Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH FILSAFAT UMUM

“FILSAFAT BARAT KONTEMPORER”

DOSEN : HARDIMANSYAH. M.Pd

DISUSUN OLEH:

BAMBANG PRATAMA ( 19.33.556 )

ELSA OKTARINA ( 19.33.564 )

NIAN ATSAURI ( 19.33.577 )

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
( STIT IQRA’ KAPUAS HULU )
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas berkat dan limpahan rahmatNya maka
kami telah menyelesaikan sebuah karya tulis dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan
judul “FILSAFAT BARAT KONTEMPORER”yang menurut kami
dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita selaku
mahasiswa untuk memahami kata filsafat Melalui kata
pengantar ini kami lebih dahulu meminta maaf dan memohon
permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada
tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan
pembaca.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh
rasa terima kasih dan semoga Allah SWT. memberkahi makalah
ini sehingga dapat memberikan manfaat.

i
Daftar Isi

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
I PENDAHULUAN iii
1.1 Latar Belakang iv
1.2 Rumusan Masalah iv
1.3 Manfaat Penulisan iv
1.2 Rumusan Masalah iv
II PEMBAHASAN

2.1 Sejarah munculnya filsafat Kontemporer 1


2.2 Pragmatisme, Eksistensialisme, dan Fenomenologi 2

23 Riwayat hidup filosof dari masing-masing aliran 3

III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 20

3.2. Daftar pustaka 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan pola hidup manusia dari waktu ke waktu sesungguhnya berjalan seiring dengan
sejarah kemajuan dan perkembangan ilmu. Perkembangan dan kemajuan peradaban manusia
tidak bisa dilepaskan dari peran ilmu. Periodesasi sejarah perkembangan ilmu sejak dari
zaman klasik, zaman pertengahan, zaman modern dan zaman kontemporer.

Filsafat barat kontemporer ini muncul pada abad XX sebagai kritik dari filsafat modern, hal
ini dapat terungkap dalam istilah dekonstruksi, yang didekonstruksi oleh filsafat
kontemporer ini adalah rasionalisme yang digunakan untuk membangun seluruh isi
kebudayaan dunia barat. Obyek besar pokok kajian filsafat dalam abad kontemporer adalah
ilmu (logosentris). Filsafat ilmu adalah salah satu bidang kajian filsafat yang banyak diminati
pada abad kontemporer hingga sampai saat ini. Filsafat ilmu dapat dipahami dari dua sisi,
yaitu sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan filosofis ilmu pengetahuan.

Filsafat kontemporer termasuk membaca ulang, reinterpretasi, transformasi dan rekreasi yang
merupakan kita sebagai manusia dari zaman awal sampai sejarah kita saat ini. Silsilah kita
sekarang memungkinkan kita untuk maju, sehingga dalam mencari tambahan dan cara
berpikir yang baru. Perlu diingat Filsafat Barat Kontemporer sangat Heterogen, karena
profesionalisme yang semakin besar akibatnya muncul banyak filsuf yang ahli dibidang
Matematika, Fisika, Psikologi, Sosiologi ataupun Ekonomi. Sehingga banyak pemikiran lama
dihidupkan kembali seperti neothomisme, neokantianisme, neopositivisme dan sebagainya.

Dunia kontemporer menunjukkan organisasi logis yang semakin kompleks untuk memahami
dan paradoks efek pada individu, seperti rasanya semakin tunduk pada logika, tetapi juga
bebas untuk menafsirkan, mengekspresikan dan membangun individualitas mereka sendiri,
daripada di masa lalu. Masalah-masalah yang dihadapi warga baik lokal maupun global
adalah formulasi teoretis dalam sejumlah inti filsafat yang menimbulkan masalah baru yang
jelas dan mendalam. Dan keterbatasan ini bukanlah refleksi dari realitas, tetapi pada dasarnya
adalah sebuah dialog antara masa lalu dan sekarang dalam upaya untuk garis besar di masa
depan.

Dalam makalah ini penulis akan kemukakan sejarah munculnya filsafat kontemporer, serta
aliran-aliran yang muncul pada abad ini yakni Pragmatisme, Eksistensialisme dan
Fenomenologi. Dimana masing-masing aliran tersebut akan dijelaskan bagaimana riwayat
hidup filosof, lalu ajaran dan karya kefilsafatannya, serta sumbangan aliran filsafat tersebut
terhadap ilmu pengetahuan masa kini.

iii
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, rumusan masalahnya
adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarah munculnya filsafat Kontemporer ?

2. Apa yang dimaksud dengan Pragmatisme, Eksistensialisme, dan Fenomenologi ?

3. Bagaimana riwayat hidup filosof dari masing-masing aliran Pragmatisme, Eksistensialisme


dan Fenomenologi ?

4. Jelaskan seperti apa ajaran dan karya kefilsafatan dari masing-masing aliran Pragmatisme,
Eksistensialisme, dan Fenomenologi ?

5. Bagaimana sumbangan filsafat dari masing-masing aliran Pragmatisme, Eksistensialisme


dan Fenomenologi terhadap ilmu pengetahuan masa kini ?

C. Tujuan Penulisan Makalah

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui sejarah munculnya filsafat Kontemporer.

2. Mengetahui pengertian Pragmatisme, Eksistensialisme dan Fenomenologi.

3. Mengetahui riwayat hidup filosof dari masing-masing aliran Pragmatisme, Eksistensialisme dan
Fenomenologi.

4. Mengetahui ajaran dan karya kefilsafatan dari masing-masing aliran Pragmatisme, Eksistensialisme
dan Fenomenologi.

5. Mengetahui sumbangan filsafat dari masing-masing aliran Pragmatisme, Eksistensialisme


dan Fenomenologi terhadap ilmu pengetahuan masa kini.

iv
BAB II

PEMBAHASAN

1.FILSAFAT KONTEMPORER

Menurut Tafsir (2000: 9-10) secara etimologi filsafat merupakan kata serapan dari
Yunani, Philoshopia, yang berarti ‘Philo’ adalah cinta, sedangkan ‘shopia’ berarti
kebijaksanaan atau hikmah. Sehingga, dapat dikatakan bahwa cinta pada kebijaksanaan ilmu
pengetahuan merupakan filsafat. Philo dalam arti luas yakni ingin dan berusaha mencapai apa
yang diinginkannya, sedangakan Sophia berarti pengertian yang mendalam. Sehingga filsafat
dapat diartikan sebagai keinginan yang mendalam untuk mendapatkan kebijakan atau
keinginan yang mendalam untuk menjadi bijak. Namun, ketika kita tilik dari segi praktisnya,
berarti alam pikiran atau alam berfikir, berfilsafat artinya berfikir secara mendalam dan
sungguh-sungguh.

Sedangkan kata “kontemporer” sendiri mempunyai korelasi sangat erat dengan


“modern”. Dua kata yang tidak mempunyai penggalan masa secara pasti. “komtemporer”
adalah semasa, pada masa yang sama dan kekinian. Semenatara “modern” adalah kini yang
sudah lewat, tapi bersifat relevansif hingga sekarang. Karena tidak ada kepermanenan dalam
era kontemperer, modern yang telah lewat dari kekinian tidak bisa disebut kontemporer.

Filsafat kontemporer menurut Salam (2008: 202) dapat diartikan dengan cara seperti
itu, yaitu cara pandang dan berpikir mendalam menyangkut kehidupan pada masa saat ini.
Filsafat kontemporer yang di awali pada awal abad ke-20, ditandai oleh variasi
pemikiran filsafat yang sangat beragam dan kaya. Mulai dari analisis bahasa, kebudayaan
(antara lain, Posmodernisme), kritik social, metodologi (fenomenologi, heremeutika,
strukturalisme), filsafat hidup (Eksistensialisme), filsafat ilmu, sampai filsafat tentang
perempuan (Feminisme). Oleh sebab itu salah satu ciri yang terdapat dalam filsafat ini
mengagungkan nilai-nilai relatifitas dan mini narasi, dan lebih cenderung beragam dalam
pemikiran.

Ciri filsafat kontemporer adalah sebagai reaksi dari berkembangnya filsafat modern
yang semakin melenceng, pemikiran kontemporer ini berusaha mengkritik logosentrisme
filsafat modern yang berusaha menjadikan rasio sebagai instrument utama. Oleh karenanya
filsafat kontemporer merupakan ekstensifikasi dari pemikiran manusia dari hal-hal yang
umum menjadi yang sangat khusus dan terkait dengan hal khusus lainnya.

Zaman kontempore ini ditandai dengan penemuan berbagai teknologi canggih.


Teknologi komunikasi dan informasi termasuk salah satu yang mengalami kemajuan sangat
pesat. Mulai dari penemuan computer, berbagai satelit komunikasi, internet dan sebagainya.
Bidang ilmu lain juga mengalami kemajuan pesat, sehingga terjadi spesialisasi ilmu yang
semakin tajam. Ilmuan kontemporer mengetahui hal yang sedikit, dan subspesialis atau
super-spesialis, demikian pula bidang ilmu lain. Selain itu kecenderungan yang lain adalah
sintesis antara bidang ilmu yang satu dengan yang lainnya, sehingga dihasilkannya ilmu yang
baru seperti bioteknologi, (Surajiyo, 2013:89).

1
A. Pragmatis

1. Hakekat Pragmatis

Menurut Surajiyo (2012: 162) Pragmatisme berasal dari kata “pragma” yang
merupakan bahasa Yunani yang berarti tindakan atau perbuatan. Pragmatisme adalah aliran
dalam filsafat yang lahir di Amerika Serikat sekitar tahun 1900, yang berpandangan bahwa
kriteria kebenaran sesuatu dilihat dari apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan
nyata.Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang
membuktikan dirinya benar dengan berpengang pada logika pengamatan. Aliran ini bersedia
menerima segala sesuatu, asalkan membawa akibat yang praktis dan kebenaran tersebut
bermanfaat, (Hadiwijono, 1990:130).

Sedangkan menurut Sumarna (2004: 85) teori pragmatisme dapat disebut sebagai teori
kebenaran yang paling baru. Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari para filosof
berkebangsaan Amerika terhadap komunitas filsafat dunia. Teori ini muncul dengan
background telah berkembangnya kemajuan- kemajuan ilmu pengetahuan pada abad ke 19
terutama setelah teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Menurut kelompok
ini, suatu pernyataan dianggap benar jika melalui pengukuran ada atau tidak adanya
kebenaran itu terhadap kehidupan praktis. Artinya suatu pernyataan menjadi benar apabila
mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut sehingga dapat diketahui bahwa pragmatisme


berpandangan bahwa suatu kebenaran adalah jika segala sesuatu memiliki fungsi dan manfaat
bagi kehidupan. Contohnya menjadi seorang pendidik adalah kebenaran, jika memperoleh
kenikmatan intelektual, mendapatkan gaji atau pun yang memiliki nilai kuantitatif atau
kualitatif. Sebaliknya jika memberikan kemudharatan, maka tindakan tersebut bukan susatu
kebenaran.

2. Tokoh-Tokoh Filsafat Pragmatis

Tokoh-tokoh yang cukup aktif dalam pengembangan pragmatisme adalah: Charles


Sanders Peirce, William James dan John Dewey. Pragmatisme mula-mula dikenalkan oleh
Charles Sanders Peirce (1839-1914). Filosof Amerika yang pertama kali menggunakan
pragmatisme sebagai metode filsafat, tetapi pengertian pragmatisme telah terdapat juga pada
Socrates, Aristoteles, Barkeley, dan Human.

a. Charles Sanders Peirce (1839-1914)

1) Riwayat Hidup Charles Sanders Peirce

Peirce adalah seorang matematikus, fisikawan, filosof pendiri pragmatism. Dilahirkan di


Cmbrigde, Massachausetts pada tahun 1839. Peirce mendalami filsafat dan logika hingga
masa kerja pada instansi survei panata dan geodesi. Sebagai filosof yang sistematik, tulisan-
tulisan Peirce mencakup hampir segala aspek filsafat.

2
Benjamin Peirce, ayah Charles Sanders Peirce adalah professor matematika di Universitas
Harvard dan salah seorang pendiri “U.S. Coast and Geodetic Survey”. Peran Benjamin sangat
besar dalam membangun Departemen Matematika di Harvard. Dari ayahnya, Charles Sanders
Peirce memperoleh pendidikan awal yang mendorong dan menstimulus kiprah intelektualnya.
Benjamin mengajar dengan melalui pendekatan kasus/problem yang meminta jawaban dari
sang anak.Hal ini membekas dalam pemikiran filosofis dan masalah ilmu yang dihadapi
Peirce di kemudian hari. (Anonim. 2008) Sumbangannya yang terbesar Charles adalah dalam
bidang logika, tetapi ia juga secara luas menulis tentang epistimologi, metode ilmiah,
semiotics, metafisika, kosmologi, ontology, matematika dan sedikit tentang etika, agama,
sejarah, dan fenomenologi. Berbagai buah pemikiran filsafatnya di dalam beberapa sistem
yang merupakan fase-fase perkembangan kematangannnya dalam olah intelektual. Akan
tetapi, semua itu menyatu dan menjadi konsep yang utuh. (Anonim. 2010).

2) Ajaran dan Karya Kefilsafatan Charles Sanders Pierce

Charles mempunyai gagasan bahwa suatu hipotesis (dugaan sementara/ pegangan


dasar) itu benar bila bisa diterapkan dan dilaksanakan menurut tujuan kita. Horton dan
Edwards di dalam sebuah buku yang berjudul Background of American literary thought
(1974) menjelaskan bahwa peirce memformulasikan (merumuskan) tiga prinsip-prinsip lain
yang menjadi dasar bagi pragmatisme sebagai berikut:

1) Bahwa kebenaran ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lebih daripada kemurnian opini
manusia.

2) Bahwa apa yang kita namakan “universal “ adalah yang pada akhirnya setuju dan
mnerima keyakinan dari “community of knowers “.

3) Bahwa filsafat dan matematika harus di buat lebih praktis dengan membuktikan bahwa
problem-problem dan kesimpulan-kesimpulan yang terdapat dalam filsafat dan matematika
merupakan hal yang nyata bagi masyarakat (komunitas).

Karya-Karya Charles Sanders Pierce diantaranya :

1) Collected Papers of Charles Sanders Peirce, 8vols. Edited by Charles Hartshorne, Paul
Weiss, and Arthur Burks (Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts, 1931-
1958).2)

2) The Essential Peirce, 2 vols. Edited by Nathan Houser, Christian Kloesel, and the Peirce
Edition Project (Indiana University Press, Bloomington, Indiana, 1992,1998).

Pierce banyak memberikan sumbangan pemikiran yang penting bagi filsafat pragmatisme.
Diantara sumbangan terpenting pemikiran kefilsafatan pragmatisme pierce adalah theory of
meaning sebagai salah satu aspek epistimologi, khususnya implikasinya dalam bahasa.
Pragmatism berusaha menemukan asal mula serta hakikat terdalam segala sesuatu merupakan
kegiatan yang sangat menarik, meskipun kegiatantersebut luar biasa sulitnya. Penganut

3
pragmatism menaruh perhatian pada praktik. Mereka memandang hidup manusia sebagai
suatu perjuangan untuk hidup yang berlangsung terus-menerus dan yang terpenting ialah
konsekuensi yang bersifat praktis. Konsekuensi tersebut eratsekali hubungannya dengan
makna dan kebenaran, (Anonim, 2010).

b. William James (1842-1910 M)

1) Riwayat Hidup William James

W James lahir di New York tahun 1842 dan wafat tahun 1910. Anak Henry James, Sr.
Ayahnya adalah seorang yang terkenal, yang berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif.
Henry James, Sr. merupakan kepala rumah tangga yang memang menekankan kemajuan
intelektual. Selain kaya, Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam mengembangkan.
Ayah james mengembangkannya dengan mempelajari manusia dan agama. Pokoknya,
kehidupan james penuh dengan masa belajar yang diberengi dengan usaha kreatif untuk
menjawab berbgai masalah yang berkenaan dengan kehidupan.

Pendidikan formalnya yang mula-mula tidak teratur. Dia mendapat tutor berkebangsaan
Inggris, Prancis, Swiss, Jerman, dan Amerika. Akhirnya Dia memasuki Harvard Medical
School pada tahun 1864 dia memperoleh Ph.D-nya pada tahun 1869. Akan tetapi, dia
kurang tertarik pada praktik pengobatan. Kemudian Beliau mengikuti studi di akademi seni
dan kemudian pindah ke Falkutas Kedokteran di Harvard University. Usai kuliah James
menjadi dosen kedokteran, psikologi dan filsafat. Selain dosen di Amerika James juga dosen
di Inggris, (Fuadihsan, 2010: 172).

2) Ajaran dan Karya Kefilsafatan William James (1842-1910 M)

William James (1842-1910) adalah tokoh yang paling bertanggung jawab yang
membuat pragmatism menjadi terkenal diseluruh dunia. William James mengatakan bahwa
secara ringkas pragmatism adalah realitas sebagaimana yang kita ketahui. Pemikiran
filsafatnya lahir karena dalam sepanjang hidupnya ia mengalamikonflik antara pandangan
agam. Ia beranggapan bahwa masalah kebenaran tentangasal tujuan dan hakikat bagi orang
Amerika adalah teoritis. James menginginkan hasilyang kongkret. (Muzairi, 2009:190)Karya-
karyanya antara lain, Tha Principles of Psychology (1890), Thee Will to Believe (1897), The
Varietes of Religious Experience (1902) dan Pragmatism (1907).

Di dalam bukunya The Meaning of Truth yang berarti arti Kebenaran, James
mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, bersifat tetap, yang
berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan
terus dan segala yang kita anggap benar dalam pengembangan itu senantiasa berubah, karena
di dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.
Oleh karena itu, tidak ada kebenaran mutlak yang ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya
dalam bentuk jamak) yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang
setiap kali dapat diubah oleh poengalaman berikutnya. Nilai pengalaman dalam pragmatisme
tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya artinya tergantung keberhasilan dari perbuatan

4
yang disiapkan oleh pertimbangan itu. Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat bagi
pelakunya, jika memperkaya hidup serta kemungkinan-kemungkinan hidup.

Gerakan pragmatism meluncur seolah-olah akan menguasi filsafat abad ke-20.


Pragmatism lebih banyak disangkutkan dengan James daripada dengan Peirce. James
memang berbeda dengan Peirce. Peirce tidak bersedia menggunakan pragmatism dan filsafat
ilmiahnya pada masalah penting yang vital seperti maslah agama, moral, atau kehidupan
personal. Akan tetapi, justru disinilah filsafat pragmatism James memfokuskan diri. Bagi
James kepercayaan bukanlah sekadar aturan-aturan bertindak atau idea yang dengannya kita
siap untuk bertindak. Kepercayaan adalah sesuatu yang berguna di dalam membuat
sesuatuterjadi, dalam membuat sesuatu pasti benar. (Tafsir, 2000:194)

c. John Dewey (1859-1952 M)

1) Riwayat Hidup John Dewey

John Dewey adalah seorang filsuf dari Amerika, pendidik dan pengkritik sosial yang
lahir di Burlington, Vermont dalam tahun 1859. Ia masuk ke Universitas Vermont dalam
tahun 1875 dan mendapatkan gelar B.A. Ia kemudian melanjutkan kuliahnya di Universitas
JonsHopkins, di mana dalam tahun 1884 ia meraih gelar doktornya dalam bidang filsafat di
universitas tersebut. Di universitas terakhir ini, Dewey pernah mengikuti kuliah logika dari
Pierce, orang yangmenggagas munculnya pragmatisme. Ia kemudian mendirikan Laboratory
School yang dikenal dengan nama The Dewey School. Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari
wiliam james, namun menghasilkan pemikiran yang menampakkan persamaan dengan
gagasan james. Dewey adalah seorang yang prakmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk
memperbaiki kehidupan manusia serta linkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta
aktifitasnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.

Sebagai pengikut filsafat pragmatism, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat
adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam
pemikiran- pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya. Oleh karena itu,
filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara kritis, (Waris, 2009:57).

2) Ajaran dan Karya Kefilsafatan John Dewey (1859-1952 M)

Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari William James, namun menghasilkan


pemikiran yang menampakkan persamaan dengan gagasan James. Dewey adalah seorang
yang pragmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta
lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya untuk memenuhi
kebutuhan manusiawi. Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas
filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam
pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya.Menurutnya tak ada
sesuatu yang tetap. Manusia senantiasa bergerak dan berubah, jika mengalami kesulitan,
segera berfikir untuk mengatasi kesulitan itu. Olehkarena itu, berfikir merupakan alat
(instrumen) untuk bertindak. Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah
instrumentalisme. Pengalaman adalah salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Oleh

5
karena itu filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara aktif-kritis.
Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai.
Instrumentalisme ialah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari
konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya
yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu
dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dala penemuan-
penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa
depan. (Hadiwidjono, 1990:321)

Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap
Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita
namakan instrumentalisme. Pertama, kata “temporalisme” yang berarti bahwa ada gerak dan
kemajuan nyata dalam waktu. Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok
dan tidak pada hari kemarin. Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat diubah lebih
baik dengan tenaga kita. Pandangan ini dianut oleh William James. Karya-karya Dewey
banyak mempengaruhi corak berpikir Amerika. Pengaruhini juga banyak berasal dari buku-
buku atau karya-karya yang dihasilkannya. Bukunya yang pertama yakni Psychology yang
diterbitkan dalam tahun 1891. Dalam tahun1891, bukunya Outlines of a Critica Theory of
Etics diterbitkan. Tiga tahun kemudian,1894, terbit lagi The Study Of Etics: A Syllabus,
Logical Conditions of a Scientific Treatment of Morality (1903), dll.

3. Sumbangan Filfafat Pragmatisme terhadap Ilmu Pengetahuan Masa Kini

Diakui atau tidak, paham pragmatisme menjadi sangat berpengaruh dalam pola pikir
bangsa Amerika Serikat. Pengaruh pragmatisme menjalar di segala aspek kehidupan, tidak
terkecuali di dunia pendidikan. Salah satu tokoh sentral yang sangat berjasa dalam
pengembangan pragmatisme pendidikan adalah John Dewey (1859-1952). Pragmatisme
Dewey merupakan sintensis pemikiran-pemikiran Charles S.Pierce dan William James.
Dewey mencapai popularitasnya di bidang logika, etika epistemologi, filsafat, politik, dan
pendidikan. Tulisan ini sendiri selanjutnya akan mendeskripsikan pemikiran John Dewey
tentang pragmatisme pendidikan misalnya,menitik beratkan pada penguasaan proses berpikir
kritis daripada metode hafalan materi pelajaran. Liberalisme Dewey telah mempengaruhi
bidang-bidang seperti religius, politik dan estetika. Hal ini juga bergesar pada ilmu
pengetahuan sekaligus mewakilki potensi-potensi yang ada pada budaya Amerika. Dewey
menganggap pentingnya pendidikan dalam rangka mengubah dan membaharui suatu
masyarakat. Ia begitu percaya bahwa pendidikan dapat berfungsi sebagai sarana untuk
peningkatan keberanian dan disposisi inteligensi yang terkonstitusi.

Filsafat tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, karena filsafat pendidikan merupakan
rumusan secara jelas dan tegas membahas problema kehidupan mental dan moral dalam
kaitannya dengan menghadapi tantangan dan kesulitan yang timbuldalam realitas sosial
dewasa ini. Problema tersebut jelas memerlukan pemecahan sebagai solusinya. Pikiran dapat
dipandang sebagai instrumen yang dapatmenyelesaikan problema dan kesulitan tersebut.
(Anonim. 2012)
6
Teori James akan insting sangatlah bersifat individualis dan sangatlah kolot pada
pelaksanaannya. Singkatnya, James menegaskan, dasar dari semua pendidikan adalah
mengumpulkan semua insting asli yang dikenal oleh anak-anak, dan tujuan pendidikan adalah
organisasi pengenalan kebiasaan sebagai bagian dari diri untuk menjadikan pribadi yang
lebih baik. Sumbangan James yang paling berpengaruh terhadap metode pendidikan adalah
hubungannya dengan susunan kebiasaan. James mengtakan: “Hal yang paling utama,
disemua tingkat pendidikan, adalah untuk membuat ketakutan kita menjadi sekutu bukan
menjadi lawan. Untuk menemukan dan mengenali kebutuhan kita dan memenuhi kebutuhan
dalam hidup. Untuk itu kita harus terbiasa, secepat mungkin, semampu kita, dan menjaga diri
dari jalan yang memberi kerugian kepada kita, seperti kita menjaga diri dari penyakit.
Semakin banyak dari hal itu didalam kehidupan sehari-hari yang dapat kita lakukan dengan
terbiasa, semakin banyak kemampuan pemikiran kita yang dapat digunakan untuk hal yang
penting lainnya.”

Sumbangan dari pragmatisme yang lain adalah dalam praktik demokrasi. Dalamkondisi ini
pragmatisme memfokuskan pada kekuatan individu untuk meraih solusikreatif terhadap
masalah yang dihadapi. Pandangan dan gagasan filsafat ilmu berkembang dalam dialektika
yang sangat dinamis. Hal ini karena berbagai pemikiran baru muncul menggantikan konsep-
konsep dan pikiran lama. (Anonim. 2010)

B. Eksistensialisme

1. Hakekat Eksistensialisme

Eksistensi berasal dari kata eks yang berarti keluar dan sistensi, yang diturunkan dari
kata kerja sisto yang berarti berdiri atau menempatkan. Oleh karena itu eksistensi berarti
manusia berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya. Manusia sadar bahwa dirinya
ada, (Hadiwijono, 1990: 148).

Menurut Surajiyo (2012:161) Eksistensialisme adalah filsafat yang memandang segala gejala
dengan berpangkal kepada eksistensi. Umumnya kata eksistensi berarti keberadaan, tetapi di
dalam filsafat eksistensialisme ungkapan eksistensi mempunyai arti yang khusus yakni cara
manusia berada di dalam dunia.

Eksistensialisme merupakan istilah pertama yang dirumuskan oleh ahli filsafat Jerman yaitu
Martin Heidegger (1889-1976). Setelah selesai Perang Dunia Kedua, penulis-penulis
Amerika (terutama wartawan) berbondong-bondong pergi menemui filosof eksistensialisme,
misalnya mengunjungi filosof Jerman Martin Heidegger (1839) digubuknya yang terpencil di
Pegunungan Alpe. Tatkala seorang filosof eksistensialisme, Jean Paul Sartre (lahir 1905),
mengadakan perjalanan keliling Amerika, dia disebut oleh surat-surat kabar Amerika sebagai
the King of Existentialism, (Tafsir, 2000: 217-218).

Menurut Rapar (1996: 116) Eksistensialisme adalah suatu filsafat yang menolak pemutlakan
akal budi dan menolak pemikiran-pemikiran abstrak murni. Eksistensialisme berupaya untuk
memahami manusia yang berada di dalam dunia atau disebut juga suatu filsafat keberadaan,

7
suatu filsafat pembenaran dan penerimaan dan suatu penolakan terhadap usaha rasionalisasi
pemikiran yang abstrak tentang kebenaran.

Munculnya filsafat eksistensialisme ini dari 2 orang ahli filsafat Soeran Kierkegaard dan
Neitzche. Kedua tokoh diatas muncul karena adanya perang dunia pertama dan situasi Eropa
pada saat itu, sehingga mereka tampil untuk menjawab pandangan tentang manusia,
(Hadiwijono, 1990: 127).

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa ketika berbicara mengenai
eksistensialisme tentunya berbicara hakekat manusia dan segala sesuatu yang berkenaan
dengan dirinya seperti bakat, keinginan, kebutuhan, kewajiban yang harus dikerjakan oleh
manusia yang sebagai khalifah dimuka bumi dengan kata lain adalah manusia mempunyai
potensi yang harus dikebangkannya. Manusia sebagai makhluk social harus dapat
bertoleransi untuk dapat menjalin kehidupan yang harmoni dengan sesamanya, orang-orang
yang berada di sekitarnya. Hal ini menyebabkan manusia harus belajar untuk dapat
menghormati keinginan orang lain yang berarti manusia harus bias menekan sifat egonya.
Contoh eksistensialisme salah satunya yakni sangat berhubungan dengan pendidikan karena
pusat pembicaraan eksistensialisme adalah keberadaan manusia sedangkan pendidikan hanya
dilakukan oleh manusia.

2. Tokoh-Tokoh Filsafat Eksistensialisme

a. Soren Aabye Kierkegaard (1813 – 1855)

1) Riwayat Hidup Soren Aabye Kierkegaard

Kierkegaard lahir di Kopenhagen, Denmark pada 5 Mei 1813 dan meninggal dunia
tanggal 11 November 1855 saat berumur 42 tahun. Ayahnya, Michael Pedersen Kierkegaard,
adalah seorang pedagang grosir yang menjual kain, pakaian, serta makanan dan seseorang
yang sangat saleh. Ia yakin bahwa ia telah dikutuk Tuhan, dan karena itu ia percaya bahwa
tak satupun dari anak-anaknya akan mencapai umumr melebihi usia Yesus Kristus, yaitu 33
tahun. Ia percaya bahwa dosa-dosa pribadinya, seperti misalnya mengutuki nama Allah pada
masa mudanya dan kemungkinan juga menghamili ibu Kierkegaard di luar nikah,
menyebabkan ia layak menerima hukuman ini. Meskipun banyak dari ketujuh anaknya
meninggal dalam usia muda, ramalannya tidak terbukti ketika dua dari mereka melewati usia
ini. Sedangkan ibu Soren Kierkegaard bernama Anne Sorensdatter Lund Kierkegard,
(Hardiman, 2004:130).

Soren Kierkegaard merupakan anak terakhir dari ketujuh bersaudaranya. Ayah Kierkegaard
meninggal dunia pada 9 Agustus 1838 pada usia 82 tahun. Sebelum ayahnya meninggal
dunia, ayahnya meminta Soren agar menjadi pendeta. Saat itu Soren sangat merasa terbebani
dengan permintaan dari ayahnya. Sebuah aspek penting dari kehidupan Kierkegaard
(biasanya dianggap mempunyai pengaruh besar dalam karyanya) adalah pertunangannya
yang putus dengan Regine Olsen (1822 - 1904). Kierkegaard berjumpa dengan Regine pada 8
Mei1837 dan segera tertarik kepadanya. Hingga akhirnya pada tanggal 8 September 1840,

8
Søren resmi menikahi Regine. Namun pada akhirnya Søren merasakan kecewa dan
melankolis dengan pernikahannya. Kurang dari satu tahun pernikahannya ia pun
menyelesaikan pernikahannya dengan Regine. Dalam catatannya, Søren mengatakan bahwa
sifat melankolis yang dimilikinya membuatnya tidak cocok untuk menikah. Walaupun
sampai dia meninggal alasan mengapa dia menyelesaikan pernikahannya tidak jelas,
(Anonim, 2015).

Soren Kierkegaard dianggap sebagai bapak filsuf eksistensialisme. Ajarannya beraliran


eksistensialisme dan dia sangat bertentangan dengan Hegelian.

2) Ajaran dan Karya Kefilsafatan Soren Aabye Kierkegaard

Ajaran yang diberikan oleh Søren adalah mengenai eksistensialisme, Yang artinya adalah
sebuah kebebasan yang bertanggung jawab, hal ini berpusat pada manusia individu.
Kebebasan ini sering ditemukan oleh manusia. Karena setiap manusia menginginkan adnaya
sebuah kebebasan tanpa memikirkan yang mana yang benar dan yang tidak benar.
Sesungguhnya bukan mereka tidak memikirkan hal tersebut, melainkan mereka mengetahui
batas kebebasannya masing-masing. Karena kebebasan bersifat relatif. Søren juga dikenal
akan filsuf yang mengajarkan akan kecemasan dan keputusasaan eksistensial, (Sabda, 2012).

Ajaran-ajaran Soren baru terkenal setelah berpuluh-puluh tahun setelah kematiannya.


Karyanya tersebar di daerah Eropa, khususnya di daerah Denmark. Namun saat itu Gereja-
Gereja di sekitar Denmark menolak akan adanya karya-karya Soren. Karena ada pengaruh
akan karya yang dibuat oleh Søren yang berjudul “Fear and Trembling”. Namun pada abad
ke 20-an banyak filsuf yang ternyata menggunakan konsep Soren, mengenai pemahaman
kecemasan, dan keputusasaan serta pentingnya individu manusia. Soren sangat bertentangan
akan ajaran dari Hegelian. Sehingga dia sering menjadi kritikus akan ajaran Hegel.
Pemikiran, sebagai kritik atas Hegel, menekankan pada aspek subjektivisme. Hal ini akan
membuat individu melupakan tanggung jawab pribadinya secara etis, bahkan akan
menghilangkan eksistensi, (Tafsir, 2000: 194).

Kierkegaard adalah seorang yang pada zamannya melancarkan reaksi terhadap hidup
kemasyarakatan. Keadaan masyarakat pada waktu itu tidak menunjukkan sebuah usaha untuk
memecahkan persoalan-persoalan praktis sehari-hari, serta mengabaikan perkara-perkara
batiniah. Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang menjadi prinsip Kierkegaard,
bahwasanya persoalan-persoalan praktis sehari-hari itulah yang justru menjadi persoalan
hidup yang sebenarnya. Memang pada kenyataannya, sejak Kant hingga Hegel orang hanya
membicarakan persoalan-persoalan besar yang bersifat umum, sedangkan untuk persoalan
khusus dan praktis, pada umumnya orang berpendapat bahwa pemecahannya dapat
diturunkan dari dasar-dasar yang umum itu. Kierkegaard kemudian menganggap Hegel
mengaburkan hidup yang kongret, nmaka tak heran jika Kierkegaard meremehkan
argumentasi abstrak mengenai metafisika yang spekulatif ala Hegel, (Hardiman, 2004:136).

Ada sebuah kalimat dari Søren Aabye Kierkegaard yang cukup menginspirasikan :“Apa yang
dibutuhkan zaman ini bukanlah seorang jenius sebab jenius sudah cukup banyak. Yang
dibutuhkan adalah martir, yang rela taat hingga mati untuk mengajarkan manusia agar taat

9
hingga mati. Apa yang dibutuhkan zaman ini adalah kebangkitan. Dan karena itu suatu hari
kelak, bukan hanya tulisan-tulisan saya tetapi juga seluruh hidup saya, seluruh misteri yang
membangkitkan tanda tanya tentang mesin ini akan dipelajari dan dipelajari terus. Saya tidak
akan pernah melupakan bagaimana Tuhan menolong saya dan karena itu adalah harapan saya
terakhir bahwa segala sesuatunya adalah untuk kemuliaan-Nya ” —Søren Kierkegaard,
Journals (20 November 1847). (Hardiman, 2004:138).

Banyak dari karya-karya Kierkegaard membahas masalah-masalah agama misalnya hakikat


iman, lembaga Gereja Kristen, etika dan teologi Kristen, dan emosi serta perasaan individu
ketika diperhadapkan dengan pilihan-pilihan eksistensial. Menurut Wiramihardja (2006:142)
karya-karya Sorean diantaranya:

1) Fear and Trembling (Frygt og Baeven) – 1844

Diambil dari contoh pengorbanan Ishak oleh Abraham. Yang dimaksudkan oleh Søren adalah
ajaran atau kepercayaan bahwa segala tindakan disebabkan karena adanya tujuan yang ingin
dicapai. Sampai akhirnya Soren befikir bahwa ini seperti tidak masuk akal karena manusia
harus menaati perintah Allah. Namun itu merupakan ketaatan manusia kepada Allah.

2) Either/Or (Enten/Eller) – 1843

Buku ini terdiri dari dua bagian yang mempertentangkan pandangan hidup yang estetis
dengan yang etis. Karya yang panjang ini menampilkan catatan-catatan pribadi milik Søren.
Karyanya yang ini berfungsi baik sebagai kritik ataupun parodi terhadap filsafat dari
Hegelian.

3) Works Of Love (Kjerlighedens Gjerninger) – 1846

Sebuah buku yang meneliti perintah "Kasihilah sesamamu seperti kau mengasihi dirimu
sendiri'. karyanya ini menjelaskan akan kekuatan cinta. Bagaimana manusia mecintai sesama,
dan bagaimana cinta sejati tanpa keegoisan, yang mungkin hanya terjadi antara manusia dan
Tuhan.

b. Jean Paul Sartre (1905 – 1980)

1) Riwayat Hidup Jean Paul Sartre

Paul Sartre lahir di Paris, Perancis, 21 Juni 1905 dan meninggal di Paris, 15 April1980 pada
umur 74 tahun) adalah seorang filsuf dan penulis Perancis.Ia berasal dari keluarga
Cendikiawan. Ayahnya seorang Perwira Besar Angkatan Laut Prancis dan ibunya anak
seorang guru besar yang mengajar bahasa modern di Universitas Sorbone. Ketika ia masih
kecil ayahnya meninggal, terpaksa ia diasuh oleh ibunya dan dibesarkan oleh kakeknya. Di
bawah pengaruh kakeknya ini, Sartre dididik secara mendalam untuk menekuni dunia ilmu
pengetahuan dan bakat-bakatnya dikembangkan secara maksimal. Pengalaman masa kecil ini
memberi ia banyak inspirasi. Diantaranya buku Les Most (kata-kata) berisi nada negatif
terhadap hidup masa kanak-kanaknya. (Tafsir, 2000: 189).

10
Meski Sartre berasal dari keluarga Kristen protestan dan ia sendiri dibaptiskan menjadi
katolik, namun dalam perkembangan pemikirannya ia justru tidak menganut agama apapun.
Ia seorangatheis. Ia mengaku sama sekali tidak percaya lagi akan adanya Tuhan dan sikap ini
muncul semenjak ia berusia 12 tahun. Bagi dia, dunia sastra adalah agama baru, karena itu ia
menginginkan untuk menghabiskan hidupnya sebagai pengarang. Sartre tidak pernah kawin
secara resmi, ia hidup bersama Simone de Beauvoir tanpa nikah. Mereka menolak menikah
karena bagi mereka pernikahan itu dianggap suatu lembaga borjuis saja. Dalam
perkembangan pemikirannya, ia berhaluan kiri. Sasaran kritiknya adalah kaum kapitalis dan
tradisi masyarakat pada masa itu. Ia juga mengeritik idealisme dan para pemikir yang
memuja idealisme, (Hardiman, 2004:192).

Sartre adalah seorang filsuf dan penulis Perancis. Ialah yang dianggap mengembangkan
aliran eksistensialisme. Sartre menyatakan, eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi
(L'existence précède l'essence). Manusia tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan dan selama
hidupnya ia tidak lebih hasil kalkulasi dari komitmen- komitmennya di masa lalu. Karena itu,
menurut Sartre selanjutnya, satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan manusia (L'homme
est condamné à être libre). Ia belajar pada Ecole Normale Superieur pada tahun 1924-1928.
Setelah tamat dari sekolah itu. Pada tahun 1929 ia mengajarkan filsafat di beberapa Lycees,
baik di Paris maupun di tempat lain. Dari tahun 1933 sampai tahun 1935 ia menjadi
mahasiswa peneliti pada Institut Francais di Berlin dan di Universitas Freiburg. Tahun 1938
terbit novelnya yang berjudul La Nausee dan Le Mur terbit pada tahun 1939. Sejak itulah
muncullah karya-karyanya yang lain dalam bidang filsafat, (Tafsir, 2000: 196).

Selain sebagai seorang guru besar, ia juga seorang pejuang. Dalam Perang Dunia Kedua ia
menjadi salah seorang pemimpin pertahanan. Sebagai novelis dan dramawan namanya amat
terkenal. Tahun 1964 ia menolak menerima hadiah Nobel dalam bidang kesusastraan (Burr
dan Goldinger : 520). Sekalipun pada dasarnya buah pikirannya merupakan pengembangan
pemikiran Kierkegaard, ia mengembangkannya sampai pada tahap yang amat jauh, (Tafsir,
2000: 197).

2) Ajaran dan Karya Kefilsafatan Jean Paul Sartre

Menurut ajaran eksistensialisme, eksistensi manusia mendahului esensinya. Hal ini berbeda
dari tumbuhan, hewan dan bebatuan yang esensinya mendahului eksistensinya, seandainya
mereka mempunyai eksistensi. Di dalam filsafat idealisme, wujud nyata (existence) dianggap
mengikuti hakikat (essence)-nya. Jadi hakikat manusia mempunyai ciri khas tertentu, dan ciri
itu menyebabkan manusia berbeda dari makhluk lain, (Hanafi, 1990 : 90).

Manusia tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak lebih hasil
kalkulasi dari komitmen-komitmennya di masa lalu. Karena itu, menurut Sartre selanjutnya,
satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan manusia (L'homme est condamné à être libre).

Eksistensi mendahului esensi´, begitulah selalu filosof-filosof eksistensialis berkata,´dan cara


manusia bereksistensi berbeda dengan cara beradanya benda-benda. Karenanyamasalah Ada´
merupakan salah satu tema terpenting dalam tradisi eksistensialisme.Bagi Sartre, manusia
menyadari Ada-nya dengan meniadakan (mengobjekkan) yang lainnya. Dari Edmund Husserl

11
ia belajar tentang intensionalitas, yakni kesadaran manusiayang tidak pernah timbul dengan
sendirinya, namun selalu merupakan ³kesadaran akansesuatu´. Baik kita ajukan contoh: Saat
ini saya menyadari tengah duduk dalam sebuahforum diskusi, bersama dengan orang lain,
serta benda-benda lain, sekaligus menyadari ahwa saya berbeda dengan orang lain, dan juga
bukan sekedar benda. Saya meniadakan (mengobjekkan orang dan benda lain). Begitulah
kira-kira titik tolak filsafat Sartre. Untuk memperjelas masalah ini,ia menciptakan dua buah
istilah;être-en-soi, danêtre-pour-soi. Dengan ini pula ia membedakan cara ber-Adanya
manusia dengan cara beradanya benda-benda. (Hanafi, 1990 : 98).

Menurut pendapat saya jadi Salah satu keinginan manusia adalah meng-Ada sebagaimana
keberadaan benda- benda. Mempunyai identitas dan esensi yang pasti. Celakanya, manusia
memiliki kesadaran yang tak dimiliki benda-benda, karenanya mustahil bagi manusia untuk
mempertahankan esensinya terus menerus. Cara beradanya benda tak punya kaitan dengan
cara ber-ada manusia. Sementara manusia sebaliknya, karena sifatnya meniadakan terhadap
hal lain, maka ia senantiasa berusaha untuk meniadakan orang dan benda lain. Tampaklah
oleh kita bahwa pendapat Sartre tentang eksistensi manusia bukan sekedar hendak
menjelaskan keadaan beradanya manusia ditengah manusia dan bukan manusia, lebih dari itu
ia hendak menjelaskan tanggung jawab yang seharusnya dipikul oleh manusia.

Orang eksistensialisme berpendapat bahwa salah satu watak keberadaan manusia ialah takut.
Takut itu datang dari kesadaran manusia tentang wujudnya di dunia ini. Sartre menyatakan,
bila manusia menyadari dirinya berhadapan dengan sesuatu, menyadari ia telah memilih
untuk berada, pada waktu itu juga ia telah bertanggung jawab untuk memutuskan bagi dirinya
dan bagi keseluruhan manusia, dan pada saat itu pula manusia merasa tidak dapat melepaskan
diri dari tanggung jawab menyeluruh. Manusia itu merdeka, bebas. Oleh karena itu, ia harus
bebas menentukan, memutuskan. Dalam menentukan, memutuskan, ia bertindak sendirian
tanpa orang lain yang menolong atau bersamanya. Ia harus menentukan untuk dirinya dan
untuk seluruh manusia. Oleh karena itu, menurut Sartre, demikian juga Heidegger. manusia
tidak solider, tetapi soliter. Ia memikul berat dunia seorang diri. Kenyataan manusia,
sebagaimana dinyatakan oleh Sartre adalah nasibnya diserahkan kepada dirinya sendiri
dengan tiada bantuan sedikitpun. (Hadiwijono, 1990: 160).

Karya- karya Jean Paul Sartre

Menurut Wiramihardja (2006: 116) Hasil karya filsafatnya yang utama adalah
“Being and Nothingness” (1943). Dalam diri (L’entre-en-soi) dan “ber-ada-untuk-diri”
(L’entre-pour-soi).

a) Berada dalam diri (L’entre-en-soi) adalah semacam berada an sich, berada itu sendiri.
Filsafatnya berpangkal dari realitas yang ada, karna realitas yang ada itulah yang kita hadapi,
kita tangkap, kita mengerti. Ada banyak yang berada, contoh: pohon, batu, binatang, manusia
dan sebagainya. “Berada” disini mewujudkan ciri segala benda jasmaniah, materi.

b) Beradauntukdiri (L’entre-pour-soi) ialah berada yang dengan sadar akan dirinya, yaitu
cara berada manusia.

12
Manusia mempunyai hubungan dengan keberadaannya, ia bertanggungjawab atas
fakta bahwa ia ada, misalnya ia bertanggungjawab atas fakta, bahwa ia seorang pegawai, atau
seorang pedagang, atau seorang pencuri dan sebagainya.Manusia adalah “berada-untuk-diri
(L’entre-pour-soi)”. Oleh karena itu maka manusia terwujud karena “berada” itu meniadakan
diri (seneantise). Manusia sebagai manusia, sebagai L’entre-pour-soi terdiri dari peniadaan.
Ada dua peniadaan yaitu:

a) Peniadaan lahiriah (Negation externe)

b) Peniadaan batiniah (Negation interne)

Bahwa meja bukanlah kursi, hal ini tidak menyipatkan meja, artinya bahwa meja bukanlah
kursi, tidak ditentukan dari dalam inilah yang disebut negation externe. Akan tetapi bahwa
aku bukan orang yang berbakat seni, atau aku bukan seroang usahawan, dan lainnya, ini
menunjukkan suatu negativitas yang menyipatkan diriku dari dalam, dengan konsekuensi
akulah yang bertangung jawab atas diriku, (Wiramihardja, 2006: 119).

Hal yang “tidak ada” tidak mungkin berasal dari “berada-dalam-riri” (L’entre-en-soi), sebab
“berada-dalam-diri” adalah penuh, padat, tertutup. Yang “tidak ada” ini berasal dari manusia.
Manusia mengandung di dalamnya hal yang “tidak ada”. Di sini terdapat perbedaan dengan
Heidegger. Menurut Sartre “eksistensi yang murni” adalah hal yang nyata. Eksistensi
manusia adalah “ketiadaan”. Peniadaan ini terjadi terus menerus, dan ini mengakibatkan
manusia berbuat, dan tiap perbuatan adalah perpindahan, dari semula menuju ke apa yang
didepannya, ini adalah meniadakan masa lampau dan berusaha mencapai yang ‘belum ada”
atau yang pada waktu itu “tidak ada”. Pada hakekatnya menurut Sartre: “berada- untuk-diri”
sama dengan kebebasan, (Anonim, 2015)

3. Sumbangan Filfafat Eksistensialisme terhadap Ilmu Pengetahuan Masa Kini

Eksistensi manusia menunjukkan kesadaran manusia, terutama pada dirinya sendiri


bahwa ia berhadapan dengan dunia. Konsep ini muncullah cirri lain hakikat keberadaan
manusia. Orang Eksistensialisme berpendapat bahwa salah satu watak keberadaan manusia
ialah takut.

Eksistensialisme telah memberikan sumbangan yang sangat besar bagi ilmu, terutama dalam
membuka jalan terhadap kebutuan yang ditimbulkan oleh paham materialisme yang
mengatakan bahwa : “manusia itu pada hakekatnya adalah barang material belaka, yang
walaupun bentuknya lebih unggul, tetapi manusia itu adalah resultante dari proses-proses
kimiawi”. Bagi eksistensialis, manusia itu tidak hanya sekedar material atau kesadaran, tetapi
lebih daripada itu, (Wiramihardja,2006:142).

Eksistensialisme mengakui bahwa setiap individu memiliki keunikan masing-masing dan


menganggap kebebasan sebagai sesuatu yang asasi bagi setiap individu dalam penentuan
eksistensi diri sendiri. Karenanya eksistensialis mengajukan terhadap: gerakan totaliser, fasis
dan komunis yang cenderung mengabaikan individu dalam kolektivisme dan massa.

13
Pengaruh yang sangat menonjol eksistensialisme terhadap pendidikan modern dewasa ini
adalah kesadaran terhadap adanya perbedaan eksitensial pada setiap individu siswa, dan
timbulnya penghargaan terhadap kebebasan siswa dalam menentukan
pilihannya.Eksistensialisme tidak menyukai pendidikan yang menyajikan program menurut
kelompok seperti program pendidikan formal di sekolah dewasa ini, karena bagi
eksistensialis program kelompok semacam itu berarti telah mengikari eksistensi siswa
sebagai individu. Eksistensialisme tidak menyukai pendidikan profesi, misalnya pendidikan
kejuruan atau pendidikan spesialis di pendidikan tinggi. Eksistensialis menganggap
pendidikan profesi mempunyai sasaran utama pada pencarian obyektivitas, logika dan
intelektualitas, dan kurang mengenai sasaran emosi, estetika dan moral yang merupakan
kepentingan pokok eksistensialisme. Eksistensialisme mengingatkan bahwa ilmu hendaknya
tidak menjadi sasaran atau tujuan pendidikan, tetapi ilmu itu harus ditempatkan secara
proposional, hanya sebagai alat dalam pengembangan eksistensi manusia. (Hardiman,
2004:150).

B. Fenomenologi

1. Hakekat Fenomenologi

Menurut Salam (2008 : 204) fenomenologi adalah studi tentang Phenomenon. Kata ini
berasal dari bahasa Yunani Phainein berarti menunjukkan. Dari kata ini timbul kata
Pheinomenon berarti yang muncul dalam kesadaran manusia. Dalam fenomenologi,
ditetapkan bahwa setiap gambaran pikir dalam pikiran sadar manusia, menunjukkan pada
suatu hal keadaan yang disebut intentional (berdasarkan niat atau keinginan).

Sedangkan menurut Surajiyo (2012 : 162) kata fenomenologi berasal dari kata Yunani
fenomenon, yaitu suatu yang tampak, yang terlihat karena bercahaya, yang didalam bahasa
Indonesia disebut gejala. Sehingga fenomenologi adalah suatu aliran yang membicarakan
fenomena, atau gejala sesuatu yang menampakkan diri.

Secara harfiah, fenomenologi atau fenomenalisme adalah aliran atau faham yang
menganggap bahwa fenomenalisme adalah sumber pengetahuan dan kebenaran.
Fenomenalisme juga adalah suatu metode pemikiran. Fenomenologi merupakan sebuah aliran
yang berpendapat bahwa, hasrat yang kuat untuk mengerti yang sebenarnya dapat dicapai
melalui pengamatan terhadap fenomena atau pertemuan kita dengan realita. Karenanya,
sesuatu yang terdapat dalam diri kita akan merangsang alat inderawi yang kemudian diterima
oleh akal ( otak ) dalam bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan
penalaran. Penalaran inilah yang dapat membuat manusia mampu berpikir secara kritis,
(Khalilah, 2013).

Fenomenologi merupakan kajian tentang bagaimana manusia sebagai subyek memaknai


obyek-obyek di sekitarnya. Pada intinya, bahwa aliran fenomenologi mempunyai pandangan
bahwa pengetahuan yang kita ketahui sekarang ini merupakan pengetahuan yang kita ketahui
sebelumnya melalui hal-hal yang pernah kita lihat, rasa, dengar oleh alat indera kita.

14
Fenomenologi merupakan suatu pengetahuan tentang kesadaran murni yang dialami manusia,
(Wattimena, 2009).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat dipahami bahwa fenomenologi berarti
ilmu tentang gejala-gejala (fenomena) apa saja yang nampak. Sebuah pendekatan filsafat
yang berpusat pada analisi terhadap gejala yang menampakkan diri pada kesadaran kita.
Adapun gejala-gejala yang tampak berdasarkan kehidupan sehari-hari misalnya kejadian
siang dan malam.

2. Tokoh-Tokoh Filsafat Fenomenologi

b. Edmund Husserl (1859-1938)

1) Riwayat Hidup Edmund Husserl

Edmund Husserl adalah seorang ahli ilmu pasti dan profesor Filsafat dari Universitas
Freiburg di Breisgau (Jerman Selatan) kira-kira satu abad yang lalu, lahir di Prestejov (dahulu
Prossnitz) di Czechoslovakia 8 April 1859 dari keluarga Yahudi. Di universitas ia belajar
ilmu alam, ilmu falak, matematika, dan filsafat. Mula-mula di Leipzig kemudian juga di
Berlin dan Wina. Di Wina ia tertarik pada filsafat dari Brentano. Dia mengajar di Universitas
Halle dari tahun 1886-1901, kemudian di Gottingen sampai tahun 1916 dan akhirnya di
Freiburg. Ia juga sebagai dosen tamu di Berlin, London, Paris, dan Amsterdam, dan Prahara.
Husserl terkenal dengan metode yang diciptakan olehnya yakni metode “Fenomenologi”
yang oleh murid-muridnya diperkembangkan lebih lanjut. Husserl meninggal tahun 1938 di
Freiburg. Untuk menyelamatkan warisan intelektualnya dari kaum Nazi, semua buku dan
catatannya dibawa ke Universitas Leuven di Belgia, (Abadi, 2010).

2) Ajaran dan Karya Kefilsafatan Edmund Husserl

Menurut Husserl, memahami fenomenologi sebagai suatu metode dan ajaran filsafat. Sebagai
metode, Husserl membentangkan langkah-langkah yang harus diambil agar sampai pada
fenomeno yang murni. Untuk melakukan itu, harus dimulai dengan subjek (manusia) serta
kesadarannya dan berusaha untuk kembali pada kesadaran murni. Sedangkan sebagai filsafat,
fenomenologi memberikan pengetahuan yang perlu dan essensial tentang apa yang ada.

Metode fenomenologi menurut Husserl, menekankan satu hal penting yaitu, penundaan
keputusan. Penundaan keputusan harus ditunda (epoche) atau dikurung (bracketing) untuk
memahami fenomena. Pengetahuan yang kita miliki tentang fenomena itu harus kita
tinggalkan atau lepaskan dulu, agar fenomena itu dapat menampakkan dirinya sendiri. Untuk
memahami filsafat Husserl ada beberapa kata kunci yang perlu diketahui. Diantaranya: 1)
Fenomena adalah realitas esensi atau dalam fenomena terkandung pula nomena (sesuatu yang
berada di balik fenomena), 2) Pengamatan adalah aktivitas spiritual atau rohani, 3) Kesadaran
adalah sesuatu yang intensional terbuka dan terarah pada subjek 4) Substansi adalah kongkret
yang menggambarkan isi dan stuktur kenyataan dan sekaligus bisa terjangkau.

15
Namun, menurut para pengikut fenomenologi suatu fenomena tidak selalu harus dapat
diamati dengan indera. Sebab, fenomena dapat juga dilihat atau ditilik secara ruhani tanpa
melewati indera, fenomena tidak perlu suatu peristiwa, (Aprilia, 2014).

Karya- karya Edmund Husserl antara lain.

a) Logische Untersucgsuchugen I dan II (Penyelidikan-penyelidikan logis), tahun 1900-


1901. Bertujuan agar dapat mempelajari struktur kesadaran, karena itu harus dibedakan
antara tindakan dari kesadaran dan fenomena di mana diarahkan (obyek memakai diri
sendiri).

b) Ideen zu einer reinen Phanomenologie und Phanomenologischen Philosophie, 1913


(Gagasan-gagasan untuk suatu fenomenolgi murni dan suatu filsafat fenomenologis). Untuk
pertama kalinya terkuak kecenderungan idealistik ini. Seorang fenomenolog harus secara
sangat cermat “menempatkan di antara tanda kurung”, artinya kenyataan di antara dunia luar.
Yang utama ialah fenomenanya, dan fenomena ini hanya tampil dalam kesadaran.

c) Meditations Cartesiennes, 1931 (Renungan-renungan Kartesian). Dalam buku ini dibahas


beberapa permenungan Kartesian, di mana semakin lama semakin penting. “Aku bertolak
dari kesadaranku untuk menemukan kesadaran transedental (prinsip dasar dari pemahaman
murni yang melampaui atau mengatasi batas-batas pengalaman), (Abadi, 2010).

c. Max Scheller (1874-1928)

1) Riwayat Hidup Max Scheller

Max Scheler dilahirkan di Munich, Jerman pada tanggal 22 Agustus 1874. Ayahnya
seorang Lutheran dan ibunya seorang Yahudi Ortodoks. Sebagai seorang anak remaja, ia
masuk Katolik, karena ketertarikkannya pada ajaran mengenai cinta. Scheler belajar ilmu
kedokteran di Munchen dan Berlin, Filsafat dan Sosiologi pada W.Dilthey dan G.Simmel
pada tahun 1895. Ia memperoleh gelar doktornya pada tahun 1897. Setelah belajar di
Munchen, Berlin, Heildelberg dan Jena, ia kemudian menjabat sebagai dosen privat di Jena
dan Munchen pada tahun 1899. Seluruh hidupnya, Scheler memiliki pemikiran yang begitu
berpengaruh bagi filsafat pragmatisme Amerika. Pada tahun 1902, ia bertemu bertemu
dengan Edmund Hursell seorang fenomenolog untuk pertama kalinya di Halle. Scheler tidak
pernah menjadi murid Hursell. Akan tetapi, perjumpaan dengannya memberikan pengaruh
yang besar bagi Scheler. Scheler menjadi seorang fenomenolog yang getol menyebarluaskan
ajaran Hursell ini. Dari tahun 1907-1910 ia mengajar pada universitas di Munchen. Ia
bergabung dengan lingkungan fenomenolog Munchen diantaranya M.Beck, Th. Conrad, J.
Daubert, M.Geiger. D.Y Hildebrand, Th.Lipps, and A. Pfaender, (Jaya, 2012).

2) Ajaran dan Karya Kefilsafatan Max Scheller

16
Scheller berpendapat bahwa metode fenomenologi sama dengan cara tertentu untuk
memandang realitas. Dalam hubungan ini kita mengadakan hubungan langsung dengan
realitas berdasarkan intuisi (pengalaman fenomenologi).

Menurutnya ada 3 fakta yang memegang peranan penting dalam pengalaman filsafat.
Diantaranya:

a) Fakta natural, yaitu berdasarkan pengalaman inderawi yang menyangkut benda-benda


yang nampak dalam pengalaman biasa.

b) Fakta ilmiah, yaitu yang mulai melepas diri dari penerapan inderawi yang langsung dan
semakin abstrak.

c) Fakta fenomenologis, merupakan isi intuitif yang merupakan hakikat dari pengalaman
langsung.

Filsafat Max Scheler dibagi ke dalam dua periode: Periode pertama rentang waktunya di
mulai antara disertasinya pada tahun 1897 hingga karyanya On the eternal in Man (manusia
dalam keabadian) pada tahun 1920/1922—volume I-VII. Sedangkan pada periode kedua,
masa-masa dari tahun 1920/1922 hingga 1928 yang terangkum dalam Vol. VIII-XV.

Dalam periode pertama, karyanya yang paling menonjol adalah penyelidikannya mengenai
nilai-etika, perasaan, agama, dan teori politik. Dalam tahun-tahun ini ada dua karya besar
yang dihasilkannya, The Nature of Sympathy dan Formalisme Etics dan non- Formal etichs
of Vlues. Dari karya-karyanya ini, Scheler memusatkan perhatiannya pada, perasaan
manusia, cinta, dan kodrat manusia. Ia memperlihatkan bahwa ego, akal budi dan kesadaran
manusia mengisyarakan lingkungan manusia dan menyangkal sebuah kemurnian ego,
kemurnian akal budi, atau kemurnian kesadaran. Di sini, Scheler mengkritik apa yang telah
ada sebelumnya yakni apa yang diajarkan oleh Husserl, Kant, dan Idealisme Jerman. Bagi
Scheler, ego, akal budi dan kesadaran adalah hati manusia yang merupakan tempat duduk
dari cinta lebih dari pada sebuah ego yang transcendent, akal budi, kehendak atau
penginderaan. Dari sini mengalirlah sebuah prinsip yang besar yang melewati seluruh periode
pertama ini: perasaan dan cinta memiliki logikanya di dalam diri mereka sendiri, yang
sungguh-sungguh berbeda dari logika akal budi. Di sini Scheler mengikuti Blaine Pascalfilsuf
dan matematikawan asal Perancis.

Dalam periode kedua (1920/1922-1928). Scheler menentang ide mengenai Tuhan sebagai
Pencipta. Baginya, dewa, manusia dan dunia adalah satu bentuk yang “menjadi ada” karena
proses penyatuan yang terjadi dalam waktu yang absolut. Waktu yang Absolut bukanlah
waktu yang dapat diukur dengan waktu atau jam yang digunakan oleh ilmu pengetahuan dan
dalam kehidupan sehari-hari. Waktu absolut mirip waktu yang lewat ketika kita tidak berpikir
mengenai waktu, (Jaya, 2012).

d. Martin Heidegger (1889-1976)

1) Riwayat Hidup Martin Heidegger

17
Martin Heidegger adalah seorang filusuf Jerman yang karyanya terkait dengan
Fenomenologi dan Eksistensialisme. Heidegger lahir pada tanggal 26 September 1889 di
Messkirch, Jerman. Ia tumbuh dan dibesarkan dalam tradisi Katholik Roma yang ketat,
dimana ayahnya bertugas sebagai koster pada gereja Katholik Santo Martinus. Ia mengikuti
sekolah menengah di Konstanz dan Freiburg Im Breisgau. Pada tahun 1909 ia masuk
universitas Freiburg untuk belajar di Fakultas Teologi. Setelah mempelajari Teologi selama 4
semester, ia mengubah haluan dan mengerahkan seluruh perhatiannya kepada studi filsafat,
ditambah dengan kuliah-kuliah tentang ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan social.
Heidegger memperoleh gelar doktor filsafat pada tahun 1913 dengan disertasi tentang Die
Lehre Vom Urteil Im Psychologismus (ajaran tentang putusan dalam psikologisme).

Pada tahun 1916 Heidegger mulai belajar filsafat Fenomenologi kepada Husserl, bahkan
kemudian ia menjadi asistennya. Disamping itu selama tahun 1916-1919, Heidegger mencoba
mengkaji dogma-dogma katholik yang rigid dan mengerakkan dogma-dogma tersebut ke
faham protestan liberal. Tahun 1923 ia diangkat menjadi profesor filsafat di universitas
Marburg, disini ia menerbitkan karyanya yang pertama yaitu Being and Time (Sein Und Zeit)
tahun 1927. Dia kembali ke Freiburg pada tahun 1928 untuk menggantikan Edmund Husserl.
Pada tahun 1933 dia memperoleh jabatan Rektor pada unversitas Freiburg. Dia meninggal
pada tanggal 26 Mei 1976, (Ciptyasari, 2014).

2) Ajaran dan Karya Kefilsafatan Martin Heidegger

Menurut Heidegger, manusia itu terbuka bagi dunianya dan sesamanya. Kemampuan
seseorang untuk bereksistensi dengan hal-hal yang ada di luar dirinya karena memiliki
kemampuan seperti kepekaan, pengertian, pemahaman, perkataan atau pembicaraan.

Bagi heidegger untuk mencapai manusia utuh maka manusia harus merealisasikan segala
potensinya meski dalam kenyataannya seseorang itu tidak mampu merealisasikannya. Ia tetap
sekuat tenaga tidak pantang menyerah dan selalu bertanggungjawab atas potensi yang belum
teraktualisasikan.

Dalam persfektif yang lain mengenai sesosok Heidegger menjadi salah satu filsafat yang
fenomenal yaitu bahwa ia mengemukakan tentang konsep suasana hati (mood). Seperti yang
kita ketahui bahwa dengan suasana hatilah kita diatur oleh dunia kita, bukan dalam pendirian
pengetahuan observasional yang berjarak. Biasanya, dengan posisi kita yang sedang
bersahabat dengan suasana hati, maka kita akan bisa mengenali diri kita yang sesungguhnya.
Karena suasana hati bisa menjadi tolak ukur untuk mengetahui hakikat diri dengan
banyaknya pertanyaan yang muncul seperti pencarian jati diri siapa kita sesungguhnya, apa
kemampuan kita, dan apa kekurangan atau kelebihan yang kita miliki, bagaimanakah
kehidupan kita yang selanjutnya dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Konsep inilah yang
menguatkan pendapat banyak orang mengenai sesosok orang yang mampu melihat noumena
dan phenoumena.

Karyanya yang pertama yaitu Being and Time (Sein Und Zeit) tahun 1927. Dimana ia
mencoba untuk mengakses Being (Sein) dengan melalui analisis Fenomenologis tentang
eksistensi manusia (Dasein) yang berkenaan ke karakter duniawi dan sejarah manusia. Dalam

18
Being And Time Heidegger menyatakan bahwa studi tentang diri kita atau Dasein (berada-
ada) adalah perkara penting untuk menanyakan makna keberadaan. Dia kembali ke Freiburg
pada tahun 1928 untuk menggantikan Edmund Husserl. Pada tahun 1933 dia memperoleh
jabatan Rektor pada unversitas Freiburg. Dia meninggal pada tanggal 26 Mei 1976.
Disamping karya monumentalnya Sein Un Zeit, Heidegger juga menerbitkan banyak karya
lagi yang kebanyakan menyajikan salah satu ceramah atau serangkaian ceramah yang pernah
dibawakannya seperti Kant Und Das Problem Der Metaphysic (Kant dan Problem Metafisik,
1929), Was Ist Differanz (Identitas dan Perbedaan, 1957) dan masih banyak karyanya yang
lain, (Ciptyasari, 2014).

3. Sumbangan Filfafat Fenomenolosi terhadap Ilmu Pengetahuan Masa Kini

Memperbincangkan fenomenologi tidak bisa ditinggalkan pembicaraan mengenai konsep


Lebenswelt (“dunia kehidupan”). Konsep ini penting artinya, sebagai usaha memperluas konteks ilmu
pengetahuan atau membuka jalur metodologi baru bagi ilmu-ilmu sosial serta untuk menyelamatkan
subjek pengetahuan, (Achmad, 2012).

Edmund Husserl, dalam karyanya, The Crisis of European Science and Transcendental
Phenomenology, menyatakan bahwa konsep “dunia kehidupan” (lebenswelt ) merupakan konsep yang
dapat menjadi dasar bagi (mengatasi) ilmu pengetahuan yang tengah mengalami krisis akibat pola
pikir positivistik dan saintistik, yang pada prinsipnya memandang semesta sebagai sesuatu yang
teratur – mekanis seperti halnya kerja mekanis jam. Akibatnya adalah terjadinya ‘matematisasi alam’,
alam dipahami sebagai keteraturan (angka-angka). Pendekatan ini telah mendehumanisasi
pengalaman manusia karena para saintis telah menerjemahkan pengalaman manusia ke formula-
formula impersonal. (Anonim, 2014)

Dunia kehidupan dalam pengertian Husserl bisa dipahami kurang lebih dunia sebagaimana
manusia menghayati dalam spontanitasnya, sebagai basis tindakan komunikasi antar subjek. Dunia
kehidupan ini adalah unsur-unsur sehari-hari yang membentuk kenyataan seseorang, yakni unsur
dunia sehari-hari yang ia alami dan jalani, sebelum ia menteorikannya atau merefleksikannya secara
filosofis.

Konsep dunia kehidupan ini dapat memberikan inspirasi yang sangat kaya kepada ilmu-ilmu
sosial, karena ilmu-ilmu ini menafsirkan suatu dunia, yaitu dunia sosial. Dunia kehidupan sosial ini
tak dapat diketahui begitu saja lewat observasi seperti dalam eksperimen ilmu-ilmu alam, melainkan
terutama melalui pemahaman (verstehen ). Apa yang ingin ditemukan dalam dunia sosial adalah
makna, bukan kausalitas yang niscaya.

Demikianlah, dunia kehidupan sosial merupakan sumbangan dari fenomenologi, yang


menempatkan fenomena sosial sebagai sistem simbol yang harus dipahami dalam kerangka konteks
sosio-kultur yang membangunnya. Ini artinya unsur subjek dilihat sebagai bagian tak terpisahkan dari
proses terciptanya suatu ilmu pengetahuan sekaligus mendapatkan dukungan metodologisnya,
(Aprilia, 2014).

BAB III

PENUTUP

19
A. Kesimpulan

Berdasarkan materi yang telah dipaparkan dapat disimpulkan, sebagai berikut :

1. Filsafat Kontemporer yaitu cara pandang dan berpikir mendalam menyangkut kehidupan pada masa saat
ini.

2. Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan
dirinya benar dengan berpengang pada logika pengamatan. Eksistensialisme adalah filsafat yang memandang
segala gejala dengan berpangkal kepada eksistensi. Fenomenologi adalah aliran atau faham yang menganggap
bahwa fenomenalisme adalah sumber pengetahuan dan kebenaran.

3. Tokoh-tokoh yang cukup aktif dalam pengembangan pragmatisme adalah: Charles Sanders Peirce,
William James dan John Dewey. Pragmatisme mula-mula dikenalkan oleh Charles Sanders Peirce (1839-1914).

4. Aliran pemikiran eksistensialisme ini muncul pada abad ke-19 dan ke-20 dan di pelopori oleh seorang
berketurunan Yahudi, Jean-Paul Satre.

5. Tokoh-tokoh yang berperan dalm fenomenologi yakni Edmund Husserl (1859-1938), Max Scheller
(1874-1928), Martin Heidegger (1889-1976), Maurice Merlean-ponty (1908-1961), dan Maurice Merlean-ponty
(1908-1961).

6. Ajaran beberapa tokoh pragmatisme, Charles Sanders Pierce (1839-1914) Charles mempunyai gagasan
bahwa suatu hipotesis (dugaan sementara/ pegangan dasar) itu benar bila bisa diterapkan dan dilaksanakan
menurut tujuan kita.William James (1842-1910) adalah tokoh yang paling bertanggung jawab yang membuat
pragmatism menjadi terkenal diseluruh dunia. William James mengatakan bahwa secara ringkas pragmatism
adalah realitas sebagaimana yang kita ketahui. Menurut John Dewey filsafat bertujuan untuk memperbaiki
kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya untuk memenuhi
kebutuhan manusiawi.

7. Ajaran eksistensialisme menurut beberpa tokoh yakni, ajaran yang diberikan oleh Søren adalah mengenai
eksistensialisme, Yang artinya adalah sebuah kebebasan yang bertanggung jawab, hal ini berpusat pada manusia
individu. Sedangkan menurut jean berdasarkan ajaran eksistensialisme, eksistensi manusia mendahului
esensinya. Hal ini berbeda dari tumbuhan, hewan dan bebatuan yang esensinya mendahului eksistensinya,
seandainya mereka mempunyai eksistensi.

8. Ajaran fenomenologi menurut beberapa tokoh yakni, menurut Husserl memahami fenomenologi sebagai
suatu metode dan ajaran filsafat. Sebagai metode, Husserl membentangkan langkah-langkah yang harus diambil
agar sampai pada fenomeno yang murni. Scheller berpendapat bahwa metode fenomenologi sama dengan cara
tertentu untuk memandang realitas. Menurut Heidegger, manusia itu terbuka bagi dunianya dan sesamanya.
Sebagaimana halnya Husserl, ia yakin seorang filosof benar-benar harus memulai kegiatannya dengan meneliti
pengalaman.

9. Karya-karya tokoh pragmatisme Collected Papers of Charles Sanders Peirce, 8vols. Edited by Charles
Hartshorne, Paul Weiss, and Arthur Burks (Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts, 1931-
1958).2), Tha Principles of Psychology (1890), Psychology(1981).

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Asmoro. 2010. Filsafat umum. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.

20
FuadIhsan. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Hadiwijono, Harun. 1990. Sari Sejarah Filsafat Barat II. Yogyakarta : Kanisius.

Hanafi, Ahmad. 1990. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta : Bulan Bintang.

Hardiman, Budi F. 2004. Filsafat Modern. Jakarta : Gramedia.

Maksum, Ali. 1996. Pengantar Filsafat; dari Masa klasik hingga Postmodernisme.
Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA.

Muzairi. 2009. Filsafat Umum. Yogyakarta : Teras.

Rapar, Jan H. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Kanisius.

Tafsir, Ahmad. 2000. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Bandung :
PT Remaja Rosdakarya.

Salam, Burhanuddin. 2008. Pengantar Filsafat. Jakarta : Bumi Aksara.

Sumarna, Cecep. 2004. Filsafat Ilmu Dari Hakikat Menuju Nilai. Bandung : Pustaka Bani
Quraisy.

Surajiyo. 2012. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Surajiyo. 2013. Filsafat Umum dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara.

Waris. 2009. FilsafatUmum. Ponorogo : STAIN Po Press.

Wiramihardja, Sutardjo A. 2006. Pengantar Filsafat. Bandung : PT Refika Aditama.

Abadi. 2010. http://ahnafiabadi.blogspot.com/2010/08/fenomenologi-edmund-husserl.html.


Diakses tanggal 21 Februari 2015.

Achmad, Fatoni. 2012. http://fatonikeren.blogspot.com/2012/07/kontribusi-fenomenologi-


terhadap-dunia.html. Diakses tanggal 20 Maret 2015.

Anonim. 2008. https://grelovejogja.wordpress.com/2008/12/18/kajian-epistemologi-charles-


sanders-pierce-1839-1914/. Diakses tanggal 20 Maret 2015.

21

Anda mungkin juga menyukai