Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi

1. Pengertian Hipertensi

Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus

menerus hingga melewati batas normal atau dapat dikatakan melebihi 140

mmHg untuk tekanan sistole dan melebihi 90 mmHg untuk tekanan diastole,

hipertensi merupakan produk dari resistensi pembuluh darah perifer dan kardiak

output (Djoko Setyono, 2001). Tekanan darah normal orang dewasa adalah

dimana rentang sistole 90 – 140 mmHg dan rentang diastole 60 – 90 mmHg,

dikatakan hipertensi sistolik jika tekanan darah sistolenya yang naik melebihi

140 mmHg, dan dikatakan hipertensi diastole jika tekanan diastolenya melebihi

90 mmHg ( Soehardo, 1987 ). Menurut World Health Organitation (WHO 1994),

hipertensi adalah tekanan darah yang berada diatas 160mmHg untuk tekanan

sistoliknya dan diatas 95mmHg untuk tekanan diastoliknya (Halim, 2001).

2. Klasifikasi Hipertensi

Menurut etiologinya hipertensi dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Hipertensi Esensial:

Adalah sebagai suatu bentuk gangguan tekanan darah yang tidak

diketahui penyebabnya atau tanpa tanda – tanda kelainan organ didalam

tubuh (Masud, 1996).

b. Hipertensi Sekunder 6
Gangguan tekanan darah yang penyebabnya dapat diidentifikasi,

menurut tingkat beratnya hipertensi WHO mengklasifikasikan sebagai

berikut (Soehardo, 1987):

1) Kelas 1: Hipertensi tanpa kelainan pada suatu organ tubuh.

2) Kelas 2: Hipertensi dengan pembesaran jantung.

3) Kelas 3: Hipertensi dengan kelainan organ-organ lain disampinh

jantung.

3. Batasan Hipertensi

Hipertensi dengan tekanan darah antara 140/90 hingga 160/95mmHg

dianggap sebagai hipertensi perbatasan atau borderline hipertention, antara

160/95 hingga 200/100mmHg sebagai hipertensi ringan, antara 200/110 hingga

230/120mmHg sebagai hipertensi moderate dan antara 230/120 hingga

280/140mmHg sebagai hipertensi berat. Ada juga yang dinamakan hipertensi

malignant, yakni hipertensi dari tingkatan mana saja dengan cepat sekali

meningkat sampai 230/130mmHg atau lebih disertai dengan gangguan fungsi

ginjal (Soehardo, 1987).

Sesuai rekomendasi dari ”The Six Report of The Joint National Commite

on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Preasure” sebagai

berikut:

Table 2.1: Klasifikasi Hipertensi

Kategori Sistole (mmHg) Diastole (mmHg)


1. Optimal < 120 < 80
2. Normal 120 – 129 80 – 84
3. Normal tinggi 130 – 139 85 – 89
4. Hipertensi
a. Ringan 140 – 159 90 – 99
b. Sedang 160 – 179 100 – 109
c. Berat 180 – 209 110 – 119
d. Sangat Berat > 210 >210
Sumber: Brunner and Suddart (2001)

4. Penyebab Hipertensi

Hipertensi pada dasarnya disebabkan oleh faktor yang kompleks, yang

hingga saat ini etiologi pastinya belum diketahui. Perkembangan penyakit ini

berhubungan erat dengan abnormalitas struktur dan fungsi vaskuler yang

menyebabkan kerusakan jantung, ginjal, otak dan pembuluh darah dengan akibat

morbiditas dan kematian dini (Pranawa, 2006)

Hipertensi dapat terjadi karena berbagai sebab, hipertensi yang diketahui

penyebabnya disebut hipertensi sekunder, yang merupakan 5 sampai 10% dari

seluruh penderita hipertensi, sebab itu antara lain, Sebab hormonal, misalnya:

Sindrom Chusing dan hiperaldosteron, klainan pada ginjal, kelainan intrakanial.

Dari kebanyakan hipertensi, (90–95%) adalah hipertensi primer atau

esensial. Faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi hipertensi antara lain ras,

umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, gangguan emosi, konsumsi alkohol

berlebihan, tembakau, yang merupakan bagian dari sebuah gaya hidup serta

adanya riwayat hipertensi dalam keluarga (Susalit, 2001).

5. Pengelolaan Hipertensi

Pengendalian hipertensi bertujuan untuk mencegah terjadinya morbiditas

dan mortalitas akibat komplikasi yang berhubungan dengan pencapaian dan

pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90mmHg. Perawatan dalam hipertensi

diantaranya dalam ketaatan pengobatan meliputi perlakuan khusus mengenai


gaya hidup seperti diet, istirahat dan olahraga serta konsumsi obat (Iman, 2001).

Dalam upaya meningkatkan status kesehatan dengan cara meningkatkan

kemampuan menyampaikan informasi yang jelas pada penderita mengenai

penyakit yang diderita serta cara pengobatan, keterlibatan dan cara pendekatan

yang dilakukan (Smet, 1994).

Penyakit hipertensi tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan,

menurut (Iman, 2001) upaya pengendalian hipertensi meliputi:

a. Mengatur diit.

b. Menjaga berat badan normal.

c. Mengendalikan stress.

d. Melakukan olah raga teratur.

e. Pemakaian obat-obatan penunjang.

Gambaran umum yang didapat dari teori diatas dapat dikatakan bahwa,

upaya-upaya dalam mengendalikan hipertensi terutama dilakukan dengan

pengelolaan diri atau life style penderita. Menururt data dari The Surgeon

General, Health People menekankan bahwa modifikasi gaya hidup merupakan

perubahan yang paling penting yang diperlukan untuk pencapaian prestasi

kesehatan (Friedman, 1998)

Secara umum indikator keberhasilan pengendalian tekanan darah pada

penderita hipertensi dapat dibambarkan sebagai berikut:

a. Tekanan darah terkendali atau terkontrol.

b. Tidak terjadi komplikasi pada penderita.

c. Kualitas kesehatan hidup menjadi lebih baik dan tetap produktif.


6. Pengendalian Tekanan Darah

Hipertensi memang penyakit berbahaya. namun bukan berarti orang akan

menderita seumur hidup ketika terkena penyakit ini. ini karena hipertensi dapat

dikontrol. untuk itu, dibutuhkan pengendalian tekanan darah yang tepat dan

berkesinambungan. Menurut World Health Organitation (WHO, 1982), salah satu

masalah utama dalam mengontrol hipertensi adalah kemampuan pasien untuk patuh

terhadap instruksi tenaga kesehatan (depkes, 2002). Pada beberapa penderita,

hipertensi bisa dikontrol dengan terapi non-farmakologi dan terapi farmakologi,

terapi non-farmakologi yang diberikan dapat berupa pengendalian gaya hidup atau

pengendalian perilaku penderita darah tinggi, terapi tersebut dapat berupa:

mengurangi berat badan sehingga mencapai berat ideal untuk dewasa dengan

perhitungan body mass index 20-25 kg/m persegi, mengurangi konsumsi garam

kurangi dari 6 gram garam dapur atau kurang dari 2,4 gram NA+ perhari , berhenti

merokok, menjauhi alkohol, mengurangi kafein, melakukan aktivitas fisik, dan

menerapkan pola makan yang baik, mengurangi stress (Joesef, 2001). Sedangkan

menurut Williams (2004) untuk pengendalian tekanan darah dengan terapi

farmakologi dapat digunakan obat-obatan seperti yang dianjurkan dalam The

Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,

Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), terapi obat yang

digunakan dalam pengendalian hipertensi antara lain, 1. Penghambat ACE (ACEI),

2. Antagonis angiotensin (ARB), 3. Antagonis Ca (CCB), 4. Penyekat beta (BB),

dan 5. Diuretika. Dari uraian diatas, secara umum pengendalian tekanan darah
dimulai dari perubahan perilaku yang harus dilakukan oleh penderita hipertensi itu

sendiri.

Perilaku, menurut Notoatmodjo (2003), merupakan kegiatan atau aktivitas

manusia, baikyang dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati secara

langsung oleh pihak luar seperti, emosi, berfikir, serta persepsi. Perilaku terdiri dari

persepsi (perception), respon terpimpin (respon guide), mekanisme (mekanisme),

dan adaptasi (adaptation).

a. Persepsi, adalah mengenali masalah dan memilih berbagai obyek

sehubungan dengan dengan tindakan yang akan diambil.

b. Respon terpimpin, adalah melakukan tindakan yang benar atau berurutan

sesuai dengan apa yang telah dicontohkan.

c. Mekanisme, merupakan sebuah kebiasaan baru melakukan sesuatu dengan

benar yang timbul akibat respon terpimpin ( guide respon ).

d. Adaptasi, tindakan yang telah berkembang dengan baik meskipun

tindakan tersebut telah dimodifikasi sesuai kebutuhan tanpa mengurangi

kebenaran dari tindakan tersebut.

Perilaku seseorang dipengaruhi dan ditentukan oleh beberapa faktor internal

dan faktor eksternal. Menurut Kwick (1974) dalam Notoatmodjo (2003), faktor-

faktor internal mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi yang

berfungsi mengolah rangsang dari luar. Sedangkan, faktor eksternal mencakup

lingkungan sekitar, manusia, sosial ekonomi dan budaya. Lawrence Green (1980)

dalam Notoatmodjo (2003), menyebutkan bahwa perilaku kesehatan terbagi menjadi

tiga teori penyebab, meliputi:


a. Faktor Presdisposing ( presdisposing faktor)

Merupakan faktor-faktor yang dapat mempermudah atau

mempresdisposisi terjadinya perilaku pada diri seseorang, seperti

pengetahuan, serta sikap imdividu terhadap tindakan yang dilakukan.

b. Faktor pemungkin ( enabling factor )

Faktor pemungkin dapat berupa fasilitas, sarana dan prasarana pendukung

serta dukungan sosial dari keluarga. Friedman (2003) menyebutkan empat

elemen dalam dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga mencakup,

1).Dukungan emosional, 2).Dukungan informasi, 3).Dukungan

instrumental, serta 4).Dukungan penghargaan.

c. Faktor penguat ( reinforcing faktor )

Beberapa faktor penguat dapat diantaranya sebuah peraturan-peraturan

ataupun ketentuan-ketentuan yang mampu menyebabkan individu

merubah perilakunya.

Menurut Rogers (1974), sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam

diri orang tersebut terjadi proses berurutan yang meliputi:

a. Awarenes (ketertarikan), dimana individu tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus.

b. Interest (tertarik) terhadap stimulus tersebut, dari sini sikap terhadap

perubahan perilaku mulai terbentuk.

c. Evaluasi (evaluation) terhadap baik atau buruknya stimulus untuk individu

tersebut.
d. Trial (mencoba atau meniru) melakukan sesuatu sesuai apa yang

dikehendaki oleh stimulus.

e. Adaptasi, dimana individu telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikap dari stimulus.

B. Dukungan Sosial Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Menurut Friedman (1998), keluarga merupakan unit terkecil dalam

masyarakat yang merupakan klien penerima asuhan keperawatan, keluarga

berperan dalam menentukan cara asuhan keperawatan yang diperlukan bagi

anggota keluarga yang mengalami maslah kesehatan. Bila salah satu dari

anggota keluarga mengalami masalah kesehatan, maka system didalam keluarga

akan terganggu.

Burgess dkk (1963) dalam Friedman (1998), mengemukakan tentang

definisi keluarga adalah sebagai berikut:

a. Keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan,

darah dan ikatan adopsi.

b. Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu

rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap

menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka.

c. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam

peran-peran sosial keluarga seperti suami-istri, ayah dan ibi, saudara

kandung.

d. Penggunaan kultur yang sama didalam keluarga.


2. Tugas dan Fungsi Keluarga

Beberapa fungsi keluarga menurut Friedman (1998) yaitu:

a. Fungsi afektif (fungsi pemeliharaan kepribadian):

Untuk stabilitas kepribadian keluarga dalam memenuhi kebutuhan-

kebutuhan anggota keluarganya termasuk dalam mendapatkan kesehatan

yang layak.

b. Fungsi sosialisasi:

Untuk sosialisasi primer yang bertujuan membuat anggota keluarga

menjadi anggota masyarakat yang produktif.

c. Fungsi reproduktif:

Menjaga kelangsungan generasi dan keberlangsungan hidup anggota

keluarga.

d. Fungsi ekonomis:

Mengadakan sumber-sumber ekonomi yang memadai dan pengalokasian

secara efektif.

e. Fungsi-fungsi perawatan kesehatan:

Untuk pengadaan, perawatan dan penyedia kebutuhan-kebutuhan fisik

hingga kebutuhan akan perawatan kesehatan bagi anggota keluarga.

Sedangkan beberapa tugas dari sebuah keluarga menurut Friedman, (1998)

adalah:
a. Mengenal masalah, keluarga dituntut mampu mengenali masalah

kesehatan yang terjadi dikeluarga.

b. Mampu mengambil keputusan yang tepat bila menemukan maslah pada

keluarga tersebut.

c. Merawat anggota keluarga.

d. Memelihara lingkungan.

e. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan.

Dari tugas dan fungsi keluarga diatas, keluarga merupakan faktor penting

dalam pemberian atau penerimaan sebuah layanan kesehatan, terutama bagi

anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.

3. Jenis Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga

terhadap penderita yang sakit. Keluarga terdiri atas suami, isteri, anak dan untuk

Indonesia dapat meluas mencakup saudara dari kedua belah pihak (Rahcmati cit

Sukardi, 2002). Menurut Friedman (1998), menyatakan bahwa keluarga

berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya. Anggota keluarga

memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan

pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Terdapat empat dimensi dari dukungan

keluarga yaitu:

a. Dukungan emosional, mencakup ungkapan empati, kepedulian dan

perhatian orang-orang yang bersangkutan kepada anggota keluarga yang

mengalami masalah kesehatan, misalnya umpan balik dan penegasan dari


anggota keluarga. Keluarga merupakan tempat yang aman untuk istirahat

serta pemulihan penguasaan emosi.

b. Dukungan informasi, apabila individu tidak dapat menyelesaikan masalah

yang dihadapi maka dukungan ini diberikan dengan cara memberi

informasi, nasehat, dan petunjuk tentang cara penyelesaian masalah.

Keluarga juga merupakan penyebar informasi yang dapat diwujudkan

dengan pemberian dukungan semangat, serta pengawasan terhadap pola

kegiatan sehari-hari.

c. Dukungan instrumental, dukungan ini bersifat nyata dan bentuk materi

bertujuan untuk meringankan beban bagi individu yang membentuk dan

keluarga dapat memenuhinya, sehingga keluarga mrupakan sumber

pertolongan yang praktis dan konkrit yang mencakup dukungan atau

bantuan seperti uang, peralatan, waktu, serta modifikasi lingkungan.

d. Dukungan penghargaan, terjadi lewat ungkapan hormat atau positif untuk

pasien, misalnya: pujian atau reward terhadap tindakan atau upaya

penyampaian pesan ataupun masalah, keluarga bertindak sebagai

bimbingan umpan balik seperti dorongan bagi anggota keluarga.

4. Pengertian Dukungan Sosial Keluarga

Dukungan sosial merupakan informasi verbal maupun non verbal, saran,

bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang

dekat dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya, atau yang berupa kehadiran

dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau pengaruh pada

tingkah laku penerimanya. Dukungan sosial juga dapat didefinisikan sebagai


adanya kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau sikap penerimaan, dukungan

social tersebut diperoleh dari kelompok maupun individu (Kunjoro 2002).

Menurut (Sarason, dalam Kunjoro 2002), dukungan sosial mencakup dua hal

yaitu:

a. Jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia, merupakan persepsi

individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu

membutuhkan bantuan.

b. Tingkat kepuasan akan dukungan sosial yang diterima berkaitan dengan

persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan

berdasarkan kualitas).

Dukungan sosial keluarga merupakan sebuah proses yang terjadi terus

menerus disepanjang kehidupan manusia (keluarga). Dukungan sosial keluarga

mengacu kepada dukungan sosial yang dianggap oleh anggota keluarga sebagai

sesuatu yang dapat diakses untuk keluarga, tiap anggota keluarga beranggapan

bahwa orang-orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan bantuan

(Kunjoro, 2002).

Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan internal, seperti

dukungan dari suami, istri, ayah, ibu atau saudara kandung, dan dukungan

eksternal didapat dari teman atau sahabat maupun petugas kesehatan (Budioro,

1998). Dalam penelitian pengendalian tekanan darah peneliti membatasi dengan

dukungan sosial dari keluarga karena keluarga merupakan individu atau

kelompok yang paling dekat atau initim bagi pasien, serta keluarga memiliki
peran yang sangat penting dalam perannya bagi salah satu anggota keluarga

yang mengalami masalah kesehatan.

5. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Kesehatan

Secara umum dapat diterima bahwa orang yang hidup dalam lingkungan

yang bersifat suportif, kondisinya jauh lebih baik daripada mereka yang tidak

memiliki keuntungan ini. Secara spesifik, karena dukungan sosial keluarga

dianggap melemahkan dampak dari stress atau masalah kesehatan lainnya, dan

secara langsung mampu memperkokoh kesehatan indiviual maupun keluarga,

dukungan sosial juga merupakan strategi koping penting untuk dimiliki keluarga

saat mengalami masalah gangguan kesehatan (Friedman, 1998)

Keluarga harus dilibatkan dalam program pendidikan dan penyuluhan agar

keluarga mampu mendukung usaha pasien untuk mengendalikan hipertensi, ini

memberi arti adanya hubungan yang adil dan seimbang antara klien dengan

keluarganya dimana kedua pihak tersebut dapat menegosiasikan dan

mengungkapkan kebutuhan dan kepentingan mereka secara terbuka (Pratt, 1976

dalam Friedman, 1998) Bimbingan, penyuluhan dan dorongan secara terus-

menerus biasanya diperlukan agar penderita hipertensi tersebut mampu

melaksanakan rencana yang dapat diterima utntuk mengendalikan hipertensi dan

mematuhi aturan terapinya. Keluarga selalu dilibatkan dalam program

pendidikan sehingga keluarga dapat memenuhi kebutuhan pasien mendukung

kepatuhan terhadap program terapi dan mengetahui kapan harus mencari

pertolongan dari profesional kesehatan, keluarga juga harus memepringatkan


bahwa terapi obat hipertensi dapat menimbulkan masalah kesehatan yang lain,

misalnya hipotensi yang harus segera dilaporkan (Brunner and Suddart, 2001).

Penyuluhan perawatan kesehatan sangat penting untuk menyampaikan

informasi mengenai praktek kesehatan keluarga untuk membantu keluarga dalam

memelihara, meningkatkan kesehatan serta dapat memenuhi fungsi perawatan

kesehatan yang baik dengan menggunakan pelayanan keperawatan kesehatan

profesional (Friedman, 1998).

C. Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Dengan Pengendalian Tekanan Darah

Pada Penderita Hipertensi.

Keberadaan dukungan keluarga yang adekuat mampu mempengaruhi status

kesehatan seseorang, yaitu terjadinya perubahan perilaku sehingga menurunnya

mortalitas dan lebih mudah sembuh dan sakit, jadi dengan adanya dukungan yang

adekuat dari keluarga maka diharapkan status kesehatan penderita yang lebih

meningkat.

Menurut survei nasional Gallop (1985) dalam Friedman (1998), menyatakan

bahwa saat berhubungan dengan masalah kesehatan, kebanyakan individu

mendapatkan lebih banyak bantuan dari keluarga mereka daripada dari pihak

lainnya, bahkan petugas kesehatan sekalipun, sehingga keluarga harus mampu

memodifikasi perannya serta mampu beradaptasi dengan status kesehatan kelurga

yang didapat.

Dalam tindakan pemberian dukungan sosial oleh keluarga terhadap

pengendalian tekanan darah pada klien hipertensi dapat digunakan model adaptasi

yang dikemukakan oleh Roy, (1986), disebutkan bahwa terdapat empat elemen
penting dalam model adaptasi keperawatan, yakni keperawatan, tenaga kesehatan,

lingkungan, dan sehat.

1. Elemen Keperawatan

Keperawatan sebagai ilmu dan praktik berperan dalam meningkatkan

adaptasi individu dan kelompok terhadap kesehatan sehingga sikap yang

muncul akan semakin positif, kebutuhan pasien hipertensi atas dukungan yang

diberikan keluarga mampu menimbulkan proses adaptif dari penderita.

2. Elemen Manusia

Manusia atau keluarga dalam konteks ini berperan sebagai kognator

atau regulator untuk mempertahankan adaptasi.

3. Elemen Lingkungan.

Lingkungan didefinisikan sebagai semua kondisi, keadaan atau faktor

lain yang mempengaruhi perilaku atau upaya peningkatan staus kesehatan

klien

4. Elemen Sehat

Kesehatan didefinisikan sebagai keadaan yang terjadi pada keluarga

atau anggotanya yang terintegrasi dalam individu seutuhnya.


D. Kerangka Teori

Skema 2.1 Kerangka Teori

Factor presdisposing
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Persepsi indivdu
4. Emosi
Faktor pemungkin (enabling)
1. Fasilitas pendukung.
2. Sarana dan prasarana kesehatan
3. Dukungan sosial keluarga:
a. Dukungan emosional.
b. Dukungan penghargaan.
c. Dukungan Instrumental.
d. Dukungan Informatif.
Faktor penguat (reinforcing)
Aturan-aturan serta ketetapan-ketetapan yang
menyebabkan individu merubah perilaku
Terapi farmakologi (obat-obatan) dan non Pengendalian Tekanan

farmakologi, perubahan gaya hidup dan Darah Pada Penderita

perilaku kesehatan (mengurangi stress, olah Hipertensi.

raga, menurunkan berat badan, mengurangi


konsumsi garam, kafein, dan alkohol,
mengatur pola makan.

Sumber: Modifikasi Lawrence Green (1980), Iman ( 2001 )


E. Kerangka Konsep

Skema 2.2 Kerangka Konsep

Variabel. Independent Variabel Dependent

Dukungan Sosial yang Pengendalian Tekanan


diberikan oleh keluarga Darah Pada Penderita
Hipertensi

Variable dependent adalah variable terikat yang dipengaruhi oleh veriable

independent. Dalam proposal penelitian ini, pengendalian tekanan darah pada

penderita hipertensi merupakan variable dependent atau terikat yang dipengaruhi

oleh dukungan sosial keluarga sebagai variabel independent. Kondisi pendahuluan

atau variabel independent dikaitkan dengan terjadinya kondisi atau efek lain atau

variabel dependent (Dempsey, 2002).

F. Hipotesa

Hipotesa dari rencana penelitian ini adalah, adakah hubungan antara dukungan

sosial keluarga dengan pengendalian tekanan darah pada penderita hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai