Anda di halaman 1dari 51

MODUL PRAKTIKUM EKSPLORASI ELEKTROMAGNETIK

Dosen Pengampu
Wien Lestari

LABORATORIUM EKSPLORASI GEOFISIKA


DEPARTEMEN GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL PERENCANAAN DAN KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberikan Rahmat
dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan Modul Praktikum Elektromagnetik,
Laboraturium Eksplorasi Geofisika, Departemen Teknik Geofisika, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember dengan lancar. Terima kasih kepada tim dosen dan
tim asisten yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan modul ini.
Modul Praktikum Elektromagnetik diharapkan dapat membantu praktikan
dalam memahami dan mengaplikasikan dalam bidang eksplorasi elektromagnetik.
Selain itu, Modul Praktikum Elektromagnetik juga diharapkan dapat membantu
praktikan dalam memahami dasar teori elektromagnetik yang berkaitan dengan
eksplorasi geofisika.
Harapan kami, semoga Modul Praktikum Elektromagnetik yang kami buat
dapat memberikan manfaan bagi praktikan yang membacanya dalam bidang
eksplorasi Elektromagnetik. Karena masih banyak kekurangan yang saya sadari
dalam pembuatan Modul Praktikum Elektromagnetik ini, kami mengucapkan
mohon maaf bila ada kata-kata yang tidak berkenan.

Surabaya, 4 Februari 2020

Tim Penyusun

DAFTAR ISI
BAB I
DASAR TEORI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK
1.1 Persamaan Maxwell
Maxwell menunjukkan bahwa fenomena listrik dan magnet dapat digambarkan
dengan menggunakan persamaan yang melibatkan medan listrik dan medan
magnet. Medan listrik adalah daerah atau ruang disekitar bermuatan listrik.
Besarnya medan listrik di suatu titik adalah besarnya gaya Coulomb yang dialami
oleh satu satuan muatan positif di titik tersebut. Arah dari pada medan listrik di
suatu titik adalah sama dengan arah daripada gaya Coulomb di titik tersebut.
Sedangkan Medan magnet dapat dihasilkan dari material yang secara alami bersifat
magnet dan dapat juga oleh arus listrik. Sehingga medan magnet dapat didefinisikan
sebagai ruang disekitar sebuah penghantar yang mengangkut arus.
Resistivitas bumi lebih rendah dari atmosfer oleh karena itu, sinyal
electromagnetic (EM) menjalar sebagai gelombang pada udara dan berdifusi di
dalam bumi. Medan elektromagnetik dapat digolongkan menjadi 4 parameter
medan,yaitu:Intensitas Medan Listrik (E), Rapat Fluks Medan Listrik (D),
Intensitas Medan Magnet (H), Rapat Fluks Medan Magnet (B). Keempat medan
tersebut memenuhi Persamaan Maxwell, yang merupakan persamaan umum yang
dapat mendeskripsikan sifat gelombang elektromagnetik. Persamaan Maxwell
terdiri atas:
̅ = 𝒑 .....................................................................(1.1) (Hukum Gauss Listrik)
𝛁. 𝑫
̅ = 𝟎 .....................................................................(1.2) (Hukum Gauss Magnet)
𝛁. 𝑩
̅
̅ = 𝒋̅ + 𝝏𝑫 ..........................................................(1.3) (Hukum Ampere)
𝛁×𝑯 𝝏𝒕
̅
̅ = − 𝝏𝑩 .............................................................(1.4) (Hukum Faraday)
𝛁×𝑬 𝝏𝒕
Dimana 𝑱̅ adalah rapat arus (A/m2), E = Intensitas Medan Listrik (V/m), D = Rapat
Fluks Medan Listrik (C/m2), H = Intensitas Medan Magnet (A/m),
B = Rapat Fluks Medan Magnet (Wb/m2)
Hukum Faraday menyatakan bahwa medan listrik dapat ditimbulkan dari
perubahan induksi magnet terhadap waktu. Begitu pula yang terjadi pada Hukum
Ampere, bahwa medan magnet tidak hanya dapat ditimbulkan dari arus listrik, akan
tetapi juga disebabkan oleh perubahan pergeseren listrik terhadap waktu. Hukum
Gauss Listrik menyatakan bahwa jumlah fluks listrik yang melewati suatu
permukaan tertutup akan sama dengan jumlah muatan yang mengelilingi
permukaan tersebut. Sedangkan Hukum Gauss Magnet menyatakan bahwa tidak
ada medan magnet yang bersifat monopol.
Besarnya nilai medan listrik dan medan magnet induksi bergantung pada
nilai intrinsik batuan berupa permitivitas, permeabilitas dan konduktifitas yang
dihubungkan dengan persamaan 5-7
⃗ = 𝜀 𝐸⃗ .....................................................................................(1.5)
𝐷
⃗ =𝜇𝐻
𝐵 ⃗ ......................................................................................(1.6)
𝐽 = 𝜎 𝐸⃗ ......................................................................................(1.7)

Persamaan 5 menyatakan bahwa besarnya rapat fluks medan listrik


tergantung pada permitivitas listrik yang diinduksi dan besarnya medan listrik yang
menginduksi. Persamaan 6 juga menyatakan bahwa besarnya fluks medan magnet
tergantung pada permeabilitas magnet yang diinduksi dan besarnya medan magnet
yang menginduksi. Persamaan 7 (Hukum Ohm) menyatakan bahwa rapat arus
listrik bergantung pada nilai konduktivitas bahan yang terinduksi dan besarnya
medan listrik yang menginduksi.
Medan elektromagnetik akan teratenuasi ketika melewati lapisan konduktif,
jarak maksimum yang dapat dicapai oleh medan elektromagnetik saat menembus
lapisan konduktif ini dinamakan skin depth. Nilai skin depth dipengaruhi oleh
resistivitas bahan dan frekuensi yang digunakan. Hubungan ini dapat ditulis sesuai
dengan persamaan sebagai berikut :
𝝆
𝜹 = 𝟓𝟎𝟑√ 𝒇................................................................................ (1.8)

1.2 Gelombang Elektromagnetik


Metode elektromagnetik merupakan salah satu metode dalam eksplorasi
geofisika yang umumnya digunakan untuk pencarian bahan-bahan yang memiliki
sifat konduktif yang tinggi. Perubahan komponen-komponen medan akibat variasi
konduktivitas dimanfaatkan untuk menentukan struktur bawah permukaan. Medan
elektromagnetik yang digunakan dapat diperoleh dengan sengaja membangkitkan
medan elektromagnetik disekitar daerah observasi (metode aktif), ataupun
memanfaatkan medan elektromagentik yang terdapat di alam (metode pasif).
Gelombang Elektromanetik yang datang akan merambat di atmosfer
menuju bumi sebagian gelombang akan masuk kedalam bumi secara difusi dan
sebagian gelombang lainnya akan kembali ke atas (refleksi). Gelombang
elektromagnetik yang tertransmisi kedalam bumi akan berinteraksi dengan medium
yang memiliki nlai tahanan jenis tertentu. Hasil dari interaksi tersebut
mengakibatkan terjadinya induksi yang menyebabkan terbentuknya arus tellurik
dan medan magnet sekunder. Sesuai dengan sifat gelombang elektromagnetik pada
suatu medium penetrasi dari gelombang tersebut akan bergantung pada frekuensi
dari gelombang tersebut dan resistivitas dari medium yang dilaluinya.
Gambar 1.1Interaksi gelombang EM dengan medium di bawah permukaan bumi
(Unsworth, 2001).
Konsep pada metode elektromagnetik adalah sebagai berikut : Medan
elektromagnet yang ditimbulkan oleh suatu pemancar dapat digunakan dalam
eksplorasi geofisika. Medan ini disebut sebagai medan EM primer dan dapat
menimbulkan fluks elektromagnetik pada konduktor yang berada dalam
pengaruhnya. Konduktor tersebut akan terinduksi dan menimbulkan ggl yang
menghasilkan arus sekunder. Arus sekunder (arus pusaran = eddy current) mengalir
dalam konduktor dan menyebabkan gelombang EM sekunder, yang besarnya
tergantung dari konduktivitas konduktor (σ), permeabilitas magnetik konduktor (μ),
dan frekuensi gelombang EM primer. Seperti medan EM primer, medan EM
sekunder inipun berubah terhadap jarak sehingga pada penerima terjadi
kombinasimedan EM total (primer dan sekunder). Untuk mengetahui sifat
konduktor, gelombang sekunder ditangkap menggunakan receiver berbentuk
kumparan kawat. Analisa gelombang EM sekunder meliputi amplitudo dan fase,
dibandingkan dengan gelombang primer. Gelombang EM sekunder memiliki dua
bagian, yaitu In-phase (yang sefase dengan gelombang primer) dan Out-phase
(yang fasenya 90° dari gelombang primer). Dalam metode ini terdapat beberapa
metode dalam pengolahan maupun akuisis datanya, antara lain VLF, MT, serta
GPR.

1.3 Sumber Sinyal


Medan elektromagnetik yang dimanfaatkan memiliki fluktuasi geomagnetik
dengan rentang 10−3s.d 105 s atau rentang frekuensi 10−5 s.d 103 Hz. 4 Sumber
sinyal dari medan elektromagnetik terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Sinyal dengan frekuensi rendah ( < 1 Hz)
Sumber sinyal ini berasal dari gelombang mikro akibat interaksi antara
paratikel atau angin matahari (solar wind) dengan magnet permanen bumi
sehingga menyebabkan variasi medan EM (Grandis, 2007).
2. Sinyal dengan frekuensi tinggi ( > 1 Hz)
Sumber sinyal ini berasal dari aktiviatas meteorologi seperti adanya petir
ataupun badai yang menimbulkan suatu gelombang EM yang terperangkap
antara ionosfer dan bumi (wave guide) dan menjalar mengitari bumi.
BAB II
METODE MAGNETOTELLURIK

2.1 Metode Magnetotellurik


Magnetotelurik (MT) merupakan salah satu metode geofisika yang
mengukur medan elektromagnetik alam yang dipancarkan oleh bumi. Metode MT
adalah metode elektromagnetik (EM) dengan mengukur secara pasif komponen
medan listrik (E) dan medan magnet alam (H) yang berubah terhadap waktu.
Perbandingan antara medan listrik dengan medan magnet yang saling tegak lurus
disebut impedansi yang merupakan sifat kelistrikan suatu medium seperti
konduktivitas dan tahanan jenis. Kurva kedalaman yang dihasilkan dari metode MT
merupakan kurva tahanan jenis semu terhadap frekuensi yang menggambarkan
variasi konduktivitas listrik terhadap kedalaman ( Simpson and Bahr, 2005 ).
Magnetotelurik (MT) adalah salah satu metode geofisika pasif yang
mengukur variasi medan elektromagnetik alami di dalam bumi untuk
memperkirakan distribusi sifat kelistrikan batuan bawah permukaan (nilai tahanan
jenis atau konduktifitas) dari kedalaman puluhan meter sampai puluhan kilometer.
Sumber medan EM pada frekuensi rendah (<1Hz) berasal dari interaksi antara
partikel yang dikeluarkan oleh matahari (solar plasma) dengan medan magnet bumi
dan medan EM pada frekuensi tinggi (>1Hz) berasal aktivitas kilat.
Menurut (Gree, 2003), Pada hakikatnya medan elektromagnetik akan
merambat secara vertikal menuju bumi, karena adanya kontraks resistivitas yang
besar pada lapisan udara bumi sehingga menyebabkan pterjadinya pembelokan atau
refraksi vertikal kedua medan (listrik dan magnet) yang ditransmisikan ke bumi.
Medan Elektromagetik berasosiasi dengan arus tellurik yang berada di bumi.
Kemudian medan magnetik akan menginduksi batuan konduktif dalam lapisan
bumi dan akan menghasilkan medan magnetik sekunder. Perubahan medan magnet
harisontal akan menginduksi perubahan medan listrik yan harisontal, hasil interaksi
inilah yang akan di ukur di permukaan oleh receiver.
Metode Magnetotelurik memanfaatkan variasi medan elektromagnetik
(EM) alam dengan frekuensi yang sangat lebar. Dengan jangkauan frekuensi yang
lebar, metode ini dapat digunakan untuk investigasi bawah permukaan dari
kedalaman beberapa puluh meter hingga ribuan meter di bawah permukaan bumi.
Semakin rendah frekuensi yang dipilih maka akan semakin dalam jangkauan
penetrasi. Sedangkan semakin tinggi frekuensi yang dipilih maka akan semakin
dangkal jangkauan penetrasi. Rasio antara medan listrik dan medan magnet akan
memberikan informasi konduktivitas bawah permukaan. Rasio pada bentang
frekuensi tinggi memberikan informasi bawah permukaan dangkal. Sedangkan
rasio pada bentang frekuensi rendah memberikan informasi bawah permukaan
dalam. Rasio tersebut di representasikan sebagai MT-apparent resistivity dan fasa
sebagai fungsi dari frekuensi. Sinyal yang ditangkap oleh alat magnetotellurik
merupakan sinyal yang berasal dari medan elektromagnetik total yaitu medan
elektromagnetik yang berasal dari gelombang primer dan sekunder yang terjadi di
permukaan bumi, bergantung dengan variasi waktu. Sesuai dengan sifat gelombang
elektromagnetik pada suatu medum penetrasi dari gelombang tersebut akan
bergantung pada frekuensi dari gelombang tersebut dan resistivitas dari medium
yang dilaluinya (Sulistya, 2011).

2.2 Sumber Medan Magnetotellurik


Sumber gelombang EM ada berbagai macam baik berupa aktivitas manusia,
industri maupun kejadian alam sendiri yang disebabkan oleh aktivitas matahari.
Sumber medan EM pada frekuensi yang rendah (<1 Hz) berasal dari gelombang
mikro yang terbentuk oleh partikel matahari (solar plasma) dengan medan magnet
bumi. Sumber medan EM pada frekuensi tinggi (>1 Hz) berasal dari aktivitas atau
reaksi di atmosfer berupa petir atau kilat. Pada permukaan matahari (korona) selalu
terjadi letupan plasma yang sebagian besar partikel yang dikeluarkannya adalah
partikel hidrogen. Proses ionisasi di permukaan matahari menyebabkan hidrogen
berubah menjadi plasma yang mengandung proton dan elektron. Plasma ini
memiliki kecepatan relatif rendah bersifat acak dan berubah terhadap waktu yang
dikenal sebagai angin matahari (solar wind). Apabila angin matahari berdekatan
dengan medan magnet bumi, maka muatan positif dan muatan negatif yang terdapat
dalam plasma akan terpisah dengan arah yang berlawanan, sehingga menimbulkan
arus listrik dan medan EM. Medantersebut bersifat melawan medan magnet bumi
yang mengakibatkanmedan magnet di tempat tersebut berkurang secara tajam
sehinggamembentuk batas medan magnet bumi di atmosfer yang disebut lapisan
magnetopause yang merupakan batas terluar dari atmosfer bumi.
Medan EM yang dibawa oleh angin matahari akan terus menjalar sampai
ke lapisan ionosfer dan kemudian terjadi interaksi dengan lapisan ionosfer. Interaksi
tersebut menyebabkan terjadinya gelombang EM yang mengalir di lapisan ionosfer
tersebut. Gelombang EM tersebut kemudian menjalar sampai kepermukaan bumi
dengan sifat berfluktuasi terhadap waktu. Apabila medan EM tersebut menembus
permukaan bumi, maka akan berinteraksi dengan material bumi yang dapat bersifat
sebagai konduktor. Akibatnya akan timbul arus induksi. Arus induksi ini akan
menginduksi ke permukaan bumi sehingga terjadi arus eddy yang dikenal sebagai
arus telurik. Arus telurik inilah yang akan menjadi sumber medan listrik
dipermukaan bumi yang akan digunakan pada metode MT (Unsworth, 2001).
Gambar 2.1 Ilustrasi Sumber Medan Elektromagnetik

2.3 Sumber Noise


Noise (gangguan) adalah bagian dari data elektrik dan magnetik baik yang
berasal dari buatan manusia maupun yang terbentuk dengan sendirinya dan tidak
memenuhi asumsi gelombang datar yang diperlukan oleh metode magnetotelurik.
Noise yang berasal dari buatan manusia seperti: pagar besi, saluran pipa, jaringan
komunikasi, gerakan kendaraan dan kereta dan sumber buatan manusia lainnya
yang dapat mengkontaminasi respon dari sistem magnetotelurik. Noise yang berasal
dari generator, saluran pipa, gerakan kendaraan dan kereta dapat diabaikan dengan
meletakan alat dengan jarak minimal 5 km dari sumber noise. Noise yang berasal
dari alam seperti: petir, angin, dan hujan badai juga dapat menurunkan kualitas data,
tetapi noisenoise ini dapat dihindari dengan tidak melakukan pengambilan data
disaat musim hujan. Mengubur koil dan menjaga kabel dipole elektrik agar tetap
berada diatas tanah juga membantu mengurangi noise yang berasal dari angin.
Pengukuran medan magnet akan sulit jika dalam kondisi berangin karena dapat
menyebabkan gerakan tanah yang tidak signifikan. Hal ini juga menyebabkan koil
induksi bergerak dan mengubah komponen medan magnet
bumi searah koil magnetik (Unsworth, 2001).

2.4 Mode Pengukuran Magnetotellurik


Dalam metode pengukuran Magnetotellurik terdapat 2 mode pengukuran.
Hal ini didasarkan dari konfigurasi pengukuran metode Magnetotellurik, yang
mana peletakan sensor magnetik dan sensor elektrik menghasilkan 2 mode
pengukuan yaitu: Transverse electric (TE) dan Transverse Magnetic (TM) mode
(unsworth, 2008).
1. TE (Transverse Electric) Mode
Pada mode ini, komponen medan listrik sejajar dengan arah strktur utama
(arah x) dan koponen medan magnet tegak lurus dengan arah struktur utama
(arah sumbu y dan z).
Gambar 2.2 Transverse Electrik Mode

Dalam Mode TE, arus listrik tdak akan mengalir melewati batas antara
daerah yang memiliki nilai resistivitas yang berbeda. Komponen Ex akan
kontinu terhadap sumbu y. Arus listrik akan menginduksi bagian yang lebih
konduktif dan tidak pada bagian yang lebih resisif. Hal tersebut di
karenakan munculnya efek konduktif pada arus. Respon resistivitas semu
pada bagian konduktif akan hilang pada frekuensi rendah.hal ini dapat
terjadi karena induksi akan lebih sensitif pada perubahan medan magnet.

2. TM (Transverse Mgnetic) Mode


Pada mode ini komponen medan magnet akan sejajar dengan arah struktur
utama (arah x) dan komponen medan listrik akan tegak lurus dengan arah
struktur utama (arah sumbu y dan z).

Gambar 2.3 Transverse Mgnetik Mode


Mode TM ini arus listrik akan melewati batas antara bagian yang memilki
perbedaan resistivitas. Pada mode TM ini akan dijumpai adanya efek statik
yang disebabkan oleh adanya heterogenitas permukaan akibat muatan-
muatan yang terumpul pada batas medium tersebut. Adanya efek statik
tersebut juga dapat menyebabkan nilai resistivitas dan frekuensi rendah
tetap terlihat.
2.5 Efek Statik
Heterogenitas sifat resistivitas batuan pada lingkungan yang relatif dangkal
dan faktor topografi dapat menimbulkan distorsi pada data magnetotellurik. Adanya
akumulasi muatan listrik pada batas konduktivitas medium menimbulkan medan
listrik sekunder yang tidak bergantung pada frekuensi (Hendro dan Grandis, 1996).
Hal tersebut menyebabkan kurva resistivitas semu data MT mengalami pergeseran
ke atas atau ke bawah terhadap harga resistivitas regional yang sebenarnya.
Interpretasi atau pemodelan terhadap data MT yang mengalami distorsi
akan menghasilkan parameter model yang kurang tepat. Pada medium 1-dimensi,
pemodelan terhadap kurva sounding resistivitas semu dikalikan suatu kontanta akan
menghasilkan lapisan-lapisan dengan nilai resistivitas semu dan ketebalan lapisan
yang masing-masing dikalikan dengan konstanta tersebut. Oleh karena itu koreksi
kurva sounding terhadap nilai konstanta tersebut sangatlah penting sebelum
dilakukan pemodelan.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah efek
statik ini adalah dengan mengkonversi data dari metode Time Domain
Electromagnetic (TDEM), metode geofisika yang melibatkan pengukuran medan
magnet sekunder dari akibat induksi medan magnet primer yang diberikan,
sehingga data dari metode TDEM ini relatif tidak terpengaruh oleh anomali
resistivitas lokal di dekat permukaan (Hendro dan Grandis, 1996). Cara ini
didasarkan pada ekivalensi kedalaman penetrasi gelombang EM yang didefinisikan
menjadi:
MT: δ ≈ 503 √𝝆𝑻 TDEM: δ’ ≈ 36 √𝝆𝑻

Pada penetrasi kedalaman (skin depth) yang sama dapat diasumsikan bahwa
delay time (t) akan sama dengan periode (T). dari kedua persamaan tersebut maka
akan diperoleh faktor konversi berupa pergeseran waktu sehingga pembagian t
dengan 195 akan menghasilkan periode (Hendro dan Grandis, 1996).
Data TDEM 1-dimensi ini kemudian akan dibuat forward modeling
terhadap kurva MT, sehingga nantinya pada kurva data MT akan disesuaikan
dengan kurva forward modeling tersebut sehingga masalah mengenai pergeseran
secara vertikal tersebut dapat diatasi.

2.6 Peralatan Magnetotellurik


Dalam penggunaan metode Magnetotellurik sumber yang digunakan
merupakan sumber alami. Sehingga pada metode ini peralatan yang digunakan
hanyalah menangkap gelombang elektromagnetik. Berikut ini alat-alat yang
digunakan yaitu: seperangkat instrumen MT (Main Unit), 3 buah koil, 5 buah
porous pot, kabel, waterpass dan kompas
Gambar 2.4 Peralatan Akuisisi MT
MT unit merupakan alat utama dari receiver dimana fungsi alat ini yaitu
sebagai display signal yang di terima alat dari respon data medan listrik maupun
medan magnet berupa nilai resistivitas semu dan fase. Sensor koil berisikan koil
magnet untuk menangkap sinyal medan magnet yang arahnya tegak lurus dengan
transmiter.
Alat receiver MT memiliki sensor medan magnet ada tiga macam yaitu Hx,
Hy, dan Hz. Ketiga medan magnet ini mengukur 3 arah medan maget berbeda.
Porouspot merupakan alat yang digunakan dalam pengukuran metode MT untuk
menerima respon besaran medan listrik karena porous pot dapat meminimalisir
terjadinya polarisasi pada bahan penerimanya.
Kompas digunakan mengarahkan agar posisi lintasan masih dalam
ketentuan yang telah direncanakan seperti desain surveinya. Selain lintasan,
kompas juga digunakan untuk mengarahkan azimuth koil yang
dibenamkan/ditanam di tanah agak tegak lurus terhadap lintasan dan posisi
transmitter. Sedangkan waterpass digunakan untuk mengukur kemiringan terhadap
arah vertikal pada suatu bidang. Pemakain waterpass ini juga digunakan pada
peletakkan koil magnet yang dikubur agar kemiringannya sesuai dengan keadaan
tanah.

2.7 Prosesing Magnetotellurik


Flowchart Processing Mangnetotellurik

2.7.1 Raw Data, Calibration, dan Site Parameter


Data awal Magnettelurik dari hasil akuisisi di lapangan yaitu berupa file
dalam bentuk time series yang berformat ekstensi (.TS), file calibration yang
terdiri dari kalibrasi instrumen dalam format ekstensi (.CLB) dan kalibrasi coil
dengan format ekstwnsi (.CLC), serta file site parameter dengan format ekstensi
(.TBL). selanjutnya data-data tersebut akan diolah dengan software SSTMT 2000.
Hasil dari pengolahan software SSTMT 2000 berupa file dengan format (.MTH
dan .MTL). setelah itu file output dari Software SSTMT 2000 akan diolah
menggunakan software MT Editor. Software SSTMT 2000 dan MT Editor
merupakan keluaran Phoenix Geophysic yang berasal dari negara Kanada.
Software SSTMT 2000 digunakan untuk mengolah data mentah dimana,
data awal yang berbentuk time series (time domain) akan diubah kedalam domain
frekuensi dan juga akan menjadi impedansi. Sedangkan Software MT Editor
digunakan untuk smoothing dan editing data MT (crosspower). Output dari
dilakukannya smoothing dan editing adalah data yang sudah tidak terpengaruh
lagi oleh noise. Output dari pengolahan crosspower ini nantinya akan menjadi data
input untuk proses pemodelan.

2.7.2 Processing pada Software SSTMT 2000


a. Robust Processing
Robust processing merupakan pemrosesan data berbasis statistika yang
memanfaatkan pembobotan ulang dari sisa (itertaive weighting of residual) untuk
mengidentifikasi dan menghapus outliers data yang terbias oleh non-Gaussian
noise. Pada awal pengolahan data MT, hal yang pertama dilakukan adalah
melakukan transformasi fourier pada SSMT2000. Kemudian dilakukan reduksi
noise melalui robust processing pada file berekstensi TBL, TS3, TS4, dan TS5 yang
merupakan data asli hasil rekaman di lapangan. Hal pertama yang dilakukan adalah
membuka jendela utama SSMT2000. Langkah selanjutnya adalah kita menuju ke
site parameter dan menentukan lokasi file berkensti TBL yang akan diinputkan.
Klik kotak kecil di bagian sebelah kiri file berekstensi TBL hingga muncul tanda
ceklis.

gambar 2.5 Proses Pertama pada SSMT 2000


Pada Instrumen Calibration kita tentukan juga file berekstensi CLB dan pada Sensor
Calibration kita tentukan juga file berekstensi CLC yang akan kita eksekusi. Dalam
proses ini, file TBL, CLB, dan CLC merupakan file yang berasal dari titik
pengukuran yang sama dan disimpan pada lokasi sumber yang sama pada
komputer. Selanjutnya kita bisa menuju ke menu Edit TBL. Pada nama daerah,
koordinat daerah pengukuran, dan informasi mengenai tempat dapat dilakukan
perubahan informasi.

b. Make PFT
Pada proses ini kita akan melakukan setting parameter yang digunakan
dalam transformasi waktu ke frekuensi. Pada Input data type pilih measured field
dan pada output data format pilih 4 freq/octave. Semakin tinggi oktaf yang dipakai
akan semakin halus data namun akan memakan waktu yang lebih lama. Pada Bands
pilih process normal bands dan pada processing times pilih specify times. Specify
Times berarti waktu yang akan diproses bisa kita edit. Hal ini dilakukan karena pada
awal maupun akhir pengukuran data yang dihasilkan kemungkinan kurang baik
karena pengukur masih dalam aktifitas di awal maupun di akhir saat memasang dan
membongkar instrumen.

2.6 Make PFT

c. TS to FT
Pada proses ini akan dilakukan transformasi domain waktu ke domain
frekuensi dan akan muncul tampilan seperti gambar di bawah ini :
Gambar 2.7 Proses TS to FT
d. Edit PRM
Kemudian masuk ke Edit PRM. Pada pilihan tipe referensi dipilih local H. Pada
select for channel, kita pilih Same as Ex and Ey dan Same as Hx and Hy agar
titiknya sama dengan titik yang dipilih saat memilih site parameter. Pada select
folders, pilih folder yang sama dengan tempat menyimpan file yang sedang diproses
sedangkan Store Temporary Files tidak perlu diubah. Pada Select Frequency
Range, pilih all applicable frequency range untuk menentukan rentang frekuensi
berdasarkan set otomatis oleh MTU-box. Pada set robust processing kita
menggunakan coherency processing dan rho variance processing dengan nilai yang
sesuai tertera di awal. Pada maximum crosspower ubah angkanya menjadi 80
(kelipatan 20), hal ini menunjukan bahwa banyaknya titik yang dipakai pada saat
melakukan editting data pada MT Editor sebanyak 80 titik. Semakin banyak titik
yang dipakai akan semakin bagus data yang dihasilkan akan tetapi pengerjaannya
akan semakin lama dan lebih rumit
Gambar 2.8 Proses Edit PRM

e. Process
Merupakan langkah yang dilakukan untuk mendapatkan apparent resistivity
dan phase yang berformat .MTH dan .MTL setelah dilakukan proses transformasi
data dari domain waktu ke domain frekuensi.

Gambar 2.9 Proses Akhir di SSMT 2000

2.7.3 Processing pada Software MT Editor


Data hasil robust processing tidak sepenuhnya akan menghasilkan data yang
bagus untuk pemodelan. Hasil robust processing menghasilkan kurva resistivitas
semu dan fase yang masih belum smooth. Untuk menghasilkan kurva yang smooth
maka dilakukan editting secara manual dan juga smoothing melalui cross power.
Langkah pertama yang dilakukan adalah buka jendela MTeditor. Memulai proyek
baru melalui menu file klik open site. Kemudian pilih semua file berekstensi EMT
dan MMT kemudian klik open.

Gambar 2.10 Import Data pada MT Editor


Akan muncul kurva yang menunjukan koherensi data. Koherensi data
menunjukan tingkat kebenaran posisi dari masing-masing titik yang terdapat pada
kurva apparent resistivity dan fase. Semakin tinggi nilai koherensi maka semakin
bagus data yang dihasilkan. Koherensi merupakan salah satu parameter yang
digunakan saat melakukan edit pada crosspower. Kemudian klik menu editing.
Pada menu editing akan ditampilkan empat kurva. Kurva di kanan atas merupakan
kurva apparent resistivity terhadap frequency. Di bawah kurva ini terdapat kurva
phase terhadap frequency. Di sebelah kanan kedua kurva ini terdapat kurva partial
apparent resistivity terhadap crosspower (XPR) dan di bawahnya kurva partial
phase terhadap crosspower yang persebarannya mewakili posisi setiap satu titik
yang terdepat pada kurva yang ada di sebelah kirinya. Banyaknya titik pada
crosspower ini sesuai dengan banyaknya nilai maximum crosspower yang diisi di
menu Edit PRM pada SSMT2000.
Gambar 2.11 Kurva Apparent Resitivity Sebelum di Edit

Gambar 2.12 Kurva Apparent Resitivity Sesudah di Edit


Pada tahap ini terlebih dahulu kita bisa memakai tool Auto Edit jika
dianggap perlu, apabila dengan Auto Edit kurva menjadi semakin tidak bagus maka
lebih baik tidak dipakai. Dari kurva tidak beraturan yang ada kita perlu
membayangkan kira-kira letak titik-titik pada kurva tersebut dan kemana trendline
kurva tersebut seharusnya. Berikut ini terdapat beberapa tool yang biasa dipakai
dalam melakukan pengeditan :
• Mean view berfungsi sebagai garis yang menunjukan rata-rata dari
persebaran titik-titik yang ada (pada gambar ditunjukan oleh garis berwarna
kuning dan hijau). Letak garis mean view ini mewakili letak titik yang ada
pada kurva apparent resistivity maupun fase.
• Std view berupa dua garis putus-putus. Garis ini digunakan sebagai garis
tengah bayangan yang betujuan untuk menetapkan titik-titik rata.

• Deleting merupakan tool yang digunakan untuk mematikan titik-titik pada


kurva partial.
• Restoring merupakan tool yang digunakan untuk menghidupkan kembali
titik-titik yang telah dimatikan.

Dalam melakukan restoring dan deleting, kita memakai beberapa tool, yaitu:

✓ Hand, merupakan tool yang digunakan untuk men-delete atau me-restore


titik satu per satu pada kurva partial.

✓ Two vertical lines, merupakan tool untuk men-delete atau me-restore


titik-titik yang ada di antara dua garis vertikal.

✓ Two horizon lines, merupakan tool untuk men-delete atau me-restore


titik-titik yang ada di antara dua garis horizontal.

✓ Circle, merupakan tool untuk men-delete atau me-restore titik-titik yang


berada pada jangkauan lingkaran kecil.

✓ Lasso, merupakan tool untuk men-delete atau me-restore titik-titik yang


berada pada jangkauan persegi.
• Undo merupakan tool untuk kembali sebelum perintah terakhir.

• Redo merupakan tool untuk kembali sebelum perintah undo.


Titik-titik yang berwarna putih menunjukan titik tersebut sudah dimatikan
dan tidak dipakai lagi. Ketika kita melakukan pengeditan terhadap titik pada kurva
apparent resistivity maka hal tersebut akan mempengaruhi titik yang terdapat pada
kurva fase dan demikian sebaliknya. Setelah melakukan pengeditan, buka resulting
data dan pilih coherency untuk melihat sebaik apa hasil editan kita. Semakin tinggi
koherensi semakin baik data yang dihasilkan. Setelah merasa kurva yang dihasilkan
sudah smooth dan memiliki nilai koherensi baik, simpan hasil pengeditan dengan
klik save as dengan ekstensi *.MPK. Folder penyimpanan file ini harus sama
dengan lokasi penyimpanan file ekstensi *.EMT dan *.MMT agar dapat dibuka.
Proses edit ini dilakukan untuk semua titik pengukuran. Agar data yang
sudah diedit dapat dipakai untuk pmodelan, maka file tersebut kita export ke dalam
ekstensi *.edi dan disebut sebagai edi file melalui menu file kemudian klik export.
Selanjutnya edi file akan kita gunakan sebagai data awal pemodelan dalam
WinGlink.

2.7.4 Processing pada WinGlink


WinGlink merupakan software yang digunakan untuk melakukan
pemodelan bawah permukaan. Parameter model 2-D adalah nilai tahanan jenis dari
tiap blok yang mempunyai dimensi lateral (x) dan dimensi vertikal (z). Langkah-
langkah dalam melakukan pemodelan 2-D pada WinGlink adalah sebagai berikut :

1. Membuat Project Baru


Pada jendela WinGlink akan muncul kotak Database WinGlink. Pilih Create a
New Database > OK. Apabila sudah pernah membuat database dan ingin
membukanya pilih Open an Existing Database.

Gambar 2.13 Create a New Database


Kemudian akan muncuk kotak New WinGlink Database, pilih folder tempat kita
menyimpan projek baru dan tentukan nama file untuk database. Nama folder
maupun file tidak boleh menggunakan spasi atau dapat diganti dengan (_).
Kemudian klik Open. file database WinGlink ini memiliki format *.wdb atau
Databases. Ketika projek baru sudah tersimpan maka akan muncul tampilan
Database Properties yang memilik tiga jendela di dalamnya.
 General
Area Name : CM
Hemisphere : disesuaikan dengan lokasi pengambilan data, lokasi
pengambilan data yang diolah saat ini adalah daerah cianjur yang berada pada
belahan bumi bagian selatan (South)
XY Coordinates Unit : karena dalam pengukuran kita memakai sistem UTM maka
satuannya dalam kilometer
Elevation Unit : meters
Gambar 2.14 Data Base Properties
 Projected Coord
Projection : dalam hal ini kita memakai Transverse Mercator
Grid : User Defined
True Origin : Kita memasukan koordinat sesuai dengan lokasi pengambilan data
Grid Coord True Origin : Kita memasukan koordinat sesuai dengan lokasi
pengambilan data

Gambar 2.15 Data Base Properties


 Geographic Coordinates
Datum name : WGS 1984
Spheroid : WGS 1984
Gambar 2.16 Datum Selection
Setelah pengaturan pada database selesai, maka klik OK. Kemudian akan muncul
tampilan seperti di bawah ini.

Gambar 2.17 Jendela Utama tanpa Project


Tampilan di atas menunjukan lembaran kosong yang masih belum memiliki
project. Untuk membuat project baru kita dapat mengimport file edi terlebih dahulu
dengan klik File > Import. Kemudian akan muncul jendela Import, pada jendela
import pilih sumber data yang akan diimport, dalam hal ini kita memakai External
Files.
Gambar 2.18 Import Files
Kemudian akan muncul jendela Import Data. Pada jendela ini kita akan diberi
pilihan untuk mengimport data ke project apa. Karena kita belum membuat project
sama sekali, maka kita pilih In a New Project.

Gambar 2.19 Import Files


Kemudian akan muncul Project Properties. Isi informasi tentang tanggal pembuatan
proyek, nama proyek, tipe data (dalam hal ini Audio-Magnetotellurik), Station
Legend, Company, Location, dan Contractor. Kemudian klik OK. Kemudian akan
muncul kotak Import MT Data. Pilih folder sumber tempat menyimpan file yang
berkestensi *.edi yang akan diolah. Blok semua dan klik Next.
Gambar 2.20 Import MT Data
Kemudian akan muncul jendela warning. Pada jendela ini kita cukup klik Next.
Masih dalam jendela Import MT Data. Dalam jendela ini kita melakukan
pengaturan terhadap datum dari edi files yang akan kita import. Datum dan spheroid
yang kita gunakan adalah WGS84. Kemudian klik Next. Setelah masih pada
jendela Import MT Data, pilih Plot Parameters > No Recalculation, Impedance
> Principle Axis, Hz > User Defined. Kemudian klik Start.

Gambar 2.21 Import Files

Kemudian pada jendela baru akan muncul tulisan Import done! Dalam jendela ini
akan muncul berapa titik yang terbaca dan yang ditambahkan. Kemudian klik
finish.

Gambar 2.22 Imported Files


Setelah itu tampilan pada WinGlink akan berubah. Pada layar Project akan terdapat
project baru dengan nama sesuai dengan yang diisi pada Project Properties.

a. Maps
Pada sisi sebelah kanan halaman bagian atas, terdapat ikon Maps (ditunjukan
oleh kotak hitam). Untuk memulai pengolahan data project, klik Maps. Kemudian
akan muncul jendela Open Map, ceklis Elevation untuk menapilkan data
ketinggian. Kemudian klik Open.

Gambar 2.23 Open Map


Setelah itu akan muncul jendela baru yang menampilkan gambar lintasan beserta
kontur. Pada bagian sebelah kanan atas jendela terdapat kotak Project Windows,
ceklis kotak kecil yang ada di bagian bawah N dan S.

Gambar 2.24 Maps pada WinGlink


Kemudian masuk ke menu Profiles > Add Profile Trace. Lalu tarik garis lurus dari
titik ujung ke titik di ujung lainnya. Tampilan lintasan akan menjadi seperti gambar
di bawah ini.
Gambar 2.25 Lintasan satu
Langkah selanjutnya adalah menyeleksi titik-titik yang akan diolah. Klik tool Grup
Selection, kemudian aktifkan semua titik yang akan diolah dengan men drag mouse
ke arah seluruh titik. Jika titik tersebut telah aktif, maka titik tersebut akan berubah
warna dari hitam menjadi merah.

Gambar 2.26 Group Selection


Jika semua titik yang ingin diolah sudah merah, simpan hasil perubahan dengan
klik File > Save As.

Gambar 2.27 Hasil Akhir Pembuatan Maps


Setelah semua selesai, keluar dari jendela Maps.
b. Sounding
Di bagian bawah Maps terdapat ikon Soundings. Pada soundings kita akan
melakukan pengeditan terhadap kurva baik melalui shift maupun agar
menghasilkan kurva yang lebih halus. Klik Soundings kemudian akan muncul
jendela Soundings. Pada jendela ini kita akan menentukan stasiun apa yang akan
dibuka, pilih Open Stations from List > OK. Centang semua stasiun untuk
menampilkan kurva semua titik.

Gambar 2.28 Sounding


Kemudian stasiun yang sudah diseleksi pada map akan ditampilkan seperti gambar.

Gambar 2.29 Kurva terbuka


Maximize kurva dari titik yang ingin diedit. Untuk mengedit kurva klik menu Edit
yang terdapat pada masing-masing kurva. Kemudian akan muncul tool yang ada di
sebelah kanan kurva
Gambar 2.30 Smoothing
Klik tool Smooth. Kemudian akan muncul kotak baru yang berisi Smooth Options.
Ada tiga jenis kurva smooth yang disediakan oleh program, untuk setiap kurva
memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Yang kita pilih adalah
kurva yang modelnya paling mendekati trendline kurva yang menurut kita benar.
Ada beberapa pilihan kurva smoothing, yaitu Sutarno Phase Consistet, D+, dan
Numerical Factor. Smoothing yang digunakan yaitu smoothing D+ dengan inisial
error 5%. Setelah memilih Curve Smoothing, maka akan muncul dua kurva yang
dapat kita jadikan acuan agar kurva yang kita peroleh lebih bagus dari sebelumnya.
Dalam rangka mengikut bentuk kurva tersebut, maka titik-titik yang ada dapat kita
edit dengan tool Shift, Mask, dan beberapa tool lainnya. Akan tetapi ada baiknya
kita meminimalisir penggunaan shifting.

Gambar 2.31 Kurva Sesudah Smoothing


Jika kurva sudah smooth, klik save > close. Pada layar utama Soundings klik menu
1D Model, kemudian kurva hasil editan tersebut akan ditampilkan dalam model
satu dimensi. Dalam tahap ini kurva calculate akan kita atur agar megikuti trend
dari kurva observe. Melalui model 1 dimensi kita dapat mengetahui berapa banyak
lapisan bawah permukaan. Setelah selesai klik Run. Lakukan hal yang sama dengan
kurva dari titik lainnya
Gambar 2.32 Model 1D sebelum di edit

Gambar 2.33 Model 1D setelah di edit


c. 2D Inversion
Pada jendela utama WinGlink, klik 2D Inversion. Kemudian akan muncul jendela
baru, centang kotak kecil di sebelah kiri Use Topography. Kemudian klik OK.
Kemudian akan muncul tampilan seperti di bawah ini.

Gambar 2.33 Sebelum Inversi


Untuk melakukan pengaturan parameter inversi, klik Inversion > Run Smooth
Inversion. Kemudian akan muncul kotak kecil. Pada kotak kecil ini masukan
jumlah iterasi yang diinginkan. Iterasi merupakan pengulangan perhitungan,
banyaknya iterasi mempengaruhi besar kecilnya nilai rms.

Gambar 2.34 Max of Iteration


Gambaran bawah permukaan hasil inversi ketika iterasi telah selesai ditunjukan
oleh gambar di bawah ini

Gambar 3.34Penampang Hasil Inversi 2D


BAB III
INSTRUMEN VERY LOW FREQUENCY (VLF)

3.1 Pendahuluan
Salah satu metode yang banyak digunakan dalam prospeksi geofisika adalah
metode elektromagnetik. Metode elektromagnetik biasanya digunakan untuk
eksplorasi benda-benda konduktif. Perubahan komponen-komponen medan akibat
variasi konduktivitas dimanfaatkan untuk menentukan struktur bawah
permukaan.Salah satu metode elektromagnetik tersebut adalah metode VLF (Very
Low Frequency).
Metode VLF merupakan salah satu metode elektromagnetik (EM) yang
bertujuan untuk mengukur daya hantar listrik batuan dengan cara mengetahui sifat-
sifat gelombang EM sekunder. Gelombang sekunder ini dihasilkan dari induksi EM
sebuah gelombang EM bidang primer yang berfrekuensi sangat rendah dari 10
sampai 30 KHz. Karena rendahnya harga frekuensi yang digunakan, maka jangkau
frekuensi dikelompokkan ke dalam kelompok VLF (Very Low Frequency).
Metode ini memanfaatkan gelombang pembawa (carrier wave) dari
pemancar yang dibuat oleh militer yang sebenarnya untuk komunikasi bawah laut
dan untuk keperluan navigasi kapal selam. Gelombang ini memiliki penetrasi yang
cukup dalam karena frekuensinya yang cukup rendah.
Karena induksi gelombang primer tersebut, di dalam medium akan timbul
arus induksi (arus Eddy). Arus induksi inilah yang menimbulkan medan sekunder
yang dapat ditangkap di permukaan. Medan yang diukur oleh alat VLF adalah total
perbandingan antara medan elektromagnetik primer dan sekunder yang terdiri dari
komponen real (inphase) dan imaginer (quadrature). Besarnya kuat medan EM
sekunder ini sebanding dengan besarnya daya hantar listrik batuan (𝜎), sehingga
dengan mengukur kuat medan pada arah tertentu, secara tidak langsung kita dapat
mendeteksi daya hantar listrik batuan di bawahnya.
3.2 Sejarah Metode VLF
Pembangunan pemancar VLF dimulai pada awal PD I, pada tahun 1910,
untuk komunikasi jarak jauh. Komunikasi dengan frekuensi VLF ini kemudian
diperkuat hingga dapat digunakan untuk komunikasi submarine yaitu kapal selam.
Dua alasan pemakaian gelombang VLF adalah:
1. Kemampuannya untuk komunikasi global karena pelemahan yang sangat kecil
di dalam pandu gelombang bumi-ionosfer.
2. Penetrasinya cukup efektif hingga dapat menembus laut dalam.
Secara fisik, ukuran luas antena VLF sangatlah besar yaitu sekitar 10 km2.
Ukuran luas yang cukup lebar tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan
kapasitansi input dari pemancar tunggal VLF yang dipasang hingga ketinggian 200
sampai dengan 300 meter.
3.3 Prinsip Dasar Metode VLF
Medan elektromagnetik primer sebuah pemancar radio, memiliki komponen
medan listrik vertikal EPz dan komponen medan magnetik horizontal HPy tegak
lurus terhadap arah perambatan sumbu x. Medan elektromagnetik yang dipancarkan
antena pemancar selanjutnya akan diterima stasiun penerima dalam empat macam
perambatan gelombang, yaitu: gelombang langit, gelombang langsung, gelombang
pantul dan gelombang terperangkap. Gelombang yang paling sering ditemui pada
daerah survei adalah gelombang langit.

Gambar 3.1 Prinsip Kerja Metode VLF (Reynolds, 1998)


Pada jarak yang cukup jauh dari antena pemancar, komponen medan
elektromagnetik primer dapat dianggap sebagai gelombang yang merambat secara
horizontal. Jika di bawah permukaan terdapat suatu medium yang konduktif,
komponen medan magnetik dari gelombang elektromagnetik primer akan
menginduksi medium tersebut sehingga akan menimbulkan arus induksi (Eddy
current), ESx.
Arus Eddy akan menimbulkan medan elektromagnetik baru yang disebut
medan elektromagnetik sekunder (Hs) yang mempunyai komponen horizontal dan
komponen vertikal. Medan magnetik ini mempunyai bagian yang sefase (inphase)
dan berbeda fase (outphase) dengan medan primer. Adapun besar medan
elektromagnetik sekunder sangat tergantung dari sifat konduktivitas benda di
bawah permukaan (Reynolds, 1998)
Gambar 3.2 Distribusi Medan Elektromagnetik untuk Metode VLF dalam
Polarisasi Listrik dengan Sinyal di Atas Sebuah Dike Konduktif Vertikal (Diambil
dan Digambar Ulang dari Bosch Dan Muler, 2001)
Gelombang EM yang terdeteksi oleh antena penerima merupakan nilai
medan magnetik total HR dari medan primer HP yang langsung menjalar melalui
udara ataupun yang dipantulkan oleh ionosfer bumi, dan medan sekunder HS hasil
induksi elektromagnetik pada konduktor, dimana HP>HS. Sehingga besar HS dan
HR bergantung pada ruang, waktu dan frekuensi. Dikarenakan kondisi medan jauh,
besar Hp tidak tergantung terhadap ruang. Respon EM yang terukur pada penerima
akan memiliki beda fase yang berbeda antara medan primer dan medan sekunder,
secara matematis dapat ditulis:
= 𝐻𝑃 + 𝐻𝑆 (3.1)
= |𝐻𝑝|𝑒𝑖𝜔𝑡 + |𝐻𝑆|(𝜔𝑡−𝜑) (3.2)
dengan frekuensi pemancar (ω/2π) = f dan pergesaran fase (ϕ) antara komponen
medan magnetik primer dan sekunder. Informasi ini dapat diolah untuk menentukan
ukuran dan nilai konduktivitas dari suatu konduktor yang terdapat di bawah
permukaan bumi (Bosch dan Muler, 2001)
Adapun persamaan dalam bentuk vektor, komponen-komponen medan
magnetik mempunyai bentuk :
0 0 0
(𝐻𝑅𝑦)=(𝐻𝑃𝑦)+ (𝐻𝑆𝑦 ) (3.3)
𝐻𝑅𝑧 0 𝐻𝑆𝑧
Hasil dari pengukuran metode VLF–EM adalah inphase dan quadrature
yang merupakan rasio dari HRz/HRy dan merefleksikan perubahan distribusi
resistivitas di bawah permukaan.
3.4 Fase dan Polarisasi Elips
Pada saat gelombang primer masuk ke dalam medium, gaya gerak listrik
(ggl) induksi es akan muncul dengan frekuensi yang sama, tetapi fasenya tertinggal
90o. Gambar 2 menunjukkan diagram vektor antara medan primer P dan ggl
induksinya.

R S cos 
R sin  
 P
0
R cos  S sin 

Gambar 3.3 Hubungan Amplitudo dan Fase Gelombang Sekunder (S) dan Primer
(P) (Kaikkonen, 1979)
Andaikan Z(=R + i𝜔L) adalah impedansi efektif sebuah konduktor dengan
tahanan R dan induktans L, maka arus induksi (eddy), Is (=e s/Z) akan menjalar
dalam medium dan menghasilkan medan sekunder S. Medan S tersebut memiliki
fase tertinggal sebesar ∅ yang besarnya tergantung dari sifat kelistrikan medium.
Besarnya ∅ ditentukan dari persamaan tan ∅ = 𝜔L/R. Total beda fase antara medan
P dan S akan menjadi 90o + tan-1(𝜔L/R).
Berdasar hal ini dapat dikatakan bahwa, jika terdapat medium yang sangat
konduktif (R0), maka beda fasenya mendekati 180o, dan jika medium sangat
resistif (R∞) maka beda fasenya mendekati 90o (Kaikkonen, 1979)
Kombinasi antara P dan S akan membentuk resultan R. Komponen R yang
sefase dengan P (Rcos𝛼) disebut sebagai komponen real (in-phase) dan komponen
yang tegak lurus P (Rsin𝛼) disebut komponen imajiner (out-of-phase / kuadratur).
Perbandingan antara komponen real dan imajiner dinyatakan dalam persamaan :
𝑅𝑒
= tan ∅ = 𝜔𝐿/𝑅 (3.4)
𝐼𝑚

Persamaan diatas menunjukkan bahwa semakin besar perbandingan Re/Im


(semakin besar pula sudut fasenya), maka konduktor semakin baik, dan semakin
kecil maka konduktor semakin buruk.
Gambar 3.4 Polarisasi ellips dan parameter polarisasi elips akibat kehadiran benda
konduktif pada bidang medan electromagnetic (Sacit,1981)
Jika medan magnet horizontal adalah Hx dan medan magnetik vertikalnya
adalah Hz, maka besarnya sudut tilt dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 3.4,
yang besarnya sebagai berikut :
𝐻𝑧
1 2( ) cos ∆∅
−1 𝐻𝑥
𝛼 = ± 𝑡𝑎𝑛 ( 𝐻𝑧 2
) 𝑥100% (3.5)
2 1−( )
𝐻𝑥

dan ellipsitasnya diberikan sebagai:


𝐻2
|𝜀 | = (3.6)
𝐻1

atau:
𝐻2 𝐻𝑥 sin ∆∅
𝜀= (𝐻1 )2
𝑥100% (3.7)

dan
∆∅ = ∅𝑧 − ∅𝑥 (3.8)

dimana Hz dan Hx adalah resultan komponen medan horizontal, H 1 dan H2 adalah


sumbu mayor dan minor dari polasarisasi elips, dan φ z dan φx adalah fase
komponen medan magnetik horizontal dan vertikal. Pada penelitian ini data yang
terukur pada alat VLF adalah inphase, quadrature, tilt-angle dan total-field. Kontras
anomali yang terukur dapat disebabkan oleh adanya batuan terisi air yang lebih
konduktif atau adanya batuan berongga terisi udara yang lebih resistif dari
lingkungan kars. Dengan parameter tersebut diharapkan anomali akibat aliran
sungai bawah permukaan dapat diperlihatkan dengan jelas (Sacit, 1981)
3.5 Parameter Elektromagnet VLF
Adapun parameter elektromagnet VLF yang penting adalah :
a. Pemancar
Pemancar ini mulai dibangun sejak perang dunia I, digunakan untuk ko-
munikasi jarak jauh karena kemampuannya untuk komunikasi gelombal dengan
pelemahan yang sangat kecil pada gelombang bumi ionesfer. Penetrasinya cukup
efektif hingga dapat menembus laut dalam.

b. Pengaruh Atmosfer
Sumber noise yang utama adalah radiasi medan elektromagnetik akibat kilat
atmosfer baik di tempat yang dekat atau jauh dengan lokasi pengukuran. Pada
frekuensi VLF, radiasi medan ini cukup dapat melemahkan sinyal yang dipancarkan
oleh pemancar. Daerah yang cukup banyak terdapat gangguan tersebut adalah
Amerika Tengah dan Selatan, Afrika tengah serta kepulauan di Asia Tenggara. Di
Indonesia gangguan noise ini cukup banyak. Gangguan ini dicirikan dengan
naiknya kuat medan listrik vertikal dan medan magnet horisontal secara tiba-tiba
(jika sumber medan cukup dekat dengan pengukur) dan relatif berbentuk gaussian
jika sumber medan cukup jauh.
Noise kedua adalah variasi diurnal medan elektromagnetik bumi, dimana
terjadi pergerakan badai dari arah timur ke barat yang terjadi pada siang hari hingga
sore hampir malam. Untuk daerah Australia, gangguan minimum terjadi pada saat
musim salju (Mei–Juli) dan noise maksimum terjadi saat pertengahan musin panas
(Nopember–Januari). Noise harian minimum berada pada jam 08.00 waktu lokal,
kemudian merambat naik hingga maksimum pada jam 16.00 waktu lokal. Dengan
beberapa informasi ini disarankan bahwa pengukuran VLF di Indonesia dilakukan
pada bulan-bulan musim kemarau (Mei–Juli) mulai dari pagi-pagi sekali jam 06.00
hingga mendekati pukul 11.00 siang.
c. Rambatan Gelombang Elektromagnetik
Pada elektromagnetik VLF dengan frekuensi <100 KHz, arus pergeseran
akan lebih kecil dari arus konduksi karena permitivitas dieletrik batuan rata-rata
cukup kecil dan konduktivitas target biasanya > 10-2 S/m. hal ini menunjukkan efek
medan akibat arus konduksi memegang peranan penting ketika terjadi perumbahan
konduktivitas batuan.
d. Pelemahan (Atenuasi) Medan
Pelemahan medan ini mempengaruhi kedalaman. Kedalaman pada saat
amplitudo menjadi 1/e (kira-kira 37%) dikenal sebagai skin depth atau kedalaman
kulit. Kedalaman ini dalam metode elektromagnetik disebut sebagai kedalaman
penetrasi gelombang, yaitu:
𝜌
kedalaman = 504√𝑓

dimana ρ adalah resistivitas dalam ohm-meter, dan f adalah frekuensi.


3.5 Peralatan Metode VLF
Peralatan yang digunakan daam pengambilan data metode VLF biasanya
ada 2 jenis, yaitu sebagai berikut:
Nama Alat Envi Scientrex BRGM Iris

Gambar

Data yang Inphase, Quadrature, Tilt,


Tilt, Ellips, H Hor, H Ver
ditangkap Total Field
Transmitter 3 Transmitter 2 Transmitter

4.4 Pengolahan Data VLF dengan Menggunakan Software Matlab


Pengolahan data VLF-EM dibagi berdasarkan interpretasi kualitatif dan
kuantitatif, berikut beberapa pengolahan data VLF-EM

A. Interpretasi Kualitatif
a.1 Filter Fraser
Filter Fraser mengubah zero crossing menjadi titik optimal (mencapai
puncaknya), sehingga dapat memudahkan dalam interpretasi. Filter ini juga
melemahkan panjang gelombang yang terlalu besar untuk mengurangi efek
topografi. Selain itu, filter ini dapat mengurangi efek pelemahan dari variasi
temporal kuat sinyal pemancar (Fraser, 1969)
𝐹𝑛 = (𝑀𝑛+2 + 𝑀𝑛+3 ) − (𝑀𝑛 + 𝑀𝑛+1 )

a.2 Filter KHjelt


Filter Karous Hjelt ini berupa kontur 2D dengan parameter rapat arus
sebagai fungsi posisi dan kedalaman semu. Pada filter ini diasumsikan bahwa
medan magnet yang terukur disebabkan oleh nilai rapat arus dibawah permukaan
tanah.
∆𝑧
𝐼 (0) = −0.102𝑀𝑛−3 + 0.059𝑀𝑛−2 − 0.561𝑀𝑛−1 + 0.561𝑀𝑛+1
2𝜋 𝑎
− 0.059𝑀𝑛+2 + 0.102𝑀𝑛+3
∆𝑧
Dengan 𝐼 (0) = 0.5[𝐼(∆𝑥⁄2) + 𝐼(− ∆𝑥⁄2)] merupakan nilai ekivalen dengan
2𝜋 𝑎
nilai rapat arus (KHjelt, 1983)

B. Interpretasi Kuantitatif
Interpretasi kuantitatif menggunakan software INV2DVLF

 Buat file format .txt dan beri nama “observ.txt” yang berisi sebagai
berikut: Baris pertama nama lintasan, baris kedua jumlah data, baris ketiga
frekuensi dalam (Hz), baris keempat jumlah data, baris kelima data
pengukuran.

 Buat file format .txt dan beri nama “topo.txt” yang berisi topografi wilayah
pengukuran dan jika tidak ada bisa dianggap 0.
 Run “PrepVLF-v1.exe”
 Enter
 Ketik “1” lalu enter
 Ketik “observ.txt” lalu enter
 Ketik “topo.txt. lalu enter
 Masukkan nilai resistivitas geologi lingkungan pengukuran lalu enter

 Run “Inv2DVLF-v1.exe”
 Masukkan nilai iterasi yang diinginkan lalu enter
 Ketik “0.03” lalu enter
 Masukkan nama output file lalu enter
 Tunggu hingga iterasi selesai
BAB IV

GROUND PENETRATING RADAR

4.1 Metode GPR


Ground Penetrating Radar (GPR) adalah salah satu metode survey untuk
soil, bangunan, dan kondisi bawah permukaan (dalam interval beberapa centimeter
hingga kedalaman 60 meter). Metode GPR ini menggunakan analisa
refleksi/pantulan dari gelombang elektromagnetik yang dihasilkan akibat dari
perbedaan sifat /konstanta dielektrik benda-benda di bawah permukaan. Secara
umum peralatan GPR terdiri dari dua komponen utama yaitu peralatan pemancar
gelombang radar (transmitter) dan peralatan penerima pantulan/refleksi gelombang
radar (tranceiver). Sistem yang digunakan adalah merupakan sistem aktif dimana
dilakukan ‘penembakan’ pulsa- pulsa gelombang elektromagnetik (pada interval
gelombang radar) untuk kemudian dilakukan perekaman intensitas gelombang
radar yang berhasil dipantulkan kembali ke permukaan (Quan dan Haris, 1997).
Prinsip kerja GPR adalah Transmitter membangkitkan pulsa gelombang
elektromagnetik pada frekuensi tertentu sesuai dengan karakteristik antenna
tersebut (10 Mhz-4Ghz). Receiver diset untuk melakukan scan yang secara normal
mencapai 32–512 scan per detik. Setiap hasil scan ditampilkan pada layar monitor
sebagai fungsi waktu two-way time travel time, yaitu waktu tempuh gelombang
elektromagnetik menjalar dari tranmitter–target–receiver. Tampilan ini disebut
dengan radargram (Lane, dkk., 1996). Ground Penetraling Radar (GPR) terdiri dari
control unit, transmitter, receiver, note book, kabel serat optik dan tambahan alat
lain untuk trigger (Gambar 2.1). Dengan frekuensi antenna yang bermacam-macam,
seperti; 25 MHz, 50 MHz, 100 Mhz, 200 MHz, 500 Mhz dan 1000 MHz (Lane,
dkk., 1996).

Gambar 4.1 Prinsip Kerja GPR (Lane, 1996)


Control unit berfungsi sebagai pengatur pengumpulan data. Komputer
memberikan informasi lengkap bagaimana prosedur yang harus dilakukan, dan saat
sistem diaktifkan, control unit mengatur transmitter dan receiver. Control unit
menyimpan data mentah dalam sebuah buffer sementara dan saat dibutuhkan, dapat
diambil dan ditransfer ke komputer.
Transsmitter menghasilkan energi elektromagnetik dan mengirimnya pada
daerah sekitar, khususnya ke dalam medium yang diobservasi. Energi dalam bentuk
pulsa pada amplitudo tinggi (370 V) yang dipindahkan ke bagian antena.
Receiver mengkonversi sinyal yang diterima oleh antena menjadi nilai
integer. Dalam unit receiver terdapat dua konektor optik, pertama digunakan untuk
mentransfer sinyal terkontrol dari control unit (bertanda R) dan lainnya mengirim
data yang diperoleh ke control unit (bertanda D). Antenna receiver menerima pulsa
yang tidak terabsorbsi oleh bumi tetapi dipantulkan dalam domain waktu tertentu
Besar amplitudo rekaman GPR r(t) akan tampak pada penampang rekaman
GPR berupa variasi warna. Refleksi atau transmisi di sekitar batas lapisan
menyebabkan energi hilang. Jika kemudian ditemukan benda yang memiliki
dimensi yang sama dengan panjang gelombang dari sinyal gelombang
elektromagnet maka benda ini menyebabkan penyebaran energi secara acak.
Absorbsi (mengubah energi elektromagnet menjadi energi panas) dapat
menyebabkan energi hilang. Penyebab yang paling utama hilangnya energi karena
atenuasi fungsi kompleks dari sifat lstrik dan dielektrika media yang dilalui sinyal
radar. Atenuasi (α) tergantung dari konduktivitas (σ), permeabilitas magnetik (μ),
dan permitivitas (ε) dari media yang dilalui oleh sinyal dan frekuensi dari sinyal itu
sendir (2πf). Sifat bulk dari material ditentukan oleh sifat fisik dari unsur pokok
yang ada dan komposisinya (Reynolds, 1996).

4.2 Alat GPR


Peralatan dalam Akuisisi dengan Metode GPR

Gambar 4.1 Alat GPR Oerad Scudo

GPR tipe Scudo Merk OERAD ini merupakan alat yang memancarkan frekuensi
sebesar 500MHz. Oerad Scudo mampu mencapai kedalaman maksimum 7 sampai
10 m, bergantung pada tipe tanah pada medan akuisisi. Oerad Scudo kurang
berfungsi dengan baik pada tanah jenis clay atau tanah yang mengandung air asin
(salt water effected soil). Oerad Scudo dapat berfungsi baik pada tanah jenis sand
atau tanah yang berasal dari batuan

4.4 Signal Processing dan Filtering


Pengolahan secara berlebihan harus dihindari karena metode pemrosesan
yang lebih canggih cenderung untuk memperkenalkan bias dan potensi artefak ke
dalam data.
4.4.1 Adjust Signal Position

Bentuk sinyal GPR yang melewati tanah terlihat seperti Gambar 2.2. Bentuk
dan lamanya gelombang sinyal tergantung pada kondisi tanah yang dilewati.Sinyal
yang dihasilkan oleh GPR dimulai dari sisi kiri gambar dan terus turun ke tanah
kearah kanan. Direct wave mewakili sinyal yang langsung dari transmitter (Tx) ke
receiver (Rx) dan biasanya diambil sebagai tanda posisi permukaan tanah. Ada
sebagian kecil dari sinyal yang menandai transisi dari titik pembangkit di controller
ke tanah melalui antena, atau dikenal dengan time zero (Tz). Bagian tersebut perlu
dihapus karena tidak merepresentasikan kedalaman. Jika tidak dihapus maka
kedalaman target akan dilebih-lebihkan.

Gambar 4.2 Sinyal GPR (Erica Carrick Utsi, 2017b).

Menurut (Strange dan Yelf, 2012), di antara ambang batas yang mungkin,
yang paling banyak digunakan oleh pengguna dan disarankan oleh pabrikan dapat
diringkas sebagai:
 Break-point pertama
 Puncak negatif pertama
 Titik amplitudo nol antara puncak negatif dan positif
 Titik amplitudo tengah antara puncak negatif dan positif
Gambar 4.3 Representasi B-scan dari survei jalan: (a) B-scan mentah sebelum
koreksi waktu-nol dan, (b) scan-B setelah koreksi waktu-nol
menggunakan posisi waktu-nol yang umum (Benedetto dkk., 2017).

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa sistem GPR yang baik umumnya
memiliki Tz stabil, bukan yang berfluktuasi. Jika ada bukti fluktuasi di Tz, maka
ada kemungkinan bahwa antena atau bagian lain dari sistem perlu diperbaiki. Tz
yang tidak stabil akan mempengaruhi keandalan pembacaan kedalaman (Erica
Carrick Utsi, 2017b).
4.4.2 Remove DC
Remove DC berfungsi untuk menghilangkan komponen DC karena dapat
menyebabkan distorsi pada gelombang. Penghilangan komponen DC tersebut
dilakukan dengan menggunakan perhitungan rata-rata aritmatika. (titik pada sumbu
y tempat berosilasi) dari bentuk gelombang dan menghapus mean dari bentuk
gelombang. Ini ditunjukkan dalam persamaan. (2.12). Operasi perhitungan rata-rata
aritmatika dilakukan seperti pada umumnya, yaitu dengan menjumlahkan semua
angka dalam vektor x dan membaginya dengan ukuran vektor (jumlah elemen
dalam vektor).
𝑦(𝑡) = 𝑥(𝑡) – 𝑥 (4.12)

Gambar 4.4 Penggeseran gelombang sinus sebagai efek koreksi Remove DC


(Tae Hong Park, 2010).
4.4.3 Dewow

Dewowing adalah langkah pemrosesan dasar yang menggunakan pemfilteran


sementara untuk menghapus komponen frekuensi sangat rendah dari data.
Komponen frekuensi data yang sangat rendah dikaitkan dengan fenomena induktif
atau kemungkinan keterbatasan rentang dinamis instrument (Annan, A.P, 2003).
Wow 'disebabkan oleh swamping atau saturasi dari sinyal yang direkam oleh
kedatangan awal (yaitu, gelombang tanah / udara dan / atau efek kopling induktif
dan membutuhkan pengurangan bias DC dari sinyal dengan low-cut atau median
filter untuk koreksi efektif. Proses dewow dan remove DC mempunyai fungsi yang
sama dalam menghilangkan komponen DC, bedanya Remove DC menggunakan
rata-rata aritmatika sedangkan dewow menggunakan filter high-pass. Dewowing
adalah langkah penting itu mengurangi data ke tingkat nol rata-rata (Gambar 2.4).
Jika diterapkan secara tidak benar, data akan berisi komponen frekuensi rendah
yang mendistorsi seluruh jejak spektrum dengan frekuensi cutoff sebesar 2% dari
frekuensi Nyquist (Tzanis, 2005). Frekuensi Nyquist frekuensi tertinggi yang
dimiliki oleh gelombang seismik, atau dapat dihitung menggunakan persamaan
2.13 berikut.

𝑓𝑛𝑦𝑞𝑢𝑖𝑠𝑡 = 1/(2 × 𝑡𝑖𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 × 10−6) (4.13)

dimana 𝑓𝑛𝑦𝑞𝑢𝑖𝑠𝑡 mempunyai besaran MHz, sedangkan time sampling interval


mempunyai besaran picosecond (ps).
Gambar 4.5 Koreksi filter Dewow pada data mentah GPR (Harry M. Jol ed.,
2009).
4.4.4 Inverse Amplitude Decay
Inverse Amplitude Decay (IAD). Ini adalah filter adaptif yang menghitung
fungsi peluruhan amplitudo utama untuk seluruh bagian GPR. Fungsi inverse
kemudian diterapkan ke setiap jejak. Dalam hal ini, variasi amplitudo lateral
dipertahankan dan amplitudo dalam suatu jejak lebih ditingkatkan. Perkiraan jejak
amplitudo instan rata-rata (atau amplop) dari semua jejak dilakukan dengan
menghitung Transformasi Hilbert dari setiap jejak GPR (Bianchini Ciampoli dkk.,
2019).
Secara umum, Transformasi Hilbert 𝐻[𝑢(𝑡)] merupakan nilai real dari suatu
fungsi sinyal kompleks𝑈𝑐(𝑡) berikut:
𝑈𝑐(𝑡) = 𝑢(𝑡) + 𝑖𝐻[𝑢(𝑡)] = 𝐴(𝑡)exp[𝑖𝛷(𝑡)] (4.14)

𝑢(𝑡) merupakan real time series. Fungsi sinyal tersebut dapat diekspresikan
sebagai envelope 𝐴(𝑡) dan instantaneous phase 𝛷(𝑡). Fungsi eksponensial pada
persamaan 2.14 tersebut kemudian dipasang melalui envelope rata-rata Gambar 2.4.
Biarkan 𝐴(𝑡) menjadi fungsi pas eksponensial (garis putus-putus pada Gambar 2.4),
maka implementasi gain diperoleh dengan mengalikan setiap jejak GPR dengan
1/𝐴(𝑡) (Schimmel dan Gallart, 2003).
Pada IAD, Transformasi Hilbert menciptakan envelope jejak GPR di mana
respons amplitudo polaritas positif dan negatif dari suatu peristiwa refleksi
ditransformasikan menjadi total amplitudo untuk setiap respons refleksi. Ini
menciptakan nilai absolut untuk setiap respons sehingga total amplitudo dapat
dibandingkan. Ini kadang-kadang bisa sulit dilakukan ketika respons mengandung
polaritas positif dan negatif.
Dalam perkembangan terbaru dalam perangkat lunak GPR-Slice, Hilbert
Transform dapat menggambarkan polaritas berdasarkan pita amplitudo maksimum
dan mengubah setiap respons menjadi envelope dari total amplitudo, tetapi tetap
menggunakan tanda dominan (+/-). Ini adalah penyesuaian revolusioner yang
membantu praktisi lebih mudah menafsirkan perilaku gelombang dan membantu
mengurangi berbagai kemungkinan respons yang diberikan.

Gambar 4.6 Amplitudo rata-rata sesaat (atau envelope) dari semua


jejak GPR (garis kontinu) dan fungsi eksponensial yang
dipasang melaluinya (garis putus-putus) (Bianchini
Ciampoli dkk., 2019).

4.4.5 Background Removal


Background removal mengambil rata-rata semua jejak di bagian dan
menguranginya setiap jejak. Menghapus kebisingan latar belakang dan “dering”
antena. Filter ini sangat berguna untuk menghilangkan ‘dering’ dalam data tetapi
dapat menghapus reflektor datar yang kontinyu. Penggunaan filter penghapus
latar belakang secara yudisial merupakan langkah kunci dalam pemrosesan dan
interpretasi data GPR dalam material yang relative “lossy” (mis., Tanah basah).
Dalam lingkungan tersebut, antena-ground coupling yang kuat dan lapisan
permukaan yang dangkal dekat dapat menyebabkan gema yang signifikan dalam
sinyal yang dapat menutupi sinyal (Harry M. Jol ed., 2009).

4.4.6 Karhunen-Loeve
Transformasi Karhunen-Loeve (KLT) dapat digunakan untuk melakukan
jenis analisis yang sama dengan analisis Fourier. Alih-alih menggunakan
serangkaian fungsi sinus sebagai dasar untuk analisis ini, KLT menggunakan vektor
eigen. Vektor-vektor eigen itu lebih baik daripada fungsi-fungsi sinus untuk
mengkarakterisasi sinyal. KLT juga dapat digunakan untuk menghilangkan noise
dari sinyal. Idenya adalah untuk memilih hanya vektor eigen yang berisi informasi
dengan memeriksa nilai λ.
Masalah eigen yang terkait dengan jenis analisis ini diselesaikan dengan
menggunakan matriks autokorelasi sinyal, yang didefinisikan oleh persamaan 2.15.
∞∞
𝑅(𝑡1, 𝑡 2) = 𝐸[𝑥(𝑡1)𝑥(𝑡2)] = ∫ ∫ 𝑥1𝑥2𝑓(𝑥1, 𝑥 2; 𝑡1, 𝑡2 )𝑑𝑥1𝑑𝑥 2 (4.15)
∞∞

Persamaan 2.16 menunjukkan bagaimana memperoleh perkiraan sinyal dari


vektor eigen N pertama.
𝑁
𝑋̃ [𝑛] = ∑ 𝑍𝑘 Φ𝑘 [𝑛] (4.16)
𝑛=1

Jumlah vektor eigen yang diperlukan untuk merekonstruksi sinyal tanpa noise
tergantung kerumitannya. Sinyal frekuensi tunggal (misalnya single sinus) hanya
akan membutuhkan 1 fungsi (Φ1(𝑡)). Perkiraan jumlah vektor eigen yang akan
ditambahkan dapat diberikan dengan melihat distribusi λ𝑖. Analisis spektral juga
dapat dilakukan dengan menghitung spektrum masing-masing vektor eigen. Untuk
kasus sinus tunggal yang mempunyai banyak noise, spektrum vektor eigen pertama
akan menunjukkan frekuensi sinus (Dumas, 2016).

4.4.7 Bandpass Filter


Bandpass filter kombinasi dari filter high-pass dan low-pass yang
memungkinkan melalui rentang spesifik dari komponen frekuensi yang ditentukan
oleh ‘pass region’. Filter band-pass sangat umum dan ada berbagai jenis, masing-
masing dengan operator filter berbentuk berbeda yang menentukan bentuk dan
bentuk wilayah pass.

Gambar 4.7 Prinsip filter band-pass sederhana dalam domain


frekuensi (Harry M. Jol ed., 2009).
Ada banyak jenis filter yang semuanya beroperasi sedikit berbeda. Versi
yang mudah diterapkan adalah Bandpass Butterworth. Filter ini digunakan untuk
menghapus sinyal yang frekuensinya tidak sesuai dengan rentang sinyal GPR
digunakan dalam survei. Tidak ada definisi jangkauan radar yang disepakati,
akantetapi dapat juga ditentukan dengan rentang antena sebagai 0.5-2F, di mana F
adalah frekuensi puncak (frekuensi yang terkait dengan energi puncak). Jadi, untuk
antena 500 MHz, jangkauannya adalah 250 MHz hingga 1 GHz. Filter ini tidak
selalu diperlukan untuk tetapi kadang-kadang bisa membantu dalam membersihkan
data, terutama di mana sejumlah besar gain telah ditambahkan. Filter ini biasanya
diberikan saat survei dilakukan di tempat yang lossy atau uneven ground (Erica
Carrick Utsi, 2017b).

4.4.8 FK Migration
FK Migration atau Stolt Migration didasarkan pada Exploding
Reflector Model (ERM). FK Migration digunakan untuk membalikkan perambatan
gelombang dan menentukan medan gelombang ERM pada t=0 (misalnya pada saat
ledakan). Agar migrasi dilakukan dengan benar, ERM harus mencerminkan
perambatan dua arah yang sebenarnya secara akurat (Garcia dkk., 2013). Algoritma
FK Migration adalah seperti yang ditunjukkan di bawah ini:

Langkah 1: Muat file input.


Langkah 2: FFT sepanjang sumbu x.
Langkah 3: Memetakan ke sumbu z.

Langkah 4: Interpolasi dalam domain 𝑘𝑥.


Langkah 5: Perkalian dengan faktor 𝑘𝑧.
Langkah 6: Lakukan 2D Inverse FFT (IFFT)
data yang diperoleh.

Interpolation/Mapping
𝑝(𝑦, 𝑡) 2-D Fourier Transform 𝑃(𝑘𝑦, 𝜔)
𝜔
𝑝(𝑦, 𝑡) → 𝑃(𝑘𝑦, 𝜔) 𝑘= 2− 𝑘

𝐹𝐹𝐾(𝑦, 𝑧) 2-D Inverse FT


Multiplication
𝑃𝑜(𝑘𝑦, 𝑘𝑧) → 𝐹𝐹𝐾(𝑦, 𝑧)
𝜔
(𝑘𝑧𝑣𝑚)2/𝜔

Gambar 4.8 Algoritma FK Migration (Vidya H A, 2014)

Anda mungkin juga menyukai