KELMPOK 3:
1. Areha Binar Febrinesa
2. Astri Wulandari
3. Celine Nahdaliin
4. Fina Fauziah
5.
6. Febbi Hikmah Hidayati
7. Fina Fauziah
8. Happy Ditia Putri Ayu Laksana Mentari
9. Mellynia Eka Pratiwy
10. Sopiah
STIKES IHCSAN MEDICAL CENTRE BINTARO
Jl. Jombang Raya No.56 Sektor IX Kec. Ciputat Kota Tangerang Selatan-Banten 154
KATA PENGANTAR
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang "Asuhan
Keperawatan Pada Kekerasan Dalam Rumah Tangga". Makalah ini masih jauh dari sempurna
dan memerlukan perbaikan tetapi dapat dijadikan salah satu referensi bagi pembaca.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca.
Demi kesempurnaan makalah ini penulis mengajak pembaca memberikan kritik dan saran
yang membangun. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Berdasarkan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) No. 23 Tahun 2004 menjelaskan bahwa Kekerasan dalam Rumah
Tangga merupakan setiap perbuatan pada seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,
atau perampasan kemerdekaan secara hukum dalam lingkup rumah tangga. Yang
ditandai dengan hubungan antar anggota keluarga yang diwarnai dengan penyiksaan
secara verbal, tidak adanya kehangatan.
Kekerasan dalam rumah tangga merupakan salah satu dari permasalahan sosial
yang penting sekali dimana perempuan ditempatkan dalam posisi lebih rendah
dibandingkan laki-laki. (Darmono & Diantri, 2008)
B. Etiologi
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kejadian kekerasan dalam
rumah tangga dapat dikelompokkan menjadi :
Adanya bentukan luka memberi kesan adanya kekerasan. Bentukan luka merupakan
tanda, cetakan atau pola yang timbul dengan segera di bawah epitel oleh senjata
penyebab luka. Bentuk luka dapat karena benda tumpul, benda tajam (goresan atau
tikaman) atau karena panas.
a. Kekerasan Tumpul
Kekerasan tumpul yang melukai kulit merupakan luka yang paling sering terjadi,
berupa luka memar, lecet, dan luka goresan. Adanya luka memar yang sirkuler
ataupun yang linier memberi kesan adanya penganiayaan. Luka memar parallel
dengan sentral yang bersih memberi kesan adanya penganiayaan dari objek linear.
Adanya bekas tamparan dengan bentukan jari juga harus dicatat. Luka memar
sirkuler dengan diameter 1–1,5 cm dengan tekanan ujung jari mungkin terlihat sama
dengan bentuk penjambretan. Bentukan-bentukan tersebut sering tampak pada
lengan atas bagian dalam dan area-area yang tidak terlihat waktu pemeriksaan fisik.
Penganiayaan dengan menggunakan ikat pinggang/kawat menyebabkan luka memar
yang datar, dan penganiayaan dengan sol/hak sepatu akan menyebabkan luka memar
pada korban yang ditendang.
b. Memar
Beberapa faktor mempengaruhi perkembangan luka memar, meliputi kekuatan
kekerasan tumpul yang diterima oleh kulit, kepadatan vaskularisasi jaringan,
kerapuhan pembuluh darah, dan jumlah darah yang keluar ke dalam jaringan sekitar.
Luka memar yang digunakan untuk identifikasi umur dan penyebab luka, tidak
selalu menunjukkan kesamaan warna pada tiap orang dan tidak dapat berubah dalam
waktu yang sama antara satu orang dengan orang lain. Beberapa petunjuk dasar
tentang penampakan luka memar sebagai berikut:
1) Waktu merah, biru, ungu, atau hitam dapat terjadi kapan saja dalam waktu 1 jam
setelah trauma sebagai resolusi dari memar. Gambaran warna merah tidak dapat
digunakan untuk memperkirakan umur memar.
2) Memar dengan gradasi warna kuning umurnya lebih dari 18 jam.
3) Meskipun warna memar kuning, coklat, atau hijau merupakan indikasi luka
yang lama, tetapi untuk mendapatkan waktu yang spesifik sulit.
c. Bekas Gigitan
Merupakan bentuk luka lain yang sering ada pada domestic violence. Beberapa
bentukan gigitan ini sulit untuk dikenali, misalnya penampakan memar semisirkuler
yang non spesifik, luka lecet, atau luka lecet memar, dan masih banyak lagi
gambaran
yang dapat dikenali karena lokasi anatomi dari gigitan dan pergerakan tidak tetap
pada kulit.
d. Bekas Kuku
Ada 3 macam tanda bekas kuku yang mungkin terjadi, bisa tunggal atau kombinasi,
yaitu sebagai berikut:
1) Impression marks: Bentukan ini merupakan akibat patahnya kuku pada kulit.
Bentuknya seperti koma atau setengah lingkaran.
2) Scratch marks: Bentuk ini superficial dan memanjang, kedalamannya sama
dengan kedalaman kuku. Bentukan ini terjadi karena wanita yang menjadi
korban berkuku panjang.
3) Claw marks: Bentukan ini terjadi ketika kulit terkoyak, dan tampak lebih
menyeramkan.
e. Strangulasi
Hanging, ligature, atau manual adalah 3 tipe dari strangulasi (penjeratan). Dua tipe
terakhir mungkin berhubungan dengan domestic violence.4
4) Ligature strangulation (garroting) dan Manual strangulation (throttling).
Ligature strangulation (garroting) merupakan bentuk strangulasi dengan
menggunakan tali, seperti kabel telepon/tali jemuran. Sedangkan Manual
strangulation (throttling) biasanya menggunakan tangan, dilakukan dengan
tangan depan sambil berdiri atau berlutut di depan tenggorokan korban.
5) Strack dan McLane melakukan penelitian pada 100 wanita yang dilaporkan
mengalami pencekikan oleh pasangan mereka dengan tangan kosong, lengan
ataupun menggunakan alat (kabel listrik, ikat pinggang, tali, peralatan mandi).
Petugas kepolisian melaporkan luka tidak tampak pada 62% wanita, luka
tampak minimal pada 22% dan luka yang signifikan seperti warna merah,
memar ataupun bekas tali yang terbakar pada 16% sisanya. Hampir 50% dari
para korban mengalami perubahan suara dari disfonia sampai afonia.
6) Disfagia, odinofagia, hiperventilasi, dispneu, dan apneu dilaporkan atau
ditemukan. Dengan catatan, laporan menunjukkan bahwa beberapa korban
dengan keadaan awal ringan, dapat meninggal dalam waktu 36 jam setelah
strangulasi.
7) Pada ligature strangulation sering tampak petechiae. Petechiae pada
konjungtiva terlihat sama banyaknya dengan petechiae pada daerah jeratan,
seperti wajah dan daerah periorbita.
8) Pada leher mungkin ditemukan goresan dan luka lecet dari kuku korban atau
kombinasi dari luka yang dibuat oleh pelaku dan korban. Lokasi dan luas
bervariasi dengan posisi pelaku (depan atau belakang) dan apakah korban atau
pelaku menggunakan satu atau dua tangan. Pada Manual strangulation korban
sering merendahkan dagunya dalam upaya melindungi leher, hal ini akan
mengaakibatkan luka lecet pada dagu korban dan tangan pelaku.
9) Luka memar tunggal atau area eritematous sering terlihat pada ibu jari pelaku.
Area dari luka memar dan eritema sering terlihat bersama, berkelompok pada
bagian samping leher, sepanjang mandibula, bagian atas dagu, dan di bawah
area supraklavikula.
10) Ligature mark terlihat dari halus sampai keras. Menyerupai lipatan kulit. Tanda
(misalnya pola seperti gelombang kabel telepon, seperti jalinan pita dari tali)
dapat memberi kesan korban telah dicekik. Sifat dan sudut pola ini diperlukan
untuk membedakan penggantungan dengan Ligature strangulation. Pada
Ligature strangulation, penekanan dari penjeratan biasanya horizontal pada
level yang sama dengan leher, dan tanda penjeratan biasanya di bawah kartilago
thyroid dan sering tulang hyoid patah. Pada penggantungan, penekanan
cenderung vertical dan berbentuk seperti air mata, di atas kartilago thyroid,
dengan simpul pada daerah tengkuk, di bawah dagu, atau langsung di depan
telinga. Tulang hyoid biasanya masih utuh.
11) Keluhan lainnya termasuk kehilangan kesadaran, defekasi, muntah yang tidak
terkontrol, mual dan kehilangan ingatan.
3. Distribusi Luka
Luka-luka pada KDRT biasanya mempunyai distribusi tertentu, sebagai berikut:
1. Luka pada domestic violence biasanya sentral.
2. Tempat luka yang umum adalah daerah yang biasanya tertutup oleh pakaian
(misalnya dada, payudara dan perut).
3. Wajah, leher, tenggorokan dan genitalia juga tempat yang sering mengalami
perlukaan.
4. Lebih dari 50% luka disebabkan karena kekerasan pada kepala dan leher. Pelaku
laki- laki menghindari untuk menyerang wajah, tetapi kemudian memukul kepala
bagian belakang.
5. Luka pada wajah dilaporkan pada 94% korban domestic violence.
6. Trauma pada maxillofacial termasuk luka pada mata dan telinga, luka pada jaringan
lunak, kehilangan pendengaran, dan patah pada mandibula, patah tulang hidung,
orbita dan zygomaticomaxillary complex.
Luka karena perlawanan, misalnya patah tulang, dislokasi sendi, keseleo, dan
atau luka memar dari pergelangan tangan atau lengan bawah dapat mendukung adanya
tanda dari korban untuk menangkis pukulan pada wajah atau dada. Termasuk luka pada
bagian ulnar dari tangan dan telapak tangan (yang mungkin digunakan untuk menahan
serangan). Luka lain yang umum ada termasuk luka memar pada punggung, tungkai
bawah, bokong, dan kepala bagian belakang (yang disebabkan karena korban
membungkuk untuk melindungi diri).
Luka lecet yang banyak atau luka memar pada tempat yang berbeda sering terjadi
memperkuat kecurigaan adanya domestic violence. Peta tubuh dapat membantu
penemuan fisik adanya kekerasan termasuk dengan memperhatikan kemungkinan tanda-
tanda kekerasan pada daerah-daerah yang tersembunyi. Terdapatnya luka yang banyak
dengan tahap penyembuhan yang bervariasi memperkuat dugaan adanya KDRT yang
berulang.
D. Dampak
Dampak KDRT terhadap Anak menurut Marianne James, Senior Research pada
Australian Institute of Criminology (1994) adalah :
G. Siklus Kekerasan
5. Peran sebagai pembela (advokat) Berperan sebagai advokat, perawat harus senantiasa
terbuka untuk suatu kerja sama yang baik dengan lembaga penyedia layanan
pendampingan dan bantuan hukum, mengadakan pelatihan mengenai perlindungan
pada korban tindak kekerasan dalam rumah tangga, melatih kader- kader (LSM) untuk
mampu menjadi pendampingan korban kekerasan.
6. Memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesi (anjurkan segera lakukan
pemeriksaan visum), Pengaduan dan visum terhadap KDRT berupa kekerasan fisik
memang sebaiknya dilakukan sesegera mungkin, seketika setelah KDRT terjadi. Hal
ini agar tanda-tanda fisik bekas penganiayaan tidak keburu hilang.
7. Memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan
dari kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
8. Mengantarkan korban ke rumah aman atau tempat tinggal alternatif (Ruang
Pelayanan Khusus).
9. Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban
dengan pihak kepolisian, dinas sosial, serta lembaga sosoal yang dibutuhkan korban
Sosialisasi Undang-Undang KDRT kepada keluarga dan masyarakat.
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Pengkajian
1. Biodata
Nama : Ny.-
Usia : 30 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan :-
Alamat :-
Pekerjaan :-
Agama :-
2. Keluhan Utama : Ibu klien mengatakan jika anaknya merasa tidak kuat lagi
dengan tindakan suaminya yang sering memukulinya.
3. Faktor Predisposisi :
Kekerasan Fisik: Suami sering memukuli istri dengan tangan atau benda-
benda disekitarnya
Kekerasan Psikis: Perilaku dan ucapan kasar dari suami kerap kali dilontarkan
pada sang istri
Seksual: Suami sering memukuli bila istri tidak memenuhi kebutuhan suami
dan terkadang suaminya sering melakukan kekerasan dalam hubungan
seksual
Kekerasan Ekonomi: Suami yang bekerja sebagai tukang becak sudah sering
tidak bekerja karena sepi penumpang, maka istri tidak menerima nafkah lagi
dari suaminya
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Composmentis
TTV : TD : 140/90 mmHg RR 19x/m HR : 99 x /m
Pemeriksaan Luka : Terdapat luka lebam/memar disekujur tubuh dan
terdapat luka gigitan di tubuh bagian depan klien.
Psikososial : Klien tampak sering menangis dan ketakutan, sering
menyendiri dan tampak murung
Status mental
Penampilan : agak sedikit Kotor
Pembicaraan : lambat,
Aktivitas Motorik : klien tampak gelisah
Interaksi selama wawancara : kontak mata kebawah
B. Analisa Data
MASALAH
DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN
DS : Istri mengaku sering Faktor penyebab KDRT Ansietas
dipukuli oleh suami
dengan menggunakan
Keadaan ekonomi rendah,
tangan dan benda-benda
ketergantungan ekonomi istri
disekitar
terhadap suami
DO : terdapat luka lebam
disekujur tubuh,
klien tampak sering Pergeseran fungsi keluarga
Perasaan terancam
Kemarahan
Ansietas
DS : - Perilaku kekerasan terhadap Harga diri rendah
DO : Tampak sering istri
menyendiri dan
ketakutan Pukulan dengan tangan dan
Murung. benda
Trauma Psikis
A. Kesimpulan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan pada seseorang terutama
pada perempuan dalam bentuk penganiayaan fisik, emosional, seksual pada anak,
pengabaian anak dan lansia yang berakibat timbulnya kesengsaraan, kekerasan dalam
lingkup rumah tangga. Yang ditandai dengan hubungan antar anggota keluarga yang
diwarnai dengan penyiksaan secara verbal, tidak adanya kehangatan.
Kekerasan dalam rumah tangga terjadi karena adanya beberapa faktor yaitu faktor
individual, sosio budaya, ekonomi, religi. Kekerasan dalam rumah tangga dapat berupa
kekerasan fisik, psikologi, seksual, dan penelantaran rumah tangga. Kekerasan dalam
rumah tangga bisa berdampak pada korban seperti sakit fisik, cacat mental, merasa
ketakutan, menurunkan seksualitas, keterlambatan dalam belajar, merasa tidak dihargai,
depresi, dan bisa berakibat kematian.
B. Saran
Dengan telah membacanya makalah ini, mahasiswa/I diharapkan dapat mengerti,
mengetahui tentang Asuhan Keperawatan Kekerasan dalam Rumah tangga, serta
tindakan- tindakan yang akan diambil dalam membuat Asuhan Keperawatan yang
bermutu dan bermanfaat bagi pasien. Serta dituntut untuk bisa membandingkan antara
teori dan kasus yang terjadi di lapangan atau lahan praktek yang terkadang
ketidaksinkronan dan kesinkronan yang wajar. Semoga bermanfaat bagi semua
mahasiswa dan membantu dalam pembuatan Asuhan Keperawatan kelak.
DAFTAR PUSTAKA
Abrar Ana Nadhya, Tamtari Wini (Ed) (2001). Konstruksi Seksualitas Antara Hak dan
Kekuasaan. Yogyakarta: UGM.
At–Thahirah, Almira. 2006. Kekerasan Rumah Tangga Produk Kapitalisme (Kritik Atas
Persoalan KDRT). Bandung: UN
Darmono & Diantri, 2008. Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Dampaknya Terhadap
Kesehatan Jiwa. Jakarta: FK.UI
Jakarta:Salemba Medika