Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH KEBIJAKAN MONETER

Dosen Pengampu :

Vivi Pancasari, SE, M.Si

Di susun oleh

Nama Anggota :

1. Lewi (19.33.0443)

2. Agus Setiawan (19.33.0427)

JURUSAN AKUNTANSI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI YBPK

PALANGKA RAYA

TAHUN 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijakan
pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
merupakam laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang
secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi.
Kuznets dan Sirojuzilam  mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai “Kenaikan
jangka panjang dalam kemampuan suatu Negara untuk menyediakan semakin banyak barang
kepada penduduknya, kemampuan ini bertambah sesuai dengan kemajuan teknologi dan
penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukan”.
Untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi stabil tidaklah
pekerjaan yang mudah untuk dilaksanakan, ini ibaratnya mata uang 2 sisi, kadang dicapai
pertumbuhan ekonomi yang tinggi tapi tidak stabil. Untuk mencapai inilah diperlukan
kebijakan moneter.
Kebijakan moneter bertujuan mengarahkan perekonomian makro ke kondisi yang
lebih baik dan atau diinginkan. Kondisi-kondisi tersebut diukur dengan menggunakan
indicator-indikator makro utama seperti terpeliharanya pertumbuhan ekonomi yang baik,
stabilitas harga umum yang terkendali, dan menurunnya tingkat pengangguran.
Sesuai dengan kondisi perekonomian masyarakat Indonesia yang kegiatannya
bertumpu pada aset keuangan kredit perbankan, maka pemerintah perlu melaksanakan
kebijakan moneter melalui pengelolaan atau pengaturan system perkreditan secara dinamis,
sesuai dengan kebutuhan dan kondisi struktur potensi ekonomi masyarakat daerah (resource
base) yang akan digerakkan.
Kebijakan moneter tujuannya adalah untuk mencapai stabilisasi ekonomi. Berhasil
tidaknya tujuan dari kebijakan moneter tersebut dipengaruhi oleh dua faktor, pertama: kuat
tidaknya hubungan kebijakan moneter dengan kegiatan ekonomi tersebut, kedua: jangka
waktu perubahan kebijakan moneter terhadap kegiatan ekonomi.

B.    Rumusan Masalah


Berdasarkan paparan pada latar belakang, maka terlihat pentingnya pemahaman
mengenai Apa yang dimaksud kebijakan moneter, apa tujuan dari kebijakan moneter dan
apakah kebijakan moneter memiliki dampak terhadap perekonomian Pemahaman tentang
analisis kebijmaakan moneter akan menjadi lebih penting bagi Indonesia.

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dan tujuan dari kebijakan moneter
2.      Mengetahui jenis – jenis kebijakan moneter
3.      Mengetahui hal – hal yang perlu di perhatikan dalam kebijakan moneter

D.    Manfaat
1.      dapat mengetahui berbagai macam instrument kebijakan moneter dalam mengatasi
masalah keungan
2.      dapat menambah pengetahuan mengenai konsep kebijakan moneter
3.      memberikan kontribusi di masa depan dalam mengembangkan kebijakan moneter atas
hasil evaluasi dari penerapannya
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kebijakan Moneter


Kebijakan Moneter yaitu suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro
agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang
beredar dalam perekonomian atau langkah pemerintah untuk mengatur penawaran uang dan
tingkat bunga. Kebijakan moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman,
"margin requirement", kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha
terakhir atau melalui persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk
mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,
pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran)
serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat
diukur dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional
yang seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan
moneter dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter
pertama kali akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.

B.    Tujuan Kebijakan Moneter


Tujuan dari kebijakan moneter adalah sebagai berikut ini:
a.        Menjaga kestabilan ekonomi artinya pertumbuhan arus barang dan jasa seimbang dengan
pertumbuhan arus barang dan jasa yang tersedia.
b.      Menjaga kestabilan harga yaitu harga suatu barang merupakan hasil interaksi antara
jumlah uang yang beredar dengan jumlah uang yang tersedia dipasar.
c.       Meningkatkan kesempatan kerja yaitu pada saat perekonomian stabil pengusaha akan
mengadakan investasi untuk menambah jumlah barang dan jasa sehingga adanya investasi
akan membuka lapangan kerja baru sehingga memperluas kesempatan kerja mayarakat.
d.      Memperbaiki neraca perdagangan kerja masyarakat yaitu dengan jlan meningkatkan
ekspor dan mengurangi impor dari luar negeri yang masuk kedalam negeri atau sebaliknya.
1.      Kestabilan harga
Apabila kestablian harga tercapai maka akan menimbulkan kepercyaan di masyarakat.
Masyarakat percaya bahwa barang yang mereka beli sekarang akan sama dengan harga yang
akan masa depan.
2.      Neraca Pembayaran Internasional
Neraca pembayaran internasional yang seimbang menunjukkan stabilisasi ekonomi di suatu
Negara. Agar neraca pembayaran internasional seimbang, maka pemerintah sering
melakukan kebijakan-kebijakan moneter.
 Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan moneter dapat mencapai
keberhasilan dalam pelaksanaannya. Prasyarat tersebut meliputi:
a.  Indepensi Bank Sentral.
b. Sebenarnya tak ada Bank Sentral yang bisa bersifat benar-benar independen tanpa campur
tangan dari pemerintah. Namun demikian, ada instrumen kebijakan yang tidak dipengaruhi
oleh pemerintah, misalnya melalui kebijakan fiscal.
c.  Fokus terhadap sasaran.
d.   Pengendalian inflasi hanyalah salah satu di antara beberapa sasaran lain yang hendak
dicapai oleh Bank Sentral. Sasaran-sasaran lain kadang-kadang bertentangan dengan sasaran
pengendalian inflasi, misalnya sasaran pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, neraca
pembayaran, dan kurs. Oleh karena itu, seharusnya bank Sentral tidak menetapkan sasaran
lain dan berfokus pada sasaran utama pengendalian inflasi.
e.  Capacity to forecast inflation.
f.   Bank Sentral mutlak harus mempunyai kemampuan untuk memprediksi inflasi secara
akurat, sehingga dapat menetapkan target inflasi yang hendak dicapai.
g. Pengawasan instrument
h.  Bank Sentral harus memiliki kemampuan untuk mengawasi instrumen-instrumen
kebijakan moneter.
i.    Pelaksanaan secara konsisten dan transparan.
j. Dengan pelaksanaan target inflasi secara konsisten dan transparan, maka kepercayaan
masyarakat terhadap kebijakan yang ditetapkan semakin meningkat.

C.    Jenis-jenis kebijakan moneter


Dalam prakteknya, untuk menerapkan semua jenis kebijakan moneter alat utama yang
digunakan adalah memodifikasi jumlah uang primer yang beredar. Otoritas moneter
melakukan hal ini dengan membeli atau menjual aset keuangan (biasanya kewajiban
pemerintah). Ini operasi pasar terbuka berubah baik jumlah uang atau likuiditas (jika bentuk
cair kurang dari uang yang dibeli atau dijual). The multiplier effect perbankan cadangan
fraksional memperkuat dampak dari tindakan. transaksi pasar Konstan oleh otoritas moneter
memodifikasi pasokan mata uang dan ini dampak variabel pasar lain seperti suku bunga
jangka pendek dan nilai tukar.
Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
         Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy yaitu suatu kebijakan dalam
rangka menambah jumlah uang yang beredar disuatu Negara, apabila tidak ada kebijakan ini
maka jumlah uang di suatu negara akan menipis sehingga transaksi atau jual beli disuatu
negara akan terganggu.
         Kebijakan Moneter Kontraktif/ Monetary Contractive Policy  yaitu suatu kebijakan dalam
rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight
money policu).
         Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu
antara lain :
         Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
         Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau
membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah
uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah
uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah
kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau
singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar
Uang.
         Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat
bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang
sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah,
pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat
bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
         Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah
dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah
uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang
beredar, pemerintah menaikkan rasio.
         Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan
jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan
pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang
beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk
memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
D.   Fungsi Kebijakan Moneter
Dari pengertian kebijakan moneter adalah suatu kebijakan yang diambil oleh
pemerintah (Bank Sentral) untuk menambah dan mengurangi jumlah uang yang beredar.
Sejak tahun 1945, kebijakan moneter hanya digunakan sebagai kebijakan ekonomi
untuk mencapai stabilitas ekonomi jangka pendek. Adapun kebijakan fiscal digunakan dalam
pengendalian ekonomi jangka panjang. Namun pada saat ini kebijakan moneter merupakan
kebijakan utama yang dipergunakan untuk pengendalian ekonomi jangka pendek dan jangka
panjang. Untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar, pemerintah dapat melakukan
kebijakan uang ketat dan kebijakan uang longgar.
1.      Tight Money Policy, yaotu kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang yang
beredar dengan cara :
a.       Menaikan suku bunga
b.      Menjual surat berharga
c.       Membatasi pemberian kredit

2.      Easy Money Policy, yaitu kebijakan yang dilakukan oleh Bank Sentral untuk menambah
jumlah uang yang beredar dengan cara :
a.    Menurunkan tungkat suku bunga
b.     Membeli surat-surat berharga
c.        Menurunkan cadangan Kas
d.        Memberikan kredit longgar.
Macam-macam kebijakan moneter yaitu politik diskonto, politik pasar terbuka, kebijakan
Cadangan Kas, kebijakan Sanering dan kebijakan Devaluasi Tertra Revolusi.

E.    Hal – hal yang Perlu Diperhatikan dalam Kebijakan Moneter


1. Inflasi Penargetan
Berdasarkan pendekatan kebijakan target adalah untuk menjaga inflasi , di bawah sebuah
definisi tertentu seperti Indeks Harga Konsumen , dalam kisaran yang diinginkan. Target
inflasi ini dicapai melalui penyesuaian berkala kepada Bank Sentral suku bunga target.
Tingkat bunga yang digunakan adalah umumnya tingkat antar bank di mana bank
meminjamkan kepada satu sama lain semalam untuk keperluan arus kas. Tergantung pada
negara ini tingkat bunga tertentu yang bisa disebut uang bunga atau sesuatu yang serupa.
Target suku bunga dipertahankan untuk jangka waktu tertentu menggunakan operasi
pasar terbuka. Biasanya durasi bahwa target suku bunga dipertahankan konstan akan
bervariasi antara bulan dan tahun. Target suku bunga biasanya ditinjau secara bulanan atau
kuartalan oleh komite kebijakan.
Perubahan target suku bunga dibuat sebagai tanggapan terhadap berbagai indikator pasar
dalam upaya untuk memperkirakan tren ekonomi dan dengan demikian pasar tetap pada jalur
untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan. Sebagai contoh, satu metode sederhana
inflation targeting disebut aturan Taylor menyesuaikan tingkat suku bunga sebagai respon
terhadap perubahan dalam tingkat inflasi dan kesenjangan output . Aturan diusulkan oleh
John B. Taylor dari Universitas Stanford .
Penargetan inflasi pendekatan untuk pendekatan kebijakan moneter ini dipelopori di
Selandia Baru. Hal ini saat ini digunakan di Australia , Brazil , Kanada , Chile , Kolombia ,
yang Republik Ceko , Selandia Baru , Norwegia , Islandia , Filipina , Polandia , Swedia ,
Afrika Selatan , Turki , dan Inggris .

2. Harga Penargetan Tingkat


Harga penargetan tingkat mirip dengan inflation targeting kecuali bahwa
pertumbuhan CPI dalam satu tahun atas atau di bawah target tingkat harga jangka panjang
adalah offset pada tahun-tahun berikutnya sehingga tingkat harga yang ditargetkan tercapai
dari waktu ke waktu, misalnya lima tahun, memberikan kepastian lebih lanjut tentang masa
depan kenaikan harga kepada konsumen. Dalam inflation targeting apa yang terjadi pada
tahun-tahun terakhir segera tidak diperhitungkan atau disesuaikan dalam tahun berjalan dan
masa depan.

3. Agregat Moneter
Pada 1980-an, beberapa negara menggunakan pendekatan yang didasarkan pada
pertumbuhan konstan dalam jumlah uang beredar. Pendekatan ini disaring untuk
memasukkan kelas yang berbeda dari uang dan kredit (M0, M1 dll). Di Amerika Serikat ini
pendekatan kebijakan moneter dihentikan dengan pemilihan Alan Greenspan sebagai Ketua
Fed.  Pendekatan ini juga kadang-kadang disebut monetarisme . Sementara kebijakan yang
paling moneter berfokus pada sinyal harga satu bentuk atau lain, pendekatan ini difokuskan
pada jumlah moneter.
  
4. Nilai Tukar Tetap
Kebijakan ini didasarkan pada mempertahankan nilai tukar tetap dengan mata uang
asing. Ada berbagai tingkat nilai tukar tetap, yang dapat peringkat dalam kaitannya dengan
cara kaku kurs tetap adalah dengan bangsa jangkar.
Di bawah sistem nilai fiat tetap, pemerintah daerah atau otoritas moneter menyatakan nilai
tukar tetap tetapi tidak aktif membeli atau menjual mata uang untuk mempertahankan tingkat.
Sebaliknya, tingkat dipaksakan oleh-konvertibilitas tindakan-tindakan non (misalnya kontrol
modal , impor / lisensi ekspor, dll). Dalam hal ini ada tingkat pasar gelap tukar dimana
perdagangan mata uang pada pasar / nilai tidak resmi.
Di bawah sistem fixed-konvertibilitas, mata uang dibeli dan dijual oleh bank sentral
atau otoritas moneter setiap hari untuk mencapai nilai tukar target. Tingkat mungkin target
tingkat tetap atau sebuah band tetap di mana nilai tukar dapat berfluktuasi sampai otoritas
moneter campur tangan untuk membeli atau menjual yang diperlukan untuk mempertahankan
nilai tukar dalam band. (Dalam kasus ini, nilai tukar tetap dengan tingkat tetap dapat dilihat
sebagai kasus khusus dari kurs tetap dengan band-band di mana band-band yang diatur ke
nol.)
Di bawah sistem nilai tukar tetap dikelola oleh suatu dewan mata uang setiap unit
mata uang lokal harus didukung oleh unit mata uang asing (mengoreksi nilai tukar). Hal ini
memastikan bahwa basis moneter lokal tidak akan mengembang tanpa didukung oleh mata
uang keras dan menghilangkan segala kekhawatiran tentang berjalan di mata uang lokal
dengan mereka yang ingin mengkonversi mata uang lokal ke mata uang (jangkar) keras.

F.     Pemulihan Ekonomi Melalui Kebijakan Moneter di Indonesia


            Kestabilan harga dan nilai tukar merupakan prasyarat bagi pemulihan ekonomi karena
tanpa itu aktivitas ekonomi masyarakat, sektor usaha, dan sektor perbankan akan terhambat.
Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kiranya jika fokus utama kebijakan moneter Bank
Indonesia selama krisis ekonomi ini adalah mencapai dan memelihara kestabilan harga dan
nilai tukar rupiah. Apalagi Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia secara
jelas menyebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan
nilai rupiah yang di dalamnya mengandung pengertian kestabilan harga (laju inflasi) dan
kestabilan nilai tukar rupiah. Dengan perkataan lain, sesuai dengan UU No. 23 tahun 1999
sasaran kebijakan moneter Bank Indonesia hanya satu (single objective), yaitu memelihara
kestabilan nilai rupiah. Hal ini berbeda dengan Undang-undang tentang Bank Sentral yang
lama, yaitu UU No. 13 tahun 1968, yang menuntut Bank Indonesia untuk memenuhi
beberapa sasaran sekaligus (multiple objectives), yakni mendorong kegiatan ekonomi,
memperluas kesempatan kerja, dan memelihara kestabilan nilai rupiah, yang pencapaiannya
pada hakekatnya dapat saling bertolak belakang, terutama dalam jangka pendek.
            Untuk mencapai tujuan di atas, Bank Indonesia hingga saat ini masih menerapkan
kerangka kebijakan moneter yang didasarkan pada pengendalian jumlah uang beredar atau
yang di kalangan akademisi dikenal sebagai quantity approach. Di dalam kerangka tersebut
Bank Indonesia berupaya mengendalikan uang primer (base money) sebagai sasaran
operasional kebijakan moneter. Dengan jumlah uang primer yang terkendali maka
perkembangan jumlah uang beredar, diharapkan juga ikut terkendali. Selanjutnya, dengan
jumlah uang beredar yang terkendali diharapkan permintaan agregat akan barang dan jasa
selalu bergerak dalam jumlah yang seimbang dengan kemampuan produksi nasional sehingga
harga-harga dan nilai tukar dapat bergerak stabil.
            Dengan menggunakan kerangka kebijakan moneter seperti telah diuraikan di atas,
Bank Indonesia pada periode awal krisis ekonomi, terutama selama tahun 1998, menerapkan
kebijakan moneter ketat untuk mengembalikan stabilitas moneter. Kebijakan moneter ketat
terpaksa dilakukan karena dalam periode itu ekspektasi inflasi di tengah masyarakat sangat
tinggi dan jumlah uang beredar meningkat sangat pesat.
            Di tengah tingginya ekspektasi inflasi dan tingkat risiko memegang rupiah, upaya
memperlambat laju pertumbuhan uang beredar telah mendorong kenaikan suku bunga
domestik secara tajam. Suku bunga yang tinggi diperlukan agar masyarakat mau memegang
rupiah dan tidak membelanjakannya untuk hal-hal yang tidak mendesak serta tidak
menggunakannya untuk membeli valuta asing.
            Upaya pemulihan kestabilan moneter melalui penerapan kebijakan moneter ketat yang
dibantu dengan upaya pemulihan kepercayaan masyarakat kepada perbankan nasional mulai
memberikan hasil positif sejak triwulan IV 1998. Pertumbuhan uang beredar yang melambat
dan suku bunga simpanan di perbankan yang tinggi telah mengurangi peluang dan hasrat
masyarakat dalam memegang mata uang asing sehingga tekanan depresiasi rupiah berangsur
surut. Sejak pertengahan tahun 1998 nilai tukar rupiah terhadap USD cenderung menguat dan
kemudian bergerak relatif stabil selama tahun 1999.
Sesuai dengan sistem nilai tukar mengambang yang diterapkan sejak 14 Agustus
1997, perkembangan nilai tukar rupiah lebih banyak ditentukan oleh mekanisme pasar. Di
dalam sistem tersebut, penguatan nilai tukar rupiah yang terjadi sejak pertengahan 1998
hingga akhir 1999 lebih banyak disebabkan oleh meredanya tekanan permintaan valas sejalan
dengan terkendalinya jumlah uang beredar dan turunnya ekspektasi inflasi.
            Bank Indonesia hanya melakukan penjualan valas melalui mekanisme pasar pada
harga pasar untuk mensterilisasi atau menyedot kembali ekspansi moneter yang berasal dari
pembiayaan defisit anggaran pemerintah dan bukan terutama itujukan untuk mengarahkan
nilai tukar rupiah ke suatu tingkat tertentu. Pelaksanaan penjualan valas itu pun tidak sampai
membahayakan posisi cadangan devisa Bank Indonesia karena menggunakan devisa yang
berasal dari penarikan hutang luar negeri pemerintah yang memang diperuntukkan untuk
mendukung pembiayaan defisit anggaran pemerintah.
            Nilai tukar rupiah yang menguat serta didukung oleh pasokan dan distribusi barang-
barang kebutuhan pokok yang membaik telah mendorong penurunan laju inflasi sejak awal
triwulan IV 1998. Bahkan, laju inflasi bulanan yang sempat mencapai 12,67% pada bulan
Februari 1998, mencatat angka negatif atau deflasi dalam bulan Oktober 1998. Deflasi
tersebut kemudian berlanjut sebanyak tujuh kali berturut-turut selama periode Maret –
September 1999. Dengan perkembangan tersebut, laju inflasi selama tahun 1999 hanya
mencapai 2,0%, jauh lebih rendah daripada laju inflasi selama tahun 1998 yang mencapai
77,6%. Berarti Indonesia telah berhasil mengelakkan bahaya hiperinflasi yang sempat
mengancam selama paruh pertama 1998.
            Dalam perkembangan selanjutnya, laju inflasi yang sangat rendah dan nilai tukar
rupiah yang telah jauh menguat dibandingkan di masa puncak krisis telah memberikan ruang
gerak bagi Bank Indonesia untuk memperlonggar kebijakan moneter dan mendorong
penurunan suku bunga domestik. Sebagai cerminan kebijakan moneter yang agak longgar,
pertumbuhan tahunan sasaran indikatif uang primer yang sebelumnya terus diturunkan hingga
mencapai 11,2% pada Juni 1999, sejak awal semester II 1999 mulai dinaikkan hingga
mencapai 15,7% pada Maret 2000. Sejalan dengan itu, suku bunga SBI 1 bulan yang selama
ini menjadi patokan (benchmark) bagi bank-bank terus menurun dari level tertinggi 70,58%
pada September 1998 menjadi 11,0% pada akhir April 2000. Penurunan suku bunga SBI
yang cukup tajam itu diikuti oleh suku bunga pasar uang antarbank (PUAB) dan simpanan
perbankan dengan laju penurunan yang hampir sama.
 Adapun para ekonom sepakat ciri-ciri suatu Negara yang rentan terhadap krisis moneter
adalah apabila Negara tersebut:
·         Memiliki jumlah hutang luar negeri yang cukup besar
Mengalami inflasi yang tidak terkontrol
Defisit neraca pembayaran yang besar
Kurs pertukaran mata uang yang tidak seimbang
Tingkat suku bunga yang diatas kewajaran
Jika ciri-ciri di atas dimiliki oleh sebuah negara, maka dapat dipastikan Negara tersebut
hanya menunggu waktu mengalami krisis ekonomi.

G.   Peran dan Dampak Kebijakan Moneter di Indonesia.


Kebijakan moneter yang dilakukan Indonesia dan dampaknya terhadap Perekonomian
Indonesia.Dalam sistem nilai tukar bebas dan perfect capital mobility,kebijakan moneter
lebih efektif dibandingkan kebijakan fiskal dalam upaya mencapai keseimbangan dan
stabilitas makroekonomi.Kebijakan moneter lebih berperan dalam menstimulasi pemulihan
ekonomi.Kebijakan moneter yang efektif menjanjikan tercapainya inflasi yang
rendah,stabilitas nilai tukar,dan suku bunga.
Salah satu dampak dari kapitalisme yakni uang berfluktuasi tak terkontrol tanpa ada standar
acuan yang baku. Konsep uang yang semula digunakan sebagai:
         alat pertukaran atau media pembayaran
         alat untuk menyimpan nilai
         alat satuan hitung
juga dipakai sebagai alat spekulasi.
Ketika uang diperdagangkan di pasar valuta asing nilainya akan terus berfluktuasi mengikuti
harga pasar (supply and demand). Berdasarkan realita, kurs pertukaran uang sesungguhnya
dengan fiat money, dimana uang dijadikan komoditas perdagangan amat sangat merugikan
individu maupun tatanan masyarakat. Sebagai contoh jumlah hutang luar negeri Indonesia
yang semula US$ 102 Milyar hanya dalam waktu satu tahun naik lima kali lipat menjadi US$
510 Milyar, akibatnya dana yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk mensejahterakan
kehidupan rakyat sesuai dengan amanat UUD 1945, sebagian besar disedot untuk membayar
bunga dan pokok pinjaman. Untuk menutup defisit APBN kembali pemerintah harus
mengandalkan hutang sebagai sumber pendanaan.
Para ekonom sepakat ciri-ciri suatu Negara yang rentan terhadap krisis moneter adalah
apabila Negara tersebut:
         memiliki jumlah hutang luar negeri yang cukup besar
         mengalami inflasi yang tidak terkontrol
         defisit neraca pembayaran yang besar
         kurs pertukaran mata uang yang tidak seimbang
         tingkat suku bunga yang diatas kewajaran
Jika ciri-ciri di atas dimiliki oleh sebuah negara,maka dapat dipastikan Negara tersebut hanya
menunggu waktu mengalami krisis ekonomi.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Ekonomi Moneter merupakan suatu cabang ilmu ekonomi yang membahas tentang
peranan uang dalam mempengaruhi tingkat harga-harga dan tingkat kegiatan ekonomi dalam
suatu negara.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang
tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai
tujuan tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara
persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan
kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan
antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku
bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi
bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.

B.     Saran
                 Berdasarkan kajian mengenai kebijakan moneter, kapasitas dan kualitas dari tiap
tiap komponen kebijakan ini sudah sangat baik. Namun, progressif atau tidaknya kebijakan
ini bergantung pada realitas yang ada. Kebanyakan teori memang dapat dianggap sesuai
dengan idealism kita. Tapi, ketidakdisiplinan dalam menerapkan teori tersebut merupakan
suatu hal yang sia sia. Oleh karena itu, di samping teori yang di buat itu memiliki kualitas
yang baik, itu juga harus di barengi dengan disiplin yang tinggi dalam penerapannya
DAFTAR PUSTAKA

Bernanke, Ben (2006). “Agregat Moneter dan Kebijakan Moneter di Federal Reserve:
Sebuah   Perspektif Sejarah” . Federal . (Diunduh Tanggal 20 November 2020)

BM Friedman ,(2001) “Kebijakan Moneter,” Abstrak. ” Ensiklopedi Internasional &


Perilaku Ilmu Sosial”. hal 9976-9984. (Diunduh Tanggal 20 November 2020)

Mahendra, A. 2008. Analisis Kebijakan Moneter dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan


Ekonomi Indonesia. Universitas Sumatra Utara: Medan.
1961-2006″ :. Federal Reserve Bank of St Louis Review (89 171 (Diunduh Tanggal 20
November 2020)

Rogoff, Kenneth , 1985. “Komitmen optimal ke Target Moneter Intermediate”, Quarterly


Journal of Economics 100, hal 1169-1189 (Diunduh Tanggal 20 November 2020)

Adiningsih, Sri. 2000. “Perkembangan Moneter Perbankan Indonesia“. PT. Gramedia,


Jakarta.
Boediono, “Merenungkan Kembali Mekanisme Transmisi Moneter di Indonesia”,Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Juli 1998. (Diunduh
Tanggal 20 November 2020)

Sarwono, Hartadi A., dan Perry Warjiyo, “Mencari Paradigma Baru ManajemenMoneter
dalam Sistem Nilai tukar Fleksibel: Suatu Pemikiran untuk Penerapannya di Indonesia”,
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, BankIndonesia, Volume 1, Nomor 1, Juli 1998.
(Diunduh Tanggal 20 November 2020)

Anda mungkin juga menyukai