak
 Penghambatan aliran permukaan dan menambah kapasitas infiltrasi.
Kondisi sosial ekonomi dan sumber daya masyarakat juga menjadi
pertimbangan sehingga tindakan konservasi yang dipilih diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas lahan, menambah pendapatan petani serta
memperkecil risiko degradasi lahan. Dalam rangka pembangunan pertanian
berkelanjutan, maka pengelolaan lahan harus menerapkan suatu teknologi yang
berwawasan konservasi. Suatu teknologi pengelolaan lahan yang dapat
mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan bilama memiliki ciri seperti :
dapat meningkatkan pendapatan petani, komoditi yang diusahakan sesuai dengan
kondisi bio fisik lahan dan dapat diterima oleh pasar, tidak mengakibatkan
degradasi lahan karena laju erosi kecil, dan teknologi tersebut dapat diterapkan
oleh masyarakat
Pada dasarnya teknik konservasi dibedakan menjadi tiga yaitu: (a) vegetatif;
(b) mekanik; dan (c) kimia. Teknik konservasi mekanik dan vegetatif telah banyak
diteliti dan dikembangkan. Namun mengingat teknik mekanik umumnya mahal,
maka teknik vegetatif berpotensi untuk lebih diterima oleh masyarakat. Teknik
konservasi tanah secara vegetatif mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan
dengan teknik konservasi tanah secara mekanis maupun kimia, antara lain karena
penerapannya relatif mudah, biaya yang dibutuhkan relatif murah, mampu
menyediakan tambahan hara bagi tanaman, menghasilkan hijauan pakan ternak,
kayu, buah maupun hasil tanaman lainnya. Hal tersebut melatarbelakangi
pentingnya informasi mengenai teknologi konservasi tanah secara vegetatif.
Namun dalam Petunjuk Teknis ini yang akan dibahas hanya mencakup
konservasi secara mekanis dan vegetatif (merujuk pada Sistem Usahatani
Konservasi berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor :
47/Permentan/OT.140/10/2006 Tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian Pada
lahan Pegunungan.
Metode konservasi tanah secara mekanik seperti pembuatan teras guludan,
teras buntu (rorak), teras kredit, teras individu, teras kebun, teras datar, teras batu
dan teras bangku. Sedangkan metode konservasi tanah secara vegetatif yaitu
pertanaman lorong (alley cropping), pertanaman menurut strip (strip cropping),
strip rumput (grass strip) barisan sisa tanaman, tanaman penutup tanah (cover
crop), penerapan pola tanam termasuk di dalamnya adalah pergiliran tanaman
(crop rotation), tumpang sari (intercropping), dan tumpang gilir (relay cropping).

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 2


Pedeoman Teknis Konservasi Tanah dan Air

1.2. Tujuan
Pedoman Teknis Konservasi Tanah ini bertujuan untuk :
1. Memberikan gambaran dan pengertian bagi petani atau kelompok tani Program
FMSRB mengenai berbagai masalah konservasi tanah dan air, tujuan, ruang
lingkup dan metode konservasi tanah dan air.
2. Meningkatkan pengetahuan bagi petani atau kelompok tani Program FMSRB
dalam memahami metode-metode dan prinsip-prinsip konservasi tanah dan air,
baik secara mekanik maupun secara vegetatif.
3. Memberikan panduan kepada petani atau kelompok tani Program FMSRB
mengenai teknologi konservasi tanah dan air baik secara mekanik maupun
secara vegetatif untuk diterapkan dalam pengelolaan lahan-lahan kritis.
4. Memberikan pemahaman kepada petani atau kelompok tani Program FMSRB
cara pemanfaatan lahan kritis agar bisa optimal dengan menggunakan metode
konservasi tanah dan air baik secara mekanik maupun secara vegetatif.

1.3. Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dengan adanya Pedoman Teknis Konservasi Tanah dan
Air ini, yaitu :
1. Meningkatnya pengetahuan dan kemampuan petani atau kelompok tani
Program FMSRB dalam memahami kaidah-kaidah konservasi tanah dan air.
2. Meningkatnya pengetahuan dan kemampuan petani atau kelompok tani
Program FMSRB dalam mengidentifikasi permasalahan dan penyebab lahan
kritis.
3. Meningkatnya kemampuan petani atau kelompok tani Program FMSRB dalam
memilih dan menggunakan metode konservasi tanah dan air untuk
mengoptimalkan lahan dengan sistem usahatani konservasi.

1.4. Pengguna Pedoman Teknis


Pedoman Teknis ini disusun agar dapat digunakan oleh pemangku kepentingan di
bidang konservasi lahan terutama yang terkait dengan upaya konservasi dan
optimasi lahan dan air serta praktek budidaya pertanian yang berkelanjutan. Dalam
konteks FMSRB panduan ini dapat digunakan oleh Dinas Pertanian Kabupaten.

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 3


Pedeoman Teknis Konservasi Tanah dan Air

II. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP


2.1. Pengertian
 Konservasi Tanah dan Air adalah upaya pelindungan, pemulihan, peningkatan,
dan pemeliharaan Fungsi Tanah pada Lahan sesuai dengan kemampuan dan
peruntukan Lahan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan
kehidupan yang lestari.
 Lahan Kritis adalah Lahan yang fungsinya kurang baik sebagai media produksi
untuk menumbuhkan tanaman yang dibudidayakan atau yang tidak
dibudidayakan.
 Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah satuan wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai
yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari
curah hujan ke danau atau ke laut secara alamiah, yang batas di darat
merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah
perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan
 Budidaya lorong (alley cropping) : Sistem petanaman dimana tanaman
semusim ditanam pada lorong (alley) diantara dua baris tanaman pagar
(hedgerows).
 Erosi : Hilang atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah oleh media alami
(air atau angin) dri suatu tempat ke tempat lain.
 Kedalaman solum : Ketebalan tanah di atas bahan induk tanah (horizon A
dan/atau B).
 Konservasi secara engineering atau mekanis (metode mekanik) : Semua
perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah, dan pembuatan
bangunan konservasi yang ditujukan untuk mengurangi aliran permukaan dan
erosi, serta meningkatkan kelas kemampuan lahan.
 Konservasi secara vegetatif (metode vegetatif) : Semua tindakan konservasi
menggunakan tumbuh-tumbuhan (vegetasi), baik tanaman legum yang
menjalar, semak atau perdu, maupun pohon atau rumput-rumputan serta
tumbuh-tumbuhan lain, yang ditujukan untuk mengendalikan erosi dan aliran
permukaan

2.2. Ruang Lingkup


Ruang lingkup Petunjuk Teknis Konservasi tanah dan air meliputi :
i. Pendahuluan terdiri atas latar belakang, maksud, tujuan dan sasaran.
ii. Pengertian dan ruang lingkup kegiatan terdiri atas pengertian dan ruang
lingkup.
iii. Ketentuan Teknis terdiri dari: Standar teknis, Kriteria lokasi terasering,
penentuan lokasi konservasi vegetatif, Tahap pelaksanaan, serta Monitoring
dan Evaluasi

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 4


Pedeoman Teknis Konservasi Tanah dan Air

III. KETENTUAN TEKNIS


3.1. Standar Teknis
Secara garis besar, standar teknis metode mekanik maupun vegetatif
meliputi kriteria-kriteria yang dipersyaratkan dalam Permentan No. 47 tahun 2006
seperti kemiringan lahan, erodibiltas tanah dan kedalaman solum. Secara khusus
konservasi tanah dan air, baik secara mekanik maupun secara vegetatif
diprioritaskan pada lokasi yang kritis dan sangat kritis pada masing-masing fungsi
kawasan dan disesuaikan dengan fungsi kawasan tersebut. Untuk kawasan lindung
direkomendasikan untuk melakukan kegiatan reboisasi dan penghijauan pada
lahan yang terlantar dan lahan yang gundul. Untuk kawasan penyangga juga
dilakukan reboisasi dan penghijauan pada lahan yang terlantar tetapi dengan
tanaman tahunan yang memiliki nilai ekonomis.
Parameter yang paling dominan dan sangat berpengaruh terhadap tingkat
kekritisan lahan kawasan budidaya adalah tingkat produktivitas lahan. Dengan
demikian maka upaya rehabilitasi lahan secara vegetatif selain sebagai usaha
pencegahan erosi dan sedimentasi, diusahakan agar menggunakan metode
budidaya yang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan tingkat kesuburan
tanah.

3.2. Kriteria Lokasi


Kriteria lokasi konservasi tanah secara mekanis (terasering ) dan vegetatif
mengacu pada “PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR :
47/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN UMUM BUDIDAYA
PERTANIAN PADA LAHAN PEGUNUNGAN” yaitu Pedoman pemilihan teknologi
konservasi tanah secara mekanis dan vegetatif berdasarkan tingkat kemiringan
lahan, erodibilitas tanah dan kedalaman solum (P3HTA dengan modifikasi)
berdasarkan

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 5


Pedeoman Teknis Konservasi Tanah dan Air

Tabel 1. Pedoman pemilihan teknologi konservasi tanah secara mekanis dan vegetatif
berdasarkan tingkat kemiringan lahan, erodibilitas tanah dan kedalaman solum
(P3HTA dengan modifikasi).
Kedalaman solum (cm) / erodibilitas Rekomendasi
Lereng Proporsi Tanaman
> 90 cm 40 – 90 cm < 40 cm
(%)
Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Semusim Tahunan
1 2 3 4 5 6 7 8 9

TB, BL,
TB, BL, PH, TB, BL, PH, TB, BL, PH, TB, BL, PH, TB, BL, PH,
PH, SP,
15 - 25 SP, PT, RR, SP, PT, RR, SP, PT, RR, SP, PT, RR, SP, PT, RR, Max 50 Min 50
PT, RR,
ST ST, ST ST ST
ST

TB, BL, TG, BL, PH, TG, BL, PH, TG, BL, PH, TG, BL, PH, TI, RR, BL,
25 - 40 Max 25 Min 75
PH, PT PT PT PT PT PH, PT

> 40 TI, TK TI, TK TI, TK TI, TK TI, TK TI, TK 0 100

Sumber: Permentan no. 047 thn 2006


Ket : * Untuk tanah peka erosi (Ultisoi, Entisoi, Vertisoi, Alfisoi) dibatasi sampai lereng 65%, sedangkan untuk tanah
yang kurang peka sampai lereng 100%. TB = Teras bangku; BL = Budidaya lorong, TG = Teras gulud; TI = Teras Individu;
RR = Rorak; TK = Teras kebun, PH = Pagar hidup; ST = Strip rumput atau strip tanaman alami; SP = Silvipastura; PT =
Tanaman penutup tanah

3.3. Tahap Pelaksanaan


1. Persiapan
Sebelum dilaksanakannya penerapan metode konservasi tanah dan air perlu
adanya identifikasi, survey dan investigasi calon lokasi. Calon lokasi yang
dimaksud adalah lokasi-lokasi yang terdampak berdasarkan peta DAS BBWS
Ciujung, Cidanau dan Cidurian yaitu lokasi-lokasi yang terdampak erosi dan
lokasi-lokasi yang tergolong dalam areal yang potensial kritis hingga kritis.
2. Penetapan Lokasi dan Metode Pelaksanaan Kegiatan
Setelah teridentifikasii, maka ditetapkan lokasi yang terdampak untuk
pelaksanaan konservasi tanah dan air (mekanik dan atau vegetatif). Adapun
metode palaksanaannya yaitu dilaksanakan secara swakelola yang
melibatkan partisipasi kelompok tani/Gapoktan/P3A setempat, mulai dari
persiapan, perencanaan, pelaksanaan kegiatan, dan pemeliharaan, yang
dibimbing petugas Dinas Pertanian Kabupaten dan konsultan pendamping.

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 6


Pedeoman Teknis Konservasi Tanah dan Air

3.4. Monitoring dan Evaluasi


 Monitoring pelaksanaan kegiatan: Persiapan dan pelaksanaan pekerjaan
 Pelaksana monitoring adalah staf Dinas Pertanian Kabupaten dibantu konsultan
daerah
 Monitoring dilakukan pada setiap tahap kegiatan ( Persiapan dan Pelaksanaan
Kegiatan)
 Laporan monitoring pelaksanaan kegiatan dilakukan pada setiap minggu yang
berisi informasi perkembangan pelaksanaan fisik dan keuangan yang dilengkapi
dengan foto-foto dokumentasi
 Evaluasi dilakukan dari tahap persiapan dan pelaksanaan konstruksi
(kesesuaian antara rencana dan hasil pelaksanaan, kendala-kendala dan
solusinya).

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 7


Pedeoman Teknis Konservasi Tanah dan Air

DAFTAR PUSTAKA

Agus et al., 1999. Teknik Konservasi Tanah dan Air. Sekretariat Tim Pengendali Bantuan
Penghijauan dan Reboisasi Pusat. Jakarta.
Agus, F dan Widianto. 2004. Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering. World Agroforestry
Centre ICRAF Southeast Asia. Bogor

Anonim, 1993.

Arsyad, Sitanala., 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
FAO. 1976. Soil Conservation for Development Countries. Soil Bulletin No. 30.

Haryati, U., Haryono, dan A. Abdurachman. 1995. Pengendalian erosi dan aliran permukaan
serta produksi tanaman pangan dengan berbagai teknik konservasi pada tanah Typic
Eutropept di Ungaran, Jawa Tengah. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 13: 40-
50

Kasdi Subagyono, Setiari Marwanto, dan Undang Kurnia. 2003. TEKNIK KONSERVASI TANAH
SECARA VEGETATIF. Seri Monograf No. 1. Sumber Daya Tanah Indonesia. BALAI
PENELITIAN TANAH. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Menteri Pertanian No. 47/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Umum Budidaya


Pertanian Pada Lahan Pegunungan
Priyono et al. 2002. Panduan Kehutanan Indonesia

Sukartaatmadja. 2004. Konversi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor

Yuliarta et al. 2002. Teknologi Budidaya pada Sistem Usaha Konversi. Grafindo. Jakarta.

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 8


Lampiran Petunjuk Teknis Konservasi Tanah dan Air

Lampiran-Lampiran
Penjelasan : Pemilihan konservasi Tanah dan Air yang dicantumkan dalam Pedoman
Teknis ini baik secara mekanik maupun secara vegetatif, standar teknisnya
tetap berpedoman pada kriteria yang dicantumkan pada matrik Permentan
No. 47/Permentan/)T.140/10/2006 Tentang “Pedoman Umum Budidaya
Pertanian pada Lahan Pegunungan”

Konservasi secara Mekanik (Terasering)


1. Teras Bangku
A. Pengertian
Teras bangku adalah bangunan teras yang dibuat sedemikian rupa sehingga
bidang olah miring ke belakang (reverse back slope) dan dilengkapi dengan bangunan
pelengkap lainnya untuk menampung dan mengalirkan air permukaan secara aman dan
terkendali. (Sukartaatmadja, 2004).
Teras bangku adalah serangkaian dataran yang dibangun sepanjang kontur pada
interval yang sesuai. Bangunan ini dilengkapi dengan saluran pembuangan air (SPA) dan
ditanami dengan rumput untuk penguat teras. Jenis teras bangku ada yang miring ke luar
dan miring ke dalam (Priyono, et al., 2002)
Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan
meratakan tanah di bagian bawah sehingga terjadi suatu deretan bentuk tangga atau
bangku. Teras jenis ini dapat datar atau miring ke dalam. Teras bangku yang berlereng ke
dalam dipergunakan untuk tanah-tanah yang permeabilitasnya rendah dengan tujuan
agar air yang tidak segera terinfiltrasi tidak mengalir ke luar melalui talud. Teras bangku
sulit dipakai pada usaha pertanian yang menggunakan mesin-mesin pertanian yang besar
dan memerlukan tenaga dan modal yang besar untuk membuatnya (Arsyad, 1989).

B. Cara Pembuatan Teras Bangku


 Persiapan di Lapangan
 Memasang patok induk di sepanjang calon tempat saluran pembuangan air, dengan
kode 1, 2, 3, dst sebagai batas galian dan timbunan tanah. Jarak antara 2 patok yang
berdekatan sama dengan lebar bidang olah teras yang direncanakan, jarak ini
ditentukan oleh kemiringan lereng (Lihat tabel 1). Pemasangan dimulai dari bagian
atas lereng,
 Memasang patok pembantu dengan kode 1a, 1b, 1c, dst berderet menurut garis
kontur di kanan kiri patok induk kode 1 dengan kode 2a, 2b, 2c, dst untuk patok
induk 2 dan seterusnya. Jarak antara patok pembantu 5 meter. Deretan patok
pembantu merupakan garis batas galian dan batas timbunan tanah. Untuk
menentukan letak patok pembantu digunakan waterpas sederhana sehingga
mengikuti garis kontur, seperti pada gambar 8,
 Memasang patok as (pusat) di antara 2 baris patok pembantu. Ukuran patok as lebih
kecil dari patok pembantu. Jarak antar patok as pada deretan yang sama 5 meter.

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 9


Lampiran Petunjuk Teknis Konservasi Tanah dan Air

 Pembuatan Bangunan Teras Bangku


 Membuat arah teras dengan menggali tanah sepanjang larikan patok
pembantu,
 Memisahkan lapisan tanah atas yang subur dengan mengeruk dan
menimbunnya sementara di sebelah kiri / kanan di tempat tertentu,
 Menggali tanah yang lapisan olahnya sudah dikeruk mulai dari deretan
patok pembantu sebelah atas sampai kepada deretan patok as, dengan
bentuk galian. Tanah galian ditimbun ke lereng sebelah bawah patok as
sampai ke deretan patok pembantu di sebelah bawah,
 Tanah timbunan dipadatkan dengan cara diinjak-injak. Permukaan bidang
olah teras dibuat miring ke arah dalam sebesar sekitar 1 %,
 Tanah lapisan olah yang semula ditempatkan di tempat tertentu,
ditaburkan kembali secara merata di atas bidang olah yang telah terbentuk,
 Pada ujung teras bagian luar (bibir teras) dibuat guludan setinggi 20 cm
dan lebar 20 cm. Di bagian dalam teras dibuat selokan selebar 20 cm dan
dalam 10 cm. Dasar selokan teras harus lebih tinggi 50 cm dari tinggi dasar
saluran pembuangan air,
 Talud teras dibuat dengan kemiringan 2:1 atau 1:1 tergantung pada kondisi
tanah. Talud bagian atas (bagian urugan) ditanami rumput makanan ternak
atau jenis tanaman penguat teras yang lain (Yuliarta, 2002).

Gambar 1. Sketsa dan Contoh Teras Bangku di Lapangan

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 10


Lampiran Petunjuk Teknis Konservasi Tanah dan Air

2. Teras Guludan
A. Pengertian
Teras guludan adalah suatu teras yang membentuk guludan yang dibuat melintang lereng
dan biasanya dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng 10-15 %. Sepanjang guludan
sebelah dalam terbentuk saluran air yang landai sehingga dapat menampung sedimen
hasil erosi. Saluran tersebut juga berfungsi untuk mengalirkan aliran permukaan dari
bidang olah menuju saluran pembuang air. Kemiringan dasar saluran 0,1%. Teras
guludan hanya dibuat pada tanah yang bertekstur lepas dan permeabilitas tinggi. Jarak
antar teras guludan 10 meter tapi pada tahap berikutnya di antara guludan dibuat
guludan lain sebanyak 3-5 jalur dengan ukuran lebih kecil. (Sukartaatmadja, 2004).
Sedangkan menurut Priyono et. al. (2002), teras guludan adalah bangunan
konservasi tanah berupa guludan tanah dan selokan / saluran air yang dibuat sejajar
kontur, dimana bidang olah tidak diubah dari kelerengan permukaan asli. Di antara dua
guludan besar dibuat satu atau beberapa guludan kecil. Teras ini dilengkapi dengan
Saluran Pembuangan Air (SPA) sebagai pengumpul limpasan dan drainase teras.

B. Pembuatan Teras Guludan


 Persiapan lapangan dengan pemancangan patok-patok menurut garis kontur dengan
menggunakan ondol-ondol dan atau waterpass sederhana. Jarak patok dalam baris 5
m dan jarak antar baris rata-rata 10 m (sama dengan jarak antara dua guludan),
 Pembuatan selokan teras dilakukan dengan menggali tanah mengikuti arah larikan
patok. Ukuran selokan teras: dalam 30 cm, lebar bawah 20 cm, dan lebar atas 50 cm,
 Tanah hasil galian pada pembuatan selokan teras ditimbunkan di tepi luar (bagian
bawah saluran) sehingga membentuk guludan dengan ukuran: lebar atas 20 cm, lebar
bawah 50 cm dan tinggi 30 cm. Guludan dan selokan dibuat tegak lurus garis kontur.
Pembuatan teras dimulai dari bagian atas lereng,
 Penanaman tanaman penguat teras pada guludan, dapat berupa jenis kayu-kayuan
yang ditanam dengan jarak 50 cm bila menggunakan stek / stump, atau ditabur jika
menggunakan benih/biji, dan jarak tanam 30–50 cm jika menggunakan jenis rumput.
 Pemeliharaan dapat dilakukan dengan cara mengeruk tanah akibat erosi yang
menimbun selokan teras untuk digunakan memperbaiki guludan dan memelihara
tanaman penguat teras.

Gambar 2. Sketsa Teras Guludan

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 11


Lampiran Petunjuk Teknis Konservasi Tanah dan Air

3. Teras Saluran (Rorak)


A. Pengertian
Teras saluran atau lebih dikenal dengan rorak atau parit buntu adalah teknik
konservasi tanah dan air berupa pembuatan lubang-lubang buntu yang dibuat untuk
meresapkan air ke dalam tanah serta menampung sedimen-sedimen dari bidang olah.
(Priyono, et al., 2002).
Tujuan pembuatan teras saluran ini adalah meningkatkan jumlah persediaan air
tanah, menahan tanah yang tererosi (sedimen) dari bidang olah dan mengendalikan
sedimen yang terkumpul ke bidang olah, serta dapat dikombinasikan dengan mulsa
vertikal untuk memperoleh kompos.

B. Pembuatan Teras Saluran (Rorak)


 Rorak dapat dibuat pada bagian lereng atas dari areal tanaman, sejajar kontur.
 Ukuran rorak umumnya berukuran panjang 50 – 200 cm, lebar 25 – 50 cm dan
dalam 30 - 60 cm,
 Rorak dapat diisi dengan mulsa slot untuk mengurangi sedimentasi dan
meningkatkan kesuburan tanah
 Pembuatan rorak dapat mengakibatkan pengurangan luas lahan sebesar 3 – 10 %
 Sedimen yang tertampung dalam rorak buntu dapat dipergunakan untuk
membumbun tanaman

Gambar 3. Sketsa dan Contoh Teras Saluran di Lapangan

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 12


Lampiran Petunjuk Teknis Konservasi Tanah dan Air

4. Teras Individu
A. Pengertian
Teras individu adalah teras yang dibuat pada setiap individu tanaman terutama
tanaman tahunan. Jenis teras ini biasa diaplikasikan pada areal perkebunan atau tanaman
buah-buahan. Teras dibuat berdiri sendiri untuk setiap tanaman (pohon) sebagai tempat
pembuatan lobang tanaman. Ukuran teras individu disesuaikan dengan kebutuhan
masing – masing jenis komoditas. Cara dan teknik pembuatan teras individu cukup
sederhana yaitu dengan menggali tanah pada tempat rencana lubang tanaman dan
menimbunnya ke lereng sebelah bawah sampai datar sehingga bentuknya seperti teras
bangku yang terpisah. Tanah di sekeliling teras individu tidak diolah (tetap berupa padang
rumput) atau ditanami dengan rumput atau tanaman penutup tanah. (Sukartaatmadja,
2004).

B. Cara Pembuatan Teras Individu


 membuat batas galian dengan mencangkul tanah mulai dari bagian bawah patok
pembantu melalui pencangkulan tanah dengan panjang 2 meter,
 menggali tanah di bagian bawah batas galian dan timbunkan ke bagian bawahnya
sehingga membuat bidang datar dengan panjang 2 meter dan lebar sekitar 1 meter
atau disesuaikan dengan keperluan tiap jenis tanaman,
 tanah urugan dipadatkan di bagian tepi khususnya di bawah lereng (bagian timbunan)
dan diberi patok-patok penguat (trucuk),
 tanah di sekeliling teras individu tidak boleh diolah, sebaiknya ditanami rumput.

Gambar 4. Sketsa Teras Individu

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 13


Lampiran Petunjuk Teknis Konservasi Tanah dan Air

5. Teras Kebun
A. Pengertian
Teras kebun adalah jenis teras untuk tanaman tahunan, khususnya tanaman
pekebunan dan buah-buahan. Teras dibuat dengan interval yang bervariasi menurut jarak
tanam (Gambar 13). Pembuatan teras bertujuan untuk: (1) meningkatkan efisiensi penerapan
teknik konservasi tanah, dan (2) memfasilitasi pengelolaan lahan (land management facility),
di antaranya untuk fasilitas jalan kebun, dan penghematan tenaga kerja dalam pemeliharaan
kebun.
Teras kebun adalah jenis teras untuk tanaman tahunan, khususnya tanaman
pekebunan dan buah-buahan. Teras dibuat dengan interval yang bervariasi menurut jarak
tanam (Gambar 13). Pembuatan teras bertujuan untuk: (1) meningkatkan efisiensi penerapan
teknik konservasi tanah, dan (2) memfasilitasi pengelolaan lahan (land management facility),
di antaranya untuk fasilitas jalan kebun, dan penghematan tenaga kerja dalam pemeliharaan
kebun
Pembuatan teras hanya dilakukan pada jalur tanaman sehingga pada areal tersebut
terdapat lahan yang tidak diteras dan biasanya ditutup oleh vegetasi penutup tanah.
Ukuran lebar jalur teras dan jarak antar jalur teras disesuaikan dengan jenis komoditas.
Dalam pembuatan teras kebun, lahan yang terletak di antara dua teras yang
berdampingan dibiarkan tidak diolah. (Sukartaatmadja, 2004).
B. Cara Pembuatan Teras Kebun
 Patok induk dipasang mengikuti lereng dengan nomor kode 1, 2, dan seterusnya. Jarak
antara dua patok induk disesuaikan dengan rencana jarak tanaman; pemasangan
dimulai dari bagian atas lereng,
 Membuat batas galian dengan menghubungkan patok-patok pembantu melalui
pencangkulan tanah dan menggali tanah di bagian bawah batas galian dan timbunkan
ke bagian bawah sampai patok batas timbunan
 Patok pembantu merupakan patok batas galian tanah, dengan nomor kode 1A, 1B dan
seterusnya; dipasang di kanan kiri patok induk, demikian seterusnya. Untuk
menentukan letak patok pembantu digunakan waterpass agar arahnya sejajar garis
kontur. Jarak antara 2 patok sekitar 5 meter atau sesuai dengan rencana jarak tanam
dalam lajur,
 Di bawah patok pembantu dipasang patok batas timbunan dengan nomor kode 1a, 1b,
1c, dan seterusnya yang sejajar dengan patok pembantu nomor kode 1A, 1B, 1C dan
seterusnya. Jarak antara patok pembantu dan patok batas timbunan sekitar 1,5 meter
dan jarak antara 2 batas timbunan 5 m.
 tanah urugan dipadatkan dan permukaan tanah dibuat miring ke arah dalam sekitar
1%,
 Di bawah talud dibuat selokan teras atau saluran buntu dengan panjang 2 m, lebar 20
cm dan dalam 10 cm.

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 14


Lampiran Petunjuk Teknis Konservasi Tanah dan Air

Gambar 5. Sketsa dan Contohr Teras Kebun di lapangan

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 15


Lampiran Petunjuk Teknis Konservasi Tanah dan Air

Konservasi Tanah Metode Vegetatif

1. Pertanaman sela / Tumpang Sari (intercropping)


Tumpang sari adalah suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa
pelibatan dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam dalam waktu yang
bersamaan atau agak bersamaan. Tumpang sari yang umum dilakukan adalah penanaman
dalam waktu yang hampir bersamaan untuk dua jenis tanaman budidaya yang sama,
seperti jagung dan kedelai, atau jagung dan kacang tanah. Dalam kepustakaan, hal ini
dikenal sebagai double-cropping. Penanaman yang dilakukan segera setelah tanaman
pertama dipanen (seperti jagung dan kedelai atau jagung dan kacang panjang) dikenal
sebagai tumpang gilir (relay cropping).
Tumpang sari dapat pula dilakukan pada pertanaman tunggal (monokultur)
suatu tanaman perkebunan besar atau tanaman kehutanan sewaktu tanaman pokok masih
kecil atau belum produktif. Hal ini dikenal sebagai tumpang sela (intercropping). Jagung atau
kedelai biasanya adalah tanaman sela yang dipilih.
Sistem budidaya surjan, suatu bentuk kearifan lokal dari Yogyakarta selatan, juga dapat
digolongkan sebagai tumpang sari.
Konsep serupa tumpang sari dapat diperluas dalam kelas usaha tani lain.
Dalam kehutanan, kombinasi pertanaman antara tanaman semusim dengan pohon hutan
dikenal sebagai wana tani. Suatu konsep serupa juga diterapkan bagi
budidaya padi dan ikan air tawar pada lahan sawah yang dikenal sebagai mina padi.
Pola penanaman tumpang sari dapat memaksimalkan lahan dibandingkan
pola monokultur karena:
1. Hasil panen pada lahan tidak luas bisa beberapa kali dengan usia panen dan jenis
tanaman berbeda,
2. petani mendapat hasil jual yang saling menguntungkan atau menggantikan dari tiap
jenis tanaman berbeda dan,
3. Risiko kerugian dapat ditekan karena terbagi pada setiap tanaman.
Penggunaan pupuk majemuk dalam tumpang sari lebih menguntungkan karena:
 lebih murah dibandingkan dengan pupuk tunggal dan,
 pemakaiannya sekali.
Namun sistem teknologi model tersebut masih sedikit orang yang melaksanakannya.

Gambar 6. Contoh Pertanaman Tumpang Sari

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 16


Lampiran Petunjuk Teknis Konservasi Tanah dan Air

2. Pertanaman lorong (alley cropping),


Sistem pertanaman lorong atau alley cropping adalah suatu sistem dimana tanaman
pagar pengontrol erosi berupa barisan tanaman yang ditanam rapat mengikuti garis kontur,
sehingga membentuk lorong-lorong dan tanaman semusim berada di antara tanaman pagar
tersebut. Sistem ini sesuai untuk diterapkan pada lahan kering dengan kelerengan 3-40%.
Dari hasil penelitian Haryati et al. (1995) tentang sistem budi daya tanaman lorong di
Ungaran pada tanah Typic Eutropepts, dilaporkan bahwa sistem inimerupakan teknik
konservasi yang cukup murah dan efektif dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan
serta mampu mempertahankan produktivitas tanah.
Penanaman tanaman pagar akan mengurangi 5-20% luas lahan efektif untuk budi daya
tanaman sehingga untuk tanaman pagar dipilih dari jenis tanaman yang memenuhi
persyaratan di bawah ini (Agus et al., 1999):
a. Merupakan tanaman yang mampu mengembalikan unsure hara ke dalam tanah, misalnya
tanaman penambat nitrogen (N2) dari udara.
b. Menghasilkan banyak bahan hijauan.
c. Tahan terhadap pemangkasan dan dapat tumbuh kembali secara cepat sesudah
pemangkasan.
d. Tingkat persaingan terhadap kebutuhan hara, air, sinar matahari dan ruang tumbuh
dengan tanaman lorong tidak begitu tinggi.
e. Tidak bersifat alelopati (mengeluarkan zat beracun) bagi tanaman utama.
f. Sebaiknya mempunyai manfaat ganda seperti untuk pakan ternak, kayu bakar, dan
penghasil buah sehingga mudah diadopsi petani.

Gambar 7. Contoh Sistem budidaya lorong dengan Flemingia


congesta sebagai tanaman pagar pada tanah berlereng

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 17


Lampiran Petunjuk Teknis Konservasi Tanah dan Air

3. Penanaman Menurut Strip (Strip Cropping)


Penanaman menurut strip (strip cropping) adalah system pertanaman, dimana dalam
satu bidang lahan ditanami tanaman dengan jarak tanam tertentu dan berselang-seling
dengan jenis tanaman lainnya searah kontur. Misalnya penanaman jagung dalam satu strip
searah kontur dengan lebar strip 3-5 m atau 5-10 m tergantung kemiringan lahan, di lereng
bawahnya ditanam kacang tanah dengan sistem sama dengan penanaman jagung, strip
rumput atau tanaman penutup tanah yang lain. Semakin curam lereng, maka strip yang
dibuat akan semakin sempit sehingga jenis tanaman yang berselang-seling tampak lebih
rapat. Sistem ini sangat efektif dalam mengurangi erosi hingga 70-75% (FAO, 1976) dan
vegetasi yang ditanam (dari jenis legum) akan mampu memperbaiki sifat tanah walaupun
terjadi pengurangan luas areal tanaman utama sekitar 30-50% (Kasdi Subagyono, Setiari
Marwanto, dan Undang Kurnia, 2003)
Sistem ini biasa diterapkan di daerah dengan topografi berbukit sampai bergunung
dan biasanya dikombinasikan dengan teknik konservasi lain seperti tanaman pagar, saluran
pembuangan air, dan lain-lain. Penanaman menurut strip merupakan usaha pengaturan
tanaman sehingga tidak memerlukan modal yang besar.

Gambar 8. Contoh Penanaman Menurut Kontur pada lahan yang


kemiringannya tidak terlalu curam

4. Strip rumput (grass strip) barisan sisa tanaman,


Sistem ini hampir sama dengan sistem pertanaman lorong, namun tanaman pagarnya
adalah tanaman rumput pakan ternak. Strip dibuat mengikuti kontur dengan lebar strip 0,5
m atau lebih. Semakin lebar strip semakin efektif dalam penanggulangan erosi dan semakin
tinggi jaminan ketersediaan pakan ternak.
Manfaat
Strip rumput pakan ternak penting bagi petani yang memelihara ternak ruminansia
sebagai penyangga kekurangan hijauan pakan pada musim kemarau. Pada keadaan tertentu
apabila ternak semakin penting, petani bisa saja memilih untuk mengganti tanaman pangan
dengan rumput pakan ternak sehingga tegalannya berubah menjadi padang rumput

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 18


Lampiran Petunjuk Teknis Konservasi Tanah dan Air

Penanaman:
 Bibit rumput ditanam sejajar kontur dan sebaiknya terdiri atas 2 barisan rumput atau lebih
tergantung kepada berapa persen lahan akan ditanami rumput. Jarak antar barisan 30 cm
dan jarak dalam baris 20-30 cm.
 Jarak antara strip rumput disesuaikan dengan Tabel 9.1.
 Jika biji rumput tersedia, penanaman dengan biji memerlukan lebih sedikit tenaga kerja
dibandingkan dengan penanaman dengan stek.

Gambar 9. Contoh Strip rumput gajah (Penisetum purpureum) sebagai


tanaman penguat teras

Penanaman larikan (strip) rumputan di sepanjang kontur berfungsi untuk


mengurangi panjang lereng, memperlambat laju aliran permukaan dan menahan tanah yang
tererosi dari bidang olah. Larikan rumput dapat menjadi awal pembentukan teras secara
alamiah di lereng, karena terkumpulnya tanah di belakang larikan rumput. Proses ini bahkan
sudah terjadi semenjak tahun pertama.
Rumput dapat ditanam di sepanjang dasar dan pinggiran parit untuk menguatkan
parit dan mencegah tererosinya lereng di atasnya. Rumput dapat juga ditanam pada
tampingan teras bangku untuk mencegah erosi dan memperkuat terasnya. Jarak antara
larikan rumput ditentukan oleh kemiringan lereng dan perbedaan ketinggian (interval tegak.
Perbedaan ketinggian antara larikan sebesar 1,25 meter cukup memadai, namun apabila
diinginkan jumlah yang lebih tinggi, maka perbedaan ketinggian harus diperpendek. Larikan
rumput harus ditata mengikuti kontur. Lebar lahan untuk tiap larikan kira-kira 0,5 meter.
Untuk menghindari bibit rumput yang baru ditanam hanyut terbawa aliran permukaan, maka
di sebelah atas larikan perlu dibuat sebuah parit kecil yang dalamnya sekitar 15 cm.
Pada lereng, benih atau anakan rumput ditanam dalam barisan berganda (dengan
jarak 50 cm) di sepanjang kontur dengan jarak antar larikan disesuaikan dengan keadaan
lahan. Dalam parit, anakan ditanam dengan rapat dalam satu barisan. Pada tampingan teras
bangku, anakan ditanam dalam polla segitiga dengan jarak 30 x 20 cm.
Untuk mencegah rumput berbunga, menaungi dan menyebar ke bidang tanam di
antara teras, rumput perlu dipangkas secara teratur (setiap 2 – 4 bulan). Dengan demikian
larikan bisa sangat cocok untuk para petani yang memelihara ternak di dalam kandang.
Rumput juga dapat digunakan sebagai mulsa di antara tanaman.

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 19


Lampiran Petunjuk Teknis Konservasi Tanah dan Air

Jenis rumput yang umum digunakan antara lain: bahia (Paspalum notatum), bede
(Brachiaria decumbens), rumput palisade (Brachiaria brizantha), rumput ruzi (Brachiaria
ruziiensis), rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput raja (Pennisetum sp), serai
(Cymbopogon citratus), setaria (Setaria sphacelata, Setaria anceps dan vetiver (Viteveria
zizanioides)
Keuntungan
 Tergolong teknik konservasi tanah yang memerlukan jumlah tenaga kerja dan biaya yang
rendah.
 Efektif dalam mengendalikan erosi dan aliran permukaan tanah
 Menghasilkan rumput untuk pakan ternak atau untuk mulsa
 Secara berangsur dapat membentuk teras bangku jika dikehendaki.

Kelemahan
 Pengelolaan larikan rumput memerlukan waktu tenaga kerja
 Penggunaan potongan rumput sebagai mulsa dapat menjadi masalah tanaman
pengganggu
 Larikan rumput menggunakan luasan lahan yang juga bisa digunakan untuk tanaman
pangan.

5. Tanaman penutup tanah (cover crop),


Tanaman penutup tanah adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam
untuk melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan / atau untuk
memperbaiki sifat kimia dan sifat fisik tanah.
Tanaman penutup tanah berperan:
1) Menahan atau mengurangi daya perusak butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air di
atas permukaan tanah,
2) Menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati yang jatuh, dan
3) Melakukan transpirasi, yang mengurangi kandungan air tanah.
Peranan tanaman penutup tanah tersebut menyebabkan berkurangnya
kekuatan dispersi air hujan, mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan
memperbesar infiltrasiair ke dalam tanah, sehingga mengurangi erosi.

Gambar 10. Contoh Tanaman penutup tanah berupa legume menjalar


ditanam di antara residu (sisa panen) tanaman sebelumnya

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 20


Lampiran Petunjuk Teknis Konservasi Tanah dan Air

Tumbuhan atau tanaman yang sesuai untuk digunakan sebagai penutup tanah dan
digunakan dalam sistem pergiliran tanaman harus memenuhi syarat-syarat (Osche et al,
1961):
a) Mudah diperbanyak, sebaiknya dengan biji,
b) Mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbulkan kompetisi berat bagi tanaman
pokok, tetapi mempunyai sifat pengikat tanah yang baik dan tidak mensyaratkan tingkat
kesuburan tanah yang tinggi,
c) Tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun,
d) Toleransi terhadap pemangkasan,
e) Resisten terhadap gulma, penyakit dan kekeringan,
f) Mampu menekan pertumbuhan gulma,
g) Mudah diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman semusim atau
tanaman pokok lainnya,
h) Sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi tanah, dan
i) Tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan seperti duri dan sulur-sulur
yang membelit.

6. Pergiliran Tanaman (Crop Rotation),


Pergiliran tanaman (crop rotation) adalah sistem bercocok tanam dimana sebidang
lahan ditanami dengan beberapa jenis tanaman secara bergantian. Tujuan utama dari sistem
ini adalah untuk memutuskan siklus hama dan penyakit tanaman dan untuk meragamkan
hasil tanaman. Pergantian tanaman ada yang dilakukan secara intensif dimana setelah panen
tanaman pertama kemudian langsung ditanami tanaman kedua dan ada pula yang dibatasi
periode bera. Daerah yang memiliki musim kering (MK) <4 bulan sangat baik untuk
menerapkan system ini.
Penggunaan sistem pergiliran tanaman intensif secara berurutan, antara tanaman
pertama yang disusul tanaman kedua dan seterusnya mampu menekan erosi secara nyata
dibandingkan lahan yang hanya diolah tanpa ditanami. Pengaruh nyata tersebut dihasilkan
dari fungsi tanaman sebagai pengikat tanah (nilai C koefisien tanaman = 0,371) serta
penambahan bahan organik dari sisa tanaman tersebut sebagai mulsa dan pembenah tanah
sehingga tahan terhadap erosi.
Penggunaan sistem ini disarankan untuk tetap menggunakan pupuk dan teknik
konservasi tanah, sehingga hasil tanaman dapat maksimal dan lahan yang dipergunakan
dapat terjaga produktivitasnya. Dari segi konservasi tanah, pergiliran tanaman memberikan
peluang untuk mempertahankan penutupan tanah, karena tanaman kedua ditanam setelah
tanaman pertama dipanen. Demikian seterusnya, sehingga sepanjang tahun intensitas
penutupan tanah senantiasa dipertahankan. Kondisi ini akan mengurangi risiko tanah
tererosi akibat terpaan butir-butir air hujan dan aliran permukaan.
Dalam setahun, perlu ada pergiliran antara tanaman yang tidak mampu
menghasilkan banyak bahan hijauan seperti kedelai dan kacang hijau dengan tanaman yang
mampu menghasilkan Iebih banyak bahan hijauan seperli jagung dan sorgum. Kenyatan
menunjukkan bahwa di daerah yang berpenduduk padat seperti di daerah aliran sungai di
Jawa, usaha mengembalikan limbah ke tanah sangat sukar dilakukan. Hal ini disebabkan oleh
digunakannya limbah untuk berbagai kepentingan lain seperti untuk ternak, industri, kayu
bakar dan sebagainya.

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 21


Lampiran Petunjuk Teknis Konservasi Tanah dan Air

Akibatnya kadar bahan organik tanah sukar dipertahankan dan produktivitas


sebagian besar lahan kering menjadi sangat rendah. Dalam usahatani konservasi yang
dipadukan dengan ternak, sebagian limbah sering digunakan untuk ternak. Bila seluruh
pupuk kandang dapat dikembalikan ke tanah maka kadar bahan organik tanah dapat
dipertahankan. Salah satu cara untuk memelihara produktivitas lahan adalah dengan usaha
menghasilkan bahan hijauan dalam jumlah besar dan mengembalikannya ke tanah sebagai
mulsa (disebar di permukaan) atau dibenamkan ke dalam tanah waktu pengolahan tanah.
Pengembalian sisa tanaman dalam bentuk mulsa akan lebih efektif karena dapat
menekan erosi dan menghindari pemadatan tanah.
Bila musim kemarau tiba, saatnya petani untuk melakukan pergiliran tanaman. Mulai
dengan menanam jagung, menanam kedelai juga kacang panjang, ada juga yang melakukan
pola padi, jagung dan tembakau

Gambar 11. Contoh Pergiliran tanaman (crop rotation) setelah panen padi

7. Tumpang Gilir (relay cropping)


Tumpang gilir adalah cara bercocok tanam di mana satu bidang lahan ditanami
dengan dua atau lebih jenis tanaman dengan pengaturan waktu panen dan tanam. Pada
umumnya sistem ini dikembangkan untuk mengintensifkan lahan dengan memanfaatkan
sisa kesuburan dan kelembaban dari tanaman pertama. Ini dimaksudkan agar penggunaan
pupuk bisa lebih sedikit, menghindari kekurangan air bagi tanaman kedua serta mampu
menghemat biaya dan tenaga kerja pengolahan tanah sehingga total biaya produksi dapat
berkurang
Contoh tanaman yang biasa digunakan untuk tanam dengan sistem tumpang gilir di
antaranya; brokoli dengan kacang tanah, gandum dengan kapas, jagung dengan kacang
tanah, jagung dengan kacang hijau, jagung dengan kacang panjang dan jagung dengan
kedelai. Pada sistem ini, tanaman kedua ditanam menjelang panen tanaman musim
pertama. Salah satu contohnya adalah tumpang gilir antara tanaman jagung yang ditanam
pada awal musim hujan dan kacang hijau yang ditanam beberapa minggu sebelum panen
jagung. Penerapan tumpang gilir pada lahan kering yang hanya satu kali tanam dengan
jagung maupun kacang hijau secara monokultur dapat memberi harapan peningkatan
intensitas tanam dari satu kali tanam menjadi dua kali tanam.

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 22


Lampiran Petunjuk Teknis Konservasi Tanah dan Air

Teknologi Tumpang Gilir


Teknologi tumpang gilir diterapkan dalam upaya peningkatan intensitas tanam lahan kering
dengan pemanfaatan curah hujan yang pendek. Adapun teknologi yang diterapkan adalah:
1. Perbaikan teknologi produksi jagung
 Pengolahan tanah sederhana atau tanpa olah tanah (TOT).
 Varietas yang digunakan adalah bersari bebas (varietas Bisma) maupun hibrida
sebanyak 20 kg/ha, yang telah diperlakukan ridomil, benih ditugal dengan jarak tanam
80 x 40 cm dengan 2 biji /lubang.
 Pemupukan sesuai dengan rekomendasi setempat, yaitu seluruh pupuk SP36, KCI dan
½ bagian Urea diberikan bersamaan tanam atau 7-10 hari setelah tanam sebagai pupuk
dasar, dengan cara ditugal 5 cm dari lubang tanaman. Pupuk susulan ½ bagian Urea
diberikan pada umur tanaman 1 bulan setelah tanam, pupuk diberikan dengan cara
tugal sedalam 5-10 cm ditutup kembali.
 Penyiangan dilakukan 2 kali yaitu umur 2 minggu dan 4 minggu setelah tanam sekaligus
membumbun.
 Pengendalian hama penyakit dilakukan dengan menerapkan konsep pengendalian
hama terpadu (PHT).
 Tanaman dipanen apabila klobot berwarna keputihan/coklat dan mengering dengan
biji mengkilap dan kadar air 25-30 I.
2. Penyiapan lahan untuk penanaman kacang hijau
 Pembersihan lahan
 Menjelang kelobot jagung berwarna keputihan/coklat, dilakukan pemotongan batang
jagung bagian atas tongkol, yang diikuti pembersihan daun-daun dan gulma sekitar
tanaman jagung.
 Penyemprotan herbisida
 Tanah tidak perlu diolah hanya dilakukan pembersihan dengan cara menyemprotkan
herbisida di sekitar tanaman jagung yang belum dipanen.
3. Perbaikan teknologi produksi kacang hijau
 Varietas yang digunakan adalah lokal (Samsik) yang bijinya kecil-kecil yang sudah
dikenal petani, atau introduksi varietas yang mampu beradaptasi dan berdaya hasil
tinggi. Kebutuhan benih sebanyak 20-25 kg/ha.
 Benih ditugal dengan jarak tanam 40 x 15 cm dengan 2-3 biji/lubang dengan
kedalaman lubang tugal 3-5 cm. Karena jarak antar baris jagung adalah 80 cm, maka
setiap antar 2 baris jagung ditugal 2 baris kacang hijau dengan jarak 20 cm dari baris
jagung dengan demikian jarak tanam kacang hijau antar baris adalah 40 cm.
 Pemupukan tidak perlu dilakukan karena memanfaatkan residu pupuk yang telah
berikan pada tanaman jagung.
 Penyiangan dilakukan antara 1-2 kali sesuai keadaan gulma pada umur 2 minggu
setelah tugal penyiangan pertama.
 Pengendalian hama/penyakit sesuai konsep PHT.
 Panen dilakukan apabila sebagian besar polong sudah berwarna coklat sampai hitam

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 23


Lampiran Petunjuk Teknis Konservasi Tanah dan Air

Keuntungan penanaman dengan sistem tumpang gilir antara lain:


 Mendapatkan hasil panen dua kali dengan jarak waktu yang singkat
 Tidak membutuhkan waktu yang relatif lama jika anda ingin menanam jenis tanaman
yang berbed
 Dapat memanfaatkan secara maksimal lahan
 Dapatmencegah serangan hama dan penyakit yang meluas
 Hasilpanen secara beruntun
 Dapatmemperlancar penggunaan modal
 Meningkatkanproduktivitas lahan
 Dapatmenghemat tenaga kerja
 Biayapengolahan tanah dapat ditekan
 Kerusakantanah sebagai akibat terlalu sering diolah dapat dihindari.
 Kondisilahan yang selalu tertutup tanaman, sangat membantu mencegah terjadinya
erosi
 Sisakomoditi tanaman yang diusahakan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hijau
contohnya jagung muda, padi gogo, kedelai, kacang tanah, dll.

Gambar 12. Contoh Tumpang Gilir (relay cropping) antara tanaman jagung
dengan kacang tanah

FMSRB-Farmland Management and Sustainable Agricultural Practices (FMSAP) 24

Anda mungkin juga menyukai