Pertemuan1 PENDAHULUAN
Pertemuan1 PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. PENGANTAR
B. DESKRIPSI MATERI
1. Latar Belakang Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) muncul menggantikan Pajak
Penjualan (PPn) yang sudah cukup lama diterapkan di Indonesia,
yakni dari tahun 1951 sampai munculnya Undang-undang Nomor 8
tahun 1983. Alasan perubahan seperti yang tercantum dalam
paragraf awal Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 adalah bahwa
Pajak Penjualan (PPn) sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi dan kehidupan sosial masyarakat Indonesia
sehingga belum dapat menggerakkan peran serta semua lapisan
pengusaha kena pajak dalam meningkatkan pendapatan negara.
Oleh karenanya dipandang perlu untuk mengatur kembali sistem
pajak penjualan dengan sistem pajak pertambahan nilai barang dan
jasa dan pajak penjualan atas barang mewah dengan undang-
undang.
Kelemahan dan kelebihan Pajak Pertambahan Nilai
dibandingkan dengan Pajak Penjualan (PPn) adalah sebagai
berikut:
Kelemahan PPn (Pajak Penjualan)
a. Menimbulkan pajak berganda
Hal ini mendorong wajib pajak untuk menghindar dari
pengenaan PPn bahkan kalau perlu mereka melakukan
penggelapan pajak. Tax avoidance (penghindaran pajak) masih
tergolong sebagai tindakan legal misalnya beberapa perusahaan
dalam satu rangkaian beberapa mata rantai jalur produksi atau
distribusi yang sejenis melakukan peleburan usaha, sehingga
beberapa mata rantai produksi atau distribusi lolos dari
pengenaan PPn. Misalnya perkebunan kapas, pabrik benang,
pabrik tekstil, perusahaan garmen meleburkan diri menjadi satu
perusahaan garmen terpadu. Dengan demikian, maka
penyerahan bahan baku antar divisi tersebut tidak dapat
dikenakan PPn karena berada dalam satu perusahaan terpadu.
b. Adanya bermacam-macam tarif (9 macam tarif) sehingga
menimbulkan kesulitan pelaksanaannya dan menyulitkan
tindakan pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak akibatnya
belum dapat mengatasi penyelundupan.
c. Tidak mendorong ekspor, dikarenakan dalam pelaksanaannya
UU PPn 1951 menimbulkan pengenaan pajak berganda sehingga
PPn menjadi tidak netral baik dalam perdagangan didalam
negeri maupun internasional
Kelebihan PPN :
a. Menghilangkan pajak berganda.
Dikarenakan PPN dikenakan hanya terhadap nilai tambah
(added value) pada setiap jalur produksi dan jalur distribusi
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. PPN dikenakan
berulang-ulang pada setiap mutasi Barang Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak. Meskipun demikian,PPN tidak menimbulkan
pengenaan pajak berganda (non kumulasi).
b. Menggunakan tarif tunggal
PPN tarifnya hanya satu, yakni 10% sehingga memudahkan
pelaksanaan oleh Wajib Pajak sekaligus pengawasannya.
c. Dapat mendorong ekspor.
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas
konsumsi Barang di dalam negeri, maka Barang yang diekspor
atau dikonsumsi di luar negeri tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai. Oleh karenanya Barang yang diekspor
dikenakan tarif 0% (nol persen).
Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan
dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian,
Pajak Masukan yang telah dibayar untuk perolehan Barang Kena
Pajakdan/atau Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan kegiatan
tersebut dapat dikreditkan.
d. Netral terhadap persaingan Dalam Negeri, Luar Negeri, dan pola
konsumsi.
Hal ini dikarenakan PPN bukan merupakan beban yang
menambah harga pokok penjualan karena PPN menganut sistem
pengkreditan yang memungkinkan PPN yang dibayarkan pada
saat pembelian diperhitungkan dengan PPN yang harus
dipungut saat penjualan.
2. Karakteristik PPN
PPN mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. Pajak Objektif. Yang dimaksud dengan pajak objektif adalah
suatu jenis pajak yang timbulnya kewajiban pajaknya sangat
ditentukan oleh objek pajak. Keadaan subjek pajak tidak
menjadi penentu kecuali untuk kasus tertentu.
b. Dikenakan pada setiap rantai distribusi (Multi Stage Tax).
Sepanjang suatu transaksi memenuhi syarat sebagaimana
disebutkan dalam angka 2, maka pihak PKP Penjual
berkewajiban memungut PPN atas transaksi yang terjadi dan
kemudian menyetorkan ke Kas Negara dan melaporkannya.
c. Menggunakan mekanisme pengkreditan. Sesuai dengan
namanya maka pada hakekatnya PPN hanya dikenakan atas
nilai tambah yang terjadi atas BKP karena adanya proses
pabrikasi maupun distribusi. Oleh karena itu PPN yang
terutang dalam suatu Masa Pajak diperhitungkan terlebih
dahulu dengan PPN yang telah dibayarkan oleh PKP pada
saat pembelian bahan baku dan faktor produksi lainnya,
sehingga meskipun PPN dikenakan beberapa kali namun
tidak menimbulkan efek pajak berganda.
d. Merupakan pajak atas konsumsi dalam negeri. Oleh karena
itu salah satu syarat dikenakannya PPN atas suatu transaksi
adalah bahwa BKP/JKP dikonsumsi di dalam Daerah Pabean.
Hal inilah yang mendasari pengenaan PPN dengan tarif 0%
atas kegiatan ekspor sedangkan untuk kegiatan impor tetap
dikenakan PPN 10%.
e. Merupakan beban konsumen akhir. PPN merupakan pajak
tidak langsung sehingga beban pajaknya bisa dialihkan oleh
PKP. Pengenaan PPN yang dilakukan beberapa kali tidak
menjadi beban PKP karena beban PPN tersebut pada
akhirnya akan dialihkan kepada konsumen yang menikmati
BKP pada rantai terakhir.
f. Netral terhadap persaingan. PPN bukan merupakan beban
yang menambah harga pokok penjualan karena PPN
menganut sistem pengkreditan yang memungkinkan PPN
yang dibayarkan pada saat pembelian diperhitungkan
dengan PPN yang harus dipungut saat penjualan.
g. Menganut destination principle. Untuk menentukan suatu
transaksi dikenakan PPN atau tidak, terlebih dahulu harus
dilihat di negara mana pihak konsumen berada. Apabila
konsumen berada di luar negeri maka transaksi tersebut
tidak dikenakan PPN karena PPN adalah pajak atas
konsumsi dalam negeri.
Pajak Penjualan (PPn)
Pengusaha Harga Jual PPn 10% Setor ke Negara Dibayar Pembeli
Benang 10.000 1.000 1.000 11.000
Tekstil 16.000 1.600 1.600 17.600
Garmen 22.600 2.260 2.260 24.860
Pedagang Besar 29.860 2.986 2.986 32.846
Pedagang Eceran 37.846 3.785 3.785 41.631
Keterangan Gambar :
(1) Setiap PKP yang menyerahkan BKP atau JKP diwajibkan
membuat Faktur Pajak untuk memungut pajak yang
terutang. Pajak yang dapat dipungut disebut Pajak
Keluaran (output tax).
(2) Pada saat suatu PKP membeli/menerima BKP atau JKP dari
PKP lain, maka PKP pembeli/penerima membayar pajak
yang terutang kepada negara lewat PKP penjual. Pajak yang
dibayar disebut Pajak Masukan (input tax).
(3) Pada akhir masa pajak, Pajak Masukan dapat dikreditkan
terhadap Pajak Keluaran.
(4) Jika Pajak Keluaran > Pajak Masukan, berarti kurang bayar,
harus dibayar ke Kas Negara paling lambat akhir bulan
berikutnya sebelum SPT masa PPN disampaikan