Anda di halaman 1dari 4

1.

IRK
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
AllahTerhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan”(Q.S al-Tahrim ayat 6)
Ayat di atas dapat dipahami bahwa posisi keluarga mempunyai tanggungJawab yang
sangat besar bagi perkembangan anak sehingga anak akan selamat dari jilatan api
neraka. Maka dasar utama yang diletakkan adalah dasar-dasar tingkah laku dan budi
pekerti (akhlak) anak didik.
2. Pengertian keluarga dengan anak sekolah http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/30/
 Referensi ini saya ambil dari jurnal stikes kusuma husada surakarta tahun 2019
tentang ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA
TAHAPPERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA
SEKOLAHKeluarga dengan tahap perkembangan anak usia sekolah (families with
chidren,) adalah dimulai pada saat anak pertama memasuki sekolah pada usia 6 tahun
dan berahir pada usia 12 tahun. Pada fase ini keluarga mencapai jumlah anggota
keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat sibuk.Selain aktifitas disekolah, masing
masing anak memiliki aktifitas danminat sendiri demikian pula orang tua yang
mempunyai aktifitas berbeda dengan anak. Untuk itu, keluarga perlu bekerja sama
untuk mencapai tugas perkembangan.(Friedman, Jones & Bowden, 2010)
3. Peran dan fungsi keluarga pada tahap perkembangan dengan anak sekolah
https://www.neliti.com/id/publications/187559/hubungan-peran-orang-tua-terhadap-
perkembangan-psikososial-anak-usia-sekolah
 Jurnal Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau JOM Vol 2 No 1,
Februari 2015dengan judulHUBUNGAN PERAN ORANG TUA
TERHADAP PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL ANAK USIA SEKOLAH
Keluarga yang memiliki anak usia sekolah mempunyai tugas perkembangan
dimana pada tahap ini keluarga membantu anak untuk bersosialisasi terhadap
lingkungan diluar rumah, sekolah dan lingkungan lebih luas, mendorong anak
untuk mencapai perkembangan daya intelektual. Menyediakan aktifitas untuk
anak, menyesuaikan pada aktifitas komuniti dengan mengikut sertakan anak.
Memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk biaya kehidupan dan kesehatan
anggota keluarga (Setiadi, 2008).Keluarga khususnya orang tua sangat berperan
penting dalam perkembangan psikososial anak (Sopiah, 2013). Ayah yang
perperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, pemberi rasa aman bagi
setiap anggota keluarga sedangkan ibu berperan sebagai pengurus rumah tangga,
pengasuh dan pendidik anak-anak, pelindung keluarga dan anak berperan sesuai
dengan perkembangannya, baik secara fisik, mental, spritual, dan perkembangan
psikososial(Setyawan, 2012)
4. Stres dan koping keluarga dengan anak sekolah
http://stikeswirautama.ac.id/jurnal.stikeswirautama.ac.id/index.php/perawat/article/vie
w/3
 Jurnal Perawat STKINDO Wirautama BandungtentangHUBUNGAN
STRES DAN MEKANISME KOPING ORANGTUA DARI ANAK
PENDERITA TUNAGRAHITA DI SEKOLAH LUAR BIASA SATRIA
GALDIN BANDUNG. menurut Susenas BPS (2003) terdapat 361.860 anak usia
sekolah tunagrahita. Dari jumlah tersebut, sekitar 66.610 anak usia sekolah
penyandang cacat yang terdaftar di Sekolah Luar Biasa (SLB), Pada hakikatnya
setiap orangtua mengharapkan anak dengan perkembanganfisik, psikologis, dan
kognitif yang normal,dan ketika dihadapkan pada realitanyabahwa anaknya
mengalami kondisi berkebutuhan khusus, maka dinamikakeluarga akan terhambat
perkembangannya. Secara khusus,orangtua mengalami stress berat (Mangunsong,
2012). Hasil penelitian yangdilakukan Hamid (2004) menunjukkanbahwa
orangtua yang memiliki anak tunagrahita menunjukkan perasaan sedih,denial,
depresi, marah dan menerima keadaan anaknya. Anak dengan taraf perkembangan
dan jenis masalah yang berbeda memerlukan pengertian dan penanganan khusus
dari orangtua serta tidak memberikan label kelainan tingkah laku pada anak
secara umum pada semua tahap perkembangan (Latief dkk, 2007). Somantri
(2006) mengatakan bahwa ketunagrahitaan akan mengakibatkan orangtua
menanggung beban lebih, sehingga berpotensi meningkatkan resiko untuk
berkembangnya gangguan mental dalam keluarga. Dengan kata lain, keterbatasan
pada anak tunagrahita ini menjadi sumber stress bagi orangtua.
5. Pengkajian keluarga dengan anak sekolah http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/30/
 Referensi ini saya ambil dari jurnal stikes kusuma husada surakarta tahun
2019 tentang ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA
TAHAPPERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA
SEKOLAHSalah satu masalah kesehatankeluarga pada tahap
perkembangankeluarga dengan anak usia sekolahadalah diare karena penyakit
inimerupakan bentuk dari PerilakuHidup Bersih Sehat (PHBS) jika dikeluarga
tidak memperhatikan PHBSmaka anggota keluarga berisikomengalami penyakit
diare maka penulis tertarik untukmengaplikasikan pendidikankesehatan dengan
metodepenayangan video tentang cucitangan pakai sabun dengan baik dan benar.
Dari Hasil pengkajian An. Fmengatakan tidak mengetahuitentang cuci tangan
pakai sabundengan benar, serta tidak rutin cucitangan sebelum atau
sesudahmelakukan aktifitas sehari-haridikarenakan belum mengetahui langkah –
langkah cuci tangan pakaisabun dengan benar, subjek juga mengatakan belum
pernah mendapatkan pendidikan kesehatantentang cuci tangan pakai sabundengan
baik dan benar. Dari hasilobservasi klien tidak bisa menjawabsaat ditanya seputar
cuci tanganpakai sabun, hal ini didukung denganhasil kuesioner sebelum
diberikan pendidikan dengan 12 soal pengetahuan, 9 dijawab benar, 3dijawab
salah dan untuk kemampuan9 langkah klien hanya mampumelakukan 2 langkah.
Kurangnyapengetahuan cuci tangan pakai sabundikarenakan subjek
belummempunyai keinginan untuk mencaiinformasi tentang prilaku hidupbersih
sehat cuci tangan.Sedangankan pengetahuan seseorangakan bertambah jika
memiliki rasakeingintahuan yang tinggi (Notoatmodjo, 2012). Teori ini
sesuaidengan keadaan klien yangmengatakan bahwa tidak mencariinformasi
mengenai cuci tanganpakai sabun. Berdasarkan hasil pengkajianpenulis
menetapkan prioritasdiagnosa keperawatan keluarga yangditandai dengan data
subjektif klienmengatakan tidak mengetahuitentang cuci tangan pakai
sabundengan benar, serta tidak rutin cucitangan sebelum atau sesudahmelakukan
aktifitas sehari-haridikarenakan belum mengetahuilangkah – langkah cuci tangan
pakaisabun dengan benar,data objektifklien tidak bisa menjawab pertanyanyang
ditanya seputar cuci tanganpakai sabun, hasil kuesioner sebelumdiberikan
pendidikan kesehatanadalah 12 soal pengetahuan, 9dijawab benar , 3 dijawab
salah dan9 langakah cuci tangan klien hanyamampu melakukan 2 langkah
cucitangan pakai sabun.
6. Intervensi dan implementasi
Intervensi keperawatankeluarga pada penelitian ini yakni melakukan pendidikan
kesehatan.
Tujuan umum : setelah dilakukantindakan keperawatan selama 5 kalikunjungan
perilaku kesehatancenderung beresiko dapatdiminimalkan
tujuan kusus:keluarga mulai melakukan perubahanperilaku keluarga dengan
kriteriahasil :
1. Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan. Beripendidikan tentang cuci
tanganpakai sabun, beri penjelasansecara langsung, putar video caracuci tangan pakai
sabun denganbenar dan kaji cara cuci tangansecara mandiri. Berdasarkankriteria hasil
(pengetahuankesehatan ) yaitu keluargamengetahui pemahaman yangdisampaikan
tentang pendidikanpenyuluhan PHBS cuci tangan.Tingkat pengetahuan klien
dalampengetahuan cuci tanganberpengaruh dalam pengetahuanperilaku hidup bersih
mencegah pengayakit diare dan ISPmenurut (Aroesli, 2012)
2. Keluarga mampu untukmemutuskan untuk merawat,meningkatkan atau
memperbaikikesehatan (berpartisipasi dalammemutuskan perawatankesehatan).
tentukan perbedaanantara pandangan pasien danpandangan penyedia
perawatkesehatan mengenai kondisiklien, bantu klienmengidentifikasi
keuntungandan kerugian dari setiap alternatifpilihan (cuci tangan) ,memfasilitasi
tempat untukpraktik cuci tangan. Dalam proses penyuluhancuci tangan mengunakan
videomemiliki konkrit yang tinggi,sejalan dengan Nurseto (2011).Bahwa media video
merupakanbahan ajaran noncetak yang kayainformasi dan tuntas karena
dapatdisampaikan kehadapan siswasecara langsung. Media ini dapatmenambah minat
siswa belajarkarna siswa dapat menyimpanaudio sekaligus melihat gambar
(Ragmawati, 2014).

3. Keluarga mampu merawatanggota keluarga untukmeningkatkan ataumemeperbaiki


kesehatan.Mengubah kebiasaan cucitangan. Pengetahuan merupakanhasil tahu dan ini
terjadi setelahorang melakukan pengindraanterhadap suatu objek tertentu
danpengetahuan sangat pentinguntuk mempengaruhi perilakuseseorang, sehingga
semakintinggi atau semakin banyakpengetahuan yang didapatkanseseorang maka
semakin baikkebiasan perilaku yang ditinjukan oleh seseorang tersebut (Notoatmodjo,
2012).
4.Keluarga mampu memodifikasi lingkungan untuk menjamin kesehataan keluarga
(memodifikasi perilaku lingkungan) pilah-pilah perilaku menjadi bagian kecil untuk
dirubah menjadi unit perilaku terukur (rutin melakukan cuci tangan).

Anda mungkin juga menyukai