Anda di halaman 1dari 35

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian perancangan instalasi listrik pada blok Pasar Modern dan

Apartemen di Gedung Kawasan Pasar Terpadu Blimbing Malang yang sesuai

dengan standar PUIL dan standar yang ada. Dalam instalasi penerangan

buatan ditentukan intensitas penerangan (lux) dan kapasitas AC pada instalasi

daya listrik yang sesuai dengan fungsi ruang. Untuk penentuan kabel sebesar

1,25 kali besar arus nominal sebagai faktor keamanan. Dari analisis yang

dilakukan dapat disimpulkan bahwa total daya yang dibutuhkan untuk

menyuplai blok pasar modern dan apartemen digedung kawasan pasar terpadu

sebesar 669490 VA yang dibagi menjadi 5 MEE. MEE Condotel sebesar

224580 VA, MEE Apartemen 156117 VA, MEE 1 sebesar 126000 VA, MEE

2 sebesar 124560 VA dan untuk motor sebesar 37333 VA. Dengan drop

tegangan di beban terjauh dari MDP yaitu sebesar 7,41 volt atau sebesar 3,

37%.

Adapun penelitian yang lain yaitu Gedung Harco Glodok Jakarta yang

merupakan bangunan komersial yang bergerak bidang jasa perbelanjaan di

Jakarta. Gedung Harco Glodok Jakarta terdiri dari 17 lantai, termasuk lantai

basement, lantai utama dan lantai parkir. Beban-beban listrik yang terpasang

pada gedung Harco Glodok Jakarta antara lain beban penerangan (lampu-

lampu) serta beban tenaga (stop kontak) dan beban tenaga motor-motor listrik

(AC, lift, eskalator dan lain-lain), yang tentunya membutuhkan suplai daya

listrik yang cukup besar. Daya listrik yang terpasang di Gedung Harco Glodok

5
6

Jakarta sebesar 5.981,954 kW. Daya yang disuplai sebesar 6.660 kVA

dari PLN dan kapasitas total daya pada transformator sebesar 8.750kVA dan

generator-set berkapasitas sebesar 8.000kVA. Dimana sistem back up suplai

daya listriknya di suplai penuh oleh generator-set.

2.2 Jaringan Distribusi Listrik

Sistem distribusi listrik merupakan bagian dari sistem tenaga listrik.

Sistem distribusi listrik bertujuan menyalurkan tenaga listrik dari sumber daya

listrik atau pembangkit sampai kepada konsumen melalui jaringan distribusi.

Jaringan distribusi adalah kumpulan dari interkoneksi bagian - bagian

rangkaian listrik dari sumber daya sampai saklar-saklar pelayanan pelanggan

seperti ilustrasi pada Gambar 2.1 Sistem Tenaga Listrik berikut :

Gambar 2.1 Sistem Tenaga Listrik


Sumber : Samuel Aris Santoso, 2016
2.2.1 Jaringan Distribusi Primerh

Jaringan distribusi primer adalah jaringan distribusi daya listrik yang

bertegangan menengah (20 kV). Jaringan distribusi primer merupakan

jaringan penyulang. Jaringan ini berawal dari sisi sekunder trafo daya

yang terpasang pada gardu induk hingga ke sisi primer trafo distribusi.

2.2.2 Jaringan Distribusi Sekunder

Jaringan distribusi sekunder adalah jaringan daya listrik yang

bertegangan rendah (sistem 380/220 volt), yaitu rating yang sama dengan

peralatan yang dilayani. Jaringan distribusi sekunder bermula dari sisi


7

sekunder trafo distribusi dan berakhir hingga ke alat ukur (meteran)

pelanggan. Sistem jaringan distribusi sekunder ini disalurkan kepada

pelanggan melalui kawat berisolasi.

2.3 Transformator

Transformator adalah suatu peralatan listrik yang dapat memindahkan dan

mengubah energi listrik dari suatu rangkaian listrik yang lain melalui suatu

gandengan magnet berdasarkan prinsip-prinsip induksi elektromagnetik. Pada

umumnya transformator terdiri dari sebuah inti yang terbuat dari besi berlapis

dan dua buah kumparan, yaitu kumparan primer dan kumparan sekunder.

Gambar 2.2 Trafo Distribusi

Sumber : Gedung Parkir dan Terminal Intermoda Joyoboyo, 2020

Arus nominal pada transformator daya dapat ditentukan dengan persamaan

berikut :

Arus nominal pada sisi primer :

S
IN1 = ....................................................................................................(2.1)
Vp x √ 3

Arus nominal pada sisi sekunder :

S
IN2 = ....................................................................................................(2.2)
Vs x √ 3
8

Dimana :

IN1 = Arus nominal transformator daya sisi primer

IN2 = Arus nominal transformator daya sisi sekunder

S = Daya pada transformator

Vp = Tegangan pada sisi primer

Vs = Tegangan pada sisi sekunder

Hubungan antara tegangan primer, jumlah lilitan primer, tegangan

sekunder, dan jumlah lilitan sekunder, dapat dinyatakan dalam persamaan:

Vp Np
= ..............................................................................................................(2.3)
Vs Ns

Keterangan :

Vp = tegangan primer (volt)

Vs = tegangan sekunder (volt)

Np = jumlah lilitan primer

Ns = jumlah lilitan sekunder

2.4 Panel Listrik

Panel Listrik merupakan suatu kotak yang berfungsi untuk menempatkan

peralatan proteksi listrik dan kelengkapannya seperti circuit breaker, busbar,

current transformer, potential transformer, peralatan ukur tegangan, arus dan

lain-lan seperti gambar 2.3 Panel Distribusi yang berada pada terminal

intermoda joyoboyo.
9

Gambar 2.3 Panel Distribusi

Sumber : Gedung Parkir dan Terminal Intermoda Joyoboyo,2020

2.4.1 Panel Distribusi

Panel distribusi ini dibagi menjadi dua tingkatan yaitu:

a. Main Distribution Panel (MDP)

Panel ini menghubungkan tenaga listrik dari sumber tegangan dengan Sub

Distribution Panel (SDP) dan disuplai langsung oleh transformator atau

genset sebagai tenaga cadangan. Untuk pengaman diberi Air Circuit

Breaker (ACB) pada tiap bagian busbarnya. Sebelum masuk ke SDP juga

diberi pengaman ACB atau untuk arus yang lebih kecil dipakai Moulded

Case Circuit Breaker (MCCB).

b. Sub Distribution Panel (SDP)

Panel ini berfungsi menghubungkan tenaga listrik dari MDP menuju ke

area tertentu yang terdiri atas beberapa grup. Sebelum menuju ke grup-

grup tersebut juga diberi pengaman yang biasanya berupa MCCB atau

MCB, tergantung arus yang dilewatkan.

2.4.2 Komponen Panel

Panel distribusi terdiri atas komponen yang pada umumnya sama

untuk semua jenis panel distribusi. Komponen-komponen tersebut adalah:


10

1. Busbar

Busbar adalah batang konduktor yang terbuat dari aluminium atau

tembaga berbentuk persegi panjang. Fungsi busbar adalah untuk

mempermudah wiring didalam panel dengan mengelompokkan masing-

masing fasa kedalam batang busbar. Menurut standar PUIL,

pengelompokkan warna busbar adalah sebagai berikut:

a. Warna merah untuk fase R

b. Warna kuning untuk fase S

c. Warna hitam untuk fase T

d. Warna biru untuk fase N

2. Pengaman

Salah satu faktor teknis yang perlu diperhatikan dalam penyediaan

penyaluran daya listrik adalah kualitas daya. Faktor ini meliputi stabilitas

tegangan, kontinuitas pelayanan, keandalan pengaman, kapasitas daya

yang sesuai kebutuhan dan lain sebagainya. Dalam hal keandalan

pengaman, tidak berarti penyediaan daya yang baik adalah yang tidak

mengalami gangguan. Sebaliknya pengaman yang baik adalah yang

langsung merespon atau trip ketika terjadi gangguan.

Jenis gangguan yang paling sering terjadi dalam keadaan sistem

berjalan normal adalah gangguan arus lebih atau beban lebih. Jenis

gangguan lain yang sering terjadi adalah gangguan arus hubung sungkat

atau short circuit.

3. Sekering (Fuse)

Sekering atau fuse berfungsi untuk mengamankan sistem instalasi dari


11

kemungkinan terjadinya arus hubung singkat atau beban lebih. Fuse

bekerja berdasarkan besar arus yang melewatinya, jika besar arus yang

lewat melebihi kemampuan fuse maka fuse akan putus atau bagian dalam

fuse yang menghubungkan kedua terminal langsung lebur atau meleleh.

Untuk membedakan dari Circuit Breaker, sekering atau fuse memiliki ciri

spesifikasi sebagai berikut:

a. Bekerja langsung apabila batasan arus dalam rangkaian terlewati.

b. Tidak mampu menghubungkan kembali rangkaian secara otomatis

setelah terjadi gangguan.

c. Bekerja pada fase tunggal.

4. Metering

Metering pada umumnya terdapat pada panel-panel untuk mengetahui

tegangan kerja dari sistem yang ditangani oleh suatu panel dan berapa arus

yang dibutuhkan beban dari sistem tersebut. Metering yang biasa terdapat

dalam panel adalah voltmeter dan amperemeter.

5. Circuit Breaker (CB)

Fungsi dari circuit breaker adalah untuk memutuskan atau

menghubungkan rangkaian pada saat berbeban atau tidak berbeban serta

akan membuka apabila terjadi gangguan arus lebih atau arus hubung

singkat. Circuit breaker dapat berfungsi sebagai saklar dalam kondisi

normal maupun tidak, serta dapat memutus arus lebih dan arus hubung

singkat.

Circuit breaker dapat dipasang untuk dua tujuan dasar yaitu:

a. Berfungsi selama kondisi pengoperasian normal, yaitu untuk


12

menghubungkan maupun memutus rangkaian dalam keadaan

berbeban. Dengan tujuan untuk pengoperasian dan perawatan

rangkaian maupun beban.

b. Bekerja dalam kondisi operasional yang tidak normal, misalnya terjadi

arus lebih atau arus hubung singkat. Arus lebih dan arus hubung

singkat dapat merusak peralatan dan instalasi suplai daya jika

dibiarkan mengalir didalam rangkaian dalam kondisi yang cukup lama.

Jenis circuit breaker yang banyak digunakan untuk perlengkapan

instalasi listrik yaitu:

a. MCB (Miniature Circuit Breaker)

b. MCB adalah pengaman yang digunakan sebagai pemutus rangkaian,

baik arus nominal maupun arus gangguan. MCB merupakan

kombinasi fungsi fuse dan fungsi pemutus arus. MCB dapat digunakan

sebagai pengganti fuse yang dapat juga untuk mendeteksi arus lebih.

Rating arus yang tersedia 1A – 125A dan memiliki karakteristik arus

trip yang tetap

Gambar 2.4 Miniature Circuit Breaker (MCB)

Sumber : BrosurSchneider Electric, 2019

c. MCCB (Moulded Case Circuit Breaker)

d. MCCB adalah pengaman yang digunakan sebagai pemutus arus


13

rangkaian, baik arus nominal maupun arus gangguan. MCCB

mempunyai unit trip, dimana dengan adanya unit trip tersebut kita

dapat menggeser Ir (merupakan pengaman terhadap arus lebih) dan Im

(merupakan pengaman terhadap arus hubung singkat). Rating arus

yang tersedia 16A – 1250A dan memiliki karakteristik arus trip yang

dapat diatur sesuai kebutuhan.

Gambar 2.5 Moulded Case Circuit Breaker (MCCB)

Sumber : Brosur Schneider Electric, 2019

e. ACB (Air Circuit Breaker)

f. ACB adalah pengaman yang digunakan sebagai pemutus arus

rangkaian baik arus nominal maupun arus gangguan. Cara kerjanya

hampir sama dengan MCCB tetapi dengan menggunakan udara.

Rating arus yang tersedia 800A – 6300A dan memiliki karakteristik

arus trip yang dapat diatur sesuai kebutuhan.


14

Gambar 2.6 Air Circuit Breaker (ACB)

Sumber : Brosur Schneider Electric, 2019

2.5 Sistem Pencahayaan

2.5.1 Definisi Cahaya

Cahaya adalah suatu gejala fisis. Suatu sumber cahaya memancarkan

energi. Sebagian dari energi ini diubah menjadi cahaya tampak. Cahaya

merupakan bagian dari spektrum elektromagnetik yang dirasakan oleh

mata kita dengan panjang gelombang berkisar antara 380-780 nm seperti

tabel 2.1 Panjang Gelombang dibawah ini,

Tabel 2.1 Panjang Gelombang


Sumber : Sulistyowati, ST.MT , 2012
Warna Panjang Gelombang (mµ)

Ungu 380-420
Biru 420-495
Hijau 495-566
Kuning 566-589
Jingga 589-627
Merah 627-780

2.5.2 Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya adalah arus cahaya dalam satuan lumen yang

didefinisikan setiap sudut ruang (pada arah tertentu) oleh sebuah sumber

cahaya, yakni lilin. Satuan intensitas cahaya yaitu candela (Cd).

Intensitas cahaya (I) dapat dinyatakan sebagai perbandingan arus cahaya

(lm) dengan sudut ruang (ɷ)

F
I= (Cd) .............................................................................................(2.4)
ω

Keterangan:

I = Intensitas Cahaya (Cd)


15

F = Fluks cahaya (Lm)

ɷ = Sudut Ruang (Steradian)

2.5.3 Fluks Cahaya

Fluks Cahaya adalah jumlah cahaya yang dipancarkan oleh sumber

cahaya. Lambang fluks cahaya adalah F atau Ø dan satuannya dalam

lumen (lm). Satu lumen adalah fluks cahaya yang dipancarkan dalam 1

steradian dari sebuah sumber cahaya 1 Cd pada pemukaan bola dengan

jari-jari R = 1 m.

Gambar 2.7 Fluks Cahaya

Sumber : Sulistyowati, ST.MT , 2012


Jika fluks cahaya dikaitkan dengan daya listrik maka: Satu watt cahaya

dengan panjang gelombang 555 mµ sama nilainya dengan 680 lumen.

2.5.4 Luminasi

Luminasi adalah suatu ukuran terangnya suatu benda baik pada

sumber cahaya maupun pada suatu permukaan. Luminasi yang terlalu

besar akan menyilaukan mata (contoh lampu pijar tanpa amatur).

Luminasi suatu sumber cahaya dan suatu permukaan yang memantulkan

cahayanya adalah intensitasnya dibagi dengan luas semua permukaan.

Sedangkan luas semua permukaan adalah luas proyeksi sumber cahaya


16

pada suatu bidang rata yang tegak lurus pada arah pandang, jadi bukan

permukaan seluruhnya
17

I
L= (Cd/m2) ...............................................................................(2.5)
As

Keterangan:

L = Luminasi (Cd/m2)

I = Intensitas cahaya (Lm)

As = Luas semua permukaan (m2)

2.5.5 Iluminasi

Iluminasi atau tingkat pencahayaan (E) adalah fluks cahaya yang

menyinari permukaan suatu bidang. Iluminasi dapat diukur menggunakan

luxmeter. Lambang iluminasi adalah E dengan satuan lux (lx).

F
E= (Lux) ..........................................................................................(2.5)
A

Keterangan:

E = kuat penerangan (lux)

F = Fluks cahaya (Lumen)

A = luas permukaan bidang (m2)

2.5.6 Perancangan Penerangan Buatan

Perancangan penerangan buatan dilakukan apabila penerangan alami

tidak dapat memenuhi persyaratan bagi penerangan ruang atau dalam

bangunan. Hal tersebut dikarenakan:

a. Ruangan yang luas

b. Lubang cahaya tidak efektif

c. Cuaca diluar mendung/hujan

d. Ketika malam hari dan sebagainya

Perancangan penerangan buatan sebaiknya dilakukan sejak awal


18

perancangan bangunan. Untuk itu perlu diperhatikan:

a) Apakah penerangan buatan digunakan tersendiri atau sebagai

penunjang/pelengkap penerangan alami

b) Berapa intensitas penerangan yang diperlukan

c) Distribusi dan variasi fluks cahaya yang diperlukan

d) Arah cahaya yang diperlukan

e) Warna-warna cahaya yang digunakan dalam gedung dan efek warna

yang diinginkan

f) Derajat kesilauan brightness dari keseluruhan lingkungan visual

Secara rinci intensitas penerangan yang direkomendasikan untuk

berbagai jenis bangunan/peruntukan dapat dilihat pada tabel 2.2 :


19

Tabel 2.2 Intensitas Penerangan Minimum


Sumber : sni-03-6197, 2000
Tingkat
Kelompok
Fungsi Ruangan Pencahayaan Keterangan
Renderasi Warna:
(Lux)
Rumah Tinggal:
Teras 60 1 atau 2
Ruang Tamu 120 ~ 250 1 atau 2
Ruang Makan 120 ~ 250 1 atau 2
Ruang Kerja 120 ~ 250 1
Ruang Tidur 120 ~ 250 1 atau 2
Ruang Mandi 250 1 atau 2
Dapur 250 1 atau 2
Garasi 60 3 atau 4
Perkantoran:
Ruang Direktur 350 1 atau 2
Ruang Kerja 350 1 atau 2
Ruang Komputer 350 1 atau 2 Gunakan armatur berkisi
untuk mencegah silau akibat
pentulan layar monitor
Ruang Rapat 300 1 atau 2
Ruang Gambar 750 1 atau 2 Gunakan sistem pencahayaan
setempat
pada meja gambar.
Gudang Arsip 150 3 atau 4
Ruang Arsip
Aktif 300 1 atau 2
Lembaga Pendidikan:
Ruang Kelas 250 1 atau 2
Perpustakaan 300 1 atau 2
Laboratorium 500 1
Ruang Gambar 750 1
Kantin 200 1
Hotel & Restoran:
Pencahayaan pada bidang
vertikal sangat penting untuk
Lobby & 100 1 menciptakan suasana/kesan
Koridor ruang
yang baik.
Sistem pencahayaan harus
dirancang untuk menciptakan
suasana sesuai sistem
pengendalian “switching”
Ballroom / 200 1 dan “dimming” dapat
Ruang Sidang digunakan untuk
memperoleh berbagai efek
20

pencahayaan.
Ruang Makan 250 1
Cafetaria 250 1
Kamar Tidur 150 1 atau 2 Diperlukan lampu tambahan
pada bagian kepala tempat
tidur dan cermin.
Dapur 300 1
Rumah Sakit/Balai Pengobatan:
Ruang Komputer 350 1 atau 2 Gunakan armatur berkisi
untuk mencegah silau akibat
pentulan layar monitor
Ruang Rapat 300 1 atau 2
Ruang Gambar 750 1 atau 2 Gunakan sistem pencahayaan
setempat
pada meja gambar.
Gudang Arsip 150 3 atau 4
Ruang Arsip Aktif 300 1 atau 2

Lembaga Pendidikan:
Ruang Kelas 250 1 atau 2
Perpustakaan 300 1 atau 2
Laboratorium 500 1
Ruang Gambar 750 1
Kantin 200 1
Hotel & Restoran:
Lobby & 100 1 Pencahayaan pada bidang
Koridor vertikal sangat penting untuk
menciptakan suasana/kesan
ruang
yang baik.
Sistem pencahayaan harus
dirancang untuk menciptakan
suasana sesuai sistem
pengendalian “switching”
Ballroom / 200 1 dan “dimming” dapat
Ruang Sidang digunakan untuk
memperoleh berbagai efek
pencahayaan.
Ruang Rawat Inap 250 1 atau 2
Ruang Operasi, 300 1 Gunakan pencahayaan
ruang bersalin setempat pada tempat yang
diperlukan.
Laboratorium
Ruang Rekreasi &
Rehabilitasi
Pertokoan/Ruang Pamer:
21

Tingkat pencahayaan ini


Ruang Pamer harus dipenuhi pada lantai.
dengan Objek Untuk beberapa produk
Berukuran Besar 500 1 tingkat pencahayaan pada
(misalnya mobil) bidang vertikal juga
penting.
Toko Kue dan
250 1
Makanan

Toko buku dan


Alat Tulis / 300 1
Gambar
Toko perhiasan,
500 1
arloji
Barang Kulit dan
500 1
Sepatu
Toko Pakaian 500 1
Pencahayaan pada
Pasar Swalayan 500 1 atau 2 bidang vertikal pada rak
barang.
Toko alat listrik
(TV, Radio, 250 1 atau 2
Cassette, Mesin
Cuci, dll.)
Industri Umum:
Gudang 100 3
Pekerjaan Kasar 120 ~ 250 2 atau 3
Pekerjaan
200 ~ 500 1 atau 2
Sedang
Pekerjaan Halus 500 ~ 1000 1
Pekerjaan amat
1000 ~ 2000 1
halus
Pemeriksaan
750 1
warna
Rumah Ibadah:
Untuk tempat-tempat yang
membutuhkan tingkat
Masjid 200 1 atau 2 pencahayaan yang lebih tinggi
dapat digunakan pencahayaan
setempat

2.5.7 Jumlah Titik Lampu Yang Diperlukan

Untuk menentukan jumlah armatur atau jumlah lampu dari suatu

ruangan yang akan diberi penerangan buatan dapat dihitung dengan

rumus:
22

ExA
n= ....................................................................................(2.6)
F x Kp x Kd

Keterangan:

E = Intensitas penerangan (lux)

A = Luas ruangan (m2)

F = Luminasi lampu atau armatur

Kp = Efisiensi penerangan

Kd = faktor depresiasi

2.5.8 Tingkat Pencahayaan rata-rata (Erata-rata)

Tingkat pencahayaan pada suatu ruangan pada umumnya didefinisikan

sebagai tingkat pencahayaan rata-rata pada bidangkerja. Yang dimaksud

dengan bidang kerja ialah bidang horisontal imajiner yang terletak 0,75

meter di atas lantai pada seluruh ruangan. Untuk menghitung tingkat

pencahayaan rata- rata, terlebih dahulu menghitung fluks luminus total

dari semua lampu yang menerangi bidang kerja dengan persamaan:

Ftotal = Flampu x jumlah armatur x jumlah lampu dalam satu armatur (Lm)

........................................................................................................................(2.7)

Dengan demikian, untuk menentukan Erata-rata yakni dengan rumus:

F total x Kp x Kd
Erata-rata = (Lux)...................................................................(2.8)
A

Keterangan:

Ftotal = Fluks luminus total semua lampu yang menerangi bidang kerja (lm)

Kp = Koefisien penggunaan
23

Kd = Faktor depresiasi

A = Luas ruangan (m2)

2.6 Penghantar

Penghantar merupakan salah satu bagian terpenting dalam instalasi listrik

karena penghantar berfungsi untuk menghantarkan arus ke beban terpasang.

Maka perlu diketahui secara pasti berapa beban yang terpasang agar ukuran

penghantar sesuai.

2.6.1 Luas Penampang

Sesuai dengan aturan PUIL 2000 pasal 2.3.6.4 ada beberapa hal yang

perlu dipertimbangkan dalam menentukan luas penampang penghantar,

yaitu:

a. Suhu minimum yang diijinkan.

b. Susut tegangan yang diijinkan.

c. Stress elektromagnetis yang mungkin terjadi karena hubung singkat.

d. Stress mekanis yang mungkin dialami penghantar.

e. Impedansi maksimum berkenaan dengan berfungsinya proteksi akibat

hubung singkat.

Setiap penghantar harus mempunyai kemampuan hantar arus (KHA).

Untuk menentukan kemampuan hantar arus dan luas penampang

penghantar yang diperlukan, langkah pertama adalah dengan menentukan

berapa arus yang mengalir berdasarkan daya beban yang terpasang. Ada

dua rumus yang digunakan, yaitu:

a. Instalasi satu fase


24

P
I= ....................................................................................(2.9)
V x cos φ

b. Instalasi tiga fase

P
I= ...........................................................................(2.10)
√3 x V x cos φ
Dimana:

I = Kuat arus listrik dalam penghantar (Ampere)

P = Daya terpasang (Watt)

V = Tegangan antara fase dengan netral (220 V)

Tegangan antara fase dengan fase (380 V)

Cos φ = Faktor daya

Dari persamaan diatas akan didapat arus nominal, terus akan

dikalikan dengan faktor pengaman (safety). Hasilnya dapat digunakan

sebagai acuan untuk memilih jenis kabel dan luas penampangnya

berdasarkan tabel kabel baik dari PUIL maupun dari katalog-Brosurkabel

yang tersedia di pasaran.

Selain dengan menggunakan tabel yang telah ada, untuk menentukan

luas penampang penghantar dapat digunakan rumus berdasarkan rugi

tegangan.

a. Instalasi satu fase

2 x l x I x cos φ
A= .........................................................................(2.11)
γxu

b. Instalasi tiga fase

3 x l x I x cos φ
A= √ ......................................................................(2.12)
γxu
Dimana:
25

A = Luas penampang penghantar yang diperlukan (mm2)

γ = Daya hantar jenis penghantar

untuk tembaga= 56.2 x 106 ohm/m

untuk aluminium = 33 x 106 ohm/m

l = Panjang penghantar (meter)

I = Kuat arus yang mengalir (ampere)

U = Jatuh tegangan (volt)

2.6.2 Jenis Penghantar

Penggunaan penghantar harus sesuai dengan konstruksi penghantar

dan penggunaan untuk dihubungkan dengan peralatan listrik. Macam-

macam kabel sebagai berikut :

2.6.2.1 Kabel NYFGbY

Kabel jenis ini banyak digunakan untuk sirkuit power distribusi, baik

pada lokasi kering maupun basah/lembab. Dengan adanya pelindung

kawat dan pipa baja yang digalvanisasi, kabel ini dapat ditanam langsung

didalam tanah tanpa pelindung lagi. Isolasi dibuat tanpa warna dan tiga

urat dibedakan dengan non strip, strip 1 dan strip 2. Kabel ini mempunyai

selubung PVC warna merah dengan penampang luar mencapai 57 mm.

Berikut gambar 2.8 menunjukan Kabel NYFGbY :

Gambar 2.8 Kabel NYFGbY

Sumber : Brosur Kabelindo, 2019


26

1. Konduktor : Tembaga yang di-anil-kan

2. Isolasi : PVC Terekstruksi

3. Filler : PVC Terekstruksi

4. Perisai : Kawat baja dan spiral pipa

5. Perisai : yang berlapis seng

6. Pelindung Terluar: PVC Terekstruksi

2.6.2.2 Kabel NYY

Kabel ini dirancang untuk instalasi tetap dalam tanah yang harus

diberikan pelindung khusus (misalnya: duct, pipa baja, PVC, atau besi

baja). Instalasi ini bisa ditempatkan diluar atau didalam bangunan baik

kondisi basah atau kering. Kabel jenis ini mempunyai selubung PVC

warna hitam, terdiri dari 1-4 urat dengan penampang luar mencapai 56

mm. Penggunaan kabel NYY diatur dalam PUIL 2000 pasal 7.15. Berikut

gambar 2.9 menunjukan kabel NYY

Gambar 2.9 Kabel NYY

Sumber : Brosur Kabelindo, 2019

2.6.2.3 Kabel NYM

Kabel ini hanya direkomendasikan khusus untuk instalasi tetap


27

didalam bangunan yang penempatannya bisa didalam atau diluar plester

tembok atau didalam pipa pada ruangan kering atau lembab. Kabel ini

tidak diijinkan untuk dipasang diluar bangunan yang langsung terkena

panas dan hujan. Tidak juga dijinkan untuk ditanam langsung didalam

tanah. Penggunaan kabel NYM ini diatur dalam PUIL 2000 pasal 7.12.2.

Berikut Gambar 2.10 menunjukan kabel NYM :

Gambar 2.10 Kabel NYM

Sumber : Brosur Kabelindo, 2019

2.6.2.4 Kabel NYA

Kabel ini dirancang dan direkomendasikan untuk digunakan pada

instalasi dalam kotak distribusi atau rangkaian pada panel. Pemasangan

kabel ini hanya untuk tempat kering dan tidak direkomendasikan untuk

tempat yang basah atau langsung terkena perubahan cuaca.


28

Gambar 2.11 Kabel NYA

Sumber : Brosur Kabelindo,2019

2.6.2.5 Kabel NYAF

Kabel ini bersifat fleksibel dan dirancang untuk instalasi didalam duct,

pipa atau kotak distribusi. Kabel ini sangat cocok untuk tempat yang

mempunyai belokan tajam. Kabel dengan ukuran 1,5 mm 2 hanya

diperbolehkan digunakan didalam peralatan ataupun papan pengontrol dan

tidak diperbolehkan dipasang untuk instalasi tetap.

Gambar 2.12 Kabel NYAF

Sumber : Brosur Kabelindo, 2019

2.6.2.6 Hantaran Tembaga Telanjang (BBC)

Untuk saluran distribusi udara yang direntangkan diantara tiang-tiang

dan isolator-isolator yang khusus dirancang untuk itu. Disamping itu juga

bisa digunakan untuk hantaran pentanahan (grounding).

Gambar 2.13 Kabel BC

Sumber : Brosur Kabelindo, 2019


29

2.6.2.7 Twisted Cable Saluran Rumah (Service Enterance)

Kabel jenis ini khusus digunakan untuk saluran dari jaringan distribusi

ke konsumen. Dengan adanya bahan penghantar dari tembaga jenis

setengah keras atau keras, maka kabel ini memungkinkan dapat digantung

antar tiang tanpa penunjang khusus. Zat karbon hitam yang terdapat pada

isolasi sangat memungkinkan ketahanannya terhadap cuaca tropis.

2.6.2.8 Twisted Cable Jaringan Distribusi Tegangan Rendah (TR)

Kabel jenis ini khusus digunakan untuk jaringan distribusi tegangan

rendah yang jauh lebih praktis daripada hantaran telanjang. Dengan

adanya penunjang yang sekaligus netral, kabel ini memungkinkan untuk

ditegangkan. Sesuai kebutuhan kabel ini bisa dilengkapi dengan saluran

penerangan jalan yang biasanya terdiri dari dua urat 16 mm2 aluminium.

2.6.2.9 Kabel N2XSY

Kabel jenis ini digunakan untuk jaringan distribusi tegangan

menengah. Dengan konduktor yang terbuat dari tembaga.

Gambar 2.14 Kabel N2XSY

Sumber : Brosur Kabelindo, 2019

Oleh karena itu jenis-jenis kabel dinyatakan dalam singkatan huruf dan

angka, berikut adalah arti kode huruf-huruf yang digunakan untuk

mengenali kabel listrik:

N : Kabel jenis standar dengan penghantar tembaga


30

Na : Kabel jenis standar dengan penghantar aluminium

Y : Isolasi atau selubung PVC

F : Perisai kawat baja pipih

R : Perisai kawat baja bulat

Gb : Spiral pita baja

Re : Penghantar padat bulat

Rm: Penghantar bulat kawat banyak

Sc : Penghantar padat bentuk sektor

Sm : Penghantar kawat banyak bentuk sektor

2.7 Sistem Pentanahan/Grounding

Sistem pentanahan dalam suatu distribusi dan instalasi listrik sangat

diperlukan, sebab pentanahan pada peralatan yang kurang baik dapat

menyebabkan kerusakan dan dapat berakibat juga pada siapa saja yang dekat

dengan peralatan tersebut. Prinsip kerja sistem pentanahan adalah

mengalirkan arus induksi dan efek-efek yang timbul ke dalam tanah.

Dalam sebuah sistem distribusi besar tahanan maksimum yang

diperbolehkan sesuai peraturan PUIL adalah 5 ohm. Sistem pentanahan dalam

suatu instalasi listrik, yang bertujuan mencapai keandalan sistem dalam

penyaluran tenaga listrik dari pusat pembangkit sampai konsumen disamping

keselamatan peralatan yang dipasang dan keselamatan jiwa manusia adalah

sebagai berikut:

a. Mencegah terjadinya tegangan kejut listrik yang berbahaya untuk orang

dalam daerah tersebut.

b. Memungkinkan timbulnya arus tertentu baik besarnya maupun lamanya


31

dalam keadaan gangguan tanah tanpa menimbulkan kebakaran atau

ledakan.

Untuk pemilihan luas penampang kawat pentanahan atau grounding dapat

kita gunakan standar dari PUIL 2000 halaman 77 tabel 3.16-1 “Luas

penampang proteksi tidak boleh kurang dari nilai yang tercantum pada tabel

3.16-1. Jika penerapan tabel 3.16-1 menghasilkan ukuran yang tidak standar,

maka digunakan penghantar yang mempunyai luas penampang standar

terdekat”.

Tabel 2.3 Luas Penampang Minimum Penghantar Proteksi


Sumber: Persyaratan Umum Instalasi Listrik, 2000
Luas Penampang Penghantar Fasa Luas Penampang Minimum
Instalasi S (mm2) Penghantar Proteksi Yang Berkaitan
SP (mm2)
S≤16 S
16<S≤32 16
S>32 S/2

Selain itu perancangan dalam sistem pentanahan harus mengetahui

resistansi dari setiap jnis tanah, menurut PUIL 2000 halaman 80 pasal 3.18.3

Resistans jenis tanah dan resistans pembumian sub bab 3.18.3.1 Nilai

resistans jenis tanah sangat berbeda-beda bergantung pada jenis tanah

seperti ditunjukkan pada Tabel 2.4 .

Tabel 2.4 Nilai Resistans Jenis (nilai tipikal)


Sumber: Persyaratan Umum Instalasi Listrik, 2000
32

2.8 Susut Tegangan

Susut tegangan atau kerugian tegangan dalam saluran tenaga listrik adalah

berbanding lurus dengan panjang saluran dan beban, berbanding terbalik dengan

penampang saluran. Kerugian ini dalam persen ditentukan dalam batas tertentu.

Sebagai contoh di PLN berlaku pada tegangan rendah ±5% - 10% dari tegangan

pelayanan.

Berdasarkan PUIL, untuk instalasi bangunan rugi tegangan dihitung dari alat

pengontrol adalah maksimum 2 % untuk instalasi penerangan dan maksimum 5 %

untuk instalasi alat-alat listrik lainnya, misalnya untuk pompa atau motor-motor

listrik.

a. Instalasi satu fase

Rumus yang digunakan untuk menghitung rugi tegangan untuk instalasi satu fase

adalah:

2 x L x I x cos φ
∆V = ....................................................................................... (2.13)
λxq

Dimana:

ΔV : Rugi Tegangan (Volt)

L : Panjang Saluran (m)

I : Kuat Arus Beban (A)

λ : Daya hantar jenis

(Tembaga = 56, Aluminium = 32,7)

q : Penampang Saluran (m)

Cos φ : Faktor Daya


33

b. Instalasi tiga fase

Rumus yang digunakan untuk menghitung rugi tegangan untuk instalasi tiga fase

adalah:

3 x L x I x cos φ
∆V =√ ..................................................................................... (2.14)
λxu

Dimana:
ΔV : Rugi Tegangan (Volt)

L : Panjang Saluran (m)

I : Kuat Arus Beban (A)

λ : Daya hantar jenis

(Tembaga = 56, Aluminium = 32,7)

q : Penampang Saluran (m)

Cos φ : Faktor Daya

2.9 Macam – macam Gangguan Hubungan Singkat

Gangguan hubungan singkat yang mungkin terjadi dalam jaringan

(Sistem kelistrikan) yaitu :

a. Gangguan hubung singkat tiga fasa

b. Gangguan hubung singkat dua fasa

c. Gangguan hubung singkat dua fasa tanah

d. Gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah

Semua gangguan hubungan singkat diatas, arus gangguannya dihitung

denganmenggunakan rumus dasar yaitu :


34

V
I = .......................................................................................................... (2.15)
Z

Dimana :

I = Arus yang mengalir pada hambatan Z (A)

V = Tegangan sumber (V)

Z = Impedansi jaringan, nilai ekivalen dari seluruh impedansi di dalam

jaringan dari sumber tegangan sampai titik gangguan (ohm)

Yang membedakan antara gangguan hubung singkat tiga fasa, dua fasa,

dua fasa ke tanah dan satu fasa ke tanah adalah impedansi yang terbentuk

sesuai dengan macam gangguan itu sendiri, dan tegangan yang memasok arus

ke titik gangguan. Impedansi yang tebentuk dapat ditunjukan seperti berikut

ini :

Z untuk gangguan tiga fasa, Z = Z1

Z untuk gangguan dua fasa, Z = Z1 + Z2

Z untuk gangguan dua fasa, Z = Z1 + Z2 + Z0

Z untuk gangguan satu fasa, Z = Z1 + Z2 + Z0............................................(2.16)

Dimana:

Z1 = Impedansi urutan positif (ohm)

Z2 = Impedansi urutan negatif (ohm)

Z0 = Impedansi urutan nol. (ohm)

Tujuan menentukan arus gangguan adalah sebagai berikut :

a. Penyelidikan terhadap unjuk kerja relai proteksi

b. Untuk mengetahui kapasitas rating maksimum dari pemutus

tenaga.
35

c. Untuk mengetahui distribusi arus gangguan dan tingkat tegangan

sistem pada saat terjadinya gangguan.

2.10 Perhitungan Arus Gangguan Hubung Singkat

Perhitungan arus gangguan hubung singkat adalah analisa suatu sistem

tenaga listrik pada saat dalam keadaan gangguan hubung singkat, dimana

nantinya akan diperoleh besar nilai besaran – besaran listrik yang dihasilkan

sebagai akibat gangguan hubung singkat tersebut. Gangguan hubung singkat

dapat didefinisikan sebagai gangguan yang terjadi akibat adanya penurunan

kekuatan dasar isolasi (basic insulation strength) antara sesama kawat fasa,

atau antara kawat fasa dengan tanah, yang menyebabkan kenaikan arus secara

berlebihan atau biasa juga disebut gangguan arus lebih.

Perhitungan arus gangguan hubung singkat sangat penting untuk

mempelajari sistem tenaga listrik baik pada waktu perencanaan maupun

setelah beroperasi nantinya. Perhitungan arus hubung singkat dibutuhkan

untuk :

a. Setting dan koordinasi peralatan proteksi

b. Menentukan kapasitas alat pemutus daya

c. Menentukan rating hubung singkat peralatan – peralatan yang

digunakan

d. Menganalisa sistem jika ada hal – hal yang tidak baik yang terjadi

pada waktu sistem sedang beroperasi.

e. Untuk menghitung arus gangguan hubung singkat pada sistem

seperti diatas dilakukan dengan beberapa tahap perhitungan, yaitu

sebagai berikut :
36

2.10.1 Menghitung Impedansi

Dalam menghitung impedansi dikenal tiga macam impedansi urutan

yaitu

a. Impedansi urutan positif ( Z1 ), yaitu impedansi yang hanya dirasakan

oleh arus urutan positif.

b. Impedansi urutan negatif ( Z2 ), yaitu impedansi yang hanya dirasakan

oleh arus urutan negatif.

c. Impedansi urutan nol ( Z0), yaitu impedansi yang hanya dirasakan

oleh urutan nol.

Sebelum melakukan perhitungan arus hubung singkat, maka kita

harus memulai perhitungan pada rel daya tegangan primer di gardu

induk untuk berbagai jenis gangguan, kemudian menghitung pada titik

– titik lainnya yang letaknya semakin jauh dari gardu induk

tersebut.Untuk itu diperlukan pengetahuan mengenai dasar impedansi

urutan rel daya tegangan tinggi atau bisa juga disebut sebagai

impedansi sumber, impedansi transformator, dan impedansi

penyulang.

Gambar 2.15 Sketsa penyulang tegangan menengah

(Sumber : Irfan Affandi, 2009)

Dimana :

Xs = Impedansi sumber (ohm)


37

Xt = Impedansi Transformator (ohm)

2.10.2 Impedansi Sumber

Untuk menghitung impedansi sumber di sisi bus 20 kV, maka harus

dihitung dulu impedansi sumber di bus 150 kV. Impedansi sumber di bus

150 kV diperoleh dengan rumus :

MVAsc = √ 3 x kV x I sc 3 ∅ (MVA )................................................................(2.17)

kV2
Xs= ............................................................................................(2.18)
MVA

20
Xs ( sisi 20 kV ) = x Xs (sisi 150 kV ) ................................................(2.19)
150

Dimana :

Xs = Impedansi sumber (ohm)

kV = Tegangan sisi primer trafo tenaga (kV)

MVA = Data hubung singkat di bus 150 kV (MVA)

Arus gangguan hubung singkat di sisi 20 kV diperoleh dengan cara

mengkonversikan dulu impedansi sumber di bus 150 kV ke sisi 20 kV.

Untuk mengkonversikan Impedansi yang terletak di sisi 150 kV ke sisi 20

kV, dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Gambar 2.16 Konversi Xs dari 150 kV ke 20 kV

(Sumber : Pribadi K dan Wahyudi SN,2012:23)


38

2.10.3 Impedansi Transformator

Pada perhitungan impedansi suatu transformator yang diambil adalah

harga reaktansinya, sedangkan tahanannya diabaikan karena harganya

kecil. Untuk mencari nilai reaktansi trafo dalam Ohm dihitung dengan

cara sebagai berikut.

Langkah petama mencari nilai ohm pada 100% untuk trafo pada 20

kV, yaitu dengan menggunakan rumus :

kV 2
Xt pada 100 % =
( ) ................................................................................... (2.20)
MVA

Dimana :

Xt = Impedansi trafo tenaga (ohm)

kV = Tegangan sisi sekunder trafo tenaga (kV)

MVA = Kapasitas daya trafo tenaga (MVA)

Lalu tahap selanjutnya yaitu mencari nilai reaktansi tenaganya :

a. Untuk menghitung reaktansi urutan positif dan negatif (Xt1 = Xt2)

dihitung dengan menggunakan rumus :

Xt = % yang diketahui x Xt (pada100%) ....................................(2.21)

b. Sebelum menghitung reaktansi urutan nol (Xt0) terlebih dahulu harus

diketahui data trafo tenaga itu sendiri yaitu data dari kapasitas belitan

delta yang ada dalam trafo :

c. Untuk trafo tenaga dengan hubungan belitan ΔY dimana kapasitas

belitan delta sama besar dengan kapasitas belitan Y, maka Xt0 = Xt1

d. Untuk trafo tenaga dengan hubungan belitan Yyd dimana kapasitas

belitan delta (d) biasanya adalah sepertiga dari kapasitas belitan Y


39

(belitan yang dipakai untuk menyalurkan daya, sedangkan belitan

delta tetap ada di dalam tetapi tidak dikeluarkan kecuali satu terminal

delta untuk ditanahkan), maka nilai :

Xt0 = 3 x Xt1............................................................................... (2.22)

e. Untuk trafo tenaga dengan hubungan belitan YY dan tidak

mempunyaibelitan delta di dalamnya, maka untuk menghitung

besarnya Xt0 berkisarantara :

9 s/d 14 x Xt1............................................................................. (2.23)

Anda mungkin juga menyukai