Anda di halaman 1dari 84

LPORAN PENDAHULUAN DAN LAPORAN KASUS DIARE

DENGAN DEHIDRASI BERAT DI UGD


RS IMC BINTARO

DISUSUN OLEH :

Maya Anggraeni

202007022

PROGRAM PROFESI NERS STIKES IMC BINTARO

Kompleks RS IMC Jl.Raya Jombang No. 56 Ciputat-

Tangerang Selatan

2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa)

dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Sampai saat ini

penyakit diare atau juga sering disebut gastroenteritis, masih merupakan

masalah kesehatan utama setiap orang di negara-negara berkembang termasuk

masyarakat di Indonesia, karena kurangnya pemahaman dan penyuluhan tentang

penyebab diare. Melihat kondisi negara Indonesia yang sebagian besar

penduduknya masih hidup di bawah garis kemiskinan, penyakit diare masih

menjadi penyakit yang sering menyerang masyarakat Indonesia. Hal ini

dikarenakan masyarakat kita yang masih belum menyadari akan pentingnya

sarana air bersih (Nursalam, 2005).

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (2012) setiap

tahunnya lebih dari satu milyar kasus gastroenteritis. Angka kesakitan diare

pada tahun 2011 yaitu 411 penderita per 1000 penduduk. Diperkirakan 82%

kematian akibat diare terjadi pada negara berkembang, terutama di Asia dan

Afrika, dimana akses kesehatan dan status gizi masih menjadi masalah.

Sedangkan data profil kesehatan Indonesia menyebutkan tahun 2012 jumlah

kasus diare yang ditemukan sekitar 213.435 penderita dengan jumlah kematian

1.289, dan sebagian besar (70-80%) terjadi pada anak-anak di bawah 5 tahun.

Seringkali 1-2% penderita diare akan jatuhdehidrasi dan kalau tidak segera

tertolong 50-60% meninggal dunia.Dengan demikian di Indonesia diperkirakan

ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya (Depkes RI,

2012). Cakupan penemuan penderita diare di Tangerang selatan menunjukkan


bahwa angka kesakitan diare pada tahun 2012 mencapai jumlah penderita 2.574

orang dengan 33,8% penderita diantaranya adalah balita. Dinkes tangerang

selatan telah menargetkan untuk menurunkan angka kejadian diare pada tahun

2012 75% dan 100% pada tahun 2013 danmenurunkan angka kematian untuk

tahun 2012 0,003% dan <1 per 10.000 penduduk pada tahun 2013.(Standar

pelayanan minimal bidang kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah,

2012).Berdasarakan data rekam medik RS IMC BINTARO kasus diare yang

terjadi dan menjalani rawat inap di RS IMC Bintaro tahun 2020 adalah 103

kasus. 27 % diantaranya adalah balita.

Sehubungan dengan banyaknya masalah yang muncul pada klien dan

melihat fenomena di atas, maka penulis mengangkat judul “Asuhan

Keperawatan Pada Nyonya JDiare Dengan dehidrasi Berat di Ruang UGD RS

IMC Bintaro”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkaan uraian latar belakang, maka penulis merumuskan masalah

laporan kasus ini adalah “ Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Klien Diare

dengan Dehidrasi Berat di RS IMC Bintaro?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mempelajari asuhan keperawatan pada klien Diare dengan Dehidrasi

Berat di RS IMC Bintaro

2. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada klien Diare dengan dehidrasi berat


b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien Diare dengan
dehidrasi berat
c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien Diare dengan
dehidrasi berat
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan dengan tujuan untuk
memandirikan keluarga dalam melaksanakan tugas asuhan keperawatan
dengan masalah keperawatanDiare dengan dehidrasi berat
e. Mampu melakukan evaluasi tindak lanjut pada klien Diare dengan
dehidrasi berat
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien Diare

dengan dehidrasi berat


BAB II
DASAR TEORI

A. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN


Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem
pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan,
yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari
mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-
zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat
dicerna atau merupakan sisa proses tersebut daritubuh.

Gambar 2.1. Anatomi Sistem Pencernaan


Gambar 2.2. Fisiologi Sistem Pencernaan

1. Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air.

Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir

di anus. Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian

dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh

organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan sederhana terdiri

dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius

di hidung, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh

gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham),
menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar

ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-

enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi

dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri

secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara

otomatis.

2. Tenggorokan

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.

Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang

banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap

infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan,

letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang

belakang keatas bagian depan berhubungandengan rongga hidung, dengan

perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan

rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak

terdiri dari bagian superior yaitu bagian yang sama tinggi dengan hidung,

bagian media yaitu bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior

yaitu bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut

nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak

dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini

berbatas ke depan sampai di akar lidah. Bagian inferior disebut laringofaring

yang menghubungkan orofaring denganlaring.


3. Esofagus

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui

sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan

berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik.

Sering juga disebut esofagus. Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6

tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu

bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran

otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari

otothalus).

4. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu

kardia, fundus dan antrium.

Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara

ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang

melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting:

a) Lendir

Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap

kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah

kepada terbentuknya tukaklambung.

b) Asam klorida(HCl)

Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh

pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan

sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

c) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkanprotein)


5. Usus halus (ususkecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang

terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh

darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta.

Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang

membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding

usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan

lemak.

6. Usus Besar(Kolon)

Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.

Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Ususbesar terdiri dari

kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon

sigmoid (berhubungan dengan rektum) Banyaknya bakteri yang terdapat di

dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu

penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat

zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal

dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan

pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa

menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

7. Usus Buntu(Sekum)

Usus buntu atau sekum adalah suatu kantung yang terhubung pada usus

penyerapan serta bagian kolon menanjak dari ususbesar

8. Umbai Cacing(Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.

Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.

Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk

nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).

9. Rektum danAnus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar

(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai

tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena

tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika

kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul

keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum

karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang

menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi.

10. Pankreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi

utama yaitu menghasilkan enzimpencernaan serta beberapa hormon penting

seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posteriorperut dan berhubungan

erat dengan duodenum (usus dua belas jari). Pankraes terdiri dari 2 jaringan

dasar yaitu asini yang berfungsi menghasilkan enzim-enzim pencernaan dan

pulau pankreas yang berfungsi menghasilkan hormon.


B. DEFINISI
Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan
konsistensi fese. Seseorang dikatakan menderita bila feses berair dari
biasanya, dan bila buang air besar lebih dari tiga kali, atau buang air besar
yang berair tetapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Dinkes, 2016).
WHO, mengatakan diare adalah suatu keadaan buang air besar (BAB)
dengan konsistensi lembek hingga cair dan frekuensi lebih dari tiga kali sehari.
Diare akut berlangsung selama 3-7 hari, sedangkan diare persisten terjadi
selama kuran lebih 14 hari. (Yuniarti,2018).
Nursalam (2008), mengatakan diare pada dasarnya adalah frekuensi
buang air besar yang lebih sering dari biasanya dengan konsistensi yang lebih
encer. Diare merupakan gangguan buang air besar atau BAB ditandai dengan
BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai
dengan darah atau lendir (Riskesdas, 2016).

B.       ETIOLOGI
1.    Faktor infeksi
a. Infeksi internal adalah infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare infeksi internal, meliputi:
1) Infeksi bakteri:Vibrio, E. Coli, salmonella, shigella, campylobacter,
yersinia, aeromonas dan sebagainya.
2) Infeksi virus :entrovirus (virus ECHO), coxsackie, poliomyelitis,
adenovirus, rotavirus, astovirus dan lain-lain.
3) Infeksi parasite:Cacing, protozoa, dan jamur
2.    Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida, monosakarida malabsorbsi lemak,
malabsorbsi protein.
3.    Faktor makanan :Makanan basi beracun dan alergi makanan.
4.    Faktor kebersihan : Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah
membuang tinja atau sebelum mengkonsumsi makanan.
5.    Faktor psikologi
Rasa takut dan cemas dapat menyebabkan diare karena dapat merangsang
peningkatan peristaltik usus.
C.  PATOFISIOLOGI
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang
terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat
menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan
akibat dehidrasi,gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan
asam basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propia serta
kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan maldigesti dan
malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada
akhirnya dapat mengalami invasi sistemik.
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus,
Adenovirus enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter,
Salmonella, Escherichia coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia,
Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi
pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau sitotoksin dimana merusak sel-sel,
atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut. Penularan
Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic
(makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam
rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare).
Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus,
sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan
moltilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat
dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia),
gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dangangguan
sirkulasi darah.
D.      PATHWAY

Faktor makanan (makanan Faktor infeksi Faktor malabsorpsi


basi, beracun, alergi makanan) (Bakteri dan virus) (Karbohidrat,protein,
lemak)
Masuk kedalam tubhu

Mencapai usus halus Infeksi usus halus Makanan tidak diserap


oleh villi usus
Menstimulus dinding usus halus Malabsorpsi makanan
dan cairan Peningkatan tekanan
Peningkatan isi rongga lumen usus osmotic dalam lumen
usus

Hiperperistaltik

Peningkatan percepatan kontak makanan dan air dengan mukosa usus

Penyerapan makanan, air, elektrolit terganggu

GEA

Output cairan dan Muntah dan sering Reflek spasme


otot elektrolit berlebihan Defekasi dinding perut

Dehidrasi Intake tidak adekuat


Nyeri Akut

Sirkulasi darah menurun Perubahan Nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh

Merangsang hipotalamus Tubuh bereaksi terhadap invasi


Mikroorganime
Diare
Hipovolemia
Meningkatnya suhu tubuh

Hipertermia
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut mediscatore.com, gejala diare adalah tinja encer dengan frekuensi 4 kali
atau lebih dalam sehari, yang terkadang disertai beberapa hal berikut :
a. Muntah
b. Badan lesu atau lemah
c. Tidak nafsu makan
d. Darah dan lendir dalam kotoran
e. Cengeng
f. Gelisah
g. Suhu meningkat
h. Tinja cair, dan lendir terkadang bercampur darah. Lama kelamaan, tinja
berwarna hijau dan asam.
i. Anus lecet
j. Dehidrasi. Jika menjadi dehidrasi berat, akan menjadi volume darah
berkurang, nadi cepat dan kecil, denyut jantung cepat, tekanan darah turun,
kesadaran menurun, dan diakhiri dengan syok
k. Berat badan turun
l. Turgor kulit menurun
m. Mata dan ubun-ubun cekung
n. Selaput lendir, serta mulut dan kulit menjadi kering (Putra, 2012)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostic pada klien dengan gastroenteritis :

1. Laboratoris (pemeriksaan darah)


Peningkatan LED (pada penyakit Chron dan kolitis). Anemia terjadi pada
penyakit malabsorbsi. Di jumpai pula hipokalsemia dan avitaminosis D,
peningkatan serum albumin, fosfatase alkali dan masa protrombin pada
klien dengan malabsorbsi. Penuruna jumlah serum albumin pada klien
penyakit chron.
2. Radiologis
- Barrium Foloow through à penyakit chron.
- Barrium enema skip lession, spasme pada sindroma kolon iritable.
3. Kolonoskopi
Pemeriksaan ini di anjurkan pada pasien yang menderita peradangan kolon.

F   PENANGANAN MEDIS DAN KEPERAWATAN GUIDELINE DIARE


Pemberian Oralit
Umur ≤4 bulan 4 - ≤ 12 bulan 1 - < 2 tahun 2-<5
tahun
Berat < 6 kg 6 -< 10 kg 10 - < 12 kg 12- 19 kg

Jumlah 200 -400 400-700 700 – 900 900-1400


Sumber : MTBS, 2016.

3. Rencana terapi C
Penanganan dehidrasi berat dengan cepat, yaitu dengan :
a. Memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit
melalui mulut sementara infuse dipersipakan. Beri ml/kg cairan Ringer Laktat
atau jika tersedia, gunakan cairan NaCl yang dibagi sebagai berikut
Pemberian Cairan
Umur Pemberian Pemberian
Pertama 30 mg ml/kg Berikut 70 mg ml/kg
Selama selama
*
Bayi 1 jam 5 Jam
(dibaw
ah umur 12
bulan)

Sumber :MTBS, 2016


b. Periksa kembali anak setiap15-30 menit. Jika nadi belum teraba, beri tetesan
lebih cepat.
c. Beri oralit (kira-kira 5 m/kg/jam) segera setelah anak mau minum: biasanya
sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak) dan beri juga tablet Zinc.
d. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasi
dehidrasi dan pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.
e. Rujuk segera untuk pengobatan intravena, jika tidak ada fasilitas untuk
pemebrian cairan intravena terdekat (dalam 30 menit).
f. Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukan cara
meminumkan pada anaknya sedikit demi sedikit selama dalam perjalanan
menuju klinik.
g. Jika perawat sudah terlatih mengunakan pipa orogastik untuk rehidrasi,
mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa nasogastrik atau
mulut: beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg).
h. Periksa kembali anak setiap1-2 jam:
4. Pemberian Probiotik Pada Penderita Diare
Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang diberikan sebagai
suplemen makanan yang memberikan pengaruh menguntungkan pada penderita
dengan memperbaiki keseimbangan mikroorganisme usus, akan terjadi
peningkatan kolonisasi bakteri probiotik di dalam lumen.
Saluran cerna. Probiotik dapat meningkatkan produksi musin mukosa
usus sehingga meningkatkan respons imun alami (innate immunity). Probiotik
menghasilkan ion hidrogen yang menurunkan pH usus dengan memproduksi
asam laktat sehingga menghambat pertumbuhan bakteri pathogen.
Probiotik saat ini banyak digunakan sebagai salah satu terapi suportif
diare akut. Hal ini berdasarkan perannya dalam menjaga keseimbangan flora
usus normal yang mendasari terjadinya diare. Probiotik aman dan efetif dalam
mencegah dan mengobati diare akut pada anak (Yonata. 2016).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. PRIMARY SURVEY
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian
dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang
mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk
mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam
kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde,
2009) :
 Airway maintenance dengan cervical spine protection
 Breathing dan oxygenation
 Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
 Disability-pemeriksaan neurologis singkat
 Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary
survey bahwa setiap langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan
langkah berikutnya hanya dilakukan jika langkah sebelumnya telah
sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat melaksanakan
tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah dialokasikan
peran tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya
menyadari mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan mereka
(American College of Surgeons, 1997). Primary survey perlu terus
dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal manajemen. Kunci
untuk perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah, kemudian
diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta pengkajian
ulang melalui pendekatan AIR (assessment, intervention, reassessment).
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain
(Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009) :
a) General Impressions
 Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
 Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
 Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)
b) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan
ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara
dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka (Thygerson, 2011). Pasien yang
tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan ventilasi. Tulang
belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika dicurigai
terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling
sering disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar
(Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
 Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas?
 Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
 Adanya snoring atau gurgling
 Stridor atau suara napas tidak normal
 Agitasi (hipoksia)
 Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
 Sianosis
 Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi :
 Muntahan
 Perdarahan
 Gigi lepas atau hilang
 Gigi palsu
 Trauma wajah
 Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
 Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang
berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
 Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien
sesuai indikasi :
 Chin lift/jaw thrust
 Lakukan suction (jika tersedia)
 Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask
Airway
 Lakukan intubasi
c) Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan
nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien
tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah:
dekompresi dan drainase tension pneumothorax/haemothorax, closure of
open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara
lain :
 Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi
pasien.
 Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada
tanda-tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail
chest, sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu
pernafasan.
 Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
 Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
 Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika
perlu.
 Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
 Penilaian kembali status mental pasien.
 Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
 Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
 Pemberian terapi oksigen
 Bag-Valve Masker
 Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan
yang benar), jika diindikasikan
 Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
 Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan
berikan terapi sesuai kebutuhan.

d) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada
trauma. Diagnosis shock didasarkan pada temuan klinis: hipotensi,
takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan
capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya
tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk
mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung mengarahkan tim
untuk melakukan upaya menghentikan pendarahan. Penyebab lain yang
mungkin membutuhkan perhatian segera adalah: tension pneumothorax,
cardiac tamponade, cardiac, spinal shock dan anaphylaxis. Semua
perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi melalui paparan pada
pasien secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson & Skinner,
2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien,
antara lain :
 Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
 CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
 Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
 Palpasi nadi radial jika diperlukan:
 Menentukan ada atau tidaknya
 Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
 Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
 Regularity
 Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia
(capillary refill).
 Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
e) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
 A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan
 V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang
tidak bias di mengerti
 P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk
merespon)
 U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus
nyeri maupun stimulus verbal.
f) Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika
pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line
penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan
pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan
pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya selama
pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan,
tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika
diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
 Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
 Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa
pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang
berpotensi tidak stabil atau kritis. (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009)
g) Pemerikasaan fisik.
 Kepala dan leher :
- Kepala :
Bentuk simetris, ramput tampak bersih. Tidak ada nyeri tekan kepala
- Penglihatan :
Skrela normal, konjungtiva anemis, bentuk pupil isokor (3mm/3mm).,
reflek cahaya +/+, tidak ada edema
- Pendengaran :
Tidak ada pengeluaran cairan, tidak ada inflamasi, tidak ada nyeri
- Hidung :
Bentuk hidung simetris, tidak ada polip, tidak ada riwayat sinusitis,
tidak ada rhinitis, tidak ada epitaksis.
- Tenggorokan dan mulut:
Jumlah gigi lengkap, tidak ada caries, klien tidak menggunakan gigi
palsu, lidah tampak bersih, mukosa kering, tidak ada tonsilitis, faring
merah muda.
- Kelenjar leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe, vena jugularis teraba
normal, tidak ada kaku kuduk.
 Pencernaan :
I : Abdomen simetris, warna kulit normal, tidak tanpak adanya striae
A: Peristaltik dan bunyi bising usus meningkat terdengar 38x/menit
P: Adanya nyeri tekan di bagian abdomen, teraba lunak, hepar tidak teraba,
ginjal tidak teraba
P: Suara perkusi abdomen terdengar timpani diseluruh lapang abdomen,
asites (-)
 Muskuloskleletal :
I: Otot sisi kanan dan kiri simetris, tidak ada deformitas, tidak ada
perdarahan, tidak ada fraktur
P: Tidak ada nyeri edema kaki kanan dan kiri
 Kulit/Integumen:
I: Tidak ada lesi, tidak ada jaringan parut, persebaran warna kulit merata,
kulit tampak kering.
P: Tekstur kulit normal, tidak ada nyeri tekan.

h) Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan FL,darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk
mengetahui penyebabsecara kuantitatif dan kualitatif.
B. ANALISA DATA
Analisa data merupakan kemampuan kognitif dalam
pengembangan daya berfikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh
latar belakang dan ilmu pengetahuan, pengalaman, dan pengertian
keperawatan. Dalam melakukan analisa data, diperlukan kemampuan
mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori
dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dan menentukan
masalah kesehatan dan keperawatan pasien (Nurhasanah, 2013).

C. NURSING DIAGNOSIS
Setelah data ± data dikelompokan, kemudian dilanjutkan dengan
perumusan diagnosa. Diagnosa keperawatan dalah cara mengidentifikasi,
memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon pasien
terhudap masalah aktual dan resiko tinggi ( Doengoes, 2009 ).

Perencanaan adalah kategori dan perilaku keperawatan dimana


tujuan yang berpusat pada pasien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan
intervensi keperawatan yang dipilih untuk mencapai tujuan tersebut ( Potter
& Perry,2006 ). Perencanaan pada pasien dengan Gstroenteritis akut
menurut SDKI, yaitu :

1. Nyeri akut (D.0077)


2. Diare (D.0020)
3. Hipertermia (D.0130)
D. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi
1. Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Berhubugan dengan agen
pencedera fisik(Inflamasi) Pengalaman sensorik atau Mengidentifikasi dan
emosional yang berkaitan mengelola pengalaman
Gejala dan tanda mayor dengan kerusakan jaringan sensorik atau emosional yang
aktual atau fungsional berkaitan dengan kerusakan
-Subjektif : dengan onset mendadak jaringan atau fungsional
1. Pasien mengeluh arau lambat dan dengan onset mendadak atau
Nyeri (skala: 5) berintensitas ringan hingga lambat dan berintensitas ringan
berat dan konstan.Setelah hingga berat dan konstan.
-Objektif : dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x30 Tindakan :
1. Pasien tampak meringis
menit diharapkan nyeri
2. Pasien bersikap
Menurun
protektif (posisi
Observasi
menghindar nyeri)
3. Pasien terlihat gelisah 1. Identifikasi lokasi,
4. Frekuensi nadi Kriteria Hasil : karakteristik, durasi,
meningkat (103x/menit) frekuensi, kualitas,
5. Sulit tidur 1. Kemampuan
menuntaskan aktivitas intensitas nyeri
meningkat 2. Identifikasi skala nyeri
Gejala dan tanda minor 2. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri
3. Meringis menurun non verbal
-Subjektif : (tidak tersedia) 4. Gelisah menurun 4. Identifikasi faktor yang
5. Kesulitan Tidur menurun memperberat dan
-Objektif :
6. Muntah menurun memperingan nyeri
1. Tekanan darah 7. Mual menurun 5. Identifikasi pengetahuan
meningkat (130/80 8. Frekuensi nadi membaik dan keyakinan tentang nyeri
mmHg) 9. Pola nafas membaik
2. Pola nafas berubah 10. Tekanan darah
(24x/menit) membaik Terapeutik
3. Nafsu makan berubah 11. Nafsu makan membaik
12. Pola tidur membaik 1. Berikan teknik
4. Proses berfikir
terganggu nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin)
2. kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

1. Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
analgesik, jika perlu

2. Diare (D.0020) Berhubungan Fungsi gastrointestinal Edukasi kesehatan (L.12383)


dengan (L.03019) Mengajarkan pengelolaan
inflamasigastrointestinal faktor resiko penyakit dan
pengeluaran feses yang Kemampuan saluran cerna perilaku hidup bersih dan sehat
sering, lunak dan tidak untuk memasukan dan
berbentuk mencerna makanan serta
menyerap nutrisi dan
Gejala dan tanda mayor membuang zat sisa. Setelah Tindakan
dilakukan tindakan Observasi
-Subjektif : keperawatan selama 2x30
(Tidak tersedia) menit diharapkan diare 1. Identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima
-Objektif menurun informasi
2. Identifikasi faktor-faktor
1. Defekasi lebih dari 3 yang dapat menyebabkan
kali dalam 24 jam (5- dan menurunkan motivasi
6x/hari) Kriteria hasil :
perilaku hidup bersih dan
2. Feses lembek atau 1. Tolerani terhadap sehat
encer makanan meningkat
Gejala dan tanda minor 2. Mual menurun
3. Muntah menurun Terapeutik
-Subjektif 4. Dispepsia menurun 1. Sediakan materi dan media
5. Nyeri abdomen menurun pendidikan kesehatan
1. Urgency 6. Fungsi BAB membaik
2. Nyeri/kram abdomen 2. Jadwalkan pendidikan
7. Konsistensi kesehatan sesuai
(Skala:5) feses membaik kesepakatan
-Objektif 8. Nafsu makan membaik 3. Berikan kesempatan untuk
bertanya
1. Frekunsi peristaltik
meningkat
(38x/menit) Edukasi
2. Bising usus hiperaktif
1. Jelaskan faktor resiko yang
dapat mempengaruhi
kesehatan
2. Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat

3. Hipertermia Termoregulasi (L.14134) Dukungan ventilasi (L.01002)


(D.0130)berhubungan Pengaturan suhu tubuh agar Memfasilitasi dalam
denganSuhu tubuh berada tetap pada rentang mempertahankan pernapasan
meningkat diatas rentang normal. Setelah dilakukan spontan untuk memaksimalkan
normal tubuh tindakan keperawatan pertukaran gas di paru-paru
selama 2x30 menit
diharapkan hipertermi
menurun
Gejala dan tanda mayor Tindakan

-Subjektif : Observasi
(Tidak tersedia) Kriteria hasil : 1. Identifikasi adanya
kelelahan otot bantu napas
-Objektif : 1. Menggigil menurun
2. Identifikasi efek perubahan
1. Suhu tubuh diatas 2. Kulit merah menurun
nilai normal (37,9˚C) 3. Takikardi menurun posisi terhadap status
4. Takipnea menurun pernapasan
5. Bradikardi menurun 3. Monitor status respirasi dan
Gejala dan tanda minor 6. Suhu tubuh membaik oksigenasi (mis.frekuensi
7. Suhu kulit membaik dan kedalaman napas,
-Subjektif : (tidak tersedia)
8. Tekanan darah membaik penggunaan otot bantu
-Objektif : napas, bunyi napas
tambahan, saturasi oksigen
1. Kulit merah
2. Takikardi
(103x/menit)
3. Takipnea (24x/menit) Terapeutik
4. Kulit terasa hangat 1. Pertahankan kepatenan
jalan napas
2. Berikan posisi semi fowler
atau fowler
3. Fasilitasi mengubah posisi
senyaman mungkin
4. Berikan oksigenasi sesuai
kebutuhan (mis.nasal canul,
masker wajah, masker
rebreathing atau non
rebreathing)

Edukasi

1. Ajarkan melakukan teknik


relaksasi napas dalam
2. Ajarkan mengubah posisi
secara mandiri
3. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu -
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS DAN GAWAT
DARURAT PADA Ny.J DI UGD RS IMC BINTARO DENGAN
DIAGNOSA MEDIK DIARE DENGAN DEHIDRASI BERAT

DISUSUN OLEH :

Maya Anggraeni

202007022

MAHASISWA PROFESI KEPERAWATAN NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINTARO

2020
I. PENGKAJIAN

a. Identitas Pasien

Nama : Ny.J
Alamat :Jl. Raya Jombang
Tempat/Tgl Lahir : 12 Okt 1987
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Suku Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Status : Belum menikah
Pekerjaan : Karyawan swasta
Diagnosa medik : Diare dengan dehidrasi berat
b. Penanggung jawab
Nama :Tn.A
Alamat : Jl. Raya Jombang
Tampat/Tgl Lahir : 17 Juni 1960
Jenis kelamin :Laki-laki
Agama : Kristen
Suku Bangsa : Indonesia
Hubungan dgn paien : Bapak kandung
II. TINGKAT KEGAWATAN
Gawat Darurat
Darurat Tidak Gawat Label warna kuning
Tidak Gawat Tidak Darurat
Meninggal

III. KELUHAN UTAMA (SAAT MASUK KE RS)


Pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut skala 5, diare sejak
tanggal 13 oktober 2020 dengan frekuensi 5-6 kali per hari.
IV. RIWAYAT PENYAKIT
a. Riwayat Penyakit sekarang
Pasien masuk UGD RS IMC Bintaro tanggal 14 oktober 2020
dengan keluhan nyeri pada perut, nyeri dirasakan hilang timbul
nyeri seperti di tusuk-tusuk, skala nyeri 5, nyeri dirasakan di daerah
perut, diare sejak tanggal 13 oktober 2020 dengan frekuensi 5-6 kali
per hari. Klien mengatakan muntah 2 kali, dan demam setiap
malam.
b. Riwayat penyakit dulu
Klien mengatakan sebelum masuk rs klien tidak punya penyakit
lain, tetapi sebelumnya klien pernah di rawat dengan penyakit yang
sama.
c. Riwayat penyakit keluarga
Di keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit yang sama
V. PENGKAJIAN PRIMER (PRIMARY SURVERY)
a. Airway
I : Tidak ada Cedera pada saluran nafas atau leher, tidak ada
sumbatan jalan napas
b. Breathing (IPPA)
I : Bentuk dada simetris, tidak tampak adanya bekas luka, pola napas
normal.
P:Tidak ada deviasi trakea, tulang-tulang iga teraba normal
P: Bunyi perkusi terdengar timpani (normal)
A: Suara napas veikuler , RR: 24x/menit
c. Circulation
I: Klien tidak tampak tanda-tanda sianosis, SpO2 = 98%
P: Palpasi ekstermitas tangan dan kaki teraba hangat, turgor kulit
kering, CRT<3 detik,
TD : 130/80 mmHg, N: 103x/menit S: 37,9˚C
d. Disability
I: Tingkat kesadaran composmetis, GCS: E:4 V:5 M:6 =15
e. Eksposure
I : Tidak ada Cedera

VI. PENGKAJIAN SEKUNDER


a. Lingkungan rumah
Pasien mengatakan lingkungan rumahnya tidak bersih, tidak ada
ventilasi udara
b. Pola makan
Pasien mengatakan pola makannya tidak beraturan, sering makan
makanan pedas, kadang tidak mencuci tangan sebelum makan, saat
ini nafsu makan menurun karena adanya mual dan muntah yang di
sebabkan lambung yang meradang
c. Pola kebiasaan tidur
Pasien mengatakan tidur 6-8 jam setiap hari
d. Pola eliminasi
Pasien mengatakan ada perubahan frekuensi BAB yaitu 5-6x per hari
dimana konsistensi lunak, dan cair
e. Pola Aktivitas
Pola aktivitas klien menurun murung, diam dan lemah
f. Pengkajian primer AMPLE

S: (sign and symptom) Nyeri pada perut, nyeri


dirasakan hilang timbul nyeri
seperti di tusuk-tusuk, skala
nyeri 5, nyeri dirasakan di
daerah perut, diare sejak
tanggal 13 oktober 2020
dengan frekuensi 5-6 kali per
hari. Klien mengatakan
muntah 2 kali, dan demam
setiap malam.

Pasien mentakan tidak ada


A (Alergi)
alergi makanan, obat, dan alergi
:
lingkungan

M (Medikamentosa)
: Vitamin C

Pernah di rawat sebelumnya


P(Partient medical or surgical
pada tahun 2019 dengan
history) :
penyakit yang sama yaitu diare
di RS IMC Bintaro

L (Last oral intake)


Satu jam yang lalu makan
:
seblak pedas, dan es teh manis,
kemudian muntah

E(Events leading up to illness or


Pasien nyeri perut yang
injury):
dirasakan hilang timbul seperti
di remas-remas dan muntah

g. Pemeriksaan Fisik
 Kepala dan leher :
- Kepala :
Bentuk simetris, ramput tampak bersih. Tidak ada nyeri tekan
kepala
- Penglihatan :
Skrela normal, konjungtiva anemis, bentuk pupil isokor
(3mm/3mm)., reflek cahaya +/+, tidak ada edema
- Pendengaran :
Tidak ada pengeluaran cairan, tidak ada inflamasi, tidak ada nyeri

- Hidung :
Bentuk hidung simetris, tidak ada polip, tidak ada riwayat
sinusitis, tidak ada rhinitis, tidak ada epitaksis.
- Tenggorokan dan mulut:
Jumlah gigi lengkap, tidak ada caries, klien tidak menggunakan
gigi palsu, lidah tampak bersih, mukosa kering, tidak ada
tonsilitis, faring merah muda.
- Kelenjar leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe, vena jugularis
teraba normal, tidak ada kaku kuduk.
 Pencernaan :
I : Abdomen simetris, warna kulit normal, tidak tanpak adanya
striae
A: Peristaltik dan bunyi bising usus meningkat terdengar
38x/menit
P: Adanya nyeri tekan di bagian abdomen, teraba lunak, hepar
tidak teraba, ginjal tidak teraba
P: Suara perkusi abdomen terdengar timpani diseluruh lapang
abdomen, asites (-)
 Muskuloskleletal :
I: Otot sisi kanan dan kiri simetris, tidak ada deformitas, tidak ada
perdarahan, tidak ada fraktur
P: Tidak ada nyeri edema kaki kanan dan kiri
 Kulit/Integumen:
I: Tidak ada lesi, tidak ada jaringan parut, persebaran warna kulit
merata, kulit tampak kering.
P: Tekstur kulit normal, tidak ada nyeri tekan.

 Pengkajian skala nyeri :


P (Paliative)- Penyebab :Pasien mengatakan nyeri perut
disebabkan oleh BAB cair yang
terus menerus 5-6x/hari
Q (Kualitas) : Pasien mengatakan nyeri seperti di
remas-remas
R (Radiates)-Penyebaran : Pasien mengatakan nyeri menyebar
ke pinggang belakang
S (Skala) : 5-6
T (Time)-Waktu : Pasien mengatakan nyeri muncul
secara tiba-tiba dan terus menerus
dengan durasi setiap satu menit
sekali
 Tnda-tanda vital :
TD : 130/80
S : 37,9˚C,
RR : 24x/mnt,
N : 115x/mnt.
Spo: 98%
 Berat Badan
Sebelum sakit = 73 kg
Setelah sakit = 72 kg
 Balance cairan
Input : 1170 cc
Output : Urine : 1300 cc
Muntah :200 cc
: 1700
IWL : 72 x 10 x = 720
Output+Iwl =1700+720 =2.420
Balance Cairan : input-output-iwl = -1.250

VII. PENGKAJIAN TERTIER (PEMERIKSAAN PENUNJANG)


i.TEMUAN HASIL LABORATORIUM
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 15.7 11.7 -15.5 gr/dL
Leukosit 16.3 3.6-11.6 10^3/uL
LED 23 0-20 Mm/jam
Hematokrit 42 35-47 %
Trombosit 473 150-400 10^3/uL
HITUNG JENIS
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 0 1-3 %
Netrofil batang 0 4-6 %
Neutrofil segmen 93 40-70 %
Limfosi 6 20-40 %
Monosit 1 2-4 %
KIMIA DARAH
DIABETES
Gula darah 97 <180 Mg/dL
sewaktu

ii. TEMUAN HASIL RADIOLOGI

iii. REKAMAN EKG


VIII. TERAPI

TERAPI OBAT :

OBAT ORAL
DIATAB = 4X2
LACTO B = 2X1
SANMOL TAB= 3X500 Mg
OSELTAMIVIR = 2x75 Mg
MYCOSTATIN = 4X1 CC
XEPAZYM 3X1

OBAT INJEKSI
ONDANSENTRON = 3X4
OMEFRAZOLE =2X40
LEVOFLOXACIN =1X750
VIT C =1X1 Gr
SANMOL FLASH
KETOROLAC =2X30 Mg

IX. ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1. Nyeri Akut (D.0077) Pengalaman Agen Pencedera Fisik Nyeri Akut
sensorik atau emosional yang (Inflamasi) (D.0077)
berkaitan dengan kerusakan jaringan
aktual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.

Subjektif :

- Pasien mengeluh Nyeri Skala :5


-Objektif :

- Pasien tampak meringis


- Pasien bersikap protektif, posisi
menghindar nyeri
- Pasien terlihat gelisah
- TTV:
TD : 130/80
S : 37,9˚C,
RR : 24x/mnt,
N : 115x/mnt.
Spo: 98%

2. Diare (D.0020) pengeluaran feses Inflamasi gastrointestinal Diare (D.0020)


yang sering, lunak dan tidak berbentuk

Subjektif :

-Pasien mengatakan BAB 5-6x/hari

-Pasien mengatakn BAB cair

Objektif

-Pasien terlihat lemah

-Mukosa bibir kering

- turgor kulit kering, CRT<3 detik,

-Bising usus 38x/menit


- TTV:
TD : 130/80
S : 37,9˚C,
RR : 24x/mnt,
N : 115x/mnt.
Spo: 98%

3. Hipovolemia (D.0023) Kekurangan intake cairan Hipovolemia


Penurunan volume cairan itravaskuler, (D.0023)
intertisiel, dan atau intraseluler

Subjektif :

-Pasien mengatakan lemah, haus

Objektif :
-Membran mukosa kering
-Volume urin menurun
- Balance Cairan : -1.250

- TTV:
TD : 130/80
S : 37,9˚C,
RR : 24x/mnt,
N : 115x/mnt.
Spo: 98%

4 Hipertermi (D.0130) Suhu tubuh Kenaikan suhu tubuh di atas Hipertermia


meningkat diatas rentang normal rentang normal (D.0130)
tubuh

Subjektif :

- Pasien mengatakan kulit terasa


hangat
- Pasien mengatakan haus
-Objektif :
- TTV:
TD : 130/80
S : 37,9˚C,
RR : 24x/mnt,
N : 115x/mnt.
Spo: 98%

X. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN (TINGKAT KEGAWATAN)

Diare (D.0020)

XI. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi
1. Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Pengalaman sensorik atau
emosional yang berkaitan Pengalaman sensorik atau Mengidentifikasi dan
dengan kerusakan jaringan emosional yang berkaitan mengelola pengalaman
aktual atau fungsional, dengan kerusakan jaringan sensorik atau emosional yang
dengan onset mendadak atau aktual atau fungsional berkaitan dengan kerusakan
lambat dan berintensitas dengan onset mendadak jaringan atau fungsional
ringan hingga berat yang arau lambat dan dengan onset mendadak atau
berlangsung kurang dari 3 berintensitas ringan hingga lambat dan berintensitas ringan
bulan. berat dan konstan.Setelah hingga berat dan konstan.
dilakukan tindakan
Subjektif : keperawatan selama 2x30 Tindakan :
menit diharapkan nyeri Observasi
- Pasien mengeluh Nyeri Menurun
Skala :5 1. Identifikasi lokasi,
-Objektif : karakteristik, durasi,
Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas,
- Pasien tampak meringis intensitas nyeri
- Pasien bersikap protektif, 1. Kemampuan 2. Identifikasi skala nyeri
posisi menghindar nyeri menuntaskan aktivitas 3. Identifikasi respon nyeri
- Pasien terlihat gelisah meningkat non verbal
2. Keluhan nyeri menurun 4. Identifikasi faktor yang
- TTV:
3. Meringis menurun memperberat dan
TD : 130/80
4. Gelisah menurun memperingan nyeri
S : 37,9˚C,
RR : 24x/mnt, 5. Muntah menurun 5. Identifikasi pengetahuan
N : 115x/mnt. 6. Mual menurun
dan keyakinan tentang nyeri
Spo: 98% 7. Frekuensi nadi membaik
8. Pola nafas membaik Terapeutik
9. Tekanan darah membaik
6. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin)
7. kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
8. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

6. Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
7. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
8. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
9. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
10. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

2. Kolaborasi pemberian
analgesik, ketorolac
2. Diare (D.0020) pengeluaranFungsi gastrointestinal Edukasi kesehatan (L.12383)
feses yang sering, lunak dan
(L.03019) Mengajarkan pengelolaan
tidak berbentuk faktor resiko penyakit dan
Kemampuan saluran cerna perilaku hidup bersih dan sehat
Subjektif : untuk memasukan dan
mencerna makanan serta Tindakan
-Pasien mengatakan BAB 5- menyerap nutrisi dan
6x/hari membuang zat sisa. Setelah Observasi
dilakukan tindakan 3. Identifikasi kesiapan dan
-Pasien mengatakn BAB cair keperawatan selama 2x30 kemampuan menerima
menit diharapkan diare informasi
Objektif menurun 4. Identifikasi faktor-faktor
-Pasien terlihat lemah yang dapat menyebabkan
dan menurunkan motivasi
-Mukosa bibir kering Kriteria hasil : perilaku hidup bersih dan
sehat
- turgor kulit kering, CRT<3 9. Tolerani terhadap
detik, makanan meningkat Terapeutik

-Bising usus 38x/menit 10. Mual menurun 4. Sediakan materi dan media
11. Muntah menurun pendidikan kesehatan
- TTV: 12. Dispepsia menurun 5. Jadwalkan pendidikan
TD : 130/80 13. Nyeri abdomen
S : 37,9˚C, kesehatan sesuai
menurun kesepakatan
RR : 24x/mnt,
N : 115x/mnt. 14. Fungsi BAB 6. Berikan kesempatan untuk
Spo: 98% membaik bertanya
15. Konsistensi feses
membaik
16. Nafsu makan Edukasi
membaik
3. Jelaskan faktor resiko yang
dapat mempengaruhi
kesehatan
4. Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian obat


diatab = 4x2
Lacto b = 2x1
Ondansentron = 3x4
Omefrazole =2x40
Levofloxacin =1x750
3. Hipovolemia (D.0023) Keseimbangan cairan Manajemen syok hipovolemik
Penurunan volume cairan (L.03020) Ekuilibrum (L.02050)
itravaskuler, intertisiel, dan
antara volume cairan di
atau intraseluler ruang intraseluler dan Mengidentifikasi dan
ektraselular tubuh. Setelah mengelola ketidak mampuan
Subjektif : dilakukan tindakan tubuh menyediakan oksigen
dan nutrien untuk mencukupi
-Pasien mengatakan lemah, keperawatan selama 3x24 kebutuhan jaringan akibat
haus jam diharapkan cairan
kehilangan cairan /darah
seimbang. berlebih
Objektif :
-Membran mukosa kering Kriteria hasil : Tindakan
-Volume urin menurun 1. Asupan cairan Observasi
- Balance Cairan : -1.250 meningkat
2. Output urine -Monitor status
- TTV: kardiopulmonal (frekuensi dan
TD : 130/80 meningkat
3. Membran mukosa kekuatan nadi, frekuensi
S : 37,9˚C,
RR : 24x/mnt, lembab napas, TD, MAP)
N : 115x/mnt. 4. Asupan makanan -Monitor status oksigenasi
Spo: 98% meningkat (oksimetri,nasi, AGD)
5. Dehidrasi menurun
6. Tekanan darah -Monitor status cairan
membaik (masukan dan haluaran, turgor
7. Frekuensi nadi kulit, CRT)
membaik
-Periksa tingkat kesadaran dan
8. Turgor kulit baik
respon pupil
9. Berat badan
membaik Terapeutik

-Pertahankan jalan nafas paten

-Pasang IV berukuran besar


mis no 14 atau 16

-Pasang kateter urine untuk


menilai produksi urine

-Ambil sample darah untuk


pemeriksaan darah lengkap
dan elektrolit

Kolaborasi

-Kolaborasi pemberian infus


cairan kristaloid 1-2 L pada
dewasa
Hipertermi (D.0130) Termoregulasi (L.14134) Dukungan ventilasi (L.01002)
Suhu tubuh meningkat Pengaturan suhu tubuh agar Memfasilitasi dalam
diatas rentang normal berada tetap pada rentang mempertahankan pernapasan
tubuh normal. Setelah dilakukan spontan untuk memaksimalkan
tindakan keperawatan pertukaran gas di paru-paru
Subjektif : selama 2x30 menit
diharapkan hipertermi
- Pasien mengatakan kulit menurun
terasa hangat
Tindakan
- Pasien mengatakan haus
Kriteria hasil : Observasi
-Objektif :
1. Menggigil menurun
- TTV: 4. Identifikasi adanya
2. Takikardi menurun
TD : 130/80 3. Bradikardi menurun kelelahan otot bantu napas
S : 37,9˚C, 4. Suhu tubuh membaik 5. Identifikasi efek perubahan
RR : 24x/mnt, 5. Suhu kulit membaik posisi terhadap status
N : 115x/mnt. 6. Tekanan darah membaik pernapasan
Spo: 98% 6. Monitor status respirasi dan
oksigenasi (mis.frekuensi
dan kedalaman napas,
penggunaan otot bantu
napas, bunyi napas
tambahan, saturasi oksigen

Terapeutik

5. Pertahankan kepatenan
jalan napas
6. Berikan posisi semi fowler
atau fowler
7. Fasilitasi mengubah posisi
senyaman mungkin

Edukasi

4. Ajarkan melakukan teknik


relaksasi napas dalam
5. Ajarkan mengubah posisi

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu

XII. IMPLEMENTASI
Diagnosa Hari / Implementasi Respon TTD Ners
Keperawatan Tanggal
Nyeri Akut Rabu Observasi - Pasien mengatakan
(D.0077) 14/10/20 1. Mengidentifikasi lokasi, masih nyeri skala :
karakteristik, durasi, 5
09.00 frekuensi, kualitas, - Gelisah
intensitas nyeri - Meringis
2. Mengidentifikasi skala
nyeri (Skala nyeri : 5)
3. Mengidentifikasi respon
09.20 nyeri non verbal
4. Mengidentifikasi faktor
yang memperberat dan
memperingan nyeri
5. Mengidentifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri

Terapeutik
09.30 1. Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri,
(kompres hangat/dingin di
area perut)
2. Mengontrol lingkungan
10.00 yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3. Memfasilitasi istirahat dan
tidur
4. Memrtimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
1. Menjelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Menganjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Menganjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
11. Mengajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
1. Melakukan kolaborasi
pemberian analgesik,
Ketorolak 1 Ampul
Diare (D.0020) Rabu Observasi - klien mengatakan
14/10/20 1. Mengidentifikasi kesiapan mual dan muntah
dan kemampuan - Dispepsia
menerima informasi
2. Mengidentifikasi faktor-
09.00 faktor yang dapat
menyebabkan dan
menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih dan
sehat

Terapeutik
09.20 1. Menyediakan materi dan
media pendidikan
kesehatan
2. Menjadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
09.30 kesepakatan
3. Memberikan kesempatan
untuk bertanya
10.00
Edukasi
1. Menjelakan faktor resiko
yang dapat mempengaruhi
kesehatan
2. Mengajarkan perilaku
hidup bersih dan sehat
-

Manajemen syok -
hipovolemik (L.02050)

Mengidentifikasi dan
mengelola ketidak mampuan
tubuh menyediakan oksigen
dan nutrien untuk mencukupi
kebutuhan jaringan akibat
kehilangan cairan /darah
berlebih

Tindakan

Observasi

-Memonitor status
kardiopulmonal (frekuensi
dan kekuatan nadi, frekuensi
napas, TD, MAP)

-Memonitor status oksigenasi


(oksimetri,nasi, AGD)

-Memonitor status cairan


(masukan dan haluaran,
turgor kulit, CRT)

-Memeriksa tingkat
kesadaran dan respon pupil

Terapeutik

-Mempertahankan jalan nafas


paten

-Memasang IV berukuran
besar mis no 14 atau 16

-Memasang kateter urine


untuk menilai produksi urine

-Mengambil sample darah


untuk pemeriksaan darah
lengkap dan elektrolit

Kolaborasi

-Melakukan kolaborasi
pemberian infus cairan
kristaloid 1-2 L pada dewasa

Hipertermia Rabu Observasi -Klien mengatakan


(D.0130) 14/10/20 1. Mengidentifikasi adanya masih demam dan
kelelahan otot bantu napas lemas
09.00 2. Mengidentifikasi efek
perubahan posisi terhadap
status pernapasan
3. Memonitor status respirasi
dan oksigenasi
(mis.frekuensi dan
kedalaman napas,
penggunaan otot bantu
napas, bunyi napas
tambahan, saturasi
oksigen
Terapeutik
09.30 1. Mempertahankan
kepatenan jalan napas
2. Memberikan posisi semi
fowler atau fowler
3. Memfasilitasi mengubah
posisi senyaman mungkin
4. Memberikan oksigenasi
sesuai kebutuhan
(mis.nasal canul, masker
wajah, masker rebreathing
atau non rebreathing)

10.00 Edukasi
1. Mengajarkan melakukan
teknik relaksasi napas
dalam
2. Mengajarkan mengubah
posisi secara mandiri
3. Mengjarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu -

Diagnosa Hari / Implementasi Respon TTD Ners


Keperawatan Tanggal
Nyeri Akut Kamis Observasi - Pasien mengatakan
(D.0077) 15/10/20 6. Mengidentifikasi lokasi, nyeri berkurang
karakteristik, durasi, skala :2
- Meringis
09.00 frekuensi, kualitas,
berkurang
intensitas nyeri
7. Mengidentifikasi skala
nyeri (Skala nyeri : 5)
8. Mengidentifikasi respon
09.20 nyeri non verbal
9. Mengidentifikasi faktor
yang memperberat dan
memperingan nyeri
10.Mengidentifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri

Terapeutik
09.30 5. Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri,
(kompres hangat/dingin di
area perut)
6. Mengontrol lingkungan
10.00 yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
7. Memfasilitasi istirahat dan
tidur
8. Memrtimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
5. Menjelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
6. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
7. Menganjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
8. Menganjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
12. Mengajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
1. Melakukan kolaborasi
pemberian analgesik,
Ketorolak 1 Ampul
Diare (D.0020) Kamis Observasi - Klien
14/10/20 3. Mengidentifikasi kesiapan mengatakan mual
dan kemampuan menurun dan
sudah mau
menerima informasi
4. Mengidentifikasi faktor- makan
09.00 faktor yang dapat
menyebabkan dan
menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih dan
sehat

Terapeutik
09.20 4. Menyediakan materi dan
media pendidikan
kesehatan
5. Menjadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
09.30 kesepakatan
6. Memberikan kesempatan
untuk bertanya
10.00
Edukasi
3. Menjelakan faktor resiko
yang dapat mempengaruhi
kesehatan
4. Mengajarkan perilaku
hidup bersih dan sehat

Hipertermia Kamis Observasi -Klien mengatakan


(D.0130) 15/10/20 4. Mengidentifikasi adanya lemas dan berkeringat
kelelahan otot bantu napas menurun
-Klien mengatakan
09.00 5. Mengidentifikasi efek
demam menurun
perubahan posisi terhadap
status pernapasan
6. Memonitor status respirasi
dan oksigenasi
(mis.frekuensi dan
kedalaman napas,
penggunaan otot bantu
napas, bunyi napas
tambahan, saturasi
oksigen

09.30 Terapeutik
5. Mempertahankan
kepatenan jalan napas
6. Memberikan posisi semi
fowler atau fowler
7. Memfasilitasi mengubah
posisi senyaman mungkin
8. Memberikan oksigenasi
sesuai kebutuhan
(mis.nasal canul, masker
wajah, masker rebreathing
atau non rebreathing)

10.00 Edukasi
4. Mengajarkan melakukan
teknik relaksasi napas
dalam
5. Mengajarkan mengubah
posisi secara mandiri
6. Mengjarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu -

Diagnosa Hari / Implementasi Respon TTD Ners


Keperawatan Tanggal
Nyeri Akut Jumat Observasi - Pasien mengatakan
(D.0077) 16/10/20 11.Mengidentifikasi lokasi, sudah tidak nyeri
karakteristik, durasi, perut
09.00 frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
12.Mengidentifikasi skala
nyeri (Skala nyeri : 5)
13.Mengidentifikasi respon
09.20 nyeri non verbal
14.Mengidentifikasi faktor
yang memperberat dan
memperingan nyeri
15.Mengidentifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
Terapeutik
09.30 9. Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri,
(kompres hangat/dingin di
area perut)
10.Mengontrol lingkungan
10.00 yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
11.Memfasilitasi istirahat dan
tidur
12.Memrtimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
9. Menjelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
10. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
11. Menganjurkan
memonitor nyeri secara
mandiri
12. Menganjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
13. Mengajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
1. Melakukan kolaborasi
pemberian analgesik,
Ketorolak 1 Ampul
Diare (D.0020) Jumat Observasi - Klien
16/10/20 5. Mengidentifikasi kesiapan mengatakan
dan kemampuan sudah tidak mual
dan muntah
menerima informasi
6. Mengidentifikasi faktor-
09.00 faktor yang dapat
menyebabkan dan
menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih dan
sehat

Terapeutik
09.20 7. Menyediakan materi dan
media pendidikan
kesehatan
8. Menjadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
09.30 kesepakatan
9. Memberikan kesempatan
untuk bertanya
10.00
Edukasi
5. Menjelakan faktor resiko
yang dapat mempengaruhi
kesehatan
6. Mengajarkan perilaku
hidup bersih dan sehat

Hipertermia Jumat Observasi -Klien mengatakan


(D.0130) 16/10/20 7. Mengidentifikasi adanya sudah tidak lemas
kelelahan otot bantu napas -Klien mengatakan
sudah tidak demam
09.00 8. Mengidentifikasi efek
perubahan posisi terhadap
status pernapasan
9. Memonitor status respirasi
dan oksigenasi
(mis.frekuensi dan
kedalaman napas,
penggunaan otot bantu
napas, bunyi napas
tambahan, saturasi
oksigen

09.30 Terapeutik
9. Mempertahankan
kepatenan jalan napas
10. Memberikan posisi
semi fowler atau fowler
11. Memfasilitasi
mengubah posisi
senyaman mungkin
12. Memberikan
oksigenasi sesuai
kebutuhan (mis.nasal
canul, masker wajah,
masker rebreathing atau
10.00 non rebreathing)

Edukasi
7. Mengajarkan melakukan
teknik relaksasi napas
dalam
8. Mengajarkan mengubah
posisi secara mandiri
9. Mengjarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu -

XIII. EVALUASI
Diagnosa Hari / Evaluasi (SOAP) TTD Ners
Keperawatan Tanggal
Nyeri Akut Rabu S:
(D.0077) 14/10/20 - Pasien mengatakan nyeri
menurun skala :3
- Gelisah menurun
09.00
- Meringis menurun
O:
- pasien tampak tenang

TTV:
09.20 TD : 120/80
S : 37,6˚C,
RR : 22x/mnt,
N : 90x/mnt.

A : Masalah belum teratasi


P: Intervensi dilanjutkan di
rawat inap
Diare (D.0020) Rabu S:
15/10/20 - klien mengatakan mual dan
muntah menurun
- Dispepsia menurun

O:
09.00 - Frekuensi peristaltik
menurun 30x/menit
- Nyeri kram abdomen
menurun skala :3
- Konsistensi feses membaik

TTV:
TD : 120/80
09.20 S: 37,6˚C,
RR : 22x/mnt,
N : 90x/mnt.

A: Masalah teratasisebagian
P: Intervensi di lanjutkan di
09.30
rawat inap

10.00
Hipovolemia Rabu S : Pasien mengatakan minum
(D.0023 15/10/20 banyak sekitar 500 cc
O: Keadaan umum terlihat sakit
sedang, akral hangat, nadi kuat
O2 spontan
09.00
TTV:
TD : 120/80
S : 36,5˚C,
RR : 20x/mnt,
N : 90x/mnt.

10.00 A: Masalah diagnosa


Hipovolemia teratasi sebagian
P: Intervensi di lanjutkan

Hipertermia Rabu S : Pasien mengatakan demam


(D.0130) 14/10/20 dan menggigil menurun
O : Pasien tampak tenang
09.00
TTV:
09.30 TD : 120/80
S : 37,6˚C,
RR : 22x/mnt,
N : 90x/mnt.
10.00
A : Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan di
rawat inap
Diagnosa Hari / Evaluasi (SOAP) TTD Ners
Keperawatan Tanggal

Nyeri Akut Kamis S:


(D.0077) 15/10/20 - Pasien mengatakan nyeri
menurun skala :2
- Gelisah menurun
09.00
- Meringis menurun
O:
- pasien tampak tenang

TTV:
09.20 TD : 120/80
S : 37,5˚C,
RR : 20x/mnt,
N : 95x/mnt.

A : Masalah belum teratasi


P: Intervensi dilanjutkan

Diare (D.0020) Kamis S:


15/10/20 - klien mengatakan mual dan
muntah menurun
- Dispepsia menurun

O:
09.00 - Frekuensi peristaltik
menurun 30x/menit
09.20 - Nyeri kram abdomen
menurun skala :2
- Konsistensi feses membaik

TTV:
TD : 120/80
09.30 S : 37,5˚C,
RR : 20x/mnt,
N : 95x/mnt.

10.00 A: Masalah teratasisebagian


P: Intervensi di lanjutkan
Hipovolemia Kamis S : Pasien mengatakan minum
(D.0023 15/10/20 banyak sekitar 800 cc
O: Keadaan umum terlihat sakit
sedang, akral hangat, nadi kuat
O2 spontan

TTV:
09.00 TD : 120/80
S : 36,5˚C,
09.20 RR : 20x/mnt,
N : 90x/mnt.

10.00 A: Masalah diagnosa


Hipovolemia teratasi sebagian
P: Intervensi di lanjutkan

Hipertermia Kamis S : Pasien mengatakan demam


(D.0130) 15/10/20 dan menggigil menurun
O : ku tss, kes cm, akral hangat,
nadi kuat
- Pasien tampak tenang

TTV:
TD : 120/80
09.00 S : 37,5˚C,
RR : 20x/mnt,
09.20 N : 95x/mnt.

A : Masalah belum teratasi


P: Intervensi dilanjutkan
10.00
Nyeri Akut Jumat S:
(D.0077) 15/10/20 - Pasien mengatakan sudah
tidak nyeri
O :ku tss, kes cm akral hangat
09.00
nadi kuat
- pasien tampak tenang

TTV:
TD : 120/80
09.20 S : 36,5˚C,
RR : 20x/mnt,
N : 95x/mnt.

A : Masalah sudah teratasi


P: Intervensi di hentikan ( pasien
boleh pulang)
Diagnosa Hari / Tanggal Evaluasi (SOAP) TTD Ners
Keperawatan

Diare (D.0020) Jumat 16/10/20 S:


- klien mengatakan sudah
tidak mual dan muntah

O:
09.00 - Frekuensi peristaltik normal
27x/menit
09.20 - Sudah tidak Nyeri kram
abdomen
- Konsistensi feses membaik

TTV:
TD : 120/80
09.30 S : 36,5˚C,
RR : 20x/mnt,
N : 95x/mnt.
10.00
A: Masalah sudah teratasi
P: Intervensi di hentikan (pasien
boleh pulang)
Hipovolemia Jumat 14/10/20 S : Pasien mengatakan tidak ada
(D.0023 keluhan
09.00 O: Keadaan umum terlihat sakit
09.30 sedang, akral hangat, nadi kuat
O2 spontan

10.00
TTV:
TD : 120/80
S : 36,5˚C,
RR : 20x/mnt,
N : 90x/mnt.

A: Masalah diagnosa
Hipovolemia sudah teratasi
P: Intervensi di hentikan (Pasien
boleh pulng)

Hipertermia Jumat 14/10/20 S : Pasien mengatakan sudah


(D.0130) tidak demam dan menggigil
09.00 O : ku tts, kes cm, akral hangat
nadi kuat .
09.30
- Pasien tampak tenang

TTV:
TD : 120/80
10.00 S : 36,5˚C,
RR : 20x/mnt,
N : 95x/mnt.

A : Masala hsudah teratasi


P: Intervensi di hentikan (pasien
boleh pulang)
BAB IV

PEMBAHASAN BERDASARKAN FATOFISIOLOGI, HASIL TEMUAN,


DAN PENETAPAN NURSING DIAGNOSIS

Setelah melakukan pengkajian dan tindakan asuhan keperawatan pada


Ny.J yang mengalami diare dengan dehidrasi berat didapatkan temuan hasil
pengkajian yaitu pola makanan yang tidak bersih dan sembarangan, tidak
terbiasanya mencuci tangan sebelum makan, dan keadaan lingkungan rumah
yang kotor dan tidak bersih. Pembahasan bedasarkan patofisiologi yaitu
penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus, Adenovirus
enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella,
Escherichia coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia,
Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan
infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau sitotoksin dimana
merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut.
Penularan Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang
lainnya.
Pada data subjektif kasus di atas Ny.J mengatakan keluhan nyeri pada
perut, nyeri dirasakan hilang timbul nyeri seperti di tusuk-tusuk, skala nyeri
5, nyeri dirasakan di daerah perut, diare sejak tanggal 13 oktober 2020
dengan frekuensi 5-6 kali per hari.
Klien mengatakan muntah 2 kali, dan demam setiap malam. Klien
mengatakan sebelum masuk rs klien tidak punya penyakit lain, tetapi
sebelumnya klien pernah di rawat dengan penyakit yang sama. Pada data
Objektif didapatkan kesadaran composmentis, GCS: E:4 V:5 M:6 =15, turgor
kulit kering, CRT<3 detik, TD : 130/80 mmHg, N: 103x/menit S: 37,9˚C Rr:
22x /menit, mukosa mulut kering, bunyi bising usus meningkat terdengar
38x/menit, adanya nyeri tekan di bagian abdomen, pada ektermitas
persebaran warna kulit merata, kulit tampak kering. Mekanisme dasar
penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang tidak
dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus
meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga
usus,isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare).
Hasil temuan radiologi rontgen thorax yaitu bronkopnemonia, dan hasil
temuan EKG yaitu sinus rhythm, kemudian hasil Laboratorium H2TL dalam
batas tidak normal, Hitung jenis dalam batas tidak normal (Terlampir diatas).
Dari hasil temuan tersebut dapat didapatkan diagnosis menurut SDKI yaitu :
Nyeri akut (D.0077)
Diare (D.0020)
Hipertermia (D.0130)
Setelah hasil temuan dikaji dan diuraikan melalui patofisiologi
kemudian didapatkan diagnosa keperawatan, selanjutnya menyusun asuhan
keperawatan sesuai diagnosa yang telah ditentukan, susunan asuhan
keperawatan yaitu pengkajian, analisa data, intervensi, implementasi dan
evaluasi. Asuhan keperawatan dalam laporan kasus ini dilakukan selama tiga
hari.
BAB V
PENUTUP DAN KESIMPULAN

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (2012) setiap


tahunnya lebih dari satu milyar kasus gastroenteritis. Angka kesakitan diare pada
tahun 2011 yaitu 411 penderita per 1000 penduduk. Diperkirakan 82% kematian
akibat diare terjadi pada negara berkembang, terutama di Asia dan Afrika,
dimana akses kesehatan dan status gizi masih menjadi masalah. Sedangkan data
profil kesehatan Indonesia menyebutkan tahun 2012 jumlah kasus diare yang
ditemukan sekitar 213.435 penderita dengan jumlah kematian 1.289, dan
sebagian besar (70-80%) terjadi pada anak-anak di bawah 5 tahun.

Diare yaitu penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi


fese. Seseorang dikatakan menderita bila feses berair dari biasanya, dan bila
buang air besar lebih dari tiga kali, atau buang air besar yang berair tetapi tidak
berdarah dalam waktu 24 jam (Dinkes, 2016).

Perencanaan pada pasien dengan Gstroenteritis akut menurut SDKI, yaitu :

1. Nyeri akut (D.0077)


2. Diare (D.0020)
3. Hipertermia (D.0130)
DAFTAR PUSTAKA

Amin, H. (2013) Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC NOC. Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction
Publishing.
Doenges, M., E., Moorhouse, M., F., Murr, A., C. (2010).Nursing Care
Plans. USA: F. A Darvis Company
Newfield, S., A., Hinz, M., D., Tilley, D., S., Sridaromont, K., L.,
Maramba, P., J. (2007). Cox’s Clinical Applications of
Nursing Diagnosis Adult, Child, Women’s, Mental Health,
Gerontic, and Home Health Considerations. Philadelphia: F.A
Davis Company
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Cetakan III (2017) Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan:Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Cetakan II (2019) Standar Luaran
Keperawatan Indonesia.Jakarta Selatan:Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Cetakan II (2018) Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
LAMPIRAN JURNAL MENGENAI DIARE DENGAN
DEHIDRASI BERAT

Renal Inj Prev. 2017; 6(2): 109-112.

DOI:

Journal of Renal Injury


Evaluation of water and electrolytes disorders in severe
acute diarrhea patients treated by WHO protocol in
eight large hospitals in Tehran; a nephrology viewpoint
Alireza Soleimani1, Fatemeh Foroozanfard2, Mohammad Reza Tamadon3*
1
Department of Internal Medicine, Kashan University of Medical Sciences, Kashan, Iran
2
Department of Gynecology and Obstetrics, Kashan University of Medical Sciences, Kashan, Iran
3
Department of Internal Medicine, Semnan University of Medical Sciences, Semnan, Iran

ARTICLEINFO
ABSTRACT

Article Type:
Introduction: The most common cause of death from diarrhea is the shock caused by
Original dehydration, electrolytes and acid-base disorders.

Objectives: The aim of this study was to evaluate water and electrolytes disorders in
Article History: diarrhea patients after treating severe acute diarrhea.

Received: 30 July 2016 Patients and Methods: In this study we used a historical cohort and studied patients who
were hospitalized due to acute diarrhea and were similarly treated for dehydration and
Accepted: 2 November 2016 water and electrolyte disorders as recommended by the World Health Organization (WHO)
guideline. Electrolytes, pH, serum creatinine (Cr) level on admission and during treatment
Published online: 24 November 2016 were recorded. Patients with underlying diseases were excluded from the study.

Results: Of 121 patients who were enrolled in the study, 67.8% had hyponatremia on

Original
Keywords:
admission (plasma Na <137 mEq/L) and 5.8% had hypernatremia. Around, 33.88% of
patients had hypokalemia and 2.4% had hyperkalemia. All hyperkalemia disorders were
Acute diarrhea treated, but 87.1% of patients had hypokalemia or low potassium levels, or they were
affected by uncorrected hypokalemia and were in need of further measures. Of all, 56.75%
Water and electrolyte had acidosis and 21% of patients with acidosis were not treated or the severity of their
disorders Acute renal failure acidosis increased during treatment. There was a significant relationship between acute
renal failure (ARF) and hypokalemia at the time of admission (P.<001), potassium loss
Acute kidney injury during treatment ( P < 0.001), acidosis (0.005), and cholera-related diarrhea (0.05).

Conclusion: The high prevalence of hypokalemia in these patients as well as potassium loss
during treatment indicates insufficient level of potassium in the therapeutic solutions. Mild
hyponatremia in most patients highlights the need for isotonic solutions to treat
dehydration.

Implication for health policy/practice/research/medical education:


In a historical cohort study on 121 patients who were hospitalized due to acute diarrhea, we found the high prevalence of
hypokalemia in these patients as well as potassium loss during treatment which indicates insufficient level of potassium in the
therapeutic solutions. Mild hyponatremia in most patients highlights the need for isotonic solutions to treat dehydration. Please
cite this paper as: Soleimani A, Foroozanfard F Tamadon MR. Evaluation of water and electrolytes disorders in severe acute
diarrhea patients treated by WHO protocol in eight large hospitals in Tehran; a nephrology viewpoint. J Renal Inj Prev.
2017;6(2):109-112. DOI: 10.15171/jrip.2017.21.

Introduction
developing countries (3). In developed countries, like
the United States, acute diarrhea leads to very
Acute diarrhea has a high prevalence rate all across the
significant economic losses, including 250 000
world and about 5%-20% of the world population are
hospitalizations and almost 8 million visits to physicians
affected by diarrhea each year (1). Acute diarrhea
each year (4-6). Acute diarrheal diseases are a leading
causes more than 5-8 million deaths per year (2). Acute
cause of morbidity and mortality in Asia, Africa, and
diarrhea is the main cause of protein–calorie
Latin America and
malnutrition in

*Corresponding author: Mohammad Reza Tamadon, Email: mrt_tamadon@yahoo.com


Soleimani A et al

are responsible for 4-6 million deaths annually (7,8). The research was conducted as retrospective study and
The leading causes of mortality from acute diarrhea are followed the tenets of the Declaration of Helsinki. All
dehydration, electrolyte disorders, and their associated information remains confidential.
complications (9,10). Cholera is an important cause
of severe acute diarrhea (11). Untreated severe acute
cholera-related diarrhea can lead to up to 50% mortality Statistical analysis
(12). Approximately 5.5 million cholera-related diarrheas
occur annually worldwide and about 100 000 of patients After entering data into master sheet, they were entered
die (12,13). A new subgroup of cholera-related diarrhea into an Excel database and were analyzed using SAS 2000
epidemic has spread from India to other parts of the software and P value less than 0.05 was considered as
Middle East and Asia that can be considered as the main statistically significant. The relationships between acute
cause of cholera-related diarrhea epidemics in these renal failure (ARF) and need for dialysis and the
areas in recent years (14). The leading cause of death in frequency
severe acute cholera-related diarrhea, like other types
of severe acute diarrhea, is dehydration and water and
electrolytes disorders (15).

Patients and Methods

In this study, 121 patients with severe acute diarrhea


who had been hospitalized in eight large hospitals in
Tehran including Shahid Labbafinejad, Ayatollah-
Taleghani, Hafte-Tir, Firoozgar, Loghman-Hakim, Bu Ali,
Imam- Khomeini and Amir-Alam were enrolled in the
study. These hospitals are located in different parts of
Tehran, including north, east, west, and south of Tehran.
The records of these patients were studied via a
historical cohort approach. Initially, all patients who
were admitted to hospitals with severe acute diarrhea
(loss of >10% of body weight due to dehydration or
those who were not able to drink water or were
affected by vomiting and impaired consciousness) and
received a single protocol for the treatment, i.e. the
WHO guideline, were enrolled into this study. We
recorded all patients’ data including age, sex, cause of
diarrhea, residential location, duration of
hospitalization, date of hospitalization, and changes in
potassium, sodium, calcium, creatinine (Cr), and pH on
admission and during treatment. To avoid the effects of
confounding factors in the study, patients with
underlying diseases such as diabetes, immune
suppressive therapy – malignant cancer –, chronic renal
failure, and those with heart and brain and liver
diseases were excluded from the study. In addition,
patients who had been admitted with severe acute
diarrhea and received a treatment protocol dissimilar to
other patients were excluded from the study at the
early stages. In addition, cholera was confirmed by TCBS
transport carrier.

Ethical issues
of hypokalemia, hyponatremia, and hypocalcemia loss of potassium; as a result, they needed additional
acidosis were analyzed through chi-square, Wilcoxon measures. Of patients with hyponatremia who were
signed ranks, and fisher’s exact tests. Electrolyte treated according to the WHO’s protocol, all cases of
disorders and pH were assessed on admission and disorders were corrected. In 21% of patients with
after treatment. acidosis, the problem was not corrected, worsened, and
further measures were needed during the treatment. Of
patients with hypocalcemia who were treated according
Results to the WHO’s protocol, all cases of disorders were
corrected. Cholera-related diarrhea had a significant
Of 121 patients, 47.1% were female. Of all, 98 persons relationship with decreased plasma
(81%) were living in Tehran and the rest of patients
(19%) were residents of other cities of the country. A
total of 28 patients (23.3%) were hospitalized for less
than three days, 51 patients (42.5%) were hospitalized
for three to seven days, and 41 patients (34.2%) were
hospitalized for longer than seven days. Concerning the
etiology of the disease, 59 cases (48.8%) were due to
cholera, 32 cases (26.4%) due to amebiasis, five cases
(4.1%) due to shigellosis; the main cause of diarrhea
was not found in and the rest of the 25 patients
(20.7%).

At the time of admission, 82 patients (67.8%) had


hyponatremia (plasma Na < 137 mEq/L) and only 7
patients (5.7%) developed hypernatremia (plasma Na
>143 mEq/L). Moreover, 63 patients had mild
hyponatremia (120 <plasma Na <137 mEq/L), and there
was only one case of severe hyponatremia (plasma Na
<120 mEq/L). Of all, 41 patients (33.88%) had
hypokalemia on admission. They had plasma potassium
less than 3.5 mEq/L, and only three persons (2.4%)
were diagnosed with hyperkalemia. Furthermore, 23
(56.1%) of patients with mild hypokalemia were
affected by severe form (3 < plasma K <3.5 mEq/L) and
18 persons (43.9%) suffered from its severe form
(plasma K <3 mEq/L).The low potassium level was more
prevalent than the severe hyponatremia (43.9% vs.
1.4%). Of all, 23 patients had hypocalcemia (plasma Ca
<8.5 mg/dL) and only one person had hypercalcemia
(plasma Ca> 10.5 mg/dL). Moreover, in 28 patients
(23.9%) serum Cr level was higher than 1.5 mg/dL on
admission that indicates that they were affected by
ARF. Of these patients, 13 persons (46.4%) were
affected by the mild form of the increase in the serum
Cr (1.5 <plasma Cr <3 mg/dL) and 15 patients (53.6%)
had a plasma Cr level above 3 mg/dL. In addition, 63
patients (56.75%) had acidosis (pH <7.34) and 16
patients (14.41%) had alkalosis (pH > 7.43). Of all
patients with acidosis, 23 patients had mild acidosis
(7.2

<plasma pH <7.34) and 15 patients (31.24%) had severe


acidosis (pH <7.2). Of the 28 patients with ARF 23.8%
required dialysis during hospitalization.

Of patients with hypokalemia who were treated


according to the WHO’s protocol, the plasma potassium
of 32 patients (78%) was not corrected during
hospitalization and they even suffered from increased
Electrolytes disorders in acute diarrhea

potassium on admission (P < 0.001), hyponatremia on In conclusion, the results of this study shows the need
admission (Po<r0e.s0p0o1n),sne to hydration according for further and more precise researches on the type and
composition of the liquids administered for the
to WHO’s protocol (Pa<n0d.0t0h1e)need of patients for treatment of acute diarrhea and it recommends
hemodialysis. Plasma potassium loss during treatment researches on potassium and alkali levels in these
was significantly associated with Acute kidney injury solutions.
(AKI) (Ph<o0l.e0r0a1-r)e. laCted diarrhea was
significantly
Limitations of the study
associated with AKI (Po<w0e.0v5e)r,. tHhere was no
significant relationship between AKI and duration of Low proportion of patients was a limitation of our
hospitalization, acid-base disorders, and hypocalcemia. study.

Discussion
Acknowledgments
The high prevalence of cholera-related diarrhea, which
This study was extracted from thesis of Alireza Soleimani
was observed in 121 of the studied patients who
in Shahid-Baheshti University of Medical Sciences.
suffered from acute diarrhea, indicated the severity of
dehydration in this group of patients (16). The high
prevalence of hypokalemia was in line with the results
of previous studies (17). Half of the patients had severe
hypokalemia and as it was associated with the high
prevalence of acidosis, which highlights the severity of
hypokalemia in these patients (18,19).

Despite treating all patients according to a single WHO’s


protocol which includes potassium, 78% of patients
were affected by loss of potassium or uncorrected
plasma potassium levels and required additional
measures. Although the correction of acidosis can cause
loss of plasma potassium levels during treatment, the
observations were indicative of the inability of these
protocols for the correction of plasma potassium
levels (20,21).

High prevalence of hyponatremia in these patients and


low prevalence of hypernatremia indicates the
prevalence of watery diarrhea in most patients and
indicates the low alertness of patients to drink water
(22,23). Most of the patients had mild hyponatremia,
which implies the need for the isotonic oral and
injectable fluids (24). The high prevalence of
hypocalcemia shows the need for precise measurement
of symptoms of hypocalcemia in these patients (15).
About one-fourth of patients were affected with AKI
which indicated the severity of dehydration (18,24).
On the other hand, due to the significance of
hypokalemia on admission, potassium loss during
treatment, and the association between acidosis and
cholera-related diarrhea and AKI and the need for
hemodialysis, it is necessary to provide early and
appropriate treatment for these patients (25).

Conclusion
Authors’ contribution illnesses--selected sites, United States, 2002. MMWR
Morb Mortal Wkly Rep. 2003;52:340-3.
All authors participated equally in all stages of the study. 11. Centers for Disease Control and Prevention (CDC).
Outbreak of Vibrio parahaemolyticus infection associated
with eating raw oysters and clams harvested from Long
Conflicts of interest Island Sound--Connecticut, New Jersey, and New York,
1998. MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 1999;48:48-51.
The authors declare no conflict of interest. 12. Morris JG. Non-O group 1 Vibrio cholera: a look at the
epidemiology of an occasional pathogen. Epidemiol Rev.
1990;12:179-91.
13. Finkelstein RA. Cholera, vibrio cholerae O1 and O139,
Ethical considerations

Ethical issues (including plagiarism, data fabrication,


double publication) have been completely observed by
the authors.

Funding/Support

None.

References

1. Camilleri M, Murray JA. Diarrhea and constipation. In:


Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL,
Loscalzo J. Harrison’s Principles of Internal Medicine.
New York: The McGraw-Hill; 2012.
2. Cholera: global surveillance summary, 2008. Wkly
Epidemiol Rec. 2009;84:309-24.
3. John E. Morley, MB, BCh. Protein-Energy Undernutrition.
In: Mark H, Beers MD, Rober T, Berkow MD, eds. The
Merck Manual of Diagnosis and Therapy. Kenilworth, NJ:
Merck & Co; 2000:246.
4. Imhoff B, Morse D, Shiferaw B, Hawkins M, Vugia D,
Lance-Parker S, et al. Burden of self-reported acute
diarrheal illness in FoodNet surveillance areas, 1998-
1999. Clin Infect Dis. 2004;38:S219-26. doi:
10.1086/381590.
5. Majowicz SE, Doré K, Flint JA, Edge VL, Read S, Buffett
MC, et al. Magnitude and distribution of acute, self-
reported gastrointestinal illness in a Canadian
community.Epidemiol Infect. 2004;132:607-17. doi:
10.1017/S095026880400235.
6. Mead PS, Slutsker L, Dietz V, McCaig LF, Bresee JS,
Shapiro C, et al. Food-related illness and death in the
United States. Emerg Infect Dis. 1999;5:607-25. doi:
10.3201/ eid0505.990502.
7. Yoder JS, Blackburn BG, Craun GF, Hill V, Levy DA, Chen
N, et al. Surveillance for waterborne-disease outbreaks
associated with recreational water--United States, 2001-
2002. MMWR Surveill Summ. 2004;53:1-22.
8. Barbut F, Leluan P, Antoniotti G, Collignon A, Sédallian A,
Petit JC. Value of routine stool cultures in hospitalized
patients with diarrhea. Eur J Clin Microbiol Infect Dis.
1995;14:346-9.
9. Mann MD, Bowie MD, Hansen JD. Total body potassium,
acid-base status and serum electrolytes in acute
diarrhoealdisease. Afr Med J. 1975;49:709-11.
10. Centers for Disease Control and Prevention (CDC).
Preliminary FoodNet data on the incidence of foodborne
Soleimani A et al

and other pathogenic vibrios. In: Baron S, editor. Medical


Microbiology. 4th ed. Galveston (TX): University of Texas oral rehydration solution decreases the stool volume in
Medical Branch at Galveston; 1996. acute diarrhoea. Bull World Health Organ.
1985;63(4):751- 6.
14. Sack DA, Sack RB, Nair GB, Siddique AK. Cholera.Lancet.
2004;363:223-33. doi: 10.1016/S0140-6736(03)15328-7. 21. Centers for Disease Control (CDC). Update: cholera--
15. Seas C, Gotenzzo E. Vibrio cholerae. In: Mandell GL, Western Hemisphere, 1991. MMWR Morb Mortal Wkly
Bennett JE, Dolin R, Eds. Principles and Practice of Rep. 1991;40:860.
Infectious Disease. 6th ed. Philadelphia, PA: Churchill 22. Rabbani GH, Greenough WB 3rd. Pathophisiology and
Livingstone; 2005:2536. clinical aspects of cholerae. In: Cholerae. Barua D,
16. Lucas ME, Deen JL, von Seidlein L, Wang XY, Ampuero J, Greenough WBI, eds. New York: Plenum Press; 1992:209.
Puri M, et al. Effectiveness of mass oral cholerae 23. Alam NH, Majumder RN, Fuchs GJ. Efficacy and safety of
vaccination in Beira, Mozambique. N Engl J Med. oral rehydration solution with reduced osmolarity in
2005;352:757.doi: 10.1056/NEJMoa043323. adults with cholera: a randomised double-blind clinical
17. Butterton JR, Calderwood SB. Vibrio cholera O-1 and O- trial. CHOICE study group. Lancet. 1999;354:296-9. doi:
139, In: Blaser MJ, Smith PD, Ravidin JT, eds. Infection of 10.1016/S0140-6736(98)09332-5.
Gastrointestinal Tract. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott 24. Hahn S, Kim Y, Garner P. Reduced osmolarity oral
Williams Wilkins; 2002:535. rehydration solution for treating dehydration due to
18. Holmgren J. Action of cholera toxin and prevention and diarrhoea in children: systematic review. BMJ.
treatment of cholerae. Nature. 1981;292:413-17. 2001;323:81- 5. doi: 10.1136/bmj.323.7304.81.
19. Gilman AG. G proteins and dual control of adenylate 25. Centers for Disease Control and Prevention. Health
cyclase. Cell. 1999;36:777. doi: 10.1016/0092- Information for International Travel 1999–2000, DHHS,
8674(84)90336-2. Atlanta, GA.
20. Molla AM, Ahmed SM, Greenough WB 3rd. Rice-based

Copyright © 2017 The Author(s); Published by Nickan Research Institute. This is an open-access article distributed under the terms
of the Creative Commons Attribution License twhich permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium,
provided the original work is properly cited.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016

MANAJEMEN DIARE PADA ANAK OLEH PERAWAT DI RUMAH


SAKIT

Septi Wardani1

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Magelang 2

Kutipan: Wardani, S. (2016). Asuhan Keperawatan Manajemen Diare Pada Anak Oleh Perawat
Di Rumah Sakit. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 1 (1): 24-31.

INFORMASI ABSTRACT
Korespodensi:
Objective: the aim of this study is to explore how the nurse’s role in
septi.jazila@gmail.com
management of acute diarrhea for children.

Methods: this study used qualitative method with case study


approach. Subject of this study is the nurse whose match with
several inclusion criterias, i.e nurse whose exposed in nursing care
implementation on children with acute diarrhea, had minimum of
diploma degree and minimum one year working time. The data was
collected by interview, documentation, and participatiory
observation, and analyzed using Miles and Huberman model, and
Keywords: further triangulation is done in the validity.

Strengthener and weakness ,


management of diarrhea, Results: there are strength and weakness for management of diare
nurses from the nurses. The strength i.e Nurse’s are doing a general
assessment of diarrhea and dehydration, Nurse’s perform
formulation nursing diagnosis, intervention, implementation and
evaluation, Nurse’s colaboration with other health team, such as
doctor, laboratory worker, Nurse’s provide education in the
provision of oral rehydration, zinc, eating and education and Nurses
perform the role as protector: informed concent. The weakness i.e
Nurse documentation contained in separate nursing assessment
form, There was incorrect of examination for severe dehydration,
Child always gets additional parenteral fluid, Nuse still gave
antibiotics for children with acute diarrhea, Child was given a
prebiotic, Nurses did not give an explanation to the parents about
the duration of zinc and Nurses doing informed concent but not yet
documented.

Conclusion: The nurses have been working on roles in acute diarrhea


management for children, in which these roles there are strength
and weakness of the implementation of those roles.
PENDAHULUAN sebanyak 760.000 anak akan meninggal
oleh karena diare setiap tahunnya.
Diare merupakan penyebab kematian Tetapi jika penanganan diare dilakukan
nomer dua di dunia (WHO, 2013). dengan cepat dan tepat, maka jumlah
Salah satu target MDGs adalah kematian anak karena diare akan
menurunkan angka kematian pada anak, menurun setiap tahunnya (WHO,
termasuk menurunkan angka kematian UNICEF, 2013).
yang diakibatkan diare. Jika upaya
dalam menangani masalah diare tidak Upaya untuk menurunkan angka
dilakukan dengan cepat dan kematian anak karena diare dengan
berkelanjutan, maka dimungkinkan melakukan tatalaksana secara tepat dan
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016

akurat. WHO mengembangkan belum melaksanakan peran pendidik.


kerangka kerja pelayanan kesehatan Dari hal tersebut dirumuskan masalah
yang salah satunya dalam buku apa peran perawat dalam tatalaksana
pelayanan kesehatan anak di rumah diare akut dan bagaimana perawat
sakit, di dalamnya berisi panduan melakukan tatalaksana diare akut.
tatalaksana anak sakit di rumah sakit
oleh tenaga kesehatan termasuk
perawat, dengan lima langkah tuntaskan METODE
diare (lintas) diare (WHO, 2008).
Dalam tatalaksana diare, perawat dapat Metode yang digunakan adalah
melaksanakan perannya dalam beberapa studi kualitatif dengan pendekatan studi
hal, salah satunya adalah memberikan kasus. Subjek penelitian yaitu perawat
pendidikan kepada orang tua mengenai yang bekerja di bangsal anak dengan
rehidrasi oral untuk mengatasi diare. kriteria responden lama bekerja
Seperti penelitian di India yang minimal satu tahun, berpendidikan
dilakukan oleh Mazumder et al (2010), minimal D3 keperawatan dan terpapar
dikemukakan bahwa pendidikan yang dalam pemberian asuhan keperawatan
diberikan kepada orang tua atau pada anak dengan diare akut. Sampel
pengasuh mengenai pemberian zink dan dipilih dengan menggunakan metode
oralit untuk anak diare, efektif dapat purposive sampling dengan strategi
mengurangi diare pada anak. Penelitian homogeneous sampling. Penelitian
di Indonesia tentang tatalaksana diare dilakukan untuk menggali peran
yang sudah dilakukan di 18 rumah perawat dalam tatalaksana diare akut
sakit, untuk mengetahui gambaran pada anak dengan teknik pengumpulan
perawatan pada anak di rumah sakit, data dengan wawancara terhadap lima
diperoleh hasil bahwa kelemahan yang respoden, dokumen, dan observasi
didapatkan dari skor diare adalah partisipatif. Analisa data dilakukan
adanya rencana rehidrasi yang tidak melalui 3 tahap, yaitu reduksi data,
jelas, diberikannya cairan intravena model data dan verifikasi data. Uji
pada semua kasus diare sedangkan validitas dilakukan dengan triangulasi
oralit tidak diberikan, dan masih sumber dengan melakukan wawancara
diberikannya antibiotik dan antidiare terhadap empat pengasuh atau orang tua
untuk diare cair (Sidik et al, 2013). anak, satu kepala ruang dan satu dokter
Dari survei pendahuluan terdapat spesialis anak.
beberapa permasalahan terkait
tatalaksana diare, diantaranya adalah HASIL
belum ada bukti Standar Pelayanan
Medis (SPM) untuk diare, antibiotik Hasil dari penelian didapatkan kekuatan
masih diberikan pada anak diare akut dan kelemahan dalam tatalaksana diare
dan perawat belum menjalankan peran akut pada anak oleh perawat. Kekuatan
sebagai pelindung, untuk melindungi dan kelemahan tersebut disajikan dalam
pasien dari pemberian terapi. Kemudian table berikut ini
pemberian tablet zink belum sesuai
Tabel 1. Kekuatan dan kelemahan
Kekuatan Kelemahan

dengan dosis sesuai umur, perawat perawat


belum memberikan nasehat untuk orang sudah umum diare dan
tua mengenai kapan harus membawa melakukan penilaian
anak kembali ke petugas, dan orang tua pengkajian
Perawat belum melakukan pengkajian
riwayat penyakit

dehidrasi,

belum mengetahui dosis pemberian zink Perawat melakukan pendokumentasian


serta cara pemberian jika anak muntah, asuhan perawat belum

hal itu menunjukan bahwa perawat keperawatan dilakukan secara


Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016

(perumusan terintegrasi, Joint Commission International (JCI,


2013), pada standar Care of Patient
diagnose
(COP), yang menjelaskan bahwa dalam
keperawatan,
pendokumentasian atau pencatatan,
intervensi,
implementasi

dan
evaluasi) seharusnya terintegrasi atau seragam,
perawat Masih diberikan cairan untuk semua profesi, baik perawat
melakukan intravena pada semua ataupun dokter, mulai data subjektif dan
kolaborasi dengan anak dengan diare objektif dari pengkajian, diagnosis,
tim kesehatan lain, akut atas instruksi perecanaan, implementasi dan evaluasi.
dokter, antibiotik Apabila dokumentasi sudah seragam

dan

prebiotik masih
diberikan atau terintegrasi, maka dokumentasi
perawat belum melakukan yang tertulis bisa dibaca dan diketahui
memberikan dokumentasi dalam oleh profesi lain.
edukasi pemberian informed
Hasil penelitian menunjukan
consent
bahwa dari hasil kolaborasi dengan
mengenai
pemberian
rehidrasi oral, zink,
makan
dan nasehat dokter, anak selalu mendapatkan
perawat sudah Perawat belum
tambahan cairan parenteral pada semua
melakukan inform memberikan edukasi
derajad dehidrasi. Hal itu tidak sesuai
concent mengenai lama
dengan diare Depkes (2011), yang
pemberian

dan
manfaat zink dan. dokter, sehingga dokter tidak melihat
dan mengetahui apa saja yang sudah
dilakukan oleh perawat. Hal tersebut
PEMBAHASAN tidak sejalan dengan Komisi Akreditasi
Rumah Sakit (KARS) pada standar
Dari hasil penelitian dokter tidak pelayanan pasien (PP), yaitu pada
mengetahui secara pasti apakah perawat standar PP 2.1 “Asuhan kepada pasien
melakukan pengkajian atau tidak. Hal direncanakan dan tertulis di rekam
tersebut terjadi karena dokter medis pasien”. Pada PP 2.1
berkunjung ke ruang anak hanya pada menyebutkan bahwa
waktu pagi hari dan tidak melihat secara dalam memberikan
langsung pengkajian yang sudah asuhan kepada pasien, sebaiknya
dilakukan perawat. Selain itu, dituangkan dalam satu rencana tunggal
dokumentasi yang dilakukan perawat dan terintegrasi oleh masing-masing
terdapat dalam form pengkajian praktisi kesehatan. Hal yang serupa
keperawatan tersendiri, yang tidak juga disampaikan oleh
menjadi satu dengan dokumentasi
memberikan panduan bahwa dalam
memberikan cairan tambahan
disesuaikan dengan derajad dehidrasi.
Dengan tidak diberikannya cairan
intravena, maka akan mengurangi resiko
infeksi sekunder pada anak dan
memungkinkan biaya perawatan anak
yang lebih rendah (Depkes, 2011).
Perawat dalam memberikan cairan
intravena atas instruksi dokter. Sebagai
perawat yang mempunyai fungsi
dependent, semua tindakan yang
dilakukan perawat berdasarkan instruksi
dokter atau di bawah pengawasan dokter
(Kozier, 2008). Menurut Pabundu
(2008), salah satu faktor eksternal yang
mempengaruhi kinerja adalah kebijakan.
Perawat memberikan cairan intravena
pada semua derajad dehidrasi karena
adanya kebijakan dan instruksi dari
dokter untuk memberikan cairan
intravena.
Pemberian cairan intravena pada
semua pasien diare di atas, tidak sesuai
dengan KARS pada standar Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (PPI 6) dan
JCI (2013), pada standar Prevention and
Control of Infections (PCI 6), tentang
“mengurangi resiko infeksi terkait
dengan pelayanan kesehatan”.
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016

Dari hasil penelitian, pada anak dalam pengobatan tambahan pada diare.
yang disertai panas diberikan antibiotik Perawat masih memberikan prebiotik
injeksi dan oral pada diare tanpa panas. dalam penanganan diare karena perawat
Hal tersebut tidak sesuai dengan lintas menjalankan fungsinya sebagai perawat
diare depkes (2011), yang seharusnya dependen yang mana melaksanakan
antibiotik diberikan secara selektif. atau melakukan tindakan dan pemberian
Antibiotik bisa diberikan pada anak terapi atas instruksi dari dokter (Kozier,
dengan diare dengan indikasi, seperti 2008).
diare ada darah, kolera atau diare
dengan disertai penyakit lain. Pada peran perawat sebagai
Penggunaan antibiotik yang tidak pendidik, perawat memberikan edukasi
rasional juga akan memberikan efek mengenai lama pemberian zink, yaitu
samping gangguan fungsi hati dan 10 hari, tetapi pernyataan tersebut tidak
ginjal (Depkes, 2011). Rocha et al didukung oleh data dari observasi,
(2012), menyampaikan bahwa dokumentasi dan triangulasi dengan
penggunaan antibiotik yang tidak orang tua. Dari hal tersebut dapat
rasional selama pengobatan dapat diketahui, bahwa pengetahuan perawat
meningkatkan resiko keparahan diare mengenai lama pemberian zink sudah
akut pada anak. Diberikannya antibiotik benar, tetapi belum diikuti dengan
pada anak diare dikarenakan fasilitas pemberian edukasi kepada orang tua
laboratorium tidak mendukung untuk mengani lama pemberian zink kepada
pemeriksaan, sehingga pada anak diare anak dan belum dilakukan dokumentasi
baik yang disertai panas atau tanpa mengenai edukasi tersebut. Kenyataan
panas diberikan antibiotik. Menurut yang terjadi belum sejalan dengan
Mangkunegara (2008), faktor yang Depkes (2011), yang menyebutkan
mempengaruhi kinerja adalah faktor bahwa sebagai tenaga kesehatan,
kemampuan dan motivasi. Salah satu perawat hendaknya memberikan
faktor motivasi yang mempengaruhi edukasi dan penekanan kepada orang
kinerja adalah fasilitas kerja. Dengan tua mengenai dosis penuh zink yang
adanya fasilitas kerja yang memadai, harus diberikan kepada anak, yaitu
memungkinkan seseorang atau tenaga selama 10 hari. Hal tersebut
kesehatan dapat berperilaku atau menunjukan bahwa perawat sudah
memberikan penampilan kerja secara menerapkan perawatan berpusat pada
maksimal. keluarga dan berprinsip pada atraumatic
care dengan memberikan edukasi atau
Pada pemberian prebiotik tidak pemberian
sejalan dengan depkes (2011), yang
menyebutkan bahwa berdasarkan Perawat sudah melakukan
WHO, prebiotik mungkin bermanfaat informed consent, tetapi belum diikuti
untuk AAD (Antibiotik Associaed dengan pendokumentasian mengenai
Diare), tetapi tidak memberikan efek tindakan yang sudah dilakukan. Dari hal
signifikan pada travellers diare, dan tersebut, perawat belum melaksanakan
tidak memberikan signifikan pada tanggung jawab dan tanggung gugat
community-based diarrhea. Karena dalam upaya melindungi klien terhadap
masih kurangnya bukti ilmiah dari pelayanan atau tindakan yang
penelitian yang dilakukan, maka WHO didapatkan, karena dokumentasi
belum merekomendasikan penggunaan merupakan bentuk pertanggungjawaban
prebiotik sebagai bagian dari perawat terhadap tindakan yang sudah
tatalaksana diare. Selain hal itu, biaya dilakukan (Handayaningsih, 2009).
yang harus dikeluarkan menjadi bahan Tidak adanya dokumentasi membuat
pertimbangan jika prebiotik dimasukan lemah suatu informed concent, karena
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016

dokumentasi diperlukan sebagai bukti Bungin, B. 2012. Analisis Data


jika terjadi suatu masalah yang Penelitian Kualitatif. Edisi
berhubungan dengan profesi pertama. Cetakan ke-delapan.
keperawatan. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
Delaune dan Ladner. 2011.
KESIMPULAN Fundamental of Nursing
Standard and Practice. fourth
Perawat sudah melakukan manajemen Edition. Cengage Learning.
diare akut pada anak, yang di dalamnya Delmar.
mengandung kekuatan dan kelemahan
dari manajemen diare yang sudah Depkes. 2011. Buku Saku petugas
dilakukan perawat tersebut. Kesehatan. edisi 2011. Depkes
RI.
Gormley, S. E., Martin, R., Misener,
Downe, B., Wamboldt,
SARAN DiCenso, A. 2011. Factors
affecting nurse practitioner role
Perawat perlu menambahkan implementation in Canadian
pengkajian mengenai pengetahuan dan practice settings: an integrative
keyakinan serta efikasi diri sebagai review. Journal of Advanced
pengkajian faktor psikososial pada Nursing 67 (6): 1178–1190.
pasien DFU. Penelitian ini dapat Hafizurrachman, Trisnantoro, T,.
digunakan sebagai dasar untuk Bachtiar A. 2011. Beberapa
mengembangkan penelitian selanjutnya Faktor yang Memengaruhi
mengenai efikasi diri. Beberapa Kinerja Perawat dalam
masalah yang dapat diteliti antara lain Menjalankan Kebijakan
intervensi keperawatan yang dapat Keperawatan di Rumah Sakit
meningkatkan efikasi diri pasien, Umum Daerah. J Indon Med
pengaruh pendidikan kesehatan dengan Assoc 61 (10): 387-393.
suatu modul tertentu terhadap efikasi
diri pasien DFU, faktor yang Handayaningsih. 2009. Dokumentasi
mempengaruhi efikasi diri pasien. Keperawatan “DAR” Panduan,
Konsep dan Aplikasi. Mitra
Cendekia. Jogjakarta
DAFTAR PUSTAKA Hockenberry, M.J., Wilson, D. 2011.
Wong’s Book 2 Nursing Care of
Aldeyab, M. A., KearneY. M. P., Scott.
Infants and Children. Edition 9.
M. G., Aldiab. M. A., Alahmadi,
Mosby Elseiver. USA.
Y. M., W. Feras., Elhajji, D.,
A. Fidelma., Magee., McElnay, Hockenberry, M. J., Wilson, D., Wong,
J. C. 2012. An evaluation of the D.L. 2009. Wong’s Essentials of
impact of antibiotic stewardship Pediatric Nursing. Mosby
on reducing the use of high-risk Elseiver, Inc. St Louis.
antibiotics and its effect on the Hoque et al. 2012. An assessment of the
incidence of Clostridium quality of care for children in
difficile infection in hospital eighteen randoml selected
settings. J Antimicrob district and subdistrict hospitals
Chemother 67: 2988–2996. in Bangladesh. BMC Pediatrics
Asmadi. 2008. Konsep Dasar 12 (197): 1-10.
Keperawatan. EGC. Jakarta
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016

Jansen dan Stauffacher. 2010. With Soap on Child Diarrhea in


Advanced Practice Nursing Rural Bangladesh: An
Core Concepts for Proffessional Observational Study. PLOS
Role Development. Fourth Medicine 8 (6): 1-12.
edition. Springer Publishing
Company. New York. Mangkunegara. 2008. Perencanaan dan
Pengembangan Sumber Daya
Joint Commission International (2013). Manusia. Refika Aditama.
Joint Commission International Bandung.
Acredditation Standards for
Hospitals. 5th edition. JCI. USA Mansyur, F. 2013. Faktor Risiko
Kejadian Diare Akut pada Balita
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Situasi di Kabupaten Magelang. Tesis.
Diare di Indonesia. Triwulan II. Universitas Gadjah Mada.
Kemenkes RI. Jakarta. Yogyakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1239 Tahun Mazdumer et al. 2010. Effectiveness of
2001 Registrasi dan Praktik zinc supplementation plus oral
Perawat. 22 November 2001. rehydration salts for diarrhoea in
Menteri Kesehatan Republik infants aged less than 6 months
Indonesia. Jakarta. in Haryana state, India. Bull
World Health Organ. 88
Kozier, B. (2008). Fundamental Of (10.2471): 754–760.
Nursing ; Concept, Process and
Practice. Addison Wesley Mubarak, W. I., dan Chayatin, N. 2009.
Nursing Cuming Publishing. Ilmu Keperawatan Komunitas
New York. Pengantar dan Teori (Vol. 1).
Jakarta: Salemba Medika.
Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi dan
Praktik Keperawatan NANDA International. 2011. Nursing
Profesional. EGC. Jakarta. Diagnoses: Definitions &
Classification 2012-2014. Alih
Kyle, T. (2008). Essentials of Pediatric bahasa Sumarwati, Subekti.
Nursing. Lippincott Williams & Diagnosis Keperawatan Definisi
Wilkins dan Klasifikasi 2012-2014.
L. Duijts, V. W. V. Jaddoe, A. Hofman. Jakarta. EGC.
2010. Breastfeeding Duration Nursalam. 2011. Manajemen
and Exclusivity Decrease Infant Keperawatan Aplikasi Dalam
Infections. Pediatrics. 126(1): Praktik Keperawatan
e18-e25. Profesional edisi 3. Jakarta.
L. Duijts, L., V. W. Vincent., Jaddoe, Salemba Medika.
Hofman A., dan Moll, H. A. Pabundu. 2008. Budaya Organisasi dan
2010. Prolonged and Exclusive Peningkatan Kinerja
Breastfeeding Reduces the Risk Perusahaan. Bumi Aksara.
of Infectious Diseases in Jakarta.
Infancy. Pediatrics. 126 (1): e18-
e25 Potter dan Perry. 2005. Fundamental
Keperawatan Konsep Proses dan
Luby, S. P., Halder, A. K., Huda, T., Praktik. Edisi 4. EGC. Jakarta.
Unicomb, L., Johnston, R. B.
2011. The Effect of PPNI. 2005. Standar Praktik
Handwashing at Recommended Keperawatan Indonesia.
Times with Water Alone and http://www.inna-
ppni.or.id/index.php/standar-
Jurnal Keperawatan Muhammadiyah 1(1) 2016

praktek. diunduh 03 September Care. Seventh Edition.


2014. Lippincott Williams & Wilkins.
Priharjo, R. (2008). Konsep dan Tomey, Alligood. (2010). Nursing
Prespektif Praktik Keperawatan Theorists and Their Work.
Profesional. Edisi 2. Cetakan Seventh Edition. Mosby
pertama. EGC. Jakarta. elseiver. USA
Profil Kesehatan Indonesia 2012. 2013. Walker, C. L. F., Fontaine, O., Young,
Kementrian Kesehatan RI. W., dan Robert E Black, R. E.
Jakarta. (2009). Zinc and low osmolarity
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. oral rehydration salts for
2012. diarrhoea: a renewed call to
http://www.dinkesjatengprov.go action. Bull World Health
.id. Diunduh 22 Desember 2013 Organ. 87
RISKESDAS. 2007. (10.2471/BLT.08.058990): 780–
http://labdata.litbang.depkes.go.i 786.
d. Diunduh 01 Januari 2014. Wake, M. M., Tolessa, C. 2011.
RISKESDAS Provinsi Jawa Tengah. Reducing diarrhoeal diseases:
(2007). lessons on sanitation from
http://grey.litbang.depkes.go.id. Ethiopia and Haiti. International
Diunduh 22 Desember 2013. Council of Nurses. 59: 34-39.
Rocha, Carminate, Tibirica, Carvalho, WHO (2014). Intregated Management
Silva, Chebli . 2012. Acute of Childhood Illness (IMCI).
Diarrhea in Hospitalized Distance Learning Course,
Children of the Municipality of Modul 4 Diarrhoea. WHO.
Juiz de fora, mg, Brazil: Switzerland
Prevalence and Risk factors WGO. 2008. World Gastroenterology
associated with disease severity. Organisation practice guideline:
Arq. Gastroenterol. 49 (4): 259- Acute diarrhea. WGO.
265.
WHO. 2005. The Treatment of
Sidik et al. (2013). Assessment of the Diarrhoea, A manual for
quality of Hospital care for physicians and other senior
children in Indonesia. Tropical health workers. 4th rev. WHO.
Medicine and International Geneva.
Health. 18 (4): 407–415.
WHO, UNICEF. (2013). Ending
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Preventable Child Deaths from
Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Pneumonia and Diarrhoea by
Cetakan ke-19. Alfabeta. 2025 The integrated Global
Bandung. Action Plan for Pneumonia and
Suhaemi. (2005). Etika Keperawatan. Diarrhoea (GAPPD). WHO.
EGC. Jakarta. France.
Suraatmaja. (2010). Kapita Selekta Widayanti, E. (2013). Evaluasi
Gastroenterologi Anak. cetakan Kerasionalan Pengobatan Diare
ketiga. Sagung Seto. Jakarta. (non Spesifik) Di Puskesmas
Taylor. (2011). Fundamental of Nursing Kabupaten Sleman Tahun 2011.
The Art and Science of Nursing Tesis. Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai