Anda di halaman 1dari 33

PERAWATAN ORTODONTI PADA MALOKLUSI DENTAL

KELAS I TIPE I DAN II DISERTAI UGLY DUCKLING STAGE


MENGGUNAKAN ALAT ORTODONTI LEPASAN

LAPORAN KASUS MALOKLUSI

Pembimbing :
drg. Yuniar Zen, Sp.Ort

Disusun oleh:
Annamaria Gabriela
041051710013

UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
JAKARTA
2020

i
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1


A.Latar Belakang ............................................................................ 1
B.Rumusan Masalah ....................................................................... 2
C.Tujuan Penulisan ......................................................................... 3
D. Manfaat Laporan ........................................................................ 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 4


A.Maloklusi ..................................................................................... 4
B.Klasifikasi Maloklusi ................................................................... 4
C.Crowding ..................................................................................... 8
D.Ugly duckling stage...................................................................... 8
E.Premature Loss ............................................................................ 9
F.Perawatan Ortodonti .................................................................... 10
G.Piranti Ortodonti Lepasan............................................................ 11
H.Perawatan Ortodonti Maloklusi Angle kelas I tipe 1 dan 2......... 12

BAB III LAPORAN KASUS ....................................................................... 14

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................. 25

BAB V KESIMPULAN .............................................................................. 29

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 30

ii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Maloklusi Angle kelas I ............................................................. 5
Gambar 2. Maloklusi Angle kelas II .............................................................. 6
Gambar 3. Maloklusi Angle kelas III.............................................................. 6
Gambar 4. Piranti Ortodonti Lepasan............................................................ 6
Gambar 5. Foto Ekstra oral pasien ............................................................... 13
Gambar 6. Foto Intra oral pasien .................................................................. 14
Gambar 7. Model studi Sebelum Perawatan ................................................. 15
Gambar 8. Radiografi panoramic ................................................................. 18
Gambar 9. Radiografi sefalometri ................................................................ 18
Gambar 10. Rencana Perawatan ..................................................................... 20

iii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Odontogram ...................................................................................... 15
Tabel 2. Inklinasi aksial gigi-gigi ................................................................... 16
Tabel 3. Analisis ruang ................................................................................... 17
Tabel 4. Analisis skeletal ................................................................................ 19
Tabel 5. Tahapan perawatan ortodonti ........................................................... 21

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Data WHO menunjukan bahwa maloklusi adalah masalah kesehatan mulut
ketiga paling penting karena memiliki prevalensi tertinggi ke- tiga setelah karies
dan penyakit periodontal.1 Maloklusi adalah keadaan yang menyimpang dari
oklusi normal, hal ini dapat terjadi karena tidak sesuainya antara lengkung gigi
dan lengkung rahang. Keadaan ini terjadi baik pada rahang atas maupun rahang
bawah.2 Maloklusi bukanlah penyakit namun merupakan suatu kelainan. 3
Kesehatan mulut pada anak-anak merupakan hal yang sangat penting karena dapat
memberikan dampak pada cara berbicara, cara tersenyum, dan cara anak
bersosialisasi. Hal ini dapat mempengaruhi kepercayaan diri dan kesejahteraan
emosional pada anak.4 Hasil akhir yang diharapkan dari perawatan dengan alat
ortodontik adalah susunan gigi yang teratur serta penampilan wajah yang
harmonis.
Perawatan ortodontik dapat dilakukan dengan dua piranti ortodontik yaitu
lepasan dan cekat. Pada kasus anak-anak dengan gigi campur digunakan alat
lepasan. Piranti ortodonti lepasan adalah piranti ortodonti yang dapaat dipasang
dan dilepas oleh pasien. Piranti ini digunakan untuk perawatan maloklusi yang
ringan.5 Keberhasilan dari perawatan ortodontik tidak hanya bergantung dari
keahlian operator namun juga berpengaruh besar dari sikap kooperatif pasien
dalam menggunakan alat piranti. Selain itu juga tingkat keparahan maloklusi dari
geligi pasien pun mempengaruhi keberhasilan perawatan ortodontik.6
Etiologi maloklusi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori,
menurut Moyers klasifikasi etiologi maloklusi terdapat enam kategori yaitu, faktor
genetik, penyebab perkembangan yang tidak diketahui asalnya, trauma, agen fisik,
kebiasaan, dan penyakit, sedangkan Proffit mengklasifikasikan etiologi maloklusi
menjadi tiga kategori, yang merupakan penyebab spesifik maloklusi, pengaruh
lingkungan, dan pengaruh genetik, meskipun beberapa etiologi maloklusi tidak

1
dapat sepenuhnya dihilangkan, namun dapat dicegah dan dikurangi dengan
melakukan perawatan dini pada waktu yang tepat untuk mengurangi
perkembangan beberapa maloklusi.7 Etiologi dari gigi crowding terdiri dari faktor
genetik, kongenital, gangguan keseimbangan kelenjar endokrin, penyakit,
Persistensi, gigi yang tidak tumbuh/tidak ada, gigi yang berlebih, tanggalnya gigi
tetap, gigi sulung tidak tanggal, bentuk gigi tetap tidak normal, kebiasaan buruk.8
Angle mengklasifikasikan maloklusi menjadi tiga kelas berdasarkan
hubungan oklusal molar pertama. Salah satu dari klasifikasi angle adalah kelas I,
kelas I merupakan keadaan hubungan normal antar lengkung rahang. Tonjolan
mesio bukal dari molar permanen pertama maksila beroklusi pada groove bukal
dari molar permanen pertama mandibula. Pasien dapat menunjukkan
ketidakteraturan pada giginya, seperti crowding, spacing, rotasi, dan sebagainya.9
Maloklusi kelas I tipe I dapat disebut juga dengan Crowding. Crowding dapat
terjadi saat adanya ketidakseimbangan antara struktur tulang yang mendukung
dengan ukuran gigi.10
Diastema merupakan sebuah keadaan gigi yang berjarak dengan lainnya
atau tidak berkontak. Diastema biasa terjadi pada 98% anak berusia 6 tahun, 49%
pada anak usia 11 tahun, dan 7% pada anak usia 12-18 tahun. Keadaan ini akan
menutup dengan berjalannya erupsi gigi. Namun pada beberapa individu,
diastema tidak menutup secara spontan.11
Penyebab utama deviasi pertumbuhan gigi adalah premature loss. Hal ini
dapat disebabkan oleh adanya karies gigi dan trauma.Keadaan premature loss ada
4 macam yaitu premature loss gigi insisivus, gigi kaninus, gigi molar pertama,
dan molar kedua. Premature loss pada gigi sulung memiliki konsekuensi yang
berbeda tergantung pada gigi yang hilang dan oklusi yang terjadi pada rongga
mulut pasien.12

B. Rumusan Masalah
Bagaimana perawatan ortondonti maloklusi dental kelas I tipe I dan II yang
disertai ugly duckling stage dengan menggunakan alat ortodonti lepasan?

2
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk melaporkan
penatalaksanaan perawatan ortodonti dalam periode gigi campur pada pasien anak
dengan kasus kelas I tipe I dan II yang disertai ugly duckling stage dengan
menggunakan alat ortodonti lepasan

D. Manfaat Penulisan
Penulisan laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai penatalaksanaan
perawatan ortodonti lepasan dengan kasus maloklusi dental kelas I tipe I dan II
disertai ugly duckling stage.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Maloklusi
Maloklusi bukan merupakan suatu penyakit tetapi variasi morfologi yang
mungkin tidak terkait dengan kondisi patologis.13 Maloklusi merupakan variasi
morfologis yang dapat diartikan sebagai suatu penyimpangan dari standar oklusi
yang ideal pada individu. Maloklusi dapat menyebabkan beberapa masalah yang
berhubungan dengan wajah seperti terganggunya estetika wajah yang
berhubungan dengan psikososial pasien dan masalah pada gigi seperti kesulitan
dalam pergerakan rahang, gangguan temporomandibular, masalah pengunyahan,
penelanan dan juga bicara. Maloklusi merupakan masalah yang paling dikeluhkan
pasien karena dianggap menggangu estetika wajah pasien sehingga pasien
biasanya memiliki keinginan untuk dilakukan tindakan perawatan ortodonti.14
Etiologi dari maloklusi menurut Moyers klasifikasi etiologi maloklusi
terdapat enam kategori yaitu, faktor genetik, penyebab perkembangan yang tidak
diketahui asalnya, trauma, agen fisik, kebiasaan, dan penyakit, sedangkan Proffit
mengklasifikasikan etiologi maloklusi menjadi tiga kategori, yang merupakan
penyebab spesifik maloklusi, pengaruh lingkungan, dan pengaruh genetik,
meskipun beberapa etiologi maloklusi tidak dapat sepenuhnya dihilangkan, namun
dapat dicegah dan dikurangi dengan melakukan perawatan dini.7

B. Klasifikasi Maloklusi
Pada 1899 Angle mengklasifikasikan maloklusi dalam hubungan mesio distal gigi.
Klasifikasinya didasarkan pada hubungan molar pertama permanan rahang atas,
klasifikasi ini dibagi dalam tiga kelas yaitu kelas I, II, III.9
Maloklusi kelas I Angle (Neutroklusi) merupakan relasi mesio-distal gigi
molar pertama normal dimana tonjol mesiobukal gigi molar pertama atas berada
pada lekuk bukal gigi molar pertama bawah, dan tonjol mesiolingual gigi molar

4
pertama atas beroklusi dengan fossa oklusal gigi molar pertama bawah ketika
rahang pada posisi oklusi sentrik.15 (Gambar 1).

Gambar 1. Maloklusi kelas I.26

Dewey memperkenalkan modifikasi dari klasifikasi maloklusi Angle.


Dewey membagi Kelas I Angle ke dalam enam tipe:
1. Tipe 1 : maloklusi Kelas I dengan gigi anterior yang berjejal.
2. Tipe 2 : maloklusi Kelas I dengan insisiv maksila yang protrusif.
3. Tipe 3 : maloklusi Kelas I dengan gigitan silang anterior.
4. Tipe 4 : maloklusi Kelas I dengan gigitan silang posterior.
5. Tipe 5 : maloklusi Kelas I dengan molar permanen telah bergerak ke mesial.17

Maloklusi Kelas II Angle merupakan relasi cusp mesiobukal molar satu


permanen rahang atas beroklusi lebih ke mesial dari groove bukal molar satu
permanen rahang bawah. Angle membagi maloklusi kelas II menjadi dua divisi
berdasarkan sudut labiolingual gigi insisivus rahang atas. Kelas II divisi 1 adalah
hubungan molar kelas II namun gigi insisivus rahang atas labioversi. Maloklusi
ini memiliki karakteristik proklinasi insisivus rahang atas sehingga memperbesar
overjet, sedangkan kelas II divisi 2 memiliki hubungan molar kelas II dengan
karakteristik adanya linguoversion dari insisivus rahang atas dan insisvus lateral
rahang atas yang lebih ke labial. Biasanya disertai deep bite.15

5
Gambar 2. Maloklsi kelas
II.26

Maloklusi kelas III,


merupakan relasi cusp
mesiobukal molar satu permanen
rahang atas beroklusi lebih ke distal terhadap groove mesiobukal molar satu
permanen rahang bawah.15

Gambar 3. Maloklusi kelas


III.26

C. Maloklusi Angel kelas I tipe I


Maloklusi Angel kelas I tipe I atau yang dinamakan crowding atau gigi
berjejal merupakan maloklusi yang paling umum terjadi dan banyak ditemukan,
terutama crowding pada regio anterior. Beberapa faktor yang berkontribusi
terhadap terjadinya crowding antara lain adalah efek dari tekanan jaringan lunak,
posisi dan ukuran lidah, tekanan dari pipi yang mempengaruhi inklinasi dari gigi,

6
karakteristik dan morfologi dari mandibula, pergerakan anterior yang dikarenakan
erupsi dari gigi molar, dan oklusi anterior seperti overjet dan overbite.14
Gigi berjejal lebih sering terjadi pada rahang bawah daripada di rahang
atas, dan sering digabungkan dengan gigitan yang dalam. Kebutuhan untuk
perawatan sering disebabkan oleh alasan estetika, dan terdapat bukti bahwa gigi
anterior yang berjejal dan tidak dirawat akan menghasilkan efek negatif pada
kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan mulut.18 Gigi berjejal dapat
disebabkan oleh kesalahan erupsi gigi dan terlalu cepat atau lambatnya kehilangan
gigi sulung.8 Berdasakan tingkat keparahannya, gigi berjejal menurut Proffit
dibagi menjadi 4 kelompok yaitu, ringan (2-3mm), sedang (4-6mm), berat (7-
10mm), sangat berat (>10mm).28

D. Ugly Duckling Stage


Insisivi sentral permanen atas berbeda dari insisivi sentral permanen
bawah yang biasanya dalam keadaan kontak. Insisivi sentral permanen atas sering
erupsi dalam keadaan condong ke distal sehingga terdapat diastema di antaranya.
Keadaan ini merupakan sebagian dari masa yang disebut ugly duckling stage yang
secara estetik terlihat tidak baik. Pada saat insisivi lateral permanen atas erupsi,
sebagian diastema akan menutup. Dalam erupsinya, benih kaninus permanen atas
akan mempengaruhi akar insisivi lateral permanen atas dan mendorong insisivi
lateral ke mesial. Bila kaninus permanen telah erupsi, insisivi lateral dapat
menegakkan diri dan diastema akan tertutup. Makin lebar diastema (lebih dari 2
mm), makin kecil kemungkinan diastema dapat menutup secara spontan.27

E. Premature Loss
Premature loss adalah kondisi dimana gigi sulung yang sudah tanggal
sebelum waktunya sementara gigi permanen pengganti belum tumbuh. Kondisi ini
merupakan salah satu etiologi dari terjadinya crowding atau gigi berjejal.
Premature loss menyebabkan terjadinya perubahan pada panjang lengkung gigi.
Lengkung gigi yang tadinya cukup untuk menampung gigi yang akan tumbuh,
menjadi berkurang karena pergeseran gigi di sampingnya sehingga memperkecil
area kosong yang ada. Kehilangan gigi juga mengakibatkan terjadinya gangguan

7
fungsi pengunyahan, anak menjadi tidak dapat makan dengan baik karena
beberapa gigi tidak dapat berfungsi maksimal. Beberapa pasien anak yang ditemui
mempunyai gangguan estetis, anak menjadi tidak percaya diri, sehingga
mengganggu penampilan. Terdapatnya gangguan bicara sehingga anak tidak dapat
mengucapkan kata dengan jelas, kadang mendesis karena gigi anteriornya tidak
ada. Ketidakberadaan gigi juga menyebabkan perkembangan kebiasaan buruk
pasien, misal pasien menjadi mengunyah satu sisi sehingga sisi lainnya penuh
karang gigi. Munculnya masalah psikologis lainnya, ialah anak menjadi rendah
diri serta tidak percaya diri. Adapun secara klinis, tampak pergeseran gigi
menempati ruang yang ada.24
Premature loss lebih sering terjadi pada rahang atas daripada di rahang
bawah. Dalam kebanyakan kasus, pemeliharaan ruang tidak diperlukan. Jika
beberapa gigi hilang lebih awal, sebuah alat yang menggantikan gigi-gigi ini
mungkin ditawarkan untuk masalah estetika. Kehilangan gigi prematur dapat
meningkatkan kebutuhan akan perawatan ortodontik. Peralatan yang sesuai untuk
jenis kehilangan gigi ini termasuk peralatan bilateral yang tetap atau yang dapat
dilepas.12

F. Perawatan Ortodonti
Ortodontik berasal dari bahasa Yunani “orthos‟ yang berarti normal atau
benar dan “dontos‟ yang berarti gigi. Cabang ilmu kedokteran gigi ini
mempelajari pertumbuhan, perkembangan, variasi wajah, rahang, gigi, dan
abnormalitas dentofasial serta perawatannya. Perawatan ortodontik adalah suatu
tindakan menggerakkan gigi geligi dan menempatkannya pada pada posisi yang
benar dalam lengkung gigi sehingga dapat memperbaiki fungsi bicara,
pengunyahan, dan estetik. Secara teori sebenarnya perawatan ortodontik memiliki
tujuan yang dan tidak hanya sekedar melakukan koreksi maloklusi. Perawatan
ortodontik bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara hubungan oklusal
gigi geligi, estetik wajah serta stabilitas hasil perawatan. Ketika maloklusi terjadi,
alat ortodontik diperlukan untuk menggantikan posisi anomali gigi. 22

8
Tingkat perawatan ortodonti dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu ortodonti
preventif, ortodonti interseptik, dan ortodonti korektif. Pada laporan kasus akan
digunakan perawatan ortodontik interseptik adalah perawatan yang dilakukan jika
sudah terjadi maloklusi ringan dan sudah terlihat maloklusi yang berkembang
akibat adanya faktor keturunan, perawatan diberikan dengan pemakaian space
reaginer untuk mengembalikan gigi molar yang mengalami mesial drifting.25

G. Piranti Ortodonti Lepasan


Piranti ortodontik secara garis besar digolongkan menjadi 3 yaitu, piranti
lepasan (removable appliance)dan piranti cekat (fixed appliance). Piranti lepasan
paling banyak digunakan untuk merawat maloklusi dengan derajat kesusahan
rendah atau kasus sederhana.
Pengertian dasar dari pinratu lepasan adalah alat yang dapat dipasang dan
dilepas sendiri oleh pasien. Komponen utama pada piranti ini adalah komponen
aktif berupa pegas, busur, dan skrup ekspansi. Kemudian untuk komonen pasif
yang utama adalah cengkram Adams. Dan ada komponen lempeng akrilik. Salah
satu faktor keberhasilan perawatan dengan piranti lepasan adalah kepatuhan
pasien untuk memakai piranti.21
Keuntungan utama dari piranti ortodontik lepasan ini yaitu, piranti ini bisa
dilepas sendiri oleh pasien, dan karena itu mudah dibersihkan. Gigi geligi dan
struktur rongga mulut juga bisa dipertahankan kebersihannya dan kesehatannya
selama menjalankan terapi. Sulit untuk mengaplikasikan tekanan yang sangat
besar pada gigi-gigi yang dirawat dengan piranti lepasan, tekanan semacam ini
akan dilawan oleh daya pengungkitan piranti. Konstruksi piranti lepasan sebagian
besar dilakukan dilaboratorium, dan hanya membutuhkan sedikit waktu di klinik.23

D
Gambar 4. Piranti
A Ortodonti
Lepasan : a.
B Pelat Dasar b.

C
9
Komponen Aktif c. Komponen Pasif d. Komponen
Penjangkar.29

H. Perawatan Ortodonti Maloklusi Angle Kelas I tipe 1 dan 2 Disertai ugly duckling
stage
Maloklusi kelas I Angle (Neutroklusi) merupakan relasi mesio-distal gigi
molar pertama normal dimana tonjol mesiobukal gigi molar pertama atas berada
pada lekuk bukal gigi molar pertama bawah, dan tonjol mesiolingual gigi molar
pertama atas beroklusi dengan fossa oklusal gigi molar pertama bawah ketika
rahang pada posisi oklusi sentrik.15 Tipe 1 adalah keadaan gigi anterior yang
berjejal (crowding) dan tipe 2 adalah keadaan gigi insisivus yang protrusif. 17 Gigi
berjejal anterior dapat dikoreksi dengan alat lepasan dan dibutuhkan kooperatif
dari pasien dalam perawatan tersebut.7
Perawatan Angle kelas I tipe 1 dapat dilakukan dengan beberapa cara
seperti ekspansi rahang mandibula dan pencabutan gigi jika terdapat kekurangan
ruang. Jika tidak terdapat kekurangan ruang bisa dilakukan dengan ekspansi
rahang mandibula. Perluasan lengkung gigi dapat dihasilkan oleh berbagai
perawatan ortodontik. Jenis ekspansi yang dapat digunakan adalah ekspansi
ortodontik, ekspansi pasif atau ekspansi ortopedi.
Untuk perawatan Angle Kelas I tipe 2 adalah perawatan korektif dengan
melakukan ekspansi ortodonti yaitu bertujuan untuk memperlebar lengkung gigi.
Pada pasien yang telah selesai tumbuh kembangnya, ekspansi yang dapat
dihasilkan hanya ekspansi lengkung gigi. Setiap 1 mm ruangan hasil ekspansi
sagittal menghasilkan ruangan sebesar 2 mm. Ekspansi sagital harus dilakukan
dengan hati-hati dapat mempengaruhi estetik wajah.26
Ugly duckling stage pada masa gigi bercampur dapat bersifat sementara
dan tidak diperlukan perawatan, atau dapat bersifat tetap dan memerlukan
perawatan secara dini. Dalam periode gigi geligi tersebut, dapat dilakukan tahap
perawatan preventif, interseptif atau kuratif ortodonti dan kombinasi.19
Alat ortodonti lepasan dianggap identik dengan alat ekspansi yang dapat
dilepas yang dilengkapi dengan satu atau lebih sekrup ekspansi. Ini sangat efektif

10
pada kelompok usia 6 hingga 9 tahun. Dalam kasus dengan crowding gigi seri
rahang bawah 3 sampai 4 mm, alat lepasan diindikasikan dan pasien
diinstruksikan untuk mengaktifkan alat sekali seminggu. Sekitar 1mm ekspansi
diproduksi dengan setiap 5 putaran, dan ekspansi kurang dari 1mm terjadi selama
setiap bulan pemakaian. Peranti dikenakan sebagai peranti aktif selama 5 hingga 6
bulan.25

BAB III
LAPORAN KASUS

Pasien anak perempuan bernama Hani Hafifah Munaz dengan nama orang tua;
ayah bernama Moh Najih, suku Jawa, pekerjaan sebagai karyawan swasta dan ibu
bernama Dede Siti Atikah, suku Jawa, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Jenis
kelamin perempuan, lahir pada 20 januari 2009, umur 11 tahun 5 bulan, belum

11
kawin, beragama Islam, seorang pelajar Sekolah Dasar dengan berat 29kg dan
tinggi badan 125cm. Pasien memiliki keinginan untuk merapihkan giginya yang
terlihat berjejal. Pasien lahir secara normal dan tidak menderita penyakit
nasorespiratori, tonsilitisn dan tidak memiliki alergi. Keluarga pasien tidak pernah
ada yang dirawat ortodontik. Pasien tidak memiliki kebiasaan buruk.
Hasil pemeriksaan ekstra oral tampak muka pasien dolikofasial atau
sempit, simetris, tidak seimbang, dan tidak terdapat deviasa pada mandibula.
Profil pasien konveks, tampak protrusi pada maxilla dan tampak normal pada
mandibula. Pasien tidak memiliki kelainan sendi temporo mandibula. Bibir atas
dan bawah normal dengan tonus otot yang normal.

Gambar 5. Foto Ekstraoral Pasien

Berdasarkan hasil pemeriksaan intra oral, diketahui kebersihan gigi dan mulu
pasien sedang. Frenulum labii atas dan bawah normal. Gingiva tampak normal,
berwarna merah muda. Bentuk and aktivitas lidah normal. Posisi postural dan
posisi lidah pada waktu berbicara normal. Palatum pasien tidak ada kelainan. Pada
foto radiologi sefalometri tampak kelenjar adenoid normal. Tonsil terlihat normal.
Hbungan rahang pasien retrognatik. Tidak ada bentuk dan ukuran gigi yang
abnormal. Umur dentalis pasien adalah 16,26,36,46.
Gambar 6. Foto Intraoral

12
Tabel 1. Odontogram
T O D M M M M D D O
UE UE P UE UE UE P P P P UE UE UE P UE UE
UE UE P UE UE UE P P P P UE UE UE P UE UE
T D D M M M M D D D

Keterangan:
D : Gigi Susu X : Gigi Diekstraksi
P : Gigi Tetap O : Gigi Karies
UE : Gigi Belum Erupsi NV : Gigi Non-Vital
M : Gigi Tidak Ada SA : Sisa Akar
ST : Gigi Berlebih T : Tumpatan

Berdasarkan pemeriksaan fungsional diperoleh interocclusal clearance


sebesar 2 mm dan tidak memiliki occlusal interference. Dari analisis model studi,
didapatkan hubungan gigi (sagittal, transversal, vertikal) dan oklusi. Diketahui
bahwa hubungan molar kanan dan kiri cups to cups. Gigi insisivus dengan overjet
pada mesial 3mm dan distal 5mm, dan overbite 2,5mm. Midline rahang berhimpit.
Bentuk lengkung gigi rahang atas dan bawah Ovoid.

Gambar 7. Model Studi Sebelum Perawatan


Tabel 2. Inklinasi Aksial Gigi-Gigi
Ukuran gigi-geligi
(mm)
18 28
17 27
Normal 16 26 Normal
15 25
14 24
13 23
12 22
Disto labio torso version 11 21 Disto labio torso version
Mesio linguo torso version 41 31 Normal
Disto linguo torso version 42 32 Disto linguo torso version
43 33

13
44 34
45 35
Normal 46 36 Normal
47 37
48 38

Pada hasil perhitungan analisi ruang (Tabel 3) pada pasien dengan period
gigi campur, didapatkan A.L.D rahang atas -0,6mm dan A.L.D rahang bawah
-1,2mm untuk rahang kanan dan -0,2mm untuk rahang kiri. Jarak I-APg yaitu
6mm dan hasil total arch length discrepancy gabungan sebesar -5,4mm.
Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada kasus ini tidak
perlu dilakukan pencabutan karena T.A.L.D gabungan lebih kecil dari 10mm dan
tidak kekurangan ruang.

Tabel 3. Analisis ruang


Analisis Ruang Periode Gigi Campur

Rahang atas Kanan Kiri


Jarak 2-6 sesudah insisivus diperbaiki 22 mm 22 mm
Tabel Moyers 22,6 mm 22,6 mm
Arch Length Discrepancy Rahang atas -0.6 mm -0,6 mm

Rahang bawah Kanan Kiri


Jarak 2-6 sesudah insisivus diperbaiki 21 mm 22 mm
Tabel Moyers 22,2 mm 22,2 mm
Arch Length Discrepancy Rahang bawah -1,2 mm -0,2 mm

Total Arch Length Discrepancy:


A.L.D Rahang Atas : -1,2 mm
A.L.D Rahang Bawah : -1,4 mm
Jarak I-Apg : 6 mm
(4- (2)) x 2 : -4 mm
T.A.L.D Gabungan : -5,4 mm

14
Pencabutan : Tidak perlu

Untuk dapat menegakkan diagnosis, etiologi dan prognosis pasien ini,


dilakukan radiografi panoramik (Gambar 8). Analisis radiografi sefalometrik
(Gambar 9) dilakukan untuk menganalisis skeletal dan dento-skeletal pasien. Dari
analisis sefalometrik (Tabel 4), diketahui bahwa skeletal pasien yaitu kelas 1.

Gambar 8. Foto Panoramik

15
Gambar 9. Foto Sefalometri
Tabel 4. Analisis Skeletal
ANALISIS SKELETAL
Rerata Sd Penderita Cd Kesimpulan
Sudut SNA 82° 2 80° 1 Kedudukan maksila terhadap
basis cranii retrusif ringan
Sudut SNB 80° 2 75° 2,5 Kedudukan mandibula terhadap
basis cranii retrusif sedang
Sudut fasial 87° 3 80° 2 Kedudukan menton terhadap
profil retrusif ssedang
Sudut FM 26° 3 39° 0 Tipe fasial : dolicofasial
Jarak A- 4 mm 1 4 mm Kedudukan maksila terhadap
NPg profil normal
ANALISIS DENTO-SKELETAL
Jarak I-APg 4 mm 2 6 mm 1 Kedudukan insisif bawah

16
protrusif ringan
Sudut I-APg 25° 2 26° 0 Kedudukan insisif bawah
proklinasi ringan
SNA-SNB 5 Skeletal kelas I

Rencana perawatan pada pasien ini untuk rahang atas adalah observasi,
ekspansi bilateral dan regulasi anterior. Sementara pada rahang bawah dilakukan
ekspansi bilateral, protraksi gigi 32,42 dan dilakukan regulasi anterior.
Pemasangan piranti ortodonti lepasan dilakukan pada 28 Agustus 2019.
Pada kunjungan berikutnya yaitu pada tanggal 9 September 2019 dilakukan
aktivasi I, kemudian dilanjutkan hingga aktivasi ke-18 pada tanggal 12 Maret
2020. Perawatan ini seharusnya dilakukan hingga aktivasi ke-20 namun terdapat
kendala karena virus covid-19 yang tidak memungkinkan untuk melanjutkan
perawatan.

17
Gambar 10. Rencana Perawatan

Tabel 5. Tahapan perawatan ortodonti

18
Tanggal Tindakan
28/8/2019 Pemasangan Piranti
Aktivasi ke-1: ekspansi bilateral RA & RB : 1 putaran dan
9/9/2019 pengasahan plat RB bagian lingual
Aktivasi ke-2: expansi bilateral RA & RB :1 putaran dan
16/9/2019 pengasahan plat RB bagian lingual untuk pembebasan frenulum
3/10/2019 Aktivasi ke-3: ekspansi bilateral RA & RB : 1 putaran
Aktivasi ke-4: ekspansi bilateral RA & RB : 1 putaran dan
14/10/2019 pengasahan plat RB bagian lingual untuk pembebasan frenulum
Aktivasi ke-5: ekspansi bilateral RA & RB : 1 putaran dan
21/10/2019 pengasahan plat RB bagian lingual untuk pembebasan frenulum
28/10/2019 Aktivasi ke-6 ekspansi bilateral RA & RB : 1 putaran
Aktivasi ke-7: ekspansi bilateral RA & RB : 1 putaran dan
7/11/2019 pengasahan plat RA bagian palatal pada gigi 21 dan 22
14/11/2019 Aktivasi ke-8: ekspansi bilateral RB : 1 putaran dan RA: observasi
21/11/2019 Aktivasi ke-9: ekspansi bilateral RB : 1 putaran dan RA: observasi
Aktivasi ke-10: ekspansi bilateral RB : 1 putaran dan RA:
28/11/2019 observasi
11/12/2019 Aktivasi ke-11: ekspansi bilateral RA & RB: 1 putaran
19/11/2019 Aktivasi ke-12: ekspansi bilateral RA & RB: 1 putaran
8/1/2020 Aktivasi ke-13: ekspansi bilateral RA & RB: 1 putaran

15/1/2020 Aktivasi ke-14: ekspansi bilateral RA & RB: 1 putaran

22/1/2020 Aktivasi ke-15: ekspansi bilateral RA & RB: 1 putaran


Aktivasi ke-16: ekspansi bilateral RA & RB: 1 putaran dan
12/1/2020 aktivasi labial bow RA
Aktivasi ke-17: ekspansi bilateral RA & RB: 1 putaran dan
20/1/2020 aktivasi labial bow RB
Aktivasi ke-18: ekspansi bilateral RA : 1 putaran dan RB:
12/3/2019 observasi
Foto Sebelum dan setelah perawatan

SEBELUM SESUDAH

19
SEBELUM SESUDAH

20
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini akan membahas penatalaksanaan kasus maloklusi


kelas I tipe 1 dan 2 disertai ugly duckling stage pada midline anterior pada pasien
anak perempuan berusia 11 tahun yang datang ke RSGM Universitas Trisakti
dengan keluhan gigi geligi yang terlihat berjejal. Pertimbangan yang dilakukan
untuk merawat pasien ini adalah kasus maloklusi dental kelas I tipe 1 yaitu
crowding dan 2 yaitu protrusif anterior adalah agar pasien tidak merasa terganggu
saat mastikasi, memperbaiki fungsi bicara, mengurangi kemungkinan penyakit
pada jaringan penyangga gigi, karies, dan penampilan estetik pasien. Untuk
menegakkan diagnosis, makan dilakukan anamnesis, pemeriksaan klinis berupa
pemeriksaan ekstra oral dan intra oral, analisis model studi dan analisis ruang,
analisis radiografi sefalometrik dan foto radiografi panoramik.
Dari anamnesis didapatkan hasil bahwa pasien tidak memiliki kebiasaan
buruk dan tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan. Pada pemeriksaan ekstra
oral tampak muka dolikofasial atau sempit, simetris, seimbang, dan tidak terdapat

21
deviasi mandibular. Profil pasien tampak konveks, maksila tampak protrusif, dan
mandibula tampak normal. Tidak ada kelainan temporomandibular. Bibir atas dan
bawah pasien normal dengan tonus yang normal.
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan klinis dan radiografi, maka dapat
ditegakkan diagnosa berupa skeletal kelas 1 dan maloklusi kelas 1 tipe 1
(crowding anterior) dan tipe 2 (protrusif anterior) yang disertai dengan masa ugly
duckling stage. Didapatkan kelas 1 karena pada analisi sefalometri sudut ANB
pada pasien adalah 5˚. Kemudian terlihat diastema pada midline anterior yang
merupakan ugly duckling stage dimana keadaan ini adalah sebuah keadaan yang
normal terjadi pada anak-anak yang sedang dalam masa pertembuhan.
Analisis ruang pada periode gigi bercampur bertujuan untuk mengetahui
apakah tersedia ruangan yang cukup bagi gigi geligi yang akan erupsi berada
dalam lengkung rahang dan pada posisi yang benar. Analisis ruang pada kasus ini
dilakukan dengan menggunakan table Moyers dan ditemukan A.L.D rahang atas
sebesar -0,6mm sedangkan A.L.D rahang bawah adalah -1,2mm untuk sebelah
kanan dan -0,2 untuk sebelah kiri. Berdasarkan analisis ruang tersebut, selanjutnya
dilakukan pengukuran total arch length discrepancy (T.A.L.D) untuk menilai
perlunya atau tidaknya tindakan pencabutan untuk mendapatkan ruangan yang
cukup untuk gigi geligi. Pada pasien didapatkan T.A.L.D gabungan sebesar
-5,4mm, yang berarti tidak diperlukan pencabutan gigi karena kekurangan ruang
tidak melebihin 10mm. Pada klasifikasi Proffit, gigi berjejal pada kasus ini
termasuk dalam kondisi sedang diantara 4-6mm.
Berdasarkan analisis sefalometrik, diketahui bahwa kedudukan maksila
terhadap basis cranii retrusif ringan dan mandibula terhadap basis cranii retrusif
sedang. Rencana perawatan pada pasien ini perlu dipertimbangkan karena harus
menyediakan ruangan untuk gigi yang akan erupsi dan melakukan observasi pada
rahang atas untuk melihat perkembangan pada ugly duckling stagenya. Oleh
karena itu rencana perawatan yang akan dilakukan untuk rahang atas pasien
adalah observasi untuk melihat perkembangan keadaan ugly duckling stage dan
perawatan pada overjet pasien karena terdapat overjet yang cukup besar yaitu
3mm pada mesial dan 5mm pada distal. Untuk rahang atas dilakukan observasi,

22
ekspansi bilateral, dan regulasi anterior menggunakan labial bow. Pada rahang
bawah terdapat crowding sehingga digunakan piranti dengan ekspansi bilateral,
protraksi gigi 32,42 menggunakan s spring dan regulasi anterior menggunakan
labial bow.
Pada pasien retensi dari piranti ortodonti lepasan diletakan pada rahang
atas dan rahang bawah. Piranti ortodonti yang dibuat terdiri dari expansion screw
pada bagian akrilik alat rahang atas dan rahang bawah sebagai alat untuk
membantu melakukan ekspansi lengkung rahang yang sempit, cengkram adams
bekerja sebagai retensi pada bagian posterior pada kedua gigi molar pertama
permanen rahang atas dan rahang bawah. Penggunaan labial bow bertujuan juga
sebagai retensi alat dan regulasi anterior pada bagian anterior gigi 12,11,21,22.
Untuk menangani keadaan gigi 32 dan 42 yang mengalami disto linguo torso
version diberikan s-spring dan ujung spring berada pada sisi distal untuk
mendorong gigi ke lengkung rahang yang benar. Pasien diberikan instruksi untuk
menggunakan piranti ortodontik lepasan sepanjang hari kecuali pada saat makan,
tidur, dan saat melakukan olahraga di sekolah, serta membersihkannya dengan
cara disikat dengan sikat gigi.
Pada pasien didapati hasil sudut ANB dari radiografi adalah 5 yang sudah
mendekati ke besar sudut ANB kelas 2 yaitu lebih dari 6. Kasus pada pasien tetap
dianggap kelas 1 karena mengacu pada bidang terminal dan leeway space-nya.
Bidang terminal mengacu pada pola pertumbuhan gigi molarnya, pada pasien
masih dalam tahap flush terminal plane. Posisi flush terminal plane merupakan
keadaan dimana permukaan distal molar rahang atas dan bawah berada pada sat
ugaris vertikal. Leeway space merupakan ruang yang timbul akibat adanya
perbedaan lebar mesiodistal gigi pada gigi pengganti kaninus, molar, dan
premolar. Kegunaan leeway space dalam kasus ini adalah leeway space dapat
mengisi kekurangan ruang yang terjadi pada periode gigi campur. Jadi pada saat
gigi molar kedua sulung tanggal, gigi molar pertama permanen akan bergerak ke
mesial menempati leeway space-nya. Gigi molar pasien berada pada posisi cups
to cups yang dapat menjadi normal melalui pergeseran molar rahang bawah ke

23
mesial sejauh 3-5mm terhadap rahang atas dengan memanfaatkan developmental
spance dan leeway space. Pergerakan ini dinamakan late mesial shift.
Pasien masih dalam masa ugly duckling stage karena pada foto panoramik
keadaan gigi kaninus belum erupsi sehingga masih terdapat jarak diantara gigi
insisivus. Keadaan ugly duckling stage pada pasien tidak dirawat karena keadaan
ini dapat terkoreksi sendiri dimana benih gigi kaninus permanen yang erupsi ke
arah labial akan mempengaruhi akar gigi insisivus lateralis permanen rahang atas
dan mendorong insisivus lateralis ke mesial. Bila gigi kaninus permanen telah
erupsi, insisivus lateralis akan tegak dan diastema akan tertutup.
Pada kasus ini digunakan piranti ortodonti lepasan untuk memperbaiki
keadaan gigi geligi pasien. Penggunaan piranti lepasan menjadi pilihan utama
pada kasus ini karena pasien masih dalam usia pertumbuhan, mudah untuk
dilakukan pembersihan, biaya lebih ekonomis, dan memiliki aktivasi yang lebih
sederhana. Perawatan pada anak dengan usia pertumbuhan harus dilakukan sedini
mungkin untuk mengurangi maloklusi yang lebih parah dikemudian hari, serta
memperbaiki sistem mastikasi, estetik, dan fungsi bicara.
Hasil dari perawatan dapat dilihat pada gigi anterior rahang atas yang pada
awalnya memiliki overjet sebesar 3mm pada mesial dan 5mm pada distal
berkurang menjadi 2mm pada mesial dan 4 pada distal. Kemudian pada rahang
bawah pasien yang berjejal pada studi model dapat dilihat bahwa gigi 41 sudah
mengalami migrasi mengikuti lengkung gigi A.L.D rahang bawah yang semula
1,2mm menjadi 0,2 mm setelah gigi 41 mengalami migrasi sehingga T.A.L.D
gabungan pada pasien berubah menjadi 4,4mm yang awalnya berada pada angka
5,4mm. Jadi untuk perawatan ortodonti ini belum bisa dikatakan cukup berhasil
karena terjadi perubahan meskipun belum signifikan. Karena berdasarkan teori, 5
putaran yang terjadi setiap aktivasi dapat menghasilkan 1mm, jika dilihat pasien
membutuhkan ruangan 5,4mm sehingga untuk mendapatkan keadaan gigi yang
harmonis dibutuhkan sekitar 25 kali aktivasi. Tetapi pada pasien sudah dilakukan
18 kali aktivasi dan hanya terjadi perubahan sebanyak 1mm pada T.A.L.D
gabungannya. Secara keseluruhan tampak lengkung gigi rahang atas maupung
rahang bawah terlihat baik setelah perawatan. Dapat terlihat ketersediaan ruang

24
yang cukup untuk gigi permanen kaninus rahang atas untuk erupsi sehingga dapat
menutup diastema yang terjadi akibat ugly duckling stage.
Dalam menjalankan perawatan, pasien sangat kooperatif begitu juga
dengan orang tua pasien. Pasien mengaku rajin menggunakan piranti ortodonti
lepasannya. Pasien selalu datang setiap minggu untuk melakukan aktivasi
meskipun ada beberapa minggu yang lebih dari seminggu untuk datang aktivasi
dikarenakan pasien pulang kampung. Perawatan dihentikan sementara
dikarenakan keadaan yang tidak memungkinkan untuk datang ke RSGM
Universitas Trisakti di tengah wabah covid-19. Perawatan pada pasien
berlangsung selama delapan bulan, dengan 18 kali aktivasi piranti ortodonti
lepasan. Pada gigi rahang atas tidak dilakukan perawatan yang spesifik hanya
dilakukan observasi. Rahang atas pasien terdapat diastema yang dikarenakan
pasien masih pada tahap ugly duckling stage dan akan tertutup dengan sendirinya
apabila gigi kaninus telah tumbuh, keadaan protrusif pada rahang pasien dirawat
dengan menggunakan labial bow untuk memperbaiki posisi gigi. Dengan adanya
bantuan dari labial bow terjadi perubahan pada overjet yang semula 5mm menjadi
4mm. Lalu pada rahang bawah terjadi crowding anterior pada gigi 32, 41, dan 42.
Gigi 32 dan 42 mengalami disto linguo torso version, gigi 41 mengalami mesio-
linguo torso version yang sangat kecil. Dari gambaran klinis gigi 41 sudah
memberikan hasil yang signifikan. Sedangkan pada gigi 32 dan 42 yang diberikan
s-spring untuk melakukan protraksi sehingga dapat mengikuti lengkung gigi
belum terjadi perubahan yang siginifikan.

25
BAB V
KESIMPULAN

Penatalaksaan maloklusi dental kelas I tipe 1 dan 2 disertai ugly duckling


stage menggunakan piranti ortodonti lepasan ini cukup berhasil tetapi belum
memberikan hasil yang memuaskan meskipun belum terlalu signifikan
perubahannya. Pada rahang atas dilakukan perawatan berupa observasi pada
keadaan ugly duckling stage pasien dan penggunaan labial bow untuk
memperbaiki keadaan protrusif pada gigi geligi pasien. Untuk rahang bawah
dilakukan perawatan menggunakan s spring untuk melakukan mendorong bagian
distal gigi yang terjadi torso kembali ke lengkung normal. Perawatan pada pasien
dilakukan 18 kali aktivasi dan memberikan hasil perubahan overjet dari 3 mm
pada mesial dan 5mm pada distal menjadi 2mm pada mesial dan 4 pada distal

26
serta perubahan posisi gigi 41 sudah mengalami migrasi mengikuti lengkung gigi
dengan perubahan A.L.D rahang bawah yang semula 1,2 menjadi 0,2. Perawatan
ini dikatakan belum berhasil karena pasien jarang memakai alat piranti sesuai
instruksi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lubis MM, Utami AR. Distribusi Maloklusi Berdasarkan Klasifikasi Angle


Pada Pasien di Departemen Ortodonti RSGMP FKG USU Tahun 2009-2013.
Dentika Dental Journal, Vol 18, No. 3, 2015: 257-261

2. Yohana W. Perawatan Ortodonti pada Geligi Campuran. Bagian Ilmu


Kedokteran Gigi Anak. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran.
Bandung. 2009.

3. Jadidi LA, Sabrish S, Shivamurthy PG, and Senguttuvan V. The prevalence of


malocclusion and orthodontic treatment need in Omani adolescent population. J
Orthod Sci. 2018; 7: 21.

4. Dutra SR, Pretti H, Martins MT, Bendo CB, Miriam PV. Impact of
malocclusion on the quality of life of children aged 8 to 10 years. Dental Press J
Orthod. 2018 Mar-Apr;23(2):46-53

5. Rahardjo P. Peranti Ortodonti Lepasan. Universitas Airlangga; 2009 Hal. 2

27
6. Aldira C. Kornialia. Andriansyah. Penilaian Tingakt Keberhasilan Perawatan
Ortodontik dengan Piranti Lepasan Berdasarkan Indeks PAR di RSGM
Universitas Baiturrahmah Tahun 2012-2017. Jurnal Kesehatan Andalas. 2019;8(4)

7. Rapeepattana S, Thearmontree A, Suntornlohanakul S. Etiology of


Malocclusion and Dominant Orthodontic Problems in Mixed Dentition: A Cross-
sectional Study in a Group of Thai Children Aged 8-9 Years. J Int Soc Prev
Community Dent. 2019;9(4):383‐389. Published 2019 Jul 5.
doi:10.4103/jispcd.JISPCD_120_19

8. Yordan B. Tingkat Keberhasilan Perawatan Ortodontik Crowding Anterior


dengan Rotasi yang Menggunakan Alat Removable Kombinasi Sederhana. 2016:
10 (2).

9. Mageet AO. Classification of Skeletal and Dental Malocclusion: Revisited.


StomaEduJ. 2016;3(2):

10. Alam MK, Nowrin SA, Shahid F, Haque S, Imran A, Fareen N, Sujon MK7,
Zaman S, Islam R, Nishi SE. Treatment of Angle class I malocclusion with severe
crowding by extraction of four premolars:
A case report. Bangladesh Journal of Medical Science Vol. 17 No. 04 October’18.
Page : 683-687 DOI: http://dx.doi.org/10.3329/bjms.v17i

11. Hussain U, Ayub A, Farhan M. Etiology and Treatment of midline diastema:


A review of literature. POJ 2013:5(1)27-33

12. Law CS. Management of premature primary tooth loss in the child patient.
CDA Journal, Vol. 41 No. 8. 01 May 2014.

13. Chauhan D, Sachdev V, Chauhan T, Gupta KK. A study of malocclusion and


orthodontics treatment needs according to dental aesthetic index among school
children of a hilly state of India. J Int Soc Prevent Communit Dent. 2013.

14. Melinda, Malik I. Koreksi crowding anterior rahang bawah dengan teknik
reduksi interproksimal. J Ked Gi Unpad. Desember 2018; 30(3): 152-157. Doi:
10.24198/jkg.v30i3.18012

15. Angle E.H. Treatment of malocclusion of the teeth and fractures of the
maxillae: Angle's system. Philadelphia S.S white dental Mfg.co.1900.Hal: 37-40.

16. Bishara SE. Textbook of Orthodontics. Philadelphia. 2001. Hal 56, 102.

17. Das UM, Venkatsubramanian, Reddy D. Prevalence of Malocclusion Among


School Children in Bangalore, India. International Journal of Clinical Pediatric
Dentistry, September-December 2008;1(1):10-12

28
18. Thilander B, Bjerklin K, Bondemark L. Essential Orthodontics. 1st ed.
Gotheburg, Sweden: John Wiley & Sons; 2018.

19. Care PD, Hamid A. Pediatric Dental Care : Open Access Removable
Orthodontic Appliances : The Mechanical Efficiency. 2016;1(4):1-2.
doi:10.4172/2573-444X.1000124.

20. Abu-Hussein M, Watted N. Maxillary Midline Diastema- Aetiology And


Orthodontic Treatment-Clinical Review. IOSR Journal of Dental and Medical
Sciences. 2016.

21. Rahardjo P. Ortodonti dasar.Surabaya: Airlangga University. Press; 2012.


h.128

22. Mas’Ud NW. Persepsi Masyarakat Terhadap Perawatan Ortodontik yang


Dilakukan Oleh Pihak Non Profesional. Universitar Hasanuddin. 2014.

23. Foster TD. Buku Ajar Ortodonsi ed.3.Jakarta: EGC; 1997. h.245

24. Anggraini LW, Utomo RB, Sunarno, Pramono D. Premature Loss dan
Perkembangan Rahang. Insisiva Dental Journal: Majalah Kedokteran Gigi
Insisiva, 7 (2), November 2018

25. Winner JJ, Rupesh S, Nayak UA. Treatment Options for Management of
Mandibular Anterior Crowding in Mixed Dentition. Journal of Evidence based
Medicine and Healthcare. Vol. 1, Issue 15, Desember 15, 2014. Hal 1937-1946

26. Zenab Y. Perawatan Maloklusi Kelas I Angle Tipe 2. Fakultas Kedokteran


Gigi Universitas Padjajaran. 2010.

27. Salih FN, Lindsten R, Bågesund M. Perception of orthodontic treatment need


among Swedish children, adolescents and young adults. Acta Odontol Scand.
2017;75(6):407-412. doi:10.1080/00016357.2017.1326062.

28. Proffit WR, Fields HW, David MS. Contemporary Orthodontics Fifth Edition.
Elsevier Health Sciences. 2014. Hal. 7.

29. Contenu F. Gallery of Removable Braches. 2011. http://www.sanfte-


zahnklammern.de/spangen/geraetelistea/geraete_a_eng.html.

29

Anda mungkin juga menyukai