Anda di halaman 1dari 33

EFEKTIVITAS PEMBERIAN DAUN KATUK TERHADAP

KECUKUPAN ASI IBU MENYUSUI


DI DESA WATUSAMPU

PROPOSAL

MAGVIRA HAMADI
201601069

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2020
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air Susu Ibu (ASI) sudah dibuktikan dengan cara objektif yang dijadikan
sumber zat gizi paling baik bagi bayi. ASI bukan hanya terkandung zat gizi yang
diperlukan dalam tumbuh kembang anak, namun juga sebagai aspek bioaktif yang
berkerja sama dalam menguatkan imunitas tubuh1. ASI sudah dibuktikan dalam
memberi kegunaan yang menakjubkan sehingga World Health Organization
(WHO) menganjurkan pada seluruh bayi untuk memperoleh ASI eksklusif selama
6 bulan awal sejak kelahiran2. Umumnya, tingkat menyusui di dunia masih
tergolong rendah. Menurut data Global Breastfeeding Scorecard dengan evaluasi
data menyusui pada 194 negara, prevalensi bayi kurang dari 6 bulan yang
memperoleh ASI eksklusif sekitar 40%. Disamping itu, sekitar 23 negara dengan
pemberian ASI eksklusifnya di atas 60%3.
Pemberian ASI secara eksklusif kepada bayi yang berumur 0-6 bulan di
Indonesia masih menjadi permasalahan yang membutuhkan perhatian. Menurut
laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, persentase cakupan
pemberian ASI eksklusif pada bayi berusia 0-5 bulan secara nasional yaitu 37,3%.
Hal ini menandakan menurunnya cakupan pemberian ASI eksklusif daripada
tahun 2017 sekitar 46,74% dan tahun 2015 sekitar 55,7%4.
Laporan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah bahwa dari tahun 2017
hingga 2018 pemberian ASI eksklusif di Provinsi Sulawesi Tengah mengalami
peningkatan yang tidak terlalu signifikan dari tahun ke tahun, dilihat dari
persentase cakupan pada tahun 2017 yaitu 56,6% mengalami peningkatan yaitu
57,7% pada tahun 20185. Berdasarkan data awal yang peneliti peroleh dari
Puskesmas Tipo menunjukkan bahwa cakupan ASI eksklusif di wilayah kerja
Puskesmas Tipo pada tahun 2017 yaitu 84,24%, pada tahun 2018 yakni 79,56%,
dan pada tahun 2019 yaitu 75,31%. Jumlah ibu menyusui di Desa Watusampu
sebanyak 32 orang6.

1
2

Menurut Prastiwi (2018) dalam penelitiannya yang berjudul Peningkatan


Persepsi Kecukupan ASI pada ibu yang menyusui yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Margadana menjelaskan bahwa ASI Eksklusif termasuk salah satu
program pemerintah yang dicanangkan dalam penurunan mortalitas dan
morbiditas bayi. Namun baik data dunia maupun data Indonesia hingga saat ini
menunjukkan bahwa pemberian ASI pada bayi masih kurang dipraktekan oleh
masyarakat, hal tersebut jelas akan berdampak tidak hanya pada status gizi bayi
tersebut, tetapi dapat berdampak pula pada perekonomian suatu bangsa karena
negara harus mengeluarkan biaya dalam penanggulangannya7.
ASI merupakan makanan alamiah yang harus diberi kepada bayi sejak enam
bulan awal kehidupannya tidak disertai makanan pelengkap dan cairan lainnya.
ASI pertama berupa cairan bening berwarna kekuningan (kolostrum) yang
terdapat banyak antibodi dikarenakan terkandung protein bagi sistem pertahanan
tubuh dan membunuh bakteri dengan jumlah yang banyak sehingga dengan diberi
ASI eksklusif dapat menurunkan angka kematian bayi. Kolostrum pada ASI
terkandung unsur daya tahan tubuh 10-17 kali lebih besar dibanding susu
formula8.
Keberadaan unsur perlindungan dan zat gizi yang tepat terdapat pada ASI
memberi jaminan terhadap perbaikan gizi bayi dan penurunan morbiditas serta
mortalitas pada anak. ASI terkandung zat gizi esensial sesuai yang dibutuhkan
bayi serta dapat menanggulangi terinfeksinya penyakit dengan perantara
komponen sel fagosit serta imunoglobulin. ASI akan menstimulasi terbentuknya
sistem ketahanan tubuh pada bayi yang menyebabkan ASI berguna juga untuk
menjadi imunisasi aktif. Limfosit yang ada pada ASI bisa melewati dinding usus
bayi serta darah sebagai sirkulasi untuk jalan masuknya, sehingga hal ini bisa
mengaktifkan kekebalan bayi. Kandungan yang ada pada ASI mengandung
sejumlah unsur dengan manfaat untuk daya tahan nonspesifik serta spesifik. Peran
dari daya tahan nonspesifik dilakukan oleh sel misalnya makrofag serta neutrofil
dan yang dihasilkannya serta faktor protektif larut, sementara sel limfosit beserta
yang dihasilkannya menjalankan perannya sebagai sel spesifik. Sebanyak 80%
dari sel limfosit yang ada pada ASI berasal dari sel limfosit T, selain itu sel ini
3

mampu memusnahkan kapsul bakteri E.coli serta mengirim imun selular yang ada
pada ibu menuju bayi melalui ASI9.
Pemberian ASI eksklusif memberi keuntungan bagi bayi, diantaranya adalah
pencegahan defisiensi gizi bayi, peningkatan sistem kekebalan tubuh, peningkatan
kecerdasan, pencegahan penyakit infeksi, serta pencegahan mortalitas. Akibat bila
bayi tidak memperoleh ASI eksklusif yaitu mudah terinfeksinya saluran
pernapasan, mudah terinfeksinya saluran pencernaan (muntah serta diare),
meningkatnya mortalitas, menurunnya perkembangan kecerdasan kognitif, dan
meningkatnya defisiensi gizi10.
Pemberian ASI eksklusif juga bermanfaat bagi ibu yaitu payudara yang
diisap oleh bayi dapat menstimulasi terbentuknya oksitosin dari kelenjar hipofisis.
Oksitosin bekerja dengan cara mendukung involusi uterus dan menghindari
perdarahan sesudah persalinan pada ibu, serta menunda menstruasi sehingga dapat
menurunkan angka kejadian kurang darah akibat kekurangan zat besi pada ibu
yang baru melahirkan, timbulnya masalah pada ibu terkait karsinoma mammae
saat menyusui11. Akibat pada ibu jika tidak menyusui bisa meningkatkan resiko
terjadinya kanker payudara, kanker ovarium, dan obesitas yang dapat memicu
timbulnya berbagai macam penyakit degeneratif yang dapat memicu tingginya
AKI pasca melahirkan12.
Salah satu kendala utama dalam pemberian ASI eksklusif yakni ibu sering
mengalami masalah produksi ASI yang tidak lancar. Tidak keluarnya atau sedikit
keluarnya ASI merupakan permasalahan yang menjadi alasan ibu tidak memberi
ASI eksklusif. Sehingga hal tersebut merupakan faktor pemicu rendahnya
cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi baru lahir13.
Fase menyusui merupakan fase yang paling rentan bagi kelangsungan hidup
ibu baik secara fisik maupun emosional. Sayangnya, kadang-kadang timbul
keluhan dan kesulitan dalam menyusui, yaitu tidak lancarnya ASI yang keluar.
Cara yang dapat dilakukan selain membiasakan bayi menyusu ibu juga harus
mengantisipasi kondisi fisik serta mental semaksimal mungkin14.
Beberapa faktor-faktor yang berpengaruh pada produksi ASI adalah apa
yang dimakan oleh ibu, frekuensi menyusui, menyusui sesuai keinginan bayi,
4

umur kehamilan, berat lahir, ketentraman jiwa dan pikiran, penggunaan alat
kontrasepsi, perilaku ibu, pengaruh persalinan dan klinik persalinan, dan
perawatan payudara. Fenomena yang terjadi dimasyarakat yaitu produksi dan
pengeluaran ASI yang tidak lancar saat hari pertama sesudah melahirkan
merupakan suatu hambatan dalam pemberian ASI secara dini15. Banyak jenis-jenis
tumbuhan yang digunakan untuk memperlancar ASI di antaranya yaitu daun katuk
(Sauropus androgynus) yang semenjak dulu sudah dibuktikan dapat
memperlancar produksi ASI karena mengandung asam seskuiterna16.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Juliastuti (2019) yang berjudul
“Efektivitas daun katuk (Sauropus androgynus) terhadap kecukupan ASI pada ibu
menyusui di Puskesmas Kuta Baro Aceh Besar” menyimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan berat badan bayi pada ibu
menyusui sesudah diberi rebusan daun katuk dan ekstrak daun katuk. Daun katuk
mempunyai kandungan steroid dan polifenol untuk peningkatan kadar prolaktin.
Prolaktin yaitu jenis hormon yang berpengaruh terhadap produksi ASI. Tingginya
kandungan prolaktin dengan spontan memberi peningkatan pada produksi ASI.
Rebusan daun katuk serta ekstrak daun katuk ampuh dalam pemenuhan ASI yang
mendukung peningkatan berat badan bayi. Namun, rebusan daun katuk lebih
ampuh untuk peningkatan berat badan bayi daripada ekstrak daun katuk17.
Hasil penelitian oleh Aminah dan Purwaningsih (2019) dengan judul
“Perbedaan efektifitas pemberian buah kurma dan daun katuk terhadap kelancaran
ASI pada ibu menyusui umur 0-40 hari di Kota Kediri” dapat disimpulkan bahwa
ada perbedaan efektifitas sesudah pemberian daun katuk dan sesudah pemberian
buah kurma terhadap kelancaran ASI pada ibu menyusu, dimana pemberian daun
katuk lebih efektif dalam meningkatkan kelancaran ASI dibandingkan pemberian
buah kurma. Daun katuk terkandungan steroid serta polifenol dengan fungsi untuk
peningkatan kandungan prolaktin. Prolaktin yang memiliki kadar tinggi akan
meningkatkan, mempercepat serta memperlancar produksi ASI18.
Penelitian yang dilakukan oleh Situmorang dan Singarimbun (2019) dengan
judul “Pengaruh konsumsi air rebusan daun katuk terhadap pengeluaran produksi
ASI pada ibu nifas di Bidan Praktek Mandiri Manurung Medan tahun 2018” maka
5

disimpulkan bahwa terdapat pengaruh konsumsi rebusan daun katuk terhadap


peningkatan produksi ASI pada ibu nifas. Kandungan protein dalam daun katuk
bermanfaat dalam merangsang pengeluaran air susu ibu. Sementara kandungan
steroid dan polifenol didalamnya dapat berguna untuk meningkatkan kadar
prolaktin, sehingga produksi ASI menjadi lancar19.
Berdasarkan masalah yang telah dibahas di atas, dengan itu peneliti tertarik
mengangkat judul penelitian “Efektifitas Pemberian Daun Katuk terhadap
Kecukupan ASI Ibu Menyusui di Desa Watusampu”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian disini yakni bagaimanakah efektifitas


pemberian daun katuk terhadap kecukupan ASI ibu menyusui di Desa
Watusampu?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis efektifitas pemberian daun katuk terhadap
kecukupan ASI ibu menyusui di Desa Watusampu.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kecukupan ASI ibu menyusui sebelum pemberian daun
katuk di Desa Watusampu
b. Untuk mengetahui kecukupan ASI ibu menyusui sesudah pemberian daun
katuk di Desa Watusampu
c. Untuk menganalisis efektifitas pemberian daun katuk terhadap kecukupan
ASI ibu menyusui di Desa Watusampu

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Ilmu Pengetahuan (Pendidikan)


Penelitian ini bermanfaat sebagai sumber acuan melakukan penelitian
selanjutnya terkait dengan masalah kesehatan ibu dan anak.
6

2. Bagi Masyarakat
Penelitian ini bermanfaat dalam meningkatkan wawasan serta
pengetahuan mengenai manfaat pemberian ASI eksklusif pada bayi selama 6
bulan.
3. Bagi Instansi Tempat Meneliti
Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan masukan bagi pihak Desa
Watusampu dalam mengupayakan peningkatan pengetahuan masyarakat
mengenai manfaat pemberian ASI eksklusif melalui promosi kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Air Susu Ibu (ASI)

a. Pengertian
ASI ialah sebuah emulsi lemak yang terlarut dalam protein, laktosa
serta garam-garam organik yang dikeluarkan oleh kedua buah kelenjar
payudara ibu, yang menjadi makanan utama untuk bayi. Ketika umur 6
bulan awal, bayi cuman membutuhkan ASI saja yang terkenal dengan istilah
ASI eksklusif20. Pemberian makanan terbaik dan tepat untuk bayi dari lahir
sampai berusia 2 tahun termasuk salah satu cara paling dasar dalam
mewujudkan kualitas tumbuh kembang bayi serta untuk pemenuhan hak
bayi terhadap ASI. Anjuran pemberian makan pada bayi baru lahir hingga 2
tahun yang direkomendasikan dalam Global Strategy on Infant and Child
Feeding adalah yaitu Inisiasi Menyusu Dini (IMD), menyusui secara
ekslusif selama 6 bulan, pemberian MP-ASI dimulai bayi berusia 6 bulan
dan tetap menyusui sampai anak berusia 24 bulan atau lebih8.
Menyusui merupakan upaya alami dalam memberi nutrisi, daya tahan
dan menjaga emosional secara maksimal untuk tumbuh kembang bayi.
Tidak ada susu buatan (susu formula) yang mampu menyerupai ASI baik
pada kandungan zat gizi, aspek pertumbuhan, hormon dan paling utama
sistem kekebalan, sebab kekebalan bayi hanya dapat diperoleh melalui ASI8.
b. Komposisi ASI
Komposisi ASI berbeda dari waktu ke waktu. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap komposisi ASI yaitu stadium laktasi, ras, keadaan
nutrisi dan diet ibu. ASI berdasarkan stadium laktasi ialah kolostrom, ASI
transisi/peralihan dan ASI matur21.

6
7

1) Kolostrom
Cairan awal yang keluar dari kelenjar payudara, mengandung
tissue debris dan residual material yang terkandung pada alveoli dan
duktus dari kelenjar payudara sebelum dan sesudah masa puerperium.
Kolostrum keluar pada hari pertama hingga hari keempat sesudah
melahirkan. Cairan ini memiliki viskositas kental, lengket serta warnanya
kekuning-kuningan. Cairan kolostrum mengandung tinggi protein,
mineral garam, vitamin A, nitrogen, sel darah putih dan antibodi yang
tinggi daripada dengan ASI matur. Disamping itu, kolostrum rendah
lemak dan laktosa. Protein utamanya yaitu immunoglobulin (IgG, IgA,
IgM) bermanfaat sebagai antibodi dalam pencegahan dan penetralisir
bakteri, virus, jamur serta parasit. Volume kolostrum berkisar 150-300
ml/24 jam. Walaupun kolostrum bervolume sedikit, namun volume
tersebut menghampiri kapasitas lambung bayi dengan usia 1-2 hari.
Kolostrum berguna sebagai peluntur yang tepat untuk pengeluaran unsur-
unsur yang tak dipakai dari usus bayi baru lahir dan menyiapkan keadaan
saluran cerna sehingga siap memperoleh makanan yang akan datang22.
2) ASI peralihan
ASI peralihan adalah peralihan dari kolostrum hingga menjadi ASI
matur. ASI peralihan dikeluarkan pada hari ke 4-10 sesudah melahirkan.
Volumenya meningkat dan terdapat perubahan warna dan komposisinya.
Kadar immunoglobulin mengalami penurunan, sementara kadar lemak
dan laktosa meningkat22.
3) ASI matur
ASI matur yaitu ASI yang dikeluarkan sejak hari ke 10 sesudah
melahirkan hingga selanjutnya. Komposisi relatif tetap (terdapat pula
yang menyebutkan bahwa komposisi ASI relatif mulai tetap diminggu ke
3 sampai minggu ke 5), sulit bergumpal jika dipanaskan. ASI pada tahap
ini yang dikeluarkan pada awalnya atau pada 5 menit awalnya dikenal
sebagai foremilk. Foremilk lebih encer, kandungan lemaknya lebih
kurang tetapi tinggi laktosa, gula, protein, mineral dan air. Seterusnya
8

sesudah foremilk yang keluar yaitu hindmilk. Hindmilk mempunyai


kandungan lemak yang berlimpah dan zat gizi sehingga menjadikan bayi
merasa kenyang dengan cepat. Bayi yang lebih lengkap pemenuhan
gizinya jika memperoleh keduanya yakni foremilk dan hindmilk22.
Perbedaan komposisi kolostrom, ASI transisi atau peralihan dan ASI
matur dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Perbedaan Komposisi Kolostrom, ASI Transisi/Peralihan dan ASI


Matur

Kandungan Kolostrom ASI Peralihan ASI Matur


Energi (kgkal) 57,0 63,0 65,0
Laktosa (gr/100 ml 6,5 6,7 7,0
Lemak (gr/100 ml) 2,9 3,6 3,8
Protein (gr/100 ml) 1,195 0,965 1,324
Mineral (gr/100 ml) 0,3 0,3 0,2
Immunoglobulin:
Ig A (mg/100 ml) 335,9 - 119,6
Ig G (mg/100 ml) 5,9 - 2,9
Ig M (mg/100 ml) 17,1 - 2,9
Lisosin (mg/ 100 ml) 14,2-16,4 - 23,3-27,5
Laktoferin 420-520 - 250-270
Sumber: Nugroho 2011

c. Manfaat ASI
Menyusui bayi memberikan keuntungan terhadap bayi, ibu, keluarga,
masyarakat, dan Negara23. Kolostrom pada ASI merupakan zat imun
khususnya Ig A yang berguna sebagai pelindung bayi dari serangan
penyakit dan infeksi. Kolostromnya terkandung protein, vitamin A yang
tinggi, karbohidrat dan lemak rendah sehingga tepat untuk pemenuhan gizi
pada hari-hari pertama kelahiran20.
ASI melancarkan pengeluaran kotoran bayi, mendukung tumbuh
kembang psikologik bayi melalui interaksi dan kontak langsung antara ibu
dengan bayi. Ibu yang berhasil menyusui bayinya secara eksklusif akan
merasa puas dan memberikan kebahagiaan tersendiri 20. ASI juga
memperkuat ikatan kasih sayang (bonding) ibu dan bayi24. ASI dapat
meningkatkan kecerdasan bayi20.
9

Pemberian ASI sebagai makanan terbaik untuk bayi termasuk langkah


mendasar untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat dan cerdas pada
masa mendatang21. ASI terkandung zat gizi yang sangat sesuai untuk
tumbuh kembang bayi24. Kandungan gizinya yang sesuai dengan yang
dibutuhkan bayi membuat ASI mampu mencegah maloklusi/kerusakan
gigi20. ASI selalu bersih dan bebas kontaminasi 20. Berbeda dengan
pemberian susu formula untuk bayi, mesti menyiapkan, mencuci botol dan
meracik dalam botol. ASI selalu bersuhu yang tepat yakni sama dengan
suhu tubuh ibu yaitu 37-390C, ASI dapat diberi sesuai permintaan
tergantung yang dibutuhkan dan yang diminta oleh bayi. ASI tidak
mengakibatkan alergi dan mengurangi kematian neonatal. Pemberian ASI
eksklusif pada bayi dapat mencegah anak sering sakit. Anak sakit akan
membebani keluarga untuk membawanya ke pelayanan kesehatan.
Pemberian ASI eksklusif termasuk tindakan promotif dan preventif dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Program pemberian ASI
eksklusif harus menjadi agenda utama yang harus didukung karena dapat
menghemat biaya kesehatan secara signifikan21.
Makanan dan minuman selain ASI yang diberi kepada bayi menjadi
media masuknya bakteri serta virus ke tubuh bayi. Angka kesakitan dan
kematian penyakit diare akibat peningkatan infeksi sesudah bayi
memperoleh makanan tambahan. Sekitar 40% penyebab kematian bayi
disebabkan oleh penyakit infeksi yakni pneumonia dan diare21. Susu formula
yang diberikan pada bayi memerlukan biaya yang tidak sedikit. Dalam hal
ini keluarga telah mengirit sejumlah Rp. 720.000 hingga Rp. 1.440.000 tiap
bulan jika ibu memberikan ASI eksklusif pada bayinya. ASI yang diberikan
kepada bayi juga akan menahan konsumsi susu formula sehingga
menurunkan biaya impor dan mengirit devisa Negara. Dalam proses
produksi dan distribusi susu formula mengandung zat sisa berupa
bungkusan/kemasan yang akan menciptakan polusi baik dalam wujud gas,
cair ataupun padat. Jika pemberian ASI pada bayi meningkat secara
10

signifikan maka akan menekan produksi susu formula sehingga mengurangi


polusi21.
Susu formula yang diberikan terutama bagi bayi yang komposisinya
mendekati komposisi ASI masih mempunyai efek samping, yang salah
satunya yaitu konstipasi25. Sejumlah studi membuktikan adanya perbedaan
tingkat kejadian konstipasi pada bayi berusia 6-12 bulan diberikan ASI
eksklusif dengan yang tidak diberikan ASI eksklusif (diberikan susu
formula). Tingkat kejadian konstipasi pada kelompok bayi usia 6-12 bulan
yang diberi ASI eksklusif adalah 0% sedang pada kelompok yang tidak
diberi ASI eksklusif sangat tinggi yaitu 96,6%25.
Proses menyusui dapat meningkatkan kadar oksitosin yang berguna
untuk kontraksi/penutupan pembuluh darah sehingga apabila ibu menyusui
bayi segera setelah melahirkan maka kemungkinan terjadinya pendarahan
akan berkurang. Hal ini pun akan mengurangi kemungkinan terjadinya
anemia karena kekurangan zat besi. Peningkatan kadar oksitosin ini juga
akan membantu rahim kembali ke ukuran sebelum hamil. Proses pengecilan
rahim ini lebih cepat dibanding pada ibu yang tidak menyusui20.
Memberikan ASI adalah langkah yang benar dalam pengeluaran kalori
dikarenakan tiap harinya ibu memerlukan energi 700 Kal untuk
menghasilkan ASI. 200 Kal di antaranya didapatkan dari cadangan lemak
ibu. Ibu yang ingin menormalkan kembali berat badan dapat
menerapkannya tanpa mesti mengurangi konsumsi makanan dikarenakan
keharusan dalam menyediakan ASI bagi bayi berusia 4-6 bulan
membutuhkan energi yang banyak21. Saat 6 bulan awal pemberian ASI juga
dapat mengundur kehamilan. Sejumlah 98% ibu tidak akan mengalami
hamil saat 6 bulan pertama melahirkan jika ibu memberikan ASI secara
eksklusif dan ibu belum mengalami haid20.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI
Produksi ASI mengalami peningkatan atau penurunan tergantung
ransangan terhadap kelenjar payudara20. Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap produksi ASI yaitu:
11

1) Frekuensi penyusuan
Penyusuan dianjurkan minimal 8 kali sehari pada fase awal sesudah
melahirkan. Frekuensi penyusuan ini berhubungan dengan kekuatan
rangsangan hormon pada kelenjar payudara 22.
2) Berat lahir
Berat lahir bayi berhubungan dengan kemampuan untuk mengisap,
frekuensi serta lamanya penyusuan yang akhirnya akan memberi
pengaruh rangsangan hormon prolaktin dan oksitosin saat menghasilkan
ASI 22.
3) Umur kehamilan saat melahirkan
Bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu)
sangat lemah dan belum dapat menghisap secara efektif sehingga ASI
yang dihasilkan lebih rendah dibanding bayi yang lahir normal.
Lemahnya kemampuan menghisap pada bayi prematur dikarenakan berat
badan yang rendah dan belum lengkapnya fungsi organ22.
4) Umur dan paritas
Ibu yang bersalin melebihi dari sekali, produksi ASI pada hari
keempat sesudah persalinan lebih lancar daripada ibu yang bersalin
pertama kali 22.
5) Stress dan penyakit akut
Produksi ASI terjadi baik jika ibu sedang rileks dan nyaman.
Kondisi ibu yang cemas dan stres akan menghambat proses laktasi
dikarenakan produksi ASI terhambat pula. Penyakit infeksi kronis dan
akut dapat mempengaruhi produksi ASI22.
6) Merokok
Merokok akan merangsang terlepasnya adrenalin sehingga
menghambat pelepasan oksitosin. Maka dari itu volume ASI akan
berkurang sebab kerja hormon prolaktin dan hormon oksitosin masih22.
12

7) Konsumsi alkohol
Walaupun minuman alkohol dengan dosis kurang disatu sisi dapat
menjadikan ibu merasa tenang sehingga berperan dalam produksi ASI
tetapi disatu sisi etanol akan mengganggu produksi oksitosin22.
8) Pil kontrasepsi
Pil kontrasepsi perpaduan estrogen dan progestin jika dikonsumsi
oleh ibu menyusui dapat mengurangi volume dan durasi ASI, tetapi
apabila pil kontrasepsi hanya terdapat progestin saja maka tidak akan
menghambat volume ASI22.
9) Makanan ibu
Seorang ibu yang kekurangan gizi akan berakibat pada menurunnya
produksi ASI bahkan nantinya produksi ASI akan berhenti. Hal tersebut
dikarenakan ketika hamil jumlah makanan dan nutrisi yang dikonsumsi
ibu tidak dapat menyimpan cadangan lemak dalam tubuhnya yang
nantinya dapat dipakai sebagai salah satu komponen ASI dan sumber
energi ketika proses menyusui20.
10) Dukungan suami dan keluarga lain
Dukungan suami dan keluarga dapat mengubah perasaan ibu lebih
senang dan bahagia, sehingga ibu semakin menyayangi bayinya yang
nantinya akan membuat produksi ASI lebih lancar20.
11) Perawatan payudara
Merawat payudara bisa diawali pada saat kehamilan memasuki 7-
8 bulan. Payudara yang dirawat dengan baik akan membuat pengeluaran
ASI yang lancar sehingga mencukupi dalam memenuhi kebutuhan bayi.
Merawat payudara dengan baik juga akan menjadikan puting sulit terluka
ketika diisap bayi. Ketika 6 minggu terakhir saat kehamilan mestinya
dilakukan pengurutan payudara. Pengurutan payudara dapat menghindari
terjadinya penyumbatan pada duktus laktiferus sehingga ASI dapat
diproduksi secara lancar20.
13

12) Jenis persalinan


Ibu yang bersalin normal akan secepatnya menyusui bayinya
sesudah melahirkan. ASI telah keluar pada awal persalinan. Sementara
pada persalinan sectio caesaria (sesar) biasanya ibu akan sulit menyusui
sesaat sesudah kelahiran, khususnya pada ibu yang diberi anestesi (bius)
umum. Ibu cenderung tidak dapat menyusui bayinya pada 1 jam pertama
sesudah persalinan. Keadaan luka operasi pada perut ibu juga akan
mengganggu proses menyusui20.
13) Rawat gabung
Rawat gabung bayi dengan ibu sesudah persalinan memicu
peningkatan jumlah menyusui. Bayi cenderung memperoleh ASI lebih
sering yang menyebabkan timbulnya refleks oksitosin yang dapat
menstimulasi refleks prolaktin agar kembali menghasilkan ASI. Bukan
hanya itu, refleks oksitosin dapat pula menolong proses fisiologis
involusi rahim yakni proses mengembalikan bentuk rahim misalnya
sebelum kehamilan20.
e. Memaksimalkan Kualitas dan Kuantitas ASI
Langkah paling baik dalam menunjang produksi ASI yaitu melalui
upaya tiap seusai menyusui pastikan bahwa payudara sudah menjadi
kosong. Kosongnya payudara dapat menstimulasi kelenjar payudara dalam
mengeluarkan ASI lebih banyak lagi. Untuk proses menyusui berlangsung
lancar, hal terpenting yang harus terpenuhi ialah lancarnya pegeluaran
ASI20. Sejumlah cara dalam pengeluaran ASI lebih banyak dan penignkatan
kualitas ASI yaitu:
1) Menciptakan kepercayaan diri ibu
Rasa percaya diri serta rasa yakin jika ibu mempunyai kekuatan
dalam pemberian ASI amatlah terpenting sebab dapat memberi pengaruh
hormon oksitosin yang bertugas untuk memproduksi ASI. Rasa percaya
diri ibu bisa diciptakan melalui penambahan pengetahuan mengenai ASI
dan menyusui20. Rasa yakin serta percaya diri yang tinggi adalah faktor
14

yang terpenting yang berpengaruh dalam membantu tercapainya


memberikan ASI26.
2) Menyusui dengan benar
Cara menyusui dengan posisi serta perlekatan yang disarankan
dapat mengaptimalkan pengeluaran ASI21.
3) Menghindari penggunaan dot/empeng
Permukaan dot atau empeng serta payudara tidak sama, sebab dot
atau empeng dibuat dari karet. Jika bayi telah terlanjur diberi dot atau
empeng bisa saja bayi menolak disusui terutama jika ASI ibu tidak
lancar21.
4) Tidak memberikan susu formula serta makanan lainnya pada bayi
Susu formula serta makanan lain yang diberikan kepada bayi dapat
mengenyangkan bayi yang menyebabkan penurunan dalam
mengkonsumsi ASI yang atinya pula terjadi pembatasan pada proses bayi
mengisap payudara. Semestinya dengan mengisap bayi bisa menstimulasi
hormon oksitosin dalam membentuk ASI serta hormon prolaktin dalam
pengeluaran ASI. Di samping itu makanan yang diberikan terlalu dini
memicu peningkatan kejadian infeksi bagi bayi misalnya diare serta
meningitis21.
5) Memberi ASI dengan sering
Memberi ASI pada bayi sama dengan menstimulasi isapan bayi ke
payudara ibu. Semakin banyak ASI yang keluar maka akan semakin
banyak pula produksi ASI21.
6) Mengkonsumsi banyak makanan bergizi
Suplai makanan ibu termasuk satu dari berbagai aspek yang
berpengaruh terhadap kandungan serta terbentuknya ASI21.
7) Melakukan pemijatan punggung
Memijat punggung berfungsi dalam menstimulasi keluarnya
hormon oksitosin. Memijat memaksimalkan kinerja hormon oksitosin
serta melancarkan produksi ASI21.
15

8) Ibu selalu rileks


Rileks menjadikan ibu agak tenang sehingga menimbulkan refleks
oksitosin yang bisa menstimulasi terbentuknya ASI21.
9) Mempersiapkan peralatan ASI perah jika ibu bekerja atau bepergian
dengan bayi
Ibu yang sibuk bekerja seharusnya memompa ASInya agar bisa
tersimpan separuh ASInya pada lemari kulkas. Jika ibu bepergian dengan
bayi serta berkeinginan untuk menyusui bayi di tempat umum bisa
mempersiapkan alat agar payudara ibu tidak terlihat ketika menyusui
agar ibu tidak malu21.
10) Dukungan keluarga serta tenaga kesehatan
Beberapa studi menyatakan jika dukungan keluarga sangatlah
penting untuk menjamin tercapainya ibu dalam pemberian ASI secara
eksklusif kepada bayinya21.
11) Berkonsultasi pada petugas kesehatan apabila ASI tidak lancar
Jika hal-hal dalam item yang tadinya telah dilaksanakan namun
produksi ASI masih belum lancar, ibu dianjurkan melakukan konsultasi
dengan tenaga kesehatan. Umumnya tenaga kesehatan akan memberikan
galaktogogen yang merupakan makanan, herbal, atau obat yang bisa
memberi peningkatan produksi ASI21.
f. Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Pemberian ASI Eksklusif
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam membrikan ASI secara
eksklusif terbagi dalam 3 faktor yakni faktor pemudah (predisposing
factors), faktor pendukung (enabling factors) dan faktor pendorong
(reinforcing factors)20.
1) Faktor pemudah (predisposing factors)
a) Pendidikan
Pendidikan menjadikan individu termotivasi agar berkeinginan
mengetahui, menambah pengalaman agar informasi yang diperoleh
bisa menambah pengetahuan. Pengetahuan tersebut dapat membangun
rasa yakin dalam bertindak. Ibu yang berpendidikan tinggi dapat lebih
16

gampang memperoleh sebuah gagasan baru daripada ibu yang


mmeiliki pendidikan rendah, yang menyebabkan informasi serta
promosi mengenai ASI dapat memudahkan untuk diterima serta
dilakukan20.
b) Pengalaman menyusui
Pengalaman pribadi dalam menyusui mungkin bisa menjadi
sumber yang mendasar dalam pengetahuan serta mengembangkan
keterampilan menyusui serta mengenai pengetahuan yang lebih baik,
bersikap merespon serta mempertinggi rasa percaya diri ibu untuk
pemberian ASI secara eksklusif. Banyaknya pengalaman mengenai
ASI serta menyusui berhubungan terhadap pengetahuan, sikap,
kepercayaan serta pengaruh yang dirasakan ketika memberikan ASI27.
Pengalaman ketika menyaksikan langsung orang yang menyusui
berpengaruh terhadap keinginan perempuan untuk memberi ASI pada
anaknya. Perempuan yang umumnya tidak pernah menyusui anaknya
tetapi menyaksikan sendiri orang lain menyusui cenderung
berkeinginan dalam menyusui anaknya daripada perempuan yang
tidak pernah menyaksikan langsung orang lain menyusui28.
c) Nilai-nilai atau adat budaya (Kepercayaan/Budaya/Mitos)
Aspek kepercayaan pada suatu kelangsungan hidup manusia
memeberi tuntunan budaya hidup, perilaku normal, tradisi, nilai-nilai
serta penerapan sumber daya pada kelompok masyarakat dapat
menimbulkan pola hidup yang dinamai kebudayaan serta seterusnya
kebudayaan mempunyai pengaruh yang amat dalam pada perilaku29.
Kebudayaan dapat memberi pengaruh pada ibu untuk
memberikan ASI eksklusif sebab sudah jadi budaya yang sering
dipraktekan masyarakat, seperti adat selapanan yang mana bayi diberi
satu suap bubur karena alasan demi membiasakan alat cerna bayi.
Semestinya hal demikian tidak dianjurkan namun masih dipraktekan
masyarakat karena sudah merupakan kebudayaan di dalam keluarga 20.
Terdapatnya kebudayaan yang diyakini keluarga serta pengaruh dari
17

lingkungan sosial dapat berpengaruh pada dukungan yang diberikan


kepada ibu ketika menyusui30.
2. Faktor pendukung (enabling factors)
a) Pendapatan keluarga
Penghasilan keluarga ialah pendapatan yang diperoleh suami
serta istri melalui banyaknya pekerjaan sehari-hari, misalnya upah.
Penghasilan tinggi cenderung mencukupi pangan dalam rumah tangga
yang menyebabkan makanan yang dimakan oleh ibu terkandung gizi
yang baik. Makan dengan makanan yang mengandung gizi baik dapat
menciptakan ASI yang berkualitas terbaik20.
b) Ketersediaan waktu
Tersedianya waktu ibu dalam menyusui bayinya secara eksklusif
berkaitan sekali terhada status pekerjaan ibu. Banyak ibu yang
menghentikan menyusui karena beralasan ibu bekerja kembali setelah
cuti melahirkan. Sebenarnya pada ibu yang bekerja, ASI masih bisa
diperah tiap 3-4 jam sekali dan simpan pada lemari kulkas20.
c) Kesehatan ibu
Keadaan kesehatan ibu amatlah berpengaruh terhadap keinginan
memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya. Ibu dengan
penyakit menular (HIV/AIDS, TBC, hepatitis B) serta penyakit
dibagian payudara (kanker payudara, kelainan puting susu) tidak bisa
atau tidak dapat menyusui bayinya20.
3. Faktor pendorong (reinforcing factors)
a) Dukungan keluarga
Dukungan keluarga seperti dukungan suami, orang tua serta
kerabat lainnya amatlah berpengaruh terhadap berhasilnya memberi
ASI pada anak, hal ini karena dukungan keluarga berefek terhadap
kondisi emosi ibu yang nantinya akan memberi pengaruh pada
terbentuknya ASI. Ibu dengan dukungan keluarga kurang baik dalam
menyusui dapat membuat ibu tidak berkeinginan memberikan ASI
18

pada bayinya20. Peran orang tua yaitu aspek yang mendominasi dalam
pemberian ASI eksklusif31.
b) Dukungan Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan yang profesional dapat dijadikan aspek yang
mendukung ibu dalam pemberian ASI. Dukungan petugas kesehatan
hubungannya beserta saran pada ibu mengenai pemberian ASI kepada
bayinya akan memastikan kelanjutan pemberian ASI20.
g. Faktor-faktor Penghambat Pemberian ASI
1) Berubahnya sosial budaya: ibu dengan pekerjaan mempunyai kesibukan
sosial berupa mengikuti gaya kaerabat maupun orang yang terkenal yang
memberikan susu formula dan menganggap menyusui bayi merupakan
hal yang tidak trend lagi.
2) Faktor psikologis: ketakutan akan hilangnya daya tarik dari seorang
wanita serta batin yang tertekan
3) Faktor fisik ibu: ibu dengan penyakit mastitis atau payudara yang
mengalami kelainan.
4) Rendahnya motivasi yang didapatkan dari keluarga dapat mengurangi
keinginan ibu dalam meneruskan pemberian ASI20. Dukungan dalam
tercapainya untuk menyusui diperoleh melalui suami dan keluarga, faktor
pengetahuan/sosial yang mengarahkan serta menemani ibu saat
menyusui32.
5) Rendahnya motivasi dari tenaga kesehatan, yang menyebabkan ibu
minum dalam memperoleh pencerahan serta dorongan kegunaan
memberikan ASI. Pencerahan tidak benar malah sumbernya berasal dari
tenaga kesehatan sendiri yang menyarankan boleh mengganti ASI
menggunakan susu formula20. Petugas kesehatan berperan sekitar 21,3%
terhadap tercapainya ibu dalam memberi ASI eksklusif32.
6) Peningkatan promosi mengenai susu formula yang bisa menggantikan
ASI20.
19

h. Indikator Kecukupan ASI pada Bayi


1) ASI akan mencukupi jika posisi dan perlekatan benar (bayi menyusu
secara rakus lalu melemah kemudian tertidur)
2) Payudara melunak sesudah disusui
3) Kencing melebihi 6 kali perhari dan mempunyai urin yang berwarna
tidak pekat dengan bau tidak menyengat.
4) Peningkatan berat badan (14 gram/hari ketika berusia 3-6 bulan)
5) Bayi akan rilaks dan puas sesudah menyusu dan melepaskan sendiri dari
payudara ibu33.

2. Tinjauan Umum Tentang Daun Katuk

a. Pengertian
Katuk (Sauropus androgynus) adalah sayuran yang banyak dijumpai
di Asia Tenggara. Katuk memiliki khas yaitu cabangnya sedikit lembek,
daunnya terangkai selang-seling disatu tangkai, berbentuk melonjong agak
bundar yang mempunyai panjang 2,5 cm, serta lebar 1,25-3 cm34. Katuk
merupakan tanaman obat tradisional dengan tinggu kandungan nutrisi, dapat
pula berperan menjadi nanti bakteri, serta ada kandungan beta karoten yang
berfungsi untuk zat aktif pewarna karkas. Senyawa fitokimia yang ada pada
duan katuk ialah saponin, flavonoid, tanin, isoflavonoid yang serupa dengan
estrogen dan ternyata bisa menunda menurunnya kepadatan tulang,
sedangkan saponin telah terbukti memiliki manfaat untuk anti kanker, anti
mikroba serta peningkatan daya tahan tubuh 35. Gambar daun katuk dapat
sebagai berikut.
20

Gambar 2.1. Daun Katuk (Sauropus androgynus)

b. Kandungan Gizi Daun Katuk


Daun katuk merupakan sumber gizi karena memiliki kandungan gizi
yang kuat dan sama dengan daun ubi kayu, daun papaya, serta sayur yang
lainnya. Gizi yang terkandung di dalam daun katuk bisa dilihat pada Tabel
2.2.

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Daun Katuk

Kandungan Gizi Kadar


Energi 59 kkal
Protein 4,8 gr
Lemak 1 gr
Karbohidrat 11 gr
Serat 1,5 gr
Kalsium 0,4 mg
Fosfor 83 mg
Zat besi 2,7 mg
Vitamin A 10370 SI
VitaminB1 0,1 mg
Vitamin C 239 mg
Sumber: Kemenkes R1 2014

c. Manfaat Daun Katuk


Daun katuk adalah satu dari berbagai jenis sayuran yang gampang
didapatkan baik di pasar maupun hidup liar di alam. Dilihat dari gizi yang
terkandung, daun katuk adalah jenis sayuran berwarna hijau manfaatnya
begitu melimpah terhadap kesehatan serta pertumbuhan badan. Daun katuk
21

mengandung kalori yang lumayan banyak, begitu pula protein, kalsium, zat
besi, fosfor serta vitamin yang diperlukan tubuh. Daun katuk bisa memberi
kelancaran pada keluarnya ASI, lalu infus akar daun katuk diracik untuk
dipergunakan sebagai diuretik serta sari daun katuk dipakai dalam mewarna
makanan36.
Daun katuk memiliki khasiat untuk meningkatkan produksi ASI,
pengobatan demam, kebisulan, pengobatan luka serta darah kotor. Beberapa
penelitian melaporkan bahwa infus daun katuk bisa memberi peningkatan
produksi air susu pada mencit. Infus daun katuk bisa memberi peningkatan
frekuensi asini pada setiap lobulus kelenjar susu mencit. Mengkonsumsi
sayuran katuk pada ibu bisa memperpanjang periode menyusui bayi
perempuan dengan nyata serta pada bayi laki-laki cuman memberi
peningkatan jumlah serta lama menyusui. Mekenisme dalam merebus daun
katuk bisa melenyapkan sifat anti protozoa36.

B. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan sebuah hubungan antara konsep yang
satu dengan konsep lainnya berdasarkan permasalahan yang diteliti37. ASI
merupakan makanan alamiah yang pemberiannya harus dilakukan sejak 6
bulan pertama kehidupan bayi tanpa menambahkan makanan dan cairan
lainnya. Namun, seringkali ibu mengalami kendala dalam memberikan
ASI eksklusif yaitu masalah produksi ASI yang tidak lancar. Untuk
mengatasi masalah tersebut, dapat digunakan daun katuk sebagai salah
satu jenis tumbuhan yang telah terbukti dapat memperlancar produksi ASI
karena mengandung asam seskuiterna. Kerangka konsep pada penelitian
ini yaitu:

Variabel Independen Variabel Dependen

Kecukupan ASI Ibu


Pemberian Daun Katuk
Menyusui
22

Gambar 2.3 Kerangka Konsep


C. Hipotesis
Ha: Terdapat efektivitas pemberian daun katuk terhadap kecukupan ASI ibu
menyusui di Desa Watusampu
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian disini ialah penelitian eksperimen menggunakan metode quasi


eksperiment, pada satu kelompok atau One Group Pretest-Postest Design, yaitu
memakai hubungan sebab akibat dengan mengikutsertakan satu kelompok subyek
tanpa kontrol. Berikut skema penelitian bentuk One Group Pre-Post Test Design:

Pre test Experiment Post test

01 X 02

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian


Ket:
01 : Pengukuran kecukupan ASI ibu menyusui sebelum dilberikan daun katuk
02 : Pengukuran kecukupan ASI ibu menyusui sesudah dilberikan daun katuk
X : Diberikan perlakuan yaitu diberi daun katuk pada ibu menyusui

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat
Tempat penelitian direncanakan akan dilakukan di Desa Watusampu
2. Waktu
Waktu penelitian direncanakan dilakukan pada bulan Juli tahun 2020.

22
23

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi
Populasi ialah seluruh subyek yang akan diteliti 38. Disini populasi pada
penelitian ialah seluruh ibu menyusui di Desa Watusampu yang berjumlah 32
ibu.
2. Sampel
Sampel ialah separuh dari seluruh subyek yang diteliti serta diyakini
mampu mewakilkan semua populasi38. Disini sampel dalam penelitian diambil
dari keseluruhan jumlah populasi yaitu sebanyak 32 orang ibu menyusui yang
ada di Desa Watusampu.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Cara menentukan sampel menggunakan teknik total populasi yakni
teknik menentukan sampel yang mana banyaknya sampel sama dengan
banyaknya populasi38.
4. Kriteria Sampel
Kriteia sampel penelitian dibagi atas dua, yakni kriteria inklusi serta
eksklusi. Kriteria inklusi dapat dilihat di bawah ini:
a. Bersedia menjadi responden
b. Mempunyai bayi usia 3-6 bulan
c. Ibu yang produksi ASI nya tidak lancar
d. Status kesehatan ibu dan bayi baik
e. Aktivitas ibu sebagai ibu rumah tangga
Kriteria ekslusi dapat dilihat sebagai berikut:
a. Ibu yang menggunakan obat dan dapat mempengaruhi poduksi ASI
b. Ibu yang mempunyai keadaan psikologi tidak normal

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian merupakan sesuatu yang dipergunakan dalam ciri, sifat


ataupun uraian yang dipunyai maupun diperoleh dari penelitian mengenai suatu
konsep tertentu39. Pada penelitian variabel yang dipakai adalah:
24

1. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ialah pemberian daun katuk.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ialah kecukupan ASI ibu menyusui.

E. Definisi Operasional

1. Pemberian Daun Katuk


Definisi : Pemberian daun katuk dengan cara diseduh dengan air
mendidih yang direbus sekitar 5-10 menit. Kemudian
diminum 2 x 1 pada pagi dan sore hari.
Alat ukur : Standar Operasional Prosedur
2. Kecukupan ASI
Definisi : Banyaknya air susu ibu yang diproduksi dan dikonsumsi oleh
bayi yang dapat memenuhi kebutuhan bayi yang dilihat
berdasarkan indikatror kecukupan ASI sebelum dan sesudah
pemberian daun katuk.
Alat ukur : Lembar observasi dan timbangan digital
Cara ukur : Observasi
Skala ukur : Numerik
Hasil ukur : 2 = Melebihi kebutuhan bayi
1 = Mencukupi kebutuhan bayi

0 = Tidak mencukupi kebutuhan bayi

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini menggunakan lembar observasi, timbangan digital


dan SOP. Lembar observasi berisi tentang penilaian kecukupan ASI yang dilihat
dari posisi bayi saat menyusu, bentuk payudara ibu setelah menyusu, frekuensi
buang air kecil dari bayi, warna dan bau urine dari bayi, berat badan bayi setelah
menyusu dan keadaan bayi setelah menyusu. Timbangan digital untuk mengukur
berat badan bayi setelah menyusu. Sementara SOP dipergunakan untuk pemberian
daun katuk.
25

G. Teknik Pengumpulan Data

1. Cara Pengumpulan Data


a. Prosedur administrasi
1) Mengajukan surat rekomendasi penelitian dari pihak kampus STIKes
Widya Nusantara Palu ke kantor Desa Watusampu dan bidan Desa
Watusampu
2) Pengumpulan data akan dilakukan setelah mendapat izin dari kepala
Desa Watusampu dan bidan Desa Watusampu
3) Mengunjungi rumah ibu menyusui yang ada di Desa Watusampu
4) Menerangkan maksud serta tujuan penelitian
5) Meminta ibu untuk menandatangani informed consent jika bersedia
berpartisipasi dalam penelitian ini.
b. Pretest (menilai kecukupan ASI pada ibu menyusu sebelum treatment)
Sebelum diberikan treatment (pemberian daun katuk) pada ibu
menyusui, terlebih dahulu dilakukan penilaian kecukupan ASI untuk
mengetahui kecukupan ASI pada ibu menyusui, dalam hal ini peneliti
memilih ibu dengan produksi ASI tidak lancar sebagai responden. Penilaian
kecukupan ASI ini menggunakan lembar observasi dan timbangan digital.
Lembar observasi berisi tentang penilaian yang dilihat dari posisi bayi saat
menyusu, bentuk payudara ibu setelah menyusu, frekuensi buang air kecil
dari bayi, warna dan bau urine dari bayi, berat badan bayi setelah menyusu
dan keadaan bayi setelah menyusu. Timbangan digital untuk mengukur
berat badan bayi setelah menyusu.
c. Treatment (pemberian daun katuk)
Setelah menilai kecukupan ASI pada ibu menyusui, maka peneliti
akan memberikan daun katuk (200 mg) kemudian diseduh dengan air
mendidih pada ibu di waktu pagi dan sore hari (2 x 1) selama 1 bulan.
d. Posttest (menilai kecukupan ASI pada ibu menyusu sesudah treatment)
Sesudah diberikan treatment (pemberian daun katuk selama 1 bulan)
pada ibu, maka dinilai kembali kecukupan ASI pada ibu untuk mengetahui
perbedaan kecukupan ASI sebelum serta selesai diberikan daun katuk.
26

Penilaian kecukupan ASI ini sama seperti penilaian pada pretest yaitu
menggunakan lembar observasi dan timbangan digital.
2. Jenis Data
Data yang akan dikumpulkan pada penelitian disini ialah data primer
serta sekunder. Data primer ialah data bersumber langsung dari responden
dengan menggunakan lembar observasi dan timbangan digital. Data sekunder
yaitu data yang bersumber dari bidan Desa Watusampu.

H. Analisis Data

1. Analisis Univariat
Analisis univariat dipergunakan dalam memaparkan distribusi frekuensi
dari tiap variabel yang ada dalam penelitian menggunakan rumus distribusi
frekuensi yaitu38:
f
P= x 100 %
n
Keterangan:
P = Persentase
f = Frekuensi tiap kategori
n = Jumlah sampel
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisa yang dipergunakan untuk dua variabel
demi mengetahui hubungan atau pengaruh dari kedua variabel40. Setelah data
dilakukan tabulasi lalu dilanjutkan dengan analisa data menggunakan Uji
Statistik. Sebelum menganalisis pengaruh dari tiap variabel, maka terlebih
dahulu data akan diuji normalitas untuk melihat data terdistribusi normal atau
tidak. Apabila data mempunyai distribusi yang normal, maka uji lanjut yang
dipakai ialah Paired Sample t-test untuk data berpasangan. Akan tetapi bila
data tidak terdistribusi normal maka uji lanjutan yang dipakai ialah uji
Wilcoxon Signed Rank Test36, dengan interpretasi sebagai berikut:
a. Terdapat pengaruh serta perbedaan jika nilai p-value ≤ 0,05
b. Tidak terdapat pengaruh serta perbedaan jika nilai p-value > 0,05
DAFTAR PUSTAKA

28
1
Ballard O. 2013. Human Milk Composition: Nutrients and Bioactive Factors. Pediatr Clin North
Am, 60 (1), 1–24.
2
[WHO] World Health Organization. Global Braestfeeding Scorecard, 2018. Geneva (CH): World
Health Organization; 2018.
3
[UNICEF] United Nations Children’s Fund. Early Initiation of Breastfeeding. Geneva (CH):
UNICEF/WHO; 2017.
4
[KEMENKES RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Hasil Utama Riskesdas 2018.
Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2018.
5
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah
Tahun 2018. Palu (ID): Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah; 2018
6
Puskesmas Tipo. Laporan Puskesmas Tipo. Palu: Puskesmas Tipo; 2020.
7
Prastiwi RS. Peningkatan Persepsi Kecukupan Air Susu Ibu (ASI) pada Ibu Menyusui di wilayah
kerja Puskesmas Margadana. Jurnal Abdimas PHB; 2018 Januari. Vol 1 No 1
8
[KEMENKES RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi dan Analisis ASI Eksklusif.
Jakarta (ID): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2014.
9
Roesli U. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta (ID): PT. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara;
2013.
10
Puspita DE. Hubungan status pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 7-12
bulan di Dusun Sari Agung Wonosobo [skripsi]. Yogyakarta (ID): Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
‘Aisyiyah Yogyakarta; 2016.
11
Sidi IPS. Manajemen Laktasi. Jakarta (ID): Perkumpulan Perinatologi Indonesia; 2011.
12
Yuliarti N. Keajaiban ASI Makanan Terbaik Untuk Kesehatan, Kecerdasan, dan Kelincahan Si
Kecil. Yogyakarta (ID): Andi Offset; 2013.
13
Wulandari SR dan Handayani S. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas. Yogyakarta (ID): Gosyen
Publishing; 2011.
14
Indiarti MT. ASI, Susu Formula, dan Makanan Bayi. Yogyakarta (ID): Elmatera Publising; 2015.
15
Khasanah. ASI atau susu formula ya? Panduan Lengkap Seputar ASI dan Susu Formula.
Yogyakarta (ID): Flashbook; 2011.
16
Munasir Z dan Kurniati N. Air Susu Ibu dan Kekebalan Tubuh. Jakarta (ID): Balai Penerbit FKUI;
2012.
17
Juliastuti. Efektivitas daun katuk (Sauropus androgynus) terhadap kecukupan asi pada ibu menyusui
di Puskesmas Kuta Baro Aceh Besar. Indonesian Journal for Health Sciences. 2019 Maret;Vol.3,
No.1, Hal. 1-5.
18
Aminah S dan Purwaningsih W. Perbedaan efektifitas pemberian buah kurma dan daun katuk
terhadap kelancaran ASI pada ibu menyusui umur 0-40 hari di Kota Kediri. JPH RECODE. 2019
Oktober; 3 (1) : 37-43.
19
Situmorang TS dan Singarimbun AP. Pengaruh Konsumsi Air Rebusan Daun Katuk Terhadap
Pengeluaran Produksi ASI pada Ibu Nifas di Bidan Praktek Mandiri Manurung Medan Tahun 2018.
Indonesian Trust Health Journal. 2019 Apr; 1(2):55-60.
20
Haryono R dan Setianingsih S. Manfaat ASI Eksklusif untuk Buah Hati Anda. Yogyakarta (ID):
Gosyen Publishing; 2014.
21
Fikawati S, Syafiq A, Karima K. Gizi Ibu dan Bayi. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada; 2015.
22
Nugroho T. ASI dan Tumor Payudara. Yogyakarta (ID): Nuha Medika; 2011.
23
Prasetyo SD. Buku Pintar ASI Eksklusif. Yogyakarta (ID): Diva Press; 2012.
24
Maryunani A. Inisiasi Menyusui Dini, ASI Eksklusif dan Manajemen Laktasi. Jakarta (ID): CV.
Trans Info Media; 2015.
25
Fatmawati, Rosidi, Handarsari E. Perbedaan pemberian air susu ibu eksklusif dan susu formula
terhadap kejadian konstipasi pada bayi usia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu
Kota Semarang. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang. 2016;Vol 5 No.1 Hal 35-43.
26
Kurniawan B. Determinan keberhasilan pemberian air susu ibu eksklusif. Jurnal Kedokteran
Brawijaya. 2015;Vol 27 No 4 Hal 236-240.
27
Brodribb W, Fallon A, Jackson C, Hegnes D. The relationship between personal breastfeeding
experience and the breatfeeding attitudes, knowledge, confidence and effectiveness of Australia GP
registrars. Maternal and Chid Nutrition. 2015;Vol 4 Issue 4. P 264-274.
28
Hoddinott P, Kroll T, Raja A, Lee AJ. Seeing other women breastfeed: how vicarious experience
relates to breastfeeding intention and behavoiur. Maternal and Child Nutrition. 2015;Vol 6 Issue 2
pages 134-146.
29
Ludin HB. Pengaruh sosial budaya masyarakat terhadap tindakan pemberian ASI eksklusif di
wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekan Baru [tesis]. Medan (ID):
Universitas Sumatera Utara; 2016.
30
Choiriyah M, Hapsari ED, Lismidiati W. Tradisi dan lingkungan sosial memengaruhi dukungan
menyusui pada bayi BBLR di Kota Malang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2015;Vol 10.
No 1.
31
Astuti I. Determinan keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui. Jurnal Health
Quality. 2016;Vol 4 No 1. Hal 1-76.
32
Wattimena I and Werdani, Yesiana DW and Novita, Bernadette D and Dewi DAL. Manajemen
Laktasi dan Kesejahteraan Ibu Menyusui. Jurnal Psikologi UGM. 2015;Vol 42 (3). Hal 231-242.
33
[IDAI Ikatan Dokter Anak Inodo. Nilai Nutrisi Air Susu Ibu. [Internet] Tersedia pada:
idai.or.id/public-articles/klinik/asi/nilainutrisi-air-susu-ibu.html; 2014. [diunduh 2020 April 2].
34
Suseno. Manfaat Tanaman Katuk. Jakarta (ID): Pustaka Bunda; 2013.
35
Santoso U. Katuk, Tumbuhan Multi Khasiat. Bengkulu (ID): Badan Penerbit Fakultas Pertanian
(BPFP) UNIB; 2013.
36
Rukmana R dan Indra MH. Katuk, Potensi, dan Manfaatnya. Yogyakarta (ID): Kanisius; 2013.
37
Kartika II. Dasar-dasar Riset Keperawatan dan Pengolahan Data Statistik. Jakarta (ID): Trans Info
Media; 2017.
38
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung
(ID): Alfabeta; 2010.
39
Sibagariang. Buku Saku Metodologi Penelitian Untuk Mahasiswa Diploma Kesehatan. Jakarta (ID):
CV.Trans Info Media; 2010.
40
Setiawan A & Saryono. Metode Penelitian Kebidanan DIII, DIV, S1, S2. Yogyakarta (ID): Nuha
Medika; 2011.

Anda mungkin juga menyukai