Oleh:
Kenara
Program Studi
Fiqih/ Ushul Fiqh
Dosen :
Abdul Halim, M. H. I
UNIVERSITAS AL – WASHLIYAH
UNIVA MEDAN
TAHUN 2021 - 2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT,atas segala limpahan Rahmat dan
Hidayat – Nya, sehingga penulis sendiri dapat menyelesaikan makalah ini yaitu tentang Dalil
pertama Al – Quran, yang dibimbing oleh dosen saya Abdul Halim, M. H. I. Shalawat dan salam
semoga selalu tercurahkan atas junjungan Nabi kita Nabi Muhammad SAW, yang telah
membawa Ummatnya dari alam kegelapan hingga kealam terang benderang seperti yang kita
rasakan pada saat ini.
Ucapan terima kasih pula saya tunjukkan kepada semua pihak yang turut membantu dalam
proses penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena kritik dan saran
yang sifatnya membangun sangat saya harapkan, demi menuju kesempurnaan makalah ini. Dan
saya selaku penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi kita dan juga generasi muda yang
kelak membangun negeri ini menjadi yang lebih baik lagi, amin.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 12
B. Saran ................................................................................................................... 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalil adalah suatu hal yang menunjuk pada apa yang cari, berupa alasan,
keterangan dan pendapat yang merujuk pada perngertian, hukum dan hal – hal
yang berkaitan dengan apa yang cari.
Dalam Islam dalil itu dapat dibagi menjadi dua yaitu, dalil Naqli yang
adalah Al – Quran dan Hadist Nabi dan dalil aqli yang adalah pemikiran Ulama.
Di dalam makalah ini akan dibahas mengenai, definisi, kehujjahan Al –
Quran, Macam- macam hukum dalam Al- quran, dan juga Ayat Al – Quran
(Qath’I dan Zhanni).
B. Rumusan masalah
1. Apakah pengertian dari dalil Al – Quran?
2. Apa sajakah kehujjahan dalam Al- Quran?
3. Apakah macam – macam hukum dalam Al – Quran?
4. Dan apa itu Ayat Qath’I dan juga Zhanni dan senutkan contohnya?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari dali Al – Quran.
2. Untuk mengetahui Kehujjahan dalam Al – Quran.
3. Untuk Mengetahui macam – macam hukum dalam Al – Quran.
4. Untuk mengetahui apa itu Ayat Qath’I dan juga Zhanni dan juga contohnya.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Sedangkan Dalil adalah Dalil adalah suatu hal yang menunjuk pada apa
yang cari, berupa alasan, keterangan dan pendapat yang merujuk pada perngertian,
hukum dan hal – hal yang berkaitan dengan apa yang cari.
B. Kehujjahan Al –Quran
Artinya: "Buku ini (Alquran tidak diragukan lagi; itu adalah pedoman bagi
yang saleh" (Q. S. Al-Baqarah, 2: 2).
2. Kemukjizatan Al-Qur’an
Mukjizat berarti "segala kekuatan luar biasa yang tidak dapat dilakukan
manusia karena itu di luar kemampuannya" (Yayasan Penyelenggara Penerjemah /
Puntafilan Quran, 1990). Mukjizatnya adalah Allah SWT memberikan kepada
nabi dan rasul keunggulan nabi dan rasul, dan menunjukkan bahwa agama yang
mereka emban bukanlah ciptaan mereka sendiri, tetapi benar-benar berasal dari
3
Allah SWT. Semua nabi dan rasul memiliki mukjizat, termasuk Nabi Muhammad
SAW, salah satunya adalah Alquran. Alquran adalah mukjizat terbesar bagi Nabi
Muhammad SAW, karena Alquran adalah mukjizat yang dapat disaksikan seluruh
umat manusia sepanjang abad, karena Nabi Muhammad diutus oleh Allah SWT
untuk menjamin keselamatan manusia kapanpun dan dimanapun. Allah selalu
menjamin keselamatan Alquran, hal tersebut sesuai dengan firman-Nya yaang
berbunyi.
4
َْ َاليس َْر َوالَي ِريْدَبِكم
ََالعس َْر ْ ّللاَبِكم
ِّ ي ِريْد
Ijihad adalah “sebuah usaha untuk menetapkan hukum Islam berdasarkan Al-
Qur’an dan Hadits” (Lina Dahlan, 2006). Terdapat beberapa macam ijtihad, di
antaranya adalah sebagai berikut:
b) Qiyas: diumpamakan dengan suatu hal yang mirip dan sudah jelas
hukumnya,
d) ‘Urf: kebiasaan.
5
menjadi sumber hukum ketuhanan yang komprehensif, Alquran juga menjadi
kriteria untuk menilai berbagai hadits. Atas dasar ini, dari masa Nabi Muhammad
SAW hingga saat ini dan selamanya, Alquran telah menjadi sumber referensi
utama bagi para ahli hukum Islam1.
1. Hukum Itiqodiyah
2. Hukum Khuluqiyah
3. Hukum Amaliyah
1
http://semutponti.blogspot.com, dikutip pada tanggan 20 Maret 2021
2
https://smjsyariah89.wordpress.com, dikutip pada tanggan 20 Maret 2021
6
D. Ayat Al – Quran ( Qath’I dan Zhanni )
Istilah qath’i dan zhanni masing masing terdiri atas dua bagian, yaitu yang
menyangkut al-tsubut (kebenaran sumber) dan al-dalalah (kandungan makna).
Tidak terdapat perbedaan pendapat dikalangan umat Islam menyangkut kebenaran
sumber al-Qur’an. Semua bersepakat meyakini bahwa redaksi ayat-ayat al-Qur’an
yang terhimpun dalam mushaf dan dibaca kaum muslim diseluruh penjuru dunia
adalah sama tanpa sedikit perbedaan dengan yang diterima Nabi Muhammad saw
dari Allah melalui malaikat jibril
Al-Qur’an jelas qath’iy al-tsabut. Hakikatnya merupakan salah satu dari apa
yang dikenal dengan istilah Ma’lum min al din bi al dharurah (sesuatu yang sudah
sangat jelas, aksomatik, dalam ajaran agama). Tidak ada perbedaan pendapat
dalam hal ini, bahkan diyakini bahwa hal ini telah memasuki lapangan teologi,
artinya pengingkaran qath’i al-tsubutnya al-Qur’an akan membawa sejumlah
konsekuensi teologis. Namun demikian, dari sisi al-dalalah, ayat al-Qur’an ada
yang qath’i dan ada pula yang zhanni. yang menjadi persoalan adalah yang
menyangkut kandungan makna redaksi ayat ayat al Qur’an ini4.
3
Nasrun Haroen, ushul fiqih, (PT Lagos wacana ilmu, ciputat), 1997, h 32
4
Quraissh syihab, Membumikan Al-Qur’an, (Mizan, Bandung), 1999, cet XIX, h 137
5
Nasrun Haroen, ushul fiqih, (PT Lagos wacana ilmu, ciputat), 1997, h 32
7
yaumul hisab, adalah masalah-masalah agama yang tidak dapat dibantah lagi
kepastiannya sehingga kita tidak punya alasan untuk tidak meyakininya.
Adapun ayat yang mengandung hukum zhanni adalah lafadz lafadz yang
dalam al-Qur’an mengandung pengertian lebih dari satu dan memungkinkan untuk
di ta’wilkan6.
Nash al-Qur’an yang qath’i merupakan bagian integral dari dogma, dan orang
yang menolak atau mengingkari validitasnya secara otomatis mengingkari Islam.
Tetapi pengingkaran terhadap nash zhanni tidak berarti pelanggaran hukum.
Mujtahid berhak memberinya suatu penafsiran sehingga penguasa dapat memilih
salah satu dari berbagai penafsiran untuk dilaksanakan. Sedangkan nash yang
zhanni dalalahnya adalah nash yang menunjukkan atas suatu makna, akan tetapi
masih memungkinkan untuk dita’wilkan ke makna lain7. Dengan adanya nash-
nash yang zhanni ini merangsang para mujtahid mengembangkan ilmu-ilmu fiqh
sebagai wujud keluasan hukum Islam. Ali Tafi dan Sahal Mahfuzh, menyatakan
bahwa sebagian ulama’ Fiqh Indonesia pernah melontarkan pemikiran tentang
fiqh social. Fiqh social dimaksudkan untuk menambah khazanah fiqh yang
mempunyai orientasi social, yaitu senantiasa memberi perhatian penuh kepada
masalah-masalah social. Fiqih bukan saja seperangkap hukum yang mengatur
bagaimana orang melaksanakan ibadah mahdhah kepada Allah saja, tetapi
bagaimana pula seseorang melaksanakan interaksi sosial dengan orang lain
(muamalah) dengan berbagai macam dimensi: politik, ekonomi, budaya, dan
hukum.
6
Nasrun Haroen, ushul fiqih, (PT Lagos wacana ilmu, ciputat), 1997, h 33
7
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Al-Dar al-Kuwaytiyah, Kuwait),1968, cet. VIII,
h. 38
8
Contoh Ayat Qoth’i
1. َّ أَقِيْمَال
ص ََلة
2. QS. An-Nisa’ : 12
9
Ayat ini adalah qath’i dalalahnya bahwa bagian suami (bila ditinggal mati
istri) adalah seperdua atau separuh, tidak bisa lainnya. (yakni yang lain dari
seperdua) atau dipahami dengan fersi lain 8.
Lafadz quru dalam bahasa arab adalah musytarak (satu kata dua artinya atau
lebih). Di dalam
ayat tersebut bisa berarti bersih (suci) dan kotor (masa haidh) pada nash
tersebut memberitahukan bahwa wanita-wanita yang ditalak harus menunggu tiga
kali quru’. dengan demikian, akan timbul dua pengertian yaitu tiga kali bersih atau
tiga kali kotor. jadi adanya kemungkinan itu, maka ayat tersebut tidak dikatakan
qath’i. karena itu dalam hal ini para imam mujtahid berbeda pendapat tentang
masa menunggu (‘iddah) bagi wanita yang dicerai, ada yang mengatakan tiga kali
bersih dan ada yang mengatakan tiga kali haidh9.
2. Q.S. Al Maidah : 3
8
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Al-Dar al-Kuwaytiyah, Kuwait),1968, cet. VIII, h.
36
9
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Al-Dar al-Kuwaytiyah, Kuwait),1968, cet. VIII, h.
62
10
Lafadz Al-Maitatu di dalam ayat tersebut ‘Am, yang mempunyai
kemungkinan mengharamkan setiap bangkai atau keharaman itu dikecualikan
selain bangkai binatang laut/air. karenanya nash yang dimaksud ganda atau lafadz
‘Am mutlak dan yang seperti itu maka disebut zhanni dalalahnya. hal ini
disebabkan karena lafadz tersebut mempunyai suatu arti tetapi juga mungkin
berarti lain.
Suatu ayat dapat menjadi qath’iy dan zhanniy pada saat yang sama firman
Allah yang berbunyi :
1. َسحواَبِرئوسك ْم
َ ام
ْ َو
10
Quraissh syihab, Membumikan Al-Qur’an, (Mizan, Bandung), 1999, cet XIX, h 140
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hukum Itiqodiyah
2. Hukum Khuluqiyah
3. Hukum Amaliyah.
A. Saran
Demikianlah makalah ini penulis paparkan dan penulis merasa bahwa dalam
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis berharap
kepada pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk perbaikan makalah ini. Dam penulis berharap semoga isi makalah ini
bermanfaat bagi kita semua amin.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://semutponti.blogspot.com,
https://smjsyariah89.wordpress.com
Nasrun Haroen, ushul fiqih, (PT Lagos wacana ilmu, ciputat),
1997.
Quraissh syihab, Membumikan Al-Qur’an, (Mizan, Bandung),
1999, cet XIX.
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Al-Dar al-Kuwaytiyah,
Kuwait),1968, cet. VIII.
13