LPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN GEA MAYA ANGGRAINI Revisi
LPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN GEA MAYA ANGGRAINI Revisi
DISUSUN OLEH :
Maya Anggraeni
202007022
Tangerang Selatan
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa)
dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Sampai saat ini
tahunnya lebih dari satu milyar kasus gastroenteritis. Angka kesakitan diare
pada tahun 2011 yaitu 411 penderita per 1000 penduduk. Diperkirakan 82%
kematian akibat diare terjadi pada negara berkembang, terutama di Asia dan
Afrika, dimana akses kesehatan dan status gizi masih menjadi masalah.
kasus diare yang ditemukan sekitar 213.435 penderita dengan jumlah kematian
1.289, dan sebagian besar (70-80%) terjadi pada anak-anak di bawah 5 tahun.
Seringkali 1-2% penderita diare akan jatuhdehidrasi dan kalau tidak segera
ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya (Depkes RI,
selatan telah menargetkan untuk menurunkan angka kejadian diare pada tahun
2012 75% dan 100% pada tahun 2013 danmenurunkan angka kematian untuk
tahun 2012 0,003% dan <1 per 10.000 penduduk pada tahun 2013.(Standar
terjadi dan menjalani rawat inap di RS IMC Bintaro tahun 2020 adalah 103
IMC Bintaro”.
B. Rumusan Masalah
laporan kasus ini adalah “ Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Klien Diare
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
1. Mulut
Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir
dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh
dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius
gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham),
menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar
dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri
secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara
otomatis.
2. Tenggorokan
Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang
infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan,
letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang
rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak
terdiri dari bagian superior yaitu bagian yang sama tinggi dengan hidung,
bagian media yaitu bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior
yaitu bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut
dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini
Sering juga disebut esofagus. Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6
tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu
bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran
otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari
otothalus).
4. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu
a) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap
kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah
b) Asam klorida(HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh
pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta.
Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang
usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan
lemak.
6. Usus Besar(Kolon)
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Ususbesar terdiri dari
penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat
zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal
pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
7. Usus Buntu(Sekum)
Usus buntu atau sekum adalah suatu kantung yang terhubung pada usus
8. Umbai Cacing(Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.
9. Rektum danAnus
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai
tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika
kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang
10. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
erat dengan duodenum (usus dua belas jari). Pankraes terdiri dari 2 jaringan
B. ETIOLOGI
1. Faktor infeksi
a. Infeksi internal adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare infeksi internal, meliputi:
1) Infeksi bakteri:Vibrio, E. Coli, salmonella, shigella, campylobacter,
yersinia, aeromonas dan sebagainya.
2) Infeksi virus :entrovirus (virus ECHO), coxsackie, poliomyelitis,
adenovirus, rotavirus, astovirus dan lain-lain.
3) Infeksi parasite:Cacing, protozoa, dan jamur
2. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida, monosakarida malabsorbsi lemak,
malabsorbsi protein.
3. Faktor makanan :Makanan basi beracun dan alergi makanan.
4. Faktor kebersihan : Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah
membuang tinja atau sebelum mengkonsumsi makanan.
5. Faktor psikologi
Rasa takut dan cemas dapat menyebabkan diare karena dapat merangsang
peningkatan peristaltik usus.
C. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang
terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat
menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan
akibat dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan
asam basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propia serta
kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan maldigesti dan
malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada
akhirnya dapat mengalami invasi sistemik.
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus,
Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter,
Salmonella, Escherichia coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia,
Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi
pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau sitotoksin dimana merusak sel-sel,
atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut. Penularan
Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam
rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare).
Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus,
sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan
moltilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat
dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia),
gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dangangguan
sirkulasi darah.
D. PATHWAY
Hiperperistaltik
GEA
Hipertermia
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut mediscatore.com, gejala diare adalah tinja encer dengan frekuensi 4 kali
atau lebih dalam sehari, yang terkadang disertai beberapa hal berikut :
a. Muntah
b. Badan lesu atau lemah
c. Tidak nafsu makan
d. Darah dan lendir dalam kotoran
e. Cengeng
f. Gelisah
g. Suhu meningkat
h. Tinja cair, dan lendir terkadang bercampur darah. Lama kelamaan, tinja
berwarna hijau dan asam.
i. Anus lecet
j. Dehidrasi. Jika menjadi dehidrasi berat, akan menjadi volume darah
berkurang, nadi cepat dan kecil, denyut jantung cepat, tekanan darah turun,
kesadaran menurun, dan diakhiri dengan syok
k. Berat badan turun
l. Turgor kulit menurun
m. Mata dan ubun-ubun cekung
n. Selaput lendir, serta mulut dan kulit menjadi kering (Putra, 2012)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostic pada klien dengan gastroenteritis :
3. Rencana terapi C
Penanganan dehidrasi berat dengan cepat, yaitu dengan :
a. Memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit
melalui mulut sementara infuse dipersipakan. Beri ml/kg cairan Ringer Laktat
atau jika tersedia, gunakan cairan NaCl yang dibagi sebagai berikut
Pemberian Cairan
Umur Pemberian Pemberian
Pertama 30 mg ml/kg Berikut 70 mg ml/kg
Selama selama
*
Bayi 1 jam 5 Jam
(dibaw
ah umur 12
bulan)
A. PRIMARY SURVEY
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian
dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang
mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk
mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam
kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde,
2009) :
Airway maintenance dengan cervical spine protection
Breathing dan oxygenation
Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
Disability-pemeriksaan neurologis singkat
Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary
survey bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan
langkah berikutnya hanya dilakukan jika langkah sebelumnya telah
sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat melaksanakan
tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah dialokasikan
peran tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya
menyadari mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan mereka
(American College of Surgeons, 1997). Primary survey perlu terus
dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen. Kunci
untuk perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah, kemudian
diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta pengkajian
ulang melalui pendekatan AIR (assessment, intervention, reassessment).
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain
(Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009) :
a) General Impressions
Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)
b) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan
ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara
dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang
tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang
belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai
terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling
sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar
(Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas?
Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
Sianosis
Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang
berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien
sesuai indikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask
Airway
Lakukan intubasi
c) Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan
nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien
tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah:
dekompresi dan drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of
open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara
lain :
Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi
pasien.
Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada
tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail
chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu
pernafasan.
Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika
perlu.
Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
Penilaian kembali status mental pasien.
Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
Pemberian terapi oksigen
Bag-Valve Masker
Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan
yang benar), jika diindikasikan
Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan
berikan terapi sesuai kebutuhan.
d) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada
trauma. Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi,
takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan
capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya
tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk
mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung mengarahkan tim
untuk melakukan upaya menghentikan pendarahan. Penyebab lain yang
mungkin membutuhkan perhatian segera adalah: tension pneumothorax,
cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua
perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada
pasien secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner,
2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien,
antara lain :
Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
Palpasi nadi radial jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia
(capillary refill).
Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
e) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang
tidak bias di mengerti
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk
merespon)
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus
nyeri maupun stimulus verbal.
f) Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika
pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line
penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan
pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan
pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya selama
pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan,
tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika
diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa
pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang
berpotensi tidak stabil atau kritis. (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009)
g) Pemerikasaan fisik.
Kepala dan leher :
- Kepala :
Bentuk simetris, ramput tampak bersih. Tidak ada nyeri tekan kepala
- Penglihatan :
Skrela normal, konjungtiva anemis, bentuk pupil isokor (3mm/3mm).,
reflek cahaya +/+, tidak ada edema
- Pendengaran :
Tidak ada pengeluaran cairan, tidak ada inflamasi, tidak ada nyeri
- Hidung :
Bentuk hidung simetris, tidak ada polip, tidak ada riwayat sinusitis,
tidak ada rhinitis, tidak ada epitaksis.
- Tenggorokan dan mulut:
Jumlah gigi lengkap, tidak ada caries, klien tidak menggunakan gigi
palsu, lidah tampak bersih, mukosa kering, tidak ada tonsilitis, faring
merah muda.
- Kelenjar leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe, vena jugularis teraba
normal, tidak ada kaku kuduk.
Pencernaan :
I : Abdomen simetris, warna kulit normal, tidak tanpak adanya striae
A: Peristaltik dan bunyi bising usus meningkat terdengar 38x/menit
P: Adanya nyeri tekan di bagian abdomen, teraba lunak, hepar tidak teraba,
ginjal tidak teraba
P: Suara perkusi abdomen terdengar timpani diseluruh lapang abdomen,
asites (-)
Muskuloskleletal :
I: Otot sisi kanan dan kiri simetris, tidak ada deformitas, tidak ada
perdarahan, tidak ada fraktur
P: Tidak ada nyeri edema kaki kanan dan kiri
Kulit/Integumen:
I: Tidak ada lesi, tidak ada jaringan parut, persebaran warna kulit merata,
kulit tampak kering.
P: Tekstur kulit normal, tidak ada nyeri tekan.
h) Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan FL,darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk
mengetahui penyebabsecara kuantitatif dan kualitatif.
B. ANALISA DATA
Analisa data merupakan kemampuan kognitif dalam
pengembangan daya berfikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh
latar belakang dan ilmu pengetahuan, pengalaman, dan pengertian
keperawatan. Dalam melakukan analisa data, diperlukan kemampuan
mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori
dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dan menentukan
masalah kesehatan dan keperawatan pasien (Nurhasanah, 2013).
C. NURSING DIAGNOSIS
Setelah data ± data dikelompokan, kemudian dilanjutkan dengan
perumusan diagnosa. Diagnosa keperawatan dalah cara mengidentifikasi,
memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon pasien
terhudap masalah aktual dan resiko tinggi ( Doengoes, 2009 ).
Edukasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu
-Subjektif : Observasi
(Tidak tersedia) Kriteria hasil : 1. Identifikasi adanya
kelelahan otot bantu napas
-Objektif : 1. Menggigil menurun
2. Identifikasi efek perubahan
1. Suhu tubuh diatas 2. Kulit merah menurun
nilai normal (37,9˚C) 3. Takikardi menurun posisi terhadap status
4. Takipnea menurun pernapasan
5. Bradikardi menurun 3. Monitor status respirasi dan
Gejala dan tanda minor 6. Suhu tubuh membaik oksigenasi (mis.frekuensi
7. Suhu kulit membaik dan kedalaman napas,
-Subjektif : (tidak tersedia)
8. Tekanan darah membaik penggunaan otot bantu
-Objektif : napas, bunyi napas
tambahan, saturasi oksigen
1. Kulit merah
2. Takikardi
(103x/menit)
3. Takipnea (24x/menit) Terapeutik
4. Kulit terasa hangat 1. Pertahankan kepatenan
jalan napas
2. Berikan posisi semi fowler
atau fowler
3. Fasilitasi mengubah posisi
senyaman mungkin
4. Berikan oksigenasi sesuai
kebutuhan (mis.nasal canul,
masker wajah, masker
rebreathing atau non
rebreathing)
Edukasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu -
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS DAN GAWAT
DARURAT PADA Ny.J DI UGD RS IMC BINTARO DENGAN
DIAGNOSA MEDIK DIARE DENGAN DEHIDRASI BERAT
DISUSUN OLEH :
Maya Anggraeni
202007022
2020
I. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
Nama : Ny.J
Alamat :Jl. Raya Jombang
Tempat/Tgl Lahir : 12 Okt 1987
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Suku Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Karyawan swasta
Diagnosa medik : Diare dengan dehidrasi berat
b. Penanggung jawab
Nama :Tn.A
Alamat : Jl. Raya Jombang
Tampat/Tgl Lahir : 17 Juni 1960
Jenis kelamin :Laki-laki
Agama : Kristen
Suku Bangsa : Indonesia
Hubungan dgn paien : Bapak kandung
II. TINGKAT KEGAWATAN
Gawat Darurat
Darurat Tidak Gawat Label warna kuning
Tidak Gawat Tidak Darurat
Meninggal
M (Medikamentosa)
: Vitamin C
g. Pemeriksaan Fisik
Kepala dan leher :
- Kepala :
Bentuk simetris, ramput tampak bersih. Tidak ada nyeri tekan
kepala
- Penglihatan :
Skrela normal, konjungtiva anemis, bentuk pupil isokor
(3mm/3mm)., reflek cahaya +/+, tidak ada edema
- Pendengaran :
Tidak ada pengeluaran cairan, tidak ada inflamasi, tidak ada nyeri
- Hidung :
Bentuk hidung simetris, tidak ada polip, tidak ada riwayat
sinusitis, tidak ada rhinitis, tidak ada epitaksis.
- Tenggorokan dan mulut:
Jumlah gigi lengkap, tidak ada caries, klien tidak menggunakan
gigi palsu, lidah tampak bersih, mukosa kering, tidak ada
tonsilitis, faring merah muda.
- Kelenjar leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe, vena jugularis
teraba normal, tidak ada kaku kuduk.
Pencernaan :
I : Abdomen simetris, warna kulit normal, tidak tanpak adanya
striae
A: Peristaltik dan bunyi bising usus meningkat terdengar
38x/menit
P: Adanya nyeri tekan di bagian abdomen, teraba lunak, hepar
tidak teraba, ginjal tidak teraba
P: Suara perkusi abdomen terdengar timpani diseluruh lapang
abdomen, asites (-)
Muskuloskleletal :
I: Otot sisi kanan dan kiri simetris, tidak ada deformitas, tidak ada
perdarahan, tidak ada fraktur
P: Tidak ada nyeri edema kaki kanan dan kiri
Kulit/Integumen:
I: Tidak ada lesi, tidak ada jaringan parut, persebaran warna kulit
merata, kulit tampak kering.
P: Tekstur kulit normal, tidak ada nyeri tekan.
TERAPI OBAT :
OBAT ORAL
DIATAB = 4X2
LACTO B = 2X1
SANMOL TAB= 3X500 Mg
OSELTAMIVIR = 2x75 Mg
MYCOSTATIN = 4X1 CC
XEPAZYM 3X1
OBAT INJEKSI
ONDANSENTRON = 3X4
OMEFRAZOLE =2X40
LEVOFLOXACIN =1X750
VIT C =1X1 Gr
SANMOL FLASH
KETOROLAC =2X30 Mg
Subjektif :
Subjektif :
Objektif
Subjektif :
Objektif :
-Membran mukosa kering
-Volume urin menurun
- Balance Cairan : -1.250
- TTV:
TD : 130/80
S : 37,9˚C,
RR : 24x/mnt,
N : 115x/mnt.
Spo: 98%
Subjektif :
Diare (D.0020)
XI. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi
1. Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Pengalaman sensorik atau
emosional yang berkaitan Pengalaman sensorik atau Mengidentifikasi dan
dengan kerusakan jaringan emosional yang berkaitan mengelola pengalaman
aktual atau fungsional, dengan kerusakan jaringan sensorik atau emosional yang
dengan onset mendadak atau aktual atau fungsional berkaitan dengan kerusakan
lambat dan berintensitas dengan onset mendadak jaringan atau fungsional
ringan hingga berat yang arau lambat dan dengan onset mendadak atau
berlangsung kurang dari 3 berintensitas ringan hingga lambat dan berintensitas ringan
bulan. berat dan konstan.Setelah hingga berat dan konstan.
dilakukan tindakan
Subjektif : keperawatan selama 2x30 Tindakan :
menit diharapkan nyeri Observasi
- Pasien mengeluh Nyeri Menurun
Skala :5 1. Identifikasi lokasi,
-Objektif : karakteristik, durasi,
Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas,
- Pasien tampak meringis intensitas nyeri
- Pasien bersikap protektif, 1. Kemampuan 2. Identifikasi skala nyeri
posisi menghindar nyeri menuntaskan aktivitas 3. Identifikasi respon nyeri
- Pasien terlihat gelisah meningkat non verbal
2. Keluhan nyeri menurun 4. Identifikasi faktor yang
- TTV:
3. Meringis menurun memperberat dan
TD : 130/80
4. Gelisah menurun memperingan nyeri
S : 37,9˚C,
RR : 24x/mnt, 5. Muntah menurun 5. Identifikasi pengetahuan
N : 115x/mnt. 6. Mual menurun
dan keyakinan tentang nyeri
Spo: 98% 7. Frekuensi nadi membaik
8. Pola nafas membaik Terapeutik
9. Tekanan darah membaik
6. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin)
7. kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
8. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
Kolaborasi
2. Kolaborasi pemberian
analgesik, ketorolac
2. Diare (D.0020) pengeluaranFungsi gastrointestinal Edukasi kesehatan (L.12383)
feses yang sering, lunak dan
(L.03019) Mengajarkan pengelolaan
tidak berbentuk faktor resiko penyakit dan
Kemampuan saluran cerna perilaku hidup bersih dan sehat
Subjektif : untuk memasukan dan
mencerna makanan serta Tindakan
-Pasien mengatakan BAB 5- menyerap nutrisi dan
6x/hari membuang zat sisa. Setelah Observasi
dilakukan tindakan 3. Identifikasi kesiapan dan
-Pasien mengatakn BAB cair keperawatan selama 2x30 kemampuan menerima
menit diharapkan diare informasi
Objektif menurun 4. Identifikasi faktor-faktor
-Pasien terlihat lemah yang dapat menyebabkan
dan menurunkan motivasi
-Mukosa bibir kering Kriteria hasil : perilaku hidup bersih dan
sehat
- turgor kulit kering, CRT<3 9. Tolerani terhadap
detik, makanan meningkat Terapeutik
-Bising usus 38x/menit 10. Mual menurun 4. Sediakan materi dan media
11. Muntah menurun pendidikan kesehatan
- TTV: 12. Dispepsia menurun 5. Jadwalkan pendidikan
TD : 130/80 13. Nyeri abdomen
S : 37,9˚C, kesehatan sesuai
menurun kesepakatan
RR : 24x/mnt,
N : 115x/mnt. 14. Fungsi BAB 6. Berikan kesempatan untuk
Spo: 98% membaik bertanya
15. Konsistensi feses
membaik
16. Nafsu makan Edukasi
membaik
3. Jelaskan faktor resiko yang
dapat mempengaruhi
kesehatan
4. Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
Kolaborasi
Kolaborasi
Terapeutik
5. Pertahankan kepatenan
jalan napas
6. Berikan posisi semi fowler
atau fowler
7. Fasilitasi mengubah posisi
senyaman mungkin
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu
XII. IMPLEMENTASI
Diagnosa Hari / Implementasi Respon TTD Ners
Keperawatan Tanggal
Nyeri Akut Rabu Observasi - Pasien mengatakan
(D.0077) 14/10/20 1. Mengidentifikasi lokasi, masih nyeri skala :
karakteristik, durasi, 5
09.00 frekuensi, kualitas, - Gelisah
intensitas nyeri - Meringis
2. Mengidentifikasi skala
nyeri (Skala nyeri : 5)
3. Mengidentifikasi respon
09.20 nyeri non verbal
4. Mengidentifikasi faktor
yang memperberat dan
memperingan nyeri
5. Mengidentifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
Terapeutik
09.30 1. Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri,
(kompres hangat/dingin di
area perut)
2. Mengontrol lingkungan
10.00 yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Memfasilitasi istirahat dan
tidur
4. Memrtimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Menjelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Menganjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Menganjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
11. Mengajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Melakukan kolaborasi
pemberian analgesik,
Ketorolak 1 Ampul
Diare (D.0020) Rabu Observasi - klien mengatakan
14/10/20 1. Mengidentifikasi kesiapan mual dan muntah
dan kemampuan - Dispepsia
menerima informasi
2. Mengidentifikasi faktor-
09.00 faktor yang dapat
menyebabkan dan
menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih dan
sehat
Terapeutik
09.20 1. Menyediakan materi dan
media pendidikan
kesehatan
2. Menjadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
09.30 kesepakatan
3. Memberikan kesempatan
untuk bertanya
10.00
Edukasi
1. Menjelakan faktor resiko
yang dapat mempengaruhi
kesehatan
2. Mengajarkan perilaku
hidup bersih dan sehat
-
Manajemen syok -
hipovolemik (L.02050)
Mengidentifikasi dan
mengelola ketidak mampuan
tubuh menyediakan oksigen
dan nutrien untuk mencukupi
kebutuhan jaringan akibat
kehilangan cairan /darah
berlebih
Tindakan
Observasi
-Memonitor status
kardiopulmonal (frekuensi
dan kekuatan nadi, frekuensi
napas, TD, MAP)
-Memeriksa tingkat
kesadaran dan respon pupil
Terapeutik
-Memasang IV berukuran
besar mis no 14 atau 16
Kolaborasi
-Melakukan kolaborasi
pemberian infus cairan
kristaloid 1-2 L pada dewasa
10.00 Edukasi
1. Mengajarkan melakukan
teknik relaksasi napas
dalam
2. Mengajarkan mengubah
posisi secara mandiri
3. Mengjarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu -
Terapeutik
09.30 5. Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri,
(kompres hangat/dingin di
area perut)
6. Mengontrol lingkungan
10.00 yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
7. Memfasilitasi istirahat dan
tidur
8. Memrtimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
5. Menjelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
6. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
7. Menganjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
8. Menganjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
12. Mengajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Melakukan kolaborasi
pemberian analgesik,
Ketorolak 1 Ampul
Diare (D.0020) Kamis Observasi - Klien
14/10/20 3. Mengidentifikasi kesiapan mengatakan mual
dan kemampuan menurun dan
sudah mau
menerima informasi
4. Mengidentifikasi faktor- makan
09.00 faktor yang dapat
menyebabkan dan
menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih dan
sehat
Terapeutik
09.20 4. Menyediakan materi dan
media pendidikan
kesehatan
5. Menjadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
09.30 kesepakatan
6. Memberikan kesempatan
untuk bertanya
10.00
Edukasi
3. Menjelakan faktor resiko
yang dapat mempengaruhi
kesehatan
4. Mengajarkan perilaku
hidup bersih dan sehat
09.30 Terapeutik
5. Mempertahankan
kepatenan jalan napas
6. Memberikan posisi semi
fowler atau fowler
7. Memfasilitasi mengubah
posisi senyaman mungkin
8. Memberikan oksigenasi
sesuai kebutuhan
(mis.nasal canul, masker
wajah, masker rebreathing
atau non rebreathing)
10.00 Edukasi
4. Mengajarkan melakukan
teknik relaksasi napas
dalam
5. Mengajarkan mengubah
posisi secara mandiri
6. Mengjarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu -
Edukasi
9. Menjelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
10. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
11. Menganjurkan
memonitor nyeri secara
mandiri
12. Menganjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
13. Mengajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Melakukan kolaborasi
pemberian analgesik,
Ketorolak 1 Ampul
Diare (D.0020) Jumat Observasi - Klien
16/10/20 5. Mengidentifikasi kesiapan mengatakan
dan kemampuan sudah tidak mual
dan muntah
menerima informasi
6. Mengidentifikasi faktor-
09.00 faktor yang dapat
menyebabkan dan
menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih dan
sehat
Terapeutik
09.20 7. Menyediakan materi dan
media pendidikan
kesehatan
8. Menjadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
09.30 kesepakatan
9. Memberikan kesempatan
untuk bertanya
10.00
Edukasi
5. Menjelakan faktor resiko
yang dapat mempengaruhi
kesehatan
6. Mengajarkan perilaku
hidup bersih dan sehat
09.30 Terapeutik
9. Mempertahankan
kepatenan jalan napas
10. Memberikan posisi
semi fowler atau fowler
11. Memfasilitasi
mengubah posisi
senyaman mungkin
12. Memberikan
oksigenasi sesuai
kebutuhan (mis.nasal
canul, masker wajah,
masker rebreathing atau
10.00 non rebreathing)
Edukasi
7. Mengajarkan melakukan
teknik relaksasi napas
dalam
8. Mengajarkan mengubah
posisi secara mandiri
9. Mengjarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu -
XIII. EVALUASI
Diagnosa Hari / Evaluasi (SOAP) TTD Ners
Keperawatan Tanggal
Nyeri Akut Rabu S:
(D.0077) 14/10/20 - Pasien mengatakan nyeri
menurun skala :3
- Gelisah menurun
09.00
- Meringis menurun
O:
- pasien tampak tenang
TTV:
09.20 TD : 120/80
S : 37,6˚C,
RR : 22x/mnt,
N : 90x/mnt.
O:
09.00 - Frekuensi peristaltik
menurun 30x/menit
- Nyeri kram abdomen
menurun skala :3
- Konsistensi feses membaik
TTV:
TD : 120/80
09.20 S: 37,6˚C,
RR : 22x/mnt,
N : 90x/mnt.
A: Masalah teratasisebagian
P: Intervensi di lanjutkan di
09.30
rawat inap
10.00
Hipovolemia Rabu S : Pasien mengatakan minum
(D.0023 15/10/20 banyak sekitar 500 cc
O: Keadaan umum terlihat sakit
sedang, akral hangat, nadi kuat
O2 spontan
09.00
TTV:
TD : 120/80
S : 36,5˚C,
RR : 20x/mnt,
N : 90x/mnt.
TTV:
09.20 TD : 120/80
S : 37,5˚C,
RR : 20x/mnt,
N : 95x/mnt.
O:
09.00 - Frekuensi peristaltik
menurun 30x/menit
09.20 - Nyeri kram abdomen
menurun skala :2
- Konsistensi feses membaik
TTV:
TD : 120/80
09.30 S : 37,5˚C,
RR : 20x/mnt,
N : 95x/mnt.
TTV:
09.00 TD : 120/80
S : 36,5˚C,
09.20 RR : 20x/mnt,
N : 90x/mnt.
TTV:
TD : 120/80
09.00 S : 37,5˚C,
RR : 20x/mnt,
09.20 N : 95x/mnt.
TTV:
TD : 120/80
09.20 S : 36,5˚C,
RR : 20x/mnt,
N : 95x/mnt.
O:
09.00 - Frekuensi peristaltik normal
27x/menit
09.20 - Sudah tidak Nyeri kram
abdomen
- Konsistensi feses membaik
TTV:
TD : 120/80
09.30 S : 36,5˚C,
RR : 20x/mnt,
N : 95x/mnt.
10.00
A: Masalah sudah teratasi
P: Intervensi di hentikan (pasien
boleh pulang)
Hipovolemia Jumat 14/10/20 S : Pasien mengatakan tidak ada
(D.0023 keluhan
09.00 O: Keadaan umum terlihat sakit
09.30 sedang, akral hangat, nadi kuat
O2 spontan
10.00
TTV:
TD : 120/80
S : 36,5˚C,
RR : 20x/mnt,
N : 90x/mnt.
A: Masalah diagnosa
Hipovolemia sudah teratasi
P: Intervensi di hentikan (Pasien
boleh pulng)
TTV:
TD : 120/80
10.00 S : 36,5˚C,
RR : 20x/mnt,
N : 95x/mnt.
DOI:
ARTICLEINFO
ABSTRACT
Article Type:
Introduction: The most common cause of death from diarrhea is the shock caused by
Original dehydration, electrolytes and acid-base disorders.
Objectives: The aim of this study was to evaluate water and electrolytes disorders in
Article History: diarrhea patients after treating severe acute diarrhea.
Received: 30 July 2016 Patients and Methods: In this study we used a historical cohort and studied patients who
were hospitalized due to acute diarrhea and were similarly treated for dehydration and
Accepted: 2 November 2016 water and electrolyte disorders as recommended by the World Health Organization (WHO)
guideline. Electrolytes, pH, serum creatinine (Cr) level on admission and during treatment
Published online: 24 November 2016 were recorded. Patients with underlying diseases were excluded from the study.
Results: Of 121 patients who were enrolled in the study, 67.8% had hyponatremia on
Original
Keywords:
admission (plasma Na <137 mEq/L) and 5.8% had hypernatremia. Around, 33.88% of
patients had hypokalemia and 2.4% had hyperkalemia. All hyperkalemia disorders were
Acute diarrhea treated, but 87.1% of patients had hypokalemia or low potassium levels, or they were
affected by uncorrected hypokalemia and were in need of further measures. Of all, 56.75%
Water and electrolyte had acidosis and 21% of patients with acidosis were not treated or the severity of their
disorders Acute renal failure acidosis increased during treatment. There was a significant relationship between acute
renal failure (ARF) and hypokalemia at the time of admission (P.<001), potassium loss
Acute kidney injury during treatment ( P < 0.001), acidosis (0.005), and cholera-related diarrhea (0.05).
Conclusion: The high prevalence of hypokalemia in these patients as well as potassium loss
during treatment indicates insufficient level of potassium in the therapeutic solutions. Mild
hyponatremia in most patients highlights the need for isotonic solutions to treat
dehydration.
Introduction
developing countries (3). In developed countries, like
the United States, acute diarrhea leads to very
Acute diarrhea has a high prevalence rate all across the
significant economic losses, including 250 000
world and about 5%-20% of the world population are
hospitalizations and almost 8 million visits to physicians
affected by diarrhea each year (1). Acute diarrhea
each year (4-6). Acute diarrheal diseases are a leading
causes more than 5-8 million deaths per year (2). Acute
cause of morbidity and mortality in Asia, Africa, and
diarrhea is the main cause of protein–calorie
Latin America and
malnutrition in
are responsible for 4-6 million deaths annually (7,8). The research was conducted as retrospective study and
The leading causes of mortality from acute diarrhea are followed the tenets of the Declaration of Helsinki. All
dehydration, electrolyte disorders, and their associated information remains confidential.
complications (9,10). Cholera is an important cause
of severe acute diarrhea (11). Untreated severe acute
cholera-related diarrhea can lead to up to 50% mortality Statistical analysis
(12). Approximately 5.5 million cholera-related diarrheas
occur annually worldwide and about 100 000 of patients After entering data into master sheet, they were entered
die (12,13). A new subgroup of cholera-related diarrhea into an Excel database and were analyzed using SAS 2000
epidemic has spread from India to other parts of the software and P value less than 0.05 was considered as
Middle East and Asia that can be considered as the main statistically significant. The relationships between acute
cause of cholera-related diarrhea epidemics in these renal failure (ARF) and need for dialysis and the
areas in recent years (14). The leading cause of death in frequency
severe acute cholera-related diarrhea, like other types
of severe acute diarrhea, is dehydration and water and
electrolytes disorders (15).
Ethical issues
of hypokalemia, hyponatremia, and hypocalcemia loss of potassium; as a result, they needed additional
acidosis were analyzed through chi-square, Wilcoxon measures. Of patients with hyponatremia who were
signed ranks, and fisher’s exact tests. Electrolyte treated according to the WHO’s protocol, all cases of
disorders and pH were assessed on admission and disorders were corrected. In 21% of patients with
after treatment. acidosis, the problem was not corrected, worsened, and
further measures were needed during the treatment. Of
patients with hypocalcemia who were treated according
Results to the WHO’s protocol, all cases of disorders were
corrected. Cholera-related diarrhea had a significant
Of 121 patients, 47.1% were female. Of all, 98 persons relationship with decreased plasma
(81%) were living in Tehran and the rest of patients
(19%) were residents of other cities of the country. A
total of 28 patients (23.3%) were hospitalized for less
than three days, 51 patients (42.5%) were hospitalized
for three to seven days, and 41 patients (34.2%) were
hospitalized for longer than seven days. Concerning the
etiology of the disease, 59 cases (48.8%) were due to
cholera, 32 cases (26.4%) due to amebiasis, five cases
(4.1%) due to shigellosis; the main cause of diarrhea
was not found in and the rest of the 25 patients
(20.7%).
potassium on admission (P < 0.001), hyponatremia on In conclusion, the results of this study shows the need
admission (Po<r0e.s0p0o1n),sne to hydration according for further and more precise researches on the type and
composition of the liquids administered for the
to WHO’s protocol (Pa<n0d.0t0h1e)need of patients for treatment of acute diarrhea and it recommends
hemodialysis. Plasma potassium loss during treatment researches on potassium and alkali levels in these
was significantly associated with Acute kidney injury solutions.
(AKI) (Ph<o0l.e0r0a1-r)e. laCted diarrhea was
significantly
Limitations of the study
associated with AKI (Po<w0e.0v5e)r,. tHhere was no
significant relationship between AKI and duration of Low proportion of patients was a limitation of our
hospitalization, acid-base disorders, and hypocalcemia. study.
Discussion
Acknowledgments
The high prevalence of cholera-related diarrhea, which
This study was extracted from thesis of Alireza Soleimani
was observed in 121 of the studied patients who
in Shahid-Baheshti University of Medical Sciences.
suffered from acute diarrhea, indicated the severity of
dehydration in this group of patients (16). The high
prevalence of hypokalemia was in line with the results
of previous studies (17). Half of the patients had severe
hypokalemia and as it was associated with the high
prevalence of acidosis, which highlights the severity of
hypokalemia in these patients (18,19).
Conclusion
Authors’ contribution illnesses--selected sites, United States, 2002. MMWR
Morb Mortal Wkly Rep. 2003;52:340-3.
All authors participated equally in all stages of the study. 11. Centers for Disease Control and Prevention (CDC).
Outbreak of Vibrio parahaemolyticus infection associated
with eating raw oysters and clams harvested from Long
Conflicts of interest Island Sound--Connecticut, New Jersey, and New York,
1998. MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 1999;48:48-51.
The authors declare no conflict of interest. 12. Morris JG. Non-O group 1 Vibrio cholera: a look at the
epidemiology of an occasional pathogen. Epidemiol Rev.
1990;12:179-91.
13. Finkelstein RA. Cholera, vibrio cholerae O1 and O139,
Ethical considerations
Funding/Support
None.
References
Copyright © 2017 The Author(s); Published by Nickan Research Institute. This is an open-access article distributed under the terms
of the Creative Commons Attribution License twhich permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium,
provided the original work is properly cited.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016
Septi Wardani1
Kutipan: Wardani, S. (2016). Asuhan Keperawatan Manajemen Diare Pada Anak Oleh Perawat
Di Rumah Sakit. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 1 (1): 24-31.
INFORMASI ABSTRACT
Korespodensi:
Objective: the aim of this study is to explore how the nurse’s role in
septi.jazila@gmail.com
management of acute diarrhea for children.
dehidrasi,
dan
evaluasi) seharusnya terintegrasi atau seragam,
perawat Masih diberikan cairan untuk semua profesi, baik perawat
melakukan intravena pada semua ataupun dokter, mulai data subjektif dan
kolaborasi dengan anak dengan diare objektif dari pengkajian, diagnosis,
tim kesehatan lain, akut atas instruksi perecanaan, implementasi dan evaluasi.
dokter, antibiotik Apabila dokumentasi sudah seragam
dan
prebiotik masih
diberikan atau terintegrasi, maka dokumentasi
perawat belum melakukan yang tertulis bisa dibaca dan diketahui
memberikan dokumentasi dalam oleh profesi lain.
edukasi pemberian informed
Hasil penelitian menunjukan
consent
bahwa dari hasil kolaborasi dengan
mengenai
pemberian
rehidrasi oral, zink,
makan
dan nasehat dokter, anak selalu mendapatkan
perawat sudah Perawat belum
tambahan cairan parenteral pada semua
melakukan inform memberikan edukasi
derajad dehidrasi. Hal itu tidak sesuai
concent mengenai lama
dengan diare Depkes (2011), yang
pemberian
dan
manfaat zink dan. dokter, sehingga dokter tidak melihat
dan mengetahui apa saja yang sudah
dilakukan oleh perawat. Hal tersebut
PEMBAHASAN tidak sejalan dengan Komisi Akreditasi
Rumah Sakit (KARS) pada standar
Dari hasil penelitian dokter tidak pelayanan pasien (PP), yaitu pada
mengetahui secara pasti apakah perawat standar PP 2.1 “Asuhan kepada pasien
melakukan pengkajian atau tidak. Hal direncanakan dan tertulis di rekam
tersebut terjadi karena dokter medis pasien”. Pada PP 2.1
berkunjung ke ruang anak hanya pada menyebutkan bahwa
waktu pagi hari dan tidak melihat secara dalam memberikan
langsung pengkajian yang sudah asuhan kepada pasien, sebaiknya
dilakukan perawat. Selain itu, dituangkan dalam satu rencana tunggal
dokumentasi yang dilakukan perawat dan terintegrasi oleh masing-masing
terdapat dalam form pengkajian praktisi kesehatan. Hal yang serupa
keperawatan tersendiri, yang tidak juga disampaikan oleh
menjadi satu dengan dokumentasi
memberikan panduan bahwa dalam
memberikan cairan tambahan
disesuaikan dengan derajad dehidrasi.
Dengan tidak diberikannya cairan
intravena, maka akan mengurangi resiko
infeksi sekunder pada anak dan
memungkinkan biaya perawatan anak
yang lebih rendah (Depkes, 2011).
Perawat dalam memberikan cairan
intravena atas instruksi dokter. Sebagai
perawat yang mempunyai fungsi
dependent, semua tindakan yang
dilakukan perawat berdasarkan instruksi
dokter atau di bawah pengawasan dokter
(Kozier, 2008). Menurut Pabundu
(2008), salah satu faktor eksternal yang
mempengaruhi kinerja adalah kebijakan.
Perawat memberikan cairan intravena
pada semua derajad dehidrasi karena
adanya kebijakan dan instruksi dari
dokter untuk memberikan cairan
intravena.
Pemberian cairan intravena pada
semua pasien diare di atas, tidak sesuai
dengan KARS pada standar Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (PPI 6) dan
JCI (2013), pada standar Prevention and
Control of Infections (PCI 6), tentang
“mengurangi resiko infeksi terkait
dengan pelayanan kesehatan”.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016
Dari hasil penelitian, pada anak dalam pengobatan tambahan pada diare.
yang disertai panas diberikan antibiotik Perawat masih memberikan prebiotik
injeksi dan oral pada diare tanpa panas. dalam penanganan diare karena perawat
Hal tersebut tidak sesuai dengan lintas menjalankan fungsinya sebagai perawat
diare depkes (2011), yang seharusnya dependen yang mana melaksanakan
antibiotik diberikan secara selektif. atau melakukan tindakan dan pemberian
Antibiotik bisa diberikan pada anak terapi atas instruksi dari dokter (Kozier,
dengan diare dengan indikasi, seperti 2008).
diare ada darah, kolera atau diare
dengan disertai penyakit lain. Pada peran perawat sebagai
Penggunaan antibiotik yang tidak pendidik, perawat memberikan edukasi
rasional juga akan memberikan efek mengenai lama pemberian zink, yaitu
samping gangguan fungsi hati dan 10 hari, tetapi pernyataan tersebut tidak
ginjal (Depkes, 2011). Rocha et al didukung oleh data dari observasi,
(2012), menyampaikan bahwa dokumentasi dan triangulasi dengan
penggunaan antibiotik yang tidak orang tua. Dari hal tersebut dapat
rasional selama pengobatan dapat diketahui, bahwa pengetahuan perawat
meningkatkan resiko keparahan diare mengenai lama pemberian zink sudah
akut pada anak. Diberikannya antibiotik benar, tetapi belum diikuti dengan
pada anak diare dikarenakan fasilitas pemberian edukasi kepada orang tua
laboratorium tidak mendukung untuk mengani lama pemberian zink kepada
pemeriksaan, sehingga pada anak diare anak dan belum dilakukan dokumentasi
baik yang disertai panas atau tanpa mengenai edukasi tersebut. Kenyataan
panas diberikan antibiotik. Menurut yang terjadi belum sejalan dengan
Mangkunegara (2008), faktor yang Depkes (2011), yang menyebutkan
mempengaruhi kinerja adalah faktor bahwa sebagai tenaga kesehatan,
kemampuan dan motivasi. Salah satu perawat hendaknya memberikan
faktor motivasi yang mempengaruhi edukasi dan penekanan kepada orang
kinerja adalah fasilitas kerja. Dengan tua mengenai dosis penuh zink yang
adanya fasilitas kerja yang memadai, harus diberikan kepada anak, yaitu
memungkinkan seseorang atau tenaga selama 10 hari. Hal tersebut
kesehatan dapat berperilaku atau menunjukan bahwa perawat sudah
memberikan penampilan kerja secara menerapkan perawatan berpusat pada
maksimal. keluarga dan berprinsip pada atraumatic
care dengan memberikan edukasi atau
Pada pemberian prebiotik tidak pemberian
sejalan dengan depkes (2011), yang
menyebutkan bahwa berdasarkan Perawat sudah melakukan
WHO, prebiotik mungkin bermanfaat informed consent, tetapi belum diikuti
untuk AAD (Antibiotik Associaed dengan pendokumentasian mengenai
Diare), tetapi tidak memberikan efek tindakan yang sudah dilakukan. Dari hal
signifikan pada travellers diare, dan tersebut, perawat belum melaksanakan
tidak memberikan signifikan pada tanggung jawab dan tanggung gugat
community-based diarrhea. Karena dalam upaya melindungi klien terhadap
masih kurangnya bukti ilmiah dari pelayanan atau tindakan yang
penelitian yang dilakukan, maka WHO didapatkan, karena dokumentasi
belum merekomendasikan penggunaan merupakan bentuk pertanggungjawaban
prebiotik sebagai bagian dari perawat terhadap tindakan yang sudah
tatalaksana diare. Selain hal itu, biaya dilakukan (Handayaningsih, 2009).
yang harus dikeluarkan menjadi bahan Tidak adanya dokumentasi membuat
pertimbangan jika prebiotik dimasukan lemah suatu informed concent, karena
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016