Anda di halaman 1dari 3

LANDASAN YURIDIS MUSYARAKAH DAN MUHARABAH

 Landasan Hukum Berdasarkan Al-Qur’an


Allah berfirman dalam surah As-Shaad ayat 24 yang artinya “Daud
berkata: "Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan
meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan
sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian
mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah
mereka ini". Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia
meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat”
Dan juga Allah berfirman dalam Surah An-Nisa ayat 12 yang artinya “Dan
bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan
oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-
istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta
yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau
(dan setelah dibayar) utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta
yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu
mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta
yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan
setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki
maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak
meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu)
atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari
kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu
itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang
sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah
dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris).
Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun”
Kedua ayat di atas menunjukkan perkenan dan pengakuan Allah SWT
akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam
surah an-nisa:12 perkosian terjadi secara otomatis (jabr) karena waris;
Sedangkan dalam surah Shaad: 24 terjadi atas dasar akad (ikhtiyari)
 Landasan Hukum Menurut Undang-Undang Kompilasi Hukum
Ekonomi Islam

Peraturan dasar tentang akad musyarakah diatur dalam pasal 20 ayat 3 UU


Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah yang berbunyi: “Syirkah adalah
kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan,
keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian
keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang
berserikat”. Yang berarti dalam suatu perjanjian yang terjadi kerjasama
antara dua orang atau lebih untuk mencapai satu tujuan yang sama dengan
cara bekerjasama dan membagi keuntungan berdasarkan jumlah yang
sudah disepakati oleh kedua pihak.
Selain itu, lembaga syariah bisa membuat akad baru dengan cara
musyarakah. Ini sesuai dengan pasal 132 UU Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah yang berbunyi “Lembaga Keuangan Syariah dan nasabah ex-
murabahah dapat membuat akad baru dengan akad ijarah al-muntahiyah bi
altam lik, mudharabah, dan atau musyarakah”.
Ada juga diatur dalam Buku II Tentang Akad Bagian Kedua tentang Akad
Mudharabah Musytarakah pada Ta’min dan l’adah Ta'min pasal 554, 555,
dan seterusnya. Lalu ada juga tentang pembiayaan Musyarakah pada Buku
IV Tentang Akutansi Syariah Pasal 741, dan 744.

Selain musyarakah, ada juga murabahah yang dasar nya diatur dalam pasal
20 ayat 6 UU Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah yang berbunyi
“Lembaga Keuangan Syariah dan nasabah ex-murabahah dapat membuat
akad baru dengan akad ijarah al-muntahiyah bi altam lik, mudharabah, dan
atau musyarakah”
Lalu ada juga diatur tentang hutang berdasarkan murabahah dalam pasal
20 ayat 30 yang berbunyi “Hisab mudayyan/piutang adalah tagihan yang
timbul dari transaksi jual-beli dan atau ijarah berdasarkan akad
murabahah, salam, istisna, dan atau ijarah”
Selain Dasar dan hutang piutang murabahah. Ada juga dibahas tentang Bai
Murabahah pada Buku II Tentang Akad Bagian Keenam pasal 116, 117,
118 dan seterusnya. Serta pada bagian ketujuh Tentang Konversi Akad
Murabahah Buku II Tentang Akad pasal 125, 126, 127, 128 dan
seterusnya. Ada juga diatur dalam Obligasi Syariah pada pasal 599.

 Landasan Hukum Berdasarkan UU ITE Dan Undang-Undang


lainnya yang berhubungan dengan transaksi Elektronik

Pasal 28 ayat (1) UU ITE berbunyi: “Setiap Orang dengan sengaja, dan
tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang
mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik”.
Ada juga ancaman pidana terhadap pasal 28 ayat 1 UU ITE dalam Pasal
45A ayat (1) UU 19/2016, yakni:
“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1 miliar”.
Pasal 7 Undang-Undang No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU
Perlindungan Konsumen) juga mengatur bahwa seorang penjual sebagai
pelaku usaha wajib memberikan ganti rugi kepada pembeli atau konsumen
apabila barang yang diterima tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. Hal
ini dilakukan agar pembeli dapat menuntut haknya apabila terjadi
penipuan atas produk yang dilakukan oleh penjual.
pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 11/2008 sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang No. 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) yang menyatakan bahwa informasi, dokumen
elektronik, atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah dan
merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara
yang berlaku di Indonesia. Dengan adanya ketentuan mengenai hal ini,
maka memberikan kepastian hukum atas penyelenggaraan transaksi
elektronik di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai