Anda di halaman 1dari 19

SARCOPTES SCABIEI

Makalah

Disusun untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Parasitologi II

Disusun Oleh :

Refina Zalza Pujiawanti

P17334119073

Kelas : D3 – 2B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

PROGRAM STUDI D-III TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Sarcoptes Scabiei” ini dengan lancar. Penulisan ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu matakuliah
Parasitologi II.

Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada pengajar matakuliah


“Parasitologi II” atas bimbingan dan arahan dalam penulisan tugas, juga kepada
rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulis


yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 24 Maret 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................. i


Daftar Isi ........................................................................................................ ii
BAB I Pendahuluan ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................. 2
BAB II Pembahasan ...................................................................................... 3
2.1 Pengertian Sarcoptes Scabiei ............................................................ 3
2.2 Klasifikasi Sarcoptes Scabiei............................................................. 4
2.3 Morfologi Sarcoptes Scabiei.............................................................. 5
2.4 Siklus Hidup Sarcoptes Scabiei ......................................................... 7
2.5 Patogenesis Sarcoptes Scabiei ........................................................... 9
2.6 Identifikasi Sarcoptes Scabiei ............................................................ 10
2.7 Pencegahan dan Pengobatan Sarcoptes Scabiei................................. 12
BAB III Penutup ............................................................................................ 14
3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 14
3.2 Saran ................................................................................................... 14
Daftar Pustaka ............................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Skabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit Sarcoptes
scabiei varian hominis,yaitu parasit yang mampu menggali terowongan di
kulit dan menyebabkan rasa gatal. Penularan skabies dapat terjadi dengan
kontak langsung, tetapi dapat juga secara tidak langsung. Di beberapa daerah
skabies disebut juga penyakit kudis,the itch,sky-bees, gudik, budukan, gatal
agago. Scabies menurut WHO merupakan suatu penyakit signifikan bagi
kesehatan masyarakat karena merupakan kontributor yang substansial bagi
morbiditas dan mortalitas global. Prevalensi scabies di seluruh dunia
dilaporkan sekitar 300 juta kasus pertahunnya (Nugrahaeni, 2016).
Scabies merupakan infeksi parasit pada kulit yang disebabkan oleh
Sarcoptes scabei var hominis. Insiden scabiesdi negara berkembang
menunjukkan siklus fluktuasi atau peningkatan. Distribusi, prevalensi, dan
insiden penyakit infeksi parasit pada kulit ini tergantung dari area dan
populasi yang diteliti. Penelitian di suatu kota miskin di Bangladesh
menunjukkan bahwa semua anak usia dari 6 tahun menderita scabies, serta di
pengungsian Sierra Leone ditemukan 86% anak pada usia 5-9 tahun terinfeksi
Sarcoptes scabei.
Penyakit scabies disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei akan
berkembang pesat jika kondisi lingkungan buruk dan tidak didukung dengan
perilaku hidup bersih dan sehat. Sarcoptes scabiei menyebabkan rasa gatal
pada bagian kulit seperti sela jari, siku, selangkangan. Scabies banyak
menyerang pada orang yang hidup dengan kondisi personal hygiene di bawah
standar atau buruk, sosial ekonomi rendah, kepadatan penduduk, dan
perkembangan demografik serta ekologik.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Sarcoptes Scabiei?
2. Apa saja klasifikasi Sarcoptes Scabiei?
3. Bagaimana morfologi Sarcoptes Scabiei?
4. Bagaimana siklus hidup Sarcoptes Scabiei?
5. Bagaimana patogenesis Sarcoptes Scabiei?
6. Bagaimana cara identifikasi Sarcoptes Scabiei?
7. Bagaimana pencegahan dan pengobatan Sarcoptes Scabiei?

1.3 Tujuan Penulisan


Makalah ini ditulis dengan tujuan :
1. Mengetahui pengertian dari Sarcoptes Scabiei
2. Mengetahui klasifikasi Sarcoptes Scabiei
3. Mengetahui morfologi Sarcoptes Scabiei
4. Mengetahui siklus hidup Sarcoptes Scabiei
5. Mengetahui patogenesis Sarcoptes Scabiei
6. Mengetahui cara identifikasi Sarcoptes Scabiei
7. Mengetahui pencegahan dan pengobatan Sarcoptes Scabiei

1.4 Manfaat Penulisan


1. Bagi Penulis
Dengan adanya makalah ini diharapkan penyusun dapat lebih memahami
mengenai Sarcoptes Scabiei.
2. Bagi Pembaca
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan
pembaca mengenai Sarcoptes Scabiei serta dapat dijadikan sebagai
panduan, pegangan, atau pedoman.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sarcoptes Scabiei


Skabies adalah infeksi kulit yang disebabkan Sarcoptes scabiei tungau
(mite) berukuran kecil yang hidup didalam kulit penderita. Tungau yang
tersebar luas diseluruh dunia ini dapat ditularkan dari hewan kemanusia dan
sebaliknya. Tungau ini berukuran 200-450 mikron, berbentuk lonjong, bagian
dorsal konveks sedangkan bagian ventral pipih (Soedarto, 2009). Penyakit
skabies disebut juga the itch, seven year itch, Norwegian itch, gudikan, gudig,
gatal agogo, budukan dan penyakit ampera (Harahap, 2000).
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo
Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.
hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi
(Handoko, 2008 dan Stone et al, 2003).
Skabies merupakan penyakit epidemik pada banyak masyarakat.
Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat
juga mengenai semua umur. Insidensi sama pada pria dan wanita. Insidensi
skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktasi yang sampai saat ini
belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemik dan
permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10-15 tahun. Beberapa faktor
yang dapat membantu penyebarannya adalah kemiskinan, hygiene yang jelek,
seksual promiskuitas, diagnosis yang salah, demografi, ekologi dan derajat
sensitasi individual. Insidensinya di Indonesia masih cukup tinggi, terendah di
Sulawesi Utara dan tertinggi di Jawa Barat. Selain itu faktor penularannya bisa
melalui tidur bersama dalam satu tempat tidur, lewat pakaian, perlengkapan
tidur atau benda benda lainnya. Skabies (Scabies, bahasa latin = keropeng,
kudis, gatal) disebabkan oleh tungau kecil berkaki delapan (Sarcoptes scabiei)
dan didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan orang lain yang menderita
penyakit ini. Penularan penyakit ini seringkali terjadi saat berpegangan tangan
dalam waktu yang lama dan dapat di katakan penyebab umum terjadinya
penyebaran penyakit ini (Harahap, 2000).

3
4

2.2 Klasifikasi Sarcoptes Scabiei


Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit
dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk
tersebut antara lain (Harahap, 2000):

1. Skabies pada orang bersih (scabies of cultivated).

Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit
jumlahnya sehingga sangat sukar ditemukan.

2. Skabies incognito.

Bentuk ini timbul pada skabies yang diobati dengan kortikosteroid sehingga
gejala dan tanda klinis membaik, tetapi tungau tetap ada dan penularan
masih bisa terjadi. Skabies incognito sering juga menunjukkan gejala klinis
yang tidak biasa, distribusi atipik, lesi luas dan mirip penyakit lain.

3. Skabies nodular

Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus
biasanya terdapat didaerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki,
inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas
terhadap tungau skabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan
tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama beberapa
bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti skabies dan
kortikosteroid.

4. Skabies yang ditularkan melalui hewan.

Di Amerika, sumber utama skabies adalah anjing. Kelainan ini berbeda


dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan, tidak menyerang
sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah dimana
orang sering kontak/memeluk binatang kesayangannya yaitu paha, perut,
dada dan lengan. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih mudah.
Kelainan ini bersifat sementara (4–8 minggu) dan dapat sembuh sendiri
karena S. scabiei var. binatang tidak dapat melanjutkan siklus hidupnya
pada manusia.
5. Skabies Norwegia.

Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas dengan
krusta, skuama generalisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat
predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, telinga bokong, siku, lutut,
telapak tangan dan kaki yang dapat disertai distrofi kuku. Berbeda dengan
skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies Norwegia tidak menonjol
tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang menginfestasi
sangat banyak (ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat defisiensi
imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi proliferasi tungau
dapat berkembang biak dengan mudah.

6. Skabies pada bayi dan anak.

Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh
kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi
sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan,
sedangkan pada bayi lesi di muka sering terjadi.

7. Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden).

Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal
ditempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.

2.3 Morfologi Sarcoptes Scabiei


Taksonomi Sarcoptes Scabiei sebagai berikut (Ahadian, 2012) :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Sub Class : Acari (Acarina)
Ordo : Astigmata
Sub Ordo : Sarcoptiformes
Famili : Sarcoptidae
Genus : Sarcoptes
Spesies : Sarcoptes
scabiei
Gambar Tungau Sarcoptes scabiei,
A. Betina tampak dorsal, B. Jantan tampak ventral (Greenberg, 2007).

Morfologi S. scabiei memiliki bentuk sangat mirip dengan genus yang


menginfeksi hewan antara lain anjing, kucing, kelinci, rubah, babi, kuda,
domba, dan sapi. S. scabiei hidup dalam liang-liang di bawah kulit sebagai
tempat meletakkan telur tungau betina. Jumlah telur yang diletakkan setiap hari
satu atau lebih dalam kurun waktu 1 bulan (Natadisastra, 2009). S. scabiei
memiliki bentuk tubuh oval dan gepeng, berwarna putih kotor, transulen
dengan bagian punggung lebih lonjong dibandingkan perut, serta tidak
berwarna. Tungau betina memiliki panjang tubuh antara 300-350 mikron,
sedangkan jantan memiliki panjang tubuh antara 150-200 mikron. Stadium S.
scabiei dewasa memiliki 4 pasang kaki, 2 pasang merupakan kaki depan dan 2
pasang lainnya adalah kaki belakang. Tungau betina memiliki cambuk pada
pasangan kaki ke-3 dan ke-4, Sedangkan pada tungau jantan bulu cambuk
tersebut hanya dijumpai pada pasangan kaki ke-3 saja (Aminah, 2015).

Kaki depan pada betina dan jantan memiliki fungsi yang sama sebagai
alat untuk melekat, akan tetapi kaki belakangnya memiliki fungsi yang
berbeda. Kaki belakang betina berakhir dangan rambut, sedangkan pada jantan
kaki ketiga berakhir dengan rambut dan kaki keempat berakhir dengan alat
perekat. Parasit ini dapat bertahan hingga 24-36 jam jauh dari habitatnya dan
masih menyebabkan manifestasi klinis di kulit pada suhu 210C. Suhu yang
lebih rendah dan kelembapan yang tinggi memperpanjang hidup parasit ini.
Misalnya pada
suhu 100C dan kelembaban relatif 97%, Sarcoptes scabiei dapat bertahan
selama 1 minggu. Tetapi jika suhu dibawah 200C, parasit ini tidak dapat
bergerak dan melakukan penetrasi ke kulit. Dan pada suhu 340C, ia dapat
bertahan selama 24 jam.

Gambar 1. Parasit Sarcoptes scabiei dari sampel scrapping.

2.4 Siklus Hidup Sarcoptes Scabiei

Gambar 2. Siklus hidup Sarcoptes scabiei


Perkawinan tungau Sarcoptes ini terjadi di permukaan kulit atau
terowongan kulit, mengikuti jalan terowongan kulit yang dibuat oleh tungau
betina. Tungau menggali dan makan epitel-epitel kulit maupun cairan yang
berasal dari sel-sel kulit yang digalinya di sepanjang stratum corneum.
Kecepatan menggali tungau ini mencapai 0,5 mm perhari, sedangkan
kecepatan berjalan seekor tungau sekitar 2,5 cm permenit. Disepanjang
terowongan yang dihuni tungau terlihat seperti garis-garis dibawah kulit, mulai
beberapa mm sampai cm. Dalam siklus hidup Sarcoptes scabiei mengalami
empat tahapan stadium dimulai dari telur, larva, nimfa dan dewasa. Tungau
dewasa meletakkan telur 1-3 butir perhari didalam terowongan kulit yang
dibuatnya. Masa subur seekor tungau betina berkisar sekitar dua bulan.
Dalam kurun waktu 3-5 hari telur akan menetas jadi larva yang memiliki
6 buah kaki, bentuknya sudah menyerupai tungau dewasa. Larva akan segera
keluar dari terowongan kulit menuju permukaan kulit. Pada waktu berada
dipermukaan kulit banyak larva yang tidak bertahan hidup, beberapa yang
masih hidup akan masuk kembali ke stratum corneum atau folikel rambut untuk
membuat kantung-kantung tempat larva berganti kulit.
Setelah 2-3 hari larva berubah menjadi protonimfa. Protonimfa
kemudian berganti kulit jadi deutonimfa, setelah beberapa hari nimfa berganti
kulit dan menjadi tungau dewasa. Beberapa tungau dewasa kawin dikantung-
kantung yang dibuat pada masa stadium larva atau pindah dari permukaan kulit
dan kawin ditempat tersebut. Betina yang telah kawin dan mengandung telur
segera menggali terowongan kulit untuk meletakkan telur disana. Lamanya daur
hidup dari telur hingga dewasa sekitar 10-19 hari. Tungau betina dapat hidup
satu bulan pada kulit manusia, tetapi bila tidak berada dikulit maka tungau
hanya bertahan 2-4 hari (Sucipto, 2011).
Siklus hidup Sarcoptes scabiei sepenuhnya terjadi pada tubuh manusia
sebagai host, namun tungau ini mampu hidup di tempat tidur, pakaian, atau
permukaan lain pada suhu kamar selama 2-3 hari dan masih memiliki
kemampuan untuk berinfestasi dan menggali terowongan.Penularan skabies
dapat terjadi melalui kontak dengan obyek terinfestasi seperti handuk, selimut,
atau lapisan furnitur dan dapat pula melalui hubungan langsung kulit ke kulit.
Seseorang yang terinfeksi Sarcoptes scabiei dapat menyebarkan skabies
walaupun ia tidak menunjukkan gejala. Semakin banyak jumlah parasit dalam
tubuh seseorang, semakin besar pula kemungkinan ia akan menularkan parasit
tersebut melalui kontak tidak langsung.

Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung pada


kemampuannya meletakkan telur, larva, dan nimfa di dalam stratum korneum.
Oleh karena itu, tungau ini sangat menyukai bagian kulit yang memiliki stratum
korneum yang relatif lebih longgar dan tipis seperti sela-sela jari tangan, telapak
tangan bagian lateral, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat
ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia
eksterna (pria).

2.5 Patogenesis Sarcoptes Scabiei


Penyebabnya penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu
sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei atau pada
manusia disebut Sarcoptes scabieivarian hominis. Sarcoptes scabiei termasuk
filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina, super famili Sarcoptes.
Faktor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah sosial ekonomi yang
rendah, higiene perorangan yang jelek, lingkungan yang tidak saniter, perilaku
yang tidak mendukung kesehatan, serta kepadatan penduduk.
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Penularan dapat terjadi karena
bersalaman atau bergandengan tangan yang lama sehingga terjadi kontak kulit
yang kuat, menyebabkan kuman skabies berpindah ke lain tangan, kuman
skabies dapat menyebabkan bintil (papul, gelembung berisi air, vesikel dan
kudis) pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi
terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan
setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul,vesikel, urtikaria dan lain-lain. Dengan garukan dapat
timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal
yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau (Handoko, 2008).
2.6 Identifikasi Sarcoptes Scabiei
Bila gejala klinis spesifik, diagnosis skabies mudah ditegakkan. Tetapi
penderita sering datang dengan lesi yang bervariasi sehingga diagnosis pasti
sulit ditegakkan. Pada umumnya diagnosis klinis ditegakkan bila ditemukan
dua hari empat cardinal sign beberapa cara yang dapat digunakan untuk
menemukan tungau dan produknya yaitu :
1) Kerokan kulit
Papul atau kanalikuli yang utuh ditetesi dengan minyak mineral atau KOH
10% lalu dilakukan kerokan dengan menggunakan scalpel steril yang
bertujuan untuk mengangkat atap papula atau kanalikuli. Bahan
pemeriksaan diletakkan di gelas objek dan ditutup dengan kaca penutup
lalu diperiksa dibawah mikroskop.
2) Mengambil tungau dengan jarum
Bila menemukan terowongan, jarum suntik yang runcing ditusukkan
kedalam terowongan yang utuh dan digerakkan secara targensial ke ujung
lainnya kemudian dikeluarkan. Bila positif, tungau terlihat pada ujung
jarum sebagai parasit yang sangat kecil dan transparan. Cara ini mudah
dilakukan tetapi memerlukan keahlian tinggi.
3) Tes tinta pada terowongan (burrow ink test)
Papul skabies dilapisi dengan tinta cina, dibiarkan selama 20-30 menit.
Setelah tinta dibersihkan dengan kapas alkohol, terowongan tersebut akan
kelihatan lebih gelap dibandingkan kulit disekitarnya karena akumulasi
tinta didalam terowongan. Tes dinyatakan positif bila terbentuk gambaran
kanalikuli yang khas berupa garis menyerupai bantuk zigzag.
4) Membuat biopsi irisan (epidermal shave biopsy)
Diagnosis pasti dapat melalui identifikasi tungau, telur atau skibala secara
mikroskopik. Ini dilakukan dengan cara menjepit lesi dengan ibu jari dan
telunjuk kemudian dibuat irisan tipis, dan dilakukan irisan superficial
secara menggunakan pisau dan berhati-hati dalam melakukannya agar
tidak berdarah. Kerokan tersebut diletakkan diatas kaca objek dan ditetesi
dengan minyak mineral yang kemudian diperiksa dibawah mikroskop.
5) Biopsi irisan dengan pewarnaan HE

Gambar 3. Sarcoptes scabiei dalam epidermis (panah) dengan pewarnaan HE.

6) Uji tetrasiklin
Pada lesi dioleskan salep tetrasiklin yang akan masuk kedalam kanalikuli.
Setelah dibersihkan, dengan menggunakan sinar UV dari lampu Wood,
tetrasiklin tersebut akan memberikan fluoresensi kuning keemasan pada
kanalikuli.
Dari berbagai macam pemeriksaan tersebut, pemeriksaan kerokan kulit
merupakan cara yang paling mudah dan hasilnya cukup memuaskan. Agar
pemeriksaan berhasil, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni :
a) Kerokan harus dilakukan pada lesi yang utuh (popula, kanalikuli) dan tidak
dilakukan pada tempat dengan lesi yang tidak spesifik.
b) Sebaiknya lesi yang akan dikerok diolesi terlebih dahulu dengan minyak
mineral agar tungau dan produknya tidak larut, sehingga dapat menemukan
tungau dalam keadaan hidup dan utuh.
c) Kerokan dilakukan pada lesi didaerah predileksi.
d) Oleh karena tungau terdapat dalam stratum korneum maka kerokan harus
dilakukan di superficial dan menghindari terjadinya perdarahan. Namun
karena sulitnya menemukan tungau maka diagnosis scabies harus
dipertimbangkan pada setiap penderita yang datang dengan keluhan gatal
yang menetap
2.7 Pencegahan dan Pengobatan Sarcoptes Scabiei
a. Pencegahan
Cara pencegahan penyakit skabies adalah dengan :

1) Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.


2) Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, selimut dan lainnya secara
teratur minimal 2 kali dalam seminggu.
3) Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.
4) Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.
5) Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang
dicurigai terinfeksi tungau skabies.
6) Menjaga kebersihan rumah dan berventilasi cukup.

Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi


parasit. Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak
langsung dengan penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit.
Walaupun penyakit ini hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak
membahayakan jiwa, namun penyakit ini sangat mengganggu kehidupan
sehari-hari. Bila pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak
menjamin terbebas dari infeksi ulang, langkah yang dapat diambil adalah
sebagai berikut :

a. Cuci sisir, sikat rambut dan perhiasan rambut dengan cara merendam
di cairan antiseptik.
b. Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat dan
gunakan seterika panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci
kering.
c. Keringkan peci yang bersih, kerudung dan jaket, serta hindari
pemakaian bersama sisir, mukena atau jilbab (Depkes, 2007).
b. Pengobatan
Syarat obat yang ideal untuk pengobatan adalah :

- Harus efektif terhadap semua stadium parasit Sarcoptes scabiei


- Tidak berbau, kotor, dan tidak merusak pakaian
- Tidak bersifat racun dan menimbulkan iritasi
- Harga murah dan dapat ditemukan dengan mudah

12
13

Jenis obat topikal :

a. Salep/Krim belerang. Penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari


karena tidak efektif terhadap stadium telur. Karena mengandung
belerang, obat ini berbau dan menimbulkan warna pada pakaian.
Namun preparat obat ini dapat digunakan pada pasien bayi berumur
kurang dari 2 tahun.
b. Emulsi benzyl-benzoas 20-25%. Obat ini digunakan selama 3 hari
setiap malam hari. Kekurangan obat ini adalah menyebabkan iritasi,
sulit diperoleh, dan pada beberapa orang menyebabkan gatal setelah
dipakai.
c. Gama Benzena Heksa Klorida (gemeksan=gammexane) 1% dengan
sediaan krim atau losio. Obat ini diberikan cukup sekali, jika masih
ditemukan gejala maka diulangi satu minggu kemudian. Kelebihan obat
ini adalah efektif untuk semua stadium, mudah digunakan, dan jarang
menimbulkan iritasi. Kontraindikasi penggunaanya adalah ibu hamil
dan anak di bawah 6 tahun karena bersifat toksik terhaap susunan saraf
pusat.
d. Krim/losio krotamiton 10% mempunyai efek sebagai antiskabies dan
antigatal. Pemberiannya harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.
Krim permetrin 5%. Jika dibandingkan dengan gameksan, permetrin
lebih aman dan efektifitasnya sama. Pemberian dilakukan cukup sekali
dan dihapus dalam 10 jam. Bila belum sembuh maka diulangi setelah
seminggu kemudian. Kontraindikasi pemberian permetrin adalah pada
bayi dibawah usia 2 bulan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Skabies pada manusia masih menjadi kendala bagi kesehatan manusia .
Penyakit ini harus mendapat perhatian yang serius dari lembaga-lembaga
terkait sehingga penyebarannya tidak semakin luas .Lemahnya piranti
diagnosis dan timbulnya resistensi tungau S. scabiei terhadap bermacam-
macam akarisidal menjadi tantangan bagi para peneliti untuk menemukan
akarisidal alternative yang aman bagi penderita dan bersifat ramah
lingkungan.
Skabies (kudis) adalah penyakit kulit yang berisifat menular yang
disebabkan oleh investasi dan sensitisasi terhadap tungau sarcoptes scabiei
varietas hominis. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas
Arachnida, ordo Astigmata, familiSarcoptidae. Daur hidup Sarcoptes scabiei
dari telur hingga dewasa berlangsung selama satu bulan. Sasaran dari
Sarcoptes scabiei untuk menyebarkan penyakit yaitu manusia.
gejala seseorang terkena skabies adalah kulit penderita gatal-gatal
penuh bintik-bintik kecil sampai besar, berwarna kemerahan yang disebabkan
garukan keras. Bintik-bintik itu akan menjadi bernanah jika terinfeksi.
Penularan penyakit skabies dapat terjadi secara langsung seperti seperti
berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual maupun tidak langsung
misalnya melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk. untuk mencegah
penyebaran penyakit harus menjaga kebersihan lingkungan, rumah dan badan.
Pengobatan scabies dapat dilakukan baik secara medis seperti Belerang endap
(sulfur presipitatum), Emulsi benzil-benzoat, Gama benzena heksa klorida,
Krotamiton dan Permetrin maupun secara tradisional seperti daun salam, biji
buah pinang dan daun buah srikaya
3.2 Saran
Agar terhindar dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh tungau
(sarcoptes scabiei), maka sangat diperlukan kesadaran masyarakat tentang
kesehatan dan kehigienitas.

14
15

DAFTAR PUSTAKA

Rian, A. 2015. Makalah skabies.


https://www.scribd.com/doc/312666413/102720515-makalah-
skabies-pdf. Diakses pada 24 Maret 2021.
Mutiara, H. 2016. Skabies. file:///C:/Users/asus/AppData/Local/Temp/1075-1670-
1-PB.pdf. Diakses 23 Maret 2021.
Safitri, K. 2016. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/880/4/4.%20Chapter-2.pdf.
Diakses 24 Maret 2021.
Ariawati , N. Diarthini, NP. 2016. TINJAUAN PUSTAKA PENYAKIT SCABIES.
http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/4914/1/d697e28f43fce45c6dea6
38a90e39e7e.pdf. Diakses 24 Maret 2021.
Dewi, MK. Wathoni, N. 2018. ARTIKEL REVIEW : DIAGNOSIS DAN
REGIMEN PENGOBATAN

SKABIES.
file:///C:/Users/asus/AppData/Local/Temp/12898-28528-1-PB-
1.pdf. Diakses 24 Maret 2021.
Myrona, CT. 2018. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.
http://eprints.undip.ac.id/61738/3/BAB_II.pdf. Diakses 24 Maret
2021.
Lestari, YRD. 2017. BAB II. http://repository.unimus.ac.id/478/3/BAB%20II.pdf.
Diakses 24 Maret 2021.

Anda mungkin juga menyukai