Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF) PADA ANAK

DI RUANG WIJAYA KUSUMA ATAS RSUD KARDINAH

DISUSUN OLEH :

NAMA : SHONITA ESTRE LYCHA

NIM : 200104085

STASE KEPERAWATAN ANAK PROGRAM STUDY

PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

2021
A. Pengertian
Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD (dengue
hemorrhagic fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
ditesis hemoragik. Pada DHF terjadi perembesan plasma yang ditandai
dengan hemokosentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan
dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue yang ditandai oleh renjatan atau
syok (Nurarif & Kusuma 2015).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang menyerang
anak dan orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi
berupa demam akut, perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu
infeksi Arbovirus (Artropod Born Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk
Aedes Aegypti atau oleh Aedes Aebopictus (Wijayaningsih 2017).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti. DHF merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi
penyebab kematian utama di banyak negara tropis. Penyakit DHF bersifat
endemis, sering menyerang masyarakat dalam bentuk wabah dan disertai
dengan angka kematian yang cukup tinggi, khususnya pada mereka yang
berusia dibawah 15 tahun (Harmawan 2018).
Jadi dapat disimpulkan Dengue Haemoragic Fever (DHF) merupakan
penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus dengue yang
tergolong Arthropod-Borne virus, genus flavivirus, famili flaviviridae. DHF
ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes spp, aedes aegypti, dan aedes
albopictus merupakan vektor utama penyakit DHF. Penyakit DHF dapat
muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur.
Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat

B. Etiologi
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya
ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 serotipe terbanyak. Infeksi salah satu
serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe yang bersangkutan,
sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotype lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap
serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat
terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus
dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Nurarif & Kusuma
2015). Penyakit DHF merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
virus dengue dan disebarkan oleh nyamuk terutama spesies nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk penular dengue tersebut hampir ditemukan di seluruh
pelosok Indonesia, kecuali di tempat yang ketinggiannya lebih dari 1000
meter di atas permukaan laut (Rahayu & Budi, 2017). Penyebab penyakit
adalah virus dengue kelompok Arbovirus B, yaitu arthropod-bornevirus atau
virus yang disebabkan oleh artropoda. Virus ini termasuk genus Flavivirus
dan family Flaviviridae.

C. Patofisiologi
Menurut Huda dan Kusuma 2015 Virus dengue maasuk ke dalaam
tubuh manuusia akan menyebabkn klien mengalami viremia. Beberpa
tanda dan gejala yang muncul seeperti demam, sakit kepla, mual nyeri
otot, pegal seluruh tubuh, timbulny ruam dan kelainan yang mungkin terjadi
pada sistem vskuler. Pada penderita DBD, terdapat kerusakan yng umum
pada sistem vaskuler yang mengakibatkan terjadinya penngkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah. Plsma dapat menembus
dinding vaskuler selama pross perjalanan penyakit, dari mulai
demam hingga klieen mengalami renjatan berat. Volume plasma dapat
meniurun hingga 30%. Hal ini lah yang dapat mengakibatkan seseorang
mengalami kegagalan sirkulasi. Adanya kebcoran plasma ini jika tidak
segera di tangani dapat menyebabkn hipokisia jaringan, asidosis
metabolik yang pada akhirny dapat berakibat fatal yaitu kematian. Virmia
juga menimbulkan agresi trombosit dalam darah sehingga menyebabkan
trombositopeni yang berpengaruh pada proses pembekuan 15 darah.
Pubahan fungsioner pembuluh darah akibat kebocoran plasma yng
berakhir pada perdarahan, baik pada jaringan kulit maupun saluran cerna
biasanya menimbulkn tanda seprti munculnya prpura, ptekie,
hematemesis, atapun melena
D. PATHWAY
E. Tanda dan Gejala DHF
Diagnosis penyakit DHF bias ditegakkan jika ditemukan tanda dan gejala
seperti :
1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-
menerus selama 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan :
a. Uji turniket (Rumple leede) positif berarti fragilitas kapiler
meningkat. Dinyatakan positif apabila terdapat >10 petechie dalam
diameter 2,8cm (1 inchi persegi) dilengan bawah bagian volar
termasuk fossa cubiti.
b. Petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, melena dan
hematemesis.
c. Trombositopenia yaitu jumlah trombosit dibawah 150.000/mm3,
biasanya ditemukan antara hari ke 3-7 sakit.
d. Monokonsentrasi yaitu meningkatnya hematocrit, merupakan
indicator yang peka terhadap jadinya renjatan sehingga perlu
dilaksanakan penekanan berulang secara periodic. Henaikan
hematocrit 20% menunjang diagnosis klinis DHF (Masriadi, 2017).

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Lab Darah
 Trombosit menurun
 Hb Meningkat lebih 20 %
 Ht Meningkat Lebih 20 %
 Leukosit menurun pada hari ke – 2 dan ke – 3
 Protein darah rendah
 Ureum PH bias meningkat
 Na dan Cl rendah
b. Rontgen thorax
c. Uji tourniket ( Positif )

G. Penatalaksanaan menurut Nursalam, 2008:


1. Keperawatan
Masaalah pasien yg perlu diperhatikan ialah bahaya kegagalan
sirkulasi darah, resiko terjadi pendrahan, gangguan suhu tubuh, akibat
infeksi virus dengue, ganggan rasa amman dan nyaman, kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
a. Kegagalan sirkulasi darah
Dengan adanya kebcoran plasma dari pembuluh darah ke dalam
jaringan ekstrovaskular, yang pncaknya terjadi pada saat renjatan
akan terliht pada tubh pasien mnjadi sembab (edema) dan drah
menjadi kental. Pengawasan tanda vital (nadi, TD, suhu dan
pernafasan) perlu dilakakan secara kontinu, bila perlu setiap jam.
Pemeriksan Ht, Hb dan trombosit sesuaipermintaan dokter setiap 4
jam. Perhatikan apakah pasien kencing / tidak.
b. Risiko terjadi pendarahan
Adanya thrombocytopenia, menurunnya fungsi trombosit dan
menurunnya faktor koagulasi merupakan faktor penyebab
terjadinya pendarahan utama pada traktus gastrointestinal.
Pendarahan grastointestinal didahului oleh adanya rasa sakit perut
yang hebat atau daerah retrosternal. Bila pasien muntah bercampur
darah atau semua darah perlu diukur. Karena melihat seberapa
banyak darah yang keluar perlu tindakan secepatnya. Makan dan
minum pasien perlu dihentikan. Bila pasien sebelumnya tidak
dipasang infus segera dipasang. Formulir permintaan darah
disediakan. Perawatan selanjutnya seperti pasien yang menderita
syok. Bila terjadi pendarahan (melena, hematesis) harus dicatat
banyaknya / warnanya serta waktu terjadinya pendarahan. Pasien
yang mengalami pendarahan gastrointestinal biasanya dipasang
NGT untuk membantu mengeluarkan darah dari lambung.
c. Gangguan suhu tubuh
Gangguan suhu tubuh biasanya terjadi pada permulaan sakit
atau hari ke-2 sampai ke-7 dan tidak jarang terjadi hyperpyrexia
yang dapat menyebabkan pasien kejang. Peningkatan suhu tubuh
akibat infeksi virus dengue makapengobatannya dengan pemberian
antipiretika dan anti konvulsan. Untuk membantu penurunan suhu
dan mencegah agar tidak meningkat dapat diberikan kompres
dingin, yang perlu diperhatikan, bila terjadi penurunan suhu yang
mendadak disertai berkeringat banyak sehingga tubuh teraba dingin
dan lembab, nadi lembut halus waspada karena gejala renjatan.
Kontrol TD dan nadi harus lebih sering dan dicatat secara baik dan
memberitahu dokter.
d. Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan rasa aman dan nyaman dirasakan pasien karena
penyakitnya dan akibat tindakan selama dirawat. Hanya pada
pasien DHF menderita lebih karena pemeriksaan darah Ht,
trombosit, Hb secara periodik (setiap 4 jam) dan mudah terjadi
hematom, serta ukurannya mencari vena jika sudah stadium II.
Untuk megurangi penderitaan diusahakan bekerja dengan tenang,
yakinkan dahulu vena baru ditusukan jarumnya. Jika terjadi
hematom segera oleskan trombophub gel / kompres dengan
alkohol. Bila pasien datang sudah kolaps sebaiknya dipasang
venaseksi agar tidak terjadi coba-coba mencari vena dan
meninggalkan bekas hematom di beberapa tempat. Jika sudah
musim banyak pasien DHF sebaiknya selalu tersedia set venaseksi
yang telah seteril (Ngastiyah, 2005).
2. Medis
Pada dasarnya pengobatan pada DB bersifat simtomatis dan suportif
a. DHF tanpa renjatan
Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan
pasien dehidrasi dan harus. Pada pasien ini perlu diberi banyak
minum, yaitu 1,5 sampai 2 liter dalam 24 jam. Dapat diberikan teh
manis, sirup, susu, dan bila mau lebih baik oralit. Cara memberikan
minum sedikit demi sedikit dan orang tua yang menunggu
dilibatkan dalam kegiatan ini. Jika anak tidak mau minum sesuai
yang dianjurkan tidak dibenarkan pemasangan sonde karena
merangsang resiko terjadi perdarahan. Keadaan hiperpireksia
diatasi dengan obat anti piretik dan kompres dingin. Jika terjadi
kejang diberi luminal atau anti konvulsan lainnya. Luminal
diberikan dengan dosis : anak umur kurang 1 tahun 50 mg IM, anak
lebih 1 tahun 75 mg. Jika 15 menit kejang belum berhenti luminal
diberikan lagi dengan dosis 3 mg/kg BB. Anak di atas 1 tahun
diberi 50 mg, dan dibawah 1 tahun 30 mg, dengan memperhatikan
adanya depresi fungsi vital. Infus diberikan pada pasien DHF tanpa
renjatan apabila :
 Pasien terus-menerus muntah, tidak dapat diberikan minum
sehingga mengancam terjadinya dehidrasi.Hematokrit yang
cenderung meningkat. Hemtokrit mencerminkan kebocoran
plasma dan biasanya mendahului munculnya secara klinik
perubahan fungsi vital (hipotensi, penurunan tekanan nadi),
sedangkan turunnya nilai trombosit biasanya mendahului
naiknya hematokrit. Oleh karena itu, pada pasien yang diduga
menderita DHF harus diperiksa hemoglobin, hematokrit dan
trombosit setiap hari mlai hari ke-3 sakit sampai demam telah
turun 1 sampai 2 hari. Nilai hematokrit itulah yang
menentukan apabila pasien perlu dipasang infus atau tidak.
b. DHF disertai renjatan (DSS)
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera dipasang
infus sebagai penganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma.
Cairan yang diberikan bisanya Ringer Laktat. Jika pemberian
cairan tidak ada respon diberikan plasma atau plasma ekspander,
banyaknya 20 sampai 30 ml/kgBB. Pada pasien dengan renjatan
berat diberikan infus harus diguyur dengan cara membuka klem
infus. Apabila renjatan telah teratasi, nadi sudah jelas teraba,
amplitudo nadi besar, tekanan sistolik 80 mmHg / lebih, kecepatan
tetesan dikurangi 10 liter/kgBB/jam. Mengingat kebocoran plasma
24 sampai 48 jam, maka pemberian infus dipertahankan sampai 1
sampai 2 hari lagi walaupun tanda-tanda vital telah baik. Pada
pasien renjtan berat atau renjaan berulang perlu dipasang Central
Venous Pressure (CVP) untuk mengukur tekanan vena sentral
melalui vena magna atau vena jugularis, dan biasanya pasien
dirawat di ICU. Tranfusi darah diberikan pada pasien dengan
perdarahan gastrointestinal yang berat. Kadang-kadang perdarahan
gastrointestinal berat dapat diduga apabila nilai hemoglobin dan
hematokrit menurun sedangkan perdarahannya sedikit tidak
kelihatan. Dengan memperhatikan evaluasi klinik yang telah
disebut, maka dengan keadaan ini dianjurkan pemberian darah.

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan
usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama
orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan Utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke
rumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil
dan saat demam kesadaran composmentis. Turunnya panas terjadi
antara hari ke-3 sampai ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-
kadang disertai dengan keluhan batuk, pilek, nyeri telan, mual,
muntah, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan
persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta
adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena
atau hematesis.
d. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita pada DHF, anak bisa
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain.
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit apa saja yang pernah di derita sama keluarga klien
f. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan
akan timbulnya komplikasi dapat dihindari
g. Riwayat gizi Status gizi
anak menderita DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan status gizi
baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor
predisposisinya.Anak yang menderita DHF sering mengalamikeluhan
mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini
berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang
mencukupi, maka anak akan mengalami penurunan berat badan
sehingga status gizinya menjadi kurang.
h. Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang
kurang bersih (seperti air yang mengenang dan gantungan baju di
kamar).
i. Pola kebiasaan
 Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pentangan, nafsu
makan berkurang, dan nafsu makan menurun.
 Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak
mengalami diar/konstipasi. Sementara DHF pada Grade III-IV
bisa terjadi melena.
 Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering
kencing, sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering
terjadi hematuria.
 Tidur dan istirahat. Anak sering mrngalami kurang tidur karena
mengalami sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan
kuantitas tidur maupun istirahat kurang.
 Kebersihan upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung terutama untuk membersihkan tempat
sarang nyamuk aedes aegypti.
 Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya
untuk menjaga kesehatan.
j. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi
dari ujung rambut sampai jung kaki.
1. Pemeriksaan fisik secara umum:
 Grade I : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah,
tanda-tanda vital dan nadi lemah.
 Grade II : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta
nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
 Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah,
nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun.
 Grade IV : Kesadaran koma, tanda-tanda vital nadi tidak
teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas
dingin, berkeringat, dan kulit.
2. Tanda-tanda vital (TTV) Tekanan nadi lemah dan kecil (gradeIII),
nadi tidak teraba (grade IV), tekanan darah menurun ( sistolik
menurun sampai 80mmHg atau kurang), suhu tinggi (diatas
37,5oC)
3. Kepala : kepala bersih, ada pembengkakan atau tidak, Kepala
terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam.) Mata
Konjungtiva anemis
4. Hidung : Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada
gradeII,III, IV.
5. Telinga tidak ada perdarahan pada telinga, simetris, bersih tidak
ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran.
6. Mulut, Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering,
terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokkan
hyperemia pharing.
7. Leher : Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami
pembesaran
8. Dada / thorak
I : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
Pal : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama
Per : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang tertimbun
pada paru
A : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade III,
danIV.
9. Abdomen
I : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
Pal :Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali)
Per : Terdengar redup
A : Adanya penurunan bising usus
10. Sistem integument
Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan melakukan uji
tourniquet. Turgor kuit menurun, dan muncul keringat dingin, dan
lembab. Pemeriksaan uji tourniket dilakukan dengan terlebih
dahulu menetapkan tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan 24
tekanan antara sistolik dan diastolic pada alat ukur yang dipasang
pada tangan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan
timbulnya petekie di bagian volarlenga bawah (Soedarmo,2008).
11. Genitalia Biasanya tidak ada masalah
12. Ekstremitas, Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta
tulang. Pada kuku sianosis/tida

I. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko syok hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara
aktif ditandai dengan pendarahan
2. Kekurangan volume cairan ( Hipovolemia ) berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler ditandai dengan mukosa bibir kering
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan psikologis (keengganan untuk
makan) makanan ditandai dengan berat badan menurun
4. Resiko Perdarahan berhubungan dengan gangguaan koagulasi
(penurunan trombosit) ditandai dengan trombositopenia
5. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai
dengan suhu tubuh diatas nilai normal

J. Intervensi Keperawatan
1. Resiko syok hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara
aktif ditandai dengan pendarahan
 Monitor fungsi neurologis
 Monitor suhu dan pernafasan
 Pantau nilai lab dan HB, HT
 Monitor tanda dan gejala asites
 Monitor status cairan input dan output
2. Kekurangan volume cairan ( Hipovolemia ) berhubungan dengan
peningkatan permeabilitas kapiler ditandai dengan mukosa bibir kering
 Monitor intake dan output cairan Hitung kebutuhan cairan - Berikan
posisi modified trendelenburg - Berikan asupan cairan oral
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
 Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
 Kolaborasi pemberian cairan IV
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan psikologis (keengganan untuk makan)
makanan ditandai dengan berat badan menurun
 Identifikasi status nutrisi
 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi makanan yang disukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
 Lakukan oral hygiene, jika perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman dier ( mis. Piramida makanan )
4. Resiko Perdarahan berhubungan dengan gangguaan koagulasi (penurunan
trombosit) ditandai dengan trombositopenia
 Monitor tanda dan gejala perdarahan
 Monitor nilai hematokrit / hemoglobin sebelum dan sesudah
kehilangan darah
 Pertahankan bedrest selama perdarahan
 Jelaskan tanda dan gejala perdarahan - Anjurkan meningkatkan
asupan untuk menghindari konstipasi
 Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
5. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai
dengan suhu tubuh diatas nilai normal
 Monitor suhu tubuh.
 Sediakan lingkungan yang dingin.
 Longgarkan atau lepaskan pakaian.
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral.
 Anjurkan tirah baring.
DAFTAR PUSTAKA
Adriana, D. 2013. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta :
Salemba Medika
Nursalam, DR., susilaningrum, R., utami S. (2008). Asuhan Keperawatan Bayi
Dan Anak Untuk Perawat Dan Bidan : Salemba Medika
Potter, P.A, Perry, A.G, 2015 Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep
Proses, dan Praktik. Edisi . Volume 2. Alin Bahasa :Renata Komalasari,
dkk. Jakarta : EGC
Sagung Seto Suriadi, Yuliani Rita. (2010). Buku Pegangan Praktis Klinik Asuhan
Keperawatan pada Anak. Edisi 2, Penerjemah Haryanto, EGC, Jakarta.
Seto. Susilaningrum, R. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi dan anak untuk Perawat
dan Bidan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
Soedarto. 2012. Demam Berdarah Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta
Supartini, 2000. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak, EGC, Jakarta
Suriadi, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta: CV Agung

Anda mungkin juga menyukai