Disusun Oleh :
NIM : 191010201004
Ruang : V-V.1044
Kelas : 03HUKE019
Acti Oktavia i
Fakultas iHukum iUniversitas iPamulang
Email : Actioktavia@gmail.com i
ABSTRAK
Eksistensi hukum waris di tengah masyarakat Indonesia memiliki
tempat tersendiri yang sangat berperan dalam peristiwa-peristiwa
kewarisan. Di Indonesia dewasa ini berlaku tiga sistem hukum
tentang pewarisan, yaitu hukum waris Adat; hukum waris Barat; dan
hukum waris Islam. Hukum waris Barat berlaku bagi golongan Eropa
dan Timur Asing Cina. Sedangkan bagi Warga Negara Indonesia asli
yang tunduk pada hukum waris Islam maka berlakulah sistem hukum
waris ini. Hukum waris berfungsi untuk menyelesaikan masalah-
masalah yang berhubungan dengan pewarisan. Dengan memakai
hukum waris akan dapat diketahui sistem hukum mana yang berlaku
pada suatu masyarakat. Namun dalam praktiknya masyarakat Jawa
yang mayoritas adalah muslim masih yang tidak menerapkan hukum
kewarisan Islam dalam pembagian warisan, mereka lebih memilih
menyelesaikan perkara warisan menggunakan hukum adat daripada
hukum Islam atau konvensional, karena menganggap hukum waris
adat lebih bisa memberikan keadilan bagi ahli waris.
ABSTRACT
The existence of heir law in the Indonesian society has its own place
that plays a very important role in inheritance events. In Indonesia
nowadays there are three legal systems regarding inheritance, namely
the law of Indigenous heirs; Western inheritance law; and Islamic
inheritance law. Western heirs law applies to Europeans and Chinese
Foreign East. As for the original Indonesian citizens who are subject to
Islamic heir law, then this system of heir law applies. Inheritance law
serves to solve problems related to inheritance. By using the law of
heirs it will be possible to know which legal system applies to a society.
However, in the practice of the Javanese people, the majority of whom
are still Muslims who do not apply Islamic inheritance law in the
division of inheritance, they prefer to settle matters of inheritance
using customary law rather than Islamic or conventional law, because
they consider customary inheritance law can provide justice for heirs.
1
PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PRESPEKTIF
HUKUM ADAT JAWA
PENDAHULUAN
1Eman Suparman, Intisari Hukum Waris Indonesia, Armico, Bandung, 1985, h. 19,
dikutip dari Retnowulan Sutantio, Wanita dan Hukum, Alumni, Bandung, 1979, h.
84-85.
2Ibid.
3
Hilman Hadikusumo, Hukum Waris Adat, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993),
h. 10
2
Acti Oktavia
3
PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PRESPEKTIF
HUKUM ADAT JAWA
PERMASALAHAN
1. Bagaimanakah pelaksanaan pembagian harta warisan menurut
hukum adat Jawa?
2. Apakah yang menyebabkan masyarakat Jawa lebih memilih
menyelesaikan perkara warisan menggunakan hukum adat ?
METODE PENELITIAN
Dalam ihal iini ipendekatan iyang idigunakan ipenulis iuntuk imembahas
permasalahan idiatas iadalah idengan imenggunakan ipendekatan iyuridis
i
PEMBAHASAN
4
Acti Oktavia
5
PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PRESPEKTIF
HUKUM ADAT JAWA
4
Hilman Hadikusuma, Sejarah Hukum Adat Indonesia, Alumni, Bandung, 1983.
6
Acti Oktavia
5
Sugangga, Hukum Waris Adat, CV. Sumber Karya, Universitas Diponegoro, 1995.
6
Soepomo, Bab-ban tentang Hukum Adat, Pradnya Pratama, Jakarta, 2000.
7
IGN, Sugangga. (1993). Hukum Waris Adat Jawa Tengah Naskah Penyuluhan
Hukum. Semarang: Fakultas Hukum UNDIP. hlm. 1.
7
PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PRESPEKTIF
HUKUM ADAT JAWA
8
Hilman Hadikusumo. (2015). hlm. 7.
8
Acti Oktavia
• Unsur-Unsur Kewarisan
Dalam hukum waris adat atau dimana saja persoalan hukum waris
itu akan dibicarakan, maka ia akan menyangkut tiga rukun/unsur
yaitu: pertama, adanya harta peninggalan atau harta kekayaan
pewaris yang disebut warisan, kedua, adanya pewaris, ketiga, adanya
waris yaitu orang yang menerima pengalihan atau penerusan atau
9
Hilman Hadikusumo. (2015). hlm. 24-25.
10
Komari. (2001). Laporan Akhir Kompendium Bidang Hukum Waris. Jakarta: Bphn
Puslitbank Dep. Hukum dan Ham.
11
Zainuddin Ali. (2008 hlm. 9
9
PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PRESPEKTIF
HUKUM ADAT JAWA
pembagian harta warisan itu yang terdiri dari ahli waris dan mungkin
juga bukan ahli waris.12
• Harta warisan
IGN. Sugangga menyatakan, menurut hukum adat Jawa Tengah
harta warisan terdiri dari :
1. Barang asal atau barang gawan, yang terdiri lagi atas; pertama,
barang pusaka, yaitu barang-barang yang diwarisi secara turun
temurun dari leluhurnya. Contoh: keris, tombak, kitab-kitab, dan
lain-lain, kedua, barang bawaan atau gawan, yaitu barang yang
dibawa oleh masing-masing pihak yaitu suami atau istri sebelum
perkawinan berlangsung, ketiga, barang hadiah yang diperoleh
secara pribadi selama perkawinan berlangsung, misalnya tanah
atau sawah yang diperoleh oleh masing-masing pihak suami atau
istri sebagai warisan. Hadiah berupa kalung, cincin, atau barang-
barang lainnya yang didapat dari hadiah perkawinan atau bekal
perkawinan.
2. Barang gono-gini. Barang-barang atau harta ini dihasilkan oleh
suami istri secara kerja sama gotong-royong, sering juga
dinamakan harta atau barang-barang pencaharian bersama. Harta
ini di Jawa tengah merupakan hak bersama suami istri.13
• Pewaris
Pewaris adalah orang yang meneruskan harta peninggalan ketika
hidupnya kepada waris atau orang yang setelah wafat meninggalkan
harta peninggalan yang diteruskan atau dibagikan kepada waris atau
waris. tegasnya pewaris adalah empunya harta peninggalan atau
empunya harta warisan.14
10
Acti Oktavia
• Ahli waris
Ahli waris menurut hukum adat pada dasarnya yang menjadi ahli
waris adalah para warga pada generasi berikutnya yang paling karib
dengan pewaris atau yang disebut dengan ahli waris utama, yaitu
anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga atau brayat si pewaris
dan yang pertama mewaris adalah anak kandung.16
1996), h. 80
18 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Cet. 4 (Bandung : Pt. Citra Aditya
Bakti, 1990), h. 72
11
PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PRESPEKTIF
HUKUM ADAT JAWA
Menurut Sudiyat, dalam hukum adat Jawa para ahli waris dapat
dikelompokkan dalam tata urutan utama sebagai berikut :
1. Keturunan pewaris;
2. Orang tua pewaris;
3. Saudara-saudara pewaris atau keturunannya, dan
19
Hilman Hadikusuma. (1990). hlm. 72.
12
Acti Oktavia
• Pewarisan
Pewarisan adalah suatu proses peralihan harta dari pewaris
kepada ahli waris. Proses pewarisan ini dapat terjadi pada waktu
orang tua (pewaris) masih hidup atau dapat pula terjadi pada waktu
orang tua (pewaris) sudah meninggal dunia. Proses pewarisan itu
dimulai pada waktu orang tua (pewaris) masih hidup dengan cara
pemberian kemudian apabila masih ada sisa harta yang belum
diberikan, dilanjutkan setelah pewaris meninggal dunia. Pada
masyarakat Jawa cara pembagian warisan didominasi oleh dua sistem
kewarisan yang terjadi ketika pewaris masih hidup dan setelah
pewaris meninggal.21
- Penunjukan (Acungan)
Penunjukan (acungan) adalah pewaris menunjukkan penerusan
harta waris untuk pewaris akan tetapi hanya untuk pengurusan serta
diambil manfaatnya saja, mengenai kepemilikan masih sepenuhnya
milik pewaris. Apabila penerusan atau pengalihan (lintiran)
20 Imam Sudiyat dan Agus Sudaryanto. (2010). Studi Aspek Antologi Pembagian
Waris Adat Jawa. Jurnal Mimbar hukum, 22(03).
21 Anggita Vela.(2015). Pembagian Waris pada Masyarakat Jawa Ditinjau dari
13
PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PRESPEKTIF
HUKUM ADAT JAWA
14
Acti Oktavia
15
PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PRESPEKTIF
HUKUM ADAT JAWA
16
Acti Oktavia
17
PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PRESPEKTIF
HUKUM ADAT JAWA
selamatan kematian pewaris, karena pada saat itu para ahli waris
sedang berkumpul di rumah orang tua (pewaris).
18
Acti Oktavia
Pesan atau wasiat dari orang tua kepada para waris ketika
masih hidup biasanya diucapkan secara terang dan di saksikan oleh
para waris, anggota keluarga, tetrangga atau tua-tua desa.
19
PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PRESPEKTIF
HUKUM ADAT JAWA
20
Acti Oktavia
Dalam Islam jumlah golongan ahli waris yang cukup luas sebab
ahli waris tidak terbatas hanya pada anak-anak melainkan meluas ke
istri, orang tua, dan saudara kandung. Berbeda pada masyarakat
Jawa yang ahli warisnya lebih sederhana sebab harta hanya
diwariskan ke tingkat anak saja, dalam artian keseluruhan harta
warisan jatuh hanya kepada anak. Hal ini dikarenakan masyarakat
Jawa cenderung menginginkan harta supaya terpusat hanya pada
anak keturunan langsung agar pemanfaatannya lebih bisa dirasakan
pada keluarga yang mempunyai hubungan nasab. Dengan demikian,
tidak peduli jumlah harta yang dikumpulkan oleh pewaris besar atau
kecil, harta tersebut hanya boleh dinikmati oleh keturunan langsung,
bukan yang lainnya.
21
PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PRESPEKTIF
HUKUM ADAT JAWA
Di sisi lain jika anak laki-laki mendapat bagian lebih besar dari
anak perempuan juga tidak ada masalah asalkan dalam hal
pembagian ini didasarkan pada prinsip kepatutan. Prinsip menjaga
harmoni atau kerukunan dan menghindari pertikaian yang
diakibatkan pembagian warisan, hal ini yang masyarakat Jawa masih
tetap di anut.
22
Acti Oktavia
bagian yang lebih dalam segala hal, termasuk warisan. Dalam hal ini
pria dianalogikan sebagai orang yang hebat, sakti, dan istimewa
dibandingkan wanita. Itu sebabnya pria Jawa memiliki tugas dan
tanggung jawab yang lebih dibandingkan wanita. Laki-laki
berkewajiban menafkahi keluarga, istri dan anak. Di samping itu,
dikarenakan sifat kelaki-lakian melebihi sifat kewanitaan dalam fisik
maupun psikis, laki-laki dianggap sebagai pemimpin wanita. Pria
harus melaksanakan lima A, yaitu angayani (memberi nafkah lahir
batin ), angomahi (membuat rumah sebagai tempat tinggal), angayomi
(pengayom dan pembimbing keluarga), angayemi (menjaga
ketentraman keluarga), angamatjani (mampu menurunkan
keturunan).
23
PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PRESPEKTIF
HUKUM ADAT JAWA
Para ahli waris semua diberi bagian yang sama, akan tetapi ada
yang membedakan yaitu khususnya anak ragil secara tradisi/
kebiasaan memperoleh tambahan yang tidak sedikit dan hal itu tidak
diperoleh oleh ahli waris yang lainnya, yaitu selain anak ragil
memperoleh bagian waris seperti yang diperoleh oleh ahli waris yang
lain, anak ragil juga memperoleh rumah beserta isinya milik orang
tua/pewarisnya tanpa membedakan apakah anak ragil itu laki-laki
ataupun perempuan.
KESIMPULAN
Hukum waris adat dianggap masih sangat berperan dalam pola
kehidupan masyarakat adat Jawa dalam pembagian warisan
24
Acti Oktavia
SARAN
Masalah kewarisan merupakan masalah yang sangat pokok yang
akan dialami oleh umat muslim. Dengan penelitian secara seksama
persepsi itu dapat diminimalisir bahkan dihilangkan jika setiap orang,
25
PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM PRESPEKTIF
HUKUM ADAT JAWA
DAFTAR iPUSTAKA
26
Acti Oktavia
27