Anda di halaman 1dari 4

UAS HUKUM LAUT INTERNASIONAL

Nama : Try Probo Ardiyansyah

No Absen : 24

NIM : 18501010011140

Kelas : Hukum Laut Internasional

Jawaban

1. a.) Status Hukum Perairan ZEE Indonesia ialah UU ZEE yaitu, UU No. 5 Tahun 1983
mengadopsi beberapa prinsip-prinsip dari hukum lingkungan. Ketentuan dari Undang-
undang tersebut menyatakan, sumber daya alam yang terdapat di dasar laut dan tanah
di bawahnya serta ruang air di atasnya harus dilindungi dan dikelola dengan cara tepat,
terarah dan bijaksana. Lingkungan laut di perairan yang berada di bawah kedaulatan dan
yuridiksi Indonesia harus dilindungi dan dilestarikan.

b.) Negara berpantai dan negara yang geografisnya tidak beruntung dapat
memanfaatkan sumber daya perikanan yang berada di wilayah ZEE di Indonesia.
Ketentuan ini diatur dalam UNCLOS 1982 Pasal 62 dan UU Perikanan. Pemberian hak-hak
kepada negara lain ( termasuk negara tak berpantai ) supaya memanfaatkan surplus
sumber-sumber hayati tersebut diikuti pula dengan kewajiban-kewajiban seperti
memperhatikan dan menaati perundang-undangan di Indonesia dengan cara melindungi
dan melestarikan lingkungan lautnya.

2. a.) Isi penting dari Deklarasi Juanda, yaitu :

• Bahwa Indonesia menyatakan sebagai negara kepulauan yang mempunyai corak


tersendiri
• Bahwa sejak dahulu kala kepulauan nusantara ini sudah merupakan satu kesatuan
• Ketentuan ordonansi 1939 tentang Ordonansi, dapat memecah belah keutuhan
wilayah Indonesia dari deklarasi tersebut mengandung suatu tujuan:
i. Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan
bulat
ii. Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan asas negara
Kepulauan
iii. Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan dan
keselamatan NKRI.
b.) Deklarasi Djuanda ini diresmikan dalam UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan
Indonesia. Deklarasi Djuanda ini kembali dipertegas lagi dengan diresmikannya UU
Nomor 17 Tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS 1982 yang menyatakan jika
Indonesia adalah negara kepulauan. Pengaruhnya ialah wilayah laut diantara
kepulauan Indonesia kini sepenuhnya menjadi wilayah Indonesia. Indonesia memiliki
kedualatan penuh atas wilayah ini, yang sebelumnya terbatas hanya pada sejauh 3
mil laut dari pantai wilayah daratan Indonesia.

3. Cara menentukan lebar batas Landasan Kontinen batasan negara pantai menurut
Unclos 1982, yaitu :

i. Jarak sampai 200 mil laut jika tepian luar kontinen tidak mencapai jarak 200 mil
laut;
ii. Kelanjutan alamiah (natural prolongation) wilayah daratan di bawah laut hingga
tepian luar kontinen yang lebarnya tidak boleh melebihi 350 mil laut yang diukur
dari garis dasar Laut Teritorial jika di luar 200 mil laut masih terdapat daerah dasar
laut yang merupakan kelanjutan alamiah dari wilayah daratan dan jika memenuhi
kriteria kedalaman sedimentasi yang ditetapkan dalam konvensi; atau
iii. Tidak boleh melebihi l00 mil laut dari garis kedalaman (isobath) 2500 meter.

4. Perbedaan antara UNCLOS 1982 dan UNCLOS 1958, yaitu :

Pengertian Laut lepas berdasarkan UNCLOS 1982 lebih luas, bila dibandingkan
dengan UNCLOS 1958, yaitu bahwa laut lepas adalah semua bagian dari laut yang tidak
termasuk bagian dari laut teritorial atau perairan dalam suatu Negara. Konvensi ini juga
mengatur masalah konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati di Laut Lepas
yang dahulu diatur dalam Konvensi Jenewa 1958 tentang Perikanan dan konservasi
sumber kekayaan hayati di Laut Lepas.

Sedangkan dalam UNCLOS 1958 menetapkan Laut Lepas dimulai dari batas terluar
Laut Teritorial, Konvensi ini menetapkan bahwa Laut Lepas tidak mencakup Zona
Ekonomi Eksklusif, laut teritorial perairan pedalaman dan perairan kepulauan. Kecuali
perbedaan-perbedaan tersebut di atas, pada dasarnya tidak terdapat perbedaan antara
Konvensi Jenewa 1958 tentang Laut Lepas dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
tentang Hukum Laut mengenai hak-hak dan kebebasan-kebebasan di Laut Lepas.
Kemudian dinyatakan bahwa pada laut lepas tidak satu negara pun yang berhak
menuntut kedaulatan terhadap laut lepas, karena di laut lepas ada prinsip kekebebasan,
hal ini berarti penggunaannya terbuka untuk semua negara.
5. Karena menurut International Slabed Authority, bagian 4, pasal 156-185 KHL1982
menyatakan bahwa pengelolaan dasar laut internasional dilakukan oleh sebuah Badan
Otorita Internasional. Jadi, setiap negara yang berencana untuk melakukan eksplorasi
dan ekspoitasi sumber kekayaan alam memerlukan kerjasama dengan Badan Otorita
Dasar Laut Dalam, supaya dapat terjaga kelestarian dan keamanan lingkungan laut.

6. Bab. XV, khususnya Pasal. 287 UNCLOS 1982 menyediakan empat forum yang dapat
dipilih

untuk penyelesaian sengketa yaitu :

a. Mahkamah Internasional Hukum Laut

(International Tribunal for the Law of the Sea- ITLOS).

Disamping melahirkan Konvensi Hukum Laut 1982, dalam hal penyelesaian sengketa laut
PBB juga turut serta melahirkan sebuah badan peradilan yang khusus menangani
sengketa hukum laut. Tribunal ini dibentuk pada tanggal 1 agustus 1996 dan
berkedudukan di Hamburg, Jerman. Tujuannya untuk menyelesaikan sengketasengketa
berhubungan dengan interpretasi dan pelaksanaan konvensi. Dapatlah dikatakan bahwa
pembentukan tribunal ini mencerminkan bahwa sengketa hukum laut ditempatkan pada
suatu sistem tersendiri mengingat karakter khusus yang dimiliki hukum laut.

b. Mahkamah Internasional (International Court of Justice – ICJ)

Penyelesaian sengketa melalui jalur mahkamah ini, maka prosedur penyelesaiannya


mengikuti prosedur penyelesaian sengketa secara umum pada mahkamah Internasional.

c. Mahkamah Arbitrase (Arbitral Tribunal)

d. Mahkamah Arbitrase Khusus (Special Arbitral Tribunal)

Jalur Pengalaman Indonesia dalalam penyelesaian untuk sengketa perbatasan laut


antara Indonesia dengan Malaysiadi wilayah Selat Malaka antara lain:
1. Yang pertama, batas maritim bisa diselesaikan dengan cara negosiasi,
mediasi, arbitrasi dan pengajuan ke lembaga peradilan internasional seperti
Mahkamah Internasional (ICJ) dan ITLOS.
2. Yang kedua, sejauh ini Indonesia dan Malaysia masih menempuh cara
negosiasi bilateral, kelebihan dari negosiasi ini yaitu kasus sepenuhnya
berada dalam kendali para pihak yang bersengketa, berbeda jika diajukan
ke pengadilan internasional.
3. Yang ketiga, semua pihak harus memahami sifat negosiasi bahwa tidak ada
satu pihakpun akan mendapatkan semua yang diinginkan, dengan demikian
semua pihak akan mendapat bagian walapun lebih sedikit karena itulah
intinya dari negosiasi. Dibandingkan dengan menggunakan jalur pengadilan
internasional, yang dapat dimungkinkan satu pihak tidak mendapatkan hasil
yang memuaskan sementara pihak lain mendapatkansemua yang
diinginkannya. Jadi, nantinya apapun jalur yang akan ditempuh
masingmasing negara untuk menyelesaikan sengketa tersebut pastinya
tetap saling menhormati serta menghargai dan juga menjunjung
perdamaian sehingga antar keduanegara bisa menyelesaikan sengketa
perbatasan laut sebagai dua bangsa yang saling menghargai dan
menjunjung perdamaian, apapun jalur yang ditempuh, Indonesia dan
Malaysia akan menyelesaikan persoalan ini dengan cara damai.

Anda mungkin juga menyukai