Anda di halaman 1dari 16

Tugas Makalah Mata kuliah Manusia dan Kebudayaan Indonesia

Sejarah Muncul dan Berkembangnya Tasawuf di Indonesia

Oleh

Delvan Nurhaykal (1301012014043)


Sastra Indonesia
Fakultas ilmu budaya
Univesitas diponegoro
Semarang
2020
KATA PENGANTAR

  Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan pertolongan-
nya,sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah tentang “Sejarah Pertumbuhan
dan Perkembangan Tasawwuf Dalam Islam”.Shalawat dan salam kami panjatkan kepangkuan
junjungan kita,Nabi Muhammad saw yang menjadi teladan umat dan menjadi rujukan bagi
seluruh pemikiran keislaman,termasuk Tasawwuf.Meski bisa dikatakan sudah mulai banyak
diterima,tetapi tasawwuf masih sering dipandang secara negative.Pandangan negative itu
berkisar pada dua hal.Pertama,bahwa tasawwuf tidak islami.Sehingga,seiring dengan mulai
maraknya minat masyarakat terhadap buku-buku tasawwuf,muncul juga buku yang
menganggap tasawwuf itu bid’ah dan sejenisnya.Misalnya,buku Musthafa Muhammad
Syak’ah berjudul “Islam Tidak Bermadzhab” (terjemahan) yang mengecam tasawwuf habis-
habisan.Menurutnya,tasawwuf harus dijauhi dan dibuang jauh-jauh dari kehidupan umat
islam.Kedua,tasawwuf hanya mengedepankan aspek batin,tidak peduli denagn aspek lahir.Ia
menjadi biang kemandegan dan kemunduran umat Islam ingin maju,maka tasawwuf harus
dijauhi.Memang ada benarnya ,bahwa tasawwuf tidak islami dan hanya mengedapankan
aspek batin.Tetapi kedua hal ini bukanlah ciri tasawwuf yang sebenarnya,melainkan tasawwuf
yang mengalami penyimpangan.Tasawwuf ekstrem ini memiliki sejumlah cirri,antara lain
menarik diri dari kehidupan dunia(pasivisme),anti intelektual,dan lebih mengedepankan
aspek-aspek supranatural.

            Pangkal penyimpangan terjadi ketika orang-orang yang bertasawwuf telah


meninggalkan varian keagamaan lainnya,yaitu fiqih.Sehingga tidak sedikit sufi yang karena
alasan telah sampai kepada Allah swt.Tidak mau menjalankan ibadah-ibadah
formal(taklif),bahkan tidak jarang menerjang larangan-larangan agama.Jika demikian ini yang
mempengaruhi perkembangan tasawwuf dari dulu hingga sekarang,maka penyelesainnya
adalah pada usaha untuk saling mendekatkan antara perkembangan fiqih dan taswwuf.jadi
tasawwuf sejati berdiri diatas koridor fiqih.Ia tidak bisa berdiri sendiri.Sebab,salah satu usaha
tasawwuf adalah meningkatkan penghayatan di dalam menjalankan ibadah-ibadah formal
itu.Untuk itu dengan adanya perkembangan tasawwuf dalam islam sendiri telah meluas
hingga aliran-aliran islam yang ada di dunia.

Tanpa di sadari perkembangan tasawwuf yang telah di mulai dari jaman nabi sampai dengan
sekarang memunculkan ide-ide untuk saling mengkaitkan suatu ilmu tasawwuf maupun
dengan ajaran-ajaran fiqih yang telah menyebar di kalangan masyarakat global.Makalah ini
masih jauh dari sempurna,oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kebaikan makalah ini.Semoga dengan selesainya
makalah ini dapat memberikan wawasan yang luas bagi pembaca.Terima kasih

    
BAB I PENDAHULUAN 

I.Latar Belakang 

   Tasawuf adalah cabang ilmu dalam Islam yang menekankan dimensi atau aspek spiritual
dari Islam. Spiritualitas ini dapat mengambil  bentuk yang beraneka ragam di dalamnya.
Dalam kaitannya dengan manusia, tasawuf lebih mengedepankan aspek rohaninya dari pada
aspek jasmaninya. Dalam kaitannya dengan kehidupan, ia lebih menekankan kehidupan
akhirat dari pada kehidupan dnia yang fana, sedangkan dalam kaitannya dengan pemahaman
keagamaan, ia lebih menekankan aspek esoterik dari pada eksoterik, lebih menekankan
penafsiran bathini dari pada penafsiran lahiriyah.

Islam merupakan agama yang menghendaki kebersihan lahiriah sekaligus batiniah. Hal ini
tampak misalnya melalui keterkaitan erat antara niat (aspek esoterik) dengan beragam praktek
peribadatan seperti wudhu, shalat dan ritual lainnya (aspek eksoterik). Tasawuf merupakan
salah satu bidang kajian studi Islam yang memusatkan perhatiannya pada upaya pembersihan
aspek batiniah manusia yang dapat menghidupkan kegairahan akhlak yang mulia. Jadi sebagai
ilmu sejak awal tasawuf memang tidak bisa dilepaskan dari tazkiyah al-nafs (penjernihan
jiwa). Upaya inilah yang kemudian diteorisasikan dalam tahapan-tahapan pengendalian diri
dan disiplin-disiplin tertentu dari satu tahap ke tahap berikutnya sehingga sampai pada suatu
tingkatan (maqam) spiritualitas yang diistilahkan oleh kalangan sufi sebagai syuhud
(persaksian), wajd (perjumpaan), atau fana’ (peniadaan diri).

Dengan hati yang jernih, menurut perspektif sufistik seseorang dipercaya akan dapat
mengikhlaskan amal peribadatannya dan memelihara perilaku hidupnya karena mampu
merasakan kedekatan dengan Allah yang senantiasa mengawasi setiap langkah perbuatannya.
Tasawuf secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha untuk menyucikan jiwa sesuci
mungkin dalam usaha mendekatkan diri kepada Tuhan sehingga kehadiran-Nya senantiasa
dirasakan secara sadar dalam kehidupan. tasawuf para sahabat bukanlah pola ketasawufan
yang menghendaki kasyf al-hijab (penyingkapan tabir antara Tuhan dengan makhluk) atau
hal-hal sejenisnya yang diburu oleh para sufi di masa belakangan. Corak sufisme yang mereka
tunjukkan adalah ittiba’ dan iqtida’ (kesetiaan meneladani) perilaku hidup Nabi. Islam
sekalipun mengajarkan tentang ketakwaan, qana’ah, keutamaan akhlak dan juga keadilan,
tetapi sama sekali tidak pernah mengajarkan hidup kerahiban, pertapaan atau uzlah
sebagaimana akrab dalam tradisi mistisisme agama-agama lainnya.
Tasawuf pada mulanya adalah bagian dari ajaran zuhd dalam islam. Yaitu lebih
berkonsentrasi dalam pendekatan diri kepada Allah SWT dengan ketaatan dan ibadah.
Semakin jauh dari zaman Rasul SAW semakin banyak aliran-aliran tasawuf berkembang.
Dari perbedaan tatacara yang digunakan oleh masing-masing aliran itu tasawuf menjadi istilah
yang terpisah dari ajaran zuhud. Karena tasawuf telah menjadi aliran yang memiliki makna
khusus sebab kekhususan praktek ajaran yang ditempuhnya.

Ada tiga unsur dalam diri manusia yaitu: ruh, akal, dan jasad. Kemulian manusia dibanding
dengan makhluk lainnya adalah karena manusia memiliki unsur ruh ilahi. Ruh yang
dinisbahkan kepada Allah. SWT. Ruh Ilahi inilah yang menjadikan manusia memiliki sisi
kehidupan rohani yang dapat diistilahkan dengan makna tasawuf. Dimana kecondongan ini
juga dimiliki oleh semua manusia dalam setiap agama. Karena perasaan itu merupakan fitrah
manusia. Secara umum dapat juga kita ibaratkan makna tasawuf dengan filsafat kehidupan
dan metode khusus sebagai jalan manusia untuk mencapai akhlak sempurna, menyingkap
hakikat dan kebahagiaan jiwa. Adapun inti dari tasawuf sendiri ialah tekun beribadah,
menjauhi kemewahan dunia dan mengasingkan diri dari manusia untuk beribadah
sebagaimana para sahabat dan ulama terdahulu melakukannya. Nabi SAW sendiri secara
sufistic telah memiliki prilaku sufi sejak dalam kehidupannya, seperti dalam perilaku atau
pribadi beliau, peristiwa dalam hidup, ibadah. Sebelum menjadi Rasul, beliau sering
berkholwat di gua hira dengan berdzikir, bertafakur untuk mendekatkan diri kepada Alloh
SWT.

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai sejarah perkembangan tasawuf dari awal
kelahirannya hingga sampai di Indonesia. Antara lain; Pengertian tasawuf, tujuan tasawuf,
dasar-dasar tasawuf, tujuan tasawuf, sejarah perkembangan tasawuf dari kelahirannya,
perkembangan di dunia Islam dan perkembangannya di Indonesia. Di dalamnya disertai
dengan nama-nanma tokoh yang dihsilkan pada tiap-tiap fase perkembangan tasawuf. Dari
pembahasan pemakalah, kami sadari masih banyak sekali kekurangan. Oleh karena itu,
kapada para pembaca sangat diharapkan sumbangan pemikirannya demi tersempurnakannya
makalah ini lebih baik lagi.
II. Rumusan Masalah 

1. Apa Defenisi atau Pengertian Tasawuf


2. Apa saja Dasar-dasar yang digunakan Tasawuf
3. Tujuan tasawuf
4. Sejarah perkembangan tasawuf
5. Perkembangan tasawuf di indonesia

BAB II PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN TASAWUF  

Secara lughat, tasawuf berasal dari bermacam-macam kata. Apabila kita perhatikan dari
bahasa arab, maka kata tasawuf berasal dari tasrif: tasawwaf-yatasawwafu-tasawwufan.
Misalnya, tasawwafar-rajulu, artinya “seorang laki-laki sedang bertasawuf”.[1]

Di lihat dari aspek bahasa, tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri,
beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan, dan selalu bersikap
bijaksana. Sikap dan jiwa yang demikian itu pada hakikatnya merupakan akhlak mulia.    

Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli amat bergantung kepada
sudut pandang yang digunakannya masing-masing. Selama ini ada tiga sudut pandang yang
digunakan para ahli untuk mendifinisikan tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai
makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus  berjuang, dan manusia sebagai
makhluk yang ber-Tuhan. Jika dilihat dari sudut pandang manusia sebagai makhluk yang
terbatas, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara
menjauhkan pengaruh kehidupan kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada
Allah SWT.       

                        Selanjutnya jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk


yang harus berjuang, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya memperindah diri
dengan akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada
Allah SWT. Dan jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang ber-
Tuhan, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai kesadaran fitrah (ke-Tuhanan) yang dapat
mengarahkan jiwa agar tertuju pada kegiatan-kegiatan yang dapat menghubungkan manusia
dengan Tuhan.[2]

1.        Dasar-Dasar Tasawuf  

a.      Dasar Al-Quran  

            Dalam hal ini, tasawuf pada awal pembentukannya adalah manifestasi akhlak atau
keagamaan. Moral keagamaan ini banyak disinggung dalam al-Quran dan As-Sunnah.
Dengan demikian, sumber pertama tasawuf adalah ajaran-ajaran islam, sebab tasawuf ditimba
dari al-quran dan as-sunnah, dan amalan-amalan serta ucapan para sahabat tentu saja tidak
keluar dari ruang lingkup Al-Quran dan As-Sunnah. Dengan begitu, justru dua sumber utama
tasawuf adalah adalah al-Quran dan as-Sunnah itu sendiri.

Di dalam al-Qur’an banyak ditemui ayat-ayat yang mendorong manusia memikirkan alam
raya ini, dengan berpikir akan nampak keindahannya dan keindahan pencipta dan dengan
demikian akan tumbuh rasa cinta yang mendalam terhadap pencipta. Di antaranya dalam
firman Allah:

‫إن في خلق السموات واألرض واختالف الليل والنهار أليات ألولى األلباب‬

Artinya, “sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal ”(S. Ali Imran 190).

Demikian juga sekian banyak ayat yang memberikan contoh akhlak mulia dan akhlak yang
buruk, melalui cerita umat-umat yang lampau, atau melalui larangan dan perintah. Demikian
pula manusia selalu didorong beramal saleh dan mengendalikan nafsu keinginannya dan
dalam kemampuan mengendalikan nafsu keinginan terletak keberuntungan hidup. Allah
berfirman:

‫ونفس وما سواها فألهمها فجورها وتقواها قد أفلح من ذكاها وقد خاب من دساها‬

Artinya “Dan jiwa serta penyempurnaannya (penciptaannya). Maka Allah mengilhamkan


kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (S. Asy-Syams
7-10)

Contoh kehidupan shufi banyak pula ditemui dalam kehidupan Rasulullah sehari-hari, yang
penuh dengan penderitaan dan waktunya dihabiskan untuk beribadah dan berbakti kepada
manusia. Sebelum ia diangkat menjadi Rasul, ia sering melakukan tahannus (khalwat) di gua
Hira di Jabal Nur untuk memohon petunjuk. Usman bin Affan meskipun termasuk orang yang
kaya yang mendapat kelapangan rezeki dari Allah, namun dalam kehidupannya sehari-hari
juga sangat sederhana. Di kala ia berada di rumah, kitab suci al-Qur’an selalu di tangannya,
pada malam hari ia selalu menelaah isi al-Qur’an dan kadang kala sampai larut malam dan
ketika ia tewas dibunuh oleh para pemberontak al-Qur’an masih berada di tangannya. Karena
itu, orang shufi berpendapat ada hal-hal yang perlu disembunyikan sebagai rahasia dalam
ilmu tasawuf dan ajaran-ajaran yang seperti itu tidak boleh dibeberkan kepada orang lain
kecuali kepada orang yang dianggap layak menerimanya. Mereka berlandaskan ucapan Abu
Hurairah yang diriwayatkan oleh Bukhari yang katanya: “Aku peroleh dari Rasulullah dua
bejana ilmu pengetahuan, satu di antaranya yang kusampaikan kepada orang lain, dan yang
satu lagi tidak kusampaikan dan kalau kusampaikan juga niscaya leherku akan dipenggal”.  

b.      Dasar Hadits   

Sejalan dengan apa yang telah disitir dalam al-Qur’an, sebagaimana dijelaskan di atas,
ternyata tasawuf juga dilihat dalam kerangka hadits.[3] Umumnya yang dinyatakan sebagai
landasan ajaran tasawuf adalah hadits berikut: 

‫من عرف نفسه فقد عرف ربه‬ 

Artinya: “Barang sisapa yang mengenali dirinya, niscaaya ia    akan mengenai Tuhannya”


(Al- Hadits).

B.              Tujuan Tasawuf

                   Ilmu tasawuf itu adalah tuntunan yang dapat membawa manusia kepada mengenal
Tuhan dengan sebenar-benarnya, yaitu ma’rifat. Ma’rifat ini adalah merupakan jalan atau
tarekat yang terbaik dengan akhlak yang seindah-indahnya dan jauh lebih baik dari hikmah
lahiriyah semata. Maka dari itu,tujuan dari tasawuf itu tiada lain adalah membawa manusia
setingkat demi setingkat menuju lebih dekat kepada Tuhannnya.[4]
C.      Sejarah Pekembangan Tasawuf

Kelahiran Tasawuf

Kelahiran tasawuf sendiri memiliki banyak fersi. Secara historis, yang pertama kali
menggunakan istilah tasawuf adalah seorang zahid (acsetic) yang bernama Abu Hasyim Al-
Kufi dari Irak (w.150 H). Ada anggapan bahwa lahirnya ilmu tasawwuf bukan bersamaan
dengan lahirnya Islam, tetapi lahirnya tasawuf itu merupakan perpaduan dari bebagai ajaran
agama.[5]

a.      Anggapan Adanya Pengaruh Ajaran Non Islam

1)      Pengaruh ajaran Kristen, yaitu adanya tulisan –tulisan tentang rahib-rahib yang hidup
menjauhi dunia dan mengasingkan diri di Padang pasir Arabia atau menempati biara-biara.

2)      Pengaruh ajaan Hindu dan Budha

a)      Ajaran Hindu banyak mendorong umatnya untuk meninggalkan kehidupan dunia untuk
lebih mendekattkan diri dengan Tuhannya untuk mencapai Atman dengan Brahman.

b)      Ajaran Budha tentang nirwana, untuk mencapainya seorang budha diawajibkan


meninggalkan kehidupan duniawi dan memasuki hidup kontemplasi.

3)      Pengaruh filsafat mistik phytagoras, yaitu kesenangan ruh yang sebenarnya adalah


berada di alam samawi. Maka untuk memperolehnya, manusia harus membersihkan ruh
dengan meninggalkan kehidupan material. Dalam tasawuf dikenal dengan zuhud.

4)      Pengaruh filsafat emanasi Plotinus, dalam konsep emanasi dijelaskan bahwa Dzat


Tuhan Yang Maha Esa-lah yang memancar dari dalam wujud ini. Ruh berasal dari Tuhan dan
akan kembali kepadaNya. Dalam tasawuf dikenal dengan wahdatul wujud.

b.      Lahirnya Tasawuf Bersamaan dengan Lahirnya Agama Islam

Anggapan yang kedua adalah bahwa tasawuf atau sufisme itu lahir dari agama Islam sendiri.
Hal ini bisa dlihat dari ayat Al-Qur’an maupun hadits tentang ajaran tasawuf. Dalam surat Al-
Baqarah: 115 dijelaskan, “Dan kepunyaan Allah-lah arah timur dan barat, maka kemanapun
kalian mengarahkan (wajah kalian), di situ ada wajah Allah”. Dalam ayat lain Allah juga
menerangkan, “Telah Kami ciptakan manusia dan kami mengetahui apa yang dibisikkan
olehnya. Kami lebih dekat kepada manusia ketimbang pembuluh darah yang ada pada
lehernya”. ( Q.S. Qaff: 16). Selain itu, dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari juga
disebutkan hal serupa, yang artinya “Jika seorang hamba mendekatiKu sejengkal, Aku akan
mendekatinya sehasta, jka ia medekatiKu sehasta, niscaya Aku akan mendekatinya sedepa,
dan jika ia mendekatiKu datang dengan berjalan, niscaya Aku akan mendatanginya dengan
berlari”.

Selain dalil diatas, masih banyak lagi ayat Qur’an maupun hadits yang dijadikan dasar
tasawuf oleh para sufi. Oleh karena itu, terlepas dari adanya pengaruh dari luar atau tidak,
Islam sendiri mengajarkan sufisme. Ini berarti kelahiran tasawuf bersamaan dengan lahirnya
Islam sendiri.

Perkembangan Tasawuf di Dunia Islam

Secara historis, tasawuf telah mengalami banyak perkembangan melalui beberapa tahap sejak
pertumbuhannya hingga sekarang. Pada sejarah umat Islam, ada peristiwa tragis, yaitu
terbunuhnya khalifah Usman bin Affan. Dari peristiwa itu, terjadi kekacauan dan kemerosotan
akhlak. Akhirnya para ulama’ dan para sahabat yang masih ada, berpikir dan berikhtiar untuk
membangkitkan kembali ajaran Islam, mengenai hidup zuhud dan lain sebagainya. Inilah
yang menjadi awal timbulnya benih tasawuf ang paling awal.[6]

a.      Abad I dan II Hijriyah

Pada tahap ini, tasawuf masih berupa zuhud. Yaitu ketika sekelompok kaum muslim
memusatkan perhatian dan memprioritaskan hidupnya pada pelaksanaan ibadah untuk
mengejar kepentingan akhirat. Tokohnya antara lain:

1)      Al-Hasan Al-Bashri (w. 110 H)

2)      Rabi’ah Al-Adawiyah (w. 185 H).

b.      Abad III dan IV Hijriiyah

              Pada abad ketiga dan keempat disebut sebagai fase tasawuf. Praktisi kerohanian yang
pada masa permulaan abad ketiga hijriyah mendapat sebutan shufi. Hal itu dikarenakan tujuan
utama kegiatan ruhani mereka tidak semata-mata kebahagian akhirat yang ditandai dengan
pencapaian pahala dan penghindaran siksa, akan tetapi untuk menikmati hubungan langsung
dengan Tuhan yang didasari dengan cinta. Cinta Tuhan membawa konsekuensi pada kondisi
tenggelam dan mabuk kedalam yang dicintai ( fana fi al-mahbub ). Kondisi ini tentu akan
mendorong ke persatuan dengan yang dicintai ( al-ittihad ). Di sini telah terjadi perbedaan
tujuan ibadah orang-orang syariat dan ahli hakikat.

Pada fase ini berdiri lembaga pendididkan yang khusus mengajarkan pendidikan cara hidup
sufisik dalam bentuk tarekat.  Kemudian dari beberapa tokoh lain muncul istilah fana`, ittihad
dan hulul. Fana  adalah suatu kondisi dimana seorang shufi kehilangan kesadaran terhadap
hal-hal fisik ( al-hissiyat). Ittihad adalah kondisi dimana seorang shufi merasa bersatu dengan
Allah sehingga masing-masing bisa memanggil dengan kata aku ( ana ). Hulul adalah
masuknya Allah kedalam tubuh manusia yang dipilih.[7] Tokoh-tokohnya adalah:

1)        Abu Yazid Al-Busthami (w.261 H)

2)        Al-Junaid

3)        Al-Sari Al-Saqathi

4)        Al-Kharraz

5)        Al-Hussain bin Manshur Al-Hallaj (w. 309 H)

c.       Abad V Hijriyah

Fase ini disebut sebagai fase konsolidasi yakni memperkuat tasawuf dengan dasarnya yang
asli yaitu al-Qur`an dan al-Hadits atau yang sering disebut dengan tasawuf sunny yakni
tasawuf yang sesuai dengan tradisi (sunnah) Nabi dan para sahabatnya. Fase ini sebenarnya
merupakan reaksi terhadap fase sebelumnya dimana tasawuf sudah mulai melenceng dari
koridor syari’ah atau tradisi (sunnah) Nabi dan sahabatnya. Tokoh yang paling terkenal adalah
Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H) atau yang lebih dikenal dengan al-Ghzali yang menjadi
acuan para tokoh sufi lainnya.  Tokoh tasawuf pada fase ini adalah:[8]

1)      Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H)

2)      Syaikh Ahmad Al-Rifa’i (w. 570 H)

3)      Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani (w. 651 H)

4)      Syaikh Abu Hasan Al-Syadzili (w. 650 H)

5)      Abu Al-Abbas Al-Mursi (w.686 H)

6)      Ibn Atha’illah Al-Sakandari (w. 709 H)


d.      Abad VI Hijriyah

Fase ini ditandai dengan munculnya tasawuf falsafi yakni tasawuf yang memadukan antara
rasa ( dzauq ) dan rasio ( akal ), tasawuf bercampur dengan filsafat terutama filsafat Yunani.
Pengalaman – pengalaman yang diklaim sebagai persatuan antara Tuhan dan hamba
kemudian diteorisasikan dalam bentuk pemikiran seperti konsep wahdah al-wujud yakni
bahwa wujud yang sebenarnya adalah Allah sedangkan selain Allah hanya gambar yang bisa
hilang dan sekedar sangkaan dan khayalan. Dalam aliran ini para sufi lebih mengarahkan
tasawuf pada “kebersatuan” dengan Allah. Perhatian mereka sangat tertuju pada aspek ini,
sedangkan aspek praktik nyaris terabaikan. Para tokohnya antara lain:[9]

1)        Muhyiddin Ibn Arabi atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Arabi ( 560-638 H.) dengan
konsep wahdah al-Wujudnya.

2)        Al-Syuhrawardi Al-Maqtul (549-587 H.) dengan konsep Isyraqiyahnya.

3)        Umar ibn Al-Faridh (w. 632 H).

4)        Abd Al-Haqqi ibn Sabi’in (w. 669 H)

Perkembangan Tasawuf di Indonesia    

Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriah yang dibawa oleh para pedagang dari
luar, termasuk dari Arab. Kemudian Islam di Indonesia mengalami pasang surut seolah-olah
menghilang beberapa abad lamanya. Tetapi, pada abad ke-11 M, Islam menampakkan
kekuasaannya lagi di Indonesia lewat paham Syi’ah, kemudian pada abad ke-13 berubah lagi
menjadi aliran Syafi’iyah.  

Muncul pertanyaan, kapan tasawuf masuk ke Indonesia? Di Indonesia, tasawuf muncul dalam
bentuk Tarekat, misalnya Tarekat Qadiriyah berasal dari Baghdad, Naqsabandiyah dar
Turkistan, dan Sattariyah dari Makkah, berikut penulis akan coba memaparkan beberapa
tokoh tasawuf dari Indonesia, antara lain: [10]

a.      Perkembangan Tasawuf di Pulau Jawa

          Di akhir abad ke XV Masehi, tepatnya pada tahun 1479 M, berdirilah kerajaan Islam
yang pertama di pulau Jawa (di Demak, Jawa Tengah), dengan rajanya yang pertama adalah
Raden Patah, maka tercatat dalam sejarah bahwa semenjak itu pula tersebarnya ajaran
tasawuf.  
          Penyebaran agama Islam di pulau Jawa, tidak terlepas dari usaha para wali yang dikenal
dengan nama “Wali Songo”, dengan menggunakan pendekatan mistik, yang di dalamnya diisi
ajaran tasawuf.  

          Dalam perkembangan Tasawuf di Pulau Jawa, hampir sama pula dengan keadaan yang
dialami oleh masyarakat Islam di pulau lain, dimana mereka dihadapkan kepada dua aliran
tasawuf yang bertentangan; yaitu aliran Sunni (Salaf) dan aliran Falsafi, sebagai aliran yang
sudah berkembang di Jazirah Arabiyah dan sekitarnya.  

          Ajaran tasawuf yang bercorak Sunni dan Falsafi di pulau Jawa, tetap dianut oleh
masyarakat. Tetapi pada perkembangan selanjutnya, tasawuf yang bercorak Falsafi inilah
yang mengarah kepada aliran kebatinan, sesuai kenyataan sekarang ini. Tentu saja aliran ini,
sudah dimasuki oleh unsur-unsur kepercayaan lain yang pernah dianut oleh masyarakat Jawa
sebelumnya. Sehingga mewujudkan suatu bentuk lain, yang disebut aliran kebatinan dan
kepercayaan.   

          Tetapi aliran tasawuf yang beraliran Sunni, tetap dikembangkan oleh masyarakat
Muslim, dengan tidak meninggalkan unsur-unsur keislamannya. Hanya saja,
pada  perkembangan selanjutnya, tasawuf yang bercorak Sunni ini diajarkan lewat Tarekat
yang dianggap Mu’tabarah oleh Ulama Tasawuf  Indonesia.    

b.      Perkembangan Tasawuf di Pulau Sumatera    

          Perkembangan tasawuf di Sumatera, tidak terlepas dari upaya maksimal para ulama
Shufi yang bermukim di beberapa daerah di pulau tersebut, untuk mengembangkan
ajarannya. Ulama-ulama Shufi yang sangat berpengaruh di Sumatera. Antara lain;  

1)      Syekh Hamzah Pansuri

2)      Syekh Syamsuddin bin abdillah As-Sumatraniy

3)      Syekh Abdur Rauf  bin Ali Al-Fansuri

4)      Syekh Abdus Shamad Al-Falimbani    

c.       Perkembangan Tasawuf di Pulau Kalimantan  

                        Perkembangan tasawuf di Kalimantan, sama halnya di pulau lain di Nusantara,


dimana ulama yang bermukim di sana, berupaya semaksimal mungkin untuk menyebarkan
ajaran tasawufnya, melalui dakwahnya, buku-buku karangannya, maupun melalui
Tarekatnya.   

                        Salah seorang Shufi yang terkemuka di Kalimantan Barat adalah Syekh


Ahmad Khatib As-Sambasi. Kemudian kita meninjau lagi perkembangan tasawuf di
Kalimantan Selatan; antara lain dikembangkan oleh Syekh Muhammad Nafis bin Idris bin
Husein Al-Banjari. 

                        Ulama-ulama inilah yang membekali Ilmu Tasawuf  yang sangat luas kepada


Syekh Muhammad Nafis, sehingga ia mendapatkan pengakuan yang tinggi oleh masyarakat
luas di kalimantan selatan, dengan gelar Al-‘Alimul ‘Allamah Wal Fahhamah.   

d.      Perkembangan Tasawuf  di Pulau Sulawesi 

                        Perkembangan tasawuf di Sulawesi, tidak jauh berbeda dengan keadaan di


pulau lain, dimana ajaran tasawuf yang diterimanya, ada yang bercorak Sunni dan ada pula
yang bercorak Falsafi. Dan yang sangat disayangkan, karena kebanyakan penganut tasawuf
Falsafi mencampur-baurkan ajaran tasawuf dengan ilmu hitam (guna-guna), sehingga makin
membingungkan masyarakat awam. Hal semacam inilah yang membuat citra tasawuf di
masyarakat semakin direndahkan, sehingga sekarang kurang diminati orang.  

                        Dalam pembahasan ini, penulis mengemukakan salah seorang Ulama tasawuf


dari kesekian banyak ulama’ yang menekuni ilmu tersebut. Ulama yang dimaksudkan itu
adalah Syekh Tajul Khalwati Al-Makassari; lahir 8 Syawal1036 H. (3 Juli 1629 M.) 

                        Ia termasuk penganut ajaran tasawuf yang beraliran sunni, yang bermukim di
Goa (Sulawesi Selatan). Dan di sana-sana mula-mula mengajarkan ilmunya kepada
masyarakat, meskipun ia sendiri masih berasakan kekurangan ilmu. Sehingga selalu bercita-
cita hendak merantau ke daerah lain untuk menambah ilmu yang dimilikinya.[11]

 
BAB III PENUTUP 

KESIMPULAN 

 Tasawuf adalah bidang kegiataan yang berhubungan dengan pembinaan mental rohaniah agar
selalu dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Mengakui adanya sumber Islam dalam tasawuf tidak lantas berarti mengingkari pengaruh
sumber-sumber asing. Akan tetapi meletakan pengaruh tersebut pada proporsi yang
sebenarnya dan tidak dibesar-besarkan. Sebaiknya tidak baik apabila terlalu mengedepankan
sumber-sumber asing saja, padahal banyak sekali dalil yang bisa dijadikan acuan dalam Al-
Qur’an dan Al-Hadits.

Bertasawuf bertujuan memperoleh hubungan secara sadar antara manusia dengan Tuhannya
untuk mendekatkan diri kepadaNya dengan mengikuti konsep-konsep yang ada dalam
taasawuf.

Adanya tasawuf menjadi jalan keluar dari kemelut perpolitikan kaum Muslim yang telah
menyebabkan terbunuhnya Khalifah Usman bin Afffan. Sepeninggal Sang Khalifah, umat
Islam saat itu terlena dengan konflik yang tiada henti dan banyak melakukan kemunkaran.

Secara garis besar, perkembangan tasawuf baik di dunia Islam maupun di Indonesia sangat
dipengaruhi oleh perkembangan Ilmu pengetahuan dan keadaaan sosial politik umat Islam
saat itu. Alam perkembangannya dapat dibagi dalam tiga bentuk, yaitu tasawuf sunny,
tasawuf amali dan tasawuf falsafi.

Tidak perlu ada pertentangan antara ajaran tasawuf yang tidak sepenuhnya ada dalam ajaran
syariat Islam. Hal yang penting adalah bagaimana kita bisa selalu berupaya untuk mendekatkn
diri kepada Allah Swt dengan menjadikan syariat Islsam sebagai pedoman untuk mencapai
hakikat.

 
DAFTAR PUSAKA

 Abu Bakar Atjeh.1990. Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Solo : Ramadhani

Abuddin Nata. 2006. Akhlak Tasawuf, Jakarta; Rajagrafindo Persada2006

Alwi Syihab. 2001. Islam Sufistik; Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di
Indonesia, Bandung: Mizan

Amin Syukur. 2002.  Menggugat Tasawuf, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

http://kcpkiainws.wordpress.com/2009/06/18/sejarah-perkembangan-tasawuf/

Mahyuddin2003. Kuliah Akhlaq Tasawuf, Jakarta; Kalam Mulia

Noer Iskandar Al Barsany.2001. Tasawuf Tarekat Para Sufi, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Rosyid Anwar, sholihin.2005. Akhlak Tasawuf, Bandung; Nuansa

Rosihon Anwar, Solihin.2008. Ilmu Tasawuf, Bandung; Pustaka Setia

 
 

Anda mungkin juga menyukai