Globalisasi Dan Perspektif Transkultural
Globalisasi Dan Perspektif Transkultural
Oleh:
Barnis Lady Mentari Alamdani
Istiqomah Nurul Fauziah
Masturoh Widuri Sinta
Sharra Ati Kurnia Dewi
Zenithesa Gifta Nadirini
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
Transkultural ........................................................... 5
ii
2.3 Perawatan Menjelang serta Saat Kematian ……………… 14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
4
5
c. Restrukturisasi Budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya
hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana
hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan
keyakinan yang dianut.
2.2.1 Pengkajian
Ada lima kunci pengkajian keperawatan untuk memastikan usia dalam
buku Potter Perry (2009) “Fundamentals of Nursing” Seventh Edition:
a. Hubungan timbal balik fisik dan psikososial penuaan
b. Efek penyakit dan ketidakmampuan kerja fungsional
c. Penurunan tingkat efisiensi mekanisme homeostatis
d. Kurangnya standar kesehatan dan norma penyakit
e. Perubahan presentasi dan respon terhadap penyakit spesifik
2. Perubahan Kognitif
a. Demensia: kerusakan umum fungsi intelektual yang mengganggu
fungsi sosial dan okupasi. Demensia sinilis tipe Alzheimer, atau
biasa disebut penyakit Alzheimer, dicirikan oleh adanya atrofi otak
dan timbulnya plak senil serta lilitan neurofibril dalam hemisfer
serebral. Progresi penyakit Alzheimer telah dibagi dalam tiga tahap
dalam buku Potter Perry (2005) “Fundamental Keperawatan” Buku
1 (Brady, 1993). Pada tahap awal, gejala utama adalah hilangnya
memori. Tahap pertengahan meliputi kerusakan keterampilan
bahasa, aktivitas motorik, dan pengenalan benda. Inkontinensia
urin dan fekal, ketidakmampuan ambulansi, dan hilangnya
keterampilan bahasa secara lengkap merupakan cirri klasik tahap
akhir atau terminal dari penyakit Alzheimer.
b. Delirium (tingkat konfusi akut): sindrom otak menyerupai
demensia ireversibel, tetapi secara klinis dibedakan oleh adanya
tingkat kesadaran tidak jelas atau, lebih tepatnya, perubahan
perhatian dan kesadaran. Ciri lain meliputi kurang perhatian, ilusi,
halusinasi, kadang bicara inkoheren, gangguan siklus bangun-tidur,
dan disorientasi.
c. Penyalahgunaan Zat dan Kerusakan Kognitif: penyalahgunaan
alkohol dan obat lain terjadi pada populasi lansia. Banyak
penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut adalah masalah serius
karena mencakup stres dan kehilangan terkait penuaan seperti
pension, kehilangan pasangan, dan kesepian.
3. Perubahan Psikososial
a. Pensiun: tahap kehidupan yang dicirikan oleh adanya transisi dan
perubahan peran yang dapat menyebabkan stres psikososial. Stres
ini meliputi perubahan peran pada pasangan atau keluarga dan
masalah isolasi sosial.
b. Isolasi sosial: Ada empat tipe isolasi sosial dalam buku Potter
Perry (2005) “Fundamental Keperawatan” Buku 1.
Sikap: terjadi karena nilai pribadi atau budaya. Lansiaisme
adalah sikap yang berlaku yang menstigmatisasi lansia,
suatu bias yang menolak lansia. Seiring lansia semakin
ditolak, harga diru lansia pun berkurang, sehingga usaha
bersosialisasi berkurang.
Penampilan: seseorang diisolasi karena penolakan oleh
orang lain atau karena sedikit interaksi yang dapat
dilakukan akibat kesadaran diri.
Perilaku: perilaku yang biasanya dikaitkan dengan
pengisolasian meliputi konfusi, demensia, alkoholisme,
eksentrisitas, dan inkontinensia.
Geografis: jauh dari keluarga, kejahatan di kota, dan barier
institusi menyebabkan lansia mengalami isolasi sosial.
Dalam masyarakat kini yang suka berpindah, umumnya
anak hidup jauh dari orangtua sehingga kesempatan untuk
mengunjungi anak-anak semakin berkurang. Hal ini
menyebabkan isolasi lebih lanjut pada lansia yang
mempunyai keterbatasan fisik atau mengalami kematian
pasangannya.
c. Seksualitas: meliputi cinta, kehangatan, saling membagi dan
sentuhan, bukan hanya melakukan hubungan seksual.
d. Tempat Tinggal dan Lingkungan: perubahan pada peran sosial,
tanggung jawab keluarga, dan status kesehatan memengaruhi
rencana kehidupan lansia.
e. Kematian: kesalahan konsep yang biasa terjadi adalah kematian
seorang lansia sebagai berkah dan kulminasi (titik tertinggi)
seluruh kehidupan.
2.2.3 Perencanaan
Rencana keperawatan lansia difokuskan pada kegiatan mencegah,
meningkatkan, mengurangi, atau menghilangkan masalah. Prioritas perawatan
ditetapkan, tujuan klien dan hasil yang diharapkan serta intervensi yang cocok
dipilih.
2.2.4 Implementasi
Intervensi keperawatan pada lansia dapat mencakup peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan, dukungan psikososial, keamanan rumah, pengobatan
mandiri, penyesuaian, dan penghematan. Dalam intervensi, dukungan psikososial
meliputi:
a. Komunikasi Terapeutik: merasakan dan menghargai keunikan klien.
b. Sentuhan: membuat nyaman lansia dengan menunjukkan rasa kasih
sayang.
c. Orientasi Realitas: teknik komunikasi yang digunakan untuk membuat
klien menyadari waktu, tempat, dan orang. Tujuan orientasi realitas
meliputi mengembalikan perasaan terhadap realitas, meningkatkan tingkat
kesadaran, meningkatkan sosialisasi, meningkatkan fungsi kebebasan, dan
meminimalkan konfusi, disorientasi, serta regresi fisik.
d. Resosialisasi: membantu lansia memperluas jaringan sosial mereka.
e. Terapi Validasi: teknik pada lansia yang mengalami konfusi berat dan
disorientasi. Tujuannya adalah mengembalikan martabat dan harga diri
serta memvalidasi perasaan klien.
f. Pengenangan: mengingat kembali masa lalu untuk menetapkan arti baru
terhadap pengalaman terdahulu.
g. Intervensi Citra Tubuh: pentingnya lansia menampilkan citra yang
diterima sosial. Memang butuh sedikit usaha untuk membantu klien
menyisir rambut, membersihkan gigi, bercukur, atau mengganti pakaian.
2.2.5 Evaluasi
Perubahan sering kali lambat dan tidak terlihat sehingga evaluasi mungkin
jarang dilakukan. Tipe masalah, pembentukan tujuan, dan pengunaan intervensi
menentukan frekuensi evaluasi.
Asuhan psikologis dapat berubah sesuai dengan budaya dari keluarga klien
tersebut. Klien dalam kondisi terminal tersebut membutuhkan motivasi atau
dukungan mental dan spiritual dari keluarga, peran perawat dalam hal ini tidak
terlalu banyak. Biasanya apabila keluarga tersebut mempunyai keyakinan yang
besar terhadap tuhan, mereka akan lebih memilih untuk berdoa di sekeliling klien
agar arwah klien nanti dapat diterima oleh yang kuasa. Ada pula adat kebiasaan
tersebut mengharuskan klien meninggal di rumah klien, klien langsung dibawa
pulang ketika keluarga, atau bahwa klien berada dalam kondisi terminal.
Gejala-gelala pada saat kondisi terminal:
a. Nafsu makan berkurang
b. Lesu
c. Ganguan sistem peredaran darah, seperti darah tida dapat mengalir ke
seluruh tubuh secara normal sehingga menjadikan kulit klien berubah
menjadi biru
d. Ganguan sistem pernapasan, seperti, nafas klien berbunyi, dan frekuensi
bernafas klien makin lama makin berkurang
e. Ganguan sistem gerak, pasien tidak dapat bergerak sesuai keinginannya
lagi
f. Gangguan pencernaan, seperti, klien tidak dapat menelan makanan yang
diberikan.
3.1 Pengkajian
Perawat melakukan pendekatan pada pasien, komunikasi sejauh mana latar
belakang budaya pasien dan cara pasien berinteraksi dengan orang lain. Hal itu
dilakukan untuk meningkatkan rasa kepercayaan pasien terhadap perawat.
Pertanyaan yang diberikan seperti menanyakan pendapat klien tentang penyebab
penyakit klien, pernah atau tidak klien mengalami penyakit tersebut sebelumnya,
dan perbedaan penyakit sekarang dengan sebelumnya. Karena pasien mengalami
kesulitan bicara, perawat lebih mengutamakan sumber utama pengkajian adalah
keluarga (istri) untuk mempermudah komunikasi dan memberikan kenyamanan
secara tidak langsung.
Pertama, perawat mencari tahu data demografik pasien, termasuk di
dalamnya latar budaya yang dianut. Budaya pasien harus dianalisis terlebih
dahulu. Istri pasien memiliki nilai budaya (keinginan atau tindakan pada suatu
waktu tertentu) untuk selalu ingin merawat pasien. Budaya yang muncul disini
adalah budaya berbakti pada suami.
Kedua, perawat memberi tahu pengertian kebijakan rumah sakit yang
berlaku di lingkungan tempat perawat bekerja. Perawat juga memberikan motivasi
18
19
3.3 Perencanaan
Perawat mendiskusikan kembali dengan pasien mengenai perawatan yang
sesuai, atau dalam kasus kesulitan bicara ini diskusi dengan keluarga.
Implementasi yang mungkin menjadi jalan keluar kasus ini adalah orientasi
realitas, suatu teknik komunikasi yang digunakan untuk membuat klien menyadari
waktu, tempat, dan orang yang salah satu tujuannya adalah meminimalkan
konfusi. Dalam menghargai budaya pasien, perawat dapat mengadakan
pendekatan atau konsep caring untuk membimbing, mendukung dan
mengarahkan pasien. Istri yang telah diberi penjelasan mengenai peraturan rumah
sakit akan tahu kapan waktu besuk sehingga istri dapat merawat suami saat waktu
besuk saja.
BAB IV
KESIMPULAN
21
22
iv
Asih, Yasmin (Penerjemah). 2005. Fundamental Keperawatan, Edisi 4, Buku 1.
Jakarta: Salemba Medika