Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MANAJEMEN PERBANKAN SYARI’AH

JASA-JASA PELENGKAP PADA BANK SYARI’AH

Kelompok 4 (empat) :

- Repdinal habibi (220.04.013)


- Yulia listiani (220.04.008)
- Heriyanto (220.04.017)

Dosen pembimbing : Khumaidi,M.E

PERBANKAN SYARI’AH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) DARUL ‘ULUM


SAROLANGUN TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT,


yang telah senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya ke pada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “manajer dan lingkungan eksternal
organisasi”. Kemudian shalawat beriringkan salam senantiasa kito mohonkan kepada-Nya
agar selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW yang telah
menyampaikan risalah-Nya kepada kita sehingga menjadikan kita manusia yang beradab
dan berilmu pengetahuan.
Dalam penulisan makalah ini, penulis merasa banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu,
kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan
makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada dosen yang telah memberikan tugas, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini.

Sarolangun, 21 maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………… i


DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..……… ii
BAB I
PENDAHULUAN ……………………………………………………………………..… 1
A. Latar belakang
……………………………………………………………………….. 1
B. Rumusan masalah
……………………………………………………………………. 1
C. Tujuan makalah
……………………………………………………………………… 1
BAB II
PEMBAHASAN ………………………………………………………………………… 2
A. Wakalah
……………………………………………………………………………… 2
B. Kafalah
………………………………………………………………………………. 4
C. Sharf
………………………………………………………………………………… 6
D. Hawalah
……………………………………………………………………………… 7
E. rahn …………………...
…………………………………………………………….. 10
BAB III
PENUTUP ……………………………………………………………………………… 13
Kesimpulan ……………..……………………………………………………………… 13
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Transaksi jasa-jasa syari’ah merupakan akad pelengkap dilembaga keuangan
syari’ah. Akad-akad berbasis jasa biasanya digunakan untuk memfasilitasi kebutuhan
nasabah atau konsumen akan jasa keuangan yang tidak biasa dilakukan sendiri oleh
nasabah tersebut. Jasa-jasa pelengkap tersebut antara lain : transfer, pembayaran
listrik, telepon, air, jasa penukaran mata uang, jasa gadai, jasa titipan barang, atau
uang dan jasa lainnya. Jasa-jasa tersebut merupakan sumber pendapatan lembaga
keuangan selain kegiatan operasi utama. Akad-akad yang akan dibahas dalam bab ini
antara lain wakalah, kafalah, sharf, hawalah dan rahn. Masing-masing akad akan
dibahas mengenai pengertian, landasan hukum, dan aplikasi akad dalam jasa-jasa
syari’ah.

B. Rumusan masalah
Dari latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah Bagaimana konsep,
landasan fiqh, dan dan perilaku akutansi wakalah,kafalah, sharf, hawalah dan rahn.

C. Tujuan makalah
Tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui transaksi jasa-jasa syari’ah dilembaga keuangan syari’ah.
2. Untuk mengetahui aplikasi akad dalam jasa-jasa syari’ah
3. Untuk mengetahui konsep dasar, landasan hukum, serta pengakuan dan
pengukuran dalam lembaga keuangan syari’ah.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Al-wakalah
1. Pengertian al-wakalah
Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama
kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang mewakili. Pihak kedua
hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang diberikan oleh pihak
pertama, maka semua resiko dan tanggung jawab dilaksanakannya perintah tersebut
sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak pertama atau pemberi kuasa.
2. Landasan syari’ah
Islam mensyariatkan al-wakalah karena manusia membutuhkannya. Tidak semua
orang mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk menyelesaikan segala
urusanya sendiri. Pada suatu kesempatan, seseorang perlu mendelegasikan suatu
pekerjaan kepada orang lain untuk mewakili dirinya.
a. Al-qur’an
Salah satu dasar diperbolehkannya al-wakalah adalah firman Allah SWT
berkenaan dengan kisah ash-habul kahfi, dalam surah al kahfi ayat 19.

‫َو َك ٰذل َِك َب َع ْث ٰن ُه ْم لِ َي َت َس ۤا َءلُ ْوا َب ْي َن ُه ۗ ْم َقا َل َق ۤا ِِٕٕى ٌل ِّم ْن ُه ْم َك ْم َل ِب ْث ُت ۗ ْم َقالُ ْوا َل ِب ْث َنا َي ْومًا‬
ٓ ٖ‫ض َي ْو ۗ ٍم َقالُ ْوا َر ُّب ُك ْم اَعْ َل ُم ِب َما َل ِب ْث ُت ۗ ْم َفاب َْع ُث ْٓوا اَ َحدَ ُك ْم ِب َو ِر ِق ُك ْم ٰهذِه‬ َ ْ‫اَ ْو َبع‬
ْ‫ظرْ اَ ُّي َهٓا اَ ْز ٰكى َط َعامًا َف ْل َيأْ ِت ُك ْم ِب ِر ْز ٍق ِّم ْن ُه َو ْل َي َت َل َّطف‬ ُ ‫ِا َلى ْال َم ِد ْي َن ِة َف ْل َي ْن‬
‫َواَل ُي ْشع َِرنَّ ِب ُك ْم اَ َح ًدا‬

Artinya : “dan demikianlah kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya
diantara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka : “sudah berapa
lamakah kamu berada (disini) ?” mereka menjawab: “ kita berada (disini) sehari atau
setengah hari”. Kata (yang bertanya lagi): tuhan kamu lebih mengetahui berapa
lamanya kamu berada (disini). Maka suruhlah salah seorang diantara kamu untuk

2
pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah
makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-
kali menceritakan halmu kepada seorang pun”. (QS. Al-kahfi:19)1
Ayat ini melukiskan perginya salah seorang ash-habul kahfi yang bertindak untuk
dan atas nama rekan-rekannya sebagai wakil mereka dalam memilih dan membeli
makanan.
b. Al hadis
Dalam hadis disebutkan Rasulullah SAW pernah mewakilkan kepada ‘Urwah Al-
bariqi untuk membeli domba.2
Nabi shallallahu alaihi wa sallam mewakilkan amr bin umayyah adh-dhomriy
untuk mmenerima akad nikahnya umi habibah dan abu rafi untuk melakukan qabul
atau menerima akad pernikahan maimunah.3
c. Ijma’
Secara ijma’ juga dijelaskan Bahwa dalam kitab al-mughni disebutkan ulama
sepakat dibolehkannya wakalah.4
d. Qiyas
Bahwa kenutuhan manusia menuntut adanya wakalah karena tidak setiap orang
mampu menyelesaikan urusan sendiri secara langsung sehingga ia membutuhkan
orang lain untuk menggantikannya sebagai wakil.
3. Rukun wakalah
a. Dua orang yang melakukan transaksi, yaitu orang yang mewakili dan yang
menjadi wakil.
b. Sighot (lafadz)
c. Muwakal fih (sesuatu yang diwakilkan)
4. Syarat wakalah
a. Adanya kecakapan hukum bagi pemberi dan penerima wewenang serta adanya
kemampuan dari kedua belah pihak untuk melakukan pekerjaan yang dilimpahkan.
b. Misal salam jual beli unsure kejelasan barang seperti jenis, sifat dan harga

1
QS,Al-kahfi (18):19
2
Abdullah bun Muhammad Ath-Thayyar, Ensiklopedia fiqh nuammalah dalam pandangan 4 madzhab,
(Yogyakarta: Maktabah Al-hanif), 2009, hlm.252
3
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh,hlm 46-47
4
Ibnu Qudamah, al-mughni (Riyad : Dar ‘alam al-kutub, 1997), jus VII, hlm, 197.

3
5. Macam-macam wakalah
a. Wakalah disertai imbalan
b. Wakalah tidak disertai imbalan
6. Aplikasi wakalah dalam perbankan syari’ah
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan
kekuasaan kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu.
Dalam hal ini bank mendapatkan upah atau biaya administrasi atas jasa tersebut.
Contohnya, bank mewakili sekolah atau universitas sebagai penerima biaya SPP dari
para pelajar untuk biaya studi dan contoh jasa transfer.

Produk jasa akad


Transfer valuta asing wakalah

7. Dasar hukum
Dalam konteks perbankan syari’ah, dasar hukum wakalah adalah UU No. 10
Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, pasal 1 ayat
(23) tentang prinsip syari’ah; UU No. 21 Tahun 2008, pasal 1 ayat (28) dan pasal 19
ayat (1) huruf o; dan beberapa peraturan bank Indonesia (PBI) yang juga sebagai
dasar hukum akad berdasarkan prinsip syari’ah. Pengertian wakalah menurut fatwa
DSN MUI No. 10/DSN-MUI/IV/2000 yaitu “pelimpahan kekuasaan oleh suatu pihak
kepihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan”.

B. Kafalah
1. Pengertian kafalah
Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak
ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam
pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggungjawab seseorang dijamin
dengan berpegang kepada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.
2. Landasan syari’ah
a. Al-qur’an
Dasar hukum untuk akad member kepercayaan ini dapat dipelajari dalam al-
qur’an pada bagian yang mengisahkan Nabi Yusuf,

4
‫اع ْال َملِكِ َولِ َمنْ َج ۤا َء ِبهٖ ِحمْ ُل َب ِعي ٍْر وَّ اَ َن ۠ا ِبهٖ َزعِ ْي ٌم‬
َ ‫َقالُ ْوا َن ْف ِق ُد ص َُو‬

Artinya : Mereka menjawab, “Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat
mengembalikannya akan memperoleh (bahan makanan seberat) beban unta, dan aku
jamin itu.”(QS Yusuf : 72)5
Kata za’im berarti pinjaman dalam surah yusuf tersebut adalah gharim, orang
yang bertanggung jawab atas pembayarannya.
b. Al-hadis
“kami pernah berada disisi Rasulullah SAW kemudian didatangkan jenazah, lalu
orang-orang berkata: “wahai Rasulullah SAW, shalatkanlah dia. Beliau bertanya,
apakah dia dia meninggalkan sesuatu? Mereka menjawab, tidak. Beliau bertanya :
apakah ia meninggalkan hutang? Mereka menjawab “tiga dinar”. Beliau bersabda:
shalatlah kalian atas teman kalian. Abu Qatadah berkata: “shalatilah dia, wahai
rasulullah dan aku yang menjamin (pembayaran) utangnya. Kemudian beliau
menshalatinya”.(HR. Ahmad, Bukhari dan nasa’i).6
c. Ijma’
Bahwa ulama sepakat tentang kafalah berdasarkan hadis diatas.
3. Rukun al-kafalah
a. Penjamin (kafil), yaitu dewasa dan berakalserta cakap hukum.
b. Orang yang berhutang (ashil)
c. Orang yang berpiutang (makful lahu)
d. Utangnya (makful bihi)
e. Sighot
4. Macam-macam kafalah
a. Kafalah bin nafs, yaitu akad yang memberikan jaminan atas dirinya.
b. Kafalah bil-maal, yaitu jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang.
c. Kafalah bit-taslim, yaitu dilakukan untuk menjamin pengembalian atas barang
yang disewa pada waktu masa sewa berakhir.
d. Kafalah bi al-darak, yaitu penjaminan untuk melakukan pengejaran terhadap
sesuatu yang keliru.

5
QS Yusuf (12) : 72
6
Ahmad, Bukhari dan nasa’i

5
5. Aplikasi kafalah dalam perbankan syari’ah
Secara teknis perbankan syari’ah kafalah merupakan jasa penjaminan nasabah
dimana bank bertindak sebagai peminjam (kafil) sedangkan nasabah sebagai pihak
yang dijamin (makful lahu).
6. Dasar hukum
Kafalah sebagai akad yang dipergunakan untuk produk jasa perbankan syari’ah
disebut oleh UU No. 21 Tahun 2008 dalam pasal 19 ayat (1) dan (2) huruf i. kafalah
dalam ayat ini adalah merupakan salah satu alternatif pilihan, disamping ijarah,
masyarakat, mudharabah, murabahah dan hawalah untuk kegiatan usaha umum bank
syari’ah.
7. Tujuan/manfaat kafalah
 Bagi bank sebagai sumber pendapatan dalam bentuk imbalan/fee/ujroh.
 Bagi nasabah meningkatkan kelayakan ataupun creditworthiness sehingga mudah
diterima sebagai rekan usaha.

C. Sharf
1. Pengertian sharf
Menurut bahasa sharf memiliki beberapa arti yaitu kelebihan, tambahan atau
menolak. Adapun secara terminologinya sharf adalah pertukaran dua jenis barang
berharga atau jual beli uang atau disebut juga valas. Atau jual beli antara barang
sejenis secara tunai. Atau pertukaran antara mata uang suatu negara dengan mata uang
negara lainnya.
2. Landasan syari’ah
a. Al qur’an
Dijelaskan dalam surah an-nisa’ ayat 29

َ َ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْوا اَل َتأْ ُكلُ ْٓوا ا‬
َ ‫مْوا َل ُك ْم َب ْي َن ُك ْم ِب ْالبَاطِ ِل ِآاَّل اَنْ َت ُك ْو َن ت َِج‬
‫ار ًة‬
‫هّٰللا‬
‫ان ِب ُك ْم َر ِح ْيمًا‬ َ ‫اض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل َت ْق ُتلُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِنَّ َ َك‬ ٍ ‫َعنْ َت َر‬
Artinya :” hai orang-orang yang beriman, jangan lah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku

6
dengan suka sama-suka diantara kamu dan janganlah kamu membunuh
dirimu,sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu” (Q.S An-nisa’:29)7

b. Hadist
Dan dijelaskan dalam hadis berikut :
“menjual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, garam
dengan garam (apa bila sejenis) maka harus sama (kualitas dan kuantitasnya) maka
jualbelikanlah sekehendakmu secara tunai.” (HR. Muslim dan Ahmad)8
3. Rukun sharf
a. Pelaku, terdiri atas pembeli dan penjual
b. Objek akad berupa mata uang
c. Ijab Kabul/ serah terima
4. Syarat-syarat sharf
a. Pelaku, harus cakap hukum dan baligh
b. Objek akad
c. Ijab Kabul
5. Tujuan/manfaat sharf
a. Bagi bank
1) Menyediakan mata uang (valuta asing) yang dibutuhkan nasbah
2) Mendapatkan keuntungan dari selisih kurs (nilai tukar) dalam hal penukaran mata
uang yang berbeda
b. Bagi nasabah memperoleh mata uang yang diperlukan untuk berinteraksi
D. Hawalah
1. Pengertian hawalah
Al-hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berhutang kepada orang lain
yang wajib menanggungnya. Dalam istilah para ulama, hal ini merupakan
pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan
muhal’alaih (orang yang berkewajiban membayar hutang).
Secara etimologi hawalah atau hiwalah berasal dari kata hala asy-syai’ haulan
berarti berpindah. Adapun hawalah secara terminology adalah memindahkan utang
dari tanggungan muhil (orang yang memindahkan) kepada tanggungan muhal’alaih
7
QS. An-nisa (4):29
8
HR. Muslim dan Ahmad

7
(orang yang berutang kepada muhil). Hawalah menurut pasal 20 ayat (13) komplikasi
hukum ekonomi syari’ah adalah pengalihan hutang dari muhl al-ashil kepada
muha’alaih.
2. Landasan syari’ah
Hawalah dibolehkan berdasarkan sunnah dan ijma’.
a. Sunnah
Imam bukhari dan Muslim meriwayatkan dari abu hurairah bahwa Rasulullah
SAW. Bersabda,
“ menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kezaliman dan jika
salah seorang dar kamu diikutkan (di hawalahkan) kepada orang yang mampu/kaya,
terimalah hawalah itu “.9
Pada hadist tersebut, Rasulullah memberitahukan kepada orang yang mengutang,
jika orang yang berhutang meng-hawalahkan kepada orang yang kaya/mampu,
hendaklah ia menerima hawalah tersebut dan hendaklah ia menagih kepada orang
yang di hawalahkan (muhal’alaih). Dengan demikian haknya dapat terpenuhi.

b. Ijma’
Ulama sepakat memperbolehkan hawalah. Hawalah dibolehkan pada utang yang
tidak berbentuk barang/benda karena hawalaah adalah perpindahan utang. Oleh sebab
itu, harus pada utang atau kewajiban finansial.
3. Rukun dan syarat hawalah
Rukun hawalah/perpindahan hutang terdiri atas:
a. Muhil/peminjaman : orang yang berhutang dan yang member piutang
b. Muhal/pemberi pinjaman : orang yang berpiutang kepada muhil
c. Muhal’alaih/penerima hawalah
d. Muhal bihi/utangnya
e. Akad
Syarat hawalah menurut kompilasi hukum ekonomi syari’ah adalah sebagai berikut:
a. Para pihak yang melakukan akad hawalah/pemindahan utang harus memiliki
kecakapan hukum (pasal 362)

9
Imam bukhari dan Muslim

8
b. Peminjaman harus memberitahu kepada pemberi pinjaman bahwa ia akan
memindahkan utangnya kepada pihak lain
c. Persetujuan pemberi pinjaman mengenai rencana peminjaman hutang adalah syarat
diperbolehkannya akad hawalah/pemindahan utang.
d. Akad hawalah/pemindahan utang dapat dilakukan jika pihak penerima
hawalah/pemindahan utang menyetujui keinginan peminjam (pasal 363 ayat 1 s/d
ayat3).
4. Pembagian hawalah
Ditinjau dari segi objek akad, mazhab hanafi membagi dua bentuk hawalah, yaitu:
a. Hawalah haq/pemindahan hak.
b. Hawalah dain/pemindahan utang.
Ditinjau dari sisi lain hawalah terbagi dua pula, yaitu :
a. Hawalah muqayyadah (pemindahan bersyarat) : Pemindahan sebagai ganti dari
pembayaran hutang pihak pertama kepada pihak kedua.
b. Hawalah mutlaqah (pemindahan mutlak) : pemindahan hutang yang tidak ditegaskan
sebagai ganti dari pembayaran hutang pihak pertama kepada pihak kedua.
5. Aplikasi dalam perbankan
Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada hal-hal berikut :
a. Factoring, dimana nasabah memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan
piutang itu kepada bank, bank lalu membayar piutang tersebut dan menagihnya dari
pihak ketiga itu.
b. Post date check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa membayar dulu
piutangtersebut.
c. Bill discounting, secara prinsip ini serupa dengan hawalah. Hanya saja dalam bill
discounting, nasabah membayar fee, sedangkan pembahasan fee tidak didapati dalam
kontrak hawalah.
6. Manfaat hawalah
a. Memungkinkan penyelesaian utang dan piutang dengan cepat.
b. Tersedianya talangan dana untuk hibah bagi yang membutuhkan.
c. Dapat menjadi salah satu fee-based income/sumber pendapatan non pembiayaan bagi
bank syari’ah.

9
E. Rahn
1. Pengertian rahn
Rahn adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis.
Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil
kemball seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana rajn adalah jaminan
utang atau gadai.
Rahn secara etimologi, berarti tetap dan kekal(terus menerus). Adapun rahn
secara terminologi adalah menjadikan harta benda sebagai jaminan utang agar utang
itu dilunasi (dikembalikan), atau dibayarkan harganya jika tidak dapat
mmengembalikannya.
2. Landasan syari’ah
a. Al-qur’an

ۖ ‫وض ٌة‬ َ ‫َو إِ ْن ُك ْن ُت ْم َع َل ٰى َس َف ٍر َو َل ْم َت ِج ُد وا َك ات ًِب ا َف ِر َه انٌ َم ْق ُب‬


‫ض ا َف ْل ُي َؤ ِّد الَّ ِذ ي ْاؤ ُت ِم َن أَ َم َان َت ُه َو ْل َي َّت ِق‬ ُ ْ‫َف إِ ْن أَ ِم َن َب ع‬
ً ْ‫ض ُك ْم َب ع‬
َّ ‫هَّللا َ َر َّب ُه ۗ َو اَل َت ْك ُت ُم وا‬
ۗ ‫الش َه ادَ َة ۚ َو َم ْن َي ْك ُت مْ َه ا َف إِ َّن ُه آث ٌِم َق ْل ُب ُه‬
َ ُ‫َو هَّللا ُ ِب َم ا َت عْ َم ل‬
ٌ‫ون َع لِيم‬

Artinya : “jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperbolehkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang yang
dipegang, (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menuanaikan amanatnya
(hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah tuhannya : dan janganlah kamu
(para saksi) menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa
hatinya, dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-baqarah :
283)10
10
QS. Al-baqarah (2):283

10
b. Al hadis
“Aisyah r.a berkata bahwa Rasulullah SAW membeli makanan dari seorang yahudi
dan beliau menjaminkan kepadanya baju besinya”. (HR. Bukhari no. 1926, kitab al-
bayu dan muslim)11
c. Ijma’
“ bahwa kaum muslimin sepakat diperbolehkan rahn (gadai) secara syariat ketika
berpergian (safar) dan ketika dirumah (tidak berpergian) kecuali mujahit berpendapat
rahn (gadai) hanya berlaku ketika berpergian berdasarkan ayat diatas”.
3. Rukun rahn
Rukun rahn (gadai) ada empat, yaitu :
a. Barang yang digadaikan (borg)
b. Adanya untang
c. Siqhot (akad/ ijab Kabul)
d. Aqid (yang berakad), yang menggadaikan(rahin) dan yang menerima gadai
(murtahin)
4. Aplikasi rahn dalam perbankan syaria’ah
Kontrak rahn dipakai dalam perbankan ada dua hal berikut:
a. Sebagai produk pelengkap
b. Sebagai produk tersendiri
5. Manfaat rahn
Manfaat yang dapat diambil oleh bank dari prinsip rahn adalah sebagai berikut :
a. Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas
pembiayaan yang diberikan bank
b. Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang depositio bahwa
dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada
suatu asset atau barang yang dipegang oleh bank
c. Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, barang tentu akan sangat
membantu saudara kita yang kesulitan dana, terutama didaerah-daerah.
d. Jumhu ulama berpendapat bahwa murtahin tidak boleh mengambil suatu manfaat
barang gadai tersebut meskipun rahin mengijinkannya, karena hal ini termasuk

11
HR. Bukhari dan muslim

11
kepada utang yang dapat menarik manfaat, kerena hal ini sehingga bila dimanfaatkan
termasuk riba.

BAB III
PENUTUP

12
Kesimpulan
Hawalah adalah pengalihan utang dari orang berutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya.
Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang kepada yang lain dalam hal-hal
yang diwakilkan.
Rahn adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas pinjaman
yang diterimanya.
Sharf adalah pertukaran dua jenis barang berharga atau jual beli uang atau disebut juga
valas.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bun Muhammad Ath-Thayyar, Ensiklopedia fiqh nuammalah dalam pandangan


4 madzhab,(Yogyakarta: Maktabah Al-hanif), 2009, hlm.252
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh,hlm 46-47
Ibnu Qudamah, al-mughni (Riyad : Dar ‘alam al-kutub, 1997), jus VII, hlm, 197.
HR. Ahmad, Bukhari dan nasa’i
HR. Muslim dan Ahmad
HR. Bukhari dan muslim
Imam bukhari dan Muslim
QS. Al-baqarah (2):283
QS. An-nisa (4):29
QS,Al-kahfi (18):19
QS Yusuf (12) : 72

Anda mungkin juga menyukai