Anda di halaman 1dari 12

PELINDUNGAN BAGI KELOMPOK BERISIKO GANGGUAN JIWA

Protection of Mental Disorders Risk Group


Elga Andina
Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Sekretariat Jenderal DPR RI

Naskah diterima: 8 April 2013


Naskah direvisi: 25 Juli 2013
Naskah diterbitkan: 14 Desember 2013

Abstract:The increasing number of People With Mental Health Disorder (PWMHD) shows fragile protection to
people. Medical Human Resource can hardly handle this condition; therefore we need preventive approach to
avoid new PWMHD. This protection should be focus more to those who’s at risk in order to maintain their mental
health quality. This study classifies 4 groups risked to mental health disorder: according to age; psychosocial
condition; under threat condition, and physical condition. The Indonesia’s People House of Representative needs
to make laws based on mental health’s perspective to ensure protection against mental disorder’s risk.
Keywords: PWMHD, risk, mental health disorder, protection.

Abstrak: Peningkatan jumlah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) menunjukkan lemahnya pelindungan
terhadap masyarakat dari faktor risiko gangguan jiwa. Sumber daya kesehatan jiwa belum mampu menangani
lonjakan ODGJ, perlu dilakukan langkah preventif untuk mencegah bertambahnya ODGJ baru. Pelindungan
ini perlu dilakukan terutama bagi mereka yang berisiko mengalami gangguan jiwa agar tidak menurunkan
kualitas kesehatan jiwanya. Kajian ini mengklasifikasikan 4 kelompok berisiko gangguan jiwa yang harus
dijadikan subjek pelindungan, yaitu berdasarkan usia, kondisi psikososial, kondisi ancaman, dan kondisi fisik.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) perlu membuat peraturan perundang-undangan yang
berperspektif kesehatan jiwa dalam rangka melindungi masyarakat dari risiko gangguan jiwa.
Kata kunci: ODGJ, risiko, gangguan jiwa, pelindungan.

Pendahuluan yang paling banyak mengalami gangguan mental


Peningkatan jumlah prevalensi gangguan jiwa emosional di Indonesia adalah Provinsi Jawa Barat
di Indonesia semakin signifikan. Laporan Badan dengan 2.00%, dan yang terendah adalah provinsi
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kepulauan Riau dengan 1,51%.
Kesehatan dalam Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Meningkatnya jumlah pasien gangguan jiwa
2007 mensinyalir 0,5% dari seluruh populasi Indonesia ini terlihat dari data Profil Kesehatan Indonesia
mengalami gangguan jiwa berat (2008:xvi). Yusuf tahun 2008 yang menemukan bahwa terdapat
dkk (2010) meyakini bahwa angka tersebut bukan 27.416 jiwa pasien gangguan mental dan perilaku
merupakan gambaran yang sebenarnya. Dengan yang mendapat perawatan inap di rumah sakit,
asumsi jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 dimana 14.566-nya berjenis kelamin laki-laki dan
sebesar 237,6 juta jiwa, dan menggunakan parameter sisanya 12.850 berjenis kelamin perempuan. Dari
prevalensi global untuk gangguan jiwa berat yaitu jumlah tersebut 204 jiwa meninggal dunia (Profil
1%, maka jumlah penderita gangguan jiwa berat di Kesehatan Indonesia 2008:lampiran 3.4).
Indonesia mencapai 2.400.000 orang. Sedangkan Pada kenyataannya, jumlah rumah sakit tidak
jika memakai data Riset Kesehatan Dasar, maka sebanding dengan pasien yang membutuhkan
jumlahnya hanya 1.100.000 orang. layanan kesehatan jiwa. Jumlah rumah sakit yang
Riskesdas 2007 juga menemukan bahwa penderita menangani pasien gangguan jiwa pun terbatas. Data
gangguan mental emosional mencapai 11,6% atau profil Kesehatan Indonesia tahun 2011 mencatat
sekitar 27, 6 juta orang. Gangguan mental emosional hanya tersedia 6.243 tempat tidur dari 51 rumah
merupakan suatu keadaan yang mengindikasikan sakit jiwa di seluruh Indonesia. Jumlah rumah sakit
individu mengalami suatu perubahan emosional yang jiwa pun tidak tersebar rata di semua provinsi,
dapat berkembang menjadi keadaan patologis apabila sehingga menyebabkan masyarakat kesulitan akses
terus berlanjut (Riskesdas 2007, 2008:119). Menurut mencapai layanan kesehatan jiwa. Pada tahun
laporan tersebut, provinsi dengan jumlah penduduk 2012, Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa

Elga Andina, Pelindungan Bagi Kelompok Berisiko Gangguan Jiwa | 143


Indonesia memiliki sebanyak 33 Rumah Sakit Jiwa Psikiatri di antaranya berada di kota besar, antara
(RSJ) yang tersebar di seluruh provinsi, namun lain Jakarta, Surabaya, Bandung dan Jogjakarta.3
masih ada 8 provinsi yang belum memiliki RSJ, Selain psikiater, psikolog juga memiliki
yaitu Sulawesi Barat, Papua Barat, Maluku Utara, kompetensi untuk memberikan layanan kesehatan
Banten, Kepulauan Riau, NTT, Kalimantan Tengah, jiwa sampai titik tertentu. Akan tetapi, sampai saat
dan Gorontalo. Selain itu, saat ini juga terdapat ini, tenaga psikolog, terutama psikolog klinis masih
sekitar 8.000 rumah sakit yang telah memiliki bagian belum banyak digunakan di unit pelayanan kesehatan
khusus untuk menangani kesehatan jiwa.1 milik pemerintah. Hal ini disebabkan belum jelasnya
Tabel 1. Jumlah Rumah Sakit Jiwa tahun 2004-2008 peran psikolog dalam hubungan kerjanya dengan
Tahun RS Tempat Tidur professional kesehatan lain, seperti dokter spesialis
2004 51 8.535
kedokteran jiwa, perawat jiwa ataupun pekerja sosial.
Kondisi di atas merupakan hambatan yang
2005 51 8.527
perlu diatasi pemerintah. Sementara pertumbuhan
2006 51 8.630
pembangunan sumber daya kesehatan jiwa berjalan
2007 51 8.726 lambat, jumlah penderita gangguan jiwa terus meningkat.
2008 51 8.781 Oleh karena itu, Pemerintah perlu meningkatkan upaya
2009 51 9.206 penurunan jumlah Orang Dengan Gangguan Kejiwaan
2010 51 9.121 (ODGJ) pada akarnya, yaitu sebelum mereka mengalami
2011 51 6.243 gejala gangguan. Dengan mencegah terjadinya risiko
Sumber: Ditjen Pelayanan Medik, Depkes RI (per 1 September gangguan jiwa, maka kita dapat menekan jumlah
2008), dalam Profil Kesehatan Indonesia, 2008 dan Ditjen pasien rumah sakit khusus kesehatan jiwa. Perlu diingat
Bina Upaya Kesehatan, Kemenkes RI, dalam Profil Data bahwa jika dikalkulasikan, biaya yang dikeluarkan
Kesehatan Indonesia 2011.
untuk menangani ODGJ ini jelas tidak sedikit. WHO
Sedangkan Puskesmas, sebagai unit pelayanan menemukan bahwa gangguan kesehatan jiwa, gangguan
kesehatan terdepan masih belum mampu memberikan neurologis, dan penyahgunaan zat berbahaya secara
pelayanan kejiwaan yang memadai, meskipun bersama-sama mengambil porsi 13% dari beban
pelayanan kesehatan jiwa merupakan salah satu dari kesehatan secara global. Sedangkan, jika dihitung
18 tugasnya. secara tersendiri, depresi memberikan sumbangan beban
Permasalahan sarana juga terkait dengan sebesar 4.3% (Puskris, 2012)
sedikitnya jumlah tenaga kesehatan jiwa. Idealnya, Berdasarkan uraian diatas, kajian ini ingin
pelayanan kesehatan jiwa dilakukan oleh ahli menjelaskan dua pertanyaan:
jiwa dan tenaga kesehatan yang terkait. Pada 1. Siapa saja kelompok berisiko gangguan jiwa
kenyataannya jumlah psikolog klinis ataupun yang perlu dilindungi?
psikiater masih dibawah rasio ideal dengan jumlah 2. Bagaimana bentuk pelindungan terhadap
penduduk, yaitu 0,22:100.000. Padahal, standar yang kelompok berisiko gangguan jiwa tersebut?
diberikan oleh WHO mengenai perbandingan jumlah
Kajian ini menggunakan data yang dikumpulkan
tenaga psikolog, psikiater, dan konselor adalah
dalam proses penyusunan Rancangan Undang
1:30.0002. Dr. Tun Kurniasih Bastaman, SpKJ,
Undang tentang Kesehatan Jiwa di empat provinsi,
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran
yaitu Provinsi Maluku, Provinsi Bali, Provinsi
Jiwa Indonesia (PDSKJI) menjelaskan pertambahan
Sumatera Utara dan Provinsi Gorontalo pada bulan
dokter spesialis jiwa di Indonesia sangat sedikit
Maret 2012. Data primer diperoleh dari wawancara
jumlahnya. Hal ini terkait dengan rendahnya minat
dengan pemangku kepentingan di bidang kesehatan
dan ketersediaan akses pendidikan kesehatan jiwa.
jiwa, sedangkan data sekunder merupakan hasil
Hanya 9 Fakultas Kedokteran di Indonesia yang
kajian pustaka dari berbagai literatur terkait kondisi
memiliki fakultas kesehatan jiwa dari 64 yang
demografis dan kejiwaan masyarakat Indonesia.
terdaftar. Dari jumlah itu hanya 6 fakultas yang aktif,
dengan 10-20 lulusan pertahun. Lebih parahnya lagi,
Pelindungan dari Gangguan Jiwa
600 Psikiatri yang ada di Indonesia, sekitar 200
Pada hakikatnya setiap warga negara berhak atas
1
“Perempuan Dua Kali Lebih Banyak Terkena Gangguan kehidupan yang layak. Oleh karena itu, setiap orang
Jiwa Ringan,” http://www.infopenyakit.org/def_menu.asp? berhak untuk mendapatkan pelindungan kesehatan
menuID=11&menuType=1&SubID=2&DetId=643, diakses
tanggal 3 April 2013. “Perempuan Dua Kali Lebih Banyak Terkena Gangguan
3

2
“Tenaga Psikologi di Indonesia Masih Kurang,” http:// Jiwa Ringan,” http://www.infopenyakit.org/def_menu.asp?
www.psikologizone.com/tenaga-psikologi-di-indonesia- menuID=11&menuType=1&SubID=2&DetId=643, diakses
masih-kurang/065116062, diakses tanggal 22 Februari 2013 tanggal 3 April 2013.

144 | Aspirasi Vol. 4No. 2, Desember 2013


jiwa, baik yang sehat, berisiko maupun Orang adanya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Meningkatnya Kesehatan, yaitu pada Pasal 144 sampai Pasal
prevalensi gangguan jiwa memaksa kita untuk 150 dengan memberi fokus pada penyebarluasan
menyelami kembali fokus pelindungan masyarakat informasi, terjaminnya akses pelayanan kesehatan
terhadap risiko gangguan jiwa. Mencegah lebih baik bagi semua orang, penyembuhan, pemeriksaan
daripada mengobati, oleh karena itu pelindungan kesehatan jiwa untuk kepentingan hukum. Sedianya,
terhadap mereka yang berisiko penting untuk aturan ini diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah.
memutuskan mata rantai penyakit ini. Usaha untuk Namun, setelah 4 tahun berlakunya Undang-
melindungi kesehatan jiwa sudah sampai pada taraf Undang No. 36 Tahun 2009 ini, belum ada peraturan
internasional, dimana WHO mendorong setiap pemerintah yang dibuat, sehingga pelaksanaannya
negara untuk melindungi masyarakatnya dengan di daerah menjadi terhambat.
perangkat hukum yang komprehensif. Penelitian di Provinsi Maluku, Bali, Medan,
Akar peraturan pemeliharaan kesehatan jiwa dan Gorontalo menunjukkan lemahnya pengaturan
di Indonesia dimulai dari Het Reglement op het kesehatan jiwa menyebabkan terbatasnya upaya
Krankzinnigenwezen (Stbl. 1897 No. 54) yang kesehatan yang diberikan. Di Bali misalnya, menurut
merupakan peninggalan masa kolonial Belanda. catatan Dinas Kesehatan Kota, dari total belanja
Pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 3 Tahun rutin Dinas Kesehatan Kota pada tahun 2012 yakni
1966 tentang Kesehatan Jiwa sebagai penggantinya sebesar Rp31.199.108.428,-, hanya sekitar 0,71%
dan dalam BAB II Undang-Undang tersebut, tertulis atau Rp22.325.000,- yang dialokasikan khusus
bahwa: untuk kesehatan jiwa. Jumlah ini masih kurang dan
belum mendukung optimalisasi pelayanan kesehatan
PEMELIHARAAN KESEHATAN JIWA
jiwa. Disamping anggaran yang tidak memadai,
Pasal 3
melibatkan banyak instansi, dan belum diakuinya
Dalam bidang kesehatan jiwa usaha-usaha Pemerintah kesehatan jiwa sebagai program pelayanan
meliputi: kesehatan dasar, peningkatan kegiatan pelayanan
a. memelihara kesehatan jiwa dalam pertumbuhan kesehatan jiwa juga belum dilakukan secara rutin dan
dan perkembangan anak-anak; menyeluruh hampir ke semua lapisan masyarakat.
b. enggunakan keseimbangan jiwa dengan
menyesuaikan penempatan tenaga selaras Kelompok Berisiko
dengan bakat dan kemampuannya; WHO menyebutkan bahwa faktor yang
c. perbaikan tempat kerja dan suasana kerja dalam memengaruhi kesehatan jiwa dan gangguan jiwa
perusahaan dan sebagainya sesuai dengan ilmu tidak hanya karena atribut individu melainkan juga
kesehatan jiwa; karena faktor sosial, ekonomi, dan lingkungan.
d. mempertinggi taraf kesehatan jiwa seseorang Memburuknya kondisi ekonomi atau kemiskinan
dalam hubungannya dengan keluarga dan merupakan contoh kejadian yang memiliki
masyarakat; dan konsekuensi ke meningkatnya masalah kesehatan
e. usaha-usaha lain yang dianggap perlu oleh jiwa, yang terlihat dari meningkatnya kecanduan
Menteri Kesehatan. alkohol atau angka bunuh diri (WHO, 2012).
Usaha pelindungan masyarakat terhadap Penelitian tim penyusun Rancangan Undang-
gangguan kejiwaan kemudian dilanjutkan dengan Undang tentang Kesehatan Jiwa menemukan
Tabel 2. Penyebab Gangguan Jiwa
Provinsi Penyebab Gangguan Jiwa
Stres yang disebabkan oleh konflik sosial yang berkepanjangan, globalisasi,
Maluku
peningkatan arus informasi, urbanisasi.
Stres atau depresi dan kekerasan dalam rumah tangga dengan berbagai
Bali latar belakang masalah misalnya ketidakmampuan ekonomi, pengangguran,
NAPZA, tuntutan pekerjaan, sampai dengan asmara.

1. Internal, yaitu masalah kepribadian.


Sumatera Utara 2. Eksternal, yang meliputi masalah psikososial seperti masalah ekonomi,
keluarga, dan lingkungan
1. Kemiskinan.
2. Keturunan.
Gorontalo 3. Kegagalan pernikahan, termasuk masalah pembagian harta gono gini
antara suami-istri.
4. Kegagalan pendidikan

Elga Andina, Pelindungan Bagi Kelompok Berisiko Gangguan Jiwa | 145


penyebab gangguan jiwa di 4 provinsi seperti pada kembangnya. Setiap anak harus diperlakukan sesuai
Tabel 2 berikut: dengan kebutuhannya yang berdasarkan tahapan
Berdasarkan hasil temuan di atas, penulis perkembangan jiwanya untuk memastikan tumbuh
mengidentifikasikan kelompok masyarakat berisiko kembang yang sempurna. Hal ini berarti bahwa anak
gangguan jiwa atas beberapa klasifikasi, antara berhak atas pola asuh yang baik, pendidikan yang
lain: kelompok masyarakat berisiko gangguan jiwa sesuai dengan kemampuannya, dan lingkungan yang
berdasarkan usia, berdasarkan kondisi psikososial, kondusif bagi tumbuh kembangnya.
berdasarkan kondisi ancaman dan berdasarkan
b. Remaja
kondisi fisik.
Riskesdas 2007 menemukan bahwa 8,7%
Kelompok Masyarakat Berisiko Gangguan Jiwa penduduk usia 15-24 tahun menderita gangguan
Berdasarkan Usia mental emosional dan prevalensi nasional gangguan
a. Anak mental emosional pada penduduk yang berumur ≥
Di kota Medan, Sumatera Utara, ditemukan 15 tahun adalah 11,6%. Prevalensi ini bervariasi
bahwa masalah hubungan antara anak dengan orang antarprovinsi dengan kisaran antara 5,1% sampai
tua terutama ibu merupakan salah satu penyebab dengan 20,0% Prevalensi tertinggi di Provinsi
timbulnya gangguan jiwa. Selain anak yang Jawa Barat (20,0%) dan yang terendah terdapat
tinggal dengan orang tua, permasalahan sosial anak di Provinsi Kep. Riau (5,1%). Hasil SKRT yang
jalanan juga menjadi perhatian pemerintah daerah dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan
karena jumlahnya terus meningkat dan berpotensi Kesehatan Depkes tahun 1995, menunjukkan 140
menimbulkan masalah-masalah psikososial baru. dari 1000 Anggota Rumah Tangga yang berusia ≥
Sedangkan di Gorontalo, 13 kasus psikosis anak 15 tahun mengalami gangguan mental emosional
ditangani oleh psikiater di Rumah Sakit Umum (Riskesdas 2007, 2008:119)
Daerah Prof. Dr. H. Aloe Saboe dalam tahun 2011. Permasalahan remaja sering terjadi pada
Anak bergantung pada orang dewasa dalam proses pencarian jati diri. Identitas diri merupakan
menjalani kehidupannya, oleh karena itu anak isu paling penting dalam dunia remaja. Proses
sering berada pada posisi dimana mereka tidak pembentukan identitas diri remaja ini berlangsung
dapat memilih perlakuan yang didapatnya. Pada dalam konteks keluarga dan teman sebaya
tahun 2012 saja Komisi Nasional Pelindungan Anak (Faturochman,2012:113). Hal ini terkait dengan
menerima 2.386 pengaduan kasus pelanggaran hak bagaimana ia menampilkan diri, dengan siapa ia
anak, yang diterima baik secara langsung, maupun harus bergaul, dan bagaimana ia ingin diterima
melalui telepon, surat menyurat dan surat elektronik. oleh lingkungannya. Dengan membentuk identitas
Hal ini berarti setiap bulannya Komnas PA menerima diri yang positif, remaja diharapkan menjadi
pengaduan masyarakat kurang lebih 200 (dua ratus) pribadi yang positif pula, tidak terjerumus pada
pengaduan pelanggaran terhadap hak anak. Angka perilaku menyimpang, seperti tawuran, seks bebas,
ini meningkat 98% jika dibanding dengan pengaduan penyalahgunaan narkoba dan zat adiktif, dan tindak
masyarakat yang diterima Komnas PA pada tahun kriminal lain.
2011 yakni berjumlah 1.234 pengaduan. Di Kota Gorontalo ditemukan peningkatan
Menurut data pelanggaran hak anak yang jumlah tawuran pelajar yang sebelumnya tidak
dikumpulkan Komnas PA yang ada di Indonesia terjadi di daerah ini. Fakta tersebut juga merupakan
dan layanan pengaduan lembaga tersebut, pada indikasi tingkat gangguan emosi. Saat ini juga
tahun 2011 jumlah kasus pelanggaran hak anak kesenjangan sosial semakin tinggi dan banyaknya
yang terpantau sebanyak 13.447.921 kasus dan terjadi masalah-masalah sosial.
pada 2012 jumlahnya meningkat 40.398.625 kasus.
c. Lansia
Disamping itu Komnas PA juga melaporkan bahwa
Kelompok masyarakat lansia sering mengalami
selama periode Januari-Juni 2012 sebanyak 12.726
kecemasan karena penurunan fungsi fisik dan
anak menjadi korban kekerasan seksual dari orang
mentalnya. Oleh karena itu lansia rentan terhadap
terdekat mereka seperti orang tua kandung/tiri/
permasalahan kejiwaan. Jumlah lansia sendiri
angkat, guru, paman, kakek dan tetangga (Mulyadi,
cukup besar di Indonesia. WHO memprediksikan
2012:10).
bahwa pada tahun 2020 jumlah lansia Indonesia
Meningkatnya tindakan kekerasan terhadap
akan menjadi yang terbesar di dunia dengan angka
anak ini menunjukkan rendahnya upaya pelindungan
11,34% (Febriani,2012). Batasan usia lansia di
anak, baik secara fisik dan psikis. Setiap penganiayaan
Indonesia adalah 60 tahun ke atas. Secara biologis,
terhadap anak selalu berakhir dengan perubahan
lansia akan mengalami penurunan dalam kekuatan
psikis yang dapat mengganggu proses tumbuh
otot, fungsi sensor, dan fungsi tubuh. Selain

146 | Aspirasi Vol. 4No. 2, Desember 2013


itu, lansia juga mempunyai kemungkinan besar terhadap kondisi mental. Dengan merujuk pada
terserang berbagai penyakit karena menurunnya beberapa hasil penelitian, terbukti bahwa orang-
daya tahan fisik, antara lain arthrisis, osteoporosis, orang yang berpenghasilan rendah atau orang miskin
reumatik, sinus kronis, diabetes, masalah tulang merasa kurang bahagia (less happiness) dan bahkan
punggung, penyakit paru-paru dan penyakit jantung mengalami gangguan mental yang serius, seperti
(Rejeski & Focht, 2002; Santrock, 2002). depresi, skizofrenia, dan gangguan kepribadian
Perubahan kondisi fisik ini akan berdampak (Dohrenwend, 1971; Warheit, Holzer, & Schwab,
pada perubahan fungsi kognitif lansia karena adanya 1973, dalam Farley, 1987).
penurunan volume otak dan perubahan sel syaraf
b. Pengangguran
(Salat, dkk.,2000). Mereka akhirnya mengalami
Terlepas dari masalah pendapatan, pekerjaan
hambatan dalam beraktivitas fisik secara optimal
memiliki banyak keuntungan non-finansial,
sehingga lebih pesimis dalam memandang hidup,
misalnya waktu yang terstruktur, status sosial
memiliki persepsi negatif terhadap kesehatan,
dan identitas, kontak sosial, tujuan kolektif, juga
dan memiliki kualitas hidup yang kurang baik.
aktivitas (Jahoda, 1979, dalam Marcus, 2012).
Kondisi di atas menunjukkan tendensi depresi pada
Tidak bekerja menyebabkan kehilangan uang dan
lansia. Depresi sendiri merupakan penyebab utama
keuntungan nonfinansial lain, dan kehilangan
tindakan bunuh diri.
ini juga memengaruhi anggota rumah tangga.
Prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar
Pasangan dari pengangguran harus menghadapi
sekitar 8 – 15% dan hasil meta analisis dari laporan-
penurunan pemasukan rumah tangga, pasangan
laporan negara di dunia adalah 13,5% dengan
yang depresi, kehadiran pasangan di rumah yang
perbandingan wanita dan pria 14,1:8,6. Prevalensi
membuat tidak nyaman, juga menurunkan status
depresi pada lansia yang menjalani perawatan di
sosial. Bagi pasangan, konsekuensi kehilangan
RS dan Panti Perawatan yaitu sebesar 30-45%.
pekerjaan ini dapat menyebabkan gejala depresi
Perempuan lebih banyak menderita depresi (Chaplin
dan isu kesehatan jiwa lainnya (Marcus, 2012:1).
& Prabova Royanti, 1998). Kaplan & Sadock (1997)
Berdasarkan data di Rumah Sakit Jiwa Daerah
mengemukakan bahwa gejala depresi ditemukan
Provinsi Sumatera Utara, sebanyak 70% penderita
pada 25% dari semua penduduk komunitas lansia
sakit jiwa berasal dari kalangan pengangguran.4
dan pasien rumah perawatan, jadi depresi tidak
Tingginya angka penderita sakit jiwa akibat
hanya disebabkan faktor usia tetapi juga karena
pengangguran merupakan sebuah bentuk stres
faktor lain seperti kehilangan keluarga dan penyakit
sosial.5 Laporan “Equality and Inequalities in
kronik yang diderita. Depresi pada lansia bukan
Health and Social Care: A Statistical Overview” juga
merupakan proses penuaan yang normal. Riskesdas
menemukan bahwa pengangguran lebih berisiko
2007 menunjukkan kecenderungan semakin tua
mendapat penyakit psikologis (30%) daripada
usia responden maka semakin terganggu mental
mereka yang secara ekonomi tidak aktif (25%) atau
emosionalnya yaitu 33,7% masyarakat usia 65-74
yang bekerja (16%).6 Hal ini sesuai dengan data
menderita gangguan mental emosional.
Riskesdas 2007 yang menyebutkan bahwa orang
Pada lansia gejala-gejala depresi sering sulit
yang tidak bekerja memiliki prosentase potensi
untuk diamati karena terselubung oleh kondisi
gangguan emosi paling tinggi dengan 19,6%,
medis lain sehingga sulit untuk didiagnosa.
sedangkan yang paling rendah gangguannya adalah
Akibatnya, lansia yang menderita depresi tidak akan
pegawai dengan 6,3%.
diterapi dengan cepat dan tepat sehingga depresi
Penelitian menunjukkan bahwa pengangguran
akan bertambah parah dan dapat menimbulkan
dan mereka yang tidak aktif secara ekonomi terkait
ketidakmampuan (disability), memperburuk kondisi
dengan peningkatan risiko masalah kesehatan
medis, dan meningkatkan risiko bunuh diri (AAGP,
2007 cit Richy, 2007). 4
“70% Gangguan Jiwa Nganggur”. http://www.waspada.
co.id/index.php?option=com_content&view=article&
Kelompok Masyarakat Berisiko Gangguan Jiwa id=182254:70--gangguan-jiwa-nganggur&catid=14:medan
Berdasarkan Kondisi Psikososial &Itemid=27, diakses tanggal 2 Februari 2013.
a. Masyarakat Miskin 5
“Jumlah Penderita Sakit Jiwa Meningkat,” http://www.
Memburuknya kondisi ekonomi atau kemiskinan hariansumutpos.com/2011/12/22657/jumlah-penderita-
sakit-jiwa-meningkat#axzz2 Mkn0sXNd, diakses tanggal 4
merupakan contoh kejadian yang memiliki
Maret 2013.
konsekuensi ke meningkatnya masalah kesehatan 6
Inequalities and Unfair Access Issues Emerging from the
jiwa yang terlihat dari meningkatnya kecanduan DHSSPS (2004) “Equality and Inequalities in Health and
alkohol atau angka bunuh diri. Farley (1987) dalam Social Care: A Statistical Overview” Report, http://www.
WHO (2012) mengemukakan akibat kemiskinan dhsspsni.gov.uk/mentalhealthunemployment.pdf, diakses
tanggal 26 Maret 2013.

Elga Andina, Pelindungan Bagi Kelompok Berisiko Gangguan Jiwa | 147


jiwa. Pengangguran, terutama dalam jangka yang orang tuanya utuh (Biblarz & Gottainer, 2000;
panjang, diasosiasikan dengan faktor-faktor seperti Caspi, Wright, Moffitt, & Silva, 1998; Hetherington,
eksklusi sosial, kemiskinan, kondisi perumahan 1999, dalam Sigal, dkk, 2012:150). Lebih jauh
yang buruk, pendidikan yang rendah dan perilaku lagi, Biblarz and Raftery (1999 dalam Sigal, dkk,
nekad (misalnya: penyalahgunaan alkohol dan 2012:150) menemukan bahwa perceraian orang tua
obat-obatan). Pengangguran dapat menjadi menyebabkan penurunan status ekonomis secara
penyebab sekaligus konsekuensi dari permasalahan bertahap.
kesehatan jiwa. National Alliance on Mental Illness Namun, perceraian tidak hanya memengaruhi
menguatkan data di atas dengan menyatakan anak, tetapi juga orang tua. Perceraian juga
bahwa tingkat pengangguran orang dewasa memengaruhi status mental pasangan yang bercerai.
dengan penyakit kejiwaan adalah 3 sampai 5 kali
Kelompok Masyarakat Berisiko Gangguan Jiwa
lebih tinggi daripada mereka yang tidak memiliki
Berdasarkan Kondisi Ancaman
penyakit jiwa.7
a. Masyarakat yang Berada di Daerah Konflik
c. Anggota Keluarga Kurang Harmonis Masyarakat yang berada di daerah konflik
Penelitian Sujoko (2012) menemukan bahwa berhak mendapatkan pelindungan fisik dan
korelasi positif yang sangat signifikan antara pelayanan kesehatan jiwa untuk menjaga kualitas
keluarga broken home, pola asuh orang tua dan mentalnya. Masyarakat di daerah konflik rentan
interaksi teman sebaya terhadap kenakalan remaja terhadap kecemasan akan keselamatan dirinya.
dan variabel-variabel ini memberikan sumbangan Hal ini paling jelas terlihat pada kondisi kejiwaan
efektif sebesar 18,4 % terhadap variabel kenakalan masyarakat Maluku yang sejak beberapa dekade
remaja. Pada kasus perpecahan rumah tangga, anak belakangan mengalami konflik antar agama.
selalu menjadi korban. Anak yang akhirnya harus Sejarah kekerasan yang menjadi bagian dari
tumbuh jauh dari orang tua, misalnya di panti ingatan mereka menjadi ingatan yang tidak dapat
asuhan, tumbuh menjadi anak yang rapuh (OCD dilupakan, bahkan berpotensi menjadi stres pasca
Development, 2012). trauma (Post-traumatic stress disorder).
Cherlin, Chase-Lansdale, & McRae (1997:30)
b. Masyarakat yang Berada di Daerah Bencana
menemukan bahwa dampak perceraian memengaruhi
Posisi Indonesia yang berada di pertemuan
kesehatan jiwa seseorang. Lebih jauh lagi, perceraian
tiga lempeng tektonik dunia menjadikannya
orang tua sewaktu kecil atau remaja terus memengaruhi
sebagai salah satu negara yang rawan bencana.
seseorang hingga ia mencapai usia dua puluhan dan
Secara geografis Indonesia merupakan negara
tiga puluhan.
kepulauan yang terletak pada pertemuan empat
Penelitian mencatat bahwa perceraian orang
lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia,
tua berhubungan dengan berbagai masalah remaja
Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan
yang berlanjut pada usia dewasa, termasuk
Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur
menginternalisasi dan mengeksternalisasi masalah,
Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc)
kesulitan interpersonal, memburuknya kesehatan
yang memanjang dari Pulau Sumatera - Jawa -
fisik dan penggunaan zat-zat (Amato, 2001; Chase-
Nusa Tenggara/Sulawesi, yang sisinya berupa
Lansdale, Cherlin, & Kiernan, 1995, dalam Sigal,
pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang
dkk,2012:150). Beberapa penelitian menemukan
sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi
bahwa perceraian di masa kecil berkaitan dengan
tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan
hasil edukasi dan okupasi negatif sepanjang rentang
bencana seperti letusan gunung berapi, gempa
kehidupan individu, seperti penurunan kemungkinan
bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data
lulus SMU, penguasaan pemasukan, pencapaian
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah
didikan orangtua, etnisitas dan variabel demografis
satu negara yang memiliki tingkat kegempaan
lainnya (Sandefur, McLanahan, & Wojtkiewitz,
yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat
1992; Sun & Li, 2008; Zill, Morrison, & Coiro,
kegempaan di Amerika Serikat.8
1993, dalam Sigal, dkk 2012:150). Mereka yang
Interaksi lempeng tektonik di bawah Indonesia
mengalami perceraian orang tua sewaktu kecil
berpotensi menimbulkan gelombang pasang, yang
memperoleh pendidikan yang lebih rendah dan
akhirnya dapat menimbulkan tsunami. Badan Nasional
pekerjaan yang kurang bergengsi daripada mereka
Penanggulangan Bencana (BNPT) menemukan
“Unemployment”. http://www.nami.org/Templatecfm?Section=
7 bahwa tsunami yang terjadi di Indonesia sebagian
About_the_Issue&Template=/ContenManagement/Content
“Potensi Ancaman Bencana,” Arnold, 1986, dalam http://
8
Display.cfm& ContentID=114540, diakses tanggal 26 Maret
www.bnpb.go.id/page/read/6/potensi-ancaman-bencana,
2013.
diakses tanggal 28 Maret 2013.

148 | Aspirasi Vol. 4No. 2, Desember 2013


besar disebabkan oleh gempa-gempa tektonik di dan peraturan yang tidak manusiawi.
sepanjang daerah subduksi dan daerah seismik aktif Perlakuan psikis terkait dengan hubungan
lainnya.9 Selama kurun waktu 1.600-2.000 terdapat antar manusia, misalnya kepemimpinan,
105 kejadian tsunami yang 90% di antaranya hubungan dengan rekan kerja lain. Salah
disebabkan oleh gempa tektonik, 9% oleh letusan satu contoh lingkungan kerja yang
gunung berapi dan 1% oleh tanah longsor.10 Wilayah menekan adalah kondisi pekerjaan Tenaga
pantai di Indonesia merupakan wilayah yang rawan Kerja Indonesia (TKI) yang mengalami
terjadi bencana tsunami antara lain: pantai barat perlakuan buruk dari majikannya. Meskipun
Sumatera, pantai selatan Pulau Jawa, pantai utara dan Kementerian Kesehatan belum memiliki
selatan pulau-pulau Nusa Tenggara, pulau-pulau di data yang jelas mengenai jumlah Tenaga
Maluku, pantai utara Irian Jaya dan hampir seluruh Kerja Indonesia yang mengalami gangguan
pantai di Sulawesi. Laut Maluku adalah daerah yang jiwa, beberapa pemberitaan media cukup
paling sering mengalami tsunami. Dalam kurun dapat menggambarkan kondisi mereka.
waktu tahun 1.600-2.000, di daerah ini telah terjadi Pada bulan Juli 2012, dilaporkan sebanyak
32 tsunami yang 28 di antaranya diakibatkan oleh 38 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) mengalami
gempa bumi dan 4 oleh meletusnya gunung berapi di gangguan kejiwaan di Kalimantan, setelah
bawah laut. dideportasi dari negara bagian Sabah dan
Mengalami bencana akan menghadapkan Sarawak, Federasi Malaysia.11
sesorang pada situasi sulit. Bencana merupakan ii. Lingkungan dan Sistem Sekolah yang Tidak
suatu kejadian yang mengganggu kehidupan normal Memperhatian Tumbuh Kembang Peserta
dan melampaui kapasitas seseorang atau masyarakat Didik.
untuk mengatasinya. Bencana bisa berdampak pada Sistem pendidikan disesuaikan dengan
terganggunya keseimbangan kondisi psikologis kebutuhan dan perkembangan peserta
seseorang; kehilangan harta benda, kehilangan didik untuk menghindarkan peserta didik
orang terdekat, maupun kehilangan penghasilan. dari gangguan kejiwaan. Permasalahan
Ketidakseimbangan kondisi psikologis dapat pendidikan yang menyebabkan perilaku
dirasakan dalam bentuk terganggunya fungsi menyimpang semakin banyak ditemui.
psikologis seseorang seperti fungsi pikiran, perasaan, Meningkatnya angka bunuh diri siswa
dan tingkah laku. Beberapa gejala yang umumnya sekolah karena tidak bisa membayar uang
muncul adalah terkejut, menyesal, menyalahkan diri, sekolah atau tidak lulus Ujian Nasional
berduka, cemas, kehilangan orientasi, sering teringat- merupakan gejala gangguan jiwa yang
ingat pada peristiwa yang dialami meskipun tidak tidak bisa diabaikan.
ingin mengingatnya, dan mimpi buruk. Selain itu,
d. Gangguan perubahan iklim
ditemukan juga gejala berupa menutup diri, menarik
Berbagai penelitian telah membutktikan bahwa
diri dari hubungan sosial, menghindari peristiwa
perubahan iklim memberikan kontribusi terhadap
yang dialami dan merasa tak berdaya. Oleh karena
perubahan perilaku dan psikis. Bencana alam,
itu penyintas bencana berhak mendapatkan upaya
seperti banjir, siklon dan kekeringan, diprediksikan
rehabilitasi kesehatan jiwa sesuai dengan kadar
sebagai konsekuensi perubahan iklim (IFRC, 2009).
gangguan kejiwaan yang dialaminya.
Hal ini terjadi karena kejadian meteorologis beberapa
c. Masyarakat yang Berada di Lingkungan Fisik tahun belakangan. Penelitian mengungkap dampak
Tidak Kondusif psikis perubahan iklim pada kondisi mental, seperti
Lingkungan fisik yang tidak kondusif di antaranya: post traumatic stress disorder (Galea, et.all, 2005
i. Lingkungan Kerja yang Berisiko dalam Page & Howard, 2009:1-2), depresi berat
Setiap orang berhak untuk dilindungi (Marshall, et.all, 2007, dalam Page & Howard,
dalam pekerjaannya dari perlakuan yang 2009:2) dan gangguan somatoform (Van Der Berg,
buruk, yaitu yang bersifat fisik juga psikis. 2005, dalam Page & Howard, 2009:2).
Perlakuan fisik di antaranya sistem kerja
Kelompok Masyarakat Berisiko Gangguan Jiwa
yang tidak memperhatikan kesehatan,
Berdasarkan Kondisi Fisik
peralatan kerja yang tidak ergonomis,
a. Perempuan
9
“Potensi Ancaman Bencana,” Puspito, 1994, http://www. Menurut Puskris UI, dalam beberapa konteks
bnpb.go.id/page/read/6/potensi-ancaman-bencana, diakses masyarakat, perempuan juga cenderung mengalami
tanggal 28 Maret 2013.
10
“Potensi Ancaman Bencana,” Latief dkk., 2000, http:// “38 TKI Alami Gangguan Jiwa,” http://shnews.co/detile-
11

www.bnpb.go.id/page/read/6/potensi-ancaman-bencana, 4901-38-tki-alami-gangguan-jiwa.html, diakses tanggal 6


diakses tanggal 28 Maret 2013. April 2013.

Elga Andina, Pelindungan Bagi Kelompok Berisiko Gangguan Jiwa | 149


perlakuan yang tidak adil, mengalami kekerasan c. Cacat
dalam rumah tangga dimana hal ini juga berpotensi WHO menggunakan istilah “disabilitas” untuk
berlanjut menjadi gangguan kecemasan atau depresi. mendefinisikan kondisi yang meliputi gangguan,
Riskesdas 2007 menemukan bahwa perempuan keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi.
lebih banyak menderita gangguan jiwa daripada Gangguan adalah sebuah masalah pada fungsi
laki-laki yakni dua kali lebih banyak12. Ditegaskan tubuh atau strukturnya; suatu pembatasan kegiatan
pula dalam laporan tersebut bahwa kelompok yang adalah kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam
rentan mengalami gangguan mental emosional melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan
adalah kelompok dengan jenis kelamin perempuan pembatasan partisipasi merupakan masalah yang
(14,0%) (Riskesdas 2008, 2008:119). dialami oleh individu dalam keterlibatan dalam
Diskriminasi terhadap perempuan terlihat situasi kehidupan. Jadi disabilitas adalah sebuah
pada tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), fenomena kompleks, yang mencerminkan interaksi
yaitu sebesar 228/100.000 kelahiran hidup, antara ciri dari tubuh seseorang dan ciri dari
meningkatnya penyebaran HIV/AIDS, kasus masyarakat tempat dia tinggal.
reproduksi, dan kekerasan terhadap perempuan. Penyandang cacat yang mendapatkannya
Selain itu, permasalahan kemiskinan, persamaan dari lahir maupun setelah dewasa, rentan terhadap
upah, trafficking, dan berbagai bentuk diskriminasi gangguan kejiwaan karena perasaan kurang
terhadap perempuan merupakan bentuk perlakuan lengkapnya dirinya. Cacat fisik sering dikaitkan
yang membebani perempuan. Akar permasalahan dengan kehilangan kepercayaan diri jika penderitanya
tersebut salah satunya bersumber dari keberadaan tidak mampu mengalahkan perasaan inferioritas.
peraturan perundang-undangan yang diskriminatif Orang cacat berisiko mengalami stres sebesar
dan bias gender. 52% jika dibandingkan dengan orang yang tidak
cacat (34%). Lebih jauh lagi, wanita cacat berisiko
b. Orang yang Mengalami Gangguan Kesehatan
mengalami stres dalam 12 bulan sebesar 44%
Kronis
dibandingkan dengan pria yang hanya memiliki
Pada prakteknya, ODGJ seringkali diidentifikasi
tingkat risiko 34% (DHSSPS, 2004:126).
ketika memeriksakan diri atas penyakit fisik yang
dideritanya. Di Gorontalo, dokter umum menemukan
Mengurangi Risiko Gangguan Kejiwaan
gejala neurosa ketika melakukan diagnosis atas
Setiap kelompok risiko memiliki faktor risiko
penyakit lain. Hal serupa dilakukan di Rumah Sakit
yang perlu dihindari untuk mendapatkan kualitas
Sumatera Utara yang melaksanakan pemeriksaan
kesehatan jiwa yang optimal. Faktor risiko selalu
fisik dan mental sekaligus.
terjadi di mana saja dan kapan saja. Faktor risiko
Pasien dengan penyakit kronis rentan
ini adalah variabel-variabel yang menciptakan efek
mengalami depresi, bahkan hingga muncul
negatif. Variabel-variabel ini berasal dari dalam dan
keinginan bunuh diri. Oleh karena itu perlu
luar individu yang tidak selalu dapat dikendalikan.
diberikan upaya kesehatan jiwa berupa konseling
Meskipun demikian, ada upaya yang dapat
dalam pendampingan proses pengobatannya.
dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan
Diagnosis penyakit kronis dapat menghasilkan
kejiwaan bagi kelompok berisiko ini, antara lain:
ketakutan ekstrem atau depresi, saat pasien
a. Meningkatkan pengetahuan, informasi dan
menyadari bahwa aktivitasnya akan terganggu
pendidikan
selamanya oleh penyakit (Holahan, Moos, Holahan,
Pengetahuan, informasi dan pendidikan
& Brennan, 1995; Taylor & Aspinwall, 1990, dalam
merupakan modal bagi seseorang untuk melakukan
Taylor, Peplau & Sears., 2009:564). Selain itu, banyak
penolakan, pengolahan, dan pencarian alternatif solusi
pasien butuh belajar berbagai aktivitas perawatan
dalam menghadapi faktor risiko yang dihadapinya. Hal
sendiri untuk membantu mengelola gangguan itu
ini didukung data Riskesdas 2007 yang menunjukkan
(misalnya, Glasgow, Toobert, Hampson, & Wilson,
bahwa orang yang tidak sekolah paling berpotensi
1995, dalam Taylor, Peplau & Sears., 2009:564).
terganggu mental emosionalnya. Mereka memiliki
Perubahan psikis tidak hanya memengaruhi diri
prevalensi gangguan mental emosional sebesar 21,7%.
pasien, tetapi juga keluarga atau orang dekat yang
sedangkan yang tamat perguruan tinggi hanya 6,7%.
harus menyesuaikan diri dengan perubahannya.
Untuk melindungi diri, maka seseorang membutuhkan
“Perempuan Dua Kali Lebih Banyak Terkena Gangguan Jiwa
12 faktor pelindung, seperti kemampuan intelektual
Ringan,” http://www.infopenyakit.org/def_menu.asp?menuID yang baik, kemampuan memecahkan masalah, dan
=11&menuType=1&SubID=2&DetId=643, diakses tanggal 3 keterlibatan dalam aktivitas yang produktif (Anthony
April 2013. & Cohler, 1987; Doll & Lyon, dalam Reis, Colbert &
Hebert, 2005: 111).

150 | Aspirasi Vol. 4No. 2, Desember 2013


Munculnya gangguan jiwa merupakan bentuk masyarakat yang berisiko gangguan jiwa karena
respon manusia terhadap tekanan yang dihadapi. merupakan lingkungan terdekat dengan individu.
Orang merespon stres dalam bentuk yang berbeda.
b. Meningkatkan akses terhadap informasi, layanan
Ketika seseorang tidak dapat merespon stres dengan
pencegahan, dan layanan kesehatan jiwa lanjutan.
cara yang positif dan membangun, maka stres
Riskesdas 2007 menemukan bahwa secara
menjadi perusak dirinya, sehingga memunculkan
nasional, sebanyak 94,1% rumah tangga berada
gejala gengguan-gangguan jiwa.
kurang atau sama dengan 5 km dari salah satu
Dalam psikologi dikenal konsep resiliensi
sarana pelayanan kesehatan dan sebanyak 90,8%
yang menunjukkan ketahanan mental individu
rumah tangga dapat mencapai sarana pelayanan
dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup.
kesehatan kurang atau sama dengan 30 menit.
Wolin and Wolin (1993) menggambarkan individu
Sebanyak 18 provinsi mempunyai persentase
yang resilien sebagai orang yang kokoh, tegar dan
rumah tangga berada lebih dari 5 km dari sarana
luar biasa. Resilien dianggap sebagai mekanisme
pelayanan kesehatan diatas persentase nasional,
pelindungan yang mengubah cara seseorang dalam
yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera
merespon risiko (Rutter, 1981,1987) atau sebagai
Barat, Riau, Jambi, Bangka Belitung, Banten,
penyesuaian atas kejadian negatif.
Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi
Setiap manusia pasti akan menghadapi
Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan,
permasalahan dalam hidupnya. Kemampuan
Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat,
seseorang melindungi dirinya dari keterpurukan,
Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua
kemudian bangkit untuk mengatasi permasalahan
(Riskesdas 2007,2008:xx).
tersebut, merupakan ide pokok resiliensi. Individu
Hasil penelitian menemukan bahwa keterlibatan
secara alami memiliki mekanisme pertahanan diri
seluruh pihak dibutuhkan untuk melakukan promosi
untuk melawan masalah. Dr. Paul Stoltz (2000)
kesehatan. Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
merumuskan potensi manusia dalam membentengi
masyarakat harus ikut serta dan berperan aktif
dirinya dan bangkit melawan kepahitan. Ia
dalam promosi dan akses pelayanan sosial dalam
menamakannya “Adversity Quotient”, yang meliputi
pelayanan kesehatan jiwa sehingga dapat menekan
kontrol diri (control), kepemilikan dan tanggung
angka prevalensi gangguan jiwa. Secara kongkret,
jawab atas tindakan (ownership), kemampuan
informasi gangguan jiwa harus dapat diakses di
melingkupi masalah (reach) dan kemampuan
fasilitas kesehatan terdekat dengan masyarakat,
bertahan (endurance).
yaitu puskesmas. Pada daerah kepulauan seperti
Penelitian menemukan bahwa kekuatan personal,
Maluku dan Sumatera Utara, perlu didukung sarana
lingkungan yang sehat dan pembelajaran yang
dan prasarana umum untuk menjembatani kehadiran
berhasil berasosiasi terhadap kemampuan resiliensi.
layanan kesehatan jiwa di tengah masyarakat.
Di antaranya:
Peningkatan jumlah Sumber Daya Manusia
1. Kompetensi sosial, antara lain: empati,
Kesehatan Jiwa juga mutlak dilakukan dengan
keterampilan komunikasi, kompetensi
pemberdayaan putra daerah dan penyebaran tenaga
antarbudaya, humor.
kesehatan jiwa dengan insentif yang tinggi.
2. Kemampuan pemecahan masalah dan
metakognisi, termasuk kemampuan perencanaan, c. Mengondisikan lingkungan
penetapan tujuan, pemikiran kritis dan penuh Mengondisikan lingkungan di sekitar indvidu
sumberdaya. berisiko gangguan jiwa perlu dilakukan untuk
3. Otonomi dan identitas diri, yang terdiri dari mencegah terjadinya hal-hal yang memungkinkan
self efficacy, lokus kontrol internal, penguasaan, pemicuan tekanan. Iskandar (2012:49) menulis
kesadaraan diri, pelepasan diri dari pengaruh bahwa seseorang berinteraksi dengan stimulus
negatif. lingkungan yang dapat menimbulkan stres bagi
4. Memiliki tujuan dan keyakinan akan masa depan seseorang, maka di dalam dirinya akan muncul
yang cerah, misalnya minat khusus, imajinasi, gejala-gejala aktivitas saraf otonom meningkat.
bertujuan, motivasi berprestasi, aspirasi belajar, Dalam teori dasar psikologi yang lain, yaitu
dan persisten. stimulus-respon theory, jelas disampaikan bahwa
tingkah laku muncul karena adanya lingkungan
Sebagai bagian terdekat dengan individu yang
yang menjadi penyebabnya (Iskandar, 2012:18).
berisiko gangguan kejiwaan, keluarga dan masyarakat
Oleh karena itu, dikondisikan untuk menjaga
memiliki peran penting dalam mengurangi risiko
taraf kesehatan jiwa tertinggi. Pengondisian ini
gangguan kejiwaan. Keluarga dan masyarakat berperan
dilakukan dengan mempertimbangkan aspek fisik
dalam memberikan dukungan sosial bagi kelompok
dan psikologis yang akan memengaruhi individu.

Elga Andina, Pelindungan Bagi Kelompok Berisiko Gangguan Jiwa | 151


Misalnya, di sekolah perlu disesuaikan bentuk orang miskin dalam mengatasi kemiskinan, (d)
kegiatan pengajaran dan kurikulum dengan peraturan perundangan yang tidak memihak kaum
berkonsultasi pada psikolog pendidikan dalam miskin, dan (e) kemiskinan dilihat sebagai masalah
merumuskan panduan yang sesuai dengan proses ekonomi dan keterampilan teknis semata-mata.
tumbuh kembang peserta didik. Dalam dunia kerja, Cara pandang terakhir inilah yang mewarnai
psikolog industri berperan untuk mengembangkan program pemberantasan kemiskinan di Indonesia,
suasana kerja dan sarana yang ergonomis sehingga yaitu dengan memberikan bantuan fisik, uang, dan
tidak memberikan beban kepada pekerja. keterampilan, tapi lupa memberikan bekal mental.
Tabel 3. Undang-Undang Terkait Pelindungan bagi Kelompok Berisiko Gangguan Jiwa
Subjek Pelindungan Undang-Undang
Pasal 4 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Pelindungan Anak,
Anak Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Peradilan Anak
Pasal 131-135 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Remaja Pasal 136 - 137 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-Undang No.13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
Lansia
Pasal 138 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Miskin Undang-Undang No. 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin
Pengangguran -
Keluarga kurang harmonis Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga
Di daerah konflik -
Penyintas Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
pekerja Pasal 86 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Murid Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Terganggu perubahan iklim Bab xi kesehatan lingkungan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Perempuan Rancangan Undang Undang Keadilan dan Kesejahteraan Gender/Pengarustamaan Gender
Undang-Undang No.19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of
Penyandang cacat Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas)
Pasal 139 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Pemerintah telah berusaha juga melakukan Dalam konteks kenegaraan, pengondisian ini
perubahan gaya hidup masyarakat dengan difasilitasi melalui peraturan perundang-undangan
memberikan bantuan. Hal ini dianggap dapat yang mengikat. Sebenarnya sudah banyak undang
menekan permasalahan ekonomi yang seringkali undang yang dibuat untuk melindungi kelompok-
menjadi batu sandungan seseorang untuk kelompok berisiko gangguan jiwa tersebut,
mengoptimalkan potensinya. Bantuan yang misalnya:
diberikan kepada kelompok berisiko seharusnya Hal ini menunjukkan kepedulian pemerintah
dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya terbatas akan kesejahteraan mental masyarakat. Namun,
pada kebutuhan fisik, namun juga kebutuhan pelaksanaan aturan ini masih jauh dari ideal.
psikis. Permasalahan yang sering terjadi adalah Peraturan turunan yang dibuat untuk menjalankan
banyaknya bantuan sosial yang diberikan ide luhur tidak mempertimbangkan dampak psikis
pemerintah dan pemerintah daerah, namun tidak sehingga menimbulkan masalah-masalah seperti
memberdayakan individu yang diberikan bantuan. yang sudah dijabarkan diatas.
Dalam kasus kemiskinan dan pengangguran, hal DPR RI sebagai lembaga legislatif dituntut
ini menjadi bumerang. Pemberantasan kemiskinan untuk membuat undang-undang yang efektif, dapat
telah dilakukan dengan berbagai cara, namun dijalankan, dan berorientasi pelindungan gangguan
angka kemiskinan tidak menurun secara signifikan. jiwa. Saat ini Komisi IX DPR RI sedang membahas
Markum (2009:3) menemukan penyebabkan Rancangan Undang-Undang tentang Kesehatan
antara lain oleh (a) luasnya masalah kemiskinan, Jiwa yang akan menjadi payung hukum semua
15% penduduk miskin dari seluruh Indonesia, (b) permasalahan gangguan jiwa dengan melindungi
penanganan kemiskinan yang tidak terintegrasi baik orang sehat, berisiko maupun ODGJ. Rancangan
karena ego sektoral yang sangat kuat, (c) tidak Undang-Undang ini juga diharapkan menjadi pagar
melibatkan dan memberdayakan (empowering) semua ide dasar pembuatan undang-undang lainnya

152 | Aspirasi Vol. 4No. 2, Desember 2013


sehingga nantinya dalam setiap pembuatan peraturan DAFTAR PUSTAKA
perundang-undangan akan dilakukan pengukuran
dan melibatkan pertimbangan ahli kejiwaan agar
substansi yang dihasilkan tidak memberikan tekanan
kepada subjek hukum. Buku
Febriani, Arum. 2012. Menjadi Tua, Sehat, dan Bahagia
Penutup Psikologi untuk Kesejahteraan masyarakat
Usaha menurunkan jumlah ODGJ harus (Faturochman dkk, ed.). Pustaka Pelajar:
dimulai dari akarnya, yaitu pencegahan risiko Yogyakarta.
gangguan kejiwaan. Pelindungan kelompok berisiko Farley, J. E. 1987. American Social Problems: An
gangguan jiwa bukan hanya tugas pemerintah institutional analysis. New Jersey: Prentice Hall.
sebagai penanggung jawab kesejahteraan negara Iskandar, Zulrizka. 2012. Psikologi Lingkungan: Teori
ini, tetapi juga menjadi kewajiban masyarakat yang dan Konsep. Bandung: PT. Refika Aditama.
menjadi lingkungan terdekat bagi kelompok risiko.
Stoltz, P. G. 2000. Adversity Quotient at Work: Make
Oleh karena itu perlu diidentifikasikan kelompok
Everyday Challenges - The Key To Your Success.
yang berisiko terhadap gangguan jiwa sebagai
New York: Harper Collins.
langkah awal pencegahan terjadinya gangguan
jiwa. Kelompok-kelompok risiko ini dibagi atas 4 Wolin, S.J., & Wolin, S.1993. The Resilient Self. New
kategori yaitu berdasarkan usia, kondisi psikososial, York: Villard Books.
kondisi ancaman, dan berdasarkan kondisi fisik.
Dalam usaha mencegah gangguan kejiwaan, Jurnal
maka dibutuhkan 3 hal yaitu pengetahuan, akses, Davila, J., Hammen, C., Burge, D., Paley, B., & Daley,
dan pengondisian. Sebagai lembaga legislatif, DPR S.E. 1995. “Poor Interpersonal Problem Solving As
melakukan pengondisian pola hidup masyarakat A Mechanism Of Stress Generation In Depression
dengan membuat peraturan perundang-undangan. Among Adolescent Women.” Journal of Abnormal
Saat ini, Komisi IX DPR RI sedang membahas Psychology. 104, 592-600.
Rancangan Undang-Undang tentang Kesehatan Hankin, B. L., Kassel, J. D., & Abela, J.R.Z. 2005.
Jiwa yang diharapkan menjadi pionir perbaikan “Adult Attachment Dimensions and Specificity
dan pembuatan peraturan lain yang berperspektif of Emotional Distress Symptoms: Prospective
kesehatan jiwa. Pelindungan terhadap risiko Investigations Of Cognitive Risk and Interpersonal
gangguan kejiwaan perlu dilakukan di berbagai Stress Generation as Mediating Mechanism.”
aspek kehidupan manusia, misalnya di dunia Personality and Social Psychology Bulletin. 31,
pendidikan, pekerjaan, maupun keluarga. Secara 136-151.
kongkret perlu dibuat panduan pembuatan undang- Markum, M.Enoch. 2009. “Pengentasan Kemiskinan
undang yang berperspektif kesehatan jiwa agar dan Pendekatan Psikologi Sosial.” Psikobuana.
setiap peraturan mampu melindungi kesehatan 2009, I (1):1-12.
jiwa masyarakat Indonesia. Mulyadi, Mohammad. 2012. “Pelanggaran Hak Anak.”
Info Singkat. Vol. V, No. 06/II/P3DI/Maret/2013.
9-12.
Page, L.A. & Howard L.M.2009. “The Impact of Climate
Change on Mental Health (But will Mental Health
be Discussed at Copenhagen?).” Psychological
Medicine. 1-4.
Reis, S., Colbert, R.D., & Hebert, T.P. 2005.
“Understanding Resilience in Diverse, Talented
Students in an Urban High School.” Roeper Review.
Vol. 27, 2.
Rutter, M. 1987. “Psychosocial Resilience and Protective
Mechanism.” American Journal of Orthopsychiarty.
57, 316-331.
Rutter, M. 1987. “Psychosocial Resilience and Protective
Mechanism.” American Journal of Orthopsychiarty.
57, 316-331.

Elga Andina, Pelindungan Bagi Kelompok Berisiko Gangguan Jiwa | 153


Sigal, Amanda B., Wolchik, Sharlene A., Tein, Jenn-Yun, & diakses tanggal 4 April 2013.
Sandler, Irwin N. 2012. “Enhancing Youth Outcomes
Marcus, Jan. 2012. “The effect of unemployment
Following Parental Divorce: A Longitudinal Study of the
on themental health of spouses -Evidence from
Effects of the New Beginnings Program on Educational
plant closures in Germany. SOEPpapers on
and Occupational Goals.” Journal of Clinical Child &
Multidisciplinary Panel Data Research.”http://
Adolescent Psychology. 41(2), 150–165, 2012.
www.diw.de/documents/publikationen/73/
Taylor, Shelley E., Peplau, Letitia Anne, & Sears, David diw_01.c.409023.de/diw_sp0488.pdf, diakses
O. 2009. “Psikologis Sosial” (Edisi 12). Jakarta: tanggal 26 Maret 2013.
Kencana Prenada Media Group.
DHSSPS.2004. “Health and Social Wellbeing: Disability
& Mental Health Equality and Inequalities in Health
Dokumen dan Perundang-undangan and Social Care: A Statistical Overview” Report.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil www.dhsspsni.gov.uk/disabilitymentalhealth.pdf,
Kesehatan 2011. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. diaksestanggal 1 Maret 2013.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Profil “Perempuan Dua Kali Lebih Banyak Terkena Gangguan
Kesehatan 2008. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Jiwa Ringan,” http://www.infopenyakit.rg/def_
menu.asp?menuID=11&menuType=1&SubID=2&
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan DetId=643, diakses tanggal 3 April 2013.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Riset Kesehatan
Dasar 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI “Tenaga Psikologi di Indonesia Masih Kurang,” http://
www.psikologizone.com/tenaga-psikologi-di-
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan indonesia-masih-kurang/065116062, diakses tanggal
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Riset Kesehatan 22 Februari 2013
Dasar 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
“70% Gangguan Jiwa Nganggur”. http://www.waspada.
Pusat Krisis Universitas Indonesia. Catatan Terhadap co.id/index.php?option=com_content&view=articl
Naskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang e&id=182254:70--gangguan-jiwa-nganggur&catid
Kesehatan Jiwa, disampaikan dalam Rapat Dengar =14:medan&Itemid=27, diakses tanggal 2 Februari
Pendapat Umum dengan Komisi IX tanggal 6 2013.
Desember 2012.
“Jumlah Penderita Sakit Jiwa Meningkat,” http://
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. www.hariansumutpos.com/2011/12/22657/jumlah-
Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 tentang Kesehatan penderita-sakit-jiwa-meningkat#axzz2Mkn0sXNd,
Jiwa. diakses tanggal 4 Maret 2013.
WHO – Mental Health Action Plan 2013 – 2020 (Draft Inequalities and Unfair Access Issues Emerging from the
Zero – 27 August 2012) DHSSPS (2004) “Equality and Inequalities in Health
and Social Care: A Statistical Overview” Report, http://
www.dhsspsni.gov.uk/mentalhealthunemployment.
Internet pdf, diakses tanggal 26 Maret 2013.
--,--.For Children Without Parents, Developmental
Risks Abound. OCD Developments, May 2012, “Unemployment”, http://www.nami.org/Template.cfm?
vol 26 (1):3, http://www.ocd.pitt.edu/Files/PDF/ Section=About_the_Issue&Template=/Content
dev2012-05.pdf, diakses tanggal 25 Maret 2013. Management/ContentDisplay.cfm&Content
ID=114540, diakses tanggal 26 Maret 2013.
--,--. 2012. The Impact of Conflict/High-conflict
Divorce on Children, http://webs.purduecal.edu/ “Potensi Ancaman Bencana,” Arnold, 1986, http://www.
cftc/files/2012/01/psychoedtonye.pdf, diakses bnpb.go.id/page/read/6/potensi-ancaman-bencana,
tanggal 2 April 2013. diakses tanggal 28 Maret 2013.

--,--. Potensi Ancaman Gempa. http://www.bnpb.go.id/ “Potensi Ancaman Bencana,” Puspito, 1994, http://
page/read/6/potensi-ancaman-bencana, diakses www.bnpb.go.id/page/read/6/potensi-ancaman-
tanggal 28 Maret 2013. bencana, diakses tanggal 28 Maret 2013.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. “Potensi Ancaman “Potensi Ancaman Bencana,” Latief dkk., 2000, http://
Bencana.” http://www.bnpb.go.id/page/read/6/potensi- www.bnpb.go.id/page/read/6/potensi-ancaman-
ancaman-bencana, diakses tanggal 25 Maret 2013 bencana, diaksestanggal 28 Maret 2013.

Cherlin, Andrew J., Chase-Lansdale, P. Lindsay, & McRae, “38 TKI Alami Gangguan Jiwa”, http://shnews.co/
Christine. 1997. “Effects of Divorce on Mental Health detile-4901-38-tki-alami-gangguan-jiwa.html,
Through the Life Course.” Hopkins Population Center diakses tanggal 6 April 2013.
Papers on Population, https://jscholarship.library.jhu.
edu/bitstream/handle/1774.2/911/Cherlin_1997.pdf,

154 | Aspirasi Vol. 4No. 2, Desember 2013

Anda mungkin juga menyukai