Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHLUAN KEPERAWATAN KELUARGA

PADA PEROKOK

Sebagai Tugas Praktik Klinik Stase Keperawatan Keluarga


Dosen pembimbing: Esti Dwi Widayanti, S.Kep., Ns., M.Kep

DISUSUN OLEH :
YOSHE MALINDA
NIM. P1337420218109

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Merokok merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat di
Indonesia dengan mengingat bahwa merokok merupakan salah satu faktor risiko
dari beberapa penyakit kronis yang akhirnya dapat mengakibatkan kematian. Hal
ini menunjukkan rokok merupakan masalah besar bagi kesehatan masyarakat.
Strategi pengendalian dalam mengatasi masalah terkait rokok sebenarnya telah
disusun oleh World Health Organization (WHO), akan tetapi, masih banyak
masyarakat yang merokok. Hal ini terjadi pada sekitar 7.000.000 orang per
tahun. Lebih dari 6.000.000 kematian terjadi pada perokok aktif dan lebih dari
890.000 pada perokok pasif. (Munir, 2018)
Data epidemi didunia menunjukkan tembakau membunuh lebih dari lima
juta orang setiap tahunnya. Jika hal ini terus berlanjut diproyeksikan pada tahun
2020 terjadi 10 juta kematian, dengan 70% kematian di negara berkembang.
Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia tahun 2006 melaporkan 64,2%
anak sekolah yang disurvey terpapar asap rokok selama mereka di rumah.
Sebanyak 37,3% pelajar merokok, dan 3 diantara 10 pelajar pertama kali
merokok sebelum berumur 10 tahun ( 30,9%). (Dinas Kesehatan Jawa Tengah,
2017)
Sampai saat ini China menduduki peringkat pertama negara dengan
perokok terbesar di dunia sebanyak 30%, diikuti dengan India 11,2%, Indonesia
berada di peringkat ketiga sebanyak 4,8%. Tidak heran jika Indonesia menjadi
negara nomor 3 terbanyak jumlah perokoknya didunia setelah China dan India
dengan konsumsi 220 milyar batang pertahun. Saat ini rokok masih menjadi
persoalan yang tidak bisa dilepaskan begitu saja dari Indonesia dari data
Kementrian Kesehatan pada tahun 2017 menunjukkan bahwa prevalensi
perokok di Indonesia pada usia >15 tahun meningkat sebesar 36,3%
dibandingkan tahun 2005 yaitu 27%. Penduduk yang merokok 1- 10 batang per
hari di Jawa Tengah sebanyak 62,7%.(Dinas Kesehatan Jawa Tengah, 2017)
Rokok merupakan salah satu faktor risiko terjadinya Penyakit Tidak
Menular (PTM) selain dari pola makan yang tidak seimbang, kurangnya aktifitas
fisik, pengaruh alkohol dan stres. Asap rokok tembakau mengandung lebih dari
4.000 senyawa kimia, 43 dintaranya bersifat karsinogen. Tidak ada kadar
paparan minimal dalam asap rokok/tembakau yang “aman”. Separoh lebih
(57%) rumah tangga di Indonesia mempunyai sedikitnya satu perokok, dan
hampir semua perokok (91,8%) merokok di rumah. Seseorang yang bukan
perokok yang menikah dengan perokok mempunyai resiko kanker paru sebesar
20-30% dan mempunyai resiko penyakit jantung. (Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah, 2017)
Lapisan mukosa adalah lapisan basah yang berkontak dengan lingkungan
eksternal. Terdapat pada saluran pencernaan, rongga hidung, dan rongga tubuh
lainnya. Pada rongga mulut, lapisan ini dikenal dengan oral mucous membrane
atau oral mucosa. Mukosa oral mempunyai fungsi utama yaitu sebagai
pelindung jaringan yang lebih dalam pada rongga mulut. Fungsi lainnya, antara
lain sebagai organ sensoris, aktifitas kelenjar, dan sekresi. Secara histologis
mukosa mulut terdiri dari 2 lapisan. Pertama adalah lapisan epitelium, yang
melapisi di bagian permukaan luar, terdiri dari berlapis-lapis sel mati yang
berbentuk pipih dimana lapisan sel-sel yang mati ini selalu diganti terus-menerus
dari bawah dan sel-sel ini disebut dengan stratified squamous epithelium.
Struktur epitel rongga mulut dari arah luar ke dalam adalah stratum
keratinosum,stratum granulosum,stratum spinosum,stratum basalis. Kedua
adalah lamina propria ini terdapat ujung- ujung saraf rasa sakit, raba, suhu dan
cita rasa. (Putri & Wibisono, 2013). Rongga mulut merupakan jalan masuk
utama untuk makanan, minuman, dan bahan-bahan lain, misalnya rokok.
Kandungan rokok berupa tembakau, tar, nikotin, karbon monoksida, ammonia,
dan derivat-derivat lainnya dapat mengiritasi rongga mulut saat dikonsumsi
karena adanya pembakaran. Kebiasaan merokok merupakan salah satu pencetus
timbulnya gangguan serta penyakit rongga mulut, antara lain dapat
mengakibatkan gigi. (Asiking, Rottie & Malara, 2016)
Perilaku merokok di Wilayah Kecamatan Kroya angkanya terus
meningkat tiap tahunnya. Pencegahan serta penanganan perilaku merokok terus
dilakukan dengan cara memberikan edukasi dan pendidikan kesehatan tentang
bahaya merokok, dan akibatnya bagi kesehatan.
Maka dari itu perokok di Wilayah Kroya dapat dicegah dengan cara
mengelola stres, hindari pemicu, terapi penggantian nikotin, libatkan keluarga
dan teman dekat, terapi perilaku, membersihkan rumah, olahraga yang teratur,
pola makan yang sehat, pikirkan keuntungannya, hipnosis, akupuntur, obat –
obatan, dan yang terpenting adalah terus berusaha memotivasi diri agar bisa
berhenti merokok.
B. Konsep Keluarga
1. Definisi Keluarga
Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan
melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan. (WHO, dalam Harmoko
2012). 2010). Keluarga adalah sekelompok manuasia yang tinggal dalam satu
rumah tangga dalam kedekatan yang konsisten dan hubungan yang erat.
(Helvie, dalam Harmoko 2012).
Menurut Duvall dalam (Harmoko, 2012) konsep keluarga merupakan
sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi,
kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang
umum: meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari
tiap anggota.Keluarga merupakan aspek terpenting dalam unit terkecil dalam
masyarakat, penerima asuhan, kesehatan anggota keluarga dan kualitas
kehidupan keluarga saling berhubungan, dan menempati posisi antara
individu dan masyarakat (Harmoko. 2012).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa definisi dari keluarga merupakan
sekumpulan orang yang terikat oleh ikatan perkawinan, darah serta adopsi
dan tinggal dalam satu rumah.
2. Fungsi Keluarga
Menurut Marilyn M. Friedman (2010) fungsi keluarga dibagi menjadi 5
yaitu:
d. Fungsi Afektif
Memfasilitasi stabilisasi kepribadian orang dewasa, memenuhi
kebutuhan psikologis anggota keluarga.
e. Fungsi Sosialisasi
Memfasilitasi sosialisasi primer anak yang bertujuan menjadikan anak
sebagai anggota masyarakat yang produktif serta memberikan status pada
anggota keluarga.
f. Fungsi Reproduksi
Untuk mempertahankan kontinuitas keluarga selama beberapa generasi
dan untuk keberlangsungan hidup masyarakat,.
g. Fungsi ekonomi
Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektifnya.
h. Fungsi perawatan kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik-makanan, pakaian tempat tinggal,
perawatan kesehatan. (Marilyn M. Friedman, hal 86; 2010)
3. Tipe dan bentuk keluarga
Tipe keluarga menurut Harmoko (2012) yaitu sebagai berikut :
a. Nuclear Family
Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang tinggal dalam
satu rumah di tetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan
perkawinan, satu/ keduanya dapat bekerja di laur rumah.
b. Extended Family
Keluarga inti ditambahkan dengan sanak saudara, misalnya nenek,
kakek, keponakan, saudara sepupu, pama, bibi, dan sebagainya.
c. Reconstitud Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali
suami/istri, tinggal dalam pembentuan satu rumah dengan anak-anaknya,
baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan
baru. Satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.
d. Middle Age/ Aging Couple
Suami sebagai pencari uang. Istri di rumah/ kedua-duanya bekerja di
rumah, anak-anak sudah meningglakan rumah karena sekolah/
perkawinan/meniti karier.
e. Dyadic Nuclear
Suami istri yang sudah berumur da tidak mempunyai anak,
keduanya/slah satu bekerja di rumah.

f. Single Parent
Satu orang tua sebagai akibat perceraian/ kematian pasangannya dan
anak- anaknya dapat tinggal di rumah/ di luar rumah.
g. Dual Carier
Suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak.
h. Commuter Married
Suami istri/ keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak
tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.
i. Single Adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya
keinginan untuk menikah.
j. Three Generation
Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
k. Institutional
Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suaru panti-panti.
l. Comunal
Satu rumah terdiri atas dua/lebih pasangan yang monogami dengan anak-
anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.
m. Group Marriage
Satu perumahan terdiri atas orangtua dan keturunannya di dalam satu
kesatuan keluarga dan tiap indivisu adalah menikah dengan yang lain dan
semua adalah orang tua dari anak-anak.
n. Unmarried paret and child
Ibu dan aak dmana perkawinan tidak dikehendaki, anakya di adopsi.
o. Cohibing Cauple
Dua orang/ satu pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan.
(Harmoko, hal 23; 2012)
4. Tahap dan perkembangan keluarga
a. Tahap pertama pasangan baru atau keluarga baru (beginning family)
Keluarga baru dimulai pada saat masing-masing individu, yaitu
suami dan istri membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan
meninggalkan keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan
keluarga masing-masing, secara psikologi keluarga tersebut membentuk
keluarga baru. Masing-masing belajar hidup bersama serta beradaptasi
dengan kebiasaan sendiri dan pasangannya. Misalnya kebiasaan makan,
tidur, bangun pagi, bekerja dan sebagainya. Hal ini yang perlu diputuskan
adalah kapan waktu yang tepat untuk mempunyai anak dan berapa
jumlah anak yang diharapkan.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain :
1. Membina hubungan intim dan kepuasan bersama.
2. Menetapkan tujuan bersama;
3. Membina hubungan dengan keluarga lain; teman, dan kelompok
sosial;
4. Merencanakan anak (KB)
5. Menyesuaikan diri dengan kehamilan dan mempersiapkan diri untuk
menjadi orang tua.
b. Tahap kedua keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing
family)
Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan
sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama
berusia 30 bulan (2,5 tahun). Masalah yang sering terjadi dengan
kelahiran bayi adalah pasangan merasa diabaikan karena fokus perhatian
kedua pasangan tertuju pada bayi. Suami merasa belum siap menjadi
ayah atau sebaliknya.
Tugas perkembangan pada masa ini antara lain :
1. Persiapan menjadi orang tua
2. Membagi peran dan tanggung jawab
3. Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah
yang menyenangan
4. Mempersiapkan biaya atau dana child bearing
5. Memfasilitasi role learning anggota keluarga
6. Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita
7. Mangadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.

c. Tahap ketiga keluarga dengan anak pra sekolah (families with


preschool)
Tahap ini dimulai saat kelahirn anak berusia 2,5 tahun dan
berakhir saat anak berusia 5 tahun. Pada tahap ini orang tua beradaptasi
terhadap kebutuhan-kebutuhan dan minat dari anak prasekolah dalam
meningatkan pertumbuhannya.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai berikut:
1. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti : kebutuhan tempat
tinggal, privasi, dan rasa aman
2. Membantu anak untuk bersosialisasi
3. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak
yang lain juga harus terpenuhi
4. Mempertahakan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di luar
keluarga ( keluarga lain dan lingkungan sekitar)
5. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak ( tahap paling
repot)
6. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga
7. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak.
d. Tahap keempat keluarga dengan anak usia sekolah (families with
children)
Tahap ini dimulai pada saat anak yang tertua memasuki sekolah
pada usia 6 tahun dan berakhir pada usia 12 tahun. Selain aktifitas di
sekolah, masing-masing anak memiliki aktifitas dan minat sendiri
demikian pula orang tua yang mempunyai aktifitas berbeda dengan anak.
Pada tahap ini keluarga (orang tua) perlu belajar berpisah dengan anak,
memberi kesempatan pada anak untuk bersosialisasi, baik aktifitas di
sekolah maupun di luar sekolah. Tugas perkembangan keluarga pada tahap
ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan perhatian tentang kegiatan social anak, pendidikan dan
semangat belajar
2. Tetap mempertahanan hubungan yang harmonis dalam perkawinan
3. Mendorong anak unuk mencapai pengembangan daya intelektual
4. Menyediakan aktifitas untuk anak
5. Manyesuaikan pada aktifitas komunitas dengan mengikutsertakan
anak.
e. Tahap kelima keluarga dengan anak remaja (families with teenagers)
Tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya
berakhir sampai pada usia 19-20 tahun, pada saat anak meninggalkan
rumah orang tuanya. Tujuannya keluarga melepas anak remaja dan
memberi tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk
mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa. Tugas perkembangan keluarga
pada tahap ini antara lain sebagai berikut :
1. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab
mengingat remaja yang sudah bertambah dan meningkat otonominya.
2. Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
3. Mempertahakan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua,
hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
4. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang
keluarga.
f. Tahap keenam keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (lounching
center families)
Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah.
Tujuan utama pada tahap ini adalah mengorganisasi kembali keluarga untuk
tetap berperan dalam melepas anaknya untuk hidup sendiri. Saat semua anak
meninggalkan rumah, pasangan perlu menata ulang dan membina hubungan
suami istri seperti pada fase awal. Orang tua akan merasa kehilangan peran
dalam merawat anak dan merasa kosong karena anak- anaknya sudah tidak
tinggal serumah lagi. Guna mengatasi keadaan ini orang tua perlu
melakukan aktifitas kerja, meningkatkan peran sebagai pasangan, dan tetap
memelihara hubungan dengan anak.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah :
1. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
2. Mempertahankan keintiman pasangan
3. Membantu orang tua suami atau istri yang sedang sakit dan memasuki
masa tua
4. Mempersiapkan untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anak
5. Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga
6. Berperan sebagai suami istri, kakek, dan nenek
7. Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak-
anaknya.
g. Tahap ketujuh keluarga usia pertengahan (middle age families)
Tahapan ini dimulai saat anak yang terakhir meninggalkan rumah
dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada tahap
ini semua anak meninggalkan rumah, maka pasangan berfokus untuk
mempertahankan kesehatan dengan berbagai aktifitas.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini atara lain adalah :
1. Mempertahankan kesehatan
2. Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam arti mengolah
minat sosial dan waktu santai
3. Memulihkan hubungan antara generasi muda dengan generasi tua
4. Keakraban dengan pasangan
5. Memelihara hubungan/kontak dengan anak dan keluarga
6. Persiapan masa tua atau pensiun dengan meningkatkan keakraban
pasangan.
h. Tahap kedelapan keluarga usia lanjut
Tahap terakhir perkembangan keluarga dimulai saat salah satu
pasangan pensiun, berlanjut salah satu pasangan meninggal. Proses usia
lanjut dan pensiun merupakan realitas yang tidak dapat dihindari karena
berbagai proses stresor dan kehilangan yang harus dialami keluarga. Stresor
tersebut adalah berkurangnya pendapatan, kehilangan berbagai hubungan
sosial, kehilangan pekerjaan serta perasaan menurunnya produktifitas dan
fungsi kesehatan. Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan
merupakan tugas utama keluarga pada tahap ini. Usia lanjut umumnya lebih
dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri daripada tinggal bersama
anaknnya.
Tugas perkembangan tahap ini adalah :
1. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan
2. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan
fisik, dan pendapatan
3. Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat
4. Mempertahakan hubungan anak dan sosial masyarakat
5. Melakukan life review
6. Menerima kematian pasangan, kawan, dan mempersiapkan kematian
(harmoko, 2012).
C. Konsep dasar merokok
1. Definisi
Rokok terdiri dari 4.000 lebih bahan kimia, salah satu unsur utamanya
yaitu nikotin. Nikotin dapat meningkatkan sekresi adrenalin pada korteks
adrenal yang mendorong peningkatan konsentrasi serum asam lemak bebas
Free Fatty Acid (FFA) yang selanjutnya menstimulasi sintesis dan sekresi
kolesterol hepar seperti sekresi Very Low Density Lipoprotein (VLDL)
hepar yang didalamnya terdapat trigliserida, sehingga kadar trigliserida
darah meningkat. (Parwati & Sodik, 2018)
Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, dihasilkan
dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya
yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpabahan tambahan.
(Heryani, 2014)
Merokok adalah sebuah kebiasaan yang dapat memberikan kenikmatan
bagi perokok tetapi memiliki efek dampak buruk bagi dirinya sendiri dan
orang lain. (Sholihah & Tualeka, 2015)
2. Etiologi
Ada banyak faktor yang menjadi latar belakang, diantaranya variabel
sosiokultural mencakup pengaruh teman sebaya, orang yang merokok,
kurangnya pengawasan orang tua, pengaruh media, dan lingkungan sosial.
Kemudian dari variabel psikologis mencakup terdapatnya perubahan mood
setelah merokok, efek mengurangi ketegangan, karakteristik kepribadian,
serta variabel biologis (Safitri, Avicenna, Hartati, 2013).
Di bawah ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
merokok pada remaja yang dijadikan sebagai variabel dalam penelitian ini,
antara lain: peer attachment , stress, dan pola asuh orang tua.
a. Peer Attachment
Peer attachment adalah kemampuan teman sebaya untuk
mendukung dan mendorong remaja dalam meningkatkan asumsi pada
perubahan pertumbuhan remaja. empat jenis hubungan pertemanan,
yaitu persahabatan, kelompok sosial yang lebih besar, geng dan
hubungan romantik. Keempat jenis ini digunakan sebagai pedoman
dalam mengelompokkan karakteristik-karakteristik hubungan dalam
penelitian ini. (Safitri, Avicenna & Hartati, 2013)
b. Persahabatan (Friendships)
Sahabat pada umumnya berusia dan berjenis kelamin yang
sama, namun beberapa anak dan remaja memiliki sahabat berjenis
kelamin berbeda. Pada beberapa remaja, sahabat berasal dari ras yang
sama. Para sahabat menemukan aktivitas-aktivitas yang dapat dinikmati
dan dimaknai bersama, dan seiring waktu mereka memperoleh
rangkaian pengalaman yang serupa, yang memungkinkan terjadinya
saling bertukar perspektif tertentu mengenai kehidupan. (Safitri,
Avicenna & Hartati, 2013)
c. Kelompok sosial yang lebih besar
Sebagian besar remaja dan anak-anak menikmati kebersamaan
bersama teman-teman sebayanya yang bukan sahabat dekatnya. Seiring
berlalunya waktu, mereka membentuk kelompok sosial yang lebih
besar yang rutin berkumpul. bahwa pada awalnya kelompok-kelompok
tersebut mencakup laki-laki dan perempuan. Saat mulai bergabung ke
dalam sebuah kelompok, remaja lebih menyukai kedekatan dengan
anggota kelompok tersebut dibandingkan dengan individu-individu
yang bukan anggota kelompok dan mereka membentuk perasaan
“setia” terhadap individu-individu dalam kelompok. (Safitri, Avicenna
& Hartati, 2013)
d. Geng
Geng adalah suatu kelompok sosial kohesif yang dicirikan oleh
ritual inisiasi, penggunaan simbol-simbol dan warna yang khas,
“kepemilikan‟ terhadap suatu teritori spesifik, dan permusuhan dengan
satu atau lebih kelompok. Geng diatur oleh aturan-aturan berperilaku
yang ketat dan hukuman-hukuman keras bagi setiap pelanggaran.
(Safitri, Avicenna & Hartati, 2013)
e. Hubungan romantik
Dilihat berbasarkan perspektif psikologi perkembangan,
hubungan romantik memiliki keunggulan yang nyata: hubungan
tersebut dapat memenuhi kebutuhan para remaja akan persahabatan,
afeksi, dan keamanan, sekaligus memberikan kesempatan sosial dan
perilaku-perilaku interpersonal yang baru. (Safitri, Avicenna & Hartati,
2013)
Selain faktor diatas ada faktor-faktor lain juga yang Mempengaruhi
Seseorang Merokok dan juga alasan mengapa remaja merokok antara lain
adalah :
a. Pengaruh orang tua
Menurut Baer dan Carado remaja perokok adalah anak-anak
yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua
tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dibandingkan remaja yang
berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia. Remaja akan lebih
cepat berperilaku perokok bila ibu mereka merokok dan pada ayah
perokok. (Liana & Arbi, 2019)
b. Pengaruh Teman
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja
merokok semakin besar teman-temannya adalah perokok juga dan juga
sebaliknya. Ada dua kemungkinan yang dapat terjadi dari fakta
tersebut, pertama remaja tersebut terpengaruh oleh teman-temannya
atau sebaliknya. Dimana remaja perokok terdapat 87% mempunyai
sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang merokok begitu pula
remaja yang non perokok. (Liana & Arbi, 2019)
c. Pengaruh Iklan
Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin
melepas diri dari rasa sakit atau kebosanan. Satu sifat kepribadian yang
bersifat pada penggunaan obat-obatan (termasuk rokok) konfirmasi
sosial. Melihat iklan di media masa atau elektronik yang menampilkan
gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamor,
membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti prilaku seperti pada
iklan tersebut. (Liana & Arbi, 2019)
3. Tanda dan gejala
a. Pengertian Perokok aktif
Perokok Aktif adalah seseorang yang dengan sengaja menghisap
lintingan atau gulungan tembakau yang dibungkus biasanya dengan
kertas, daun, dan kulit jagung. Secara langsung mereka juga
menghirup asap rokok yang mereka hembuskan dari mulut mereka.
Tujuan mereka merokok pada umumnya adalah untuk menghangatkan
badan mereka dari suhu yang dingin. Tapi seiring perjalanan waktu
pemanfaatan rokok disalah artikan, sekarang rokok dianggap sebagai
suatu sarana untuk pembuktian jati diri bahwa mereka yang merokok
adalah ”keren”.
Tanda fisik seorang perokok :
1) Gigi kuning karena nikotin.
2) Kuku kotor karena nikotin.
3) Mata pedih.
4) Sering batuk – batuk.
5) Mulut dan nafas bau rokok.
b. Pengertian Perokok Pasif
Perokok Pasif adalah seseorang atau sekelompok orang yang
menghirup asap rokok orang lain. Telah terbukti bahwa perokok
pasif mengalami risiko gangguan kesehatan yang sama seperti
perokok aktif, yaitu orang yang menghirup asap rokoknya sendiri.
Adapun gejala awal yang dapat timbul pada perokok pasif :
1) Mata pedih
2) Hidung beringus
3) Tekak yang serak
4) Pening / pusing kepala
Apabila perokok pasif terus-menerus ”menekuni” kebiasaanya, maka
akan mempertinggi risiko gangguan kesehatan, seperti :
1) Kanker paru-paru,
2) Serangan jantung dan mati mendadak,
3) Bronchitis akut maupun kronis,
4) Emfisema,
5) Flu dan alergi, serta berbagai penyakit pada organ tubuh
4. Pathofisiologi
Pada mukosa oral terdapat beberapa jaringan yaitu : jaringan lunak
(email, dentim, sementum, pulpa kompleks, ligament periodontal, tulang
alveolar, sendi tempuro mandibula) dan jaringan keras (mukosa rongga
mulut, lidah, gingival, palatum, kelenjar saliva, sirkulasi rongga mulut,
jaringan limfatik rongga mulut)
Beberapa Kandungan yang ada dalam rokok yaitu : Karbon
monoksida, Nikotin, Tar, Hidrogen sianida, Formaldehida, Benzena,
Arsenik, Kadmium, dan Amonia yang bisa menyebabkan berbagai macam
penyakit karena zat tersebut semua sifatnya berbahaya bagi anggota tubuh
dan juga khususnya pada mukosa oral.
Karena merokok mukosa oral bisa terjadi berbagai kelainan jaringan
lunak mulut akibat komponen toksik dan agen karsinogen yang terkandung
dalam asap rokok, antara lain smoker’s melanosis, leukoplakia, squamous
cell carcinoma, gingivitis. Kondisi patologis dalam rongga mulut yang
juga sering ditemukan pada perokok adalah karies akar, halitosis,
penurunan fungsi pengecapan, staining pada gigi atau restorasi, serta
penyakit periodontal.
Merokok juga menyebabkan rangsangan pada papilla filiformis
sehingga menjadi lebih panjang (hipertropi). Rangsangan asap rokok yang
lama, dapat menyebabkan kerusakan pada bagian mukosa mulut yang
terpapar, penebalan menyeluruh bagian epitel mulut, hingga dapat
menimbulkan bercak putih keratotik yang menandai leukoplakia dan
kanker mulut.
Kerusakan jaringan periodontal akibat merokok, diawali dengan
terjadinya akumulasi plak pada gigi dan gingiva. Tar yang mengendap
pada gigi, selain menimbulkan masalah secara estetik, juga menyebabkan
permukaan gigi menjadi kasar, sehingga mudah dilekati plak. Akumulasi
plak pada margin gingiva, diperparah dengan kondisi kebersihan mulut
yang kurang baik, menyebabkan terjadinya gingivitis.
Hubungan antara merokok dengan peningkatan angka kejadian karies,
berkaitan dengan penurunan fungsi saliva yang berperan dalam proteksi
gigi, akibat merokok. Penelitian lain menunjukkan bahwa terdapat
perebedaan kapasitas buffering saliva pada perokok dan bukan perokok,
yang juga berkaitan dengan resiko terjadinya karies. Resiko terjadinya
kehilangan gigi pada perokok, tiga kali lebih tinggi dibanding pada bukan
perokok.
Rongga mulut adalah bagian yang sangat mudah terpapar efek rokok,
karena merupakan tempat terjadinya penyerapan zat hasil pembakaran
rokok yang utama. Komponen toksik dalam rokok dapat mengiritasi
jaringan lunak rongga mulut, dan menyebabkan terjadinya infeksi mukosa,
dry socket, memperlambat penyembuhan luka, memperlemah kemampuan
fagositosis, menekan proliferasi osteoblas,
serta dapat mengurangi asupan aliran darah ke gingiva. Hasil pembakaran
rokok mengandung berbagai jenis toksin dan agen karsinogen yang dapat
membahayakan, tidak hanya pada orang yang merokok (perokok aktif),
tetapi juga pada orang disekitar perokok (perokok pasif).
Selain dapat menyebabkan terjadinya penyakit sistemik seperti
kanker paru, penyakit kardiovaskuler, risiko terjadinya neoplasma larynx,
esophagus, merokok juga terbukti berhubungan dengan munculnya
berbagai kelainan gigi dan rongga mulut. (Kusuma, 2011).
5. Pathway

6. Komplikasi
Kebiasaan merokok dapat menyebabkan berbagai penyakit dan
bahkan bisa menyebabkan kematian. Berikut beberapa penyakit yang
ditimbulkan oleh rokok, yaitu :
a. Katarak
Merokok dipercaya dapat memperburuk kondisi mata yaitu
memutihnya lensa mata yang menghalangi masuknya cahaya dan
menyebabkan kebutaan, 40 % lebih terjadi pada perokok.
b. Berisiko tinggi terkena kanker paru-paru dan jantung
Satu diantara tiga kematian di dunia disebabkan oleh penyakit jantung.
Pemakaian tembakau adalah salah satu faktor resiko terbesar untuk
penyakit ini. Telah ditetapkan bahwa asap rokok mengandung lebih
dari 40 macam zat racun. Kemungkinan timbulnya kanker paru dan
jantung pada perokok 22 kali lebih besar daripada yang tidak
merokok.
c. Enfisema
Selain kanker paru, merokok dapat menyebabkan enfisema yaitu
pelebaran dan rusaknya kantong udara pada paru-paru yang
menurunkan kapasitas paru untuk menghisap oksigen dan melepaskan
karbondioksida.
d. Kerusakan paru
Selain kanker paru dan jantung merokok dapat pula menyebabkan
batuk. Dikarenakan rusaknya kantung udara pada paru yang
menurunkan kapasitas paru dan oksigen untuk melepas oksigen. Bila
keadaan ini belanjut akan terjadi penumpukan lendir sehingga
mengakibatkan batuk yang tersa nyeri dan kesulitan bernafas.
e. Tukak lambung
Konsumsi tembakau menurunkan resistensi terhadap bakteri yang
menyebabkan tukak lambung juga meminimalisasi kemampuan
lambung untuk menetralkan asam lambung setelah makan sehingga
sisa asam akan mengerogoti dinding lambung. Tukak lambung yang
diderita para perokok lebih sulit dirawat dan disembuhkan.
f. Kanker uterus
Selain meningkatkan resiko kanker serviks dan uterus, rokok
meneyebabkan timbulnya masalah kesuburan pada wanita dan
berbagai komplikasi selama masa kehamilan dan kelahiran bayi.
g. Kerusakan sperma
Rokok dapat menyebabkan deformasi pada sperma dan kerusakan
pada DNA-nya sehingga mengakibatkan aborsi. Beberapa studi
menemukan bahwa pria yang merokok meningkatkan resiko menjadi
ayah dari anak yang berbakat kanker. Rokok juga memperkecil jumlah
sperma dan infertilitas (ketidaksuburan) banyak terjadi pada perokok.
h. Penyakit Buerger
Terjadinya inflamasi pada arteri, vena, dan saraf terutama di kaki,
yang mengakibatkan terhambatnya aliran darah. Dan jika dibiarkan
tanpa perawatan akan mengarah ke gangrene (matinya jaringan tubuh)
sehingga pasien perlu diamputasi.
D. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga
1. Pengkajian
Proses pengkajian merupakan pengumpulan informasi yang
berkesinambungan, dianalisa dan diintepretasikan serta diindentifikasi secara
mendalam. Sumber data pengkajian diperoleh dari anamnesa (wawancara),
pengamatan (observasi), pemeriksaan fisik anggota keluarga dan data
dokumentasi (Dion & Betan, 2015). Pengkajian keperawatan keluarga
mencakup :
a. Identitas keluarga
Identitas keluarga meliputi identitas kepala keluarga, komposisi keluarga,
genogram (garis keturunan), tipe keluarga, latar belakang
kebudayaan/suku bangsa, agama dan kepercayaan, status sosial ekonomi,
kegiatan waktu luang/rekreasi, kebiasaan hidup sehari-hari.
b. Tahap perkembangan dan riwayat keluarga
Tahap perkembangan dan riwayat keluarga meliputi tahap perkembangan
keluarga saat ini dan jangkauan pencapaian tahap perkembangan keluarga.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga meliputi riwayat keluarga sebelumya dan
riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga saat ini,
d. Data lingkungan
1) Karakteristik rumah
Memaparkan gambar dan menjelaskan tentang karakteristik rumah.
2) Karakteristik lingkungan rumah (tetangga dan komunitas)
Menjelaskan mengenai karakteristik tetangga dan komunitas setempat
yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan atau kesepakatan
penduduk setempat.

3) Mobilitas geografis keluarga


Mobilitas geografis keluarga yang ditentukan dengan kebiasaan
keluarga berpindah tempat dan sudah berapa lama keluarga tinggal di
daerah tersebut.
4) Perkumpulan dan interaksi keluarga dengan komunitas
Data ini menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk
berkumpul dan sejauh mana interaksi keluarga dengan masyarakat.
5) Sistem pendukung sosial keluarga
Sistem pendukung keluarga menjelaskan mengenai jumlah anggota
keluarga yang sehat, fasilitas yang dimiliki keluarga baik secara
formal maupun informal untuk menunjang kesehatan meliputi fasilitas
fisik, psikologis atau dukungan dari keluarga dan fasilitas sosial atau
dukungan masyarkat setempat dengan mengkaji siapa yang menolong
kepada keluarga saat keluarga memutuhkan bantuan, dukungan
konseling aktivitas-aktivitas keluarga dengan hipertesi.
e. Struktur keluarga
Menjelaskan mengenai pola dan proses komunikasi, struktur kekuatan,
struktur peran yang menjelaskan peran formal dan informal dari
anggota keluarga serta nilai-nilai dan norma-norma keluarga
berhubungan dengan hipertensi.
f. Fungsi-fungsi keluarga
1) Fungsi afektif
Mengkaji gambaran diri keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki
keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lainnya, dan
sikap saling menghargai dalam keluarga.

2) Fungsi sosialisasi
Menjelaskan bagaimana interaksi dan hubungan dalam keluarga dan
sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya dan
perilaku.
3) Fungsi perawatan kesehatan
Mengkaji sejauh mana keluarga menyiapkan makanan, pakaian dan
perlindungan terhadap anggota keluarga yang sakit.
4) Fungsi reproduksi
Mengkaji berapa jumlah anak, merencanakan jumlah anggota
keluarga dalam mengendalikan jumlah anggota keluarga.
5) Fungsi ekonomi.
Mengkaji sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang,
pangan, papan dan memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat
dalam upaya peningkatan kesehatan keluarga.
g. Koping keluarga
1) Stressor jangka panjang dan pendek
2) Respon keluarga terhadap stressor
3) Penggunaan strategi koping
4) Koping yang berhasil dilakukan oleh keluarga
5) Koping disfungsional

h. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan berupa pemeriksaan head to toe untuk
melihat masalah yang ada pada fisik pasien dan dapat digunakan sebagai
data penunjang keperawatan untuk mengakkan diagnosa.
2. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan ditentukan berdasarkan data-data yang
mendukung ditegakannya suatu diagnosa keperawatan. Data yang didapatkan
dalam pengkajian yang meliputi wawancara mengenai faktor- faktor risiko
yang terdapat dalam keluarga tersebut, data hasil observasi yang menunjukkan
adanya akses yang mungkin menyebabkan gangguan kesehatan maka akan
muncul suatu masalah. Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada
keluarga dengan perokok Herdman dan Kamitsuru (2017) yaitu risiko
kerusakan integritas membran mukosa oral.
Berdasarkan diagnosa tersebut, perumusan masalah kesehatan keluarga
akan disusun sesuai prioritasnya dengan proses skoring menggunakan skala
dengan kriteria sifat masalah, kemungkinan masalah dapat diubah, potensial
masalah untuk dicegah, dan menonjolnya masalah (Mubarak, 2009).
Penentuan masalah utama dapat dilakukan dengan cara menentukan
prioritas masalah dengan melakukan skoring.
Skoring :
a. Tentukan skor tiap
kriteria
b. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikalikan bobot
Menentukan nilai = Skor x Bobot
Nilai tertinggi
3. Intervensi keperawatan
Menurut Bulecheck, Butcher, Dochterman dan Wagner (2015) yang di
terjemahkan oleh Nurjannah dan Tumanggor (2016) perencanaan yang
digunakan untuk masalah keperawatan risiko kerusakan integritas membran
mukosa oral berdasarkan dari:

a. NOC (Nursing Outcome Classification): Kontrol Resiko : Penggunaan


Tembakau
Kriteria hasil dari outcome kontrol resiko : penggunaan tembakau dapat
dilihat dari tabel 1.1 sebagai berikut
Tabel 1.1 kriteria hasil Kontrol Resiko : Penggunaan Tembakau
Indikator Awal Tujuan
1. Menggunakan dukungan 3 5
personal untuk mencegah
penggunaan rokok /
tembakau
2. Mencegah situasi yang 3 5
mendukung penggunaan
rokok/tembakau
3. Memanfaatkan dukungan 3 5
Keterangan :
1 : Tidak pernah menunjukan
2 : Jarang menunjukan
3 : Kadang – kadang menunjukan
4 : Sering menunjukan
5 : Secara konsisten menunjukan

NIC : Bantuan Penghentian Merokok (4490)


a. Bertindak sebagai panutan bebas rokok
b. Promosikan kebijakan yang menetapkan dan menegakkan
lingkungan bebas asap rokok
c. Bantu pasien untuk mengenali isyarat yang membuatnya merokok
(misalnya, berada disekitar orang lain yang merokok, sering
mengunjungi tempat – tempat dimana merokok diperbolehkan)
d. Bantu pasien untuk mengembangkan metode praktis untuk menolak
keinginan merokok (misalnya, menghabiskan waktu dengan teman–
teman yang tidak merokok, sering berada ditempat dimana merokok
tidak diperbolehkan, latihan relaksasi)
e. Sarankan untuk merencanakan cara bertahan dari orang lain yang
merokok dan menghindari berada disekitar mereka

b. NOC : Pengetahuan : Promosi Kesehatan (1823)


Tabel 1.2 kriteria hasil promosi kesehatan
Indikator Awal Tujuan
1. Efek kesehatan yang merugikan 3 5
dari penggunaan tembakau
2. Latihan rutin yang efektif 3 5

3. Sumber informasi peningkatan 3 5


kesehatan terkemuka

Keterangan :
1 : Tidak ada pengetahuan
2 : Pengetahuan terbatas
3 : Pengetahuan sedang
4 : Pengetahuan banyak
5 : Pengetahuan sangat banyak

NIC : Pendidikan Kesehatan (5510)


a. Identifikasi faktor internal atau eksternal yang dapat meningkatkan
atau mengurangi motivasi untuk berperilaku sehat
b. Bantu individu, keluarga, dan masyarakat untuk memperjelas
keyakinan dan nilai nilai kesehatan
c. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk menolak perilaku yang
tidak sehat atau beresiko daripada memberikan saran untuk
menghindari atau mengubah perilaku
d. Libatkan individu, keluarga, dan kelompok dalam perencanaan dan
rencana implementasi gaya hidup atau modifikasi perilaku kesehatan
e. Manfaatkan sistem dukungan sosial dan keluarga untuk
meningkatkan efektivitas gaya hidup atau modifikasi perilaku
kesehatan
f. Rencanakan tindak lanjut jangka panjang untuk memperkuat
perilaku kesehatan atau adaptasi terhadap gaya hidup.

c. NOC : Orientasi Kesehatan (1705)


Tabel 1.3 kriteria hasil orientasi kesehatan
Indikator Awal Tujuan

1. Presepsi bahwa kesehatan 3 5


merupakan prioritas tinggi dalam
membuat pilihan gaya hidup.
2. Fokus pada menjaga 3 5
perilaku kesehatan.
3. Fokus pada pencegahan penyakit 3 5

Keterangan :
1 : Sangat lemah
2 : Lemah
3 : Sedang
4 : Kuat
5 : Sangat Kuat

NIC : Peningkatan Kesadaran Kesehatan (5515)


a. Pertimbangkan status kesadaran kesehatan yang terganggu
mengenai kondisi kesehatan keluarga.
b. Berikan pendidikan kesehatan pada anggota keluarga.
c. Gunakan strategi untuk meningkatkan pemahaman kesehatan pada
keluarga.
d. Evaluasi pemahaman pasien terkait dengan kesehatan.

d. NOC : Deteksi Resiko (1908)


Tabel 1.4 kriteria hasil orientasi kesehatan
Indikator Awal Tujuan
1. Mengidentifikasi Kemungkinan Resiko 3 5
Kesehatan
2. Mengenali tandan dan gejala yang
mengindikasikan resiko 3 5

Keterangan :
1. Tidak pernah menunjukkan
2.Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4.Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan

NIC (Nursing Interventions Classification): Identifikasi Risiko (6610)


Intervensi:
a. Kaji ulang data yang didapatkan dari pengkajian risiko secararutin.
b. Diskusikan dan rencanakan aktivitas - aktivitas pengurangan risiko
berkolaborasi dengan individu atau kelompok
c. Implementasikan aktivitas-aktivitas penguranngan risiko.
d. Rencanakan tindak lanjut strategi dan aktivitas pengurangan resiko jangka
panjang
4. Implementasi keperawatan
Tindakan keperawatan adalah implementasi / pelaksanaan dari
rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan
dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditunjukkan pada nursing
order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan
dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Pelaksanaan
tindakan keperawatan yang telah direncanakan dengan menerapkan teknik
komunikasi terapeutik, dalam pelaksanaan perlu melibatkan seluruh
anggota keluarga dan selama tindakan perawat perlu memantau respon
verbal dan non verbal keluarga. (Setiawan, 2016)
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tindakan untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan
dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Komponen untuk
mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan diantaranya yaitu formatif
adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan. Fokus
tipe evaluasi ini adalah aktivitas dan proses keperawatan dan hasil kualitas
pelayanan tindakan keperawatan. Hasil / Sumatif fokus evaluasi ini adalah
perubahan perilaku klien atau status kesehatan klien pada akhir tindakan
keperawatan klien. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan
keperawatan secara paripurna. (Setiawan, 2016)
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G., Butcher, H., Docherman, J., Wagner, C. (2016). Nursing


interventions classification (NIC). Edisi keenam (edisi Bahasa
Indonesia).Terjemahan Oleh Nurjannah, I & Roxsana, D.T. 2016.
Indonesia : Elsevier.
Dinas Kesehatan Provinsi Banten. (2017). Pengertian merokok dan akibatnya.
Banten: Dinkes Banten (online)
(https://dinkes.bantenprov.go.id/read/berita/488/PENGERTIAN-
MEROKOK-DAN-AKIBATNYA.html, diakses pada tanggal 7 februari
2021)

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2017). Laporan kinerja instansi


pemerintah tahun 2017. Jawa Tengah : Dinkes Jateng. (online)
(https://dinkesjatengprov.go.id/v2018/storage/2020/04/LKJIP-DINKES-
2019-cetak-OK.pdf , diakses pada tanggal 7 februari 2021)

Dion, Y & Betan, Y. (2015). Asuhan keperawatan keluarga konsep dan praktik.
Yogyakarta : Nura Medika

Herdman, Heather & Kamitsuru. (2015). Nanda internasional inc, diagnosa


keperawatan definisi & klasifikasi 2018-2020. Jakarta : EGC.

Moorhead, S., Marion, J., Meridean L.M., Elizabeth, S. (2016). Nursing outcomes
classification (NOC) pengukuran outcomes kesehatan. Edisi kelima.
Indonesia : ELSEVIER.

Ratnasari, M. (2017). Hubungan kebiasaan merokok. Fakultas ilmu kesehatan


Purwokerto: UMP

Setiana,I.A. ( 2016). Asuhan keperawatan keluarga. Fakultas ilmu kesehatan.


Purwokerto: UMP

Sumerti, N.N. (2016). Merokok dan efeknya terhadap kesehatan gigi dan rongga
mulut. Jurnal Kesehatan Gigi, 4(2), 49-58. (online)
(http://www.poltekkes-denpasar.ac.id/keperawatangigi/wp-
content/uploads/2017/02/1.-Merokok.pdf), diakses pada tanggal 7 februari
2021)

Anda mungkin juga menyukai