Anda di halaman 1dari 8

Pemikiran Politik Nizham Al-Mulk

Fatiha Firdaus
Fatihafff000@gmail.com

Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Humaniora


Universitas Darussalam Gontor

Pendahuluan
Kata politik sangat identik dengan pemerintahan. Politik diartikan juga
sebagai proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang
berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara, atau hal yang
berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara. politik juga
disebut-sebut sebagai seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional
maupun nonkonstitusional.
Dalam Islam, politik disebut dengan siyasah. Aspek politik dalam Islam
berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Islam sangat menekankan
pentingnya politik sebagai system yang mengatur segenap urusan umat. Tetapi jika
politik diartikan sebagai orientasi kekuasaan, maka Islam memandangnya hanya
sebagai sarana untuk menyepurnakan pengabdian kepada Allah.
Dalam membahas politik, pasti ada tokoh-tokoh yang berpengaruh di
dalamnya. Salah satu tokoh politik Islam adalah Nizham Al-Mulk. Ia adalah
seorang wazir (Perdana Menteri) kerajaan Saljuk selama hampir 30 tahun, pada
masa pemerintahan dua sultan Saljuk, yaitu Alp Arslan (1063-1072) dan Malikshah
(1072-1092). Selain seorang negarawan, ia juga meruoakan serang penulis yang
hebat. Salah satu karyanya yang terkenal berjudul “Siyasat-nameh”, yang
merupakan penuturan pengalamannya selama menjadi Menteri, dan pandangannya
mengenai metode-metode pemerintahan yang baik. ('Athifa & Ghozali, 2018)
Selama masa hidupnya, ia telah membangun banyak Universitas di banyak
kota, diantaranya Bashrah, Mosul, Balkh, Nisabur, Harran, Esfahan, Mery, dan
Tabaristan. Semua Universitas ini tersebut dinamakan “Madaris An-Nizhamiyah”.
Tujuan utama didirikannya Madrasah Nizhamiyah adalah untuk memperkuat
pemerintahan Bani Saljuk dan untuk menyiarkan madzhab keagamaan pemerinah,

1
karena sultan-sultan Turki adalah dari golongna ahli sunnah, dan untuk menyokong
sultan dalam menyiarkan mazhab ahli sunnah. (Ahmad, 2015)

Biografi Nizham Al-Mulk


Nizham Al-Mulk merupakan seorang ahli politik, pemimpin militer yang
bijaksana, dan seorang filosof yang alim dan berpengatuhan luas. Nama aslinya
adalah Abu Ali Husain bin Ali bin Ishaq bin Al-Abbas At-Tusi. Ia lahir di Persia
pada 10 April 1018 M dari keluarga kelas menengah. Pendidikan dasarnya adalah
Hadits dan Fiqh, hal ini dikarenakan ayahnya ingin menjadikannya seseorang yang
berprofesi hukum. Ia belajar kepada ahli hukum terkenal pada masa itu, Abd
All_Samad Funduraji dan Imam Muwaffae. Dari pendidikannya ini, ia pun mulai
menguasai system administrasi dari kekaisaran Saljuk di Turki, walaupun ia berasal
dari Persia.
Pada masa hidupnya, ia telah berkeliling wilayah Persia dan sekitarnya untuk
mendapatkan posisi atau pekerjaan yang membuatnya dapat mengenal dan
mempelajari system administrasi mereka. Ia telah pergi ke Ghaznah, Balkh, dan
Merv. Di Merv, ia diangkat sebagai konsultan dan sekretaris Alp Arslan, anak dari
Ali Ibn Shadan yang merupakan gubernur Balkh Dengan nama pemerintahan
Saljuk Chagari Beg Dawud. ('Athifa & Ghozali, 2018)
Kemudian pada tahun 445 H/ 1062 M, saat Alp Arslan naik tahta, atas saran
dari Ali Ibn Shadan, Nizham Al-Mulk diangkan menjadi wazir (Perdana Menteri)
Bersama dengan Admid Al-Mulk Kuduri. Periode keperdanamenterian Nizham Al-
Mulk merupakan periode perubahan, dan ini merupakan periode tantangan besar
antara diterimanya gagasan pemerintahan/ Negara Islam dan pikiran Perso-Turkish
yang perlahan-lahan bergerak ke dalam tubuh politik kekhalifahan.
Setelah Alp Arslan terbunuh dan digantikan oleh Maliksyah pada tahun 165
H/1072 M, Nizham Al-Mulk tetap menjadi wazir kesultanan Saljuk, bahkan
perannya pada masa ini bertambah besar daripada sebelumnya. Oleh Sultan
Maliksyah yang saat naik tahta berumur 18 tahun, ia dipercaya untuk mengatur
pemerintahan dan menjalankan keputusan politik. Sultan Maliksyah juga
memberinya gelar, Ata Beq, yang artinya amir yang dianggap ayah. (E.G, 1964)

2
Nizham Al-Mulk menjabat sebagai Wazir pada masa Turki Saljuk selama
kurang lebih 30 tahun. Selain itu, ia juga mendirikan Madrasah Nizhamiyah yang
menurut sebagai besar ahli sejarah merupakan madrasah tertua dan pertama yang
didirikan dalam perkembangan sejarah pendidikan Islam. Keberadaan Madrasah
Nizhamiyah dalam perkembangan pendidikan Islam dilatar belakangi oleh multi
motivasi, seperti motivasi pendidikan, agama, ekonomi, dan motivasi politik.
('Athifa & Ghozali, 2018)
Menurut penelitian dari Syamruddin Nasution, keberadaan Nizhamiyah
merupakan salah satu factor yang menyebabkan berhasilnya Nizham Al-Mulk
dalam mengangkat Kembali Daulah Abbasiyah yang sudah berada di ambang pintu
kehancuran, dan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan karena pengajarnya
yang telah mendapat pengakuan dan juga berhasil mencetak alumni yang sekarang
telah menjadi ulama terkenal dan ternama, seperti Imam Al-Haramain Al-Juwaidi
dan Imam Al-Ghazali. (Nasution, 2014)
Nizham Al-Mulk wafat pada tanggal 10 Ramadhan 485 H. Ia dibunuh oleh
seorang pemuda dari Dailan yang berpura-pura meminta bantuannya. Pemuda
tersebut datang mendekati Nizham Al-Mulk dan kemudian memukulnya. Ketika
kabar kematiannya menyebar, terdengarlah suara tangisan-tangisan dari para
sahabatnya. Bahkan, Sultan Malik Syah datang bertakziyah dan sangat berduka atas
wafatnya Nizham Al-Mulk dan tidak mampu menahan tangisnya. Ia telah berlaku
baik selama hidupnya sehingga semua orang memuji kebaikannya dan merasa
kehilangan saat ia meninggal. (Rahman, 2012)

Politik dan Pemerintahan Nizham Al-Mulk


Karir dan prestasi politik Nizham Al-Mulk sangatlah mengagumkan. Hal ini
dapat dilihat dari saat Ketika ia menjabat sebagai wazir kesultanan Saljuk selama
30 tahun, yaitu pada masa kepemimpinan sultan Alp Arslan dan sultan Maliksyah.
Selama 30 tahun itu, ia merupakan figure sentral dan pusat pengendali seluruh
urusan dan persoalan pemerintahan Saljuk, dan pada masa itu pulalah keslutanan
Saljuk mencapai puncak kejayaannya.
Sebagai wazir dan kepala dewan tertinggi, Nizham Al-Mulk membawahi
kantor-kantor dengan tugas yang berbeda-beda, yaitu: (Fuad, 2018)

3
1. Diwan al-Insha’ wa al-Tughra; kantor yang mengurusi masalah korespondensi
ke dalam dan keluar, dan merencanakan serta merumuskan naskah perjanjian-
perjanjian dengan dengan pemimpin negara lain.
2. Diwan al-Zimam wa al-Istifa’; kantor yang mengurusi penghasilan negara dan
pencatatan pajak negara.
3. Diwan Ishraf al-Mamalik; kantor yang menangani pemeriksaan keuangan
negara.
4. Diwan al-Ard; kantor yang mengurusi masalah ketentaraan dan kemiliteran
dalam negara.
Dalam posisi sentralnya sebagai wazir, Nizham Al-Mulk berusaha
mengorganisasi negara atas dasar kompromi antara kekuatan militer dan
administrasi sipil yang didukung oleh ulama Sunni. Ia juga memfokuskan usaha-
usaha dan Langkah-langkahnya kea rah reorganisasi politik. Tetapi, tujuan paling
utamanya adalah membangun Kembali suatu struktur birokrasi dinasti Sasaniyah
sebagaimana terwakili dalam system pemerintahan Ghaznawiyah.
Untuk mewujudkan tujuan pertama, reorganisai social-politik, Nizham Al-
Mulk membentuk suatu korp administrator yang loyal dan setia kepadanya dan
kepada doktrin keagamaan Sunni. Pada masa sultan Alp Arslan, Nizham Al-Mulk
selalu menyertai dalam setiap kunjungan ke daerah-daerah meskipun ia tidak
sempat ikut dalam pertempuran yang dikenal sebagai Battle of Manzikert. Selain
itu, ia juga sering memimpin operasi militer, salah satunya adalah pada peristiwa
pertempuran di Istahkr pada tahun 1067. Ia merupakan otak pengatur (directing
mind) seluruh urusan dan kebijakan politik. (Phillip, 1967)
Kebijakan-kebijakan politik Nizham Al-Mulk yang dapat di terapkan dan
membawa perubahan bagi kekuasaan, diantaranya: (Bowen)
1. Mempekerjakan sejumlah besar orang Turki yang sudah bermigrasi ke Persia
sebagai akibat dari kesuksesan Saljuk dalam setiap penyerangan ke luar wilayah
Dar as-Salam, dan juga ke wilayah dinasti Fathimiyah.
2. Menunjukkan bahwa kekuatan sultan sangat menarik dan ringan tangan, dan
juga pengampunan serta penerimaan Kembali pemberontak yang mau tunduk
dan menyerah secara umum.

4
3. Memelihara para penguasa local, baik Sunni maupun Syi’ah dan menjadikan
keluarga Saljuk sebagai gubernur di setiap provinsi.
4. Menyingkirkan perselisihan-perselisihan di sekitar suksesi (pergantian
pemimpin) dengan penujukan berdasarkan pengakuan umum terhadap
Maliksyah sebagai ahli waris (penerus), meskipun ia bukan anak tertua dari
sultan sebelumnya.
5. Membangun dan menciptakan hubungan baik dengan khalifah al-Qaim sebagai
raja nominal (khalifah yang hanya diakui namanya tanpa diberikan kekuasaan
politik).
Wilayah yang dikuasai oleh kesultanan Saljuk sangatlah luas, terbentang dari
Transoxiana di timur, sampai sekitar Laut Tengah di sebelah barat yang meliputi
daerah Iran, Syiria, Asia Kecil, dan Irak. Semua negara-negara tersebut berada di
bawah penguasaan dinasti Saljuk.
Pada masa Nizham Al-Mulk, tidak hanya terjadi kebangkitan politik, tetapi
juga terjadi kebangkitan yang luar biasa dalam lapangan intelektualisme. Sebagai
pemimpin pemerintahan, Nizham Al-Mulk juga berhadapan dengan problem yang
berkaitan dengan usaha membantu kehidupan Sebagian besar tentara. Namun ia
mampu menyelesaikan masalah itu dengan memberikan bagian tanah pertanian
kepada mereka sebagai ganti dari gaji yang biasanya mereka dapatkan di masa
lampau. (Dr. Badri Yatim, 2000)
Kebesaran dinasti Saljuk yang telah diakui oleh berbagai negara ini tidak
terlepas dari keberhasilan Nizham Al-Mulk dalam menjalankan politik luar negeri
atau diplomasi dengan kepala negara-negara lain dan juga dengan khalifah
Baghdad. Integritas dan kebesaran Nizham Al-Mulk sebagai negarawan Muslim
didukung oleh kemampuan berpikir yang tinggi dan intelektualitas yang tajam.
Sebagai negarawan-pemikir, ia berpendapat bahwa seseorang tidak akan dapat
memenuhi harapan dan mewujudkan tujuannya tanpa adanya suatu organisasi
religio-sosio-politik. (Rizvi & Ali, 1978)
Dalam pandangan Nizham Al-Mulk, fungsi negara adalah untuk menjaga dan
mewujudkan tidak hanya kehidupan, kebebasan dan kemerdekaanmelalui keadilan
dan persamaan, tetapi juga kesejahteraan dan kebahagiaan bangsanya. Ia mencoba
mentransformasikan ide tersebut ke dalam realitas politik dan berhasil

5
melakukannya dengan sangat baik karena ia juga merupakan pemikir-praktisi (a
practical thinker). (Rizvi & Ali, 1978)
Pemikiran pokok Nizham Al-Mulk yang tertuang dalam bukunya yang
berjudul Siyasat-nama tidak akan dapat diahami dengan baik kecuali jika nilai Islam
diempatkan sebagai kerangka acuan. Hal ini dikarenakan Nizham Al-Mulk sangat
dipengaruhi dengan universalitas Islam. Jadi, ide dasarnya di dasarkan kepada
Islam. Dan meskipun ia telah mengambil beberapa institusi dan prosedur dari tradisi
Iran pra-Islam, itu tidak berarti bahwa ia merupakan penganut Iranianisme.
Institusi-institusi itu diambil hanya karena dipandang sesuai dengan kebutuhan
negara Muslim kontemporer yang dipimipinnya. (Fuad, 2018)
Nizham Al-Mulk memiliki prinsip yang tidak menyetujui campur-tangan
(intervensi) wanita dalam urusan pollitik dan pemerintahan. Ia berpendapat bahwa
keterlibatan dan dominasi wanita dalam politik hanya akan menimbulkan
kekacauan dan kerusuhan, karena mereka banyak dipengaruhi oleh intrik-intrik dan
sikap-sikap yang sama sekali tidak obyektif. (Rizvi & Ali, 1978)
Menurut Nizham Al-Mulk, atribut moral negara (atribut moral, social, dan
kemanusiaan) itu melekat sebagai konsekuensi dari pengakuan atas kedaulatan
Tuhan. Maka dari itu, selain harus mengabdi kepada kehendak Tuhan, negara juga
berkewajiban melaksanakan perintah Tuhan sebagaimana diwujudkan dalam
Sharifah yang merefleksikan moralitas dalam kehidupan.
Nizham Al-Mulk sangat menekankan pentingnya etika dan moralitas dalam
kehidupan bernegara. Dalam pandangannya, negara memiliki dua dasar penting,
yaitu agama yang benar dan keadilan. Negara, menurut Nizham Al-Mulk, harus
dituntun oleh Syari’at, dan system politik Islam harus didasarkan pada agama.
Negara berkewajiban melindungi komunitas Muslim dari segala bentuk gangguan
dan melindungi mereka dari setiap kemungkinan timbulnya perpecahan dan
penyimpangan, serta harus menjalankan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
Syari’at. Apabila agama hancur, maka entitas politik dan organisasi keagamaan
juga akan hancur. (Rizvi & Ali, 1978)
Keadilan menurut Nizham Al-Mulk adalah sesatu yang sama pentingnya
dengan agama. Atau bahkan, keadilan bisa jauh lebih penting dari agama, karena
negara dapat bertahan tanpa agama, tetapi tidak tanpa keadilan. Hal ini menujukkan

6
bahwa agama dan keadilan merupakan dasar yang esensial bagi kelangsungan suatu
negara.
Pemikirannya tentang bagaimana negara dan agama merupakan suatu
korelasi yang sangat penting, bukan berarti itu menunjukkan bahwa Nizham Al-
Mulk mendukung pembentukan suatu teokrasi. Dalam pandangannya, Tuhan
merupakan pengusa mutlak bukan nhanya dalam urusan politik, tetapi atas seluruh
aspek kehidupan manusia. Namun Tuhan tidak menjalankan otoritas-Nya melaui
apa yang disebut sebagai badan kependetaan (rabbaniyyah).
Menurut Nizham Al-Mulk, kesultanan merupakan instrument uhan untuk
memperbaiki kehidupan. Maka dari itu, sebagai penguasa, sultan dilengkapi dengan
sifat dan karakter yang sempurna, seperti watak yang ramah, integritas yang kuat,
kejantanan, keberanian, kecakapan, kecerdasan, dan masih banyak sifat-sifat baik
pemimpin lainnya. Selain itu, sultan juga harus memperhatikan masalah peradaban
dan kebudayaan, contohnya dengan membuat fasilitas-fasilitas umum. (Fuad, 2018)

7
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, E. R. (2015). Madrasah Nizhamiyah Pengaruhnya terhadap Perkembangan


Pendidikan Islam dan Aktivitas Ortodok Sunni. Jurnal Tarbiya, Vol.1, No.1
, 127-138.

'Athifa, R. D., & Ghozali, M. (2018). Pemikiran Nizam Al-Mulk (1018-1092 M)


Dalam Ekonomi Islam. Jurnal Islamika: Jurnal Ilmu-zilmu Keislaman,
Vol.18, No.01, 85-93.

Bowen, H. (n.d.). Nizham Al-Mulk, The Encyclopaedia of Islam, New Edition,


Vol.8.

Dr. Badri Yatim, M. (2000). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

E.G, B. (1964). A Literary History of Persia, Vol. 2. Cambridge: Cambridge


University Press.

Fuad, A. N. (2018). Nizam Al-Mulk Dan Kontribusinya Terhadap Pemikiran


Politik Islam. ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman, 139-164.

Nasution, S. (2014). Blusukan: Menelisik Gaya Kepemimpinan Nizam Al-Mulk.


Miqot, Vol.38, No.1, 238-251.

Phillip, K. (1967). History of the Arabs from the Earliest Times to the Present.
London: Macmillan.

Rahman, D. (2012, Maret 21). Nizhamu Mulk. Retrieved from


HASANALBANNA.ID: https://hasanalbanna.id/nizhamul-mulk/

Rizvi, S., & Ali, R. (1978). Nizam al-Mulk Tusi: His Contribution to Statecraft,
Political Theory and the Art of Government. Lahore: SH Muhammad
Ashraf.

Anda mungkin juga menyukai