Anda di halaman 1dari 4

NAMA : Rifqa Farhan M

NIM : 191910301159
TUGAS 1 REKAYASA LALULINTAS KELAS A

RINGKASAN JURNAL 1
JUDUL : PENERAPAN KONSEP INTERAKSI TATA GUNA LAHAN-
SISTEM TRANSPORTASI DALAM PERENCANAAN SISTEM
JARINGAN TRANSPORTASI
RINGKASAN
Perencanaan transportasi yang mengikutsertakan potensi wilayah/tata guna lahan
dalam perhitungannya merupakan metoda yang lebih cocok terutama untuk perencanaan
strategis yang harus mengevaluasi suatu rencana jaringan yang diperkirakan memiliki
dampak luas terhadap perilaku pemilihan rute di dalam jaringan dan seringkali bersifat
perencanaan jangka panjang. Apalagi bagi daerah yang belum/kurang berkembang,
dimana metoda perencanaan transportasi yang didasarkan kepada trend lalulintas akan
memberikan hasil yang kurang baik atau bahkan tidak mungkin dilakukan.
Dalam perencanaan transportasi yang bersifat strategis jangka panjang, biasanya
tingkat kerincian atau agregasi jaringan direpresentasikan sebagai jaringan regional antar
kota yang dapat meliputi ratusan maupun ribuan simpul dan ruas. Dalam tingkat
perencanaan ini, perilaku lalulintas yang ditinjau hanyalah pda ruas-ruas utama saja
(macro behaviour).
Kebutuhan pergerakan memiliki korelasi yang cukup baik dengan karakteristik
kegiatan utama (sektoral) pada wilayah bersangkutan, karakteristik demografi dan sosio-
ekonomi penduduk. Hal ini dapat dilihat seperti yang diperoleh pada propinsi Jawa
Timur, yang model bangkitan/tarikannya memberikan nilai koefisien determinasi yang
berkisar antara 0,6 sampai 0,7.
RINGKASAN JURNAL 2
JUDUL : PENGARUH GUNA LAHAN TERHADAP TRANSPORTASI DAN
PENDUDUK DI KOTA CIREBON

RINGKASAN

Transportasi dan penggunaan lahan mempunyai hubungan yang sangat erat.


Tata guna lahan merupakan salah satu penentu utama pergerakan dan aktivitas.
Aktivitas tersebut dikenal dengan istilah bangkitan perjalanan (Trip Generation),
yang menentukan fasilitas-fasilitas (prasarana dan sarana) transportasi seperti jalan,
bus, dan sebagainya yang akan dibutuhkan untuk melakukan pergerakan. Fasilitas
transportasi yang tersedia dalam sistem, dengan sendirinya tingkat aksesibilitas
akan meningkat.
Perencanaan penggunaan tata guna lahan biasanya memerlukan waktu cukup
lama dan tergantung pada badan pengelola yang berwenang untuk melaksanakan
tata guna lahan. Pada tahun 2011 perubahan penggunaan lahan terjadi sesuai dari
hasil yang didapat yaitu lahan terbangun seluas 2.240,24 Ha atau sekitar 57,25 %
dan lahan tidak terbangun sekitar 1.750,48 atau sekitar 42,75 %. Penggunaan
lahan tahun 2012 terdiri daripenggunaan lahan terbangun seluas 2384,1 Ha atau
sekitar 60,9% dan lahan tidak terbangun sekitar 1.947,22 atau sekitar 39,1%.
Daerah terbangun di kota Cirebon di dominasi oleh penggunaan lahan
permukiman, perumahan, perdagangan dan jasa, pendidikan, perkantoran,
pelabuhan, keraton, rumah sakit, mall, kawasan militer, bandara, dan lain-lain.
Selain lahan terbangun, di kota Cirebon lahannya juga termanfaatkan untuk lahan
tidak terbangun yang terbagi menjadi pemanfaatan kebun, kolam, mangrove, dan
tanah kosong. Semakin berkembangnya transportasi di kota Cirebon juga
berpengaruh terhadap perubahan guna lahan, hal ini terlihat dari semakin banyak
pembangunan
RINGKASAN JURNAL 3

JUDUL : PENGGUNAKAN SISTEM DINAMIK DALAM


MANAJEMEN TRANSPORTASI UNTUK MENGATASI
KEMACETAN DI DAERAH PERKOTAAN

RINGKASAN
Tata guna lahan di kawasan persimpangan, sehingga sirkulasi lalulintas di
kawasan persimpangan menambah tundaan bahkan kemacetan di persimpangan
tersebut. Permasalahan kemacetan lalulintas merupakan bagian permasalahan
transportasi, yaitu terlalu besarnya kebutuhan akan pergerakan dibandingkan
dengan prasarana transportasi yang tersedia. Suatu cara memecahkan masalah
tersebut adalah membangun prasarana sesuai dengan kebutuhan, mengurangi
pergerakan, dan gabungan keduanya. Tetapi pendekatan seperti ini sudah harus
ditinggalkan karena pembangunan prasarana jalan di kota bukan saja mahal, namun
juga tidak bisa menghilangkan kemacetan masif karena adanya cadangan lalulintas
kendaraan yang terbangkitkan, yang selalu siap menunggu untuk mengisi kapasitas
prasarana yang disediakan. Oleh karena itu pendekatan membangun sistem
prasarana harus diubah menjadi pendekatan manajemen dan efisiensi sistem, yang
biasa disebut dengan manajemen sistem transportasi.
Pengembangan tata guna lahan menyebabkan bangkitan dan/atau tarikan baru
pada jaringan jalan perkotaan sehingga menambah volume lalulintas (Morlok,
1985). Selain itu sirkulasi arus lalulintas akan menambah konflik, kemacetan,
tundaan, dan mengurangi kecepatan rata-rata pada ruas jalan tersebut. Kemacetan
yang terjadi pada suatu persimpangan seringkali disebabkan oleh adanya
perkembangan
Daya dukung prasarana dan tingkat layanan transportasi sangat dipengaruhi oleh
strategi penyediaan prasarana dan layanan transportasi. Suatu rencana
pengembangan wilayah perlu diatur dan di tata dengan tersedianya prasarana yang
memadai sehingga bangkitan dan tarikan yang dihasilkan dapat dilayani dengan
baik.
Meningkatnya aktivitas dan mobilitas masyarakat kota membutuhkan ruang
gerak yang lebih luas. Permodelan sistem dinamis dapat digunakan sebagai suatu
alat untuk mengestimasi kebutuhan ruang gerak tersebut, dengan variabel-variabel
permodelan harus ditentukan terlebih dahulu sehingga jelas apa yang mau dinilai
dan bagaimana data tersebut distrukturkan.
Data bangkitan, tarikan, moda, dan lalulintas harus diuraikan dengan jelas
karena sistem dinamis ini hanya merupakan sebuah alat bantu sehingga tingkat
akurasinya bergantung pada pembentukan model awal serta variabel penentunya.
Permodelan dinamis tidak harus memodelkan seluruh sistem yang ada, namun
dapat dibagi dalam beberapa sub model yang nantinya digabungkan sehingga lebih
memudahkan dalam proses aplikasi dan input data.

Anda mungkin juga menyukai