Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

PETROGRAFI

BATUAN METAMORF

Disusun Oleh:
Arghajati Maulana
21100117130050

LABORATORIUM SUMBER DAYA MINERAL DAN BATUBARA


DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
APRIL 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktikum Petrografi, acara: Batuan Metamorf yang disusun oleh Arghajati
Maulana yang disahkan pada:
hari :
tanggal :
pukul :
Sebagai tugas Laporan Praktikum mata kuliah Petrografi

Semarang, April 2019


Asisten Acara, Praktikan,

Lestari Butar-Butar Arghajati Maulana


NIM.21100116120016 NIM.21100117130050

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Maksud
 Mendesripsi sayatan tipis batuan metamorf struktur, tekstur umum, tekstur khusus,
dan komposisi mineral.
 Melakukan interpretasi genesa batuan metamorf
 Menentukan penamaan pada atuan metamorf

1.2. Tujuan
 Dapat mendeskripsikan struktur, tekstur umum, tekstur khusus, dan komposisi
mineral dari sayatan tipis batuan metamorf.
 Dapat menginterpretasi genesa dari sayatan tipis batuan metamorf.
 Dapat memberi penamaan pada batuan metamorf

1.3 Pelaksanaan Praktikum


 Pengamatan ke -1
Hari, Tanggal : Senin, 27 Mei 2019
Waktu : 16.00-17.00 WIB
Tempat : Laboratorium Sumberdaya Mineral & Batubara

3
BAB II
HASIL DESKRIPSI

4
BAB III

PEMBAHASAN

Pada praktikum petrografi acara batuan metamorf yang dilaksanakan pada


hari Senin, 27 Mei 2019, melakukan deskripsi sayatan batuan dengan pengamatan
secara mikoskopis menggunakan mikroskop polarisasi. Pengamatan meliputi
struktur, tekstur umum yaitu derajat metamorfisme, ukuran kristal, bentuk kristal,
dan hubunga antar kristal, dan tekstur khusus. Lalu di deskripsi juga komposisi
mineral dengan mengamati ciri-ciri mikroskopis yang dimiliki oleh suatu mineral.
Pengamatan dilakukan sebanyak tiga medan pandang dengan pengamatan secara
nikol sejajar, nikol bersilang dan baji kuarsa, dengan perbesaran 4x. Sayatan tipis
batuan yang dideskripsi yaitu dengan nomor peraga 46 dan 43. Berikut
pembahasannya :
3.1 46
Pengamatan sayatan batuan dilakukan secara tiga tahap, yang pertama
yaitu dilakukan secara nikol sejajar (PPL) untuk mengetahui warna mineral,
relief mineral, bentuk mineral, pecahan dan belahan serta bidang batas antara
mineral yang satu dengan yang lain. Pengamatan kedua secara nikol bersilang
(XPL) untuk mengamati gelapan atau kembaran dari suatu mineral yang
dilakukan dengan cara memasukkan Analisator ke dalam mikroskop
polarisasi. Pengamatan dengan baji kuarsa untuk mengetahui warna
inteferensi dan tanda rentang optic dengan cara memasukkan polarisator ke
dalam mikroskop polarisasi tersebut. Selain itu, pengamatan dilakukan dalam
3 medan pandang, tujuannya agar komposisi mineral yang terlihat cukup
merata, dan datanya menjadi lebih valid, yang kemudian akan lebih akurat
dalam penamaan dan petrogenesa pada batuan. Sayatan nomor peraga 46
memiliki struktur dengan tidak adanya kenampakan penjajaran mineral dan
nampak mozaik mineral mineral eqidumensional dan equigranular dan
berbentuk polygonal, sehingga struktur pada batu ini berupa non foliasi

5
dengan tipe hornfelsic. Batuan ini memiliki tekstur umum berupa derajat
metamorfisme, ukuran kristal, bentuk kristal, dan hubungan antar kristal.
Ketahanan terhadap proses metamorfisme batu ini memiliki kenampakan
yang tidak menunjukkan sisa tekstur batuan asalnya, sehingga ketahanan
terhadap proses metamorfisme batuan ini adalah kristaloblastik. Ukuran butir
pada batuan ini masi dapat dilihat dengan mata, sehingga ukuran butir pada
batuan ini termasuk fanerit. Hubungan kristal pada batuan ini memiliki
kenampakan mineralnya dibatasi oleh kristal berbetntuk anhedral, sehingga
hubungan kristal pada batuan ini adalah xenoblastik. Dan bentuk mineral pada
batuan ini memiliki kenampakan berbentuk granular, equidimensional, batas
mineralnya bersifat sutured, sehingga bentuk mineral pada batuan ini adalah
granoblastik. Sayatan ini juga memiliki tekstur khusus yang berupa palisade.

Gambar 3.1 Struktur Hornfelsic

Diamati dengan menggunakan lensa objektif dengan perbesaran 4x. Pada


kenampakan nikol sejajar (PPL) sayatan mineral memiliki kenampakan warna
colorless. Mineral pada sayatan ini tidak memiliki kenampakan garis garis
yang sejajar dan searah, sehingga mineral ini tidak memiliki belahan. Mineral
ini tidak ada retakan, sehingga mineral ini tidak memiliki pecahan. Mineral
ini memiliki batasan pinggir mineral yang kurang jelas, sehingga mineral ini
dapat dikatakan memiliki relief rendah. Saat pengamatan, meja objek diputar
360° dan mineral ini tidak menampakan adanya perubahan warna, sehingga
dapat dikatakan mineral ini tidak memiliki pleokroisme. Pada kenampakan

6
pengamatan nikol bersilang (XPL) mineral ini memiliki gelapan dan tidak
memiliki kembaran. Gelapan yang dimiliki mineral ini adalah gelapan
bergelombang. Kenampakan warna mineral sebelum diberi baji kuarsa adalah
abu abu orde 1 dan setelah diberi baji kuarsa kenampakan warnanya menjadi
merah muda orde 3. Sehingga tanda rentang optik mineral ini adalah + atau
disebut adisi. Warna interferensi mineral ini adalah merah muda orde 3.
Berdasarkan dari sifat optik yang diamati dapat disimpulkan nama mineral.
Dari kenampakan PPL, XPL, dan baji kuarsa dapat disimpulkan nama dari
mineral pada sayatan ini adalah kuarsa.

Tabel 3.1 Persentase Kelimpahan Komposisi Sayatan Batuan 46


Nama Mineral MP 1 MP 2 MP 3 Rata-Rata
Kuarsa 100% 100% 100% 100%
Sekunder

Sayatan ini memiliki komposisi mineral yang terkandung di dalamnya.


Mineral yang memiliki sifat optik seperti tidak memiliki belahan, tidak
memiliki pecahan, relief rendah dan gelapan bergelombang. Berdasarkan sifat
optik tersebut dapat disimpulkan bahwa mineral tersebut adalah kuarsa
sekunder. Keterdapatan kuarsa sekunder pada batuan ini sebesar 100%. Nama
batu dari sayatan tipis dengan nomor peraga 46 ini adalah Quarzite (IUGS
SCMR Specific Name).

7
Gambar 3.2 IUGS SCMR Specific Name

Batuan ini terbentuk akibat adanya proses perubahan suhu dan tekanan
yang tinggi disebut proses metamorfisme. Dari dua faktor proses
metamorfisme tersebut yaitu suhu dan tekanan, dimana salah satu dari faktor
tersebut akan mendominasi. Pada batu ini faktor yang mendominasi adalah
suhu, terlihat dari tidak adanya kenampakan penjajaran mineral-mineral.
Protolith dari batuan ini adalah quartz sandstone. Dimana quartz sandstone ini
terkena pengaruh tekanan dan suhu yang sedang, sehingga dapat membentuk
quartize. Diagenensis yang dialami batuan ini adalah deformasi, segregasi,
dan rekristalisasi. Deformasi yang terjadi berupa pemecahan susunan kristal
yang sudah ada. Kemudian Proses rekristalisasi dan segregasi dari mineral

8
penyusun ini menyebabkan ukuran mineral meningkat dan memisah.
Berdasarkan struktur batuan yaitu non foliasi tipe hornfelsic, maka dapat
diinterpretasikan bahwa fasies batuan ini adalah hornfels. Dimana hornfels
terbentuk pada temperatur yang sedang atau sekitar 250°C – 1000°C dengan
tekanan yang rendah sekitar 0 – 2 Kbar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
batu ini terbentuk karena adanya faktor suhu yang lebih dominan.
Diinterpretasikan tipe metamorfisme yang dapat membentuk batuan ini
adalah metamorfisme kontak. Dimana terjadi pada batuan yang mengalami
pemanasan. Kemungkinan fasies terbentuk oleh proses intrusi. Sehingga
dapat diintepretasikan fasies hornfels dapat mungkin terbentuk pada seluruh
lokasi busur magmatisme.

Gambar 3.3 Fasies Metamorfisme

9
Gambar 3.4 Tipe tipe metamorfisme

Gambar 3.5 Batuan asal (O’Dunn dan Sill, 1986)

Gambar 3.6 7 Busur magmatisme

3.2 43

10
Pengamatan sayatan batuan dilakukan secara tiga tahap, yang pertama
yaitu dilakukan secara nikol sejajar (PPL) untuk mengetahui warna mineral,
relief mineral, bentuk mineral, pecahan dan belahan serta bidang batas antara
mineral yang satu dengan yang lain. Pengamatan kedua secara nikol bersilang
(XPL) untuk mengamati gelapan atau kembaran dari suatu mineral yang
dilakukan dengan cara memasukkan Analisator ke dalam mikroskop
polarisasi. Pengamatan dengan baji kuarsa untuk mengetahui warna
inteferensi dan tanda rentang optic dengan cara memasukkan polarisator ke
dalam mikroskop polarisasi tersebut. Selain itu, pengamatan dilakukan dalam
3 medan pandang, tujuannya agar komposisi mineral yang terlihat cukup
merata, dan datanya menjadi lebih valid, yang kemudian akan lebih akurat
dalam penamaan dan petrogenesa pada batuan. Sayatan nomor peraga 46
memiliki struktur dengan kenampakan penjajaran mineral dan penjajaran
mineral ini memiliki susunan parallel mineral mineral pipih, yang berukuran
sedang, sehingga struktur pada batu ini berupa foliasi dengan tipe schistossic.
Batuan ini memiliki tekstur umum berupa derajat metamorfisme, ukuran
kristal, bentuk kristal, dan hubungan antar kristal. Ketahanan terhadap proses
metamorfisme batu ini memiliki kenampakan yang tidak menunjukkan sisa
tekstur batuan asalnya, sehingga ketahanan terhadap proses metamorfisme
batuan ini adalah kristaloblastik. Ukuran butir pada batuan ini tidak dapat
dilihat dengan mata, sehingga ukuran butir pada batuan ini termasuk afanit.
Hubungan kristal pada batuan ini memiliki kenampakan kristalnya dibatasi
oleh sebagian bidang permukannya sendiri dan sebagian oleh bidang
permukaan kristal di sekitarnya, sehingga hubungan kristal pada batuan ini
adalah hypidioblastik. Dan bentuk mineral pada batuan ini memiliki
kenampakan berbentuk tabular, sehingga bentuk mineral pada batuan ini
adalah lepidoblastik. Sayatan ini tidak memiliki tekstur khusus.

11
Gambar 3.7 Struktur Schistossic

Pada sayatan ini memiliki kenampakan 3 mineral. Diamati dengan


menggunakan lensa objektif dengan perbesaran 4x. Pada kenampakan nikol
sejajar (PPL) sayatan mineral pertama ini memiliki kenampakan warna
colorless. Mineral pada sayatan ini tidak memiliki kenampakan garis garis
yang sejajar dan searah, sehingga mineral ini tidak memiliki belahan. Mineral
ini tidak ada retakan, sehingga mineral ini tidak memiliki pecahan. Mineral
ini memiliki batasan pinggir mineral yang kurang jelas, sehingga mineral ini
dapat dikatakan memiliki relief rendah. Saat pengamatan, meja objek diputar
360° dan mineral ini tidak menampakan adanya perubahan warna, sehingga
dapat dikatakan mineral ini tidak memiliki pleokroisme. Pada kenampakan
pengamatan nikol bersilang (XPL) mineral ini memiliki gelapan dan tidak
memiliki kembaran. Gelapan yang dimiliki mineral ini adalah gelapan
bergelombang. Kenampakan warna mineral sebelum diberi baji kuarsa adalah
abu abu orde 1 dan setelah diberi baji kuarsa kenampakan warnanya menjadi
merah muda orde 3. Sehingga tanda rentang optik mineral ini adalah + atau
disebut adisi. Warna interferensi mineral ini adalah merah muda orde 3.
Berdasarkan dari sifat optik yang diamati dapat disimpulkan nama mineral.
Dari kenampakan PPL, XPL, dan baji kuarsa dapat disimpulkan nama dari
mineral pada sayatan ini adalah kuarsa sebesar 5% pada sayatan ini.
Kemudian mineral kedua pada kenampakan memiliki kenampakan warna
kehijauan, Mineral kedua pada sayatan ini tidak memiliki kenampakan garis

12
garis yang sejajar dan searah, sehingga mineral ini tidak memiliki belahan.
Mineral ini tidak ada retakan, sehingga mineral ini tidak memiliki pecahan.
Mineral ini memiliki batasan pinggir mineral yang cukup jelas, sehingga
mineral ini dapat dikatakan memiliki relief sedang. Pada kenampakan
pengamatan nikol bersilang (XPL) mineral ini memiliki gelapan dan tidak
memiliki kembaran. Berdasarkan kenampakan sifat optic tersebut mineral
kedua pada sayatan ini berupa klorit sebesar 5% pada sayatan ini. Dan
mineral ketiga memiliki kenampakan berwarna abu-abu dan memiliki bentuk
yang prismatic. Berdasarkan kenampakan sifat optic tersebut mineral ketiga
pada sayatan ini berupa mika sebesar 90% pada sayatan ini.

Tabel 3.2 Persentase Kelimpahan Komposisi Sayatan Batuan 43


Nama Mineral MP 1 MP 2 MP 3 Rata-Rata
Mika 90% 90% 90% 90%
Kuarsa 5% 5% 5% 5%
Sekunder
Klorit 5% 5% 4% 5%

Penamaan sayatan ini menggunakan IUGS SCMR Textural Name.


Dikarenakan pada sayatan ini tidak dapat menggunakan penamaan protolith
name, mineral name dan specific name. Dengan struktur sayatan berupa
schistossic dan dengan dominasi komposisi mineral mika, maka berdasarkan
textural name sayatan tipis dengan nomor peraga 43 ini memiliki nama Schist
Mika (IUGS SCMR Textural Name).

Batuan ini terbentuk akibat adanya proses perubahan suhu dan tekanan
yang tinggi disebut proses metamorfisme. Dari dua faktor proses
metamorfisme tersebut yaitu suhu dan tekanan, dimana salah satu dari faktor
tersebut akan mendominasi. Pada batu ini faktor yang mendominasi adalah
tekanan, terlihat dari adanya kenampakan penjajaran mineral-mineral.
Diinterpretasikan bahwa metamorfisme yang dialami batu ini adalah
metamorfisme burial. Dimana metamorfisme ini terjadi akibat kenaikan

13
tekanan dan temperatur pada daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi
intensif, kemudian terlipat. Pada fasies ini orientasi mineral lebih baik dan
diiringi dengan mineral-mineral yang lebih granular. Dicirikan dengan schist
dan klorit. Dimana proses burial yang terjadi pada fasies ini terjadi pada
kedalaman lebih dalam, tekanan lebih tinggi dan suhu yang juga meningkat.
Lokasinya berada pada sekitar vulkanik arc dan back arc basin. Ada dua
batuan asal yang dapat menjadi schist yaitu shale dan granite. Berdasarkan
dari komposisi mineralnya yang berupa kuarsa, mika, dan klorit. Dimana
mineral mineral yang terdapat pada sayatan nomor peraga 43 merupakan
mineral asalnya terdapat pada batuan granite. Batuan granit memiliki
komposisi mineral seperti kuarsa, potassium feldspar, sodium-rich plagioclase
feldspar, biotit dan amphibole. Yang terlihat pada sayatan berupa kuarsa
sekunder, mika, dan klorit. Klorit sendiri merupakan mineral ubahan dari
mineral biotit/hornblende. Sehingga protolith dari batuan ini diinterpretasikan
adalah granite. Granite mengalami proses perubahan tekanan dan suhu yang
sedang sehingga dapat menjadi Schist. Diagenenis yang dialami batu ini
adalah deformasi, segregasi, rekristalisasi, dan reorientasi. Deformasi yang
terjadi berupa pemecahan susunan kristal yang sudah ada. Kemudian Proses
rekristalisasi dan segregasi dari mineral penyusun ini menyebabkan ukuran
mineral meningkat dan memisah sehingga memberi kesan garis-garis.
Kemudian terjadi reorientasi yang mengorientasikan kembali susunan
mineral. Berdasarkan nama batuan fasies metamorfisme pada batu ini ialah
greenschist. Dimana pada fasies greenschist ini terbentuk pada temperatur
yang sedang atau sekitar 200°C - 500°C dengan tekanan yang sedang pula
sekitar 2 – 10 Kbar. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diinterpretasikan
bahwa batuan tersebut termasuk ke dalam metamorfisme regional yang
didominasi oleh tekanan.

14
Gambar 3.8 Tipe tipe metamorfisme

Gambar 3.9 Batuan asal (O’Dunn dan Sill, 1986)

Gambar 3.10 Fasies Metamorfisme

15
Gambar 3.11 7 Busur magmatisme

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
 Sayatan kode 46 memiliki struktur berupa non foliasi horfelsic. Tekstur
umumnya berupa derajat metamorfisme kristaloblastik, ukuran mineral
fanerit, bentuk kristal granoblastic, dan hubungan antar kristal xenoblastik.
Tekstur khususnya berupa palisade. Komposisi mineral berupa mineral
kuarsa sekunder 100%. Batuan ini terbentuk akibat adanya proses
perubahan suhu dan tekanan yang tinggi disebut proses metamorfisme.
Pada batu ini faktor yang mendominasi adalah suhu, terlihat dari tidak
adanya kenampakan penjajaran mineral-mineral. Diagenensis yang
dialami batuan ini adalah deformasi, segregasi, dan rekristalisasi. Protolith
dari batuan ini adalah quartz sandstone. Fasies batuan ini adalah hornfels.
Tipe metamorfismenya berupa metamorfisme kontak. Terbentuk oleh
proses intrusi. Fasies hornfels dapat mungkin terbentuk pada seluruh
lokasi busur magmatisme. Nama batuannya adalah Quartzite (IUGS
SCMR Specific name)
 Sayatan kode 46 memiliki struktur berupa foliasi schistossici. Tekstur
umumnya berupa derajat metamorfisme kristaloblastik, ukuran mineral
afanit, bentuk kristal lepidoblastik, dan hubungan antar kristal
hypidioblastik. Tekstur khususnya tidak ada. Komposisi mineral berupa

16
mineral kuarsa sekunder 5%, mika 90%, dan klorit 5%. Batuan ini
terbentuk akibat adanya proses perubahan suhu dan tekanan yang tinggi
disebut proses metamorfisme. Pada batu ini faktor yang mendominasi
adalah tekanan, terlihat dari adanya kenampakan penjajaran mineral-
mineral. Diinterpretasikan bahwa metamorfisme yang dialami batu ini
adalah metamorfisme regional jenis burial. Terbentuk pada busur
magmatisme sekitar vulkanik arc dan back arc basin. Protolith dari batuan
ini diinterpretasikan adalah granite. Diagenenis yang dialami batu ini
adalah deformasi, segregasi, rekristalisasi, dan reorientasi. fasies
metamorfisme pada batu ini ialah greenschist. Nama batuannya adalah
Schist mika (IUGS SCMR Textural Name)
4.2 Saran
 Sebaiknya pada saat pengamatan dilakukan diberi tambahan waktu agar
deskripsi bisa maksimal

17
DAFTAR PUSTAKA

Tim Asisten Praktikum Petrografi, 2016. Buku Panduan Praktikum Petrografi.


Semarang : Universitas DIponegoro
Tim Asisten Petrologi.2017.Buku Panduan Praktikum Petrologi. Semarang.
Teknik Geologi.UNDIP

18
LAMPIRAN

19

Anda mungkin juga menyukai