Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A. PENGANTAR

Mata Kuliah Perpajakan 2 ini sebagian besar membahas


tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tambahan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Meterai pada bab terakhir.
Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak yang dikenakan pada setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari
produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value
Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST).
PPN muncul sejak tahun 1983 dengan diterbitkannya
Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 yang mulai berlaku sejak 01
April 1985, menggantikan Pajak Penjualan (PPn) yang sudah
diterapkan di Indonesia sejak tahun 1951. Dikarenakan Pajak
Penjualan (PPn) ini dalam penerapannya banyak terjadi kelemahan
antara lain menimbulkan efek pajak berganda dan adanya
bermacam-macam tarif sehingga menimbulkan kesulitan untuk
mengontrol dari sisi fiskus (pajak) juga kesulitan penerapan oleh
pihak Wajib Pajak itu sendiri. Dalam perkembangannya, PPN yang
terbit tahun 1983 dan mulai berlaku sejak tahun 1985 ini, terkenal
dengan Undang-undang PPN tahun 1984
PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya
pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang/pemberi jasa) yang
bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak
(konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia
tanggung. Sedangkan menurut mekanismenya, PPN harus
dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pada pihak pedagang atau
produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang
disingkat PKP.
Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal
istilah pajak keluaran dan pajak masukan. Pajak keluaran adalah
PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan
pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli,
memperoleh, atau membuat produknya.
Setelah menyelesaikan materi ini, mahasiswa diharapkan
dapat :
1. Menjelaskan latar belakang Pajak Pertambahan Nilai.
2. Menjelaskan karakteristik PPN
3. Menjelaskan mekanisme pemungutan PPN
4. Menjelaskan metode perhitungan PPN

B. DESKRIPSI MATERI
1. Latar Belakang Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) muncul menggantikan Pajak
Penjualan (PPn) yang sudah cukup lama diterapkan di Indonesia,
yakni dari tahun 1951 sampai munculnya Undang-undang Nomor 8
tahun 1983. Alasan perubahan seperti yang tercantum dalam
paragraf awal Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 adalah bahwa
Pajak Penjualan (PPn) sudah tidak sesuai lagi dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi dan kehidupan sosial masyarakat Indonesia
sehingga belum dapat menggerakkan peran serta semua lapisan
pengusaha kena pajak dalam meningkatkan pendapatan negara.
Oleh karenanya dipandang perlu untuk mengatur kembali sistem
pajak penjualan dengan sistem pajak pertambahan nilai barang dan
jasa dan pajak penjualan atas barang mewah dengan undang-
undang.
Kelemahan dan kelebihan Pajak Pertambahan Nilai
dibandingkan dengan Pajak Penjualan (PPn) adalah sebagai
berikut:
Kelemahan PPn (Pajak Penjualan)
a. Menimbulkan pajak berganda
Hal ini mendorong wajib pajak untuk menghindar dari
pengenaan PPn bahkan kalau perlu mereka melakukan
penggelapan pajak. Tax avoidance (penghindaran pajak) masih
tergolong sebagai tindakan legal misalnya beberapa perusahaan
dalam satu rangkaian beberapa mata rantai jalur produksi atau
distribusi yang sejenis melakukan peleburan usaha, sehingga
beberapa mata rantai produksi atau distribusi lolos dari
pengenaan PPn. Misalnya perkebunan kapas, pabrik benang,
pabrik tekstil, perusahaan garmen meleburkan diri menjadi satu
perusahaan garmen terpadu. Dengan demikian, maka
penyerahan bahan baku antar divisi tersebut tidak dapat
dikenakan PPn karena berada dalam satu perusahaan terpadu.
b. Adanya bermacam-macam tarif (9 macam tarif) sehingga
menimbulkan kesulitan pelaksanaannya dan menyulitkan
tindakan pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak akibatnya
belum dapat mengatasi penyelundupan.
c. Tidak mendorong ekspor, dikarenakan dalam pelaksanaannya
UU PPn 1951 menimbulkan pengenaan pajak berganda sehingga
PPn menjadi tidak netral baik dalam perdagangan didalam
negeri maupun internasional

Kelebihan PPN :
a. Menghilangkan pajak berganda.
Dikarenakan PPN dikenakan hanya terhadap nilai tambah
(added value) pada setiap jalur produksi dan jalur distribusi
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. PPN dikenakan
berulang-ulang pada setiap mutasi Barang Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak. Meskipun demikian,PPN tidak menimbulkan
pengenaan pajak berganda (non kumulasi).
b. Menggunakan tarif tunggal
PPN tarifnya hanya satu, yakni 10% sehingga memudahkan
pelaksanaan oleh Wajib Pajak sekaligus pengawasannya.
c. Dapat mendorong ekspor.
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas
konsumsi Barang di dalam negeri, maka Barang yang diekspor
atau dikonsumsi di luar negeri tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai. Oleh karenanya Barang yang diekspor
dikenakan tarif 0% (nol persen).
Pengenaan tarif 0% (nol persen) tidak berarti pembebasan
dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian,
Pajak Masukan yang telah dibayar untuk perolehan Barang Kena
Pajakdan/atau Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan kegiatan
tersebut dapat dikreditkan.
d. Netral terhadap persaingan Dalam Negeri, Luar Negeri, dan pola
konsumsi.
Hal ini dikarenakan PPN bukan merupakan beban yang
menambah harga pokok penjualan karena PPN menganut sistem
pengkreditan yang memungkinkan PPN yang dibayarkan pada
saat pembelian diperhitungkan dengan PPN yang harus
dipungut saat penjualan.

Pajak-pajak yang pernah diterapkan di Indonesia sampai


dengan diterbitkannya Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai
berikut :
a. Pajak Pembangunan I (PPb I) sebelum tahun 1950
b. Pajak Peredaran 1950 (PPe 1950)
c. Pajak Penjualan 1951 (PPn 1951)
d. Pajak Pertambahan Nilai, yakni dengan keluarnya UU No. 8
Tahun 1983

2. Karakteristik PPN
PPN mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a. Pajak Objektif. Yang dimaksud dengan pajak objektif adalah
suatu jenis pajak yang timbulnya kewajiban pajaknya sangat
ditentukan oleh objek pajak. Keadaan subjek pajak tidak
menjadi penentu kecuali untuk kasus tertentu.
b. Dikenakan pada setiap rantai distribusi (Multi Stage Tax).
Sepanjang suatu transaksi memenuhi syarat sebagaimana
disebutkan dalam angka 2, maka pihak PKP Penjual
berkewajiban memungut PPN atas transaksi yang terjadi dan
kemudian menyetorkan ke Kas Negara dan melaporkannya.
c. Menggunakan mekanisme pengkreditan. Sesuai dengan
namanya maka pada hakekatnya PPN hanya dikenakan atas
nilai tambah yang terjadi atas BKP karena adanya proses
pabrikasi maupun distribusi. Oleh karena itu PPN yang
terutang dalam suatu Masa Pajak diperhitungkan terlebih
dahulu dengan PPN yang telah dibayarkan oleh PKP pada
saat pembelian bahan baku dan faktor produksi lainnya,
sehingga meskipun PPN dikenakan beberapa kali namun
tidak menimbulkan efek pajak berganda.
d. Merupakan pajak atas konsumsi dalam negeri. Oleh karena
itu salah satu syarat dikenakannya PPN atas suatu transaksi
adalah bahwa BKP/JKP dikonsumsi di dalam Daerah Pabean.
Hal inilah yang mendasari pengenaan PPN dengan tarif 0%
atas kegiatan ekspor sedangkan untuk kegiatan impor tetap
dikenakan PPN 10%.
e. Merupakan beban konsumen akhir. PPN merupakan pajak
tidak langsung sehingga beban pajaknya bisa dialihkan oleh
PKP. Pengenaan PPN yang dilakukan beberapa kali tidak
menjadi beban PKP karena beban PPN tersebut pada
akhirnya akan dialihkan kepada konsumen yang menikmati
BKP pada rantai terakhir.
f. Netral terhadap persaingan. PPN bukan merupakan beban
yang menambah harga pokok penjualan karena PPN
menganut sistem pengkreditan yang memungkinkan PPN
yang dibayarkan pada saat pembelian diperhitungkan
dengan PPN yang harus dipungut saat penjualan.
g. Menganut destination principle. Untuk menentukan suatu
transaksi dikenakan PPN atau tidak, terlebih dahulu harus
dilihat di negara mana pihak konsumen berada. Apabila
konsumen berada di luar negeri maka transaksi tersebut
tidak dikenakan PPN karena PPN adalah pajak atas
konsumsi dalam negeri.
Pajak Penjualan (PPn)
Pengusaha Harga Jual PPn 10% Setor ke Negara Dibayar Pembeli
Benang 10.000 1.000 1.000 11.000
Tekstil 16.000 1.600 1.600 17.600
Garmen 22.600 2.260 2.260 24.860
Pedagang Besar 29.860 2.986 2.986 32.846
Pedagang Eceran 37.846 3.785 3.785 41.631

Jumlah dibayar pembeli akhir 41.631


Jumlah pajak ditanggung pembeli 11.631
Beban pajak = 11.631/37.846 31%

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Pengusaha Harga Jual PPN 10% Setor ke Negara Dibayar Pembeli
Benang 10.000 1.000 1.000 11.000
Tekstil 16.000 1.600 600 16.600
Garmen 21.600 2.160 560 22.160
Pedagang Besar 27.160 2.716 556 27.716
Pedagang Eceran 32.716 3.272 556 33.272

Jumlah dibayar pembeli akhir 33.272


Jumlah pajak ditanggung pembeli 3.272
Beban pajak = 3.272/32.716 10%

Gambar 1.2 PPN bersifat multi stage levy

3. Mekanisme Pemungutan PPN


Mekanisme pemungutan PPN di Indonesia secara umum
adalah sebagai berikut :
(1) Penghitungan PPN terutang yang disetor ke negara
menggunakan indirect substraction method/credit
method/invoice method dengan cara mengkreditkan pajak
masukan (PK-PM).
(2) Direct Subtraction Method
Metode yang menggunakan bendaharawan pemerintah dan
KPKN (Kantor Perbendaharaan Kas Negara ) sebagai pemungut
PPN atas transaksi yang menggunakan dana APBN/APBD,
diatur dalam pasal 16A ttg pemungut PPN.
(3) Self Imposition Method
Yakni pemungutan PPN yang dilakukan sendiri oleh
perusahaan ataupun orang pribadi yang melakukan usaha.
Contoh :
- Import BKP tidak berwujud /JKP oleh PKP dan bukan PKP
- Obyek PPN pasal 16 C atas kegiatan membangun sendiri
- Obyek PPN pasal 16 D atas penyerahan aktiva tidak untuk
diper jual belikan

Gambar 1.1 Mekanisme PK-PM PPN

Keterangan Gambar :
(1) Setiap PKP yang menyerahkan BKP atau JKP diwajibkan
membuat Faktur Pajak untuk memungut pajak yang
terutang. Pajak yang dapat dipungut disebut Pajak
Keluaran (output tax).
(2) Pada saat suatu PKP membeli/menerima BKP atau JKP dari
PKP lain, maka PKP pembeli/penerima membayar pajak
yang terutang kepada negara lewat PKP penjual. Pajak yang
dibayar disebut Pajak Masukan (input tax).
(3) Pada akhir masa pajak, Pajak Masukan dapat dikreditkan
terhadap Pajak Keluaran.
(4) Jika Pajak Keluaran > Pajak Masukan, berarti kurang bayar,
harus dibayar ke Kas Negara paling lambat akhir bulan
berikutnya sebelum SPT masa PPN disampaikan

4. Metode Perhitungan PPN


Metode penghitungan PPN ada tiga cara sebagai berikut :
a. Subtraction Method (pengurangan secara langsung), yakni
dengan cara mengalikan tarif PPN dengan selisih antara
harga jual dengan harga beli
b. Indirect Substraction Method ( pengurangan secara tidak
langsung ), yakni dengan cara mengurangkan PPN yang
dipungut oleh penjual atau pengusaha jasa atas penyerahan
barang atau jasa dengan PPN yang dibayarkan kepada
penjual atau pengusaha jasa lain atas perolehan barang dan
atau jasa.
c. Addition Method (Metode penghitungan nilai tambah),
yakni mengalikan tarif PPN dengan hasil penjumlahan
unsur-unsur nilai tambah.

Anda mungkin juga menyukai